• Tidak ada hasil yang ditemukan

... Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "... Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

(3)

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI 613.043 2

Ind s

Indonesia. Kementerian Kesehatan RI.

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Surveilans KesehatanAnak (Seri Balita).—Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2013

ISBN 978-602-235-416-1

1. Judul I. CHILD - MORTALITY

(4)

iii Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

Samb

ut

a

n

DIREKTUR JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, buku Surveilans Kesehatan Anak Seri Balita ini dapat disusun dan diterbitkan.

Sebagaimana diketahui, pencapaian MDGs 4 masih diluar harapan, penurunan angka kematian balita sebesar 2/3 dari kematian balita tahun 1990 belum dapat terpenuhi. Berdasarkan laporan SDKI 2012 angka kematian balita adalah 40/1.000 kelahiran hidup, diperkirakan sebanyak 152.000 balita pertahun, atau sekitar 416 balita meninggal perhari. Sebagian besar kematian ini bisa dicegah secara medis, namun faktor teknis terkait SDM, alat kesehatan, obat dan lain-lain masih menjadi masalah yang perlu diatasi oleh pemerintah dan pemerintah daerah.

Dalam melanjutkan agenda pembangunan milenium menuju tujuan pembangunan yang berkelanjutan serta melaksanakan pembangunan kesehatan sesuai dengan RPJMN tahun 2010-2014 dan RPJMN 2014-2019, maka perlu dilakukan upaya komprehensif untuk penurunan kematian dan kesakitan anak (balita) yang dapat dicegah. Salah satu upaya terobosan yang dapat dilakukan adalah mengembangkan surveilans kematian dan penyakit yang dapat dicegah pada balita, dengan menekankan pada respon (tindakan) dari permasalahan yang ditemukan.

Oleh karena itu, maka surveilans kesehatan anak pun perlu dibangun untuk menjawab kebutuhan penurunan angka kematian dan kesakitan yang dapat dicegah pada balita. Untuk menyelenggarakan surveilans kesehatan anak dibutuhkan buku pedoman surveilans kesehatan anak bagi tenaga kesehatan, dengan sasarannya pengelola program kesehatan anak dan program terkait lainnya, di jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota, Dinas Kesehatan Provinsi serta Kementerian Kesehatan RI.

Akhir kata, Saya menyambut baik telah tersusunnya Pedoman Surveilans Kesehatan Anak seri Balita oleh Direktorat Bina Kesehatan Anak dan Saya ucapkan terimakasih kepada para narasumber, tim penyusun, kontributor, dan seluruh pihak terkait yang telah ikut dalam proses penyusunan buku ini. Semoga pedoman ini dapat bermanfaat bagi penggunanya.

Jakarta, Oktober 2014

Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan lbu dan Anak

dr. Anung Sugihantono, M.Kes.

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI 613.043 2

Ind s

Indonesia. Kementerian Kesehatan RI.

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Surveilans KesehatanAnak (Seri Balita).—Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2013

ISBN 978-602-235-416-1

1. Judul I. CHILD - MORTALITY

(5)

Kata Pengantar

Salah satu dari kesepakatan yang ingin dicapai Millenium Development Goals (MDG) dalam bidang kesehatan anak adalah MDG 4 dengan target untuk menurunkan angka kematian balita 2/3-nya dibanding kondisi tahun 1990. Dengan demikian pada tahun 2015 diharapkan angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita (AKABA) di Indonesia telah turun menjadi 23/1000 kelahiran hidup (KH) dan 32/1000 KH. Hasil SDKI 2012 untuk AKB dan AKABA berturut-turut sebesar 32/1000 KH, 40/1000 KH. Menyikapi pencapaian penurunan AKB dan AKABA dalam dekade terakhir yang cenderung stagnan, maka perlu dilakukan pemantauan terhadap kematian neonatus, bayi dan anak balita melalui kegiatan surveilans kesehatan anak. Selain itu perlu juga dilakukan pemantauan terhadap kejadian penyebab utama kesakitan pada balita sebagai peringatan dini untuk pencegahan kematian pada balita. Surveilans kesehatan anak ini merupakan upaya yang terintegrasi dengan kegiatan surveilans terkait kesehatan anak lainnya. Diharapkan output dari kegiatan ini dapat menghasilkan rencana intervensi untuk perbaikan dan penguatan pelaksanaan program kesehatan anak agar sesuai dengan arah pencapaian target.

Meskipun masih ada kekurangan dan membutuhkan banyak masukan, namun diharapkan Pedoman Surveilans Kesehatan Anak Seri Balita ini dapat menjadi panduan dalam pelaksanaan surveilans kesehatan balita di tingkat kabupaten kota maupun tingkat provinsi.

Ucapan terima kasih kami haturkan kepada semua pihak yang sudah memberikan kontribusi dalam penyusunan buku ini. Harapan kami buku pedoman ini dapat memberikan manfaat.

Jakarta, Oktober 2014

Direktur Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan RI

(6)

v Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

Daftar Gambar

Gambar 1 Konsep Umum Surveilans 11

Gambar 2 Konsep Surveilans Kesehatan Anak 13

(7)

Daftar Grafik

Grafik 1 Proporsi Neonatus, Bayi dan Balita Sakit di Kabupaten X. 21

Grafik 2 Proporsi Neonatus Sakit per Kecamatan 22

Grafik 3 Proporsi Bayi Sakit per Kecamatan 22

Grafik 4 Proporsi Anak Balita Sakit per Kecamatan 22

Grafik 5 Distribusi Jumlah Neonatus, Bayi dan Anak Balita Sakit per Bulan

di Kabupaten X dan Y 23

Grafik 6 Distribusi Penyakit pada Neonatus per Kecamatan 23

Grafik 7 Distribusi Penyakit pada Bayi per Kecamatan di Kab. X Tahun Y 24

Grafik 8 Distribusi Penyakit pada Anak Balita per Kecamatan 24

Grafik 9 Distribusi Jumlah Neonatus, Bayi dan Anak Balita Meninggal per

Kelompok Umur 25

Grafik 10 Distribusi Jumlah Kematian Neonatus per Kecamatan 26

Grafik 11 Distribusi Jumlah Kematian Bayi per Kecamatan 26

Grafik 12 Distribusi Jumlah Kematian Anak Balita per Kecamatan 26

Grafik 13 Distribusi Jumlah Kematian Neonatus, Bayi, Anak Balita per Bulan 27

Grafik 14 Contoh Analisis Continuum of Care 30

Grafik 15 Bayi Sakit dan Meninggal di Kabupaten X Tahun Y 60

Grafik 16 Balita Sakit dan Meninggal di Kabupaten X Tahun Y 60

58 58

(8)

vii Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

Daftar Lampiran

Lampiran 1 Defnisi Operasional 41

Lampiran 2 Definisi Kasus 43

Lampiran 3 Contoh Tindak Lanjut Hasil Analisis Data Kesehatan Anak 47

Lampiran 4a Rekapitulasi Data Dasar Kabupaten/Kota 48

Lampiran 4b Rekapitulasi Data Dasar Provinsi 49

Lampiran 5a Rekapitulasi Cakupan Program Kesehatan Anak di

Kabupaten/Kota 50

Lampiran 5b Rekapitulasi Cakupan Program Kesehatan Anak di Provinsi 51

Lampiran 6a Pemilihan Data Untuk Analisis Surveilans Morbiditas di

Kabupaten / Kota 52

Lampiran 6b Pemilihan Data Untuk Analisis Surveilans Morbiditas di Provinsi 53

Lampiran 7a Pemilihan Data Untuk Analisis Surveilans Mortalitas di

Kabupaten / Kota 54

Lampiran 7b Pemilihan Data Untuk Analisis Surveilans Mortalitas di Provinsi 55

Lampiran 8 Formulir Pemantauan Kelengkapan dan Ketepatan Waktu

Laporan 56

(9)

Daftar Singkatan

AKB Angka Kematian Bayi

AKABA Angka Kematian Balita

AKN Angka Kematian Neo- natal

BBLR Bayi Berat Lahir Rendah

KH Kelahiran Hidup

KIA Kesehatan Ibu dan Anak

KMS Kartu Menuju Sehat

KN Kunjungan Neonatal

LAM Local Area Monitoring

LB Laporan Bulanan

PWS Pemantauan Wilayah Setempat

RAN Rencana Aksi Nasional

Renstra Rencana Strategis Riskesdas Riset Kesehatan Dasar

RL4a Rekapitulasi Laporan Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Jalan RL4b Rekapitulasi Laporan Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Inap SDIDTK Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang

LT Laporan Tahunan

MDG Millenium Development Goals

MTBM Manajemen Terpadu Bayi Muda

MTBS Manajemen Terpadu Balita Sakit

PKM Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) PONED Pelayanan Obstetri & Neonatal Emergensi Dasar

PONEK Pelayanan Obstetri & Neonatal Emergensi Komprehensif SDKI Survei Demograf dan Kesehatan Indonesia

SKRT Survei Kesehatan Rumah Tangga

(10)

ix Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

Daftar Isi

Halaman : BAB 1. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan ... 2 C. Landasan Hukum ... 3 D. Ruang Lingkup ... 3 E. Pengertian Umum ... 4

