• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggorengan terhadap Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Nabati dengan Metode Titrasi Asam Basa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Penggorengan terhadap Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Nabati dengan Metode Titrasi Asam Basa"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGORENGAN TERHADAP KADAR

ASAM LEMAK BEBAS PADA MINYAK NABATI

DENGAN METODE TITRASI ASAM BASA

TUGAS AKHIR

OLEH:

HOTMAIDA LESTARI SINURAT

NIM 122410099

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGARUH PENGGORENGAN TERHADAP KADAR

ASAM LEMAK BEBAS PADA MINYAK NABATI

DENGAN METODE TITRASI ASAM BASA

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

HOTMAIDA LESTARI SINURAT

NIM 122410099

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena Berkat dan Karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.

Penulisan Tugas Akhir ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan. Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah: Pengaruh Penggorengan terhadap Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Nabati dengan Metode Titrasi Asam Basa. Penulisan Tugas Akhir ini didasarkan pada hasil Praktek Kerja Lapangan yang diperoleh pada 02 Februari 2015-02 Maret 2015 di Laboratorium Pengolahan Hasil dan Mutu (Lab. PAHAM) Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak menghadapi kendala dan masalah. Akan tetapi atas bantuan dan dorongan dari banyak pihak, akhirnya Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih tulus kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M. Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

(5)

Bapak Poppy Patilaya, selaku Sekretaris Program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Donald Siahaan, selaku pembimbing lapangan selama penulis melaksanakan PKL di Pusat Penelitian Kelapa Sawit dan Bapak Ahmad Gazali Sinaga, S. Farm., M. Si., Apt., Selaku peneliti.

4. Bapak Warnoto, selaku Kepala Laboratorium Oleopangan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit dan staf serta Teknisi yang mengarahkan dan membimbing penulis selama PKL.

5. Sahabat penulis Suhendra, Lia, Lilis, dan Rotua yang telah memberi semangat dan motivasi serta rekan-rekan seperjuangan di Analis Farmasi dan Makanan 2012 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu namun tidak mengurangi peran mereka terhadap penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini.

Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda J. Sinurat, S. Pd dan Ibunda L. Sinaga yang telah membesarkan dan mendidik dengan penuh kasih sayang, saudara/i penulis, Thomas E Putra/ Vriska Dewi Martini Sinurat, Am. Keb, Yulia Susanti Sinurat, A.Md, Tetty Natalia Sinurat, S. Pd yang telah memberi motivasi dan doa.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi semangat. Namun, tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, April 2015 Penulis,

(6)

Pengaruh Penggorengan terhadap Kadar Asam Lemak Bebas

pada Minyak Nabati dengan Metode Titrasi Asam Basa

ABSTRAK

Minyak akan mengalami kerusakan apabila dilakukan pemanasan. Penyebab kerusakan minyak goreng yaitu: kerusakan karena oksidasi, hidrogenasi, dan hidrolisa. Minyak goreng bekas yang telah rusak akan membentuk senyawa-senyawa, yang tidak diinginkan seperti Asam Lemak Bebas (ALB) dalam minyak. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah penggorengan terhadap kadar ALB pada minyak nabati.

Sampel minyak nabati yaitu: minyak jagung, minyak kedelai, minyak kelapa, minyak kelapa sawit, dan minyak sawit merah. Analisa kadar ALB dilakukan dengan metode titrasi asam basa. Masing-masing minyak nabati dititrasi dengan KOH 0,0994 N menggunakan indikator fenolftalein 1% dan etanol sebagai pelarut.

Hasil percobaan menunjukan bahwa kadar rata-rata asam lemak bebas sebelum dan sesudah penggorengan pada minyak nabati yaitu 0,0633% dan 0,0946 % serta masih memenuhi persyaratan menurut SNI 01-3741-2002.

(7)

Effect of Frying to the Concentration of Free Fatty Acid

in Vegetables Oil by Used Acid-Base Titration Method

ABSTRACT

The oil experiences damage if it does the heating. Cause are damage cooking oil which oxidation damage, hydrogenation and hydrolysis. The cooking oil broke form to compound such Free Fatty Acid (FFA) in the oil. The purpose of the experiments of determine to effect of frying before and after by concentration of FFA in vegetable oils.

