• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK ANTARA SUBPOPULASI KERBAU RAWA LOKAL DI KABUPATEN DOMPU, NUSA TENGGARA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK ANTARA SUBPOPULASI KERBAU RAWA LOKAL DI KABUPATEN DOMPU, NUSA TENGGARA BARAT"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK

GENETIK ANTARA SUBPOPULASI KERBAU RAWA LOKAL

DI KABUPATEN DOMPU, NUSA TENGGARA BARAT

ERY ERDIANSYAH1)danANNEKE ANGGRAENI2)

1) Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fapet IPB, Bogor 2)

Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik morfologi dan hubungan kekerabatan kerbau rawa lokal antara lima subpopulasi (kecamatan) di Kabupaten Dompu. Penelitian menggunakan 200 ekor kerbau jantan dan betina yang dikoleksi dari lima kecamatan di Kabupaten Dompu mulai bulan Juli sampai Agustus 2007. Karakteristik morfologi yang diamati berupa ukuran tubuh dan sejumlah sifat kualitatif. Fungsi diskriminan sederhana melalui pendekatan jarak Mahalanobis dipergunakan untuk menduga hubungan kekerabatan dan pohon filogenetik menggunakan paket program KUMAR et al. (1993). Data ukuran tubuh kerbau di setiap kecamtan terlebih dahulu distandarisasi terhadap jenis kelamin jantan. Hasil secara umum menunjukkan rataan ukuran tubuh terbesar ditemukan pada kerbau rawa dari Kecamatan Kempo, sedangkan keragaman fenotipe ukuran tubuh antara subpopulasi cukup luas. Hasil analisis diskriminan memperlihatkan kerbau pengamatan bisa dibagi menjadi dua grup, yaitu: 1) grup kerbau Pajo dan 2) grup kerbau Dompu-Woja-Hu’u-Kempo. Kerbau Dompu dan Woja memiliki nilai kesamaan terendah dibandingkan lainnya, yakni sebesar 40%. Kerbau Woja dipengaruhi oleh campuran kerbau Dompu (32,5%), Kempo (20%) dan Hu,u (7,5%). Kerbau Dompu dipengaruhi campuran kerbau Hu,u (40%), Woja (2,5%), Pajo (2,5%) dan Kempo (15%). Kesamaan ukuran fenotipe terbesar terjadi pada kerbau Kempo (95%), yang memperoleh dalam jumlah kecil campuran dari kerbau Dompu (2,5%) dan Woja (2,5). Berdasarkan analisis struktur kanonikal total, ukuran tubuh yang bisa dipakai sebagai peubah pembeda kelompok kerbau pada Can-1 adalah dalam dada (0,78803), lebar dada (0,71850) dan panjang badan (0,56646). Lebih jauh jarak genetik terdekat ditemukan antara kerbau Dompu dan Hu,u sebesar 1,42735, sebaliknya jarak genetik terjauh antara kerbau Pajo dan Kempo, sebesar 5,17273. Kerbau Pajo-Kempo mempunyai hubungan kekerabatan paling jauh kemungkinan disebabkan letak geografis kedua lokasi berjauhan, sehingga membatasi distribusi kerbau di dua kecamatan ini.

Kata kunci: Kerbau rawa, karakteristik morfologi, jarak genetik

PENDAHULUAN

Kerbau (Bubalus bubalis) merupakan salah satu ternak ruminansia besar yang telah lama dikenal oleh masyarakat di Indonesia. Pemeliharaan kerbau oleh petani dan peternak umumnya masih dilakukan secara ekstensif. Meskipun kerbau belum banyak mendapatkan perhatian dalam segi pemeliharaannya, akan tetapi diketahui bahwasanya kerbau sebagai salah satu ternak lokal memiliki sejumlah keunggulan dan memberi banyak manfaat khususnya bagi petani dan peternak. Keunggulan tersebut antara lain kerbau lokal mampu bertahan hidup dengan ketersediaan pakan terbatas serta mempunyai ketahanan baik terhadap sejumlah penyakit dan parasit

tropis. Kondisi tersebut menyebabkan ternak kerbau mampu hidup dan memiliki daya survivalibitas di berbagai agroekosistem pemeliharaannya. Melalui proses kehidupan yang panjang bahkan yang berlangsung ratusan tahun di berbagai agroekosistem spesifik di Indonesia, kerbau mengalami proses seleksi alami, sehingga dihasilkan sejumlah kerbau lokal dengan sejumlah ciri spesifik, yang terekspresi misalnya dari bentuk tubuh, ukuran tubuh dan sifat fisiologis yang dimiliki (SUMANTRI et al., 2007). Menurut THOMPSON dan THODAY (1974) pengaruh seleksi alami dan cekaman lingkungan sekitar, mengakibatkan timbulnya variasi pada tampilan fenotipe termasuk sifat kuantitatif dan kualitatif ternak. Sedangkan menurut NEI

(2)

(1987) perubahan kecil pada sifat yang dikontrol oleh poligen serta interaksinya dapat menjadi salah satu cara mengubah secara perlahan agar mahkluk mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Kerbau lokal yang sudah mengalami seleksi alami dalam waktu lama di berbagai agroekosistem di Indonesia, dengan demikian merupakan sumber genetik yang khas yang diperlukan untuk perbaikan mutu genetik ternak nasional.

