• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN DBD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN DBD"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PROGRAM

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN DEMAM

BERDARAH DENGUE

UPT PUSKESMAS KECAMATAN CIMANGGIS DEPOK

PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011

Disusun Oleh : Yesi Nur Widyastuti

121.0221.015

Pembimbing : dr. Ferdiana Yunita

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UPN ‘VETERAN’ JAKARTA

(2)

i

LEMBAR PERSETUJUAN

Telah diperiksa dan disetujui laporan evaluasi program berjudul

“EVALUASI PROGRAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN DEMAM BERDARAH DENGUE UPT PUSKESMAS KECAMATAN

CIMANGGIS DEPOK PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011 “

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik lmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran“Jakarta

Menyetujui, Pembimbing

(dr. Ferdiana Yunita)

Penguji I Penguji II

(dr. Maria Selvester Thadeus, M.Biomed) (Nurfitri Bustamam, SSi, M.Kes, M.PdKed.)

Ka.Dep IKK/IKM FKUPN Jakarta

(dr. Sri Wahyuningsih)

Ditetapkan di : Jakarta

(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah evaluasi program yang berjudul : “Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Kecamatan Cimanggis Periode Januari-Desember 2011”.

Salah satu kegiatan kepaniteraan mahasiswa di bagian Ilmu Kedokteran Komunitas adalah menilai suatu program di Puskesmas dengan menggunakan pendekatan sistem. Dengan demikian mahasiswa dapat memahami konsep tentang pendekatan sistem, menilai serta menggunakannya untuk menyelesaikan suatu program dari Puskesmas.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Ferdiana Yunita selaku pembimbing dalam penulisan evaluasi program ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

2. dr. Hendrik Alamsyah sebagai Kepala Puskesmas Kecamatan Cimanggis. 3. dr. Eni Ernawati selaku pembimbing di Puskesmas Kecamatan Cimanggis. 4. Keluarga dan teman-teman yang turut memberikan saran dan kritik dalam

pembuatan laporan ini.

Penulis merasa masih banyak kekurangan dalam pembuatan laporan evaluasi program kerja Puskesmas ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi tercapainya kesempurnaan dari penulisan ini.

Mudah-mudahan laporan evaluasi program Puskesmas tentang Pencegahan dan Pemberantasan Deman Berdarah Dengue ini dapat memberikan masukan yang berharga bagi yang membacanya, khususnya dalam bidang Ilmu Kedokteran Komunitas.

Depok, Desember 2012

(4)

iii DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

KATA PENGANTAR ………... ... ii

DAFTAR ISI ……….. ... iii

DAFTAR TABEL ……….………... ... vi ABSTRAK ... ... vii ABSTRACT ……… ... 1 BAB I. PENDAHULUAN ………..……… ... 1 1.1 Latar belakang ……….…………. ... 1 1.2 Masalah ………..………… ... 3 1.3 Tujuan ………..……….. ... 3 1.3.1.1 Tujuan Umum ……….………... ... 3 1.3.1.2 Tujuan Khusus ……….……….. ... 4 1.4 Manfaat …..……… ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……..……….……… ... 5

2.1. Program Pencegahan dan Pemberantasan DBD …..…….……... ... 5

2.1.1 Definisi ………...….. ... 5

2.1.2 Etiologi ………..……….…….. ... 5

2.1.3. Epidemiologi ………...… ... 5

2.1.4. Vektor ………...… ... 6

2.1.5. Faktor Risisko ………..…....… ... 7

2.1.6. Tanda Dan Gejala Klinis DBD ….……….. ... 7

2.1.7. Kriteria Diagnosis ... 9

2.1.7. Tatalaksana ……….. ... 10

2.2 Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular …. ... 10

2.2.1.Tujuan…………. ………... ... 10 2.2.2. Kegiatan …………. ……….……. ... 11 2.2.3. Penyuluhan ………. ………... ... 12 2.2.4. Kemitraan ………..………..…..……. ... 14 2.2.5. Fogging………. ………..………... ... 13 2.2.6. PSN………. ………..……….. ... 14 2.2.7. SDM……… …...……... ... 17 2.3 Sistem ... ... 18 2.3.1 Pengertian sistem ... ... 18 2.3.2 Unsur Sistem ... 18 2.3.3 Pendekatan Sistem ... ... 20 2.4 Evaluasi program ... ... 21

BAB III. METODE EVALUASI ……….………….….... ... 23

3.1. Tolok Ukur Penilaian ……….……...……... 23

3.2. Bahan Kerja ……….………….……. ... 24

(5)

iv 3.2.2. Pengolahan Data ………....………..…... 24 3.2.3. Penyajian Data ………...…………... ... 24 3.2.4. Lokasi ……….……….... ... 24 3.2.5. Waktu ... ... 24 3.3. Cara Analisis ... 24 3.3.1. Menetapkan Masalah ... ... 24

3.3.2. Menetapkan Prioritas Masalah ... ... 24

3.3.3. Penentuan Penyebab Masalah ... ... 25

3.3.4. Kerangka Konsep ... ... 25

3.3.5. Identifikasi Penyebab Masalah ... ... 26

3.3.6. Alternatif Pemecahan Masalah dan Prioritas ... ... 28

3.3.6.1. Alternatif Pemecahan Masalah………... ... 28

3.3.6.2. Prioritas Cara Pemecahan Masalah ………... ... 28

BAB IV. PENYAJIAN DATA …..………. ... 30

4.1. Gambaran Umum Wilayah Puskesmas Cimanggis ... ... 30

4.1.1. Kondisi Geografi ... ... 30

4.1.2. Kondisi Demografi ……….……….. ... 31

4.2. Gambaran Umum Puskesmas Cimanggis ... 33

4.2.1. Struktur Organisasi dan Tata Kerja ... ... 33

4.2.1.1. Struktur Organisasi ... ... 35

4.2.1.2. Tata Kerja ... ... 35

4.2.2. Sumber Daya Kesehatan ... ... 36

4.2.2.1. Sumber Daya Manusia (Ketenagaan) ... 36

4.2.2.2. Sarana Kesehatan dan Prasarana Penunjang ... ... 37

4.3. Data Khusus ... 42

BAB V. HASIL EVALUASI ... 44

5.1. Penetapan Masalah ... 44

5.2. Pemilihan Prioritas Masalah ... 45

5.3 Kerangka Konsep ... 49

5.4. Identifikasi Penyebab Masalah ... ... 50

5.5. Penetapan Prioritas Penyebab Masalah ... 55

5.6. Alternatif Pemecahan Masalah ... 56

5.7. Penentuan Prioritas Jalan Keluar ... 57

5.8. Rancangan Pemecahan Masalah / Plan of Action ... 59

BAB VI. PENUTUP ... 62

6.1. Kesimpulan ... 62

6.2. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(6)

v DAFTAR TABEL DAN BAGAN

Tabel 3.1 Tolok ukur keluaran ... 23

Tabel 3.2 Tolok ukur pada komponen masukan ... 25

Tabel 3.3 Tolok ukur pada komponen proses ... 27

Tabel 3.4 Tolok ukur pada komponen lingkungan dan umpan balik ... 27

Tabel 4.1 Situasi Geografi di Wilayah Puskesmas Cimanggis Tahun 2011 ... 31

Tabel 4.2 Tabel Wilayah Kerja Puskesmas DTP Cimanggis ... 31

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk di Puskesmas DTP Cimanggis Tahun 2011 ... 31

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 33

Tabel 4.6 Keadaan Tenaga di Puskesmas DTP Cimanggis Tahun 2011 ... 36

Tabel 4.7 Kendaraan roda empat di Puskesmas Cimanggis Tahun 2011 ... 37

Tabel 4.8 Kendaraan roda dua di Puskesmas Cimanggis ... 37

Tabel 4.9 Sarana Kesehatan di Wilayah Puskesmas Cimanggis Tahun 2011 .. 39

Tabel 4.10 Kejadian Kasus Penyakit DBD di Kecamatan Cimanggis ... 42

Tabel 5.1 Masalah Keluaran ... 45

Tabel 5.2 Matriks penetapan prioritas masalah ... 46

Tabel 5.3 Perbandingan Tolok Ukur Unsur Masukan dan Pencapaian ... 51

Tabel 5.4 Penetapan Prioritas Penyebab Masalah ... 55

Tabel 5.5 Penentuan Prioritas Jalan Keluar ... 58

Bagan 5.1 Kerangka Konsep ... 50

Gambar 2.1 Skema Pendekatan Sistem ... 19

Gambar 4.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas DTP Cimanggis ... 30

(7)

vi

ABSTRAK

YESI NUR WIDYASTUTI. 2012. Evaluasi Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Kecamatan Cimanggis Periode Januari-Desember 2011. Dibimbing oleh dr. Ferdiana Yunita.