The sample of vegetable oil were corn oil, soybean oil, coconut oil, palm oil and red palm oil. The analysis to concentration of FFA were by acid-base titration method. Each vegetable oil titrated with 0,0994 N potassium hydroxide used phenolphthalein indicator 1% and ethanol as solvent.

The experiment result to showed the average by concentration of FFA before and after to frying in vegetable oils were 0,0633% and 0,0946% and still meet the requirement according by to the SNI 01-3741-2002.

(8)
(9)

2.5.1 Minyak Sawit Merah ... 8

2.5.2 Minyak Jagung ... 9

2.5.3 Minyak kelapa Sawit ... 10

2.5.4 Minyak Kedelai ... 11

2.5.5 Minyak Kelapa ... 12

2.6 Minyak Nabati sebagai Minyak Goreng ... 13

2.7 Analisa Bilangan Asam dan ALB ... 16

2.8 Analisa ALB dalam Minyak dan Lemak ... 18

BAB III METODOLOGI ... 19

3.1 Alat ... 19

3.2 Bahan ... 19

3.3 Prosedur ... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Hasil ... 21

4.2 Pembahasan ... 21

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 24

5.1 Kesimpulan ... 24

5.2 Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Klasifikasi Minyak Nabati ... 8 Tabel 2.2 Syarat Mutu Minyak Goreng ... 16 Tebel 4.3 Kadar Asam Lemak Bebas sebelum dan sesudah

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

(12)

Pengaruh Penggorengan terhadap Kadar Asam Lemak Bebas

pada Minyak Nabati dengan Metode Titrasi Asam Basa

ABSTRAK

Minyak akan mengalami kerusakan apabila dilakukan pemanasan. Penyebab kerusakan minyak goreng yaitu: kerusakan karena oksidasi, hidrogenasi, dan hidrolisa. Minyak goreng bekas yang telah rusak akan membentuk senyawa-senyawa, yang tidak diinginkan seperti Asam Lemak Bebas (ALB) dalam minyak. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah penggorengan terhadap kadar ALB pada minyak nabati.

Sampel minyak nabati yaitu: minyak jagung, minyak kedelai, minyak kelapa, minyak kelapa sawit, dan minyak sawit merah. Analisa kadar ALB dilakukan dengan metode titrasi asam basa. Masing-masing minyak nabati dititrasi dengan KOH 0,0994 N menggunakan indikator fenolftalein 1% dan etanol sebagai pelarut.

Hasil percobaan menunjukan bahwa kadar rata-rata asam lemak bebas sebelum dan sesudah penggorengan pada minyak nabati yaitu 0,0633% dan 0,0946 % serta masih memenuhi persyaratan menurut SNI 01-3741-2002.

(13)

Effect of Frying to the Concentration of Free Fatty Acid

in Vegetables Oil by Used Acid-Base Titration Method

ABSTRACT

The oil experiences damage if it does the heating. Cause are damage cooking oil which oxidation damage, hydrogenation and hydrolysis. The cooking oil broke form to compound such Free Fatty Acid (FFA) in the oil. The purpose of the experiments of determine to effect of frying before and after by concentration of FFA in vegetable oils.

The sample of vegetable oil were corn oil, soybean oil, coconut oil, palm oil and red palm oil. The analysis to concentration of FFA were by acid-base titration method. Each vegetable oil titrated with 0,0994 N potassium hydroxide used phenolphthalein indicator 1% and ethanol as solvent.

The experiment result to showed the average by concentration of FFA before and after to frying in vegetable oils were 0,0633% and 0,0946% and still meet the requirement according by to the SNI 01-3741-2002.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak goreng merupakan kebutuhan masyarakat yang saat ini harganya masih cukup mahal, akibatnya minyak goreng digunakan berkali-kali untuk menggoreng. Secara ilmiah minyak goreng yang telah digunakan berkali-kali dengan pemanasan tinggi sangat tidak sehat, karena asam lemak dalam minyak tersebut akan lepas, sehingga jika asam lemak bebas mengandung ikatan rangkap mudah sekali teroksidasi (Winarni, dkk., 2010).