Kerbau menurut BHATTARCHYA (1993) termasuk dalam klas mamalia, ordo ungulate, famili bovidae, subfamili bovina, genus

bubalus dan spesies bubalis. Kerbau termasuk

ke dalam spesies Bubalus bubalis yang diduga berevolusi dari Bubalus arnee, yakni kerbau liar dari India. Hampir semua kerbau domestikasi saat ini berasal dari moyang

Bubalus arnee. Kerbau yang ada di Indonesia

secara umum dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu kerbau lumpur atau kerbau rawa (swamp buffalo) dan kerbau sungai (river

buffalo). Sebagian besar kerbau lokal adalah

kerbau rawa (sekitar 98%) dan sisanya dalam jumlah kecil (sekitar 2%) adalah kerbau sungai. Kerbau sungai memiliki ciri senang berkubang dalam air jernih seperti sungai dan danau dan penyebaran terbanyak ada di Sumatera Utara. Kerbau rawa menurut MASON (1974) memiliki keragaman warna, ukuran tubuh dan tingkah laku cukup bervariasi. Tubuh biasanya bewarna kelabu, hitam totol-totol (belang putih), albinoid dan abu-abu. Warna lebih cerah ditemukan pada daerah kaki, dagu dan leher. FAHIMUDDIN (1975) menjelaskan kerbau rawa memiliki sejumlah ciri-ciri khusus seperti bertubuh pendek dan gemuk, tubuh tidak pernah bewarna cokelat atau abu-abu cokelat (sebagaimana kerbau sungai), tanduk melengkung ke belakang dan panjang, serta biasa difungsikan sebagai ternak kerja dan penghasil daging. Sedangkan COCKRILL (1974) menguraikan kerbau rawa memiliki konformasi tubuh berat dan padat, kaki pendek, perut luas, leher panjang, dahi datar, muka pendek dan moncong luas.

Kerbau dengan sepuluh populasi terpadat ditemukan berurutan pada propinsi NAD (340.031 ekor), Sumut (261.308 ekor), Sumbar (211.008 ekor), Sumsel (103.577 ekor), Jabar (156.570 ekor), Jateng (123.826 ekor), NTB (156.468 ekor), NTT (141.236 ekor), Sulsel

(128.502 ekor) dan Banten (145.439 ekor) (DITJEN PETERNAKAN, 2006). Perkembangan populasi ternak kerbau pada skala nasional menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhannya tidak berkembang cukup baik dari tahun ke tahun. Pengamatan selama lima tahun terakhir (2002-2006) sebagai misal, menunjukkan rataan laju pertumbuhan populasi kerbau nasional hanya sekitar 3,41%. Bahkan selama periode yang sama, pada sejumlah propinsi terjadi pertumbuhan negatif seperti di Propinsi NAD 3,34%), Sumbar 5.33%), Jatim (-13,25%), Jateng (-4,24%), Kaltim (-2,57%), Sulsel (-8,41%) dan Banten (-2,56%) (DITJEN PETERNAKAN, 2006). Hal ini menjadi petunjuk akan perlunya dilakukan berbagai upaya untuk bisa mempertahankan sekaligus meningkatkan populasi dan produktivitas dari kerbau lokal.

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah salah satu propinsi dengan kepemilikan tinggi populasi ternak kerbau. Kerbau rawa di NTB diketahui sudah beradaptasi dan berkembang dengan baik hampir di semua kabupaten, meliputi Kabupaten Lombok Barat, Tengah dan Timur, Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu dan Bima. Kabupaten Dompu sendiri dikenal sebagai salah satu daerah kaya akan keragaman genetik ternak ruminansia sapi dan kerbau. Populasi kerbau terpadat ditemukan di Pulau Sumbawa (82%), Dompu merupakan salah satu daerah sentra produksi penting ternak kerbau di NTB. Kerbau rawa di daerah Dompu dikenal dengan sebutan Sahe. Ternak kerbau disini berperan penting sebagai sumber penyedia protein hewani berupa daging dan juga menjadi sumber lapangan kerja bagi sebagian masyarakat. Selama ini belum banyak diketahui tingkat keragaman genetik kerbau khususnya antara subpopulasi (kecamatan) yang ada di Kabupaten Dompu. Untuk menambah informasi akan kekayaan plasma nutfah kerbau rawa khususnya di Kabupaten Dompu, maka penelitian ini dilakukan.

Penelitian bertujuan mengetahui keragaman fenotipe, keragaman genetik dan hubungan kekerabatan genetik antara subpopulasi kerbau di Kabupaten Dompu. Informasi yang diperoleh diharap akan memberi manfaat dalam menentukan arah dan strategi konservasi sekaligus perbaikan produktivitas kerbau khususnya di Kabupaten Dompu.

(3)

Gambar 1. Peta lokasi lima kecamatan tempat dilakukan pengukuran tubuh kerbau sampel di Kabupaten Dompu

MATERI DAN METODE Lokasi

Penelitian telah dilaksanakan selama bulan Juli sampai Agustus 2007. Penelitian dilakukan di lima Kecamatan dari Kabupaten Dompu, NTB, meliputi Kecamatan Dompu, Kempo, Woja, Hu’u dan Pajo (Gambar 1).

Materi

Ternak yang digunakan dalam penelitian berjumlah 200 ekor kerbau rawa lokal, yakni dengan jumlah 40 ekor untuk setiap kecamatan yang berasal dari peternak rakyat di Kabupaten Dompu. Kerbau yang dipakai sebagai sampel dan diukur adalah kerbau jantan dan betina dewasa dengan kisaran umur 2-5 tahun. Peralatan yang dipakai berupa meteran dan tongkat ukur untuk mengukur sejumlah ukuran tubuh kerbau. Alat tulis dan lembar data digunakan untuk mencatat data yang diamati. Metode

Pengukuran bagian tubuh

Bagian-bagian tubuh kerbau yang diukur (dinyatakan dalam satuan cm) dan definisinya diuraikan sebagai berikut:

1. Tinggi pundak (TP) adalah jarak tertinggi pundak melalui belakang scapula tegak lurus ke tanah diukur menggunakan tongkat ukur.

