• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

6

A. Kemandirian

1. Pengertian kemandirian

Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara komulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi dilingkungan sehingga individu mampu berfikir dan bertindak sendiri( Mu’tadin, 2002), sedangkan menurut (lie, 2004), Kemandirian merupakan kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari – hari sesuai dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya.

Definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah kegiatan yang telah dapat dilakukan oleh seorang anak sendiri tanpa bantuan orang lain. Anak sudah mampu melakukan pekerjaannya sendiri dengan baik sesuai dengan tahap perkembangannya.

2. Bentuk kemandirian berdasarkan usia a. Usia 3 – 4 tahun

Bentuk kemandirian pada anak usia prasekolah ini adalah sikat gigi sendiri meski belum sempurna, membuka dan memakai pakaian kaos dan celana berkaret, memakai sepatu berperekat, mandi sendiri dengan arahan, pipis ditoilet, mencuci tangan tanpa bantuan, menuang air tanpa tumpah dan minum sendiri dengan gelas tanpa gagang maupun cangkir bergagang, membereskan mainan usai bermain, buka tutup pintu baik dengan pegangan yang diputar maupun ditekan kebawah, anak juga dapat memutar anak kursi.

(2)

b. Usia 4 – 6 tahun

Bentuk kemandirian pada usia ini adalah menggunakan pisau untuk memotong makanan, membuka dan memakai baju berkancing depan, membuka dan menutup celana beresleting, menalikan sepatu, mandi sendiri tanpa arahan, cebok setelah buang air kecil/besar, menyisir rambut.

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian (Soetjiningsih, 1995)

a. Faktor internal

1) faktor emosi ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak terganggunya kebutuhan emosi anak

2) faktor intelektual yang ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi masalah yang dihadapi anak.

b. Faktor eksternal

1) Lingkungan merupakan faktor yang menentukan tercapai atau tidaknya kemandirian anak pra sekolah. Pada usia ini anak embutuhkan kebebasan untuk bergerak kesana – kemari dan mempelajari lingkungan.

2) Karakteristik sosial mempengaruhi kemandirian anak, misalnya tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda dengan anak – anak dari keluarga kaya.

3) Anak yang mendapat stimulus terarah dan teratur akan lebih cepat mandiri dibanding dengan anak yang kurang mendapat stimulasi.

4) Pola asuh, anak dapat mandiri dengan diberi kesempatan, dukungan dan peran orang tua sebagai pengasuh.

5) Cinta dan kasih sayang kepada anak hendaknya diberikan sewajarnya karena jika diberikan berlebihan, anak menjadi kurang mandiri. Hal ini dapat diatasi bila interaksi dua arah antara orang tua dan anak berjalan lancar dan baik.

(3)

6) Kualitas informasi anak dan orang tua yang dipengaruhi pendidikan orang tua, dengan pendidikan yang baik, informasi dapat diberikan pada anak karena orang tua dapat menerima informasi dari luar terutama cara meningkatkan kemandirian anak.

7) Status pekerjaan ibu, apabila ibu bekerja diluar rumah untuk mencari nafkah maka ibu tidak bisa memantau kemandirian anak sesuai perkembangan usianya. Sedangkan ibu yang tidak bekerja, ibu dapat memantau langsung kemandirian anak dan bisa memandirikan anaknya.

4. Macam – macam cara mendidik kemandirian anak a. Memberi kesempatan untuk memilih

Anak yang biasa berhadapan dengan situasi atau hal – hal yang sudah ditentukan oleh orang lain, akan malas untuk melakukan pilihan sendiri. Sebaiknya bila ia terbiasa dihadapkan pada berbagai pilihan, ia akan terlatih untuk membuat keputusan sendiri.

b. Menghargai usahanya

Orang tua hendaknya menghargai sekecil apapun usaha yang diperlihatkan anak untuk mengatasi sendiri kesulitan yang ia hadapi. orang tua biasanya tidak sabar menghadapi anak yang membutuhkan waktu lama untuk melakukan pekerjaannya.

c. Menghindari banyak bertanya

Membiarkan anak untuk bercerita sendiri lebih baik dari pada orang tua melontarkan pertanyaan lebih dahulu.

d. Jangan langsung menjawab pertanyaan

Meskipun salah satu tugas orang tua adalah memberi informasi serta pengetahuan yang benar kepada anak, namun sebaiknya orang tua tidak langsung menjawab pertanyaan – pertanyaan yang diajukan.