BAB 2. KEBIJAKAN UPAYA KESEHATAN ANAK ... 7

A. Kebijakan Upaya Kesehatan Anak ... 7

B. Pelayanan Kesehatan Balita ... 7

BAB 3. KEBIJAKAN SURVEILANS KESEHATAN ANAK ... 11

A. Konsep Umum Surveilans ... 11

B. Konsep Surveilans kesehatan anak ... 12

C. Kebijakan Operasional Surveilans kesehatan anak ... 14

D. Pembagian Peran Dalam Surveilans kesehatan anak ... 14

BAB 4. LANGKAH-LANGKAH SURVEILANS KESEHATAN ANAK ... 17

A. Indentifikasi Data Masalah Kesehatan Balita ... 17

B. Pengumpulan Data ... 18

C. Pengolahan dan Analisis Data Surveilans ... 20

D. Penyebaran Informasi ... 31

E. Tindak Lanjut ... 31

F. Mekanisme Pelaporan dan Umpan Balik ... 33

BAB 5. INDIKATOR KINERJA SURVEILANS ... 34

A. Kelengkapan Data dan Laporan ... 34

B. Kualitas dan Validitas Data ... 34

C. Ketepatan Waktu ... 34

D. Keterwakilan (Representativeness) ... 35

BAB . PENUTUP ... 36

(11)
(12)

1 Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

2

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Status kesehatan anak merupakan salah satu indikator kesejahteraan bangsa, sehingga masalah kesehatan anak merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menjadi salah satu masalah nasional. Indikator keberhasilan program kesehatan anak

mengacu pada dokumen Millennium Development Goals (MDGs) 2015. Target MDGs

menetapkan angka kematian neonatus 14/1.000 kelahiran hidup (KH), angka kematian bayi 23/1.000 KH, dan angka kematian balita 32/1.000 KH. Sedangkan pada RPJMN 2010-2014, target indikator angka kematian bayi 24/1.000 KH. Target-target ini merupakan agenda yang belum selesai dan masih dilanjutkan setelah tahun 2015 (post MDGs) dan pada RPJMN 2015-2019.

Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, angka kematian balita masih mencapai 40/1.000 KH, angka kematian bayi 32/1.000 KH dan angka kematian neonatal 19/1.000 KH. Angka ini hanya turun 4 poin untuk kematian balita dan 2 poin untuk kematian bayi jika dibandingkan dengan angka 5 tahun sebelumnya, sedangkan angka kematian neonatal tidak mengalami penurunan. Data Riskesdas 2007 menunjukkan sekitar 56% kematian bayi dan 43% kematian balita terjadi pada periode neonatal (0-28 hari). Sebagian besar (78,5%) dari kematian neonatal ini terjadi dalam satu minggu pertama (0-6 hari) kehidupan bayi baru lahir, penyebab kematian neonatal terbanyak adalah BBLR, asfksia dan infeksi.

Angka kesakitan (prevalensi) panyakit pada balita berdasarkan Riskesdas 2007 terbanyak adalah diare (55,5%), ISPA (42,5%), campak (3,4%), pneumonia (3,1%) dan tifoid (1,6%). Prevalensi penyakit-penyakit tersebut harus selalu diamati guna melakukan intervensi kesehatan masyarakat yang sesuai untuk menurunkan kejadian di masyarakat.

Penyebab kematian neonatal masih banyak terjadi oleh karena banyak faktor penyebab yang berhubungan dengan kematian neonatus, baik faktor pada ibu, anak, lingkungan dan faktor pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut antara lain tingginya persalinan yang terjadi di rumah 43,2% (Riskesdas, 2010), persalinan yang tidak ditolong oleh tenaga kesehatan 40,2% (Riskesdas, 2010), jumlah Puskesmas yang mampu melaksanakan MTBS 35.3% (Risfaskes, 2011).

Telah dilakukan berbagai perencanaan dan pelaksanaan sebagai intervensi program kesehatan anak dalam pencapaian target-target tersebut. Namun demikian, perlu adanya upaya pemantauan agar perencanaan dan pelaksanaan intervensi ini sesuai dengan arah pencapaian target. Di dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), sistem surveilans kesehatan anak merupakan bagian dari sistem informasi kesehatan nasional yang perlu dibangun untuk menjawab kebutuhan alat pemantauan tersebut. Lebih dari itu, surveilans kesehatan anak dapat digunakan untuk mengantisipasi permasalahan dengan mengenali hambatan dan mengendalikan faktor risiko. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) terhadap kejadian penyakit dan kematian serta kondisi yang telah terprediksi sebelumnya sehingga dapat dilakukan antisipasi segera.

(13)

Intervensi yang dilakukan oleh beberapa program kesehatan juga sangat terkait dengan program kesehatan anak, termasuk sistem surveilans yang dibangun oleh masing-masing program kesehatan, antara lain surveilans program gizi, Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), dan diare.

Surveilans kesehatan anak yang dilakukan adalah surveilans morbiditas dan mortalitas yang berdasarkan Riskesdas 2007 merupakan penyakit dan sebab kematian terbanyak, baik pada neonatus, bayi dan anak balita. Selain merupakan penyakit terbanyak seluruh penyakit tersebut juga memiliki program intervensi kesehatan masyarakat yang telah dilaksanakan (interveanable). Pengumpulan data terhadap penyakit tersebut telah dilakukan oleh petugas yang memberikan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Beberapa surveilans tersebut selama ini telah dikelola oleh masing-masing program tertentu, dari tingkat pusat hingga puskesmas, namun belum terintegrasi dan dianalisis secara spesifk terhadap masalah kesehatan anak. Karena itu dibutuhkan suatu surveilans yang dapat menganalisis masalah kesehatan anak secara lebih komprehensif. Analisis yang komprehensif dapat menggali permasalahan kesehatan anak secara lebih dalam, sehingga dapat dilakukan intervensi yang lebih tepat. Pengelola program kesehatan anak perlu dibekali dengan kemampuan mengenali, menganalisis dan mengendalikan faktor risiko. Untuk menyelenggarakan surveilans kesehatan anak tersebut, maka dibutuhkan buku pedoman surveilans kesehatan anak bagi tenaga kesehatan anak di tingkat surveilans kesehatan anak.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan surveilans kesehatan anak adalah menyediakan informasi secara berkala dan terus menerus tentang permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor yang mempengarhuinya sebagai dasar bagi pembuat keputusan untuk merumuskan kebijakan, menyusun perencanaan dan pengelolaan program yang lebih baik dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian anak.

2. Tujuan Khusus

a. Tersedianya informasi secara berkala dan terus menerus tentang penyebab utama kesakitan pada neonatal, bayi dan balita.

b. Tersedianya informasi secara berkala dan terus menerus tentang penyebab utama kematian pada neonatal, bayi dan balita.

c. Tersedianya hasil analisis terintegrasi penyebab utama kesakitan dan kematian pada neonatal, bayi dan balita.

d. Tersedianya hasil analisis continuum of care pelayanan kesehatan anak

e. Tersedianya rekomendasi dan rencana aksi penanggulangan terhadap permasalahan yang ditemukan

3. Sasaran Pedoman Surveilans kesehatan anak Langsung:

• Pengelola program kesehatan anak di Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota Tidak langsung

• Pengelola program kesehatan anak di Dinas Kesehatan Provinsi

• Pengelola program lain yang terkait kesehatan anak di Dinas Kesehatan kabupaten dan kota

(14)

3 Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

Dalam penyelenggaraan surveilans kesehatan anak memerlukan tim kerja yang melibatkan program terkait kesehatan anak, seperti: pengelola program gizi, imunisasi, surveilans penyakit (ISPA, diare, PD3I, dll), kesehtan ibu, kesehatan lingkungan, Sistem Informasi Kesehatan (SIK), dll.

C. Landasan Hukum

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan

6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem

Kesehatan Nasional

7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 949 tahun 2004

tentang Pedoman penyelenggaraan SKD–KLB

8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 267 tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinas Kesehatan Daerah

9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang

Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten dan kota

10.Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2010 dan Nomor 162/Menkes/PB/I/2010 tentang Pelaporan kematian dan Penyebab kematian

11.Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Anak

12.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan

13.Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat

14.Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 021/Menkes/SK/I/2011 tentang

Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup surveilans kesehatan anak meliputi :

1. Melakukan pengumpulan, dan pengolahan data kematian, penyebab kematian dan peyakit tertentu pada neonatal, bayi dan balita

2. Melakukan analisis, interpretasi data terintegrasi dari hasil data kesakitan dan kematian bayi dan balita serta PWS Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA), Gizi, Imunisasi dan data terkait lainnya

3. Melakukan penyebaran informasi serta umpan balik kepada lintas program dan lintas sektor terkait sehingga dapat melakukan tindakan (respon cepat/terencana) yang efektif dan efisien terhadap permasalahan yang ditemukan

4. Melakukan pemantauan penyelenggaraan surveilans kesehatan anak berdasarkan indikator kinerja surveilans

(15)

E. Pengertian Umum

1. Surveilans

Surveilans didefinisikan sebagai kegiatan pengamatan secara terus-menerus terhadap kondisi dan masalah kesehatan yang mempengaruhi risiko terjadinya penyakit melalui proses pengumpulan data yang sistematis, pengolahan, analisis, interpretasi data hingga menjadi informasi dan penyebaran informasi kepada penyelenggara program kesehatan dan pemangku kebijakan lainnya. Dengan dilakukannya penyebaran informasi kepada pemangku kebijakan dan penyelenggara program kesehatan tersebut diharapkan dapat dilakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien terhadap masalah kesehatan tersebut. (CDC, 2009).