2. Tinggi pinggul (TPi) adalah jarak tetinggi pinggul secara tegak lurus ke tanah, diukur menggunakan tongkat ukur.

3. Lebar pinggul (LPi) adalah jarak lebar antara kedua sendi pinggul, diukur menggunakan pita ukur.

4. Panjang badan (PB) adalah jarak garis lurus dari tepi tulang processus spinocus sampai dengan benjolan tulang tapis (os ischium), diukur menggunakan tongkat ukur.

5. Lingkar dada (LD) diukur melingkar tepat di belakang scapula, dengan menggunakan pita ukur.

6. Dalam dada (DD) adalah jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada, diukur menggunakan pita ukur.

7. Lebar dada (LeD) adalah jarak antara penonjolan sendi bahu (os scapula) kiri dan kanan, diukur menggunakan pita ukur. 8. Lingkar kaki (kanon) diukur pada bagian

tengah ke empat mata kaki.

Pengamatan sifat kualitatif

Peubah yang berkaitan dengan sifat-sifat kualitatif morfologi yang diamati diklasifikasikan sebagai berikut:

(4)

1. Ada tidaknya tanduk: tidak bertanduk, benjolan dan bertanduk.

2. Bentuk tanduk: melingkar kesamping, melingkar ke bawah, melingkar ke atas (tikko), lurus ke samping (lepe) dan melingkar ke belakang.

3. Warna kulit: merah, abu-abu pekat, abu-abu terang dan albino.

4. Garis kalung putih atau chevron: tunggal, double dan tidak ada chevron.

5. Warna kaki atau kaos kaki: ada atau tidak ada kaos kaki.

6. Unyeng-unyeng atau whorls: pada bagian dada, perut dan pinggang.

7. Jenis teracak: gunting (scissors type) dan mangkok (bowl type), yaitu teracak berjari pendek.

Analisis Data

Sifat kualitatif

Frekuensi relatif dari suatu sifat kualitatif dihitung dengan formula berikut:

%

100

x

n

A

Sifat

relatif

Frekuensi

=

Dimana: A = salah satu sifat kualitatif pada kerbau yang diamati.

n = total sampel kerbau per populasi yang diamati.

Sifat kuantitatif

Sifat kuantitatif dianalisis untuk mendapatkan rataan, simpangan baku, dan koefisien keragaman. Pembandingan rataan ukuran-ukuran tubuh antara subpopulasi dianalisis menggunakan uji t-student. Sebelum dilakukan pembandingan rataan, data dari kerbau rawa antara populasi penelitian dikoreksi terhadap jenis kelamin jantan.

Penentuan hubungan kekerabatan antara subpopulasi kerbau menggunakan fungsi diskriminan sederhana (MANLY, 1989 dan HERERA et al., 1996). Fungsi diskriminan yang digunakan melalui pendekatan jarak Mahalonobis seperti yang dijelaskan oleh NEI (1987), yakni dengan menggabungkan (pooled) matriks ragam peragam antara peubah dari

masing-masing kerbau yang diamati menjadi sebuah matriks sebagai berikut:

=

pp p p p p p

c

c

c

c

c

c

c

c

c

c

c

c

C

....

....

....

....

....

....

....

....

3 2 1 2 23 22 21 1 13 12 11

Jarak Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat genetik minimum yang digunakan sesuai dengan petunjuk MANLY (1989) dan NEI (1987) adalah sebagai berikut:

)

(

)

(

1 ) ( 2 j i j i ij

X

X

C

X

X

D

=

Dimana: D2(ij) = Nilai statistik Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat genetik antara tipe kerbau ke-i dan tke-ipe kerbau ke-j.

C-1 = Kebalikan matriks gabungan ragam peragam antar peubah.

Xi = Vektor nilai rataan pengamatan dari tipe kerbau ke-i pada masing-masing peubah kuantitatif.

Xj = Vektor nilai rataan pengamatan dari tipe kerbau ke-j pada masing-masing peubah kuantitatif.

Untuk membantu analisis statistik Mahalanobi digunakan paket program statistika SAS versi 6.12 memakai metoda PROC

DISCRIM. Hasil perhitungan jarak kuadrat

kemudian diakarkan terhadap hasil kuadrat jarak untuk membuat jarak genetik yang diperoleh tidak dalam bentuk kuadrat. Hasil pengakaran dianalisis lebih lanjut dengan program MEGA seperti petunjuk KUMAR et al. (1993) untuk mendapatkan pohon fenogram. Teknik pembuatan pohon fenogram dilakukan dengan metode UPGAMA (Unweighted Pair

Group Method with Arithmetic) dengan asumsi

bahwa laju evolusi antar kelompok kerbau adalah sama.

Penentuan penyebaran kerbau dan nilai kesamaan dari nilai campuran di dalam dan di antara kelompok kerbau digunakan analisis

(5)

juga digunakan dalam menentukan beberapa peubah ukuran fenotipe yang memiliki pengaruh kuat terhadap penyebab terjadinya pengelompokan bangsa kerbau (pembeda bangsa). Prosedur analisisnya menggunakan

PROC CANDISC dari SAS versi 6.12.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

Secara umum sebagian wilayah Kabupaten Dompu adalah daerah bergelombang sampai berbukit dengan kemiringan tanah 15-40% dan diatas 40% sebesar 49,97%. Bila diklasifikasikan berdasarkan kemiringan wilayah, diperoleh daerah datar dan landai masing-masing sebesar 18,48% dan 31,55%. Kabupaten Dompu memiliki total luasan wilayah 232.460 ha dengan jumlah penduduk sebanyak 193.334 jiwa atau sebanyak 43.616 KK. Dari luas tersebut 120.728 ha (51,93%) merupakan kawasan budidaya, di luar kawasan hutan. Kabupaten Dompu berbatasan dengan Kabupaten Sumbawa dan Teluk Saleh di bagian barat, Kabupaten Bima di utara dan timur, serta Samudra Hindia di selatan (Pemprop. NTB, 2007). Kabupaten Dompu termasuk daerah beriklim tropis dengan musim

hujan biasanya berlangsung selama bulan Oktober sampai April. Pada musim kemarau suhu udara relatif tinggi pada siang hari dan pada malam hari menurun menjadi sekitar 20oC. Berdasarkan curah hujan yang diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Dompu selama tahun 1984 sampai 1992, diketahui bahwa rataan curah hujan per tahun sebanyak 1.038 mm/thn (PEMPROP. NTB, 2007).

