• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 I.1. Latar Belakang

Perkembangan jumlah penduduk dan infrastruktur yang ada di wilayah Temanggung dari waktu ke waktu akan mempengaruhi perubahan pola penggunaan dan pemanfaatan tanah serta akan mempengaruhi aspek fisik dan status kepemilikan dari suatu bidang tanah. Penataan ruang dan penatagunaan tanah perlu dilakukan dengan tujuan agar suatu wilayah dapat tertata dengan baik. Konsolidasi Tanah merupakan salah satu cara penatagunaan tanah untuk menyelesaikan masalah dalam suatu pembangunan.

Dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan dan sekaligus menyediakan tanah untuk pembangunan prasarana dan fasilitas umum dilaksanakan pengaturan penguasaan dan penatagunaan tanah dalam bentuk Konsolidasi Tanah di wilayah perkotaan dan di pedesaan. Tujuan dari Konsolidasi Tanah ini adalah untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal, melalui peningkatan efisiensi dan produktifitas penggunaan tanah (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah).

Konsolidasi Tanah di Kabupaten Temanggung dilaksanakan di Desa Bejen, Kecamatan Bejen, tepatnya di sebuah dusun baru yang bernama Dusun Sugihwaras. Lokasi ini semula merupakan daerah relokasi yang digunakan untuk pengungsian masyarakat korban bencana alam tanah longsor. Pada tahun 1988 terjadi bencana alam tanah longsor yang mengakibatkan masyarakat Dusun Gemiwang harus berpindah ke daerah yang lebih tinggi. Karena sudah cukup lama, mereka akhirnya menetap di tempat relokasi tersebut dan tidak kembali lagi ke Dusun Gemiwang.

Awalnya para korban bencana tanah longsor menempati tanah milik perorangan yang cukup luas. Tahun 1990-an, warga yang sudah menempati dan mendirikan bangunan di atas tanah tersebut akhirnya membeli tanah dari pemiliknya. Meskipun masyarakat sudah lama menguasai tanah dengan membeli, namun mereka kesulitan dalam mengurus sertifikat. Kesulitan dalam sertifikasi ini dikarenakan warga membeli tanah dengan cara dibawah tangan, sehingga mereka kesulitan dalam

(2)

menunjukkan alas hak atas tanah. Sudah beberapa kali mereka mengurus melalui perangkat desa atau pemerintah desa bahkan melalui pejabat notaris, tetapi belum ada yang berhasil. Melalui program Konsolidasi Tanah tahun 2014 dengan anggaran dari APBN, sebanyak 200 bidang tanah di Dusun Sugihwaras telah bersertifikat dan telah dilakukan penataan fisik menjadi bidang-bidang tanah yang tertib dan teratur dilengkapi dengan sarana dan prasarana jalan.

Menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah disebutkan bahwa peserta Konsolidasi Tanah adalah pemegang hak atas tanah atau penggarap tanah Negara obyek Konsolidasi Tanah. Akan tetapi, pada pelaksanaan Konsolidasi Tanah di lokasi penelitian ini pesertanya bukan merupakan pemegang hak atas tanah ataupun penggarap tanah negara. Atas dasar uraian tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi proses pelaksanaan Konsolidasi Tanah dan menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi setelah pelaksanaan Konsolidasi Tanah di Desa Bejen, Kecamatan Bejen.

I.2. Rumusan Masalah

Konsolidasi Tanah telah dilaksanakan di Desa Bejen, Kecamatan Bejen, Kabupaten Temanggung yang areanya merupakan tanah relokasi untuk pengungsian korban tanah longsor. Warga sudah membeli bidang tanah, tetapi masih kesulitan dalam sertifikasi karena mereka tidak bisa menunjukkan alas hak atas tanah. Program Konsolidasi Tanah telah membantu masyarakat dalam memperoleh sertifikat bidang tanah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan dan perubahan yang terjadi setelah adanya Konsolidasi Tanah di Desa Bejen.