Minyak mempunyai titik didih yang tinggi (± 200°C). Minyak dapat digunakan sebagai medium penggorengan bahan pangan yang banyak dikonsumsi, misalnya keripik kentang, kacang, dough nut dan sebagainya. Oleh karena itu, minyak dapat digunakan untuk menggoreng makanan sehingga bahan yang digoreng menjadi kehilangan kadar air, memberikan rasa gurih dan aroma yang spesifik (Suastuti, 2009; Ketaren, 1986).

Bahan pangan yang digoreng merupakan sebagian besar dari menu manusia. Menggoreng bahan pangan banyak dilakukan di negara kita, yang merupakan suatu metode memasak bahan pangan. Banyaknya jumlah permintaan akan bahan pangan digoreng, merupakan suatu bukti nyata mengenai besarnya jumlah bahan pangan digoreng yang dikonsumsi oleh lapisan masyarakat dari segala tingkat usia (Ketaren, 1986).

(15)

minyak, nilai gizi dan kalori dari bahan pangan yang digoreng. Ada beberapa penyebab kerusakan minyak goreng yaitu: kerusakan karena oksidasi, polimerisasi dan hidrolisis. Minyak goreng bekas yang telah rusak akan membentuk senyawa-senyawa yang tidak diinginkan seperti kadar Asam Lemak Bebas (ALB), peroksida dan kotoran lain yang terdapat dalam minyak (Winarni, dkk., 2010; Mulasari dan Utami, 2012; Ketaren, 1986).

Akibat kerusakan minyak goreng tersebut dapat menyebabkan keracunan, sehingga dapat menyebabkan diare, pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker maupun nilai cernanya menurun. Dalam bahan pangan, asam lemak bebas dengan kadar lebih dari 0,2 % dari berat lemak akan mengakibatkan bau yang tidak diinginkan. ALB merupakan salah satu indikator mutu minyak (Ketaren, 1986).

Perlunya mutu minyak yang akan digunakan serta pengawasan terhadap mutu minyak nabati, maka penulis mengambil judul tugas akhir “Pengaruh Penggorengan terhadap Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Nabati dengan Metode Titrasi Asam Basa”.

(16)

1.2 Tujuan

Adapun tujuan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah penggorengan terhadap kadar Asam Lemak Bebas (ALB) pada minyak nabati dengan metode titrasi asam basa dan membandingkan dengan SNI 01-3741-2002.

1.3 Manfaat

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lemak

Lemak merupakan ester asam lemak dengan gliserol. Lemak tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform dan benzen (Handajani, 2010).

Trigliserida alami adalah triester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati.

O O

HO C R CH2OH CH2 O C R

O O

HO C R + CH OH CH O C R + 3 H2O

O O

HO C R CH2OH CH2 O C R

3 molekul Gliserol Trigliserida Air

asam lemak (triester dari gliserol)

keseragaman jenis trigliserida bersumber dari kedudukan asam lemak, yaitu trigliserida sederhana adalah triester yang terbuat dari gliserol dan tiga molekul asam lemak yang sama. Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda (Tambunan, 2006).

(18)

Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus tanpa cabang yang mengandung atom karbon genap mulai dari C-4, tetapi yang paling banyak adalah C-16 dan C-18. Asam lemak dapat dikelompokkan berdasarkan panjang rantai, ada tidaknya ikatan rangkap dan isomer trans-cis (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011).

Asam lemak berdasarkan panjang rantai meliputi asam lemak rantai pendek atau short chain fatty acids (SCFA) yang mengandung jumlah atom karbon C-4 sampai dengan C-8, asam lemak rantai sedang atau medium chain fatty acids (MCFA) yang mengandung atom karbon C-10 dan C-12 dan asam lemak rantai panjang atau long chain fatty acids (LCFA) yang mengandung jumlah atom karbon C-14 atau lebih (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011).

Berdasarkan jumlah ikatan rangkap, asam lemak terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu asam lemak jenuh atau saturated fatty acid (SFA), asam lemak tidak jenuh tunggal atau mono unsaturated fatty acids (MUFA), dan asam lemak tidak jenuh jamak atau polyunsaturated fatty acid (PUFA). Asam lemak tidak jenuh dikenal dalam bentuk cis dan transisomer. Secara alamiah asam lemak tidak jenuh biasanya berbentuk cis-isomer dan hanya sedikit dalam bentuk trans atau trans fatty acid (TFA) yakni di dalam ruminansia dan susu (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011).