Kabupaten Dompu memiliki delapan kecamatan, dengan sebaran populasi kerbau terpadat berurutan pada Kecamatan Kempo, Hu’u, Pajo, Dompu, Woja, Manggelewa, Kilo dan Pekat (Tabel 1). Dengan demikian penelitian ini memfokuskan pada lima Kecamatan dengan pemilikan kerbau terpadat di Kabupaten Dompu.

Sifat Kualitatif

Hasil pengamatan terhadap tujuh sifat kualitatif meliputi ada tidaknya tanduk, bentuk tanduk, warna kulit, garis kalung, warna kaki, keberadaan unyeng-unyeng dan jenis teracak pada kerbau rawa di kelima kecamatan di Kabupaten Dompu, NTB diuraikan berikut ini.

Tabel 1. Distribusi populasi kerbau pada delapan Kecamatan di Kabupaten Dompu

Nomer Kecamatan Jumlah Ternak (Ekor)

1 Dompu 1.999 2 Pajo 2.329 3 Hu’u 2.425 4 Woja 1.979 5 Kempo 3.395 6 Manggelewa 1.822 7 Kilo 1.390 8 Pekat 127 Jumlah Total 15.466

Tabel 2. Jenis tanduk kerbau rawa di Kabupaten Dompu

Jenis tanduk Dompu Hu’u Kempo Pajo Woja Persentase

Melingkar ke atas 40 (20%) 40 (20%) 39 (19,5%) 37 (18,5%) 40 (20%) 196 (98%)

Melingkar ke bawah - - - 2 (1,0%) - 2 (1,0%)

Lurus ke samping - - - 1 (0,5%) - 1 (0,5%)

(6)

Tipe Tanduk

Semua kerbau rawa yang diamati di Kabupaten Dompu memiliki tanduk. Hal ini sesuai dengan kharakteristik kerbau rawa yang umumnya bertanduk. Jenis tanduk dengan persentase terbesar adalah berbentuk melingkar ke atas, sebesar 98%. Sedangkan jenis tanduk lain yang ditemukan dalam persentase kecil adalah melingkar ke bawah (1%), lurus ke samping (0,5%) dan melingkar ke belakang (0,5%). Ada kemungkinan ketiga tipe tanduk ini bukan tipe normal kerbau rawa.

Warna Kulit

Kerbau rawa pengamatan dengan warna kulit abu-abu terang memiliki persentase terbanyak (36,5%); sedangkan warna lain yang dimiliki antara lain abu-abu gelap (29,5%), coklat (11%) dan merah (19%); sisanya dalam persentase rendah ditemukan pula warna albino (4%) (Tabel 3). Warna merah dan coklat paling sering ditemukan di Kecamatan Kempo dan Pajo. Warna albino bukan merupakan warna

khas dari kerbau rawa. Berbagai tipe warna kulit yang diperoleh pada kerbau rawa penelitian kurang bersesuaian dengan pernyataan SEARLE (1968) yang menyatakan bahwa kerbau rawa normal biasanya bewarna abu-abu gelap. Dijelaskan warna abu-abu diketahui dikendalikan oleh adanya gen D yang bersifat dominan terhadap gen d yang bersifat resesif. Lebih jauh warna abu-abu tersebut diduga tidak dipengaruhi oleh granula pigmen.

Garis Kalung atau Chevron

Garis kalung dari kerbau rawa di lima kecamatan sebagian besar ditemukan bertipe

double, yakni sekitar 80% (Tabel 4). Dalam

persentase lebih kecil ditemukan pula garis kalung tunggal pada kerbau di Hu’u, Kempo dan Pajo, yaitu sebesar 18,5%, serta sisanya dalam jumlah sangat kecil (sekitar 1,5%) tidak ditemukan garis kalung pada kerbau rawa di Dompu dan Kempo. Keberadaan garis kalung pada kerbau diduga bersifat resesif (CHAVANIKUL et al., 1994).

Tabel 3. Warna kulit kerbau rawa di Kabupaten Dompu

Warna kulit Dompu Hu’u Kempo Pajo Woja Persentase

Coklat 9 (4,5%) 6 (3%) - 2 (1%) 5 (2,5%) 22 (11%)

Merah - - 30 (15%) 8 (4%) - 38 (19%)

Albino 2 (1%) 1 (0,5%) 4 (2%) 1 (0,5%) - 8 (4%)

Abu-abu gelap 15 (7,5%) 9 (4,5%) 6 (3%) 21 (10,5%) 8 (4%) 59 (29,5%)

Abu-abu terang 14 (7%) 24 (12%) - 8 (4%) 27 (13,5%) 73 (36,5%)

Tabel 4. Garis kalung kerbau rawa di Kabupaten Dompu

Garis kalung Dompu Hu’u Kempo Pajo Woja Persentase

Tidak ada 1 (0,5%) - 2 (1%) - - 3 (1,5%)

Tunggal - 6 (3%) 29 (14,5%) 2 (1%) - 37 (18,5%)

Double 39 (19,5%) 34 (17%) 9 (4,5%) 38 (19%) 40 (20%) 160 (80%) Tabel 5. Warna kaki kerbau rawa di Kabupaten Dompu