Surveilans kesehatan anak merupakan suatu kegiatan pengamatan secara terus-menerus dan sistematis terhadap kesakitan dan kematian anak melalui proses pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan interpretasi hingga menjadi informasi dan penyebarluasan informasi tersebut kepada penyelenggara program terkait kesehatan anak seperti pengelola program kesehatan ibu, gizi, imunisasi, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pengendalian kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan. Selain itu, informasi tersebut juga dimanfaatkan untuk melakukan advokasi kepada pemangku kebijakan yaitu bupati, walikota, Bappeda, kepala dinas kesehatan, kepala dinas terkait, organisasi profesi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan harapan mendapatkan dukungan dan komitmen untuk dapat dilakukan intervensi terhadap masalah kesehatan anak tersebut.

Sistem surveilans kesehatan anak merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans (pengelola program gizi, imunisasi, kesehatan ibu, pengendalian ISPA, pengendalian diare, pengendalian DBD, dll.), pusat penelitian dan kajian serta penyelenggara program terkait kesehatan anak, antar wilayah surveilans kesehatan anak, provinsi dan pusat. Sistem surveilans ini menjamin bahwa informasi yang didapatkan berkesinambungan dan diharapkan mendapat respon cepat dari pihak-pihak terkait yang memiliki kewenangan. Berbeda dari sistem pengumpulan data yang lain seperti survei, audit dan asesmen yang lebih bersifat sekuensial/berkala dan belum tentu berkesinambungan.

2. Monitoring

Monitoring adalah kegiatan pengumpulan informasi yang dilakukan secara rutin atau reguler dengan parameter yang jelas. Monitoring dapat juga diartikan sebagai penelusuran secara rutin dan pelaporan dari informasi yang menjadi prioritas dari program terhadap input, proses, output, outcome dan dampak dari suatu kegiatan atau program dengan tujuan melakukan asesmen terhadap pencapaian tujuan dari suatu program. Monitoring dapat menggunakan informasi dari pencatatan pelaporan rutin, PWS, surveilans, survei, observasi atau berbagai cara pengumpulan data lainnya. (UNAID-Worldbank, 2002).

3. Evaluasi

Evaluasi adalah upaya yang sistematik dan objektif, dalam melihat relevansi, adekuasi, efektivitas dan efisiensi dari suatu program/sistem pelayanan kesehatan atau komponen program/ sistem pelayanan kesehatan untuk melihat apakah tujuan dari program/ sistem pelayanan kesehatan tersebut tercapai. Dalam menilai dalam suatu evaluasi biasanya dilakukan dengan cara: i) melakukan perbandingan dengan nilai

(16)

5 Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

6 standar, ii) merujuk pada tujuan evaluasi dan iii) memahami mekanisme yang terjadi pada saat evaluasi. Evaluasi digunakan untuk mengukur kualitas dan integritas dari suatu program/sistem pelayanan kesehatan secara bertahap terhadap capaian/kinerja secara menyeluruh. (WHO, 2010)

4. Pemantauan Wilayah Setempat

Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) atau Local Area Monitoring (LAM) adalah pemantauan secara rutin terhadap cakupan kegiatan program per wilayah (area tertentu). Pada PWS cakupan program dapat dipantau secara rutin (per minggu atau per bulan) mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan kota, provinsi hingga tingkat pusat. PWS progam kesehatan anak dapat dilakukan terhadap capaian program kesehatan anak (seperti: PWS Kunjungan Neonatal (KN),PWS K1-4 (kunjungan ANC) dan PWS cakupan Vit A (pada balita). PWS ini merupakan bagian dari PWS KIA.

5. Kohort Bayi dan Anak Balita

Kohort bayi dan anak balita adalah suatu sistem registrasi atau pencatatan bayi dan anak balita yang digunakan untuk pengamatan secara berkesinambungan terhadap beberapa indikator kesehatan bayi dan anak balita (berat badan, status imunisasi dan lain-lain) yang dicatat di buku KIA atau catatan kohort bayi/anak balita oleh bidan desa. Kohort bayi dan anak balita digunakan dalam memantau seluruh sasaran di tingkat desa sesuai konsep wilayah kerja puskesmas. Suatu sistem registrasi biasanya berhubungan dengan sistem pelayanan kesehatan terhadap populasi yang diregistrasi. 6. Anak

Adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pasal 1). 7. Neonatus

Adalah bayi yang berusia 0-28 hari setelah lahir, dibedakan menjadi neonatal dini (0-7 hari) dan neonatal lanjut (8-28 hari).

8. Bayi

Adalah anak yang berusia 29 hari sampai 11 bulan. 9. Anak Balita

Adalah anak yang berusia 12 bulan sampai 59 bulan 10. Balita

Adalah anak yang berusia 0 tahun sampai 59 bulan 11. Kasus Morbiditas Balita

Adalah kasus kesakitan tertentu pada balita berdasarkan diagnosis yang digunakan pada unit/pelayanan kesehatan yang melaporkan.

12. Kasus Mortalitas Balita

Adalah kasus kematian oleh sebab tertentu pada balita berdasarkan diagnosis kematian yang digunakan pada unit/pelayanan kesehatan yang melaporkan. Pada kasus morbiditas dan mortalitas, diagnosis kasus dapat berupa kasus suspect,

(17)

probable dan confirmed. 13. Kasus Suspect

Kasus morbiditas yang didiagnosis berdasarkan gejala klinis. Pada kasus mortalitas yang diagnosisnya hanya didasarkan pada autopsi verbal juga termasuk dalam kategori suspect.

14. Kasus Probable

Kasus morbiditas yang didiagnosis berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium sederhana sehingga diagnosis menjadi lebih spesifik/mengarah pada diagnosis yang pasti. Pada kasus-kasus mortalitas diagnosis berdasarkan autopsi fisik termasuk dalam kategori probable.

15. Kasus Confirmed

Kasus morbiditas yang didiagnosis berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium yang dapat memastikan diagnosis suatu penyakit. Pada kasus-kasus mortalitas diagnosis berdasarkan autopsi lengkap (investigatif) termasuk dalam kategori pasti atau definitif.

(18)

7 Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

8

BAB 2

KEBIJAKAN UPAYA KESEHATAN ANAK

A. Kebijakan Upaya Kesehatan Anak

Upaya pemenuhan hak anak terhadap kesehatan dilakukan melalui upaya peningkatan kelangsungan hidup anak, upaya peningkatan kualitas hidup anak dan upaya perlindungan kesehatan hidup anak. Kebijakan tersebut dioperasionalkan dengan menggunakan pendekatan continuum of care throughout the lifecycle dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan semua anak sejak janin di dalam kandungan hingga anak mencapai usia dewasa. Diharapkan semua anak mendapatkan akses pelayanan kesehatan sesuai standar pada setiap fase kehidupannya. Semua anak mempunyai jaminan mendapatkan penanganan sesuai standar atas masalah kesehatan yang dialaminya, kemudahan akses mendapatkan pelayanan kesehatan sejak di rumah, pelayanan kesehatan dasar hingga ke tingkat rujukan sehingga anak tidak terlambat mendapatkan penanganan terutama pada risiko tinggi atau kasus gawat darurat.

Untuk memantau efektivitas pelayanan kesehatan dengan pendekatan continuum of care diperlukan sistem informasi dan surveilans yang dapat menyediakan data dan menganalisis kesenjangan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan esensial. Penguatan sistem informasi dan surveilans dimulai dengan pemantapan penggunaan register kohort bayi dan anak balita, PWS KIA, pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan kesehatan anak, dengan tujuan agar semua anak mendapat pelayanan kesehatan sesuai standar dan deteksi dini anak dengan risiko tinggi serta identifikasi permasalahan kesehatan pada anak.

B. Pelayanan Kesehatan Balita 1. Pelayanan Kesehatan Neonatus

Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 3 (tiga) kali, selama periode 0 (nol) sampai dengan 28 (dua puluh delapan) hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah.

Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Neonatus :

a. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6– 48 jam setelah lahir

b. Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke-3 sampai dengan hari ke 7 setelah lahir

c. Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke-8 sampai dengan hari ke-28 setelah lahir

Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar dan mengetahui sedini mungkin bila terdapat masalah kesehatan pada neonatus. Kunjungan neonatus dapat membantu menekan risiko kematian. Risiko terbesar kematian bayi terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas pelayanan kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas pelayanan

(19)

kesehatan sedikitnya selama 24 jam pertama.

