6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Sungai adalah suatu sistem aliran yang dibentuk oleh alam untuk mengalirkan air. Sungai sebagai salah satu sumber air yang potensial. Ada dua aspek peran sungai bagi manusia, yaitu aspek pemanfaatan sebagai salah satu sumber air tawar yang besar dan lebih mudah dikelola, serta aspek pengendalian karena sungai dapat merugikan baik harta maupun jiwa karena kerusakan-kerusakan yang ditimbulkannya. Karakteristik sungai merupakan hasil interaksi antara aliran air (debit), angkutan sedimen, yang keduanya dipengaruhi proses alam serta campur tangan manusia di Daerah Aliran Sungai (DAS) dan di sepanjang sungai.
Karakteristik sungai dipengaruhi oleh kondisi DAS-nya :
a. Topografi, yang membentuk luas DAS, tipe DAS, trase sungai dan kemiringan dasar sungai.
b. Iklim, hidrologi dan hidrogeologi, menentukan ketersediaan air atau debit dalam sungai, fluktuasi debit sepanjang tahun.
c. Tanah dan geologi, mempengaruhi geometri sungai, dan trase sungai serta tipe sungai. Geometri sungai relatif tetap pada sungai-sungai yang mengalir didataran cadas (rock), sedang yang di dataran aluvial mudah berubah, karena proses penggerusan dan pengendapan. Tanah permukaan medan merupakan salah satu sumber sedimen sungai.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
d. Tata guna lahan, yang menentukan koefisien pengaliran (C), berperan pada ketersediaan air tanah dan limpasan air permukaan.
Sungai/laut atau aliran air yang menyediakan kemudahan hidup bagi masyarakat disekitarnya itu juga bisa menjadikan masyarakat tadi menghadapi risiko bencana tahunan akibat banjir. Banjir dapat terjadi akibat naiknya permukaan air lantaran curah hujan yang diatas normal, perubahan suhu, tanggul/bendungan yang bobol, pencairan salju yang cepat, terhambatnya aliran air di tempat lain.
Banjir luapan sungai terjadi setelah proses yang cukup lama, meskipun proses itu bisa jadi lolos dari pengamatan sehingga datangnya banjir terasa mendadak dan mengejutkan. Selain itu banjir luapan sungai kebanyakan bersifat musiman atau tahunan dan bisa berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-minggu tanpa berhenti. Penyebabnya adalah hutan gundul, kelongsoran daerah-daerah yang biasanya mampu menahan kelebihan air, ataupun perubahan suhu/musim, atau terkadang akibat kedua hal itu sekaligus. Banjir terjadi sepanjang sistem sungai dan anak-anak sungainya, mampu membanjiri wilayah luas dan mendorong peluapan air di dataran rendah, sehingga banjir yang meluap dari sungai-sungai selain induk sungai biasa disebut ‘banjir kiriman’. Besarnya banjir tergantung kepada beberapa faktor, di antaranya kondisi-kondisi tanah (kelembaban tanah, vegetasi, perubahan suhu/musim, keadaan permukaan tanah yang tertutup rapat oleh bangunan dan hilangnya kawasan-kawasan tangkapan air/alih fungsi lahan (Asdak, 2004).
8 2.2 Sistem Pengendalian Banjir
2.2.1 Normalisasi
Sistem pengendalian banjir dengan melakukan normalisasi alur atau memperbesar kapasitas pengaliran sungai yang bertujuan untuk mempercepat aliran banjir dan memperendah elevasi muka air banjir agar daerah sekitar sungai dari bahaya banjir.
Normalisasi atau memperbesar kapasitas tampung Kali Ngotok perlu dipertimbangkan mengingat kondisi sungai tersebut memiliki penampang sungai yang menyempit. Akibat kondisi sungai tersebut maka air tidak dapat dilewatkan dengan cepat dan aman, karena daya tampung sungai kecil. Sehingga sungai tidak mampu menampung seluruh debit banjir dan menyebabkan aliran Kali Ngotok meluap dan melimpas ke daerah kanan kiri sungai dan menimbulkan genangan banjir didaerah tersebut.
Peningkatan kapasitas pengaliran sungai dengan cara : a. Memperkecil Koefisien Kekasaran Sungai
Untuk memperkecil koefisien kekasaran sungai dapat dilakukan dengan membersihkan tebing dan bantaran dari semak-semak dan pepohonan yang ditanam penduduk disepanjang sungai serta melarang penduduk untuk tidak bertempat tinggal didaerah bantaran sungai.
b. Memperbesar Luas Panampang Sungai
Untuk memperbesar luas panampang sungai dapat melakukan dengan berbagai cara, antara lain :
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
• Memperdalam alur sungai (pengerukan dasar sungai) • Memperlebar alur sungai
• Memperendah elevasi bantaran
• Mempelebar bantaran sungai (menggeser tanggul)
2.2.2 Tanggul Banjir
Tanggul dibuat untuk menambah kapasitas penampang sungai, langsung di tepi sungai atau dengan memanfaatkan bantaran banjir. Perencanan konstruksi tanggul meliputi perencanaan tinggi tanggul, tubuh tanggul, talud dan alignment tanggul. Tanggul merupakan salah satu bangunan pengendalian banjir untuk mengamankan bahaya limpasan dan luapan air banjir ke daratan yang lebih rendah yang menimbulkan kerugian besar. Tanggul banjir ini dibuat untuk membatasi aliran air banjir yang melimpas kedaerah pemukiman maupun persawahan. Dengan adanya tanggul tersebut maka air banjir yang semula melimpas dan menggenangi daratan yang rendah disisi kanan dan kiri sungai dapat diatasi, sehingga aliran banjir menjadi terpusat pada suatu alur sungai yang mengakibatkan elevasi muka air sungai tersebut menjadi lebih tinggi dari semula.
Dengan adanya kemajuan teknologi pembuatan tanggul harus ekonomis dan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, tujuan pembuatan tanggul dapat dipenuhi tanggul yang kuat atau menyakinkan mutunya akan memberikan ketenangan dan ketentraman pada masyarakat yang bertempat tinggal di daerah sekitarnya. Pembuatan tanggul berarti merubah pola aliran dan angkutan sedimen pada bagian sungai yang bersangkutan. Muka air bertambah tinggi dan kecepatan aliran bertambah. Sedimen layang yang semula diendapkan secara luas di daerah
10 genangan, dengan adanya tanggul akan mengendap bantaran sungai yang ada dan selebihnya akan terangkut ke hilir. Demikian pula keberadaan tanggul akan mempengaruhi pematusan daerah sekitarnya.
Sebagaimana halnya dengan bangunan pengendali banjir lainnya, perencanaan tinggi tanggul harus berdasarkan 3 pertimbangan, yaitu :
- Pertimbangan teknis yang menyangkut stabilitas bangunan
- Pertimbangan ekonomis, yaitu membuat konstruksi yang murah namun memenuhi syarat stabilitas dan manfaat.
- Pertimbangan sosial, yaitu dengan adanya bangunan ini, bencana banjir dapat dihindarkan, tercapainya suasana aman, lingkungan yang bersih, kegiatan sosial, ekonomi dan budaya tidak terhambat.
Tinggi tanggul ditetapkan berdasarkan debit rencana yang dipilih berdasarkan pertimbangan karakteristik daerah yang diamankan (perkotaan, pemukiman penting, daerah pertanian dsb), kondisi sosial ekonomi daerah dsb. Tinggi keamanan ditentukan berdasar debit rencana.