Warna kaki Dompu Hu’u Kempo Pajo Woja Persentase

Putih 40 (20%) 40 (20%) 35 (17,5%) 37 (18,5%) 40 (20%) 192 (96%)

(7)

Tabel 6. Unyeng-unyeng kerbau rawa di Kabupaten Dompu

Unyeng-unyeng Dompu Hu’u Kempo Pajo Woja Persentase

Dada 9 (4,5%) 9 (4,5%) 30 (15%) 3 (1,5%) 10 (5%) 61 (30,5%)

Perut 5 (2,5%) 2 (1%) 2 (1%) 3 (1,5%) 1 (0,5%) 13 (6,5%)

Pinggang 26 (13%) 29 (19,5%) 8 (4%) 34 (17%) 29 (19,5%) 126 (63%) Tabel 7. Jenis teracak kerbau rawa di Kabupaten Dompu

Jenis teracak Dompu Hu’u Kempo Pajo Woja Persentase

Gunting - - 31 (15,5%) 7 (3,5%) - 38 (19%)

Mangkok 40 (20%) 40 (20%) 9 (4,5%) 37 (18,5%) 40 (20%) 162 (81%)

Warna Kaki atau stocking

Warna kaki yang ditemukan hanya ada dua jenis, yaitu hitam dan putih (Tabel 5). Warna kaki hitam hanya ditemukan di Kecamatan kempo (4%), sisanya dalam jumlah besar (96%) adalah warna kaki putih. Warna kaki putih ini merupakan salah satu ciri yang dimiliki oleh kerbau rawa.

Unyeng-unyeng atau whorls

Bagian pinggang merupakan bagian tubuh yang paling banyak terdapat unyeng-unyeng, yakni sekitar 63%, sebaliknya bagian dada dan perut memiliki unyeng-unyeng masing-masing sekitar 30,5% dan 6,5%.

Jenis Teracak

Kerbau rawa di Kabupaten Dompu memiliki persentase jenis teracak mangkok paling banyak, yaitu sekitar 81% (Tabel 7). Dapat dinyatakan bahwa kerbau rawa khususnya di Kecamatan Dompu, Hu’u dan Woja banyak dipergunakan untuk mengolah lahan pertanian karena kemampuannya menekan keras ke arah bawah.

Sifat Kuantitatif

Rataan dan simpangan baku dari sejumlah ukuran tubuh atau morfometrik tubuh kerbau rawa dari setiap lokasi disajikan pada Tabel 8. Pengamatan terhadap tinggi pundak menunjukkan kerbau jantan di daerah Kempo

memiliki ukuran tertinggi (125,0 cm) dan secara statistik berbeda sangat nyata (P<0,01) dibandingkan kerbau di daerah Dompu, Hu’u, Pajo dan Woja. Tinggi pundak kerbau betina di daerah Kempo juga tertinggi (123,3 cm) dan berbeda nyata (P<0,05) terhadap kerbau di daerah Dompu dan berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadapkerbau di daerah Hu’u dan Woja. Keragaman ukuran tinggi pundak kerbau jantan terlihat relatif lebih seragam, dengan koefisien keragaman sekitar 1,85-2,57%, demikian juga pada kerbau betina dengan koefisien keragaman sekitar 2,20-3,31%. Dapat dinyatakan ukuran tinggi pundak kerbau rawa di Kabupaten Dompu memiliki variasi keragaman relatif rendah.

Pengamatan panjang badan menunjukkan rataan panjang badan kerbau jantan di daerah Kempo tertinggi (122,9 cm), berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan daerah Dompu dan Hu’u, tetapi berbeda sangat nyata (P<0,01) dibandingkan daerah Pajo. Rataan panjang badan tertinggi juga dimiliki kerbau betina daerah Kempo (123,0 cm), yang berbeda sangat nyata (P<0,01) dibandingkan daerah Dompu, Hu’u dan Pajo. Pengamatan lebih jauh sebagai misal pada ukuran lingkar dada pada kerbau jantan menunjukkan lingkar dada tertinggi juga dimiliki kerbau di daerah Kempo (177,5 cm) yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap empat daerah lainnya. Akan tetapi untuk kerbau betina, lingkar dada tertinggi dimiliki kerbau di daerah Woja (184,3 cm) yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap daerah Dompu dan berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap daerah Hu’u. Kerbau di Dompu dan Woja memiliki koefisien keragaman lingkar dada yang rendah (2,5% dan 2,8%), sedangkan

(8)

daerah Pajo dengan koefisien keragaman lingkar dada lebih tinggi (6,07%), meskipun nilai tersebut relatih lebih rendah dibandingkan Kempo dan Hu’u.

Berdasarkan pengamatan ukuran-ukuran tubuh kerbau rawa di lima lokasi di Kabupaten Dompu (Tabel 8), dapat dinyatakan secara umum kerbau jantan daerah Kempo memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari empat

daerah lainnya. Demikian pula untuk kerbau betina di daerah Kempo juga memiliki ukuran-ukuran tubuh lebih besar. Hal ini kemungkinan karena daerah Kempo memiliki sumberdaya alam cukup kaya jika dibandingkan empat daerah lainnya, yang lebih menjamin kelestarian habitat alami kerbau di daerah ini.