(4)

e. Mendorong untuk melihat alternatif

Sebaiknya anak pun tahu bahwa untuk mengatasi suatu masalah, orang tua bukanlah satu – satunya tempat untuk bertanya. Masih banyak sumber – sumber lain diluar rumah yang dapat membantu untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Karena itu, cara yang dapat dilakukan orang tua adalah dengan memberi tahu sumber lain yang tepat untuk diminta tolong, untuk mengatasi suatu masalah tertentu.

f. Jangan patahkan semangat

Tidak jarang orang tua ingin menghindarkan anak dari rasa kecewa dengan mengatakan “mustahil” terhadap apa yang sedang diupayakannya. Sebenarnya apabila anak sudah mau memperlihatkan keinginan untuk mandiri, dorong ia untuk terus melakukannya. Jangan sekali – kali kita membuatnya kehilangan motivasi atau harapan mengenai sesuatu yan g ingin dicapainya.

Berdasarkan penelitian kemandirian anak yang dilakukan oleh Arief di SDN Panjang Wetan tahun 2007, tercatat (57,6) 34 anak berkemandirian baik, (40,7%) 24 anak berkemandirian cukup, sedangkan (1,7%) 1 anak berkemandirian kurang.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Sonhaji di TK Mekar Sari & TK Assirajiah Mranggen tahun 2007 menunjukkan adanya tingkat perbedaan tingkat kemandirian anak pra sekolah pada ibu bekerja dan tidak bekerja, yaitu tingkat kemandirian anak pada ibu bekerja didapat hasil dari 47 siswa sebanyak 32 anak (42,1%) termasuk anak tidak mandiri dan pada ibu tidak bekerja didapat hasil dari 29 siswa sebanyak 19 anak (25,0%) termasuk anak mandiri.

(5)

B. Personal Hygiene

Kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan dalam kehidupan sehari – hari karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal yang sangat berpengaruh itu diantaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan dan persepsi orang terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan.

1. Pengertian Personal Hygiene

Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yang berarti personal yang artinya peroranagan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahtaraan fisik dan psikis (Tarwoto dan Wartonah, 2004).

Personal hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis (Aziz Alimul H, 2006).

Definisi – definisi diatas dapat disimpulkan bahwa personal hygiene merupakan kegiatan atau tindakan membersihkan seluruh anggota tubuh yang bertujuan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang.

2. Macam – Macam Tindakan Personal Hygiene a. Berdasarkan tempat (Perry & Potter, 2005)

1) Perawatan kulit

Kotoran dan tumpukan sel-sel kulit mati yang menyumbat di pori – pori dapat menyebabkan kulit tampak kusam, apabila kotoran dan sel – sel kulit mati tersebut tidak dibersihkan, maka akan bertambah tebal sehingga menganggu

(6)

penyerapan vitamin & nutrisi bagi kulit, Oleh sebab itu menjaga kebersihan kulit merupakan hal yang paling utama. Mandi atau merawat kulit merupakan bagian keperawatan hygiene total. Mandi dapat membersihkan kotoran dan sel – sel kulit mati yang menempel di tubuh.

2) Perawatan rambut

Kebersihan rambut membantu lancarnya sirkulasi darah pada kulit kepala. Rambut yang bersih juga membantu mengurangi stres dan membantu jaringan metabolisme agar tetap tumbuh dan berkembang secara normal. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa rambut atau bulu bisa mengandung bakteri, ini sangat penting bagi perawat yang merawat pasien yang lemah dengan luka terbuka dan mereka yang tugas diruang persalinan. (Depkes RI, 1989).

3) Perawatan telinga

Perawatan telinga merupakan suatu tidakan yang dilakukan untuk menghilangkan kotoran - kotoran yang menempel pada bagian disekitar telinga. Adapun karakter kotoran pada telinga ada 2 yaitu kotoran yang bertekstur lembek dan kotoran bertekstur keras. Pada kotoran yang bertekstur keras lebih beresiko dari pada yang lembek.

4) Perawatan mulut

Suatu tindakan membersihkan bagian mulut seperti rongga mulut, gigi dan lidah untuk mempertahankan agar mulut tetap bersih dan sehat. Tujuannya yaitu supaya mulut & gigi tetap bersih & tidak bau, membersihkan sisa makanan, mencegah infeksi pada mulut serta memberikan perasaan segar.

5) Perawatan kuku kaki dan tangan

Perawatan kuku kaki dan kuku tangan sering kali memerlukan perhatian khusus untuk mencegah infeksi, bau

(7)

dan cidera pada jaringan. Perawatan kuku kaki dan tangan atau biasa disebut dengan menicure pedicure dapat digabungkan selama mandi / pada waktu yang terpisah.