Demam Berdarah Dengue (DBD) sering menimbulkan wabah dan menyebabkan banyak kematian. Angka insiden setiap tahun cenderung meningkat dan diperkirakan dalam 5 sampai 20 tahun mendatang dapat timbul epidemik DBD di Indonesia. Depok merupakan salah satu daerah dengan angka insiden DBD tinggi sehingga DBD adalah salah satu prioritas masalah dan penyakit infeksi yang penting. Dengan melaksanakan program Puskesmas yaitu program Penanggulangan DBD dapat mengatasi masalah angka kesakitan DBD yang tinggi di Jawa Barat yaitu 23.951. Tujuan dari evaluasi program adalah untuk mengetahui masalah kemungkinan penyebab masalah, serta alternatif pemecahan masalah pada pelaksanaan program pencegahan pemberantasan penyakit DBD di Puskesmas Kecamatan Cimanggis periode tahun 2011. Metode yang digunakan adalah Problem Solving Cycle dengan cara menentukan tolok ukur dari unsur keluaran sistem, pengumpulan data, analisis masalah dengan membandingkan antara pencapaian keluaran dan tolak ukur keluaran, menentukan prioritas masalah, membuat kerangka konsep, mengidentifikasi penyebab masalah dan membuat alternatif pemecahan masalah. Hasil yang ditentukan bahwa prioritas masalah adalah tingginya angka kesakitan 57 per 100.000 penduduk, yang disebabkan oleh adanya beberapa penyebab masalah dari unsur masukan, proses dan lingkungan. Alternatif pemecahan masalah yang dipilih adalah mensosialisasikan tentang DBD dan PSN melalui penyuluhan kepada masyarakat. Kata Kunci : Demam Berdarah Dengue, Pencegahan dan Pemberantasan

(8)

vii

ABSTRACT

YESI NURWIDIYASTUTI. 2012. Evaluation Report on DHF Prevention and Eradication Program at the Community Health Center of Cimanggis in the period of January-December 2011. Supervised by dr.Ferdiana Yunita..

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) often causes outbreaks and many deaths. Yearly incidence rate also tens to increase and it is estimated in 5 to 20 years there will be an epidemic of DHF in Indonesia. Depok remains as the area with the high incidence rate, thus DHF is the one of the priority problem and one of important infectious disease. In solving this problem, the government runs the DHF Prevention Program conducting by the Community Health Center of Cimanggis. The objective is to discover the problem, the cause of the problem, and the alternative solution of the problem in the DHF Prevention Program in the Community Health Center of Cimanggis in the period of January-December 2011. Method use is problem solving cycle by determining the standard of the system output, collecting data, analyzed data by comparing the program output with the system output standard, determining the priority problem, constituting conceptual diagram, identifying the causes, and making problem solving alternatives. As the result, based on conceptual diagram and analyzing problems with systemic approach, the priority problem the morbidity rate of DHF 57/100.000 population, which is caused by few problems from dari input, process and invironment. The Problem solving alternative chosen is to make education about DHF Prevention and Eradication Program.

Keywords : DHF, DHF Prevention and Eradication Program, Community Health Center, Program Evaluation

(9)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah umum kesehatan masyarakat di Indonesia, sejak tahun 1986 jumlah kasusnya cenderung meningkat dan penyebarannya bertambah luas. Keadaan ini erat kaitannya dengan peningkatan mobilitas penduduk sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi serta tersebar luasnya virus Dengue dan nyamuk penularnya di berbagai wilayah Indonesia (Depkes RI, 2005). Penyakit ini termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, maka sesuai Undang-Undang No.4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, setiap penderita termasuk tersangka DBD harus segera dilaporkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 24 jam oleh unit pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, poliklinik, balai pengobatan, dokter praktik swasta, dan lain-lain) (Depkes RI, 2005).

Demam berdarah dengue (DBD) ditandai dengan demam mendadak, perdarahan di kulit maupun di bagian tubuh lainnya, dapat menimbulkan syok atau renjatan, dan kematian. Penyakit ini telah menimbulkan berbagai keresahan warga karena kasus DBD meningkat setiap tahunnya. DBD disebabkan oleh virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yang hidup di tempat-tempat yang terdapat genangan air yang tidak beralaskan tanah, serta tempat sampah rumah tangga termasuk ban bekas, kaleng bekas, bekas wadah air mineral dan tatakan vas bunga. Selain merugikan bagi kesehatan, DBD dapat mengakibatkan kerugian secara finansial dikarenakan besarnya biaya pengobatan yang harus dikeluarkan untuk kesembuhan dari penyakit tersebut (Depkes RI, 2007).

World Health Organization (WHO) mengestimasi 50 juta orang terinfeksi penyakit demam berdarah setiap tahunnya. DBD mempunyai kecenderungan kasusnya yang mudah meningkat dan meluas. Selain itu penyebaran DBD sulit dikendalikan dan belum ada obatnya. Distribusi geografi secara potensial telah menyebabkan perluasan tempat perkembangan vektor. Hal tersebut dipengaruhi oleh ledakan pertumbuhan penduduk yang cepat dan pengaruh iklim. Saat ini

(10)

2 diperkirakan terdapat 100 negara yang berstatus endemi DBD dan 40% populasi dunia berisiko karena tinggal di wilayah tropis (2,5 milyar orang) (WHO, 2009).

Di Indonesis penyakit ini selalu meningkat pada setiap awal musim hujan dan menimbulkan kejadian luar biasa di beberapa wilayah. Penyakit tersebut juga menimbulkan wabah lima tahunan di Indonesia, dimana wabah lima tahunan terakhir terjadi tahun 2003/2004. Pada tahun 2007 di Indonesia dilaporkan 137.469 kasus demam berdarah. Case Fatality Rate (CFR) penyakit ini di Negara berkembang berkisar antara 1-2,5%. Dengan demikian setiap 100 kasus demam berdarah akan didapatkan 1-3 orang meninggal dunia karena penyakit tersebut (Depkes RI, 2007).

Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, namun konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut-turut dilaporkan di Bandung dan Yogyakarta (1972). Pada tahun 1994 DBD telah menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Saat ini DBD sudah bersifat endemis di banyak kota besar (Hadinegoro, 2004).

Berdasarkan data serangan DBD dalam beberapa tahun terakhir di Jawa Barat, jumlah penduduk yang terjangkit DBD masih cukup tinggi. Tahun 2009 serangan DBD di Jawa Barat mencapai 23.209 kasus, diamana 231 orang meninggal dunia. Tahun 2010 kasus Jawa Barat mencapai 23.951 dengan pasien meninggal 166 kasus, dapat dilihat bahwa kasus DBD terus meningkat setiap tahunnya (Dinkes Jabar, 2011).

Berdasarkan status endemisitas DBD, dari 63 kelurahan di Kota Depok, setiap tahun jumlah kelurahan yang berstatus endemis semakin bertambah. Pada tahun 2008 teridentifikasi 50 kelurahan endemis, lalu meningkat menjadi 51 kelurahan di tahun 2009. Tahun 2010 sudah tidak ada wilayah yang bebas dari kejadian DBD (Dinkes Depok, 2011).

Untuk mengatasi masalah DBD di Indonesia, sejak tahun 2004 Departemen Kesehatan telah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk melaksanakan program nasional penanggulangan demam berdarah. Program tersebut meliputi surveilans epidemiologi/sistem kewaspadaan dini dan penanggulangan KLB, penyuluhan,

(11)

3 pemberantasan jentik berkala, larvasidasi dan survei vektor. Selain itu juga dilakukan kerjasama lintas program melalui Pokjanal DBD dan bulan bakti gerakan 3M, pengobatan/tata laksana kasus termasuk pelatihan dokter serta pengadaan sarana untuk buffer stock KLB DBD (Depkes, 2005).