Tabel 8. Rataan dan simpangan baku ukuran-ukuran tubuh kerbau rawa jantan dan betina berdasarkan lokasi berbeda di Kabupaetn Dompu

Jantan Betina Ukuran Tubuh Lokasi (Kec.) X ± SB n KK (%) X ± SB n KK (%) Tinggi Dompu 120,24BC ± 3,09 10 2,57 121,27B ± 3,05 30 2,51 Pundak Hu'u 119,74BC ± 2,80 13 2,34 121,04B ± 2,88 27 2,38 Kempo 125,02A ± 3,11 21 2,49 123,31A ± 2,71 19 2,2 Pajo 121,65B ± 2,05 11 1,69 122,31AB ± 3,10 29 2,53 Woja 118,30C ± 2,19 6 1,85 119,02C ± 3,94 34 3,31 Tinggi Dompu 117,30BC ± 3,46 10 2,95 118,42BC ± 3,28 30 2,77 Pinggul Hu'u 117,20C ± 2,42 13 2,06 118,21C ± 3,08 27 2,6 Kempo 123,03A ± 3,14 21 2,55 121,58A ± 2,88 19 2,37 Pajo 119,51B ± 2,90 11 2,43 119,87B ± 3,07 29 2,56 Woja 114,75C ± 2,56 6 2,23 116,26D ± 3,50 34 3,01 Lebar Dompu 32,90AB ± 5,29 10 16,1 37,49AB ± 6,92 30 18,46 Pinggul Hu'u 35,86A ± 5,85 13 16,31 38,47A ± 7,17 27 18,64 Kempo 30,26BC ± 5,85 21 19,33 34,17B ± 5,36 19 15,69 Pajo 27,73C ± 2,90 11 10,46 35,70AB ± 5,33 29 14,93 Woja 25,67 D ± 0,82 6 3,2 34,51B ± 7,72 34 22,37 Lebar Dompu 56,15B ± 4,36 10 7,76 56,64B ± 4,23 30 7,47 Dada Hu'u 54,14BC ± 5,60 13 10,34 56,61B ± 4,25 27 7,51 Kempo 63,18A ± 3,91 21 6,19 64,07A ± 3,48 19 5,43 Pajo 50,61C ± 5,35 11 10,57 52,37C ± 4,81 29 9,18 Woja 54,65BC ± 5,55 6 10,15 58,73D ± 3,40 34 5,79 Panjang Dompu 119,94B ± 3,14 10 2,62 119,72B ± 3,47 30 2,89 Badan Hu'u 120,31B ± 2,19 13 1,82 120,40B ± 2,56 27 2,13 Kempo 122,86A ± 4,27 21 3,48 123,10A ± 3,17 19 2,58 Pajo 115,81C ± 3,41 11 2,94 117,60C ± 2,64 29 2,24 Woja 120,38B ± 4,20 6 3,49 121,09B ± 4,28 34 3,53 Dalam Dompu 65,70B ± 5,30 10 8,07 67,47BC ± 5,16 30 7,65 Dada Hu'u 67,59B ± 3,87 13 5,72 68,97B ± 3,98 27 5,77 Kempo 77,89A ± 4,14 21 5,31 75,34A ± 4,13 19 5,48 Pajo 58,45C ± 4,27 11 7,3 62,10D ± 4,10 29 6,6 Woja 67,77B ± 2,56 6 3,78 66,86C ± 4,32 34 6,46

(9)

Lanjutan Tabel 8 Lingkar Dompu 161,14BC ± 4,03 10 2,5 176,7BC ± 11,7 30 6,62 Dada Hu'u 154,55B ± 8,25 13 5,34 167,7C ± 12,7 27 7,57 Kempo 177,45A ± 8,83 21 4,98 177,8B ± 10,4 19 5,85 Pajo 156,89BC ± 9,53 11 6,07 178,59B ± 9,10 29 5,09 Woja 160,67C ± 4,50 6 2,8 184,3A ± 13,8 34 7,49 Kanon Dompu 21,20BC ± 1,32 10 6,23 20,98B ± 1,08 30 5,15 Depan Hu'u 20,31C ± 1,93 13 9,5 20,30B ± 1,71 27 8,42 Kempo 22,52A ± 1,21 21 5,38 21,7A ± 1,24 19 5,71 Pajo 21,14BC ± 1,12 11 5,3 21,93A ± 1,43 29 6,52 Woja 22,17B ± 1,17 6 5,28 21,55A ± 1,29 34 5,99 Kanon Dompu 22,37BC ± 1,09 10 4,87 21,99B ± 1,02 30 4,64 Belakang Hu'u 21,28C ± 1,90 13 8,93 21,33B ± 1,73 27 8,11 Kempo 23,60A ± 1,18 21 5,00 22,86A ± 1,15 19 5,03 Pajo 22,23BC ± 1,17 11 5,26 22,98A ± 1,33 29 5,79 Woja 23,20B ± 1,10 6 4,74 22,67A ± 1,38 34 6,09

Keterangan: Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) dan sangat nyata (P<0,01)

Peta Penyebaran Kerbau

Penyebaran kelompok kerbau berdasarkan sifat morfometrik tubuh menunjukkan adanya pembagian kerbau rawa dari lima kecamatan di Kabupaten Dompu menjadi dua kelompok, yaitu: 1) kelompok kerbau Pajo, dan 2) kelompok kerbau Dompu-Woja-Kempo-Hu’u (Gambar 2). Kerbau daerah Pajo merupakan kelompok kerbau yang jauh terpisah bila dibandingkan dengan kerbau lainnya yang berada pada kuadran I dan IV serta hanya sebagian kecil bersinggungan dengan kelompok kerbau daerah Dompu. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terisolasinya daerah Pajo terhadap daerah lainnya, sehingga membatasi distribusi kerbau Pajo kepada daerah lain di sekitarnya. Hal ini kemungkinan dikarenakan sulitnya akses transportasi di daerah Pajo, yang berakibat pada berkurangnya aliran keluar dan masuk ternak kerbau di daerah ini.

Kelompok kerbau Kempo berada di kuadran II dan III dan berimpitan dengan kelompok kerbau daerah Woja. Kelompok kerbau daerah Hu’u berada di kuadran III dan IV serta berimpitan dengan kerbau daerah Dompu. Kelompok kerbau daerah Woja sebagian besar ada di kuadran III, berimpitan

dengan kerbau daerah Kempo, Hu,u dan Dompu. Kelompok kerbau daerah Dompu hampir ada di seluruh kuadran, berimpitan dengan kerbau daerah Woja dan Hu’u, bersinggungan dengan kerbau daerah Pajo di kuadran I dan kerbau daerah Kempo di kuadran II dan III.