6) Perawatan genetalia

Suatu tindakan membersihkan bagian genetalia. Hal ini dilakukan untuk mencegah dari infeksi ataupun jamur yang menempel pada bagian genetalia.

b. Berdasarkan Waktu (Alimul, 2006) 1) Perawatan dini hari

Merupakan perawatan diri yang dilakukan pada waktu bangun tidur seperti mencuci muka, tangan, dan menjaga kebersihan mulut.

2) Perawatan pagi hari

Perawatan yang dilakukan setelah melakukan makan pagi dengan melakukan perawatan diri seperti pemenuhan kebutuhan eliminasi (BAB – BAK), mandi, mencuci rambut, melakukan perawatan kulit, melakukan pijatan pada punggung, membersihkan mulut, kuku, dan rambut.

3) Perawatan siang hari

Perawatan yang dilakukan setelah makan siang. Berbagai tindakan perawatan diri yang dapat dilakukan antara lain mencuci muka dan tangan, membersihkan mulut, merapikan tempat tidur, dan melakukan pemeliharan kebersihan lingkungan kesehatan.

4) Perawatan menjelang tidur

Perawatan diri yang dilakukan pada saat menjelang tidur agar dapat tidur atau istirahat dengan tenang. Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain pemenuhan kebutuhan eliminasi (BAB – BAK), mencuci tangan dan muka, dan membersihkan mulut ( Aziz Alimul H, 2006).

(8)

3. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Personal Hygiene a. Citra tubuh

Penampilan umum seseorang dapat menggambarkan pentingnya hygiene pada orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya (Perry dan Potter, 2002).

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena ada perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya (tarwoto dan Wartonah, 2004).

b. Praktik sosial

Kelompok – kelompok sosial dapat mempengaruhi praktek hygiene pribadi. Selama masa kanak – kanak, anak – anak mendapatkan praktik hygiene dari orang tua mereka. Kebiasaan keluarga, jumlah orang dirumah, dan ketersediaan air panas atau air mengalir merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi perawatan kebersihan (Perry dan Potter, 2002).

Pada anak – anak yang selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene (Tarwoto dan Wartonah, 2004).

c. Status sosial ekonomi

Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik kebersihan yang digunakan (Perry dan Potter, 2002). Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat – alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya (Tarwoto dan Wartonah, 2004).

d. Pengetahuan

Pengetahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik hygiene, karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya

(9)

pada pasien penderita diabetus militus ia harus selalu menjaga kebersihan kakinya (Tarwoto & Wartonah, 2004).

e. Variabel kebudayaan

Kepercayaan kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi perawatan hygiene. Orang dari latar kebudayaan yang berbeda mengikuti praktik perawatan diri yang berbeda. Di sebagian masyarakat, apabila individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan.

f. Kebiasaan seseorang

Setiap individu mempunyai pilihan kapan untuk mandi, bercukur dan melakukan perawatan rambut. Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri, seperti penggunaan sabun, sampo dll (Tarwoto & Wartonah, 2004).

g. Kondisi fisik

Pada keadaan sakit, tentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya (Perry & Potter, 2002).

4. Dampak Yang Sering Timbul Pada Masalah Personal Hygiene (Tarwoto & Wartonah, 2004).

a. Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpelihara kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku.

b. Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial.

(10)

C. Pola Asuh

1. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh adalah Kemampuan orang tua menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik – baiknya secara fisik, mental, dan sosial (soekirman, 2000). Sedangkan menurut (Tarsis, 2001), Pola asuh merupakan interaksi anak dan orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma – norma yang ada dalam masyarakat.

Kedua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh merupakan seluruh cara perlakuan orang tua yang meliputi perhatian, membimbing, mendisiplinkan serta melindungi anak, dimana orang tua harus mempunyai kemampuan interpersonal untuk mewujudkan keberhasilan dalam pengasuhannya.

2. Jenis – Jenis Gaya Pengasuhan

Menurut Amalia (2006) gaya pola asuh diklasifikasikan menjadi 3:

a. Pola asuh otoriter

Orang tua cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, seperti halnya memaksa, memerintah, menghukum dan biasanya bersamaan dengan ancaman – ancaman. Orang tua tipe ini tidak mengenal kompromi dalam komunikasi, biasanya bersifat satu arah dan orang tua tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya. Pola asuh ini akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah dan menarik diri.

b. Pola asuh demokratis

Orang tua dalam pola asuh ini bersikap rasional dimana mereka selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran.

(11)

Orang tua juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya pada anak dengan cara yang halus. Pola asuh ini akan menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, dan mempunyai hubungan baik dengan temannya.

c. Pola asuh permisif

Pola asuh ini orang tua lebih memberi pengawasan yang lebih longgar, memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Orang tua cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalm bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh orang tua. Namun orang tua tipe ini biasanya hangat sehingga lebih disukai anak. Pola asuh permisif akan menghasilkan anak yang impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arief pada tahun 2007 di SDN Panjang Wetan tercatat 44 anak (74,6%) memiliki pola asuh demokratis, 12 anak (20,3%) memiliki pola asuh otoriter sedangkan 3 anak (5,1%) memiliki pola asuh yang permesif).

3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh (Edwards, 2006) a. Tingkat pendidikan

Pendidikan yang dimiliki oleh orang tua akan mempengaruhi kesiapan orang tua dalam melakukan kegiatan pengasuhan. Menurut hasil riset dari Sir Godfrey Thomson menunjukkan bahwa pendidikan diartikan sebagai pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan berbagai macam perubahan. Perubahan – perubahan tersebut dapat bersifat tetap

(12)

atau permanen didalam kebiasaan tingkah laku, pikiran, dan sikap. Orang tua yang telah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak akan lebih siap dalam menjalankan peran asuh, selain itu orang tua akan lebih mampu untuk mengamati segala tanda – tanda pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Supartini, 2004).

b. Lingkungan

Lingkungan sangat mempengaruhi pola pengasuhan yang diberikan orang tua seperti halnya dalam perkembangan anak. Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh dalam pola asuh ini adalah keluarga, dimana dikatakan bahwa keluarga merupakan konstanta tetap dalam kehidupan anak. Anak seringkali mengamati perilaku orang lain kemudian menjadi ciri kebiasaan atau kepribadiannya.

c. Budaya

Kebanyakan orang tua mempelajari praktek pengasuhan dari orang tua mereka sendiri. Sebagian praktek tersebut mereka terima, namun sebagian lagi mereka tinggalkan (Santrock, 2007).

D. Anak Usia Pra Sekolah

1. Perkembangan fisik

Beberapa aspek perkembangan fisik terus menjadi stabil dalam masa - masa pra sekolah. Waktu rata – rata denyut jantung dan pernafasan menurun hanya sedikit, mendekati 90 kali per menit. Tekanan darah meningkat sedikit kenilai rata – rata 95/58 mm Hg. Berat badan anak meningkat kira – kira 2,5 kg/tahun. Berat badan rata – rata pada usia 5 tahun adalah kira – kira 21kg, hampir 6kali berat badan lahir. Pra sekolah bertumbuh 2 sampai 3 inci per tahun, panjang mereka menjadi 2 kali lipat panjang lahir pada usia 4 tahun, dan berada pada tinggi rata – rata 43 inci pada umur 5 tahun. Perpanjangan

(13)

tungkai kaki menghasilkan penampilan anak yang lebih kurus. Kepala sudah mencapai 90% dari ukuran orang dewasa pada umur 6 tahun (Perry & Potter, 2002).

Terjadi peningkatan koordinasi otot besar dan halus. Pra sekolah berlari dengan baik, berjalan naik dan turun dengan mudah, dan belajar untuk melompat. Pada usia 6 tahun, anak prasekolah biasanya dapat melompat dan melempar serta menangkap bola. Peningkatan ketrampilan motorik halus membiarkan manipulasi yang begitu kompleks. Mereka belajar untuk mencontoh berbagai macam bentuk seperti lingkaran, silang kotak, dan segitiga. Ketrampilan ini dapat membuat kemungkinan menulis huruf ataupun angka (Perry & Potter, 2002).

2. Perkembangan kognitif

Prasekolah terus untuk menguasai tahap pemikiran pra operasional. Tahap pertama dari periode ini, dikenal sebagai pemikiran pra konseptual ( usia 2 sampai 4 tahun), ditandai dengan pemikiran perseptual yang terbatas, dimana anak – anak menilai orang, benda, dan kejadian dari penampilan luar mereka atau apa yang tampaknya terjadi.

Beberapa kesalahan konsep dari anak pra sekolah yaitu: a. Artifisialisme

Artifisialisme merupakan kesalahan konsep yang diciptakan oleh setiap orang didunia ini, mungkin terjadi pada anak yang menanyakan pertanyaan seperti siapa orang yang membangun gunung, siapa orang yang mengisi air didalam laut.

b. Animisme

Animisme merupakan atribut dari hidup untuk menghidupkan benda, sering menimbulkan pertanyaan seperti “pohon menagis pada saat dahan mereka patah”.

(14)

c. Penilaian konsep alami

Penilaian konsep alami merupakan pengertian bahwa bumi dilengkapi dengan kode yang dibuat dari hukum dan perintah. Hal tersebut bisa menimbulkan kepercayaan pada anak - anak bahwa mereka dibakar dengan korek api karena mereka tidak seharusnya memegang korek api tersebut (Perry & Potter, 2002).

3. Perkembangan Psikososial

Dunia prasekolah meluas diluar keluarga. Mereka mulai berada dalam lingkungan tetangga dimana anak – anak bertemu dengan anak – anak lain dan orang dewasa.

Keingintahuan pada anak prasekolah tersebut dan inisiatif yang berkembang mengarah pada eksplorasi aktif terhadap lingkungan, perkembangan ketrampilan baru, dan membuat teman baru. Prasekolah memiliki kelebihan energi yang membolehkan mereka untuk merencanakan dan mencoba banyak kegiatan yang mungkin berada diluar kemampuan mereka.

4. Perkembangan motorik

Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu secara keseluruhan. Beberapa pengaruh perkembangan motorik terhadap konstelasi perkembangan individu dipaparkan oleh Hurlock (1996:

a. Melalui ketrampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang.

b. Anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya pada bulan – bulan pertama dalam kehidupannya, kekondisi yang independent. Anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi ini akan menunjang perasaan perkembangan rasa percaya diri.

c. Anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan

d. Perkembanagan motorik sangat penting bagi perkembanbangan kepribadian anak.

(15)

E. Kerangka Teori

Skema 2.1 kerangka teori Faktor-faktor yang

mempengruhi pola asuh : 1. Tingkat pendidikan 2. Lingkungan

3. Budaya

Gaya pola asuh : 1. Otoriter 2. Permesif 3. Demokratis Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian ; 1. Internal a. Emosi b. Intelektual 2. Eksternal a.Lingkungan b. Karakteristik c.Social d. Stimulus

e.Cinta dan kasih sayang f. Pendidikan

g.Pekerjaan

Kemandirian personal Hygiene

Faktor-faktor yang

mempengaruhi personal Hygiene 1. Citra tubuh

2. Praktik sosial

3. Status sosial ekonomi 4. Pengetahuan

5. Variable kebudayaan 6. Kebiasaan seseorang 7. Kondisi fisik

(16)

F. Kerangka Konsep

Variable Independen Variabel Dependen

Skema 2.2 kerangka konsep

G. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri dari variabel independen yaitu pola asuh orang tua dan veriabel dependen yaitu dependen yaitu kemandirian personal hygiene

H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ho : tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian personal hygiene pada anak usia pra sekolah di TK negeri bertaraf internasional Kecamatan Tembalang Kabupaten Semarang

Ha : ada hubungan antara pla asuh orang tua dengan kemandirian personal hygiene pada anak usia pra sekolah di TK negeri bertaraf Internasional Kecamatan Tembalang Kabupaten Semarang.

Pola asuh orag tua : 1. Otoriter 2. Permesif 3. Demokratis

Kemandirian personal Hygiene

Referensi

Dokumen terkait

Bahan yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah sample tanah Alfisol dari Jumantono, Karanganyar sebagai pewakil tanah masam, Entisol dari Baki,

Metode penelitian menggunakan desain research and development dengan 5 tahapan, tahap 1 yaitu mengidentifikasi kompetensi preseptor berdasarkan buku dan jurnal, tahap 2 uji

Berikut hasil wawancara pada tahap pengecekan kembali penyelesaian. Berdasarkan hasil wawancara di atas, Subjek mampu melaksanakan tahap pengecekan kembali pada penyelesaian

Pada hasil penelitian di setiap Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah cenderung mengalami tanah longsor karena berkorelasi dengan rendahnya tutupan lahan yang terlihat oleh

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan (1) pilihan kata yang terdapat dalam kegiatan panjat dinding di

Jumlah Tarsius sebanyak 2 ekor yang didapatkan pada perkebunan karet tradi- sional menunjukkan bahwa penutupan tumbuhan pada lokasi tersebut mampu memberikan habitat bagi

pemberantasan buta bahasa Indonesia dan buta Aksara yang menarik dan efektif, dengan indkator masyarakat Desa terpencil Bodag yang kini mampu berbahasa Indonesia

Pendekatan perkuliahan berbasis masalah (PBL) dengan model kolaboratif, yang selanjutnya disebut strategi perkuliahan kolaboratif berbasis masalah, sangat cocok