I.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengevaluasi proses pelaksanaan Konsolidasi Tanah di Desa Bejen berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah.

2. Menganalisis hasil pelaksanaan Konsolidasi Tanah berdasarkan aspek fisik (jumlah, luas dan bentuk bidang tanah), aspek institusi (Peraturan atau Undang-Undang) dan aspek ekonomi.

(3)

I.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis, yaitu dapat diperoleh hasil evaluasi pelaksanaan Konsolidasi Tanah di Desa Bejen, Kecamatan Bejen, Kabupaten Temanggung.

2. Manfaat praktis, yaitu dapat dijadikan pedoman atau gambaran dalam pelaksanaan Konsolidasi Tanah di daerah-daerah lain.

I.5. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Lokasi penelitian adalah di Desa Bejen, Kecamatan Bejen, Kabupaten Temanggung.

2. Hasil evaluasi dan analisis ditinjau berdasarkan aspek fisik (jumlah, luas dan bentuk bidang tanah), aspek institusi (Peraturan atau Undang-Undang) dan aspek ekonomi.

I.6. Tinjauan Pustaka

Prasetyo (2014), telah melakukan penelitian tentang “Evaluasi Hasil Konsolidasi Tanah di Desa Ngadirgo, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah”. Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui perubahan yang terjadi setelah adanya kegiatan Konsolidasi Tanah, dilihat dari aspek fisik berupa perubahan luas, bentuk, jumlah dan letak bidang, serta aspek ekonomi berupa perubahan nilai tanah. Perubahan pada aspek fisik ditinjau secara visual dan dari data atribut peta, sedangkan perhitungan luas dan nilai tanah sebelum dan setelah konsolidasi tanah dilakukan pada data atribut peta dengan menggunakan software ArcGIS 10 dan Microsoft Excel 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Konsolidasi Tanah di Desa Ngadirgo sudah sesuai dengan prinsip dasar Konsolidasi Tanah yaitu bidang tanah menjadi teratur dan menghadap ke jalan. Setelah Konsolidasi Tanah terdapat bidang yang mengalami kekurangan luas dan kelebihan luas. Tidak terjadi perubahan jumlah bidang pada pelaksanaan Konsolidasi Tanah ini dan seluruh bidang tanah mengalami peningkatan nilai tanah.

(4)

Kustomo (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Pembuatan Peta Kemajuan Pelaksanaan Proyek Konsolidasi Tanah Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui kemajuan pelaksanaan proyek Konsolidasi Tanah Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman sampai bulan Februari 2013. Hasil dari penelitian berupa peta kemajuan pelaksanaan Konsolidasi Tanah beserta analisis perubahannya. Peta disajikan dengan visualisasi overlay citra Google Earth. Dari peta tersebut terlihat bahwa pembuatan fasilitas umum belum terlaksana seluruhnya di lapangan dan masih berupa persawahan.

Utami (2012), telah melakukan penelitian tentang “Evaluasi Desain Konsolidasi Tanah di Dusun Kragilan dan Rogoyudan, Desa Sinduadi, Sleman”. Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui jumlah bidang tanah yang pengembalian luasnya sesuai dan tidak sesuai setelah Konsolidasi Tanah. Penelitian dilakukan dengan membandingkan peta sebelum dan peta setelah Konsolidasi Tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah Konsolidasi Tanah terdapat bidang yang mengalami kelebihan luas dan perubahan jumlah. Perubahan jumlah bidang terjadi karena adanya proses jual beli dan waris dari sebagian bidang tanah, sehingga mengakibatkan adanya perubahan kepemilikan.

Kondatana (2011), dalam penelitiannya yang berjudul “Tinjauan Peta Rencana Konsolidasi Tanah Perkotaan Berdasarkan Peta Dasar Pendaftaran Tanah di Kota Soe, Propinsi Nusa Tenggara Timur”, mengevaluasi perubahan bentuk dan luas serta perubahan penggunaan lahan di lokasi Konsolidasi Tanah perkotaan. Dari hasil penelitian diketahui adanya perbedaan antara peta sebelum Konsolidasi Tanah dan setelah Konsolidasi Tanah, yang meliputi perubahan bentuk, perubahan luas, perubahan penggunaan lahan dan tersedianya fasilitas umum.