Pelayanan kesehatan neonatal dasar harus dilakukan secara komprehensif. Pelayanan ini dilakukan dengan menggunakan standar pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir maupun dengan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM). Pelayanan tersebut meliputi:

a. Pemeriksaan dan Perawatan Bayi Baru Lahir

1) Perawatan tali pusat

2) Inisiasi Menyusu Dini

3) Menjaga bayi tetap hangat

4) Konseling Menyusui

5) Memastikan bayi telah diberi injeksi Vitamin K1

6) Memastikan bayi telah diberi Salep Mata Antibiotik

7) Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0

8) Skrining bayi baru lahir (Skrining Hipotiroid Kongenital)

b. Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM Pemeriksaan tanda bahaya

seperti kemungkinan infeksi bakteri ikterus, diare, berat badan rendah dan masalah pemberian ASI.

c. Pemberian imunisasi dasar sesuai jadwal. Imunisasi Hepatitis B-0 diberikan bila belum mendapatkannya pada waktu pe-rawatan bayi baru lahir.

d. Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif,

pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir dirumah dengan menggunakan Buku KIA.

e. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan. Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan neonatus adalah dokter spesialis anak, dokter umum, bidan, dan perawat.

2. Pelayanan Neonatus dengan Komplikasi

Pelayanan Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan morbiditas, kecacatan dan/atau mortalitas yang dilakukan oleh dokter/bidan/perawat terlatih di polindes, puskesmas, puskesmas PONED, rumah bersalin dan rumah sakit pemerintah/swasta.

Hari pertama kelahiran sangat penting bagi bayi karena terjadi banyak perubahan sebagai bagian dari penyesuaian diri terhadap lingkungan di luar rahim. Bayi baru lahir yang mengalami gejala sakit dapat cepat memburuk, sehingga bila tidak ditangani dengan adekuat dapat terjadi mortalitas. Diperkirakan sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami komplikasi neonatal.

Penyediaan puskesmas mampu Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) merupakan bagian dari kebijakan Kementerian Kesehatan dalam peningkatan akses dan kualitas penanganan komplikasi neonatus. Target yang harus dicapai adalah tersedianya minimal 4 puskesmas mampu PONED setiap kabupaten/ kota.

Puskesmas mampu PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONED siap selama 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu. Layanan PONED meliputi pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas serta

(20)

9 Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

10 kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi, baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa, puskesmas dan melakukan rujukan ke RS/RS Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) pada kasus yang tidak mampu ditangani.

Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini, RSU Surveilans kesehatan anak harus mampu melaksanakan PONEK yang siap selama 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu. Layanan PONEK meliputi pelayanan emergensi dasar dan pelayanan operasi seksio sesaria, perawatan neonatus level II serta transfusi darah. Ketersediaan puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK, kasus-kasus komplikasi kebidanan dan neonatal dapat ditangani secara optimal sehingga dapat mengurangi mortalitas ibu dan neonatus.

3. Pelayanan Kesehatan Bayi

Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 (empat) kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir.

Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Bayi :

a. Kunjungan Bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan b. Kunjungan Bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan c. Kunjungan Bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan d. Kunjungan Bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan

Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh kembang, dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi.

Pelayanan kesehatan bayi meliputi :

a. Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG 1 kali, Polio 4 kali, Hepatitis B-4 kali, DPT 3 kali, Hib 3 kali dan Campak 1 kali)

b. Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) 4 kali setahun (setiap 3 bulan)

c. Pemberian Vitamin A 100.000 IU (6-11 bulan)

d. Konseling menyusui, pemberian makanan pendamping ASI, tanda- tanda sakit dan perawatan kesehatan bayi dirumah menggunakan buku KIA

e. Pelayanan pada bayi sakit dengan pendekatan MTBS f. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan

4. Pelayanan Kesehatan Anak Balita

Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keinderaan, berpikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan

(21)

pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat. Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bayi adalah dokter spesialis anak, dokter umum, bidan, dan perawat.

Bentuk pelaksanaan deteksi dini tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan dengan mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK). Pemeriksaan ini dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di puskesmas seperti dokter umum, bidan, perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat, maupun tenaga kesehatan lainnya yang peduli dengan anak.

Mortalitas bayi dan anak balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar penyebab mortalitas bayi dan anak balita dapat dicegah dengan teknologi sederhana di tingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Pada tahun 1993, Bank Dunia melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah mortalitas balita yang disebabkan oleh ISPA, diare, campak, malaria, kurang gizi dan kombinasi dari keadaan tersebut.

Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan harus sesuai standar, yaitu:

a. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 4 kali setahun yang tercatat

dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan per- tumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan anak balita di bawah garis merah, harus dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan.

b. Pelaksanaan SDIDTK minimal 2 kali dalam setahun.

Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bicara, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di luar gedung.

c. Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.

d. Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita.

e. Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan pendekatan MTBS.

(22)

11 Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

12

BAB 3

KEBIJAKAN SURVEILANS KESEHATAN ANAK

A.Konsep Umum Surveilans

Surveilans merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus, mulai dari pengumpulan data, pengolahan, analisis, interpretasi data hingga menjadi informasi. Selanjutnya informasi tersebut disebarluaskan kepada pihak yang membutuhkan dan diharapkan dilakukannya suatu aksi atau intervensi terhadap masalah. Dengan dilakukannya intervensi/aksi yang tepat diharapkan adanya perbaikan pada kejadian penyakit atau permasalahan kesehatan yang dipantau maupun cakupan program yang dikumpulkan oleh surveilans tersebut (lihat Gambar 1).

Pada sistem pencatatan dan pelaporan, pengumpulan data berjalan vertikal, sedangkan sistem surveilans membentuk suatu siklus. Siklus dimulai dari pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi data hingga menjadi informasi. Dengan dilakukan diseminasi informasi diharapkan menghasilkan suatu rekomendasi dapat dilakukan sebagai bahan masukan dalam melakukan aksi/intervensi. Aksi atau intervensi ini merupakan salah satu yang membedakan antara sistem pencatatan dan pelaporan dengan surveilans, selain alur sistem yang berbeda. Dengan adanya aksi/intervensi ini, permasalahan kesehatan dapat segera ditanggulangi.

Sistem pencatatan dan pelaporan merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan dan merupakan sumber data yang paling sering dimanfaatkan dalam sistem surveilans dibandingkan sumber data lainnya (seperti: data statistik vital, data survei dan data laboratorium). Sistem pencatatan dan pelaporan biasanya dilaksanakan secara rutin dan berjenjang mulai dari pelayanan kesehatan terdepan ke sistem pelayanan kesehatan diatasnya.

Selanjutnya konsep surveilans dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 1. Konsep Umum Surveilans

...

(23)

Kegiatan surveilans dimulai dengan pengumpulan data secara rutin atau terus-menerus dari semua sumber data, baik berupa data primer ataupun data sekunder, seperti data cakupan program kesehatan, data hasil laboratorium, data survei rutin, dan data dari statistik vital. Pengumpulan data adalah upaya yang sistematis secara terus menerus dari suatu sistem untuk mencatat dan mengumpulkan data dari suatu kejadian kesehatan yang akan diamati guna keperluan tertentu. Surveilans dapat menggunakan satu atau beberapa sumber data.

Data yang dikumpulkan tersebut selanjutnya diolah untuk dianalisis sesuai dengan kebutuhan. Pengolahan data dapat dilakukan dalam satu tingkat atau dapat dari berbagai tingkat pelayanan kesehatan.

Setelah data diolah, dilakukan analisis data baik deskriptif dan atau analitik. Analisis deskriptif adalah analisis data untuk melihat sebaran dari suatu variabel, baik berdasarkan variabel orang, tempat, waktu, dan lain-lain. Analisis analitik merupakan analisis lanjut yang dilakukan untuk membuktikan suatu hipotesis yang dikembangkan dengan menggunakan uji statistik tertentu. Hasil analisis tersebut selanjutnya diinterpretasi menjadi informasi. Untuk interpretasi yang benar diperlukan kemampuan khusus sehingga tidak menimbulkan bias yang bersifat subjektif.

Data yang telah diinterpretasi akan bermanfaat bila disebarluaskan pada pihak yang berkepentingan (pemangku kebijakan). Pemangku kebijakan dapat melakukan aksi atau intervensi tertentu, sehingga kejadian kesehatan yang diamati pada surveilans tersebut mengalami perubahan sesuai dengan yang diharapkan.

Kinerja sistem surveilans akan meningkat apabila ada umpan balik dari unit pengumpul data yang lebih tinggi ke unit pengumpul data dibawahnya. Tujuan umpan balik untuk menginformasikan tentang kualitas data dan hasil analisis yang diperoleh. Evaluasi terhadap hasil surveilans harus dilakukan guna melihat manfaat terhadap sasaran program kesehatan di tempat surveilans dilakukan. Kinerja sistem surveilans akan meningkat apabila semua langkah-langkah di atas dilaksanakan dengan baik.

B. Konsep Surveilans Kesehatan Anak

Program kesehatan anak, sebagai suatu sistem kesehatan dapat dipantau efektivitas penyelenggaraannya melalui komponen input (masukan), proses dan output (luaran) serta dampak (outcome/impact) seperti tampak pada gambar 2. Masing-masing komponen ini memiliki metode monitoring dan evaluasi yang berbeda sesuai data dan informasi yang dihasilkan.