Nilai Campuran Fenotipe antara Subpopulasi Kerbau

Hasil analisis diskriminan dapat menduga adanya nilai kesamaan antara kelompok kerbau. Tabel 9 menyajikan nilai kesamaan dan campuran di dalam dan antara subpopulasi kerbau. Hasil analisis menunjukkan kerbau daerah Dompu dan Woja mempunyai tingkat kesamaan paling rendah dibandingkan kerbau-kerbau lain, yaitu dengan nilai kesamaan sebesar 40%. Berdasarkan analisis morfometrik tubuh juga diketahui kerbau daerah Woja dipengaruhi oleh adanya campuran kerbau daerah Dompu (32,5%), Kempo (20%) dan Hu’u (7,5%). Kerbau daerah Dompu dipengaruhi oleh adanya campuran kerbau daerah Hu,u (40%), Woja (2,5%), Pajo (2,5%0 dan Kempo (15%%).

(10)

Gambar 2. Peta penyebaran morfologi tubuh kerbau pada lima lokasi (kecamatan) di Kabupaten Dompu Keterangan: D = Dompu, P = Pajo, K = Kempo, H = Hu’u dan W = Woja

Tabel 9. Nilai kesamaan (%) dan campuran (%) di dalam dan antara subpopulasi kerbau

Lokasi Dompu Hu’u Kempo Pajo Woja

Dompu 40,00 40,00 15,00 2,50 2,50

Hu’u 12,50 82,50 5,00 0,00 0,00

Kempo 2,50 0,00 95,00 0,00 2,50

Pajo 5,00 2,50 0,00 92,50 0,00

(11)

Tabel 10. Total struktur kanonikal kerbau rawa di Kabupaten Dompu

Ukuran Tubuh CAN1 CAN2 CAN3

Tinggi pundak 0, 051205 0,193487 0,823289 Tinggi pinggul 0,069746 0,254757 0,925408 Lebar pinggul 0,007795 -0,451133 0.060907 Lebar dada 0,718497 0,292173 0,261933 Panjang badan 0,566455 0,075583 0,061653 Dalam dada 0,788030 0,070561 0,499884 Lingkar dada 0,220927 0,634632 -0.018341 Kanon depan 0,039584 0,610041 0,141184 Kanon belakang 0,046225 0,641033 0,127022

Peubah Pembeda Kerbau

Hasil analisis total sruktur kanonikal kerbau rawa di Kabupaten Dompu disajikan pada Tabel 10. Analisis variat kanonikal dapat digunakan untuk mendapatkan kombinasi karakter yang membedakan secara keseluruhan dan juga dapat digunakan untuk menggambar plot skor guna membandingkan di dalam dan di antara variabilitas populasi (subpopulasi) pada dimensi yang kecil. Tabel 10 menunjukkan bahwa ukuran fenotipe yang memberi pengaruh kuat terhadap peubah pembeda ukuran tubuh antara subpopulasi kerbau sebagai tercantum pada canonical 1 berurutan adalah dalam dada (0,788030), lebar dada (0,718497) dan panjang badan (0,566455). Sedangkan peubah pembeda bentuk tubuh antara subpopulasi kerbau sebagai tercantum pada canonical 2 berurutan

adalah kanon belakang (0,641033), kanon depan (0,61004) dan lingkar dada (0,634632). Dengan demikian jika ingin dilakukan pemeriksaan hubungan kekerabatan kerbau rawa pada skala lebih luas baik di dalam ataupun sekitar Kabupaten Dompu berdasarkan pendekatan analisis morfometrik tubuh, maka dapat dipertimbangkan terutama pada pemeriksaan ketiga ukuran tubuh meliputi dalam dada, lebar dada dan panjang badan.

Penentuan Jarak Genetik dan Pohon Fenogram

Pohon fenogram (Gambar 2) yang diperoleh dari matriks jarak genetik menunjukkan bahwa kerbau rawa di daerah Dompu dan Hu’u memiliki hubungan kekerabatan paling dekat.

Tabel 11. Matriks jarak genetik kerbau rawa di Kabupaten Dompu

Lokasi Dompu Hu’u Kempo Pajo Woja

Dompu 0

Hu,u 1,427 0

Kempo 2,802 3,076 0

Pajo 3,009 4,040 5,173 0

(12)

Gambar 3. Pohon fenogram kerbau rawa pada lima lokasi di Kabupaten Dompu

Hal ini dikarenakan banyaknya sulai ternak kerbau dari daerah Dompu ke daerah Hu’u. Kondisi tersebut kemungkinan difasilitasi oleh kemudahan akses lalu lintas (perdagangan) ternak kerbau di kedua tempat. Sebaliknya untuk jarak genetik paling jauh ditemukan antara kerbau di daerah Pajo dan Kempo. Kondisi tersebut terjadi kemungkinan dikarenakan letak geografis kedua tempat sangat berjauhan dan sangat kurangnya distribusi kerbau akibat terisolasinya daerah Pajo dari daerah lainnya.

KESIMPULAN

Secara umum ukuran tubuh kerbau rawa terbesar, baik untuk jantan maupun betina, dimiliki kerbau daerah Kempo. Karakteristik sifat kuantitatif ukuran tubuh kerbau rawa di Kabupaten Dompu relatif seragam. Pengamatan sifat kualitatif menunjukkan munculnya ciri-ciri khas kerbau rawa, kecuali untuk jenis Chevron yang memunculkan variasi berupa Chevron tunggal dengan frekuensi cukup besar (18,5%) serta variasi warna tubuh coklat dan merah.