Laksono (2011), dari hasil penelitiannya yang berjudul “Evaluasi Konsolidasi Tanah di Kelurahan Karang Pule, Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram”, dapat disimpulkan bahwa mayoritas peserta Konsolidasi Tanah merasa puas dengan hasil Konsolidasi Tanah, beberapa ketidakpuasan terjadi karena beberapa pembangunan fasilitas umum tidak sesuai dengan rencana awal. Perubahan yang diperoleh dengan adanya Konsolidasi Tanah dilihat dari aspek fisik dan ekonomi.

(5)

Sutopo (2004), dalam penelitiannya yang berjudul “Tinjauan Peta Pada Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Perkotaan di Kota Pekanbaru”, menyatakan bahwa salah satu usaha mengatasi keterbatasan lahan perkotaan adalah dengan cara Konsolidasi Tanah perkotaan. Penelitian ini melakukan tinjauan terhadap peta sebelum dan sesudah Konsolidasi Tanah dengan skala 1:1000 dan diketahui adanya perbedaan dari peta tersebut, salah satunya adalah perbedaan hitungan luas persil menggunakan Autocad dengan hasil perhitungan luas dari BPN.

Penelitian ini secara spesifik akan mengevaluasi kesesuaian proses pelaksanaan Konsolidasi Tanah di Desa Bejen terhadap Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah. Data yang digunakan diperoleh dari Kantor Pertanahan Kabupaten Temanggung dan hasil wawancara dengan Kepala Dusun Sugihwaras. Analisis hasil pelaksanaan Konsolidasi Tanah didasarkan pada aspek fisik (perubahan pada jumlah, luas dan bentuk bidang), institusi (peraturan atau undang-undang) dan ekonomi.

I.7. Landasan Teori I.7.1. Konsolidasi Tanah

I.7.1.1. Pengertian Konsolidasi Tanah. Konsolidasi Tanah adalah kebijakan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Peserta Konsolidasi Tanah adalah pemegang hak atas tanah atau penggarap tanah Negara obyek Konsolidasi Tanah. Tanah obyek Konsolidasi Tanah adalah tanah Negara non pertanian dan atau tanah hak di wilayah perkotaan atau pedesaan yang ditegaskan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk dikonsolidasi (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah).

I.7.1.2. Prinsip Konsolidasi Tanah. Prinsip Konsolidasi tanah menurut Hasni (2008) adalah sebagai berikut.

1. Kegiatan Konsolidasi Tanah membiayai dirinya sendiri.

(6)

3. Hak atas tanah sebelum dan sesudah Konsolidasi tidak berubah menjadi lebih tinggi atau lebih rendah.

4. Konsolidasi Tanah melibatkan peran serta secara aktif para pemilik tanah.

5. Tanah yang diberikan kembali kepada pemilik mempunyai nilai lebih tinggi daripada sebelum Konsolidasi Tanah.

Pengaturan bentuk-bentuk tanah yang semula terpecah-pecah dan tidak teratur menjadi bidang tanah yang teratur, baik bentuk maupun tata letaknya, dilakukan dengan cara: a. Penggeseran letak; b. Penggabungan; c. Pemecahan; d. Penukaran; e. Penataan letak; f. Penghapusan letak.

Walaupun luas tanah yang diberikan kembali kepada pemilik tanah akan berkurang luasnya daripada sebelum dikonsolidasi, namun nilainya menjadi lebih tinggi karena di wilayah letak tanah tersebut sudah tersedia fasilitas jalan dengan bentuk kapling yang teratur.

I.7.1.3. Tujuan dan sasaran Konsolidasi Tanah. Tujuan Konsolidasi Tanah adalah untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal, melalui peningkatan efisiensi dan produktifitas penggunaan tanah. Sasarannya adalah terwujudnya suatu tatanan penguasaan dan penggunaan tanah yang tertib dan teratur (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah).