Studi kualitatif yang dilakukan Tri Krianto di Depok (2007) memberikan hasil bahwa a) pengetahuan masyarakat tentang penyebab DBD dan mekanisme penularan virus dengue masih rendah, b) belum semua anggota masyarakat menganggap bahwa DBD adalah penyakit yang serius, c) PSN 3M bukan tindakan utama masyarakat dalam mencegah DBD, d) upaya pendidikan pencegahan dan penanggulangan DBD belum optimal, e) kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya masih rendah.

Berdasarkan hal tersebut, saya mengambil Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah untuk dilakukan evaluasi agar program ini dapat berjalan lebih baik lagi di tahun yang akan datang.

1.2. Masalah

Apakah Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular di Puskesmas Kecamatan Cimanggis Periode Januari-Desember 2011 masih belum dapat diketahui?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pelaksanaan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular di Puskesmas Kecamatan Cimanggis Periode Januari-Desember 2011

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya masalah yang ada dalam pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Kecamatan Cimanggis pada periode Januari-Desember 2011.

2. Diketahuinya prioritas masalah pada Program pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Kecamatan Cimanggis.

(12)

4 3. Diketahuinya kemungkinan penyebab masalah yang ada dalam pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Cimanggis pada periode Januari-Desember 2011.

4. Diketahuinya alternatif pemecahan masalah bagi pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Cimanggis pada periode Januari-Desember 2011.

1.4. Manfaat

1.4.1. Bagi Puskesmas

1. Mendapat masukan mengenai masalah yang terdapat pada pelaksanaan program Puskesmas,khususnya program pencegahan dan pemberantasan penyakit demam berdarah.

2. Mendapat masukan mengenai alternatif penyelesaian masalah pelaksanaan program Puskesmas untuk perbaikan program sehingga penularan penyakit demam berdarah dapat dicegah dan dikurangi.

1.4.3. Bagi Mahasiswa

1. Dapat menerapkan ilmu dan pengalaman belajar yang dimiliki untuk melakukan eveluasi program di puskesmas.

2. Dapat mengetahui masalah yang terjadi pada pelaksanaan program di Puskesmas dan membuat alternatif penyelesaiannya.

3. Dapat menentukan prioritas terhadap masalah yang ditemukan dalam melakukan evaluasi program.

4. Dapat memberikan saran-saran untuk perbaikan program Puskesmas. 1.4.4 Bagi Universitas

Merealisasikan tridarma perguruan tinggi dalam melaksanakan fungsi dan tugasknya sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

(13)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1 Definisi

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. DBD adalah penyakit yang dapat menyerang orang dewasa dan anak-anak yang ditandai dengan demam yang mendadak serta timbulnya gejala klinis yang tidak khas. Terdapat kecenderungan diathesis hemoragic dan risiko terjadinya syok yang dapat berakibatkan kematian (Depkes, 2005).

2.1.2 Etiologi

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue. Virus Dengue Virus dengue termasuk dalam group B Artropod borne viruse (arboviruses) yaitu virus yang ditularkan melalui serangga. Terdapat 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe akan menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang bersangkutan, namun tidak dapat memberikan proteksi silang terhadap serotipe yang lain. DBD terjadi bila beberapa virus ditularkan secara serentak. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam menemukan vaksin terhadap virus dengue. Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, tetapi yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga, dimana virus dengue 3 mempunyai derajat virulensi yang tinggi (Suhendro, 2006).

2.1.3 Epidemiologi

Secara epidemiologi DBD banyak ditemukan di daerah tropis, dimana suhu yang hangat, adanya penyimpanan air untuk keperluan sehari-hari dan sanitasi yang kurang baik menyebabkan terdapatnya populasi Aedes Aegypti yang permanen. Di Indonesia penyakit DBD ditemukan pertama di Surabaya pada tahun 1968. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah hingga tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi

(14)

6 Kejadian Luar Biasa (KLB) setiap tahun, dimana jumlah penderita meningkat lebih dari dua kali pada periode yang sama (Depkes, 2005).

KLB DBD terbesar terjadi tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003). Sejak Januari sampai 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang. (CFR=1,53%), sehingga pada 16 Februari 2004 demam berdarah dinyatakan sebagai kejadian luar biasa nasional (Depkes RI, 2004).

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk (PSN), terdapatnya vektor hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (Depkes, 2005).

2.1.4.Vektor

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti/Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya yang berasal dari penderita demam berdarah yang lain. Virus dalam tubuh nyamuk juga dapat diturunkan secara transovarial yaitu jika induk nyamuk telah terinfeksi virus maka generasi selanjutnya akan membawa virus pula (Ditjen P2M & PL Depkes RI, 2004).

Nyamuk Aedes Aegypti bertelur dalam air yang jernih dan tenang di lingkungan perumahan, pabrik maupun industri. Tempat bertelur dapat ditemukan di dalam rumah (bak mandi, tempat penyimpanan air, bak cuci kaki, tempat minum burung, vas bunga dan lain-lain) maupun di luar rumah (ban bekas, botol/gelas minuman dan lain-lain yang dapat menampung air di musim hujan). Habitat jentik yang alami sering ditemukan di lubang pohon, bekas potongan bambu, ketiak daun dan tempurung kelapa. Keadaan ini menyebabkan populasi nyamuk meningkat pada musim hujan (Ditjen P2M & PL Depkes RI, 2004).

(15)

7 Telur diletakkan satu persatu pada permukaan lembab tepat diatas batas air. Setelah perkembangan embrio sempurna dalam 24 jam, telur menetas saat tergenang air. Namun tidak semua telur menetas pada saat yang bersamaan. Telur mampu bertahan dalam keadaan kering dalam waktu yang lama (lebih dari satu tahun) dan akan menetas saat tergenang air. Kemampuan telur ini membantu kemampuan spesies selama kondisi iklim yang tidak menguntungkan (Ditjen P2M & PL Depkes RI, 2004).

Jarak terbang Aedes Aegypti yang mencapai 40 - 100 meter, memungkinkan penularan antar rumah yang jaraknya berdekatan. Disamping itu sifat Aedes Aegypti betina yang mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters), yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat semakin memudahkan proses penularan (Suhendro, 2006).

2.1.5. Faktor Risiko

Secara garis besar kejadian DBD dipengaruhi oleh faktor individu (host), virus (agent) yang dibawa oleh nyamuk dan epidemiologi. Faktor individu meliputi umur, jenis kelamin, ras, status gizi, adanya infeksi lain dan respon penderita terhadap virus. Dari aspek epidemiologi DBD dipengaruhi oleh banyaknya orang yang rentan terhadap DBD, kepadatan vektor, sirkulasi virus dan endemisitas wilayah. Sedang faktor agen meliputi keganasan (virulence) dan jenis virus (serotype) (Widia, 2009).

2.1.6. Tanda dan Gejala Demam Berdarah Dengue (DBD) a. Demam

Penyakit DBD ditandai dengan demam tinggi secara mendadak disertai facial flushing dan sakit kepala. Demam ini berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari kemudian turun secara cepat. Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40oC dan dapat dijumpai kejang demam. Pasien kehilangan nafsu makan, muntah, nyeri epigastrium, nyeri perut di daerah lengkung iga sebelah kanan. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD, oleh karena fase tersebut dapat merupakan awal penyembuhan tetapi dapat pula sebagai awal fase syok.

(16)

8 b. Tanda-tanda perdarahan

Penyebab perdarahan pada pasien demam berdarah adalah vaskulopati, trombosipunio gangguan fungsi trombosit serta koasulasi intravasculer yang menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti retekia, purpura, ekimosis dan perdarahan conjuctiva. Retekia merupakan tanda perdarahan yang sering ditemukan. Muncul pada hari pertama demam tetepai dapat pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaxis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis.

c. Hepatomegali

Pada umumnya dapat ditemukan pada awal penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah lengkung iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati, harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan pada sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah hati tampak jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan.

d. Syok

Pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara hari sakit ke-3 sampai 7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan lembap terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba. Walaupun pada beberapa pasien tampak sangat lemah, pada saat akan terjadi syok, pasien sangat gelisah. Sesaat sebelum syok sering kali pasien mengeluh nyeri perut. Syok ditandai dengan denyut nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang), jadi untuk menilai tekanan nadi perhatikan tekanan sistolik dan diastolik, misalnya 100/90 mmHg berarti tekanan nadi 10 mmHg atau hipotensi (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang), kulit dingin dan lembab. Syok harus bisa segera ditangani, apabila tidak, akan

(17)

9 terjadi asidosis metabolik, perdarahan saluran cerna hebat atau perdarahan lain, yang berprognosis buruk.

e. Trombositopeni

Penurunan jumlah trombosit menjadi < 100.000/mm3 atau < 1-2 trombosit / lapangan pandang dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10 lpb, pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah htrombosit < 100.000/mm3 biasanya ditemukan antara hari sakit ke-3 sampai hari sakit ke-7. Pemeriksaan trombosit perlu di ulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun. Pemeriksaan dilakukan pada saat pasien diduga menderita DBD, bila normal maka diulang pada hari sakit ke-3 tetapi bila perlu diulang setiap hari sampai suhu turun.

f. Hemokonsentrasi / kadar hematokrit

Peningkatan nilai hematokrit (Ht) atau hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pememeriksaan Ht secara berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan Ht. Hemokonsentrasi dengan peningkatan Ht 20% atau lebih (misalnya dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Nilai Ht dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan (WHO, 2009).