Informasi tentang data input ketenagaan, sarana dan prasarana dapat dimonitoring dengan melakukan evaluasi khusus secara berkala (setiap tahun) dengan melakukan evaluasi, asesmen atau audit program kesehatan anak. Komponen luaran atau cakupan program (kesehatan anak, kesehatan ibu, imunisasi, gizi, dll) dapat dimonitoring melalui Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) secara rutin. Sedangkan data morbiditas dan mortalitas sebagai outcome dan impact dari program kesehatan anak akan dimonitor melalui sistem surveilans kesehatan anak secara rutin.

(24)

13 Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

14

Gambar .2. Konsep Surveilans Kesehatan Anak

Faktor output, outcome dan impact program kesehatan anak dapat dipengaruhi juga oleh faktor eksternal lainnya seperti : faktor sosiodemografi, sosioekonomi, perilaku masyarakat, lingkungan dan faktor cakupan program kesehatan terkait lainnya.

Surveilans dilakukan untuk memantau beberapa penyakit penyebab utama kesakitan (surveilans morbiditas) dan memantau penyebab utama kematian (surveilans mortalitas) pada neonatal, bayi dan balita. Surveilans morbiditas dilakukan untuk melihat kejadian morbiditas beberapa penyakit yang dianggap sebagai outcome dari program kesehatan anak, seperti asfiksia, pneumonia, diare, campak, malaria dan kelainan saraf pada balita. Surveilans mortalitas mengumpulkan beberapa penyebab mortalitas yang dianggap sebagai penyebab mortalitas yang paling sering di Indonesia, yaitu BBLR, asfiksia, tetanus, diare, pneumonia dan ikterus. Dengan melakukan surveilans morbiditas dan mortalitas pada anak tersebut, secara tidak langsung akan dapat melihat kinerja program kesehatan anak, khususnya pada balita, dengan tidak mengabaikan faktor lain yang berkontribusi pada morbiditas dan mortalitas anak tersebut.

(25)

Berdasarkan konsep surveilans kesehatan anak di atas, maka perlu dilakukan monitoring secara rutin komponen output, outcome dan impact dari program kesehatan anak, melalui PWS program kesehatan anak, surveilans morbiditas dan surveilans mortalitas (neonatus, bayi dan anak balita). Analisis data surveilans dilakukan terintegrasi, baik antara PWS program kesehatan anak, surveilans morbiditas, surveilans mortalitas dengan beberapa program yang terkait dengan program kesehatan anak lainnya seperti pada Gambar 2 di atas.

C. Kebijakan Operasional Surveilans Kesehatan Anak

1. Surveilans kesehatan anak merupakan bagian dari program kesehatan anak yang wajib dilaksanakan oleh petugas kesehatan mulai di tingkat surveilans kesehatan anak, provinsi serta pusat dengan menggunakan sistem pencatatan dan pelaporan yang bersumber dari desa/kelurahan, puskesmas dan pelayanan kesehatan lainnya pada program kesehatan anak.

2. Surveilans kesehatan anak merupakan bagian dari monitoring dan evaluasi program kesehatan anak, terhadap morbiditas dan mortalitas pada anak.

3. Pada proses analisis surveilans kesehatan anak memerlukan analisis integrasi data surveilans dari program kesehatan ibu, gizi, imunisasi dan program terkait lainnya, untuk memberikan informasi yang lebih komprehensif.

4. Kohort Bayi dan Anak Balita merupakan sistem registrasi terhadap bayi dan anak balita di tingkat desa/ kelurahan yang merupakan instrumen pemantauan kesehatan bayi dan anak balita secara individu dan kontinu serta merupakan salah satu sumber data surveilans kesehatan anak.

5. Pendanaan kegiatan surveilans kesehatan anak dibiayai oleh anggaran surveilans kesehatan anak, provinsi, pusat, serta sumber dana lainnya.

6. Kegiatan surveilans kesehatan anak merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan standar minimal pelayanan bidang kesehatan dalam upaya peningkatan kelangsungan dan kualitas hidup bayi dan anak balita.

7. Surveilans kesehatan anak dilakukan oleh tenaga kesehatan secara berjenjang dimulai dari tingkat surveilans kesehatan anak, provinsi dan pusat.

8. Surveilans kesehatan anak dilakukan secara rutin dan berjenjang setiap bulan mulai dari tingkat dinas kesehatan kabupaten dan kota, provinsi dan pusat.

9. Surveilans dapat dilaksanakan melalui surveilans berbasis masyarakat (Community Based Surveillance) dan surveilans berbasis pelayanan kesehatan (Health Facility Based Surveillance/HFBS). Dalam penyelenggaraan surveilans kesehatan anak ini dilakukan dengan pendekatan sumber data berbasis pelayanan kesehatan (HFBS).

D. Pembagian Peran Dalam Surveilans Kesehatan Anak

1. Kementerian Kesehatan

Kementerian Kesehatan sebagai pemerintah pusat, dalam hal ini Direktorat Bina Kesehatan Anak merupakan unit yang bertanggung jawab terhadap program kesehatan anak (termasuk surveilans kesehatan anak) secara nasional. Memiliki peran sebagai berikut :

(26)

15 Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

16 a. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan surveilans

kesehatan anak di tingkat provinsi.

b. Menganalisis dan interpretasi data serta menyebarkan informasi hasil analisis data surveilans kesehatan anak tingkat pusat.

c. Melakukan bimbingan teknis, evaluasi dan umpan balik hasil analisis data surveilans kesehatan anak ke provinsi.

d. Melakukan intervensi kesehatan sesuai hasil analisis data surveilans kesehatan anak.

e. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor untuk pengumpulan data, analisis, dan intervensi/tindak lanjut hasil analisis data surveilans kesehatan anak.

2. Dinas Kesehatan Provinsi

Dinas kesehatan provinsi sebagai pemerintah daerah penanggung jawab program kesehatan anak (termasuk surveilans kesehatan anak) di tingkat provinsi berperan dalam hal :

a. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan surveilans kesehatan anak di tingkat surveilans kesehatan anak.

b. Mengumpulkan data surveilans kesehatan anak yang bersumber dari laporan dinas kesehatan surveilans kesehatan anak.

c. Menganalisis dan interpretasi data serta menyebarkan informasi hasil surveilans kesehatan anak tingkat provinsi.

d. Melakukan bimbingan teknis, evaluasi dan umpan balik hasil analisis data surveilans ke kabupaten dan kota.

e. Melakukan intervensi kesehatan sesuai hasil analisis data surveilans kesehatan anak.

f. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor untuk pengumpulan

data, analisis, dan interensi/tindak lanjut hasil analisis data surveilans kesehatan anak.

g. Melaporkan data surveilans/program kesehatan anak ke pusat.

3. Dinas Kesehatan Kabupaten dan kota

Dinas kesehatan kabupaten dan kota sebagai pemerintah daerah penanggung jawab program kesehatan anak dan surveilans kesehatan anak di kabupaten dan kota memiliki peran sebagai berikut

a. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan surveilans kesehatan anak di tingkat puskesmas.

b. Mengumpulkan data surveilans kesehatan anak yang bersumber dari laporan

fasilitas pelayanan kesehatan

c. Menganalisis dan interpretasi data serta menyebarkan informasi hasil surveilans kesehatan anak tingkat kabupaten dan kota.

d. Melakukan bimbingan teknis, evaluasi dan umpan balik hasil analisis data surveilans ke puskesmas.

(27)

e. Melakukan intervensi kesehatan sesuai hasil analisis data surveilans kesehatan anak.

f. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor untuk pengumpulan data, analisis, dan intervensi/tindak lanjut hasil analisis data surveilans kesehatan anak.

g. Melaporkan data surveilans/program kesehatan anak ke dinas kesehatan provinsi.

4. Rumah Sakit Provinsi, Kabupaten dan Kota

Merupakan unit pelayanan kesehatan di tingkat provinsi, kabupaten dan kota yang memberikan pelayanan kesehatan paripurna terhadap pelayanan kesehatan anak di rumah sakit memiliki peran:

a. Melakukan pencatatan pelayanan kesehatan anak ke dalam format pencatatan

dan pelaporan.

b. Melaporkan data pelayanan kesehatan anak ke dinas kesehatan atau puskesmas yang menjadi penanggung jawab kesehatan di mana rumah sakit tersebut berlokasi

c. Melakukan intervensi kesehatan di tingkat RS sesuai hasil analisis data surveilans kesehatan anak berdasarkan hasil/umpan balik dinas kesehatan surveilans kesehatan anak.

5. Puskesmas

Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama di wilayah kerjanya akan berperan dalam hal:

a. Melakukan pencatatan pelayanan kesehatan anak ke dalam format pencatatan

dan pelaporan.

b. Melaporkan data rutin pelayanan kesehatan anak ke dinas kesehatan

kabupaten dan kota.

c. Menganalisis data sederhana program kesehatan anak seperti PWS KIA

d. Membantu Dinas Kesehatan kabupaten dan kota dalam melakukan intervensi

kesehatan di tingkat puskesmas bila diperlukan sesuai umpan balik hasil analisis data surveilans kesehatan anak.