I.7.1.4. Aspek Konsolidasi Tanah. Konsolidasi Tanah menurut Hasni (2008) pada hakikatnya meliputi aspek-aspek antara lain:

a. Aspek pengaturan penguasaan atas tanah, tidak saja menata dan menertibkan bentuk fisik bidang-bidang tanah, tetapi juga hubungan hukum antara pemilik dan tanahnya;

b. Aspek penyerasian pengguna tanah dengan rencana tata guna tanah/tata ruang; c. Aspek penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan jalan dan fasilitas

(7)

d. Aspek peningkatan kualitas lingkungan hidup atau konservasi sumber daya alam. I.7.1.5. Dasar hukum. Untuk memenuhi kebutuhan perkembangan pembangunan dalam rangka mengisi Rencana Tata Ruang, sementara peraturan undangan pelaksanaan sedang dalam proses persiapan, peraturan perundang-undangan yang mendasari pelaksanaan Konsolidasi Tanah adalah (Hasni, 2008): 1. Undang-Undang Pokok Agraria (UU No. 5/1960) tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria (UUPA);

2. Undang-Undang No. 56/Prp/1960 tentang Luas Tanah Pertanian;

3. PP No. 224/1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Rugi;

4. Surat Edaran Mendagri No. 590/5648/Agr tanggal 9 Desember 1985 tentang Peningkatan dan Pemantapan Pelaksanaan Konsolidasi Tanah;

5. Surat Edaran Mendagri No. 590/5468/Agr tanggal 22 Desember 1985 tentang Peningkatan dan Pemantapan Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Perkotaan;

6. Peraturan Mendagri No. 2/1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota; 7. Peraturan Kepala BPN No. 4/1991 tentang Konsolidasi Tanah.

I.7.1.6. Pelaksanaan Konsolidasi Tanah. Dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan dan sekaligus menyediakan tanah untuk pembangunan prasarana dan fasilitas umum dilaksanakan pengaturan penguasaan dan penatagunaan tanah dalam bentuk Konsolidasi Tanah di wilayah perkotaan dan di pedesaan. Kegiatan Konsolidasi Tanah meliputi penataan kembali bidang-bidang tanah termasuk hak atas tanah dan atau penggunaan tanahnya dengan dilengkapi prasarana jalan, irigasi, fasilitas lingkungan dan fasilitas penunjang lainnya yang diperlukan, dengan melibatkan partisipasi para pemilik tanah dan atau penggarap tanah. Konsolidasi Tanah dapat dilaksanakan apabila sekurang-kurangnya 85 persen dari pemilik tanah yang luas tanahnya meliputi sekurang-kurangnya 85 persen dari luas seluruh areal tanah yang akan dikonsolidasi, menyatakan persetujuannya (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah).

Dalam pelaksanaan Konsolidasi Tanah, baik di perkotaan maupun di pedesaan kebutuhan tanah untuk kepentingan prasarana umum di lokasi Konsolidasi dan biaya pelaksanaan pada prinsipnya ditanggung oleh pemilik tanah (Supriadi, 2008).

(8)

Menurut Supriadi (2008), penyelenggaraan Konsolidasi Tanah di pedesaan pada garis besarnya meliputi kegiatan-kegiatan antara lain:

1. Pemilihan lokasi objek Konsolidasi Tanah;

2. Penyuluhan kepada para pemegang hak atas tanah/yang menguasai tanah calon objek Konsolidasi Tanah;

3. Penjajakan kesepakatan;

4. Penetapan lokasi dengan Surat Keputusan bupati/walikota; 5. Identifikasi subjek dan objek;

6. Pengajuan daftar usulan rencana kegiatan Konsolidasi Tanah; 7. Seleksi calon penerima hak;

8. Pengukuran/pemetaan kapling; 9. Pengukuran/pemetaan rincian;

10. Pengukuran topografi dan pemetaan penggunaan tanah; 11. Pembuatan blok plan/pradesain tata ruang;

12. Pembuatan desain tata ruang;

13. Musyawarah rencana penataan kapling baru; 14. Pelepasan hak oleh pemilik tanah;

15. Penegasan lokasi sebagai tanah objek Konsolidasi Tanah; 16. Staking out/realokasi;

17. Konstruksi/pembentukan prasarana umum dan lain-lain; 18. Redistribusi tanah/penerbitan SK pemberian hak; 19. Sertifikat.