2.1.6. Kriteria Diagnosis DBD

Diagnosis demam berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO terdiri dari kriteria klinis dan laboratories. Kriteria klinis antara lain :

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus-menerus selama 2 sampai 7 hari,

b. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan/atau melena,

(18)

10 d. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,

hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembap dan pasien tampak gelisah. Kriteria laboratoris adalah :

a. Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang);

b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih menurut standar umur dan jenis kelamin;

Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. WHO juga memberikan pedoman untuk membantu menegakkan derajat beratnya penyakit, yaitu :

1. Derajat I : demam dengan uji bendung atau Rumpel leede (+); 2. Derajat II : derajat I ditambah perdarahan spontan;

3. Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi ≤ 20 mmHg hipotensi, akral dingin;

4. Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur (WHO, 2009)

2.1.7. Pengobatan

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara: a. Penggantian cairan tubuh.

b. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter –2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu).

c. Gastroenteritis oral solution/kristal diare yaitu garam elektrolit (oralit), kalau perlu 1 sendok makan setiap 3-5 menit.

d. Dilakukan dengan pengobatan terhadap tingkat gejala yang timbul, sehingga dapat dikurangi, sebab masih belum adanya vaksin yang dapat menyembuhkan demam berdarah secara langsung (WHO, 2009).

2.2. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD 2.2.1. Tujuan

Menurut pedoman pemberantasan DBD dari direktorat jenderal pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan pemukiman (Dirjen P2M-PLP), program pemberantasan penyakit DBD memiliki tujuan :

(19)

11 1. Tujuan Umum

Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap masysarakat agar terhindar dari peyakit DBD melalui terciptanya masysarakat yang hidup dari perilaku dan lingkungan yang sehat dan terbebas dari penyakit DBD serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata.

2. Tujuan Khusus

a. Menurunkan angka insiden kasus DBD menjadi 20/100.000 penduduk di daerah endemis dan 5/100.000 penduduk secara nasional sampai tahun 2010.

b. Tercapainya angka bebas jentik (ABJ) > 95% c. Menurunkan angka kematian DBD < 1% d. Daerah KLB < 5%

2.2.2. Kegiatan

Kegiatan program pemberantasan penyakit DBD meliputi: 1. Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dan pelaporan adalah satu elemen yang sangat penting dalam sistem penanggulangan DBD yang telah dilaksanakan. Kegiatan ini bertujuan untuk mencatat, menilai dan melaporkan hasil kegiatan penanggulangan DBD yang telah dicapai. Pencatatan dan pelaporan dibakukan berdasarkan klasifikasi dan tipe penderita. Semua unit pelaksana harus melakukan sistem dan pencatatan yang baku. Pencatatan dan pelaporan dilakukan berjenjang dalam kurun waktu secara harian, bulanan, triwulan, semester dan tahunan.

2. Penyelidikan epidemiologi (PE)

Penyelidikan Epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita panas atau yang 1 minggu yang lalu menderita panas dan pemeriksaan jentik di rumah kasus DBD dan rumah sekitarnya dalam radius 100 m atau lebih kurang 20 rumah, serta di sekolah jika kasus DBD adalah anak sekolah. Hasil penyelidikan epidemiologi ada 2 yaitu PE (+) atau PE (-) digunakan untuk menentukan penanggulangan kasus.

Penyelidikan epidemiologi positif yaitu ditemukan 3 atau lebih kasus demam tanpa sebab yang jelas dan atau ditemukan 1 kasus yang meninggal

(20)

12 karena sakit DBD dalam radius 100 m atau lebih kurang 20 rumah di sekitarnya, sedangkan PE negatif adalah kecuali tersebut pada PE positif. Tujuan penyelidikan epidemiologi adalah untuk mengetahui ada/tidaknya kasus DBD tambahan dan luasnya penyebaran serta mengetahui kemungkinan terjadinya penyebarluasan penyebaran penyakit DBD lebih lanjut di lokasi tersebut.

Penyelidikan epidemiologi dilakukan oleh petugas Puskesmas yang telah dilatih meliputi pencarian kasus tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik Aedes Aegypti. Kegiatan ini segera dilaksanakan setelah menerima laporan kasus dalam waktu maksimal 3x24 jam. Hasilnya kemudian dicatat pada form PE untuk digunakan sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus.

Langkah-langkah pelaksanaan PE adalah sebagai berikut:

1) Setelah menerima laporan adanya kasus/tersangka DBD, petugas Puskesmas/ koordinator DBD segera mencatat dalam buku catatan harian penderita penyakit DBD dan menyiapkan peralatan survei (tensimeter, senter dan formulir PE) serta menyiapkan surat tugas;

2) Petugas Puskesmas melapor kepada lurah dan ketua RT/RW setempat bahwa di wilayahnya terdapat penderita/tersangka penderita DBD dan akan dilaksanakan PE. Lurah/kader akan memerintahkan ketua RW agar pelaksanaan PE dapat didampingi oleh ketua RT, kader atau tenaga masyarakat lainnya. Keluarga penderita/tersangka penderita DBD serta keluarga lainnya juga membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan PE; 3) Petugas Puskesmas melakukan wawancara dengan keluarga untuk

mengetahui ada/tidaknya penderita panas saat itu dan dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya. Bila terdapat penderita panas tanpa sebab yang jelas, saat itu akan dilakukan pemeriksaan terhadap adanya tanda perdarahan di kulit dan uji tourniquet. Selanjutnya petugas melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air dan benda-benda lain yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes Aegypti, baik di dalam maupun di luar rumah. Hasil seluruh pemeriksaan tersebut dicatat dalam formulir PE;

(21)

13 4) Hasil PE dilaporkan kepada kepala Puskesmas dan selanjutnya kepala Puskesmas akan melaporkan hasil PE dan rencana penanggulangan seperlunya kepada lurah melalui camat. Berdasarkan hasil PE ini dilakukan pelaksanaan penanggulangan seperlunya.

3. Penyuluhan

Penyuluhan merupakan serangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan dapat bebas dari penyakit DBD dengan cara memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan praktek mengenai pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD. Penyuluhan dapat diberikan oleh dokter, paramedis, atau kader terlatih mengenai penyakit DBD. Materinya meliputi pemberantasan sarang nyamuk, abatisasi selektif, tanda dan gejala penyakit DBD serta penanggulangan penyakit DBD di rumah.

Walaupun 3-M adalah cara yang mudah dan bisa kita lakukan karena tidak memerlukan biaya, pada kenyataannya cara ini tidak terlaksana dengan baik. Ini sangat erat hubungannya dengan kebiasaan hidup bersih dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya demam berdarah dengue ini. Kurangnya kesadaran masyarakat mungkin disebabkan beberapa hal, di antaranya adalah faktor ekonomi. Susahnya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi membuat masyarakat hanya memikirkan 'makan' tanpa peduli terhadap kebersihan dan sanitasi. Selain itu, budanya hidup bersih, sedikit banyaknya juga berpengaruh terhadap pelaksanaan 3-M ini.Lebih dari itu, penyuluhan dari pemerintah sangat memengaruhi pelaksanaan 3-M ini. Pelaksanaan 3-M sangat dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat akan bahaya deman berdarah dengue itu sendiri. Artinya, tidak terlaksananya 3-M juga berarti bahwa penyuluhan pemerintah kepada masyarakat tentang demam berdarah dengue ini masih kurang. Karena itu, pemerintah harus lebih aktif lagi memberikan pengertian dan penyuluhan kepada masyarakat dengan menggunakan berbagai media seperti surat kabar dan televisi. Jika tidak, kasus dengue tidak akan pernah teratasi, bahkan akan bertambah parah.