(19)

merupakan asam lemah, yang umumnya berbentuk cair ataupun padat (Tambunan, 2006).

2.3 Proses Pemurnian Minyak Nabati

Pada dasarnya rancangan pabrik dalam memproses pemurnian minyak nabati mentah sangat bervariasi tergantung pada pabriknya. Akan tetapi tahapan-tahapan dalam proses tersebut adalah sama, yakni degumming, netralisasi, bleaching, dan deodorasi. Proses dimulai dari pengolahan minyak nabati setelah diekstraksi dimana masih berupa minyak nabati mentah (Tambunan, 2006).

2.3.1 Proses Degumming

Degumming adalah suatu proses pemisahan getah atau lender-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Getah-getah (gum) dalam minyak nabati perlu dihilangkan untuk menghindari perubahan warna dan rasa selama langkah rafinasi berikutnya (Tambunan, 2006).

2.3.2 Proses Netralisasi

(20)

Penghilangan sisa sabun dan embun dihitung dalam tahap pencucian dan pengeringan (Tambunan, 2006).

Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Pemisahan asam lemak bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan de-asidifikasi (Ketaren, 1986).

2.3.3 Proses Bleaching

Tujuan bleaching atau pemutihan adalah untuk menghilangkan zat warna yang tidak disukai oleh minyak. Minyak nabati yang netral, yang telah dicuci, dan dikeringkan masih mengandung sejumlah warna dan sebagian kecil sabun (< 50 ppm) yang perlu dihilangkan (Tambunan, 2006).

2.3.4 Proses Deodorisasi

Proses deodorisasi merupakan suatu tahap proses pemurnian minyak atau lemak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak disukai konsumen menggunakan cara destilasi dengan suatu aliran uap pada tekanan vakum serta suhu semakin tinggi (150°C - 250°C) (Tambunan, 2006).

2.4 Sumber Minyak dan Lemak

(21)

misalnya: minyak zaitun, dan kelapa sawit; biji-bijian dari tanaman misalnya: minyak kelapa, cokelat, inti sawit dan sebagainya (Ketaren, 1986).

Jenis minyak mengering (drying oil) adalah minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika kena oksidasi, dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Istilah minyak “ setengah mengering ”, berupa minyak yang mempunyai daya mengering lebih lambat (Ketaren, 1986). Klasifikasi lemak nabati berdasarkan sifat fisiknya dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi minyak nabati

No Kelompok lemak Jenis lemak/ minyak

1 Lemak (berwujud padat) Lemak biji cokelat, inti sawit 2 Minyak (berwujud cair)

a. Tidak mengering (non drying oil)

b. Setengah mengering (semi drying oil)

c. Mengering (drying oil)

Minyak zaitun, kelapa, inti zaitun, kacang tanah, almond, inti alpukat, inti plum, jarak rape, dan mustard

Minyak dari biji kapas, kapok, jagung, gandum, biji bunga matahari, croton, dan urgen Minyak kacang kedelai, biji karet, argemone dan sebagainya

2.5 Jenis-Jenis Minyak Nabati 2.5.1 Minyak Sawit Merah

Minyak makan adalah ·minyak yang dikonsumsi langsung. Salah satu bahan

baku utama minyak makan yaitu minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit

(22)

minyak sawit adalah kandungan mikronutriennya yang tinggi terutama β-karoten.

Tingginya kandungan β-karoten tersebut menyebabkan minyak sawit berwarna

merah sehingga sering disebut minyak sawit merah (Ayustaningwarno, 2012).

Minyak sawit memiliki banyak manfaat untuk kesehatan manusia diantaraya adalah karoten dan vitamin E. Karoten memiliki manfaat sebagai pencegahan sel kanker, paru–paru dan sebagai antioksidan. Sedangkan vitamin E berfungi sebagai pelindung sel dari membran oksidatif, mengurangi resiko diabetes, dan meningkatkan sistem imun (Ayustaningwarno, 2012).

2.5.2 Minyak Jagung

Tanaman jagung (Zea mays) di Indonesia merupakan tanaman pangan yang penting setelah padi dan terdapat hampir di seluruh Kepulauan Indonesia. Umumnya jagung sebagian besar masih digunakan sebagai bahan pangan penduduk serta sebagai sumber minyak. Penyebaran daerah tanaman jagung di Indonesia tidak merata karena adanya pengaruh iklim, keadaan hama dan fluktuasi harga jagung (Ketaren, 1986).