Tabel 2.1. Tinggi dan Lebar Keamanan Tanggul
Debit Rencana Tinggi Jagaan Lebar Mercu
( m³/dt ) ( m ) ( m ) Q ≤ 200 0,6 < 3 200 ≤ Q ≤ 500 0,8 3 500 ≤ Q ≤ 2000 1,0 4 2000 ≤ Q ≤ 5000 1,2 5 5000 ≤ Q ≤ 10000 1,5 6 Q ≥ 10000 2,0 8
Sumber:Anggrahini,1997 : Hidrolika Saluran Terbuka
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
2.2.2.1 Rembesan Tanggul
Dalam Perhitungan formasi daripada garis rembesan ditentukan oleh air terisi penuh,dapat diperoleh dengan Metode Casagrade. Ujung bagian hilir Tanggul dianggap sebagai permulaan titik koordinat Sumbu X dan untuk sumbu Y didasarkan pada persamaan berikut :
Y = (Y2-Y02) / (2.Yo) ...(2.1) atau Y = ...(2.2) dan Yo = ...(2.3) a + ∆a = ...(2.4) a =
-
...(2.5)
12 2.2.2.2 Stabilitas Tanggul
Untuk Menguji stabilitas tanggul metode yang dipakai adalah metode irisan Bidang Luncur Bundar ( Slice Method On Circular Slip Surface).Dalam penggunaan cara ini diperlukan titik pusat bidang Luncur kritis yang dapat ditentukan dengan Methode Felinius,
Harga sudut-sudut α1,α2,β dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 2.2 Harga sudut α1,α2,β
Kemiringan lereng β α1 α2 1 : 0,58 60,00 29,00 40,00 1 : 1,00 45,00 28,00 37,00 1 : 1,50 33,80 26,00 35,00 1 : 2,00 26,56 25,00 35,00 1 : 3,00 18,40 25,00 35,00 1 : 5,00 11,30 25,00 35,00
Gambar 2.2 Irisan Bidang Luncur
Untuk menghitung stabilitas tanggul dilakukan dengan menggunakan metode Irisan bidang Luncur dengan Persamaan :
Sumber:Suyono Sosrodarsono (Bendungan type Urugan)
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Fs = [ Σ (C.L+(N-U).tan θ]/(ΣT)...(2.6) dimana Fs = Angka keamanan = 1,2
C = koefisien kohesi tanah bidang luncur L = Lebar irisan bidang luncur
N = Beban komponen Vertikal yang timbul dari berat setiap Irisan (γ . A . Cos α )
U = Tekanan air pori yang bekerja pada setiap Irisan
2.3 Curah Hujan Rata-Rata
Curah hujan yang diperlukan untuk rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada satu titik tertentu, curah hujan ini disebut juga sebagai curah hujan wilayah dan dinyatakan dalam mm. Untuk mendapatkan gambaran mengenai distribusi curah hujan di seluruh daerah aliran sungai, maka dipilih beberapa stasiun yang tersebar di seluruh DAS. Stasiun terpilih adalah stasiun yang berada dalam cakupan areal DAS dan memiliki data pengukuran iklim secara lengkap. Untuk keperluan pengolahan data curah hujan menjadi data debit diperlukan data curah hujan bulanan, sedangkan untuk mendapatkan debit banjir rancangan diperlukan analisis data dari curah hujan harian maksimum. Beberapa cara yang dapat dipakai untuk menentukan curah hujan rata- rata adalah sebagai berikut :
14 2.3.1 Cara Arithmetik Mean
Pada cara arithmetik dianggap bahwa data curah hujan dari suatu tempat pengamatan dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar tempat itu dengan merata-rata langsung stasiun penakar hujan yang digunakan. Cara arithmetik dipakai pada daerah yang datar dan banyak stasiun penakar hujannya, dimana daearah hujannya seragam (unifrom). Perhitungannya sebagai berikut (Ir. C.D. Soemarto,1986) : ) R + + R + (R n = R 1 1 2 ... n ...(2.7) dengan,
R = Curah hujan daerah rata-rata (mm) R1, R2, ..., Rn = Curah hujan ditiap titik pos Curah hujan n = Jumlah pos curah hujan
2.3.2 Cara Thiessen Poligon
Pada cara Poligon Thiessen dianggap bahwa data curah hujan dari suatu tempat pengamatan dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar tempat itu. Cara ini digunakan apabila titik-titik pengamatan didalam daerah tersebut tidak menyebar merata, maka dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh pada tiap titik pengamatan dengan curah hujan rata-rata daerah pengaliran di dataran yang kondisinya tidak sama. Cara perhitungan dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu wilayah poligon tertutup An. Perbandingan luas poligon untuk setiap stasiun yang besarnya An /A. Thiessen
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Poligon memberi rumusan sebagai berikut (Ir. C.D. Soemarto,1986)
Gambar 2.3 Thiessen polygon
n n n A + + A + A R A + + R A + R A = R ... ... 2 1 2 2 1 1 ...………....(2.8) A R A + + R A + R A = R 1 1 2 2 ... n n ……….…....(2.9) n n
R
W
+
+
R
W
+
R
W
=
R
1 1 2 2...
………...(2.10) dengan,R = Curah hujan daerah rata-rata (mm) R1, R2, ..., Rn = Curah hujan ditiap titik pos Curah hujan
A1, A2, ..., An = Luas daerah Thiessen yang mewakili titik pos curah hujan A = Luas total daerah Thiessen, A = A1 + A2 + ... + An
n = Jumlah pos curah hujan
A A , A A , A A = W , W , W ... n 1 2 ... n 2 1 R1 R2 R3
16 2.3.3 Cara Peta Isohyet
Cara isohyet menggunakan peta dengan garis-garis yang menghubungkan tempat-tempat dengan curah hujan yang sama, dimana sebagai garis-garis yang membagi daerah aliran sungai menjadi daerah-daerah yang luasnya dipakai sebagai faktor koreksi dalam perhitungannya. Besar curah hujan rata-rata bagi daerah seluruhnya didapat dengan mengalikan curah hujan rata-rata diantara kontur-kontur dengan luas daerah antara kedua kontur, dijumlahkan dan kemudian dibagi luas seluruh daerah. Curah hujan rata-rata di antara kontur biasanya diambil setengah harga dari kontur. Persamaan yang dipakai (Ir. C.D. Soemarto,1986) :
Gambar 2.4 Peta Isohyet
total + n n n A R + R A + + R + R A + R + R A = R 2 ... 2 2 1 3 2 2 2 1 1 ………..….(2.11) dengan,
R = Curah hujan daerah rata-rata (mm) R1, R2, ..., Rn = Curah hujan ditiap titik pos Curah hujan
A1, A2, ..., An = Luas daerah Thiessen yang mewakili titik pos curah hujan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
X
S
x ) 1 ( ) ( 2 − − n X XiAtotal = Luas total daerah Thiessen, A = A1 + A2 + ... + An N = Jumlah stasiun curah hujan
2.4 Curah Hujan Rencana
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, untuk daerah yang tidak memiliki data debit (banjir maksimum tahunan) maka debit banjir rencananya dihitung dengan metode curah hujan – limpasan (rainfall – runoff). Perhitungannya dimulai dari curah hujan rencana yang dikonversi menjadi curah hujan jam-jaman kemudian dikali karakteristik daerah aliran sungainya yang dikenal dengan nama hidrograf satuan atau hidrograf satuan sintetis. Sedangkan curah hujan rencana yang dalam hal ini adalah curah hujan harian diperoleh dari data curah hujan harian maksimum tahunan diolah dengan metode analisis frekuensi. Analisis frekuensi data curah hujan rencana dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa distribusi probabilitas yang banyak digunakan dalam Hidrologi, yaitu : Distribusi Gumbel Tipe I, Distribusi Log Pearson III, dan Distribusi Normal.
Untuk masing-masing jenis distribusi diatas yang sesuai dalam perhitungan curah hujan didasarkan pada cirri khas dan nilai-nilai koefisien yang didapat dari parameter statistik ( Soewarno, 1995 )
1. Koefisien Variasi ( Cv )
Cv = ………..(2.12)
SX = ………(2.13)
18 4 4 . ) . ( X i S n X X
∑
− 3 3).
2
)(
1
(
)
.
(
.
X iS
n
n
X
X
n
−
−
∑
− 2. Koefisien Ketajaman ( Ck ) Ck = ………..(2.14) dengan, n = Jumlah data Xi = Data hujan ( mm ) X = Data Hujan Rata-rata SX = Simpangan baku 3. Koefisien Simetris ( Cs ) Cs = ………...………(2.15) dengan, n = Jumlah data Xi = Data hujan ( mm ) X = Data Hujan Rata-rataSX = Simpangan baku
Persyaratan pemakaian distribusi tersebut didasarkan pada nilai Koefisien Skewness dan Koefisien Kurtosis, seperti persyaratan yang tercantum pada Tabel 2.3
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Tabel 2.3. Persyaratan Pemilihan Distribusi Frekuensi
Distribusi Frekwensi
Parameter Data Statistik Koefisien Skewness (Cs) Koefisien Kurtosis (Ck) Gumbel 1.14 5.4 Distribusi Normal -0.015 ≤ Cs ≤ 0.05 2.7 ≤ Ck ≤ 3.3 Log Pearson type III Bebas* 1.5 Cs2 + 3 Sumber : Hidrologi Sri Harto BR ; Hidrologi Jilid 1 Soewarno
*) Bila tidak ada yang mendekati parameter Gumbel dan Distribusi Normal, Tersedia Tabel -3 ≤ Cs ≤ 3
2.4.1 Distribusi Gumbel Tipe I
Persamaan PDF dari Distribusi Gumbel Tipe I sebagai berikut (Soewarno,1995) :
p ( x )= α e− α ( x− β )− e− α ( x− β) ...(2.16)
sedangkan persamaan CDF adalah : p ( x )= e− e
− α ( x− β )
... (2.17) Distribusi ini mempunyai 2 parameter, yaitu :
α = Parameter konsentrasi β = Ukuran gejala pusat
Karakteristik dari distribusi ini adalah : Koefisien skewness = 1,139
20 Parameter distribusi diperoleh dengan menggunakan metode momen, hasilnya adalah :
α =1, 2825
σ ... (2.18)
β = μ − 0, 45 σ ... (2.19)
Faktor frekuensi K untuk distribusi Gumbel Tipe I adalah :
K = ( YT− Yn) Sn ... (2.20) − − − T T ( = YT ln ln 1 ... (2.21) dengan, YT = Reduced variabel Y T = Periode ulang (tahun)
Yn = Nilai rata-rata dari reduced variabel Y, merupakan fungsi dari jumlah data n
Sn = Simpangan baku dari reduced variabel Y, merupakan fungsi dari jumlah data n
2.4.2 Distribusi Log Pearson III
Distribusi Log Pearson Type III banyak digunakan dalam analisa Hidrologi terutama analisis data maksimum dan minimum dengan nilai ekstrim. Bentuk distribusi Log Pearson Type III ini dapat menggantikan varian menjadi nilai logaritma. Untuk menganalisa frekuensi curah hujan dengan metode Log Pearson