(28)

17 Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

BAB 4

LANGKAH-LANGKAH SURVEILANS KESEHATAN ANAK

A. Identifikasi Data Masalah Kesehatan Anak

Langkah awal dalam kegiatan surveilans kesehatan anak (seri balita) adalah mengidentifikasi masalah kesehatan neonatal, bayi dan balita, serta data yang mewakili masalah tersebut yang dapat dikumpulkan. Masalah kesehatan anak adalah masih tingginya kesakitan dan kematian, oleh karena itu data yang dikumpulkan sebagai berikut :

1. Indikator Outcome

Sebagai outcome dari upaya kesehatan balita adalah morbiditas (kesakitan) yang terjadi pada balita. Data yang dikumpulkan dan dilakukan surveilans adalah:

a. Jumlah neonatus sakit/berobat ke Puskesmas/Rumah Sakit

b. Jumlah neonatus dengan kasus:

1) Tetanus neonatorum 2) Pneumonia 3) Ikterus 4) Diare 5) Kelainan bawaan 6) Lainnya

c. Jumlah bayi sakit/berobat ke Puskesmas/Rumah Sakit

d. Jumlah bayi dengan kasus: 1) Diare 2) Pneumonia 3) Campak 4) Difteri 5) Malaria 6) Lainnya

e. Jumlah anak balita sakit/berobat ke Puskesmas/Rumah Sakit

f. Jumlah anak balita dengan kasus : 1) Diare 2) Pneumonia 3) Campak 4) Malaria 5) Difteri 6) DBD 7) Lainnya

2. Indikator Impact (Dampak)

Dampak akhir dari upaya kesehatan anak adalah jumlah kematian anak sehingga jumlah dan penyebab kematian pada anak yang akan dikumpulkan dan disurveilans adalah data :

(29)

a. Jumlah kematian neonatus

b. Jumlah dan penyebab kematian neonatus, penyebab kematian neonatus yang

akan diamati adalah:

1) Asfiksia (gagal nafas)

2) BBLR

3) Sepsis neonatorum

4) Kelainan bawaan

5) Tetanus neonatorum

6) Lainnya

c. Jumlah kematian bayi

d. Jumlah dan penyebab kematian bayi, penyebab kematian bayi yang akan

diamati adalah:

1) Diare

2) Pneumonia

3) Tetanus

4) Malaria

5) Kelainan saluran cerna

6) Kelainan saraf

7) Lainnya

e. Jumlah kematian anak balita

f. Jumlah dan penyebab kematian pada anak balita, penyebab kematian anak balita yang akan diamati disesuaikan dengan jenis penyakit (MTBS)

1) Pneumonia 2) Diare 3) Malaria 4) Campak 5) DBD 6) Difteri 7) Lainnya B. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada surveilans kesehatan anak terdiri dari data dasar dan data surveilans. Data dasar adalah data jumlah populasi (penduduk), jumlah bayi dan jumlah balita yang dikumpulkan setiap tahun. Data surveilans adalah data morbiditas dan mortalitas neonatal, bayi dan balita yang bersumber dari : 1. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Kesehatan Anak

a. Buku KIA

b. Kohort Bayi

c. Kohort Anak Balita

d. LB3 PWS

2. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas

a. Pencatatan pelaporan kesakitan dan kematian balita dikumpul kan dari SP2TP atau SP3 yaitu pada formulir LB1, LB2, LB3 Gizi KIA, LB2, dan lain-lain.

b. Sistem surveilans terpadu Puskesmas (STP)

c. Laporan kematian Puskesmas

3. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit (SP2RS) / Sistem Informasi

Rumah Sakit (SIRS)

a. Laporan Kematian RS

(30)

19 Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

Pengumpulan data dari fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan formulir laporan yang pada umumnya mengikuti formulir generik pada buku pedoman unit terkait di Kementerian Kesehatan, namun dapat pula menggunakan formulir laporan yang sudah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan daerah. Hal tersebut masih dimungkinkan sepanjang memenuhi data yang dibutuhkan seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Sumber dan Frekuensi Pengumpulan Data

Data Kesakitan Sumber Frekuensi

Jumlah neonatus sakit LB1 Setiap bulan

Jumlah bayi sakit LB1 Setiap bulan

Jumlah anak balita sakit LB1 Setiap bulan

Morbiditas neonatus per penyakit tertentu sesuai formulir

pada lampiran LB1 Setiap bulan

Morbiditas bayi per penyakit tertentu sesuai formulir

pada lampiran LB1 Setiap bulan

Morbiditas anak balita per penyakit tertentu sesuai

formulir pada lampiran LB1 Setiap bulan

Data Kematian Sumber Frekuensi

Jumlah Kematian Neonatal Form F1-7* Setiap bulan

Jumlah Kematian Bayi Form F1-7* Setiap bulan

Jumlah Kematian Anak Balita Form F1-7* Setiap bulan

Jumlah Kematian Neonatal per sebab kematian tertentu

sesuai formulir pada lampiran Kohort Bayi, dan Laporan kematian puskesmas Setiap bulan Jumlah Kematian Bayi per sebab kematian tertentu sesuai

formulir pada lampiran Kohort Bayi dan Laporan kematian puskesmas Setiap bulan Kematian Anak Balita per sebab kematian tertentu sesuai

formulir pada lampiran Kohort Bayi dan Anak Balita, dan Laporan kematian puskesmas Setiap bulan

Keterangan : * Formulir laporan kematian neonatus, bayi dan anak balita bervariasi tergantung kebijakan daerah masing-masing (dapat menggunakan formulir LB3 Gizi KIA atau formulir lainnya) Penyebab kematian tertentu pada neonatus, bayi dan balita didapat dari form F1-7 surveilans mortalitas (data kematian), laporan Audit Maternal Perinatal (AMP) untuk kematian perinatal (neonatal) dan laporan kematian balita berdasarkan Autopsi Verbal (AV). Sebab kematian dapat juga didapatkan dari laporan bidan desa dan puskesmas untuk semua kematian neonatus, bayi, dan balita yang memiliki catatan medis tentang sebab kematiannya, baik yang tercatat di puskesmas atau bidan desa.

Data kematian neonatus, bayi dan balita juga berasal dari laporan kematian RS. Data dari rumah sakit biasanya dilaporkan ke dinas kesehatan kabupaten dan kota atau provinsi. Sehingga pada rekapitulasi data kematian yang berasal dari rumah sakit ini, dinas kesehatan kabupaten dan kota atau provinsi perlu mengelompokkan kematian tersebut sesuai dengan wilayah kerja puskesmas / kabupaten / kota sesuai yang tertulis di Laporan Kematian RS.

Definisi kasus pada surveilans morbiditas dan mortalitas kesehatan balita berdasarkan diagnosis pelayanan kesehatan yang melaporkan kasus tersebut (bisa merupakan kasus

suspect, probable dan confirmed).

(31)

21

C. Pengolahan dan Analisis Data Surveilans

1. Pengolahan Data

Pengolahan merupakan kegiatan yang dimulai dari pembersihan data, pengelompokkan data menurut unit analisis yang akan dilakukan. Pembersihan data bertujuan untuk mengidentifikasi data yang tidak dapat dikelompokkan dalam data yang akan dianalisis. Selanjutnya dilakukan analisis dan interpretasi data.

2. Analisis Data Surveilans

Data dapat dianalisis secara deskriptif atau analitik. Analisis deskriptif bertujuan mendistribusikan data (baik data morbiditas dan mortalitas) berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu. Dari Variabel orang akan didapatkan kelompok yang rentan terhadap morbiditas dan mortalitas tertentu, dari variabel tempat akan didapatkan daerah prioritas untuk dilakukan pembinaan wilayah kemudian dari variabel waktu dapat diperoleh kecenderungan kejadian morbiditas dan mortalitas antar waktu. Sedangkan pada analisis data yang bersifat analitik adalah analisis yang mencoba menjawab dugaan adanya hubungan antara faktor (program-program kesehatan anak) dengan data morbiditas atau mortalitas anak. Untuk analisis yang bersifat analitik hanya dianjurkan pada daerah yang mempunyai SDM yang mempunyai kapasitas tersebut.

a. Analisis Deskriptif

1) Analisis Data Deskriptif Surveilans Morbiditas

Contoh analisis data secara deskriptif y a i t u distribusi data morbiditas anak berdasarkan kelompok umur (neonatus, bayi dan balita), jenis kelamin, lokasi/wilayah kerja atau berdasarkan bulan (waktu) untuk melihat kecenderungan morbiditas atau mortalitas balita berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu. Berikut ini adalah c o n t o h data morbiditas jumlah bayi dan anak balita sakit di kabupaten X dengan jumlah populasi 805.000 orang. Kabupaten tersebut memiliki 6 kecamatan dengan data sebagai berikut :

Tabel 2. Contoh Distribusi Bayi dan Anak Balita Sakit per Kecamatan

KecamatanNeonatus Jumlah Sakit Jumlah Bayi Sakit Jumlah Anak Balita Sakit Populasi Jumlah