Minyak jagung mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi yaitu sekitar 250 kilo kalori/ons. Dalam minyak jagung terdapat banyak asam lemak esensial yang dibutuhkan pada pertumbuhan badan. Asam lemak yang menyusun minyak jagung terdiri dari asam lemak jenuh (asam palmitat dan asam stearat) dan asam lemak tidak jenuh (asam oleat dan asam linoleat). Minyak jagung kaya akan kalori, yaitu sekitar 250 kilo kalori/ons. Minyak jagung merupakan minyak goreng yang stabil (tahan terhadap ketengikan) karena adanya tokoferol yang larut dalam minyak (Ketaren, 1986).

(23)

Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil). Faktor-faktor yang memengaruhi mutu adalah kadar air, kotoran, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida. Faktor-faktor lain adalah titik cair, kandungan gliserida padat, dan bilangan penyabunan (Ketaren, 1986).

Industri pangan maupun nonpangan selalu menghendaki minyak sawit dalam mutu yang terbaik. Ada perbedaan mendasar kebutuhan mutu minyak sawit menurut penggunaannya sebagai bahan baku yang akan digunakan dalam industri pangan maupun nonpangan. Untuk kebutuhan bahan pangan tentu tuntutan syarat mutu minyak sawit harus lebih ketat bila dibandingkan dengan kebutuhan nonpangan. Oleh karena itu, keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienis dari minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan harus lebih diperhatikan karena berdampak langsung terhadap kesehatan. Dalam hal ini ialah minyak sawit dengan keadaan segar, asli, murni, dan tidak tercampur oleh bahan lain seperti: kotoran, air, logam-logam, maupun kadar ALB yang tinggi. Adanya bahan-bahan tersebut akan sangat mempengaruhi kualitas minyak sawit yang dapat menurunkan harga jual maupun merugikan produksi (Mangoensoekarjo, 2000).

(24)

berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Minyak kelapa sawit untuk industri bukan pangan yaitu: minyak sawit mempunyai potensi yang cukup besar untuk digunakan di industri nonpangan, industri farmasi, dan industri oleokimia (fatty acids, fatty alcohol, dan gliserine). Produk bukan pangan yang dihasilkan dari minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk menghasilkan asam lemak dan gliserin (Fauzi, 2002).

2.5.4 Minyak Kedelai

Kedelai (Glycine max L) merupakan sumber protein dan dapat menghasilkan minyak bermutu tinggi. Minyak kedelai mempunyai kelebihan yang khas dibandingkan dengan jenis minyak nabati lain. Kandungan asam linoleat minyak kedelai mencapai 64%, paling tinggi diantara minyak sumber asam lemak tak jenuh lainnya. Subtitusi minyak nabati yang kaya akan asam lemak tidak jenuh (polyunsaturated fat) terhadap lemak hewan dan lemak nabati (saturated fat) akan menghasilkan penurunan kadar kolesterol (Gunawan, dkk., 2003).

Asam lemak dalam minyak kedelai sebagian besar terdiri dari asam lemak esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Minyak kedelai yang sudah dimurnikan dapat digunakan untuk pembuatan minyak salad, minyak goreng, dan untuk segala keperluan pangan. lebih dari 50 % produk pangan dibuat dari minyak kedelai, terutama margarin. Hampir 90 % dari prosuksi minyak kedelai digunakan di bidang pangan dan dalam bentuk telah dihidrogenasi, karena minyak kedelai mengandung lebih kurang 85 % asam lemak tidak jenuh (Ketaren, 1986).

(25)

Minyak kelapa sangat mudah dicerna dan diserap serta cepat dimetabolisme, sehingga tidak berada dalam sirkulasi darah. Keunggulan minyak kelapa adalah dapat meningkatkan HDL, menghasilkan sangat sedikit radikal bebas dibandingkan minyak lainnya, cepat diserap dan dioksidasi serta tidak menyebabkan endapan jaringan lemak dari arteri (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011).