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
n X X Log n i
∑
= = 1 log ) 1 ( ) log (log 2 1 log − − =∑
= n X X S n i x 3 3 log 1)
2
)(
1
(
)
log
(log
x n iS
n
n
X
X
n
Cs
−
−
−
×
=
∑
=Type III adalah berikut (Ir. C.D. Soemarto,1986) : Log XT = Log
−
X + K . S log x (2.12) ... (2.22) dengan,
XT = Curah dengan kala ulang T tahun ( mm ) Log X− = Harga Rata-rata
S log x = Standart deviasi
K = Koefisien yang harganya tergantung pada nilai koefisien Kepencengan (Cs) dan return periode (T)
Urutan perhitungan adalah sebagai berikut : a. Mencari harga Log X−
………..……… (2.23)
b. Mencari harga Standart Deviasi
………...… …………....(2.24). c. Mencari harga kepencengan (Cs)
22 Tabel 2.4 Nilai K Distribusi Log Pearson type III
Cs
Periode Ulang ( Tahun )
2 5 10 25 50 100 200 1000 Peluang ( % ) 50 20 10 4 2 1 0.5 0.1 3.0 -0.396 0.420 1.180 2.278 3.152 4.051 4.970 7.250 2.5 -0.360 0.518 1.250 2.262 3.048 3.845 4.652 6.600 2.2 -0.330 0.574 1.284 2.240 2.970 3.705 4.444 6.200 2.0 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605 4.298 5.910 1.8 -0.282 0.643 1.318 2.193 2.848 3.499 4.147 5.660 1.6 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.780 3.388 3.990 5.390 1.4 -0.255 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 3.828 5.110 1.2 -0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149 3.661 4.820 1.0 -0.164 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022 3.489 4.540 0.9 -0.148 0.769 1.339 2.018 2.498 2.957 3.401 4.395 0.8 -0.132 0.780 1.336 1.998 2.453 2.891 3.312 4.250 0.7 -0.116 0.790 1.333 1.967 2.407 2.824 3.223 4.105 0.6 -0.099 0.800 1.328 1.939 2.359 2.755 3.132 3.960 0.5 -0.083 0.808 1.323 1.910 2.311 2.686 3.041 3.815 0.4 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615 2.949 3.670 0.3 -0.050 0.824 1.309 1.849 2.211 2.544 2.856 3.525 0.2 -0.033 0.830 1.301 1.818 2.159 2.472 2.763 3.380 0.1 -0.017 0.836 1.292 1.785 2.107 2.400 2.670 3.235 0.0 0.000 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576 3.090 -0.1 0.017 0.836 1.270 1.716 2.000 2.252 2.482 2.950 -0.2 0.033 0.850 1.258 1.680 1.945 2.178 2.388 2.810 -0.3 0.050 0.853 1.245 1.643 1.890 2.104 2.294 2.675 -0.4 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 2.294 2.675 -0.5 0.083 0.856 1.216 1.567 1.777 1.955 2.201 2.540 -0.6 0.099 0.857 1.200 1.528 1.720 1.880 2.016 2.275 -0.7 0.166 0.857 1.183 1.488 1.663 1.806 1.926 2.150 -0.8 0.132 0.856 1.166 1.448 1.606 1.733 1.837 2.035 -0.9 0.148 0.854 1.147 1.407 1.549 1.660 1.749 1.910 -1.0 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588 1.664 1.800 -1.2 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 1.501 1.625 -1.4 0.225 0.832 1.041 1.198 1.270 1.318 1.351 1.465 -1.6 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197 1.216 1.280 -1.8 0.282 0.799 0.945 1.035 1.069 1.087 1.097 1.130 -2.0 0.307 0.777 0.895 0.959 0.980 0.990 0.995 1.000 -2.2 0.330 0.752 0.844 0.888 0.900 0.905 0.907 0.910 -2.5 0.360 0.711 0.771 0.793 0.798 0.799 0.800 0.802 -3.0 0.396 0.636 0.660 0.666 0.666 0.667 0.667 0.67 Sumber : CD. Soemarto, 1987
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
2.4.3 Metode Distribusi Normal
Distribusi normal banyak digunakan dalam analisa, distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss.Persamaan Fungsi Kerapatan Probabilitas
(Probability Density Function, PDF) Normal dari variable acak kontinyu X dapat
ditulis sebagai berikut (Dr. Ir. Suripin, 2003):
...(2.26) Dimana µ dan σ adalah parameter dari Distribusi Normal. Secara umum, parameter distribusi dapat ditentukan dengan 4 metode, yaitu:
a) Metoda Momen (method of moments) b) Metoda Maximum Likelihood
c) Metoda Kuadrat Terkecil (least squares) d) Metoda Grafis
Yang banyak digunakan adalah metoda momen dan maximum likelihood. Dari analisis penentuan paramater Distribusi Normal, diperoleh nilai µ adalah nilai rata-rata dan σ adalah nilai simpangan baku dari populasi, yang masing-masing dapat didekati dengan nilai-nilai dari sample data.
Dengan subtitusi t = σ
μ
-x
, akan diperoleh Distribusi Normal Standar dengan µ = 0 dan σ = 1. Persamaan Fungsi Kerapatan Probabilitas Normal Standar adalah :
2 2 π 1 2 t e = P(t) − ...(2.27) ( ) 2 2 2 σ -x e 2 π 1 μ σ = p(x) −
24 Ordinat Distribusi Normal Standar dapat dihitung dengan persamaan di atas. Persamaan Fungsi Distribusi Komulatif (Cumulative Distribution Function,
CDF) Normal Standar adalah:
dt 2 e 2 t = P(t) − ∞ −
∫
1 2 π 1 ...(2.28) dengan, t = σ μ -x, standard normal deviate
x = Variabel acak kontinyu µ = Nilai rata-rata dari x
σ = Nilai simpangan baku (standar deviasi) dari x.
Persamaan ini dapat diselesaikan dengan bantuan tabel luas di bawah kurva distribusi normal.
Untuk menghitung variabel acak x dengan periode ulang tertentu, digunakan rumus umum yang dikemukakan oleh Ven Te Chow (1951) sebagai berikut:
XT= X + K σ
...(2.29) dengan,
XT = Variabel acak dengan periode ulang T tahun
X = Nilai rata-rata dari sampel variabel acak X
σ = Nilai simpangan baku dari sampel variabel acak X
K = Faktor frekuensi, tergantung dari jenis distribusi dan periode ulang T Untuk distribusi normal, nilai K sama dengan t (standard normal deviate).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
2.5 Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi
Untuk menentukan kecocokan (the gooodness of fit) distribusi frekuensi (empiris) dari sampel data terhadap fungsi distribusi peluang (frekuensi teoritis) yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi empiris tersebut, diperlukan pengujian secara statistik. Pemeriksaan uji kesesuaian bertujuan untuk mengetahui kebenaran dari suatu hipotesa sehingga diketahui :
1. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang diharapkan atau yang didapatkan secara teoritis.
2. Kebenaran hipotesa (hasil model distribusi diterima atau ditolak).
Terdapat dua cara pengujian yaitu uji Chi Kuadrat dan uji Kolomogorov-Smirnov. Pada umumnya pengujian dilaksanakan dengan cara menggambar data pada kertas peluang dan menentukan apakah data tersebut merupakan garis lurus atau dengan memperbandingkan kurva frekuensi dari data pengamatan terhadap kurva frekuensi teoritisnya.
2.5.1 Uji Chi Kuadrat (Chi-Square Test)
Uji Chi–Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah di pilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang di analisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X2, oleh karena itu disebut dengan uji Chi–Square. Parameter X2 dapat di hitung dengan rumus
sebagai berikut (Dr. Ir. Suripin, 2003) :
Xh2=
∑
i = 1 G(
O i− Ei)
2 Ei ...(2.30)26 dengan,
X h2 = Parameter Chi–Kuadrat terhitung
G = Jumlah sub–kelompok
Oi = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke – i
Ei = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke – i
Prosedur uji Chi – Square adalah :
1. Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya)
2. Kelompokkan data menjadi G sub – grup, tiap – tiap sub grup minimal 4 data pengamatan.
3. Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap – tiap sub – grup
4. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei Interpretasi hasilnya adalah :
1. Apabila peluang lebih besar dari 5 %, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan dapat diterima.
2. Apabila peluang lebih kecil dari 1 %, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan tidak dapat diterima.
3. Apabila peluang berada diantara 1 sampai 5 %, adalah tidak mungkin mengambil keputusan, maka perlu penambahan data.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Tabel 2.5. Harga untuk Uji Chi–Kuadrat
Degrees
Probability of Deviation Greater Than X2
Of Freedom 0.2 0.1 0.05 0.01 0.001 1 1.642 2.706 3.841 6.635 10.827 2 3.219 4.605 5.991 9.21 13.815 3 4.642 6.251 7.815 11.345 16.268 4 5.989 7.779 9.488 13.277 18.465 5 7.289 9.236 11.07 15.086 20.517 6 6.558 10.645 12.592 16.812 22.457 7 9.803 12.017 14.067 18.475 24.322 8 11.03 13.362 15.507 20.09 26.125 9 12.242 14.684 16.919 21.666 27.877 10 13.442 15.987 18.307 23.209 29.588 11 14.631 17.275 19.675 24.725 31.264 12 15.812 18.549 21.026 26.217 32.909 13 16.985 19.812 22.362 27.688 34.528 14 18.151 21.064 23.685 29.141 36.123 15 19.311 22.307 24.996 30.578 37.697 16 20.465 23.524 26.296 32.00 39.252 17 21.615 24.769 27.587 33.409 40.79 18 22.76 25.989 28.869 34.805 42.312 19 23.9 27.204 30.144 36.191 43.82 20 25.038 28.412 31.41 37.566 45.315
Sumber : Hidrologi Teknik CD, Soemarto
2.5.2 Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov - Kolmogorov sering juga disebut uji kecocokan non parametik karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Uji ini di peroleh dengan memplot data dan probabilitas dari data yang bersangkutan, serta hasil perhitungan empiris dalam bentuk grafis. Dari kedua hasil pengeplotan, dapat diketahui penyimpangan terbesar. Penyimpangan tersebut kemudian dibandingkan dengan penyimpangan kritis yang diijinkan.