Neonatus Jumlah Bayi

Jmlah Anak Balita Prev Neo Sakit Prev Bayi Sakit Prev Anak Balita Sakit A 62 85 174 120,000 500 12,000 48,000 0.124 0.007 0.004 B 51 94 178 130,000 600 13,000 52,000 0.085 0.007 0.003 C 51 86 170 125,000 400 12,500 50,000 0.128 0.007 0.003 D 53 97 175 140,000 200 14,000 56,000 0.265 0.007 0.003 E 42 93 167 210,000 300 21,000 84,000 0.140 0.004 0.002 F 40 88 165 80,000 200 8,000 32,000 0.200 0.011 0.005 Total 299 543 1,029 805,000 2,200 80,500 322,000 0.157 0.007 0.003

(32)

21 Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

22

Kec. Neonatus Bayi Anak Balita

Jan Feb Mar Apr Total Jan Feb Mar Apr Total Jan Feb Mar Apr Total

A 20 13 14 15 62 21 22 21 21 85 42 43 44 45 174 B 16 12 11 12 51 22 23 24 25 94 46 45 44 43 178 C 20 10 10 11 51 21 22 21 22 86 41 43 42 44 170 D 15 14 13 11 53 22 24 25 26 97 43 43 44 45 175 E 11 10 11 10 42 21 24 22 26 93 42 42 41 42 167 F 10 10 10 10 40 21 22 22 23 88 41 41 42 41 165 Total 92 69 69 69 299 128 137 135 143 543 255 257 257 260 1,029

Cara menghitung prevalensi sakit pada kelompok neonatus adalah dengan membagi jumlah neonatus yang sakit dengan jumlah total neonatus pada wilayah yang sama. Hal yang sama dapat dilakukan untuk kelompok bayi dan balita.

Untuk membandingkan data morbiditas sebaiknya digunakan prevalensi atau proporsi penyakit per jumlah target populasi (kelompok umur) sehingga dapat dibandingkan secara proporsional terhadap semua wilayah (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten atau provinsi) karena jumlah target populasi untuk setiap wilayah berbeda-beda.

Untuk neonatus, menggunakan sasaran yang sama dengan sasaran bayi (sesuai dengan Pedoman PWS KIA). Sehingga jumlah populasi neonatus dapat menggunakan jumlah populasi kelompok bayi untuk mendapatkan prevalensi atau proporsi penyakit di suatu wilayah pada periode tertentu. Distribusi penyakit tersebut berdasarkan waktu dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3. Contoh Distribusi Bayi dan Balita Sakit per Kecamatan per Bulan

a). Distribusi berdasarkan variabel orang

Dari Tabel di atas, dapat dilihat prevalensi bayi sakit dan balita sakit dengan menghitung bayi/anak balita yang sakit dibagi dengan populasi bayi/ balita.

Grafik 1. Proporsi Neonatus, Bayi dan Anak Balita Sakit di Kab X

Dari Grafk 1 dapat dilihat bahwa proporsi neonatus sakit merupakan kelompok umur yang memiliki proporsi paling tinggi diantara kelompok umur lainnya (bayi dan balita). Dapat disimpulkan bahwa neonatus pada kabupaten X merupakan kelompok umur paling rentan terhadap penyakit.

(33)

24 d). Distribusi Berdasarkan Variabel Waktu

Berdasarkan distribusi menurut waktu dapat dilihat pola penyakit pada neonatus, bayi dan balita, kecenderungannya menurut waktu meningkat atau menurun.

Grafik 5. Distribusi Jumlah Neonatus, Bayi dan Anak Balita Sakit per Bulan di Kabupaten X dan Y

Berdasarkan Grafik 5, jumlah neonatus, bayi dan anak balita sakit memiliki kecenderungan meningkat dan jumlah neonatus sakit memiliki kecenderungan menurun. Jumlah anak balita sakit lebih besar dibandingkan bayi dan jumlah neonatus sakit memiliki jumlah paling kecil setiap bulannya. Distribusi jumlah anak balita sakit di atas hanya dapat dilihat untuk melihat tren (kecenderungan). Data tersebut tidak dapat digunakan untuk melihat besar masalah kelompok mana (neonatus, bayi dan anak balita) yang memiliki proporsi atau prevalensi sakit paling tinggi. Bila akan melihat prevalensi atau proporsi harus menghitung prevalensi atau proporsi sakit untuk setiap kelompok umur tersebut.

Informasi distribusi berdasarkan orang, tempat dan waktu tersebut dapat ditelusuri lebih lanjut dengan melihat jenis penyakit yang paling banyak di antara neonatus, bayi dan anak balita atau per kecamatan dengan contoh jenis penyakit pada neonatus, bayi dan anak balita per kecamatan sebagai berikut:

Grafik 6. Distribusi Penyakit pada Neonatus per Kecamatan

b) Distribusi Berdasarkan Variabel Tempat

Proporsi neonatus, bayi dan balita sakit didistribusikan menurut tempat (berdasarkan kecamatan) dapat dilihat pada grafik 2, 3 dan 4 di bawah ini:

Grafik 2. Proporsi Neonatus Sakit per Kecamatan

Grafik 3. Proporsi Bayi Sakit per Kecamatan

Grafik 4. Proporsi Anak Balita sakit per Kecamatan

Dari grafik distribusi tersebut dapat diketahui bahwa kecamatan B memiliki proporsi neonatus sakit paling tinggi, kecamatan C memiliki proporsi bayi dan balita sakit paling tinggi diantara 6 kecamatan yang ada di kabupaten X.

(34)

23 Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

24 d). Distribusi Berdasarkan Variabel Waktu

Berdasarkan distribusi menurut waktu dapat dilihat pola penyakit pada neonatus, bayi dan balita, kecenderungannya menurut waktu meningkat atau menurun.

Grafik 5. Distribusi Jumlah Neonatus, Bayi dan Anak Balita Sakit per Bulan di Kabupaten X dan Y

Berdasarkan Grafik 5, jumlah neonatus, bayi dan anak balita sakit memiliki kecenderungan meningkat dan jumlah neonatus sakit memiliki kecenderungan menurun. Jumlah anak balita sakit lebih besar dibandingkan bayi dan jumlah neonatus sakit memiliki jumlah paling kecil setiap bulannya. Distribusi jumlah anak balita sakit di atas hanya dapat dilihat untuk melihat tren (kecenderungan). Data tersebut tidak dapat digunakan untuk melihat besar masalah kelompok mana (neonatus, bayi dan anak balita) yang memiliki proporsi atau prevalensi sakit paling tinggi. Bila akan melihat prevalensi atau proporsi harus menghitung prevalensi atau proporsi sakit untuk setiap kelompok umur tersebut.

Informasi distribusi berdasarkan orang, tempat dan waktu tersebut dapat ditelusuri lebih lanjut dengan melihat jenis penyakit yang paling banyak di antara neonatus, bayi dan anak balita atau per kecamatan dengan contoh jenis penyakit pada neonatus, bayi dan anak balita per kecamatan sebagai berikut:

Grafik 6. Distribusi Penyakit pada Neonatus per Kecamatan

(35)

25

Berdasarkan Grafik 6 diatas tampak bahwa jenis penyakit yang banyak pada kecamatan A dan D adalah diare sedangkan kecamatan E penyakit terbanyaknya diare dan ISPA dan p n e u m o n i a .

Grafik 7. Distribusi Penyakit pada Bayi per Kecamatan di Kabupaten X Tahun Y

Pada Grafik 7, penyakit terbanyak pada bayi di kecamatan D, E dan F adalah diare.

Di Kecamatan A, B, dan C penyakit terbanyaknya adalah ISPA dan pneumonia.

Grafik 8. Distribusi Penyakit pada Anak Balita per Kecamatan

Dari data di atas dapat dilihat distribusi jumlah anak balita sakit per kelompok penyakit dan kecamatan. Berdasarkan data tersebut dapat diidentifkasi kecamatan mana yang memiliki masalah dengan kelompok penyakit tertentu, yaitu: kecamatan A memiliki masalah kesehatan diare, sedangkan kecamatan lainnya memiliki masalah kesehatan ISPA dan pneumonia sebagai masalah kesehatan utama dan diare menempati masalah kesehatan kedua di seluruh kecamatan lainnya.

Dari data di atas, dapat diketahui juga bahwa masalah kesehatan kelainan bawaan didapat cukup banyak di Kecamatan A dan B. Sedangkan malaria menjadi masalah kesehatan hanya pada anak balita di Kecamatan A. Dengan melihat distribusi penyakit diantara anak balita per kecamatan, maka dapat diidentifkasi, masalah

(36)

25 Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

26

Kec Neonatus Bayi Anak Balita

Jan Feb Mar Apr Total Jan Feb Mar Apr Total Jan Feb Mar Apr Total

A 2 3 4 5 14 1 2 1 1 5 2 3 4 5 14 B 1 2 1 2 6 2 3 4 5 14 6 5 4 3 18 C 0 0 0 1 1 1 2 1 2 6 1 3 2 4 10 D 5 4 3 1 13 2 4 5 6 17 3 3 4 5 15 E 1 0 1 0 2 1 4 2 6 13 2 2 1 2 7 F 0 0 0 0 0 1 2 2 3 8 1 1 2 1 5 Total 9 9 9 9 36 8 17 15 23 63 15 17 17 20 69

kesehatan apa saja yang menjadi masalah kesehatan di kabupaten tersebut dan lokasi di mana masalah kesehatan tersebut terjadi. Hal tersebut selanjutnya dapat dikaitkan dengan program kesehatan anak (balita) yang berkontribusi terhadap kondisi morbiditas tersebut.