Penggunaan minyak kelapa di Indonesia nomor dua terbanyak setelah minyak sawit. Kandungan asam lemak bebas dalam minyak yang bermutu baik hanya terdapat dalam jumlah kecil, sebagian besar asam lemak terikat dalam bentuk ester atau bentuk trigliserida. Minyak kelapa dapat mengalami perubahan aroma dan cita rasa selama penyimpanan. Perubahan ini disertai dengan terbentuknya senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan minyak. Kerusakan minyak secara umum disebabkan oleh proses oksidasi dan hidrolisis. Proses oksidasi dipercepat dengan adanya sinar matahari (Keraten, 1986).

Minyak kelapa sangat berbeda dengan minyak nabati lainnya, kecuali dengan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil= PKO). PKO bukan minyak kelapa sawit. Kedua minyak ini, minyak kelapa dan PKO mempunyai komposisi asam lemak yang tidak jauh berbeda yakni asam lemak rantai pendek (C:4 s/d C:8) dan asam lemak rantai sedang yang jenuh (C:10 dan C:12), sehingga disebut Medium Chain Triglycerides (MCT), karena didominasi asam laurat (C:12), tetapi belum tentu sifat kedua minyak ini sama (Silalahi, 2012).

(26)

pendek seperti asam palmitat (5 %). Minyak kelapa yang termasuk MCT (Silalahi, 2012).

2.6 Minyak Nabati sebagai Minyak Goreng

Minyak merupakan kebutuhan manusia yang setiap harinya digunakan sebagai medium penggorengan bahan pangan, seperti keripik kentang, minyak. Minyak jagung, minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari tidak dapat digunakan dalam proses penggorengan, karena minyak tersebut jika kontak langsung dengan udara pada suhu tinggi, akan cepat mengalami oksidasi sehingga berbau tengik. Lemak yang secara berulang–ulang digunakan dalam penggorengan sering membentuk busa, karena pada permukaan lemak terdapat larutan atau dispersi koloid yang berasal dari bahan pangan yang digoreng (Keraten, 1986).

Perubahan kimia yang terjadi dalam molekul lemak akibat pemanasan, tergantung, dari 4 faktor, yaitu: a) lamanya pemanasan; b) suhu; c) adanya akselerator, misalnya oksigen atau hasil-hasil proses oksidasi; dan d) komposisi campuran asam lemak serta posisi asam lemak yang terikat dalam molekul trigliserida (Ketaren, 1986).

(27)

Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Faktor-faktor yang mempercepat reaksi, misalnya: cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan karena adanya enzim lipoksigenase (Winarni, dkk, 2010; Mulasari dan Utami, 2012; Ketaren, 1986).

Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi adalah reaksi antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen (Ketaren, 1986).

Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut (Ketaren, 1986). Reaksi hidrolisa terjadi sebagai berikut ini:

(28)

Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Kerusakan minyak karena pemanasan pada suhu tinggi, disebabkan oleh proses oksidasi dan polimerisasi (Ketaren, 1986).

(29)

Tabel 2.2 Syarat mutu minyak goreng

Kriteria Uji Satuan Syarat

Keadaan bau, warna, dan rasa - Normal

Air % b/b Maks 0,30

Asam lemak bebas % b/b Maks 0,30

Bahan makanan tambahan Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88

Catatan * dalam kemasan kaleng

Sumber: SNI 01-3741-2002

2.7 Analisa Bilangan Asam dan Asam Lemak Bebas

Pengertian mutu yang pertama lebih mengarah pada tingkat kemurnian minyak itu sendiri. Pengertian mutu mengarah pada spesifikasi/ penilaian menurut ukuran sesuai standar mutu internasional. Spesifikasi tersebut meliputi antara lain bilangan asam dan asam lemak bebas (Ketaren, 1986).

(30)

umur dari minyak atau lemak (Ketaren, 1986). Bilangan asam dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Bilangan asam =� × � × 56,1

A = jumlah ml KOH untuk titrasi N = normalitas larutan KOH G = bobot contoh (gram)

56,1 = bobot molekul larutan KOH,

Asam lemak bebas merupakan asam lemak dalam keadaan bebas dan tidak berikatan lagi dengan gliserol. Asam lemak bebas terbentuk karena terjadinya reaksi hidrolisis dan proses oksidasi selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan asam lemak dengan kadar lebih besar dari 0,2% dari berat lemak akan mengakibatkan keracunan bagi tubuh. Asam lemak bebas dalam minyak tidak dikehendaki karena degradasi asam lemak bebas tersebut menghasilkan rasa dan bau yang tidak disukai. Oleh sebab itu, dalam pengolahan minyak diupayakan kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (Zulkifli, 2014).