I.7.1.7. Sumbangan tanah untuk pembangunan. Dalam rangka pelaksanaan penataan penguasaan dan penggunaan tanah obyek Konsolidasi Tanah, para peserta menyerahkan sebagian tanahnya sebagai sumbangan tanah untuk pembangunan yang akan dipergunakan untuk pembangunan prasarana jalan dan fasilitas umum lainnya serta pembiayaan pelaksanaan Konsolidasi Tanah. Besarnya sumbangan tanah untuk pembangunan ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama peserta Konsolidasi Tanah dengan mengacu kepada Rencana Tata Ruang Daerah. Peserta yang persil tanahnya terlalu kecil sehingga tidak mungkin menyerahkan sebagian tanahnya sebagai sumbangan tanah untuk pembangunan dapat mengganti sumbangan tersebut

(9)

dengan uang atau bentuk lainnya yang disetujui bersama oleh para peserta Konsolidasi Tanah (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah). Gambaran singkat tentang pelaksanaan Konsolidasi Tanah seperti ditunjukkan pada gambar I.1 berikut.

Gambar I.1. Gambaran singkat Konsolidasi Tanah (Sumber: www.harapanrakyat.com)

Secara teoritis, besarnya STUP yang ideal adalah 40% dari luas tanah peserta Konsolidasi Tanah (sebelum dikonsolidasi) (A.P. Parlindungan 1986, dalam Sitorus 1996). Jumlah yang ideal itu diproyeksikan untuk penggunaan sebagai berikut: 25% untuk prasarana jalan dan fasilitas umum lainnya, sedangkan 15% untuk ongkos pembiayaan Konsolidasi Tanah tersebut, termasuk ongkos yang bersifat administratif. Dengan demikian, hanya tinggal 60% yang akan dikembalikan kepada pemilik tanah (setelah tanahnya dikonsolidasi) (William A. Doebele 1982, dalam Sitorus 1996).

Pada azasnya pembiayaan Konsolidasi Tanah ditanggung para peserta Konsolidasi Tanah, melalui sumbangan berupa tanah dan atau berupa uang maupun bentuk sumbangan lainnya. Sumbangan berupa tanah oleh peserta Konsolidasi Tanah dilepaskan hak atas tanahnya atau garapannya kepada Negara dihadapan Kepala

(10)

Kantor Pertanahan setempat (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah).

Tanah pengganti biaya pelaksanaan, yang merupakan bagian dari sumbangan tanah untuk pembangunan yang diperuntukkan bagi pembiayaan pelaksanaan Konsolidasi Tanah, diserahkan penggunaannya kepada peserta yang memiliki persil tanah terlalu kecil atau kepada pihak lain dengan pembayaran kompensasi berupa uang yang jumlahnya disetujui oleh para peserta Konsolidasi Tanah. Penyerahan penggunaannya dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat dengan menerbitkan Surat Ijin Menggunakan Tanah (SIMT) yang selanjutnya menjadi dasar pemberian hak atas tanah kepada yang bersangkutan (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah).

I.7.1.8. Penyelesaian hak atas tanah. Untuk dapat dilaksanakan pengaturan penguasaan tanah dalam bentuk-bentuk bidang tanah yang teratur, maka para peserta Konsolidasi Tanah melepaskan hak atas tanahnya untuk selanjutnya ditetapkan sebagai obyek Konsolidasi Tanah oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional atas usul Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah).