Dengan mengikuti contoh di atas, distribusi berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu lainnya dapat dilakukan baik terhadap data morbiditas maupun data mortalitas.

2) Analisis Data Deskriptif Surveilans Mortalitas

Untuk data kematian analisis menggunakan data absolut, dengan tujuan agar membangkitkan kewaspadaan/kepedulian terhadap besarnya jumlah kematian.

Data kematian di kabupaten X terlihat seperti Tabel 4 di bawah ini:

Tabel 4. Distribusi Neonatus, Bayi dan Anak Balita Meninggal per Kecamatan per Bulan

a) Distribusi Berdasarkan Variabel Orang

Dari tabel di atas dapat dibuat analisis berdasarkan variabel orang dengan melihat jumlah kematian per kelompok umur (neonatus, bayi dan anak balita). Sebaran jumlah kematian per kelompok umur dapat dilihat seperti gambar di bawah ini:

Grafik 9. Distribusi Jumlah Neonatus, Bayi dan Anak Balita Meninggal per Kelompok Umur

Berdasarkan analisis data tersebut ternyata jumlah kematian anak balita paling tinggi dibandingkan dengan jumlah kematian bayi dan neonatus. Karena yang dilihat adalah jumlah kematian untuk melakukan interpretasi harus dilakukan secara hati-hati. Jumlah kematian tersebut harus dibandingkan dengan jumlah kematian per kelompok umur dibandingkan periode sebelumnya atau dibandingkan dengan kabupaten lain yang dijadikan standar atau yang memiliki angka kematian bayi atau anak balita tinggi

(37)

Distribusi jumlah kematian neonatus, bayi dan anak balita dapat dibandingkan secara langsung pada setiap wilayah karena ketiganya memiliki denominator yang sama yaitu: jumlah kelahiran hidup atau jumlah populasi balita yang jumlahnya pada setiap wilayah memiliki variasi yang tidak terlalu berbeda. Jumlah kematian tersebut juga memiliki jumlah yang relatif kecil, sehingga bila dibandingkan proporsinya juga akan menghasilkan proporsi yang terlalu kecil untuk dibandingkan untuk di setiap wilayah. Sehingga dapat dibandingkan secara langsung dengan segala keterbatasannya. b) Distribusi Berdasarkan Variabel Tempat

Grafik 10. Distribusi Jumlah Kematian Neonatus per Kecamatan

Grafik 11. Distribusi Jumlah Kematian Bayi per Kecamatan

(38)

27 Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ...

Berdasarkan analisis data tersebut ternyata jumlah kematian anak balita paling tinggi dibandingkan dengan jumlah kematian bayi dan neonatus. Karena yang dilihat adalah jumlah kematian untuk melakukan interpretasi harus dilakukan secara hati-hati. Jumlah kematian tersebut harus dibandingkan dengan jumlah kematian per kelompok umur dibandingkan periode sebelumnya atau dibandingkan dengan kabupaten lain yang dijadikan standar atau yang memiliki angka kematian bayi atau anak balita tinggi.

Distribusi jumlah kematian neonatus, bayi dan anak balita dapat dibandingkan secara langsung pada setiap wilayah karena ketiganya memiliki denominator yang sama yaitu: jumlah kelahiran hidup atau jumlah populasi balita yang jumlahnya pada setiap wilayah memiliki variasi yang tidak terlalu berbeda. Jumlah kematian tersebut juga memiliki jumlah yang relatif kecil, sehingga bila dibandingkan proporsinya juga akan menghasilkan proporsi yang terlalu kecil untuk dibandingkan untuk di setiap wilayah. Sehingga dapat dibandingkan secara langsung dengan segala keterbatasannya. c) Distribusi Berdasarkan Variabel Waktu

Grafik 13. Distribusi Jumlah Kematian Neonatus, Bayi, Anak Balita per Bulan

Bila dilihat jumlah kematian neonatus, bayi dan anak balita berdasarkan waktu setiap bulannya jumlah kematian neonatus memiliki kecenderungan tetap, bayi dan anak balita memiliki kecenderungan memiliki jumlah kematian yang meningkat.

Selanjutnya dari data di atas, perlu ditelusuri penyebab kematian neonatus, bayi dan anak balita pada masing-masing kelompok umur pada kecamatan yang memiliki masalah dengan jumlah kematian tersebut. Sebagai contoh gambaran sebab kematian pada seluruh kecamatan di atas dapat dilihat pada tabel di bawah:

(39)

Penyakit Kecamatan Neonatus A B C D E F Tetanus Neonatorum 5 2 1 1 1 0 Pneumonia 4 1 0 4 1 0 Ikterus 1 0 0 2 0 0 Diare 2 2 0 3 0 0 Kelainan bawaan 2 1 0 3 0 0 Total 14 7 1 13 2 0 Bayi A B C D E F Tetanus 3 5 3 6 4 3 Diare 0 1 1 0 0 0 Pneumonia 0 0 0 3 0 0 Campak 2 5 2 4 4 3 Difteri 0 2 0 2 4 1 Malaria 0 1 3 0 0 0 Lainnya 0 0 0 1 1 1 Total 5 15 9 17 13 8 Anak Balita A B C D E F Diare 6 5 3 5 3 2 Pnemonia 4 6 2 5 2 2 Campak 0 0 2 2 0 0 Malaria 1 2 0 1 0 0 Difteri 3 3 0 0 1 0 DBD 0 2 3 2 1 1 Lainnya 4 2 6 1 3 3 Total 18 20 16 16 10 8

Tabel 5. Distribusi Sebab Kematian per Kelompok Umur per Kecamatan

Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa kecamatan yang memiliki masalah jumlah kematian neonatus terbanyak (kecamatan A) memiliki kematian neonatus terbanyak yang disebabkan oleh asfksia. Bila kondisi ini dihubungkan dengan program kesehatan anak atau ibu yang berhubungan dengan asfiksia, maka dapat dilakukan intervensi yang tepat dan cepat untuk menurunkan kematian neonatus di kecamatan A.

Begitu juga dengan kecamatan yang memiliki masalah dengan jumlah kematian bayi terbanyak (kecamatan D). Ternyata dari data didapatkan bahwa kematian bayi di kecamatan D banyak disebabkan oleh pneumonia. Dengan melihat program kesehatan anak yang mempengaruhi kematian bayi akibat pneumonia, kematian bayi di kecamatan D dapat diturunkan. Begitu pula dengan kecamatan yang memiliki jumlah kematian anak balita paling banyak (kecamatan B). Penyebab kematian terbanyak di kecamatan B disebabkan oleh diare. Bila kematian diare dapat diintervensi dengan tepat, maka jumlah kematian balita di kecamatan B dapat diturunkan.

Distribusi sebab kematian menurut kelompok umur tersebut di atas, menunjukkan sebab kematian per kelompok umur (neonatus, bayi dan anak balita). Dengan melihat data tersebut dapat diketahui sebab kematian terbanyak pada setiap kelompok umur tersebut, sehingga dapat dilakukan intervensi yang berbeda pada setiap kelompok umur tersebut.

Gambar

Gambar 1 Konsep Umum Surveilans 11
Gambar 1. Konsep Umum Surveilans
Gambar .2. Konsep Surveilans Kesehatan Anak
Tabel 1. Sumber dan Frekuensi Pengumpulan Data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahun 2013 angka kematian ibu yang tercatat di Kabupaten Pekalongan berdasarkan laporan dari bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan kabupaten Pekalongan

Kadar TSS dalam air limbah bekas pencucian jeans tergolong sangat tinggi, dengan menggunakan unit koagulasi flokulasi dibantu variasi koagulan, yakni tawas 50

Laporan Laba Rugi adalah laporan yang menunjukkan laba atau rugi/hasil yang Laporan Laba Rugi adalah laporan yang menunjukkan laba atau rugi/hasil yang diperoleh perusahaan

Sifat-sifat dasar operator akan disajikan sebagai dasar untuk pengembangan lanjutan, yang sebelumnya sebagian sudah disajikan di dalam beberapa tulisan antara

Each pair of commercial beverage products of different brands, including pairs of aloe vera drink, ginger drink, and mixed fruit and vegetable juice, was evaluated by one

Di dalam menyusun sesuatu berita, wartawan Indonesia membedakan antara kejadian (fact) dan pendapat (opinion) sehingga tidak mencampurbaurkan yang satu dengan yang

Dalam Monitoring dan Evaluasi Pendidikan Keagamaan Hindu dilaksanakan selama satu tahun, dalam setiap perjalanan dilakukan selama 3 (tiga) hari dan satu hari pada kabupaten/

D idorong oleh keingintahuan umat tentang Ibadat Laudes yang diselenggarakan setiap hari Selasa dan Jumat pagi sebelum misa, Paroki Santo Bonaventura menyelenggarakan