Untuk menngetahui berapa asam lemak bebas yang tersisa dalam minyak dapat digunakan analisa bilangan asam, karena bilangan asam merupakan jumlah miligram KOH (sebagai titran) yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau minyak (Ketaren, 1986). Kadar asam lemak bebas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

% ALB = volume titrasi ×N KOH × 1

10 BM Asam Palmitat

(31)

2.8 Analisa Asam Lemak Bebas dalam Minyak dan Lemak

Analisa asam lemak bebas dalam minyak dan lemak dapat ditentukan dengan cara titrasi yaitu titrasi asam basa. Titrasi asam basa bertujuan menetapkan kadar suatu sampel asam dengan mentitrasinya dengan larutan baku basa (alkalimetri) atau sampel basa dengan larutan baku asam (asidimetri). Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa) (Hamdani, dkk., 2012).

(32)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam analisa adalah: buret, erlenmyer 250 ml, gelas ukur 50 ml, klem, kompor gas, oven, panci, pipet tetes, pisau, saringan, sendok, statif, timbangan analitik, vial dan wajan.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam analisa adalah: air, kentang, fenolftalein, etanol lichrosolv, KOH. Sampel yang digunakan adalah minyak kedelai, jagung, kelapa sawit, kelapa dan sawit merah, gambar bahan dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.3 Prosedur

Prinsip: titrasi asam basa (asidi-alkalimetri) dengan menggunakan pentiter alkali KOH 0,1 N dimana TAT ditandai dengan perubahan warna menjadi orange yang bertahan selama 30 detik memakai indikator fenolftalein 1%.

Dilakukan pengujian kadar asam lemak bebas pada minyak nabati dengan tujuan untuk membandingkan kadar asam lemak bebas sebelum dan sesudah penggorengan.

a. Persiapan Sampel

(33)

wajan. Setelah panas, kemudian dilakukan penggorengan kentang sebanyak empat kali. Sisa minyak nabati hasil penggorengan dimasukkan dalam vial.

b. Analisa asam lemak bebas dari minyak nabati sebelum dan sesudah penggorengan

Ditimbang sampel ke dalam masing-masing erlenmeyer 250 ml kurang lebih 1000 mg, lalu ditambahkan 50 ml etanol lichrosolv, dan ditambahkan 2-3 tetes indikator fenolftalein 1%. Kemudian dititrasi dengan KOH 0,0994 N sampai berwarna orange (Ketetapan sesuai dengan PPKS).

Kadar asam lemak bebas dari minyak nabati dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

a. Untuk minyak jagung dan minyak kedelai % ALB = ����� × �.��� × 1/10 ��������������

����� ������ (��) × 100% b. Untuk minyak kelapa

% ALB = ����� × �.��� × 1/10 ������ ������

����� ������ (��) × 100% c. Untuk minyak kelapa sawit

% ALB = ����� × �.��� × 1/10 ������ ��������

����� ������ (��) × 100%

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Perhitungan kadar asam lemak bebas dapat dilihat pada Lampiran 1. Kadar asam lemak bebas sangat beragam dari minyak nabati. Kadar asam lemak bebas dari minyak nabati sebelum dan sesudah penggorengan dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Kadar asam lemak bebas sebelum dan sesudah penggorengan

NO Nama Minyak % ALB

Dalam bahan pangan, asam lemak dengan kadar maksimum 0,2%, maka kadar asam lemak bebas minyak nabati masih memenuhi syarat. Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisa selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan asam lemak dengan kadar lebih besar dari 0,2% dari berat lemak akan mengakibatkan rasa (flavor) yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh (Ketaren, 1986).

(35)

0,1267%. Hasil tersebut masih memenuhi syarat menurut Ketaren (1986) yaitu: 1-2 %.

Minyak jagung berwarna merah gelap dan setelah dimurnikan akan berwarna kuning keemasan. Bobot jenis minyak jagung sekitar 0,918-0,925. Minyak jagung memiliki kadar asam lemak bebas sekitar 0,040 % - 0,100% (Ketaren, 1986). Bila dibandingakan dengan hasil yang didapat maka kadar asam lemak bebas dalam minyak jagung setelah penggorengan tidak memenuhi persyaratan. Akan tetapi, secara keseluruhan kadar asam lemak bebas yaitu 1-2%.