28 Pengujian distribusi metode Smirnov Kolmogorov didasarkan pada perhitungan probabilitas dan plotting data untuk mengetahui data yang mempunyai simpangan terbesar.
a. Probabilitas dihitung dengan rumus Weibull (Subarkah,1980) sebagai berikut :
100% x 1 m n P + = …………..………..(2.31) dengan : P = probabilitas
m = nomor urut data seri yang telah disusun n = besarnya data
b. Menghitung nilai G untuk mengetahui probabilitas dari data yang mempunyai simpangan terjauh berdasarkan persamaan berikut :
Log X = Log X + G x S... (2.32) Dari tabel Log Pearson III didapatkan harga Pr
c. Pengujian kesesuaian Metode Smirnov Kolmogorov dilakukan dengan persamaan sebagai berikut :
Px = 1 - (Pr) ... (2.33) Δmax = Sn – Px... (2.34) dengan :
Δmax = selisih maksimum antara peluang empiris antara peluang dan peluang teoritis
Sn = peluang teoritis Px = peluang empiris
Nilai Δkritis untuk uji Smirnov Kolmogorov dapat dilihat pada Tabel 2.6
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Tabel 2.6. Nilai Delta Kritis (dcr) Untuk Uji Smirnov-Kolmogorov α v 0.2 0.1 0.05 0.01 5 0.45 0.51 0.56 0.67 10 0.32 0.37 0.41 0.67 15 0.27 0.3 0.34 0.4 20 0.23 0.26 0.29 0.36 25 0.21 0.24 0.27 0.32 30 0.19 0.22 0.24 0.29 35 0.18 0.2 0.23 0.27 40 0.17 0.19 0.21 0.25 45 0.16 0.18 0.2 0.24 50 0.15 0.17 0.19 0.23 n>50 n 07 . 1 n 22 . 1 n 36 . 1 n 63 . 1 2.6 Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran (C) adalah perbandingan antara air yang mengalir dipermukaan tanah (surface run off) dengan air hujan yang terjadi. Besar debit banjir rencana dipengaruhi oleh besar nilai koefisien pengaliran atau koefisien limpasan yang tergantung pada penggunaan lahan (land use), jenis tanah dan juga topografi daerah pengaliran.
Tabel 2.7. Koefisien Pengaliran
No Kondisi dearah Pengaliran dan Sungai Harga C 1 Daerah pegunungan yang curam 0,75 - 0,90
2 Daerah pegunungan tersier 0,70 - 0,80
3 Tanah bergelombang dan hutan 0,50 - 0,75 4 Tanah dataran yang ditanami 0,45 - 0,60
5 Persawahan yang diairi 0,70 - 0,80
6 Sungai didaerah pegunungan 0,75 - 0,80
7 Sungai kecil didataran 0,45 - 0,75
8 Sungai besar yang lebih dari setengah 0,50 - 0,75 daerah pengalirannya terdiri dari daratan
30
(
p 0,3)
0 0,3T 6 , 3 * * T R A C Qp + = 2.7 Debit RencanaDaerah dengan drainase alamiah yang relatif bagus akan membutuhkan perlindungan yang lebih sedikit dari pada daerah yang rendah dan bertindak sebagai kolam penampungan bagi aliran dari daerah anak sungai yang lain. Dalam perencanaan sistem drainase diperlukan debit rencana untuk mendimensi bangunan yang ada dalam prencanaan tersebut, seperti normalisasi dan sudetan. Debit ini biasanya merupakan debit maksimum dari suatu banjir rencana akibat hujan pada daerah aliran.
Untuk mengetahui besarnya debit banjir rancangan akan digunakan metode Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu. Penggunaan berbagai metode ini disesuaikan dengan ketersediaan data curah hujan, iklim, jenis tanah, karakteristik daerah, luas daerah dan sebagainya.
Debit rencana dihitung dengan menggunakan pendekatan Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu dengan langkah – langkah sebagai berikut. Nakayasu menurunkan rumus hidrograf satuan sintetik berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian pada beberapa sungai di Jepang. Besarnya nilai debit puncak hidrograf satuan dihitung dengan rumus :
……….(2.35) dengan,
Qp = Debit puncak banjir ( m3/det )
C = Koefisien pengaliran, tergantung penggunaan lahannya A = Luas daerah aliran sungai ( km2 )
R0 = Hujan satuan ( mm )
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Tp = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam) T 0.3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak
sampai menjadi 30% dari debit puncak (jam)
Nakayasu membagi bentuk hidrograf satuan dalam dua bagian, yaitu lengkung naik dan lengkung turun. Pada bagian lengkung naik, besarnya nilai hidrograf satuan dihitung dengan persamaan :
Qa= Qp .
(
tTp
)
2,4
…...………(2.36) dengan,
Qa = limpasan sebelum mencapai debit puncak dan dinyatakan dalam m3 /detik.
Pada bagian lengkung turun yang terdiri dari tiga bagian, hitungan limpasan permukaannya adalah: 1. Untuk Qd > 0,30.Qp, Qd = Qp . 0,30 t − Tp T0,3 ………..………….(2.37) 2. Untuk 0,30.Qp > Qd > 0,302 Qp, Qd = Qp . 0,3 ( t− Tp + 0,5 . T0,3) 1,5 . T0,3 ………...(2.38) 3. Untuk 0,302 Qp > Qd, Qd = Qp . 0,3 ( t− Tp + 1,5T0,3) 2 .T0,3 ………...………(2.39)
32 dengan,
Qp = Debit puncak (m3/det) t = Satuan waktu (jam)
Menurut Nakayasu, waktu naik hidrograf bergantung dari waktu konsentrasi, dan dihitung dengan persamaan :
Tp= tg+ 0,8 . tr
………(2.40) dengan,
tg = Waktu konsentrasi (jam)
tr = Satuan waktu hujan ( diambil 1 jam )
Waktu konsentrasi dipengaruhi oleh panjang sungai utama (L) : Jika L < 15 km : tg = 0, 21 . L0,70
Jika L > 15 km : tg= 0,4 + 0, 058 . L
Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai debit menjadi 30% dari debit puncak hidrograf satuan dihitung T0,3=α.tg , dimana α adalah koefisien yang bergantung pada karakteristik DAS. Gambar Hidrograf Nakayasu dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Unit Hidrograf Nakayasu 0,8 Tr Tg Tr T 0,3 1,5 0,3 Debit ( M3 /d t ) Waktu
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
2.8 Analisa Kapasitas Sungai
Kapasitas saluran didefinisikan sebagai debit maksimum yang mampu dilewatkan oleh setiap penampang sepanjang saluran. Kapasitas saluran ini, digunakan sebagai acuan untuk menyatakan apakah debit yang direncanakan tersebut mampu untuk ditampung oleh saluran pada kondisi eksisting tanpa terjadi peluapan air. Kapasitas saluran dihitung berdasarkan rumus :
Q= 1 n. A . R 2/ 3 . I1/ 2 ...………..(2.41) dengan, Q = Debit saluran (m3/dtk) N = Koefisien kekasaran manning R = Jari-jari hidrolis
R = A/P, P = Keliling basah I = Kemiringan energi
A = Luas penampang basah (m2)
Pada saluran sederhana, kekasaran sepanjang keliling basah dapat dibedakan dengan jelas pada setiap bagian keliling basah, tetapi kecepatan rata-rata dapat dihitung dengan rumus aliran seragam tanpa harus membagi-bagi penampang tersebut. Misalnya suatu saluran persegi panjang dengan dasar kayu dan dinding kaca akan memiliki nilai-nilai n yang berbeda untuk dasar dan dindingnya. Rumus Manning untuk saluran semacam ini, kadang-kadang perlu menghitung nilai n ekivalen untuk keseluruhan keliling basah dan memasukan nilai ekivalen ini untuk menghitung aliran bagi seluruh penampang.
34 Untuk penentuan kekasaran ekivalen, luas basah dimisalkan dibagi menjadi N bagian dengan keliling basah masing-masing P1,P2,P3,…..,PN dan koefisien kekasaran n1,n2,n3,…nN yang telah diketahui Horton dan Einstein menganggap bahwa setiap bagian dari luas memiliki kecepatan rata-rata yang sama, yang juga sama dengan kecepatan rata-rata untuk penampang keseluruhan, yaitu
V1 = V2 = …= VN = V. Berdasarkan anggapan ini , koefisien kekasaran ekivalen dapat diperoleh dengan persamaan berikut ini :
n = ….…...(2.42)
n = ( 2/3 ………....(2.43)
dengan,
P1, P2,…,PN = Keliling basah seksion 1, seksion 2 dan seksion N P = Keling basah total = P1 + P2 + P3 +…..+PN n = Koefisien Manning ekivalen
n1,n2, ……,nN= Koefisien kekasaran Manning seksion1,2,….. dan N
P1 P2 P7 P6 P5 P3 P4 n1 n2 n3 n4 n5 n6 n7
Gambar 2.6 Potongan melintang dengan bermacam-macam kekasaran Manning
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Tabel 2.8 Nilai Koefisien Kekasaran Manning (n)
Tipe Saluran dan deskripsinya Min Normal Maks
Saluran Alam
Saluran kecil (lebar atas pada taraf banjir< 100 kaki a. Saluran didataran.