(22)

14 4. Kemitraan

Kemitraan adalah suatu proses kerjasama yang melibatkan berbagai pihak dan sektor dalam masyarakat termasuk kalangan swasta, organisasi profesi dan organisasi sosial kemasyarakatan serta lembaga swadaya masyarakat dalam penanggulangan penyakit DBD dalam rangka sosialisasi dan advokasi program untuk memperoleh dukungan dalam rangka penanggulangan DBD. Pemerintah dan masyarakat menunjukkan kepedulian terhadap penanggulangan DBD di bawah koordinasi Pokja/Pokjanal DBD.

5. Fogging fokus dan fogging masal

Merupakan serangkaian kegiatan dalam pemberantasan nyamuk Aedes Aegypti dewasa untuk memutus rantai penularan. Fogging dilakukan pada kasus-kasus dengan PE positif, 2 penderita positif atau lebih, ditemukan 3 penderita demam dalam radius 100 m dari tempat tinggal penderita DBD positif atau ada 1 penderita DBD meninggal. Fogging fokus dilaksanakan 2 siklus dengan radius 200 m dalam selang waktu 1 minggu, sedangkan fogging masal dilakukan 2 siklus di seluruh wilayah tersangka KLB dengan selang waktu 1 bulan. Obat yang dipakai adalah Malathion 96 EC atau Fendona 30 EC.

6. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

Sudah tidak diragukan lagi bahwa penyebaran wabah dengue disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, terutama nyamuk betina. Nyamuk ini sangat pintar menyembunyikan suaranya dengan membuat gerakan sayap yang halus sehingga nyaris tak terdengar. Nyamuk betina ini menghisap darah manusia sebagai bahan untuk mematangkan telurnya. Hingga kini belum diketahui mengapa hanya darah manusia yang dikonsumsi nyamuk ini, tidak darah makhluk hidup lainnya.Bila nyamuk jenis lain bertelur dan menetaskannya pada sarangnya, Aedes Aegypti betina melakukannya di atas permukaan air. Karena dengan demikianlah, telur-telurnya itu berpotensi menetas dan hidup. Telur menjadi larva yang kemudian mencari makan dengan memangsa bakteri yang ada di air tersebut. Karena itu tidak heran bila nyamuk penyebab demam berdarah ini berkembang biak pada genangan air, terutama yang kotor.

(23)

15 Penyebaran wabah dengue dipengaruhi oleh ada tidaknya nyamuk Aedes aegypti yang dipengaruhi lagi oleh ada tidaknya genangan air yang kotor. Pemberantasan sarang nyamuk merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan peran serta dan swadaya masyarakat dalam rangka memberantas nyamuk Aedes aegypty. Tujuan kegiatan PSN adalah memberantas nyamuk Aedes aegypti dengan menghilangkan tempat-tempat perindukan/sarang nyamuk sehingga penularan penyakit DBD dapat dicegah atau dibatasi. Pelaksana PSN-DBD adalah individu, keluarga atau masyarakat. Kegiatan dilakukan secara berkesinambungan dan bisa secara massal/serentak.

Pertama adalah membunuh nyamuk, baik dengan pestisida maupun dengan ovitrap, yakni dengan bak perangkap yang ditutup kasa. Penggunaan pestisida, selain memerlukan biaya dan berbahaya pada manusia, juga akan memicu munculnya nyamuk yang resistan, sehingga cara ini bukanlah cara yang efektif untuk jangka panjang. Untuk jangka pendek, cara ini masih bisa digunakan. Cara kedua adalah membuat nyamuk transgenik supaya tidak terinfeksi oleh virus dengue. Jika nyamuk tidak bisa diinfeksi oleh virus dengue, otomatis manusia tidak akan pernah terinfeksi oleh virus dengue. Cara ini digunakan oleh beberapa peneliti untuk mengatasi masalah malaria. Namun, pengembangan cara ini masih memerlukan puluhan tahun untuk bisa diaplikasikan. Cara yang ketiga adalah pemberantasan sarang nyamuk yang efektif dan efisien melalui kegiatan 3-M, yaitu menguras, menutup/menabur abate di tempat penampungan air, dan mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang memungkinkan dijadikan tempat perindukan dan perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes Aegypti. Cara inilah yang efektif yang bisa kita lakukan dengan kondisi kita saat ini.

Sasaran PSN-DBD adalah semua tempat yang dapat menjadi sarang nyamuk, alami ataupun buatan, baik di dalam maupun di luar rumah, serta tempat-tempat umum (termasuk bangunan kosong dan lahan tidur).

Pada dasarnya PSN-DBD adalah kegiatan dari, oleh, dan untuk masyarakat, sehingga jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan merupakan kesepakatan masyarakat setempat yang diorganisasikan oleh kelompok kerja pemberantasan dan pencegahan DBD (POKJA DBD) dalam wadah LKMD.

(24)

16 Penggerakan masyarakat dalam kegiatan PSN-DBD dilakukan dengan kerja sama lintas sektoral yang dikoordinasikan oleh kepala wilayah/daerah setempat melalui wadah Pokjanal/Pokja DBD. Kegiatan ini dilakukan selama 1 bulan, pada saat sebelum perkiraan peningkatan jumlah kasus yang ditentukan berdasarkan data kasus bulanan DBD dalam 3-5 tahun terakhir.

Pemberantasan sarang nyamuk dilakukan seminggu sekali, alasannya daur hidup nyamuk Aedes aegypti adalah 8-10 hari. Jika PSN dilakukan seminggu sekali maka rantai pertumbuhan dari mulai telur menjadi jentik atau dari jentik menjadi kepompong dan dari kepompong menjadi dewasa atau dari dewasa kembali bertelur akan terputus sebelu nyamuk dapat menyelesaikan daur hidupnya. Sasaran penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan adalah semua rumah keluarga, sehingga dilaksanakan PSN-DBD di rumah secara terus-menerus. Kegiatan rutin penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan meliputi :

Pokok-Pokok Kegiatan Penggerakan PSN-DBD adalah: 1. Penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan;

a) Penyuluhan kelompok masyarakat oleh kader dan tokoh masyarakat antara lain di Posyandu, tempat ibadah dan dalam pertemuan warga masyarakat,

b) Kerja bakti PSN-DBD secara serentak dan berkala untuk membersihkan lingkungan termasuk tempat-tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari,

c) Kunjungan rumah berkala sekurang-kurangnya setiap 3 bulan (untuk penyuluhan dan pemeriksaan jentik) oleh tenaga yang telah dibimbing dan dilatih. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengingatkan keluarga agar selalu melaksanakan PSN-DBD.

2. Penggerakan PSN-DBD di sekolah dan tempat umum lainnya;

Pembinaan kegiatan PSN-DBD di sekolah diintegrasikan dalam proses belajar-mengajar, baik melalui intra maupun ekstra kurikuler termasuk program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Kegiatan penggerakan PSN-DBD di sekolah dilaksanakan sesuai petunjuk teknis pelaksanaan PSN-DBD di sekolah melalui UKS yang telah diedarkan

(25)

17 Dirjen Dikdasmen Depdikbud melalui surat edaran No. 81/TPUKS 00/X/1993 tanggal 14 Oktober 1993.

Pembinaan kegiatan PSN-DBD di tempat umum lainnya dipadukan dalam program pemeliharaan kesehatan lingkungan antara lain melalui pemeriksaan sanitasi tempat umum.

3. Penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat luas

Penyuluhan kepada masyarakat luas dilaksanakan melalui media massa seperti televisi, radio, bioskop, poster, surat kabar, majalah dan sebagainya. Motivasi tentang PSN-DBD dilakukan antara lain melalui berbagai lomba, misalnya lomba PSN desa, lomba sekolah atau tempat umum.Penggerakan PSN-DBD di tempat umum lainnya dipadukan dalam program pemeliharaan kesehatan lingkungan.