Hak atas tanah obyek Konsolidasi Tanah diberikan kepada para peserta Konsolidasi Tanah sesuai dengan rencana penataan kapling yang disetujui oleh para peserta Konsolidasi Tanah. Pemberian hak atas tanah dilaksanakan secara kolektif sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah).

I.7.1.9. Keuntungan dan kelemahan Konsolidasi Tanah. Jayadinata (1999) mengemukakan bahwa Konsolidasi Tanah dapat memberikan beberapa keuntungan dan kelemahan tertentu bagi penduduknya. Keuntungan yang paling menonjol adalah terciptanya lingkungan yang teratur.

1. Yang mendapat keuntungan dari Konsolidasi Tanah ialah:

a. Pemilik tanah asal, yang mendapat keuntungan karena Konsolidasi Tanah dan pengaturan pemetakan kembali dapat meningkatkan harga tanah;

(11)

b. Pemerintah setempat, yang mendapat kontribusi dari sejumlah pemilik tanah untuk biaya kegiatan Konsolidasi Tanah, dalam bentuk tanah atau dalam bentuk uang. Disamping itu terdapat juga peningkatan pajak;

c. Masyarakat umum, terutama perusahaan tanah dan bangunan mendapat kesempatan kerja. Masyarakat yang berpendapatan rendah mendapat untung jika diselenggarakan pembangunan rumah secara sosial (rumah murah).

2. Dalam Konsolidasi Tanah terdapat juga beberapa kelemahan seperti: a. Sukarnya mencari tanah bagi penggantian;

b. Dalam penjualan tanah secara bertahap yang diwajibkan, terdapat kesukaran dalam menentukan harga tanah untuk menyaring pembeli tanah dalam penjualan kepada umum;

c. Kawasan Konsolidasi Tanah harus dipilih sehingga bagi pemukiman dapat dijamin penyediaan minimal bagi prasarana sosial ekonomi, dan luas kawasan proyek harus memungkinkan perkembangan yang sempurna dalam beberapa tahun saja;

d. Sebaiknya hal itu mula-mula dicoba di wilayah pinggiran, karena harga tanah tidak banyak berbeda. Di pusat kota atau di bagian kota yang rusak, Konsolidasi Tanah hanya dapat dilakukan oleh pemerintah setempat yang telah mempunyai pengalaman.

I.7.2. Analisis Data

Dalam penelitian, setelah peneliti selesai mengumpulkan data yang diperlukan maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Proses analisis data melewati tahap pengolahan data terlebih dahulu. Data yang diperoleh, baik itu data kuantitatif maupun kualitatif biasanya masih dalam kondisi tidak beraturan sehingga perlu dikelompokkan dalam tahap pengolahan data. Pada dasarnya penelitian merupakan proses transformasi data ke dalam proses pemahaman lebih lanjut melalui beragam teknik analisis data. Analisis data merupakan tahapan penting dimana data yang telah dikumpulkan bertransformasi, dari tulisan-tulisan, baik berupa transkrip wawancara atau catatan-catatan pengamatan, menjadi data yang mengandung interpretasi dan pemahaman peneliti serta keterkaitan dengan teori dan substansi topik penelitian. Teknik menganalisis data yang dapat digunakan dalam penelitian ini

(12)

bergantung pada data yang diperolehnya. Jika data yang diperoleh merupakan data yang berupa angka maka digunakanlah analisis kuantitatif, namun jika data yang diperoleh berupa kata-kata maka digunakanlah analisis kualitatif. Dalam menganalisis data ini peneliti haruslah cermat dalam memilah-milah data sehingga nantinya kesimpulan yang dibuat akan valid dan sesuai dengan data yang telah diperoleh (Perwira, 2012).

I.7.2.1. Analisis kualitatif. Analisis dilakukan pada data yang bersifat deskriptif, maksudnya data dapat berupa gejala-gejala yang dikategorikan ataupun dalam bentuk lainnya, seperti foto, dokumen, artefak dan catatan-catatan lapangan pada saat penelitian dilakukan (Sarwono, 2006).