Kerbau rawa di daerah Pajo membentuk kelompok tersendiri atau dengan kata lain kerbau di daerah ini terisolasi dari loaksi lainnya, meskipun pada peta sebaran morfologi terdapat sedikit himpitan dengan kerbau rawa daerah Dompu. Kerbau daerah Dompu dan Hu,u memiliki jarak genetik paling dekat (1,42735) dibandingkan daerah lainnya, sebaliknya kerbau daerah Pajo dan Kempo memiliki jarak genetik paling jauh (5,17273).

Pohon fenogram yang dihasilkan juga mengillustrasikan hasil serupa dimana kerbau Pajo dan Kempo berada pada ranting filogenetik terjauh.

Pemeriksaan hubungan kekerabatan kerbau rawa lokal melalui pendekatan analisis morfometrik tubuh untuk skala lebih luas di (atau luar) Kabupaten Dompu, dapat dilakukan dengan meprioritaskan ketiga ukuran dalam dada, lebar dada dan panjang badan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kementerian Departemen Pertanian RI yang telah mendanai sebagian kegiatan penelitian ini melalui Program KP3T No. 1584/LB 620/I.1/5/2007.

DAFTAR PUSTAKA

BHATTARCHYA. 1993. Dalam: Williamson, W.G.A. and W.J.A. Payne. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogtakarta.

CHAVANANIKUL,V. P. 1994. Cytogenetic aspects of crossbreeding for the improvement of buffalo. Long term genetic improvement of the buffalo. 1994. Proceedings of the first ABA (Asian Buffalo Association) congress. Buffalo and Beef Production Research and Development Center, Thailand.

COCKRILL,I.W. 1974. Species, Types, and Breeds. Dalam: W. R. Cockrill. 1974. The Husbandry and Health of The Domestic B Organization of The United Nations, Rome.

Dompu Huu Woja Kempo Pajo 0 .7 1 3 7 0 .7 1 3 7 1 .3 7 5 6 2 .0 3 7 5 1 .1 2 1 6 0 .4 0 7 9 0 .2 5 4 0 0 .6 6 1 9 0 .0 0 .5 1 .0 1 .5 2 .0

(13)

DITJEN PETERNAKAN. 2006. Statistik Peternakan 2006. CV Arena Seni, Jakarta

FAHIMUDDIN, M. 1975. Domestic Water Buffalo. Oxford and ABH Publishing Co. New Delhi. KUMAR,S.,K.TAMURA andM.NEI. 1993. MEGA.

Molecular Evolutionary Genetic Analysis. Version 3.0. Institute of Molecular Evolutionary Genetics. The Pennsylvania University, USA.

MASON, I.L. 1974. Genetic. In: Cockrill, W. R (Editor). 1974. The husbandry and health of the domestic buffalo. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome. NEI, M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics.

Columbia University Press, Washington D.C.

PEMPROP. NTB. 2007. Kondisi Geografis Dompu.. http://www.ntb.go.id/geografis. Disitasi 20 Nopember 2007.

SEARLE, A.G. 1968. Comparative Genetics of Coat Colour in Mammals. Logos Press Limited, London.

SUMANTRI, C., A. ANGGRAENI, L. PRAHARANI, A. FARAJALLAH,A.ANANG,DUDI,R.DIYONO dan A.J.SITORUS. 2007. Karakterisasi Keragaman Genetik dan Identifikasi Marka Gen Pertumbuhan pada Kerbau di Indonesia. Laporan Hasil Penelitian. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Bekerjasama dengan Badan Litbang Pertanian, Deptan, Jakarta.

THOMPSON, J.N., and J.M. THODAY. 1974. Quantitative Genetic Variation. Academic Press, New York.

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi lima kecamatan tempat dilakukan pengukuran tubuh kerbau sampel   di Kabupaten Dompu
Gambar 2. Peta penyebaran morfologi tubuh kerbau pada lima lokasi (kecamatan) di Kabupaten Dompu   Keterangan: D = Dompu, P = Pajo, K = Kempo, H = Hu’u dan W = Woja
Gambar 3. Pohon fenogram kerbau rawa pada lima lokasi di Kabupaten Dompu

Referensi

Dokumen terkait

guru, dosen telah mengkondisikan mahasiswa dalam perkuliahan Strategi Belajar- Mengajar dan perkuliahan Perencanaan Pengajaran di Universitas Pendidikan Indonesia,

Gambar 2.3 diatas merupakan halaman awal dari web tonasa , terlihat pada bagian atas terdapat slide gambar yang dapat berganti-ganti gambar , gambar yang ada merupakan

pelaksanaan programnya itu sendiri dan pelaksanaan proses pembelajaran, dan keduanya tentu sama-sama dilaksanakan atas asas manajemen yang efektif. Untuk pelaksanaan

Dari beberapa pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya pengertian kepuasan kerja adalah sikap yang positif dari tenagaa kerja yang meliputi

Berdasarkan data yang diperoleh akan dilakukan diagnosa menggunakan sistem fuzzy untuk mendapatkan hasil diagnosa yaitu penyakit jantung stadium 1,stadium 2,stadium 3 dan

Model struktur senyawa viteosin-A yang paling stabil ditentukan berdasarkan harga panas pembentukan (  Hf) dan eksplorasi jarak antar atom dari

Kita semua perlu mengintrospeksi diri sampai sejauh mana kita telah menanamkan perubahan suci dan sampai sejauh mana kita berusaha untuk menghubungkan anak-anak kita ke Jemaat

Dalam hal penawaran yang disampaikan telah sama atau dibawah Owner Estimate, spesifikasi kapal yang ditawarkan telah sesuai atau lebih baik dari spesifikasi teknis yang