Pemantauan gerakan PSN-DBD dilakukan secara berkala minimal setiap 3 bulan. Pemantauan dilaksanakan antara lain dengan pemeriksaan jentik berkala (PJB) pada sejumlah sampel rumah, sekolah dan tempat umum lainnya. Indikator keberhasilan PSN-DBD adalah angka bebas jentik (ABJ), yaitu persentase rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik sebesar 95%.

Mengenai kegiatan PSN tersebut. Hasil pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir PJB-1. Kemudian minta tandatangan kepala keluarga/anggota keluarga pada formulir tersebut. Formulir PJB-1 yang telah diisi disampaikan kepada pihak puskesmas setiap hari. Dibuat rekapitulasi untuk memperoleh angka bebas jentik (ABJ) tiap kelurahan. Untuk evaluasi/penilaian kualitas kegiatan pemeriksaan jentik berkala digunakan format penilaian kualitas kegiatan PJB.

7. P

eningkatan profesionalisme SDM

Dilakukan dengan pelatihan tatalaksana kasus, petugas laboratorium, penanggung jawab program, supervisor, dan penyemprot. Selain itu juga dilakukan survey vektor dan PSP (sosial budaya).

(26)

18 2.3 Analisa Sistem

Dalam melakukan evaluasi Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Puskesmas, digunakan pendekatan sistem. Dengan memandang organisasi sebagai suatu sistem, tercipta suatu cara dalam memahami permasalahan manajemen organisasi yang dikenal sebagai pendekatan sistem. 2.3.1. Pengertian Sistem

Apabila kita menyebut perkataan sistem kesehatan, ada dua pengertian yang akan kita dapat. Pertama pengertian sistem, kedua pengertian kesehatan. Sistem itu sendiri adalah suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu sama lain dan mempunyai tujuan yang jelas (Widjono, 2004; Azwar, 1996).

2.3.2 Ciri-ciri Sistem

1. Terdapat bagian yang satu sama lain saling berhubungan dan mempengaruhi yang kesemuanya membentuk satu kesatuan.

2. Fungsi masing-masing bagian tersebut adalah dalam rangka mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.

3. Dalam melaksanakan fungsi, semuanya bekerja sama secara bebas namun terkait.

4. Tidak tertutup terhadap lingkungan.

Menurut sumber lain ciri-ciri sistem yang lengkap adalah: 1. Mempunyai elemen/komponen; 2. Mempunyai batas; 3. Mempunyai lingkungan; 4. Masukan; 5. Proses; 6. Keluaran; 7. Tujuan. 2.3.3 Unsur Sistem

Bagian dari unsur tersebut memiliki banyak macamnya yang jika disederhanakan dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut :

1. Masukan (input);

Yang dimaksud dengan masukan (input) adalah kumpulan dari bagian atau unsur yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat

(27)

19 berfungsinya sistem tersebut. Yang termasuk dalam elemen masukan adalah yang biasa dikenal dengan 6M yaitu : Manusia (Man), uang (Money), sarana (Material), metode(Method), pasar (Market), serta mesin (Machinery).

2. Proses

Proses adalah kumpulan bagian atau unsur yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.

3. Keluaran (output);

Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau unsur yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem.

4. Umpan balik (feedback);

Umpan balik (Feedback) adalah kumpulan bagian atau unsur yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem.

5. Dampak (impact);

Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem.

6. Lingkungan (environment);

Lingkungan (enviroment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem. (Muninjaya, 2004; Azwar, 1996).

Keenam unsur sistem ini saling berhubungan dan mempengaruhi yang secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Skema Pendekatan Sistem

Masukan Proses Keluaran Dampak

Lingkungan

Sumber: Pengantar Administrasi Kesehatan, 1996

Masukan Proses Keluaran Dampak

Umpan Balik

(28)

20 2.3.4. Pendekatan Sistem

Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan bersama. Untuk terbentuknya sistem tersebut perlu dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan kesatuan. Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini diterapkan pada waktu menyelenggarakan pekerjaan administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan sistem (system approach).

Pada saat ini batasan tentang pendekatan sistem banyak macamnya, beberapa yang terpenting adalah:

1) Pendekatan sistem adalah penerapan suatu prosedur yang logis dan rasional dalam merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan sehingga dapat berfungsi sebagai satu kesatuan mencapai tujuan yang telah ditetapkan (L.James Harvey, 2003).

2) Pendekatan sistem adalah suatu strategi yang menggunakan metode analisis, desain dan manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien;

3) Pendekatan sistem adalah penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan logis dalam membahas dan mencari pemecahan dari suatu masalah atau keadaan yang dihadapi.

Dengan dilakukannya pendekatan sistem kita akan dapat memperhitungkan berbagai kemungkinan yang tersedia sehingga dengan demikian nantinya tidak ada sesuatu yang sebenarnya amat penting sampai luput dari perhatian. Dari batasan tentang pendekatan sistem ini, dengan mudah dipahamibahwa prinsip pokok pendekatan sistem dalam pekerjaan administrasi dapat dimanfaatkan dua tujuan. Pertama, untuk membentuk sesuatu, sebagai hasil dari pekerjaan administrasi. Kedua, untuk menguraikan sesuatu, sebagai hasil dari administrasi.untuk tujuan terakhir ini, biasanya dikaitkan dengan kehendak untuk menemukan masalah yang dihadapi.Utuk kemudian diupayakan mencari jalan keluar yang sesuai. Sedangkan kelemahan yang dipandang penting ialah dapat terjebak ke dalam perhitungan yang terlalu rinci sehingga menyulitkan

(29)

21 pengambilan keputusan dan dengan demikian masalah yang dihadapi tidak akan dapat diselesaikan.

2.4 Penilaian/Evaluasi

Batasan penilaian banyak macamnya. Pengertian penilaian/evaluasi yang cukup penting antara lain:

1) Penilaian adalah pengukuran terhadap akibat yang ditimbulkan dari dilaksanakannya suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Ricken);

2) Penilaian adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolok ukur atau kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan serta penyusunan saran-saran, yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program (The International Clearing House on Adolescent Fertility Control for Population Options);

3) Penilaian adalah suatu cara belajar yang sistematis dari pengalaman yang dimiliki untuk meningkatkan pencapaian, pelaksanaan, dan perencanaan suatu program melalui pemilihan secara seksama berbagai kemungkinan yang tersedia guna penerapan selanjutnya (WHO);

4) Penilaian adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (The American Public Health Association).

Penilaian / evaluasi secara umum dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu : a) Penilaian pada tahap awal program;

Penilaian dilakukan saat merencanakan suatu program (formative evaluation). Ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan, dalam arti dapat menyelesaikan masalah tersebut.

b) Penilaian pada tahap pelaksanaan program;

Penilaian dilakukan saat program sedang dilaksanakan (promotive evaluation), Tujuannya ialah untuk mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan rencana atau tidak.

(30)

22 Umumnya ada dua bentuk penilaian yaitu pemantauan (monitoring) dan penilaian berkala (periodic evaluation).

c) Penilaian pada tahap akhir program.

Penilaian dilakukan saat program telah selesai dilaksanakan (summative evaluation). Tujuan mengukur keluaran dan mengukur dampak yang dihasilkan. Penilaian dampak lebih sulit dilakukan karena membutuhkan waktu yang lebih lama.

Ruang lingkup penilaian secara sederhana dapat dibedakan atas empat kelompok yaitu penilaian terhadap masukan, proses, keluaran dan dampak.

Langkah-langkah yang ditempuh pada waktu melaksanakan penilaian meliputi:

1) Pemahaman terhadap program yang akan dinilai;

2) Penentuan macam dan ruang lingkup penilaian yang akan dilakukan; 3) Penyusunan rencana penilaian;

4) Pelaksanaan penilaian; 5) Penarikan kesimpulan; 6) Penyusunan saran-saran.

(31)

23 BAB III

BAHAN DAN METODE EVALUASI

3.1. Tolok Ukur Penilaian

Evaluasi dilakukan pada Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Kecamatan Cimanggis bulan Januari-Desember 2011. Sebagai langkah awal, akan ditetapkan indikator untuk mengukur keluaran sebagai keberhasilan dari suatu program, kemudian membandingkan hasil pencapaian tiap-tiap indikator keluaran dengan tolok ukur masing-masing. Hal ini berguna untuk mengidentifikasi masalah yang ada pada pelaksanaan program. Sumber rujukan tolok ukur penilaian yang digunakan adalah:

1. Standar Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue Volume 2 Edisi 1 tahun 2002.

2. Kebijaksanaan Program P2-DBD Departemen Kesehatan RI tahun 2004. 3. Buku Pedoman kerja Puskesmas Jilid II Tahun 1999.

4. Stratifikasi Puskesmas tahun 2003. Tabel 3.1 Tolok Ukur Keluaran

No Variabel Definisi operasional atau rumus Tolok Ukur 1. Angka kesakitan Jml Penderita DBD x100.000 penduduk

Jml Penduduk

50 per 1000 penduduk 2. Angka kematian Jml Penderita DBD yang meninggal x100%

Jml Seluruh penderita DBD

<1%

3. Angka

penemuan kasus DBD

Jml Kasus yang ditemukan x100% Jml Penduduk 80% 4. Angka kemampuan kader mendeteksi dini

Jml kader yang terlatih x 100% Jml seluruh kader yang ada

70%

5. Angka penderita DBD tertangani

Jml kasus tertangani sesuai standar x100% Jml seluruh kasus yang di obati

80%

6. Angka Bebas Jentik

Jml rumah bebas jentik x100% Jml rumah diperiksa

>95%

7. Angka House Indeks

Jml rumah ditemukan jentik x100% Jml rumah diperiksa

30%

(32)

24 3.2. Bahan Kerja

3.2.1. Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada evaluasi program P2D meliputi: 1.Data Primer

Diperoleh melalui wawancara dengan koordinator program pelaksana P2D di Puskesmas Kecamatan Cimanggis.

2.Data Sekunder

Diperoleh dari dokumentasi puskesmas berupa laporan bulanan P2D di Puskesmas Kecamatan Cimanggis periode Januari – Desember 2011. 3.2.2. Pengolahan data

Pengolahan data yang dilakukan secara manual dengan tabel-tabel yang sudah dipersiapkan, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan secara elektronik. 3.2.3. Penyajian data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk tekstular dan tabular. Interpretasi data dilakukan dengan bantuan kepustakaan.

3.2.4. Lokasi

Pengumpulan data dilakukan di Puskesmas Kecamatan Cimanggis yang terletak di Jalan raya Jakarta – Bogor Km. 33 Kota Depok.

3.2.5. Waktu

Pengumpulan data dilakukan pada bulan November 2012.

3.3. Cara Analisis

Evaluasi Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Kecamatan Cimanggis dilakukan dengan metode sebagai berikut :

1. Menetapkan tolok ukur atau indikator dari unsur masukan, proses, keluaran, lingkungan, umpan balik dan dampak. Tolok ukur merupakan standar atau target unsur sistem dari suatu program sebagai syarat agar program dapat terlaksana dengan baik.

2. Membandingkan keluaran pada pencapaian program dengan tolok ukur untuk mencari adanya kesenjangan. Tujuan pembandingan keluaran pada program dengan tolok ukur adalah agar suatu masalah dapat diidentifikasi

(33)

25 apabila terdapat kesenjangan antara keluaran pada program dengan keluaran pada tolok ukur;

3. Menetapkan prioritas masalah.

Penentuan prioritas masalah harus dilakukan jika terdapat lebih dari satu masalah. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbatasan dan sumber daya, serta kemungkinan adanya masalah-masalah tersebut berkaitan satu dengan yang lainnya. Masalah yang dianggap paling besar, mudah diintervensi, dan paling penting, akan menjadi prioritas. Penentuan prioritas masalah dilakukan menggunakan teknik kriteria matriks yang terdiri dari 3 komponen:

1) Pentingnya masalah (I), yang terdiri dari: a. Besarnya masalah (P)

b. Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (S) c. Kenaikan besarnya masalah (RI)

d. Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (DU) e. Keuntungan sosial karena selesainya masalah (SB) f. Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (PB) g. Suasana politik (PC)

2) Kelayakan teknologi (T)

Makin layaknya teknologi yang tersedia dan dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut.

3) Sumber daya yang tersedia (R)

Terdiri dari man, money, material, makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah makin diprioritaskan masalah tersebut.

Selanjutnya beri nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5 (sangat penting) pada tiap kotak dalam matriks sesuai dengan jenis masalah masing-masing. Masalah yang dipilih sebagai prioritas adalah yang memiliki nilai I x T x R tertinggi.

4. Membuat kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan.

Untuk menentukan penyebab masalah yang telah diprioritaskan tersebut, maka dibuat kerangka konsep masalah. Hal ini bertujuan untuk

(34)

26 menentukan faktor-faktor penyebab masalah yang telah diprioritaskan tersebut diatas yang berasal dari komponen sistem yang lainnya, yaitu komponen input, proses, lingkungan, dan umpan balik. Dengan menggunakan kerangka konsep diharapkan semua faktor penyebab masalah dapat diketahui dan di identifikasi sehingga tidak ada yang tertinggal.

5. Identifikasi penyebab masalah

Membandingkan masukan, proses, lingkungan, umpan balik dan dampak pada pencapaian program dengan tolok ukur untuk mencari adanya kesenjangan yang kemudian ditetapkan sebagai penyebab masalah. Beberapa penyebab masalah yang terdapat pada kerangka konsep selanjutnya diidentifikasi.

Tolok ukur pada komponen masukan proses, lingkungan dan umpan balik tercantum di Tabel 3.2, Tabel 3.3, Tabel 3.4.

Tabel 3.2. Tolok Ukur pada Komponen Masukan No Variabel Tolok Ukur

1 Tenaga Dokter : 1 orang Perawat : 1 orang Kader : 1 orang Analis : 1 orang

2 Dana Adanya dana yang diperlukan untuk mendukung program yang berasal dari : a. APBN menyediakan seluruh Buffer Stock

b. APBD Menyediakan anggaran dan pelatihan, supervisi dan monitoring, jaminan mutu laboratorium,kegiatan pemecahan masalah serta pengembangan SDM, Swadana puskesmas Menyediakan anggaran operasional,reagen, pemeliharaan, Pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan DBD

c. Swadaya masyarakat

3 Sarana Tersedianya sarana: 1. Bubuk Abate

2. Formulir pemeriksaan jentik berkala 3. Formulir penyelidikan epidemiologi

4. Tersedianya bahan penyuluhan (Leaflet, buku, dll) 5. Daftar Kepala keluarga per RT dan RW

6. Tersedianya alat semprot minimal 4 buah 7. Tersedianya insektisida sesuai kebutuhan

8. Tersedianya alat komunikasi minimal 1 buah faksimili dan telepon/PKC

4 Metode Medis

1. Pendataan, anamnesa, pemeriksaan fisik

2. Ditekankan pada upaya penemuan kasus DBD Non medis

(35)

27 Tabel 3.3. Tolok ukur pada komponen proses

No Variabel Tolok Ukur

1 Perencanaan Terdapat rencana kerja yang tertulis dan jadwal sesuai dengan program kerja puskesmas.

2 Pengorganisasian 1. Terkait dalam penanggulangan demam berdarah. 2. Adanya tugas dan wewenang.

3. Adanya struktur organisasi dan staffing pelaksana program. 4. Adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas.

a. Dokter umum sebagai pemeriksa di puskesmas

b. Perawat sebagai perawat dan wasor program Demam Berdarah di puskesmas

c. Kader sebagai panutan dan penggerak masyarakat dalam pelaksanaan penanggulangan DBD

5. Analis sebagai pemeriksa laboratorium Demam Berdarah

3 Pelaksanaan 1. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) dilaksanakan dengan memeriksa seluruh rumah pada tiap-tiap RW.

2. Penyelidikan Epidemiologi segera dilaksanakan setelah menerima laporan kasus dalam waktu maksimal 3 x 24 jam. 3. Fogging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m selang

waktu 1 minggu.

4. Fogging masal dilakukan 2 siklus di seluruh wilayah suspek KLB dengan selang waktu 1 bulan.

5. Penyuluhan dapat diberikan oleh dokter, paramedis atau kader terlatih mengenai penyakit demam berdarah dengue.

6. Para pemimpin pemerintah, tokoh masyarakat baik formal maupun informal mengkomunikasikan dan memotivasi masyarakat umum untuk melaksanakan penanggulangan demam berdarah dengue dalam pertemuan yang dilaksanakan secara rutin.