Sarwono (2006) menjelaskan bahwa analisis kualitatif bersifat induktif dan berkelanjutan yang tujuan akhirnya menghasilkan pengertian-pengertian, konsep-konsep dan pembangunan suatu teori baru, contoh dari model analisis kualitatif ialah analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial, analisis tema kultural dan analisis komparasi konstan (grounded theory research).

I.7.2.2. Analisis kuantitatif. Analisis dilakukan pada data yang bersifat kuantitatif/angka-angka statistik ataupun koding-koding yang dapat dikuantifikasi. Data tersebut berupa variabel-variabel dan operasionalisasinya dengan skala ukuran tertentu, misalnya skala nominal, ordinal, interval dan ratio (Sarwono, 2006).

Analisis kuantitatif bersifat deduktif, uji empiris teori yang dipakai dan dilakukan setelah selesai pengumpulan data secara tuntas dengan menggunakan sarana statistik, seperti korelasi, uji t, analisis varian dan covarian, analisis faktor, regresi linear, dan lain sebagainya (Sarwono, 2006).

I.7.3. Evaluasi

Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran. Evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, selanjutnya menyajikan informasi dalam rangka

(13)

pengambilan keputusan terhadap implementasi dan efektifitas suatu program (Sari, 2010).

Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan. Hubungan antara pengukuran dan penilaian saling berkaitan. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran atau kriteria tertentu (meter, kilogram, takaran dan sebagainya). Pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu yang mengandung arti, mengambil keputusan terhadap sesuatu yang berdasarkan pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit dan sebagainya. Penilaian bersifat kualitatif. Secara garis besar, evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut (Sari, 2010).

Wirawan (2012) membedakan jenis evaluasi menurut objeknya dan menurut fokusnya. 1. Menurut Objeknya a. Evaluasi Kebijakan b. Evaluasi Program c. Evaluasi Proyek d. Evaluasi Material

e. Evaluasi Sumber Daya Manusia 2. Menurut Fokusnya

a. Asesmen Kebutuhan b. Evaluasi Proses c. Evaluasi Keluaran d. Evaluasi Efisiensi

Evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah evaluasi proses. Evaluasi proses bertujuan untuk melihat proses pelaksanaan, baik mengenai kelancaran proses, kesesuaian dengan rencana, faktor pendukung dan faktor penghambat yang muncul dalam proses pelaksanaan dan sejenisnya. Dalam penelitian ini yang dievaluasi adalah kesesuaian proses pelaksanaan Konsolidasi Tanah di Desa Bejen dengan peraturan atau teori Konsolidasi Tanah menurut peraturan yang berlaku.

Gambar

Gambar I.1. Gambaran singkat Konsolidasi Tanah  (Sumber: www.harapanrakyat.com)

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan hal tersebut diatas dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah dengan titik berat pada

Para Pihak harus m enjamin perlindungan yang mencukupi dan efis ien atas hak kekayaan intelektual yang dihasilkan dar i Pengaturan ini, sesua i dengan hukum dan

Yang menjadi prioritas penyebab masalah yang ada dalam pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Cimanggis pada periode

Dengan keadaan dimana bukti pengeluaran barang dari gudang dan bukti permintaan dari konsumen yang hanya dikeluarkan oleh 1 orang pegawai pada perusahaan tersebut

UNSUR-UNSUR TEKNIK VOCAL : 1. Artikulasi, adalah cara pengucapan kata demi kata yang baik dan jelas. 2. Pernafasan adalah usaha untuk menghirup udara sebanyak-banyaknya, kemudian

Big Data adalah data dengan ciri berukuran sangat besar, sangat variatif, sangat cepat pertumbuhannya dan mungkin tidak terstruktur yang perlu diolah khusus dengan

Dan dari wawancara yang peneliti lakukan dengan guru mata pelajaran Fiqih kelas VII yaitu bapak Anwarul Fajri, S.Pd.I., beliau mengatakan bahwa di MTs Satu Atap

Ratna Setyaningsih, M.Si, selaku Kepala Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin