• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 METODE PENELITIAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini, dilakukan beberapa tahapan untuk memenuhi dan mencapai tujuan dari penelitian. Tahapan- tahapan penelitian ini digambarkan pada gambar 3.1. Data hasil dari akuisisi seismik kemudian diolah (processing) dengan menggunakan program ProMAX 2D sehingga diperoleh sebuah gambaran penampang seismik hasil dari migrasi dengan menggunakan metode dekonvolusi prediktif dan dekonvolusi spiking yang berguna untuk meningkatkan rasio S/N.

3.1 Lokasi Akusisi Data Seismik

Akuisisi seismik dilakukan di Kepulauan Nusa Tenggara. Berdasarkan Teori Tektonik Lempeng, Kepulauan Nusa Tenggara dapat dibagi menjadi empat satuan tektono-struktural dari utara ke selatan : Satuan Busur Belakang yang ditempati oleh Laut Flores, Satuan Busur Dalam yang dibentuk oleh serangkaian pulau vulkanik yang terdiri dari Bali, Lombok, Sumbawa, Komodo, Rinca, Flores, Adonora, Solor, Lomblen, Pantar, Alor, Kambing dan Wetar, Satuan Busur Luar yang dibentuk oleh pulau bukan vulkanik yaitu Dana, Raijua, Sawu, Roti, Semau dan Timor dan Satuan Busur Depan yang terletak di antara Satuan Busur Dalam dan Busur Luar yang merupakan Cekungan Dalam yaitu Cekungan Lombok dan Cekungan Savu.

Kepulauan Nusa Tenggara terbentuk akibat dari subduksi Lempeng Indo-Australia di bawah Arc Sunda-Banda selama Tersier Atas dimana, subduksi ini membentuk busur vulkanik dalam di Kepulauan Nusa Tenggara. Namun ada perbedaan dalam hubungannya dengan analisis kimia batuan vulkanik di Kepulauan Nusa Tenggara Busur vulkanik di wilayah Sunda Timur, yang terletak langsung pada kerak samudera dan dibatasi kerak samudera di kedua sisinya, memiliki lava dengan karakteristik kimia yang berbeda dari lava di bagian barat busur (Barber et al 1981). Menurut Hamilton (1979), punggungan-dalam terbentuk oleh batuan bersifat kalk-alkali berumur Kenozoikum Atas

(2)

19

Gambar 3.1: Diagram alur penelitian

Ukuran pulau-pulau dari jajaran gunung berapi ini secara bertahap Pre processing Demultiplexingg Geometri Editing (top mute) Velocity analysis Predictive deconvolution Processing Data lapangan DMO Corecction PSTM Stacking Spiking deconvolution penampang Seismik Editing (top mute, autocorrelation) Velocity analysis DMO Corecction PSTM Stacking penampang Seismik

(3)

mungkin mencerminkan jumlah kerak samudera yang masuk ke dalam zona subduksi, menyiratkan baik yang gerakan dip-slip ke arah barat Pulau Wetar lebih penting dan gerakan strike-slip ke arah timur semakin penting.

Gambar 3.2: Lokasi Pemetaan

(Sumber: Arsip Laporan Akhir Penelitian Laut Flores, Nusa Tenggara Timur)

Akuisisi data seismik dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) pada bulan Mei 2012 dengan menggunakan kapal Geomarin III. Akusisi data seismik dilakukan sebanyak 20 lintasan, sedangkan yang peneliti gunakan untuk pengolahan data seismik adalah lintasan 17. Berikut adalah gambar lintasan seismik:

(4)

21

Gambar 3.3 : Peta Lintasan Akuisisi Seismik (Sumber: Arsip PPPGL)

3.2 Data Lapangan

Data lapangan yang digunakan pada penelitian ini adalah data FLRS-17 dengan panjang lintasan 45,8 km yang diperoleh dari akuisisi seismik yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) menggunakan kapal Geomarin III yang dilaksanakan pada tanggal 24 Mei 2012 di Kepulauan Nusa Tenggara, dengan format SEG-D.

(5)

Parameter Akuisisi Lintasan FLRS-17 NO Parameter Akuisisi 1 Azimut 900 2 Active Channel 1-48 3 Shot Interval 37.5m 4 Near Offset 75m 5 Far Offset 662.5m 6 Fold maksimum 8 7 SP Awal 139 8 Sp Akhir 3808 9 FFID Awal 139 10 FFID Akhir 3789 11 SR 2ms 13 RL 8s 14 Panjang Lintasan 45,8 Km Tabel 3.1: Parameter Akuisisi Seismik FLRS-17

3.3 Pre-Processing

Pada tahapan preprocessing yang bertujuan untuk memperbaiki parameter fisik dari input (data seismik) melalui penyusunan geometri dan penguatan sinyal-sinyal refleksi. Tahapan preprocessing pada tahapan ini adalah demultiplex,

geometry, editing dan deconvolution. 3.3.1 Demultiplex

Demultiplex adalah suatu proses pengubahan dari format urutan waktu

(time sequential) ke urutan trace (trace sequential). Data lapangan yang sudah dimultiplexing disebut raw data. Proses demultiplex (demultiplexing) dengan menggunakan program Pro MAX 2D dapat dilihat sebagai berikut ini.

(6)

23

Gambar 3.4: Flow Demultiplex Berikut adalah gambar hasil raw data:

Gambar 3.5: hasil raw data

3.3.2 Geometry

Data yang direkam dari lapangan belum mempunyai informasi geometri. Untuk memberikan informasi geometri pada setiap data hasil rekaman lapangan maka diperlukan suatu proses yaitu Geometry Assigment sehingga semua data yang direkam mempunyai informasi lapangan sesuai dengan informasi obsever

report.

Proses awal dari geometry adalah memasuki informasi dan data-data geometri melalui perintah 2D Marine Geometry Spreadsheet.

(7)

Gambar 3.6: Flow Geometri

Setelah 2D Marine Geometry Spreadsheet* di execute, maka muncul jendela perintah untuk mengisi parameter-parameter geometri, diantaranya adalah:

set up, auto 2Ddan binning trace QC. Berikut adalah Parameter trace QC.

(8)

25

(b)

(9)

Gambar 3.7: Jendela 2D Marine Geometry Spreadsheet*

(a) Setup (b) Auto Marine 2D (c) SIN Ordered Parameter File (d) Trace QC

Hasil keluaran dari field geometri berupa stacking chart atau stacking diagram yang sesuai dengan geometri penembakan yang dilakukan pada saat akuisisi data. Setiap trace yang sudah didefinisikan identitasnya akan digunakan untuk pengolahan data selanjutnya.

Gambar 3.8: Gambar Stacking Chart

3.3.3 Editing

Pada proses akuisisi dilakukan sering kali hasil rekaman terganggu oleh beberapa sebab, seperti trace mati, berbagai jenis noise (Ground roll, koheren dan random noise). Jika tidak dihilangkan maka akan sangat mengganggu dalam

(10)

27

proses pengolahan data. Proses editing yang dilakukan adalah top-mute dan

Autocorrelation.

Gambar 3.9: Flow Editing

Setelah display hasil dari maka langkah editing selanjutnya adalah sebagai berikut:

a Top mute dilakukan untuk menghilangkan noise-noise yang terjadi sebelum

refleksi atau noise yang ada sebelum first break. Berikut adalah cara untuk melakukan top mute:

Display hasil geometry Picking > Pick Top Mute  Buat nama file

‘top_mute’ > OK  lakukan picking seluruh FFID (139-3789)  File > Save > File > Exit/Continue Flow.

b Autocorrelation dilakukan untuk mengkorelasi multiple atau noise pada trace itu sendiri.

Gambar 3.10: Flow Autocorrealtion Berikut adalah cara untuk melakukan autocorrelation:

Display hasil geometry Piking > Pick Miscellaneous Time Gates Buat nama file “autocorrelation” > OK lakukan piking seluruh FFID  File > Save > File > Exit/Continue Flow.

(11)

Gambar 3.11: Hasil Autocorrelation dalam bentuk raw data

3.3.4 Dekonvolusi

Dekonvolusi adalah sebuah proses yang berguna untuk memperbaiki resolusi temporal dari data seismik. Untuk memahami dekonvolusi, pertama perlu ditinjau suatu lapisan litologi di bawah permukaan. Bumi tersusun oleh lapisan batuan dengan litologi dan sifat fisik yang berbeda. Perbedaan impedansi lapisan batuan yang berdekatan menyebabkan adanya refleksi dan terekam sepanjang permukaan. Kebalikan dari sebuah proses konvolusi untuk memperoleh respon reflektivitas disebut dengan dekonvolusi.

(12)

29

Gambar 3.12: Skema Proses Konvolusi dan Dekonvolusi (sumber: http://totalcorner.blogspot.com)

Pada penelitian ini memakai dua metode dekonvolusi yaitu: dekonvolusi spiking dan dekonvolusi prediktif.

a Dekonvolusi Spiking.

mengubah sinyal asli menjadi sinyal ideal yang bentuknya spike,

Gambar 3.13: flow Dekonvolusi Spiking b Dekonovolusi Prediktif

Dekonvolusi Prediktif merupakan suatu metode dekonvolusi dimana pada metode tersebut. mendesain suatu filter yang cocok dengan data untuk

(13)

melalui gambar stack, auto korelasi, dan spektrum frekuensi.

Prosedur predictive deconvolution menghilangkan bagian-bagian yang terprediksi pada trace, terutama yang disebabkan oleh gaung yang berulang dan akan meninggalkan signal yang merupakan deretan koefisien refleksi yang diinginkan. Dekonvolusi prediktif dapat menekan gangguan-gangguan yang diramalkan setelah terjadi peristiwa refleksi yang belum dapat dipastikan, seperti multipel yang terjadi dengan perioda pendek maupun perioda panjang. Berikut flow proses predictive deconvolution dalam ProMAX 2D

3.3.5 Brute Stack

Brute Stack adalah proses penjumlahan semua trace dari CDP yang sama

yang bertujuan untuk meningkatkan rasio S/N dan melihat kualitas penampang seismik yang telah diproses sebelum proses analisa kecepatan.

Gambar 3.14: Flow Brute Stack

3.3.6 Velocity Analysis

Kecepatan didefinisikan sebagai penjalaran gelombang seismik pada medium dimana gelombang tersebut bergerak. Untuk mengetahui nilai kecepatan sangat penting karena bisa juga menentukan kedalaman, kemiringan, horizon dan lain-lain.

Analisa kecepatan adalah proses penentuan atau pemilihan kecepatan pada gelombang seismik yang sesuai. Kecepatan yang digunakn dalam penelitian ini adalah kecepatan root mean square (Vrms), yaitu kecepatan total dari sistem lapisan horizontal dalam bentuk akar kuadrat.

(14)

31

Pada penelitian analisis kecepatan dilakukan satu kali, analisis kecepatan untuk dekonvolusi spiking juga bisa di gunakan pada dekonvlusi prediktif. Berikut adalah flow untuk analisis kecepatan :

Gam bar 3.15: Flow Analisis Kecepatan

Gambar 3.16: Picking Analisis Kecepatan

Setelah melakukan picking sampai CDP 22055, dapat di lihat hasil dari

pincking memalui perintah Velocity Viewer/Point Editor*, yang berfungsi

(15)

Gambar 3.17: Display Hasil Picking Analisis Kecepatan

3.3.7 Koreksi Dip Move Out (DMO)

Dip Move Out dimaksud adalah untuk memindahkan data non zero Offse

menjadi data zero offset pada lapisan miring. Pada lapisan miring common mid

point (CMP) tidak sama dengan common depth point (CDP) sehingga ada jarak

antara titik CMP dan CDP.

Gambar 3.18: Flow Koreksi DMO (Dip Move Out)

3.3.8 Pre-Stack Time Migration (PSTM)

PSTM merupakan teknik migrasi data seismik yang diterapkan sebelum proses stacking. Dibandingkan dengan Post Stack Time Migration, Pre Stack Time Migration memberikan hasil yang lebih baik terutama untuk didalam pencitraan struktur. Metodelogi yang biasa diterapkan untuk melakukan

(16)

pre-33

stack time migration adalah: pertama, melakukan konvolusi dengan elliptical impulse response, kedua melakukan penjumlahan disepanjang diffraction response curve (Kirchhoff Migration). Dalam penelitian ini proses pre-stack time migration dilakukan untuk dekonvolusi spiking dan dekonvolusi prediktif.

Gam bar 3.19: Flow Pre-Stack Time Migration

3.3.9 Stacking

Stacking adalah penjumlahan trace-trace dalam satu CDP yang mempunyai signal yang koheren sehingga dapat meningkatkan rasio signal to

noise.

Gambar

Gambar 3.1: Diagram alur penelitian
Gambar 3.2: Lokasi Pemetaan
Gambar 3.3 : Peta Lintasan Akuisisi Seismik (Sumber: Arsip PPPGL)
Tabel 3.1: Parameter Akuisisi Seismik FLRS-17  3.3 Pre-Processing
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini migrasi dilakukan setelah stacking dengan menggunakan metode finite difference dan metode Kirchhoff terhadap data seismik refleksi 2D darat

Penampang seismik yang dihasilkan dari proses pengolahan dengan metode Prestack Migration menghasilkan penampang yang lebih baik dari pada penampang seismik yang diolah

Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari tahap pemasukan data ( input data ) pada perangkat lunak ProMAX 2D, kemudian melakukan pre- processing data

Hasil yang didapatkan menunjukan migrasi berhasil dilaksanakan, fungsi dari migrasi terlihat dengan baik yakni untuk melihat penampang seismik mirip dengan kondisi geologi

Digunakan metode Kirchhoff untuk proses migrasi karena perhitungannya dapat menyelesaikan domain waktu, sudut, dan jarak yang terdapat dalam penampang seismik serta

Dari hasil analisa gambar penampang seismik hasil migrasi dapat diambil kesimpulan bahwa model kecepatan sangat mempengaruhi kualitas hasil stack untuk migrasi dan proses PSTM

Kemudian, berdasarkan data-data yang telah diperoleh peneliti dari penyebaran kuesioner pada partisipan dan hasil wawancara dilokasi penelitian, data-data tersebut akan

Langkah pertama adalah meregresi Kinerja Karyawan untuk variabel Stres Kerja dan Lingkungan Kerja dari hasil data yang diperoleh dari penelitian dengan diolah menggunakan