- Bersih lurus
- Bersih lurus, banyak batu-batu,tanaman pengganggu
- Bersih, berkelok-kelok, bertebing
- Seperti diatas,dengan tanaman pengganggu, batu-batu
- Seperti diatas, tidak terisi penuh, banyak kemiringan dan penampang yang kurang efektif
- Seperti no4 berbatu lebih banyak
- Tenang pada bagian lutrus, tanaman pengganggu
- Banyak tanaman pengganggu, alur sungai penuh kayu dan ranting
b. Saluran dipegunungan tanpa tetumbuhan disaluran tebing umumnya terjal, pohon dan semak-semak sepanjang tebing
- Dasar: kerikil, kerakal dan sedikit batu besar
- Dasar: kerakal dengan batu besar Dataran banjir
a. Padang rumput tanpa belukar - Rumput pendek - Rumput tinggi b. Daerah pertanian - Tanpa tanaman 0,025 0,030 0,033 0,035 0,040 0,045 0,050 0,075 0,030 0,040 0,025 0,030 0,020 0,030 0,035 0,040 0,045 0,048 0,050 0,070 0,100 0,040 0,050 0,030 0,035 0,030 0,033 0,040 0,045 0,050 0,055 0,060 0,080 0,150 0,050 0,070 0,035 0,050 0,040
36 - Tanaman dibariskan
- Tanaman tidak dibariskan c. Belukar
- Belukar terpencar, banyak tanaman pengganggu
- Belukar jarang dan pohon, musim dingin - Belukar jarang dan pohon, musim semi - Belukar sedang sampai rapat, musim dingin - Belukar sedang sampai rapat, musim semi d. Pohon-pohon
- Willow rapat, musim semi lurus
- Tanah telah dibersihkan, batang kayu tanpa tunas
- Seperti diatas dengan tunas-tunas lebat - Banyak batang kayu, beberapa tumbang,
ranting-ranting, taraf banjir dibawah cabang pohon
- Seperti diatas taraf banjir mencapai cabang pohon
Saluran besar (lebar atas pada taraf banjir > 100 kaki). Nilai n lebih kecil dari saluran kecil dengan perincian sama, sebab tebing memberikan hambatan efektif yang lebih kecil
- Penampang beraturan tanpa batu besar atau belukar
- Penampang tidak beraturan dan kasar
0,025 0,030 0,035 0,035 0,040 0,045 0,070 0,110 0,030 0,050 0,080 0,100 0,025 0,035 0,035 0,040 0,050 0,050 0,060 0,070 0,100 0,150 0,040 0,060 0,100 0,120 ……….. ……….. 0,045 0,050 0,070 0,060 0,080 0,110 0,160 0,200 0,050 0,080 0,120 0,160 0,060 0,100
Sumber : Ven Te Chow “ Saluran terbuka” halaman 101-102
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
2.9 Penampang Saluran
Saluran alam pada umumnya mempunyai penampang yang tidak beraturan. Bentuknya bervariasi menyesuaikan diri dengan kondisi alam, mulai dari bentuk seperti parabola sampai ke bentuk trapesium. Jenis dan bentuk saluran disesuaikan dengan keadaan lingkungan setempat. Adapun bentuk dan jenis saluran yang sering dipakai adalah saluran terbuka. Saluran ini terdiri dari dua bentuk dengan karakteristik dan rumus-rumus hidrolika yang berbeda :
a. Saluran berbentuk segiempat dan modifikasinya
Saluran ini biasa dipakai pada daerah dengan luas terbatas, misalnya pada lingkungan pemukiman. Ambang saluran ini dapat difungsikan sebagai inlet air hujan yang turun didaerah tersebut.
b. Saluran berbentuk trapesium dan modifikasinya
Saluran ini dapat diterapkan pada daerah dengan kepadatan rendah. Besarnya talud saluran dapat disesuaikan dengan keadaan tanah setempat.
Gambar 2.7 Bentuk Saluran
Sedangkan saluran buatan biasanya direncanakan berdasarkan bentuk geometri yang umum. Bentuk saluran buatan bermacam-macam yang pemilihannya tergantung pada kebutuhan. Namun dalam perencanaan ini penampang saluran yang digunakan
38 adalah bentuk trapesium. Saluran terbuka yang penampangnya berbentuk trapesium paling banyak di jumpai di dalam praktek, baik yang merupakan saluran-saluran alam atau sungai maupun yang merupakan saluran-saluran buatan.
2.10 Profil Aliran
Tipe kurva air balik yaitu suatu bentuk permukaan air apabila kedalaman muka air di batas hilir lebih besar dari pada kedalaman normal aliran. Sebagai contoh, profil ini terbantuk apabila aliran mengalami penahanan oleh suatu bangunan air seperti aliran di hulu bendung atau penahan oleh tinggi muka air di bagian hilir.
Perhitungan permukaan aliran berubah lambat laun pada dasarnya merupakan persamaan dinamis dari aliran berubah lambat laun. Tujuan utama dari perhitungan profil permukaan aliran adalah untuk menentukan bentuk lengkung permukaan air berubah lambat laun dengan cara menghitung besarnya kedalaman aliran menurut jaraknya dari suatu penampang. Semua penyelesaian dari persamaan aliran berubah lambat laun harus dimulai dari penentuan kedalaman hilir (sebagai kondisi batas untuk aliran subkritis) dan ditunjukkan dengan perhitungan kedalaman aliran kearah hulu. Elevasi air yang terjadi dapat di analisis dengan menggunakan beberapa metode, diantaranya Metode Grafis, Metode Tahapan Langsung (Direct step
method), Metode Tahapan Standart (Standart step method). Analisis profil air balik
diperlukan untuk menentukan sampai seberapa jauh pengaruh permukaan air disaluran akibat pasang surut air laut atau saluran sesudahnya.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
2.10.1 Metode Tahapan Langsung (Direct step method)
Secara umum metode tahapan dinyatakan dengan membagi saluran menjadi bagian-bagian saluran yang pendek, lalu menghitung secara bertahap dari satu ujung ke ujung saluran lainnya. Ada berbagai jenis metode tahapan ini. Metode tahapan langsung merupakan cara yang mudah dan sederhana untuk menghitung profil muka air pada aliran saluran prismatik. Metode ini dikembangkan dari persamaan energi berikut :
Gambar 2.8 Profil Aliran Sungai dengan Bendung
f h g V h z g V h z + + = + + + 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 ...(2.44) dengan,
z = Ketinggian dasar saluran dari garis referensi h = Kedalaman air dari dasar saluran
V = Kecepatan rata-rata g = Percepatan gravitasi
40 sehingga didapat persamaan :
g V h E 2 2 1 1 1 = + ...(2.45) g V h E 2 2 2 2 2 = + ...(2.46) f h g V h z g V h + +∆ = + + 2 2 2 2 2 2 1 1 ...(2.47)
X
S
E
z
S
E
1+
0∆
=
2+
f∆
...(2.48) atau : f S S E E X − − = ∆ 0 1 2 ...(2.49) dengan, 2 2 1 f f f S S S = − ...(2.50) 3 4 2 2 2 R A n Q Sf = (Manning)...(2.51)Persamaan dapat dirumuskan sebagai berikut :
g V h z E 2 2 1 1 1 1 = + + ...(2.52) g V h z E 2 2 2 2 2 2 = + + ...(2.53) f h g V h z g V h z + + = + + + 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 ...(2.54)
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
f
h
E
E
1=
2+
...(2.55) 2.11 Program HEC-RASHydrologic Engineering Center’s River Analysis System (HEC-RAS)
dikembangkan oleh U.S. Army Corps of Engineers River Analysis System. HEC-RAS merupakan sebuah program yang didesain sedemikian rupa sehingga pengguna dapat berinteraktif dalam sebuah pekerjaan yang berhubungan dengan lingkungan yang memiliki kasus beraneka ragam. Dimana pengguna dimudahkan dengan system
Graphical User Interface (GUI). HEC-RAS mempunyai kemampuan untuk
melakukan perhitungan profil permukaan air steady, aquase dan unsteady serta dilengkapi dengan analisis transportasi sedimen dan desain bangunan air.
Program ini digunakan untuk perhitungan analisis aliran satu dimensi (1D), baik untuk aliran steady maupun unsteady dalam suatu jaringan, yang berada pada saluran alami maupun buatan. Dan untuk aliran quasi unsteady dimana kedalaman dan kecepatan aliran dari suatu tempat ke tempat lainnya berubah menurut waktu. Analisis ini banyak dilakukan dalam perencanaan perbaikan sungai dan penanggulangan banjir terutama dalam menentukan elevasi puncak tanggul dan daerah genangan, elevasi jembatan dan sebagainya. Aliran banjir disungai adalah aliran tidak mantap, sehingga analisa profil muka air disepanjang sungai dilakukan berdasarkan aliran tidak mantap (unsteady).
HEC-RAS terdiri dari tiga komponen analisis hidrolika satu dimensi (1D) yaitu perhitungan profil permukaan aliran steady, simulasi aliran unsteady dan perhitungan transport sedimen. Dasar kuncinya adalah ketiga komponen tersebut menggunakan data geometri umum yang mewakili serta perhitungan hidraulika dan geometri pada umumnya.
42 Adapun langkah – langkah dalam permodelan HEC-RAS adalah sebagai berikut :
1. Memasukkan data input 2. Simulasi program
3. Data output yang dihasilkan 2.11.1 Memasukkan Data Input
1. Data Geometri
• Penentuan data geometri berupa existing sungai sebagai sungai utama • Penentuan daerah pematusan dan koefisien pengaliran
• Penentuan koefisien manning ( n ) • Penentuan batas hilir
2. Data aliran tetap (Steady Flow)
Data hidrologi yang dimasukkan dalam data aliran tetap (Steady
Flow) adalah debit konstan banjir rencana pada ujung hulu saluran utama
dan debit tambahan di sepanjang sungai. Prinsip aliran tetap dalm HEC-RAS adalah bahwa debit yang masuk pada penampang paling hulu akan selalu konstan sampai ke hilir selama tidak ada debit tambahan disepanjang sungai. Bila disepanjang sungai terdapat debit tambahan
Gambar 2.9 Menu Bar dalam HEC-RAS
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
maka pada penampang sungai yang mengalami tambahan debit, besar nilai debit dipenampang tersebut adalah komulatif dari debit di hulu dan debit tambahan tersebut, begitu seterusnya.
3. Data Aliran Tidak Tetap (Unsteady Flow)
Data aliran tidak tetap (Unsteady Flow) berupa hidrograf banjir pada hulu sungai utama dan hidrograf banjir tambahan di sepanjang sungai, serata hidrograf tinggi muka air pada batas hilir. Berbeda dengan metode aliran tetap, pada aliran tidak tetap debit yang masuk tidak bersifat komulatif.
4. Data Kondisi Batas dan Kondisi Awal (Boundary Conditions and Initial
Conditions)
Kondisi batas (Boundary Conditions) diperlukan untuk menetapkan elevasi muka air pada titik terakhir dari sistem sungai. Kondisi awal (Initial Conditions) berupa permukaan air awal dibutuhkan oleh program untuk memulai perhitungan.
2.11.2 Simulasi Program
a. Analisa Aliran Tetap (Running Steady Flow Analysis)
Program melakukan simulasi aliran tetap.
b. Analisa Aliran tidak Tetap (Running Unsteady Flow Analysis)
Program melakukan simulasi aliran tidak tetap. 2.11.3 Data Output yang Dihasilkan
1. Potongan Melintang
Berupa tampilan elevasi muka air suatu penampang melintang pada suatu waktu dalam menerima debit yang masuk.
44 2. Profil Muka Air
Profil memanjang permukaan air sungai pada suatu waktu tertentu. 3. Profil Penampang Saluran
Tampilan berupa berbagai grafik, misalnya grafik kedalaman hidrolis, debit yang masuk, kecepatan aliran, luas penampang basah, volume dan angka froude dari penampang memanjang sungai.
4. Kurva Kenaikan
Tampilan berupa grafik hubungan antara tinggi muka air dengan debit pada suatu penampang melintang.
5. Tampilan 3D Sungai
Tampilan perspektif tiga dimensi elevasi muka air dalam suatu penggal sungai.
6. Tabel Potongan Melintang
Berupa tabel output yang menampilkan kedalaman hidroulis, debit yang masuk, kecepatan aliran, luas penampang basah, volume dan angka froude.
7. Tabel Output Keseluruhan Potongan Melintang
Berupa keseluruhan tabel penampang melintang yang menampilkan kedalaman hidroulis, debit yang masuk, kecepatan aliran, luas penampang basah, volume dan angka froude.
Sebagai program simulasi HEC-RAS mempunyai beberapa kelebihan dan keterbatasan, adapun kelebihan dan keterbatasan HEC-RAS adalah sebagai berikut :
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
• Kelebihan HEC-RAS :
1. Mampu menyelesaikan perhitungan aliran subkritis, kritis, dan superkritis serta aliran balik.
2. Mampu melakukan simulasi aliran steady dan unsteady. 3. Mampu melakukan simulasi pada jaringan yang komplek.
4. Mampu melakukan simulasi aliran pada sungai atau saluran yang terdapat bangunan pengontrol maupun bangunan-bangunan air lainnya serta bisa didefinisikan aturan kontrolnya.
• Kekurangan HEC-RAS :
1. Aliran adalah satu dimensi, maksudnya kecepatan aliran seragam
(unifrom) dalam suatu penampang, dan kemiringan muka air arah
transversalnya horisontal.
2. Kemiringan dasar saluran cukup kecil dan mendekati nol sehingga cosinus sudut dianggap sama dengan satu.
3. Untuk aliran unsteady tidak dapat melakukan simulasi aliran superkritis. 4. Untuk aliran unsteady kondisi batas hilir tidak boleh lebih kecil dari
kedalaman kritis.
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu rancangan yang berisi langkah-langkah dalam melakukan penelitian sehingga dapat terencana dengan baik agar tujuan dan arah permasalahan tidak menyimpang. Metodologi penelitian berisi tentang bagaimana mendapatkan data-data yang diperlukan, perhitungan yang diperlukan dalam pengolahan data, dan menarik kesimpulan serta saran-saran yang dapat diberikan dari hasil yang diperoleh.
Pada bab ketiga ini akan dijelaskan secara detail langkah-langkah yang akan dilakukan selama penelitian dilaksanakan sehingga didapatkan hasil akhir penelitian yang diharapkan.
3.1 Pengumpulan Data
Setiap usaha manusia akan didasarkan oleh suatu alasan yang mendorong untuk bertindak. Apabila ingin merencanakan suatu drainase, maka harus diketahui alasannya. Untuk lebih memperkuat alasan tersebut perlu adanya pengumpulan data-data, baik data yang diperoleh dari sumber maupun langsung dari lapangan dengan melakukan pengukuran atau pngamatan. Semua data pendukung dalam kegiatan penelitian ini diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi Jawa Timur dan PT. Daya Cipta Dian Racana Biro Konsultan. Data-data dan sumber yang digunakan dalam perencanaan sistem pengendali banjir pada aliran Kali Ngotok adalah sebagai berikut:
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
3.1.1 Data Curah Hujan
Untuk mengetahui dan menghitung hujan rencana, hujan maksium rata-rata, dan debit rencana, data yang tersedia berupa data curah hujan bulanan yang dicatat oleh stasiun pencatat curah hujan yang berpengaruh dan mewakili daerah aliran Kali Ngotok.Data hidrologi berupa data curah hujan selama 23 tahun dari tahun 1988 sampai tahun 2010. Data hujan diperoleh dari 14 stasiun pengamat Hujan yaitu Stasiun Ploso, Stasiun Jombang, Stasiun Blimbing, Stasiun Kandangan, Stasiun Kesamben, Stasiun Mojoagung, Stasiun Wonosalam, Stasiun Sambiroto, Stasiun Pasinan, Stasiun Tampung, Stasiun Kasihan, Stasiun Cakaraya, Stasiun Pugeran, Stasiun Pacet
3.1.2 Data Geografis Dan Topografi
Letak geografis sungai Kali Ngotok berada pada07o 26’ 39’’ s/d 07o 32’ 19’’ LS dan 112o 15’ 47’’ s/d 112o 25’ 38’’ BT. Panjang Kali Ngotok adalah ±27 km dan mempunyai luas daerah aliran sungai (DAS) keseluruhan sekitar ± 825 km2. Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Ngotok bagian hulu berada di Kabupaten Jombang dan sebagian kecil dihilir berada di wilayah Kabupaten Mojokerto.
3.1.3 Pengukuran Memanjang dan Melintang
Data pengukuran diperlukan untuk mendapatkan kondisi geometri dan kontur sungai. Pengukuran memanjang dan melintang dilakukan disepanjang Kali Ngotok dengan jarak antara titik atau patok 50 m.
48 3.1.4 Data Debit Rencana
Data debit rencana untuk menganalisa debit banjir rencana maksimum dengan periode ulang 25 tahun dengan metode Nakayasu. Debit rencana ini nantinya digunakan untuk menghitung kemampuan penampang sungai Kali Ngotok, digunakan untuk pembuatan Normalisasi Kali Ngotok.
3.2 Langkah – langkah Pengerjaan
Langkah-langkah yang diperlukan untuk menyusun penelitian ini adalah sebagai berikut dan Gambar diagram alur pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1
1. Studi literatur.
2. Pengumpulan data-data, data yang digunakan diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi Jawa Timur dan PT. Daya Cipta Dian Racana Biro Konsultan.
3. Jumlah data yang digunakan mulai tahun 1988 samapai dengan tahun 2010 (23 tahun).
4. Data yang diambil atau digunakan adalah Data curah hujan jam-jaman otomatis diperoleh dari 14 stasiun pengamat Hujan yaitu Stasiun Ploso, Stasiun Jombang, Stasiun Blimbing, Stasiun Kandangan, Stasiun Kesamben, Stasiun Mojoagung, Stasiun Wonosalam, Stasiun Sambiroto, Stasiun Pasinan, Stasiun Tampung, Stasiun Kasihan, Stasiun Cakaraya, Stasiun Pugeran, Stasiun Pacet
5. Curah hujan rata-rata dengan menggunakan metode Thiessen Poligon. 6. Analisa frekuensi dengan menggunakan distribusi Log Person Type III.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
7. Langkah selanjutnya adalah uji kesesuaian ditribusi frekunsi yang dilakukan dengan cara yaitu uji Smirnov-Kolmogorov.
8. Menghitung debit banjir rencana berdasarkan metode Nakayasu.
9. Menganalisa data-data yang ada dengan bantuan software HEC-RAS 4.0. 10. Merencanakan sistem pengendalian banjir dengan data debit yang telah
dianalisa dengan menggunakan software HEC-RAS 4.0.
11. Apabila pengujian model tersebut menghasilkan bentuk perubahan dasar yang sesuai dengan kondisi yang ada, maka perumusan model dapat digunakan. Sebaliknya jika pemodelan menyimpang dari kondisi yang ada, maka perlu dilakukan perbaikan-perbaikan pemodelan lagi.
12. Setelah mendapatkan pemodelan yang sesuai, maka untuk mengecek kekokohan model tersebut dengan cara mengaplikasikan model tersebut di Kali Ngotok
50 Langkah - langkah pelaksanaan penelitian ini secara sistimatis :
Gambar. 3.1 Diagram Alur Pelaksanaan Penelitian Pengumpulan Data :
- Data curah hujan - Data geografis dan topografi - Pengukuran memanjang dan
melintang - Data debit rencana
Curah hujan rata-rata menggunakan cara Theissen Poligon
Curah hujan rencana menggunakan Distribusi Log Pearson III
Uji kesesuaian distribusi frekuensi menggunakan uji Smirnov-Kolomogorov
Debit rencana menggunakan metode Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu
Cek kapasitas kali pada kondisi existing dengan program HEC-RAS 4.0
Perbaikan kali MULAI
Selesai Kondisi muka air
Cek kapasitas kali pada saat perbaikan dengan program HEC-RAS 4.0
Kondisi muka air
Dimensi saluran banjir
banjir
Tidak banjir
Tidak banjir
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
BAB IV
PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA
4.1 Analisa Hidrologi
Dalam perhitungan Hidrologi ini digunakan data curah hujan harian yang nantinya diolah menjadi debit untuk dipakai data dasar dalam perencanaan. Data curah hujan pada DAS Kali Ngotok diperoleh dari 14 stasiun hujan, yaitu :
• Stasiun Ploso • Stasiun Jombang • Stasiun Blimbing • Stasiun Kandangan • Stasiun Kesamben • Stasiun Mojoagung • Stasiun Wonosalam • Stasiun Sambiroto • Stasiun Pasinan • Stasiun Tampung • Stasiun Kasihan • Stasiun Cakarayam • Stasiun Pugeran • Stasiun Pacet
Kemudian dilakukan perhitungan tinggi hujan dan dirata-rata. Dan dari hujan rata-rata ini dihitung tinggi hujan rencana dengan periode ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun, dan 50 tahun.
4.2 Analisa Curah Hujan
Dalam perhitungan curah hujan untuk suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata–rata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan di suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah atau daerah yang dinyatakan dalam mm. Dalam perhitungan studi pengendalian banjir Kali Ngotok Kabupaten Mojokerto digunakan metode Polygon
52 Thiessen untuk menentukan besarnya curah hujan rata-rata mengingat beberapa faktor yang cocok untuk untuk DAS Kali Ngotok Kabupaten Mojokerto diantaranya seperti jaring-jaring pos stasiun penakar Hujan, luas DAS dan topografi DAS. Sehingga didapatkan Luas pengaruh stasiun hujan DAS Kali Ngotok di wilayah study ini.
4.2.1 Luas Pengaruh Polygon Thiessen
Pada DAS Kali Ngotok terdapat 14 stasiun hujan yang berpengaruh dan tersebar pada DAS Kali Ngotok.Adapun ke 14 stasiun hujan yaitu Stasiun Ploso, Stasiun Jombang, Stasiun Blimbing, Stasiun Kandangan, Stasiun Kesamben, Stasiun Mojoagung, Stasiun Wonosalam, Stasiun Sambiroto, Stasiun Pasinan, Stasiun Tampung, Stasiun Kasihan, Stasiun Cakarayam, Stasiun Pugeran, Stasiun Pacet. Untuk lebih jelasnya akan ditampilkan luasan pengaruh Thiessen DAS Kali Ngotok pada Gambar 4.1. dan Tabel 4.1.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
G a m bar 4 .1. P o ly go n Th ei ss en D AS N go tok
54 Perhitungan prosentase luas daerah pengaruh stasiun hujan DAS Kali Ngotok dengan rumus :
A Ai Wi =
Luas DAS Kali Ngotok = 824,44 km2
Luas daerah pengaruh Stasiun Hujan Ploso = 4,04 km2
005 , 0 824,44 4,04 Wi= =
Luas daerah pengaruh Stasiun Hujan Jombang = 105,90 km2
128 , 0 824,44 105,90 Wi= =
Perhitungan prosentase luas daerah pengaruh Stasiun Hujan DAS Kali Ngotok di atas ditabelkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Luas Pengaruh Poligon Thiessen DAS Kali Ngotok
Stasiun Hujan DAS kali Ngotok Luas (km)2 Bobot Ploso 4.04 0.005 Jombang 105.90 0.128 Blimbing 64.35 0.078 Kandangan 74.15 0.090 Kesamben 17.32 0.021 Mojoagung 95.68 0.116 Wonosalam 108.84 0.132 Sambiroto 51.59 0.063 Pasinan 15.67 0.019 Tampung 27.63 0.034 Kasihan 75.44 0.092 Cakarayam 92.57 0.112 Pugeran 32.63 0.040 Pacet 58.63 0.071 Luas Total 824.44 1.00
Sumber : hasil perhitungan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
4.2.2 Perhitungan Curah Hujan Rata – Rata Daerah
Perhitungan curah hujan maksimum rata-rata DAS Ngotok menggunakan persamaan, yaitu :
Ri Wi R=∑ ×
Berdasarkan stasiun hujan Ploso pada tahun 1988, hujan harian maksimum terjadi pada tanggal 27 Januari 1988 dengan tinggi hujan yang terjadi sebesar 26 mm. Sedangkan pada tanggal kejadian yang sama yaitu 27 Januari 1988, pada daerah stasiun hujan yang lain, dengan tinggi hujan yang terjadi adalah sebagai berikut :
• Stasiun hujan Jombang, tinggi hujan yang terjadi sebesar 56 mm. • Stasiun hujan Blimbing, tinggi hujan yang terjadi sebesar 92 mm. • Stasiun hujan Kandangan, tinggi hujan yang terjadi sebesar 62 mm. • Stasiun hujan Kesamben, tinggi hujan yang terjadi sebesar 36 mm. • Stasiun hujan Mojoagung, tinggi hujan yang terjadi sebesar 96 mm. • Stasiun hujan Wonosalam, tinggi hujan yang terjadi sebesar 16 mm. • Stasiun hujan Sambiroto, tinggi hujan yang terjadi sebesar 145 mm. • Stasiun hujan Pasinan, tinggi hujan yang terjadi sebesar 83 mm. • Stasiun hujan Tampung, tinggi hujan yang terjadi sebesar 44 mm. • Stasiun hujan Kasihan, tinggi hujan yang terjadi sebesar 37 mm. • Stasiun hujan Cakarayam, tinggi hujan yang terjadi sebesar 30 mm. • Stasiun hujan Pugeran, tinggi hujan yang terjadi sebesar 14 mm. • Stasiun hujan Pacet, tinggi hujan yang terjadi sebesar 19 mm.
56 Jadi curah hujan pada DAS Kali Ngotok, berdasarkan stasiun hujan Ploso sebesar : R =26x 0,005+56 x 0,128+92 x 0,078+62 x 0,090 + 36x0,021+96x0,116+16x 0,132+ 145x 0,063+ 83x0,019 + 44 x 0,034+ 37 x 0,092+30 x 0,112 +14 x 0,040 +19x 0,071 = 0,37 + 7,29 + 11,15 + 5,93 + 4,21 + 10,18 + 0,15 + 3,59 + 1,07 + 1,01 + 2,06 + 3,67 + 0,55 + 2,48 = 53,69 mm
Perhitungan curah hujan harian DAS Kali Ngotok berdasarkan masing-masing stasiun hujan dihitung pada lampiran.
Berdasarkan hasil perhitungan hujan maksimum masing-masing stasiun pada lampiran, maka curah hujan harian maksimum rata-rata DAS Kali Ngotok dapat dilihat di Tabel 4.2
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
R i (m m ) W i (m m ) R i (m m ) W i (m m ) R i (m m ) W i (m m ) R i (m m ) W i (m m ) R i (m m ) W i (m m ) R i (m m ) W i (m m ) R i (m m ) W i (m m ) R i (m m ) W i (m m ) R i (m m ) W i (m m ) R i (m m ) W i (m m ) R i (m m ) W i (m m ) R i (m m ) W i (m m ) R i (m m ) W i (m m ) R i (m m ) W i (m m ) 1 2 7 J a n u a ri 1 9 8 8 2 6 0 .3 7 5 6 7 .2 9 9 2 1 1 .1 5 6 2 5 .9 3 3 6 4 .2 1 9 7 1 0 .1 8 1 6 0 .1 5 1 4 5 3 .5 9 8 3 1 .0 7 4 4 1 .0 1 3 7 2 .0 6 3 0 3 .6 7 1 4 0 .5 5 1 9 2 .4 8 5 3 .6 9 2 1 6 J u n i 1 9 8 9 2 3 0 .3 2 6 5 8 .4 6 7 2 8 .7 3 5 5 5 .2 6 5 0 5 .8 4 9 0 9 .4 4 5 0 0 .4 6 7 2 1 .7 8 4 5 0 .5 8 0 0 .0 0 5 6 3 .1 2 4 5 5 .5 0 3 1 1 .2 1 0 0 .0 0 5 0 .7 1 3 2 J a n u a ri 1 9 9 0 6 3 0 .8 9 6 8 8 .8 5 3 3 4 .0 0 6 5 6 .2 1 3 5 4 .0 9 6 8 7 .1 4 6 6 0 .6 1 6 3 1 .5 6 3 5 0 .4 5 5 9 1 .3 5 8 0 4 .4 6 4 5 5 .5 0 9 6 3 .7 6 1 0 6 1 3 .8 2 6 2 .6 8 4 2 J a n u a ri 1 9 9 1 4 7 0 .6 6 7 0 9 .1 1 1 3 1 1 5 .8 8 3 7 3 .5 4 5 9 6 .8 9 1 2 8 1 3 .4 3 7 7 0 .7 1 7 5 1 .8 6 5 5 0 .7 1 9 6 2 .2 0 4 5 2 .5 1 1 2 0 1 4 .6 7 9 5 3 .7 2 1 0 1 .3 0 7 7 .1 9 5 1 4 F e b ru a ri 1 9 9 2 5 6 0 .7 9 5 9 7 .6 8 6 6 8 .0 0 6 8 6 .5 0 6 9 8 .0 6 6 5 6 .8 2 4 2 0 .3 9 6 0 1 .4 9 4 9 .5 0 .6 4 6 2 1 .4 2 7 5 4 .1 8 8 0 9 .7 8 8 3 3 .2 5 6 2 8 .0 8 6 7 .0 7 6 2 0 D e se m b e r 1 9 9 3 6 2 0 .8 7 8 5 1 1 .0 6 5 6 6 .7 9 5 5 5 .2 6 8 0 9 .3 5 4 8 5 .0 4 7 8 0 .7 2 1 9 0 .4 7 1 8 .6 0 .2 4 2 7 0 .6 2 5 5 3 .0 7 4 0 4 .8 9 1 7 0 .6 7 1 5 1 .9 6 5 0 .9 9 7 4 M a re t 1 9 9 4 6 2 0 .8 7 0 0 .0 0 1 1 2 1 3 .5 8 8 5 8 .1 3 5 1 5 .9 6 8 0 8 .3 9 7 6 0 .7 0 8 5 2 .1 1 6 1 .6 0 .7 9 6 5 1 .4 9 5 3 2 .9 5 7 5 9 .1 7 9 3 3 .6 4 1 1 9 1 5 .5 1 7 3 .2 9 8 1 F e b ru a ri 1 9 9 5 1 4 0 1 .9 7 3 5 4 .5 6 2 9 3 .5 2 6 6 6 .3 1 7 6 8 .8 8 1 0 4 1 0 .9 1 9 9 0 .9 1 4 0 0 .9 9 9 5 1 .2 2 5 3 1 .2 1 8 0 4 .4 6 2 5 3 .0 6 5 6 2 .1 9 0 0 .0 0 5 0 .1 8 9 2 J a n u a ri 1 9 9 6 0 0 .0 0 5 0 .6 5 8 0 .9 7 6 4 6 .1 2 0 0 .0 0 6 8 7 .1 4 7 5 0 .6 9 1 0 .0 2 1 3 0 .1 7 8 2 1 .8 8 5 0 2 .7 9 9 0 1 1 .0 0 9 1 3 .5 6 5 2 6 .7 8 4 1 .7 6 1 0 6 F e b ru a ri 1 9 9 7 7 0 0 .9 9 6 5 8 .4 6 7 5 9 .0 9 5 6 5 .3 5 5 7 6 .6 6 6 2 6 .5 1 7 5 0 .6 9 1 5 0 .3 7 0 0 .0 0 4 0 0 .9 2 4 2 2 .3 4 5 4 6 .6 0 9 2 3 .6 0 0 0 .0 0 5 1 .5 8 1 1 2 1 F e b ru a ri 1 9 9 8 2 0 0 .2 8 8 0 1 0 .4 1 1 0 1 .2 1 6 0 .5 7 3 0 3 .5 0 7 0 7 .3 5 4 0 0 .3 7 1 0 0 .2 5 6 5 0 .8 3 9 0 .2 1 3 5 1 .9 5 7 8 9 .5 4 8 4 3 .2 9 1 0 6 1 3 .8 2 5 3 .5 8 1 2 2 2 D e se m b e r 1 9 9 9 8 0 .1 1 7 6 9 .8 9 1 0 8 1 3 .0 9 8 2 7 .8 4 0 0 .0 0 2 8 2 .9 4 0 0 .0 0 5 2 1 .2 9 0 0 .0 0 5 0 .1 1 1 0 0 .5 6 8 0 .9 8 4 0 .1 6 1 5 1 .9 6 3 8 .9 3 1 3 1 8 N o v e m b e r 2 0 0 0 3 6 0 .5 1 8 0 1 0 .4 1 0 0 .0 0 6 8 6 .5 0 1 1 1 .2 9 6 8 7 .1 4 5 0 0 .4 6 0 0 .0 0 0 0 .0 0 4 0 0 .9 2 8 0 .4 5 1 6 1 .9 6 6 6 2 .5 8 9 0 1 1 .7 3 4 3 .9 3 1 4 2 4 M a re t 2 0 0 1 1 3 6 1 .9 2 7 5 9 .7 6 0 0 .0 0 0 0 .0 0 6 0 7 .0 1 3 4 3 .5 7 1 7 0 .1 6 0 0 .0 0 2 2 0 .2 8 5 2 1 .1 9 5 0 2 .7 9 8 6 1 0 .5 1 3 5 1 .3 7 4 0 5 .2 1 4 3 .7 7 1 5 3 0 J a n u a ri 2 0 0 2 5 0 0 .7 0 0 0 .0 0 3 0 3 .6 4 6 4 6 .1 2 7 2 8 .4 1 8 5 8 .9 2 7 6 0 .7 0 5 1 1 .2 6 2 0 0 .2 6 6 0 1 .3 7 3 0 1 .6 7 7 8 9 .5 4 9 8 3 .8 3 4 6 6 .0 0 5 2 .4 2 1 6 1 5 M ei 2 0 0 3 0 0 .0 0 1 8 5 2 4 .0 8 9 7 1 1 .7 6 0 0 .0 0 7 2 8 .4 1 9 5 9 .9 7 7 0 .0 6 6 3 1 .5 6 7 0 0 .9 0 7 0 1 .6 0 0 0 .0 0 0 0 .0 0 1 7 0 .6 7 1 4 1 .8 2 6 0 .8 3 1 7 1 2 J a n u a ri 2 0 0 4 1 0 4 1 .4 7 8 3 1 0 .8 0 0 0 .0 0 5 7 5 .4 5 6 0 7 .0 1 1 1 0 1 1 .5 4 1 0 5 0 .9 6 4 1 1 .0 2 2 9 0 .3 7 4 2 0 .9 6 3 2 1 .7 8 3 2 3 .9 1 2 6 1 .0 2 9 3 1 2 .1 2 5 8 .4 2 1 8 1 4 M a re t 2 0 0 5 5 0 .0 7 0 0 .0 0 2 8 3 .3 9 4 3 4 .1 1 1 7 1 .9 9 9 2 9 .6 5 7 0 0 .6 4 1 2 0 .3 0 5 3 0 .6 8 6 0 1 .3 7 5 0 2 .7 9 5 5 6 .7 2 7 3 2 .8 6 7 9 1 0 .3 0 4 4 .8 7 1 9 2 1 M a re t 2 0 0 6 1 7 0 .2 4 0 0 .0 0 1 0 5 1 2 .7 3 3 7 3 .5 4 1 6 1 .8 7 1 0 7 1 1 .2 3 6 8 0 .6 2 8 4 2 .0 8 2 9 0 .3 7 8 0 1 .8 3 8 0 4 .4 6 9 3 1 1 .3 7 8 6 3 .3 7 6 9 8 .9 9 6 2 .7 0 2 0 2 6 D e se m b e r 2 0 0 7 4 3 0 .6 1 5 7 7 .4 2 1 2 5 1 5 .1 6 4 8 4 .5 9 7 3 8 .5 3 6 5 6 .8 2 0 0 .0 0 5 2 1 .2 9 7 8 1 .0 0 7 6 1 .7 4 6 0 3 .3 4 8 6 1 0 .5 1 9 4 3 .6 8 1 0 5 1 3 .6 9 7 8 .3 7 2 1 1 0 M a re t 2 0 0 8 7 3 1 .0 3 8 0 1 0 .4 1 6 0 7 .2 7 2 0 1 .9 1 9 2 1 0 .7 5 2 0 2 .1 0 2 5 0 .2 3 6 0 .1 5 9 0 .1 2 2 0 .0 5 0 0 .0 0 1 5 1 .8 3 7 0 .2 7 7 2 9 .3 9 4 5 .5 1 2 2 1 0 J a n u a ri 2 0 0 9 1 7 0 .2 4 6 5 8 .4 6 1 2 1 .4 5 1 2 5 1 1 .9 5 0 0 .0 0 4 5 4 .7 2 0 0 .0 0 1 0 4 2 .5 8 2 9 0 .3 7 3 0 .0 7 3 5 1 .9 5 8 5 1 0 .3 9 1 5 3 5 .9 9 6 3 8 .2 1 5 6 .3 9 2 3 3 1 M a re t 2 0 1 0 7 0 0 .9 9 6 9 8 .9 8 7 6 9 .2 1 2 8 2 .6 8 5 8 6 .7 8 2 2 2 .3 1 8 5 0 .7 8 2 0 0 .5 0 1 6 0 .2 1 1 7 0 .3 9 1 9 1 .0 6 2 5 3 .0 6 9 0 3 .5 2 4 1 5 .3 4 4 5 .7 9 N o . T g l K e ja d ia n R . P lo so R . J o m b a n g R B li m b in g R . K a n d a n g a n R . K e sa m b e n R . C a k a ra y a m R . P u g e ra n R R . S a m b ir o to R . P a si n a n R . M o jo a g u n g R . W o n o sa la m R . T a m p u n g R . K a si h a n R . P a c e t Tabel 4 .2 . Perhitung a n Cur a h H uj a n Ha ri a n Maksimum Rata -R at a P a da DAS N got o k
58 4.2.3 Perhitungan Analisa Frekuensi
Untuk mendapatkan distribusi hujan dengan kala ulang tertentu, harus dianalisa dahulu data curah hujan yang ada dengan parameter statistik. Tujuan dari analisa frekuensi digunakan adalah untuk menentukan jenis distribusi yang sesuai dengan data tersebut.
Hasil perhitungan analisa frekuensi curah hujan dapat dilihat dalam Tabel 4.3 dibawah ini :
Tabel 4.3 Perhitungan Analisa Frekuensi Curah Hujan pada DAS Ngotok
No R
R-Rrata-rata
(R-Rrata)² (R-Rrata)³ (R-Rrata)^4
(mm) (mm) (mm²) (mm³) (mm4) 1 53,96 -1,04 1,07 -1,11 1,15 2 50,71 -4,29 18,37 -78,76 337,61 3 62,68 7,68 59,04 453,60 3485,23 4 77,19 22,19 492,55 10931,41 242605,97 5 67,07 12,07 145,77 1759,94 21248,57 6 50,99 -4,01 16,05 -64,31 257,67 7 73,29 18,29 334,65 6121,94 111991,52 8 50,18 -4,82 23,20 -111,74 538,19 9 41,76 -13,24 175,21 -2319,11 30696,97 10 51,58 -3,42 11,67 -39,88 136,25 11 53,58 -1,42 2,01 -2,84 4,03 12 38,93 -16,07 258,13 -4147,30 66632,71 13 43,93 -11,07 122,47 -1355,29 14998,39 14 43,77 -11,23 126,03 -1414,93 15884,77 15 52,42 -2,58 6,64 -17,10 44,07 16 60,83 5,83 34,03 198,51 1158,00 17 58,42 3,42 11,72 40,12 137,36 18 44,87 -10,13 102,55 -1038,44 10515,77 19 62,70 7,70 59,34 457,15 3521,66 20 78,37 23,37 546,32 12769,39 298464,98 21 45,51 -9,49 89,99 -853,73 8098,94 22 56,39 1,39 1,94 2,71 3,77 23 45,79 -9,21 84,76 -780,35 7184,26 Jumlah = 1264,92 2723,52 20509,86 837947,86
Sumber : hasil perhitungan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Rrata-rata = 23 92 , 1264 = 55 mm Sx = 1 23 52 , 2723 − = 11,13 Cs =
(
)
3 13 , 11 21 22 ) 86 , 20509 ( 23 × × × = 0,741 Ck =(
)
4 13 , 11 23 837947.86 × = 2,37Dari hasil dapat ditentukan jenis sebaran yang dipilih sesuai dengan parameter-parameter yang ada,yaitu:
• Normal : CS = 0 CK= 3 • Gumbel : Cs = 1,139
Ck = 5,042
• Log Pearson Tipe III : yang tidak termasuk dalam syarat diatas atau bebas
Dari hasil analisa frekuensi curah hujan DAS Kali Ngotok,dapat dilihat bahwa harga Cs,Ck yang menunjukkan ciri-ciri dari sebuah Distribusi Log Pearson Tipe III.