7. Gerakan PSN di seluruh RW.

8. Pertemuan lintas sektoral tingkat kelurahan minimal per 3 bulan.

4 Pencatatan dan pelaporan

Adanya catatan, penilaian dan pelaporan hasil kegiatan penanggulangan demam berdarah dengue yang telah dicapai

5 Pengawasan Adanya pengawasan eksternal maupun internal

Tabel 3.4. Tolok ukur komponen lingkungan dan umpan balik No Variabel Tolok Ukur

1 Lingkungan

Fisik 1. Lokasi pemeriksaan mudah terjangkau 2. Fasilitas kesehatan tersedia

Nonfisik Pendidikan penduduk minimal SMA

2 Umpan balik Masukan hasil pencatatan dan pelaporan untuk perbaikan program selanjutnya

(36)

28 6. Mencari jalan keluar atau alternatif penyelesaian masalah.

Setelah penyebab masalah diketahui, langkah selanjutnya adalah membuat beberapa alternatif pemecahan masalah. Pemilihan alternatif pemecahan masalah harus disesuaika dengan kemampuan serta situasi dan kondisi puskesmas. Alternatif pemecahan masalah dibuat secara rinci, meliputi tujuan, sasaran, target, metode, jadwal kegiatan, serta rincian dananya.

7. Menentukan prioritas cara pemecahan masalah

Dari berbagai alternatif pemecahan masalah yang telah dibuat, maka dipilih satu cara penyelesaian masalah yang dianggap paling baik dan memungkinkan. Pemilihan/penentuan prioritas cara penyelesaian masalah ini dengan memakai teknik kriteria matriks. Dua kriteria yang lazim digunakan adalah :

a. Efektifitas jalan keluar

Ditetapkan nilai efektifitas untuk setiap alternatif jalan keluar, yakni dengan memberikan angka 1 (paling tidak efektif) sampai angka 3 (paling efektif). Prioritas jalan keluar adalah yang nilai efektifitasnya paling tinggi. Untuk menilai efektifitas jalan keluar, diperlukan kriteria tambahan sebagai berikut:

1. Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude).

Makin besar masalah yang dapat diatasi, makin tinggi prioritas jalan keluar tersebut.

2. Pentingnya jalan keluar (Importancy).

Pentingnya jalan keluar dikaitkan dengan kelangsungan masalah. Makin baik dan sejalan selesainya masalah, makin penting jalan keluar tersebut.

3. Sensitifitas jalan keluar (Vulnerrability).

Sensitifitas dikaitkan dengan kecepatan jalan keluar dalam mengatasi masalah, makin cepat masalah teratasi, makin sensitif jalan keluar tersebut.

(37)

29 b. Efisiensi jalan keluar

Tetapkan nilai efisiensi (efficiency) untuk setiap alternatif jalan keluar. Nilai efisiensi biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya yang diperlukan makin tidak efisien jalan keluar tersebut. Beri angka 1 (biaya paling sedikit) sampai angka 5 (biaya paling besar).

Nilai prioritas (P) dihitung untuk setiap alternatif jalan keluar. Dengan membatasi hasil perkalian nilai M x I x V dengan C. jalan keluar nilai P tertinggi, adalah prioritas jalan keluar terpilih.

(38)

30 BAB IV

PENYAJIAN DATA

4.1 DATA UMUM

4.1.1 Data Umum Puskesmas Cimanggis 4.1.1.1 Kondisi Geografi

Puskesmas DTP Cimanggis terletak di wilayah Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis. Luas wilayah kerja Puskesmas DTP Cimanggis 350 km2 dengan tingkat kepadatan penduduk 119/km2. Wilayah kerja meliputi 2 Kelurahan, yaitu Kelurahan Cisalak Pasar dan Kelurahan Curug. Jarak dari tiap kelurahan ke fasilitas kesehatan (Puskesmas DTP Cimanggis) cukup mudah dijangkau dengan berbagai alat transportasi.

(39)

31 Batas-batas wilayah kerja Puskesmas DTP Cimanggis sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Mekarsari

b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sukmajaya c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sukamaju Baru

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Sukatani dan Kelurahan Harjamukti

Keadaan setiap kelurahan di Puskesmas DTP Cimanggis dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.1 Situasi Geografi di Wilayah Puskesmas DTP Cimanggis Tahun 2011

No. Kelurahan Jarak terjauh ke Puskesmas Rata-rata waktu tempuh Kondisi Ketergantunga n 1. Cisalak Pasar 2,5 20 Menit Biasa 2. Curug 2,0 15 Menit Biasa

Sumber Data : Profil Puskesmas Cimanggis 2011

Tabel 4.2 Wilayah Kerja Puskesmas DTP Cimanggis

No. Kelurahan Jumlah RW Jumlah Posyandu Jumlah Kader Luas Wilayah (km2) 1. Cisalak Pasar 9 19 75 165 2. Curug 11 16 70 185 Total 20 35 145 350

Sumber Data : Profil Puskesmas Cimanggis 2011. 4.1.1.2 Kondisi Demografi

a. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Berdasarkan data Kecamatan Cimanggis, pada tahun 2011 penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas DTP Cimanggis berjumlah 46,354 jiwa. Jika diklasifikasikan menurut jenis kelamin, dari total 46,354 jiwa penduduk di Wilayah Puskesmas DTP Cimanggis terdapat 23,647 jiwa atau 51,01 % penduduk laki-laki dan 22,707 jiwa atau 48,98 % penduduk perempuan.

(40)

32 Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di

Puskesmas DTP Cimanggis Tahun 2011 No Golongan Umur Tahun 2011 L P Total 1 2 3 4 5 0 – 4 5 - 14 15 – 44 45 – 64 >65 2.275 3.946 12.944 3.936 546 2.002 3.823 12.625 3.646 611 4.277 7.769 25.569 7.582 1.157 Jumlah 21741 19771 46,354

Sumber :Kantor Kecamatan Cimanggis

Pada tahun 2011 jumlah penduduk berdasarkan struktur usia yang paling dominan adalah kelompok usia 15 - 44 tahun sejumlah 25,569 jiwa atau sebesar 55,16 %. Diikuti oleh kelompok umur 5 - 14 sejumlah 7,769 jiwa atau sebesar 16,76%. Selanjutnya terdapat 12.046 jiwa atau 25,98 % penduduk yang termasuk kelompok usia belum produktif secara ekonomi (0 – 14 tahun). Untuk penduduk usia produktif (15 – 64 tahun) pada tahun 2011 adalah sebesar 33151 jiwa atau 71,51 % dari total penduduk di wilayah Puskesmas DTP Cimanggis. Artinya jumlah penduduk usia produktif lebih dari setengah jumlah penduduk di wilayah Puskesmas DTP Cimanggis. Sedangkan jumlah penduduk usia lanjut (> 65 tahun) tahun 2011 sebesar 1157 jiwa atau 2,49 %. Berbeda dengan kelompok umur 0 – 14 tahun dan 15 – 64 tahun, pada kelompok usia 65 tahun keatas jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dibandingkan perempuan.

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk dan KK Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Puskesmas DTP Cimanggis Tahun 2011

No. Kelurahan Laki-laki Perempuan Total 1. Cisalak Pasar 12,590 12,027 24,617

2. Curug 11,058 10,680 21,738

Jumlah 23,648 22,707 46,355

Gambar

Gambar 2.1. Skema Pendekatan Sistem
Tabel 3.1 Tolok Ukur Keluaran
Tabel 3.2. Tolok Ukur pada Komponen Masukan
Tabel 3.4. Tolok ukur komponen lingkungan dan umpan balik
+7

Referensi

Dokumen terkait

dampak Demam Berdarah Dengue penulis tertarik untuk melakukan studi kasus Demam Berdarah Dengue karena Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit penyebab

Di dalam program pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pemberantasan spesies

PELAKSANAAN PROGRAM PENANGGULANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PUSKESMAS TIGAPANAH KECAMATAN TIGAPANAH KABUPATEN KARO TAHUN 2016” ini beserta seluruh isinya

Evaluasi Pelaksanaan Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan Tahun 2008.. Skripsi Fakultas Ilmu

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh -irus dengue dan ditularkan oleh -ektor nyamuk edes aegypti.. DBD termasuk penyakit menular berbahaya yang

Penanggulangan fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular DBD yang dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD),

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PENANGGULANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PUSKESMAS TIGAPANAH KECAMATAN