Minyak kelapa yang baik mempunyai kandungan asam lemak bebas serendah mungkin lebih kurang 1-2%. Sedangkan kadar asam lemak bebas yang didapat adalah 0,0594%. Kadar asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak kelapa setelah penggorengan masih memenuhi persyaratan menurut SNI 01-3741-2002 yaitu 0,3 %.

Minyak sawit merah memiliki standar kadar asam lemak bebas yaitu maksimal 5% (Wulan, 2014). Sedangkan kadar asam lemak bebas yang didapat adalah 0,0990%. Kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit merah setelah penggorengan masih memenuhi persyaratan.

(36)
(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa kadar Asam Lemak Bebas (ALB) pada minyak nabati dengan metode titrasi asam-basa, diketahui bahwa minyak nabati yang diuji mengandung kadar Asam Lemak Bebas (ALB) yaitu minyak jagung 0,1614%, minyak kelapa 0,0594%, minyak sawit merah 0,0990%, minyak kedelai 0,0268% dan minyak kelapa sawit 0,1267% serta masih memenuhi persyaratan menurut SNI 01-3741-2002 yaitu 0,3 %.

5.2 Saran

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Ayustaningwarno, F. (2012). Proses Pengolahan dan Aplikasi Minyak Sawit Merah Pada Industri Pangan. 2: 1-12.

Fauzi, Y. (2002). Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 132–141. Gunawan., Triatmo M., dan Rahayu, A. (2003). Analisis Pangan: Penentuan

Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Kedelai Dengan Variasi Menggoreng. 6 (3).

Hamdani, S., Hasanah, S., Safitri, W., dan Situmorang, R. (2012). Panduan Praktikum Kimia Analisis. Bandung: STFI press. Hal. 19-20.

Handajani, H. (2010). Nutrisi Ikan. Malang: UMM Pres. Hal. 106-107.

Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Hal. 65.

Mangoensoekarjo, S. (2000). Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Jakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 33.

Mulasari, S., dan Utami, R. (2012). Kandungan Peroksida pada Minyak Goreng. 1 (2): 121.

Silalahi, J. (2012). Manfaat Kelapa untuk Meningkatkan Kesehatan dalam Pemikiran Guru Besar Universitas Sumatera Utara dalam Pembangunan Nasional. Medan: USU Press. Hal. 169-170.

Silalahi, J., dan Siti, N. (2011). Komposisi, Distribusi dan Sifat Aterogenik Asam Lemak dalam Minyak Kelapa dan Kelapa Sawit. 61: 454.

Suastuti. (2009). Kadar Air dan Bilangan Asam dari Minyak Kelapa yang Dibuat dengan Cara Tradisional dan Fermentasi. 3 (2): 69-74.

Tambunan, R. (2006). Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Medan: Universitas Sumatera Utara. Hal. 12-13, 27, 60.

Winarni., Sunarto, W., dan Mantini, S. (2010). Penetralan dan Adsorbsi Minyak Goreng Bekas menjadi Minyak Goreng Layak Konsumsi. 8 (1): 49.

(39)
(40)

Lampiran 1 Perhitangan Asam Lemak Bebas a. Sebelum Penggorengan

1. Minyak jagung = 0,2 × 0,0994 × 28,0

1025 ,4 × 100% = 0,0542 % 2. Minyak kelapa = 0,3 × 0,0994 × 20,4

1030 ,2 × 100% = 0,0578 % 3. Minyak sawit merah = 0,4 × 0,0994 × 25,6

1012 ,3 × 100% = 0,0541 % 4. Minyak kedelai = 0,1 × 0,0994 × 28,0

1031 ,8 × 100% = 0,0269 % 5. Minyak kelapa sawit = 0,5× 0,0994 × 25,6

1030 ,2 × 100% = 0,1235 %

b. Setelah Penggorengan

1. Minyak jagung = 0,6 × 0.0994 × 28,0

1034 ,4 × 100% = 0,1614 % 2. Minyak kelapa = 0,3 × 0,0994 × 20

1004 × 100% = 0,0594 % 3. Minyak sawit merah = 0,4 × 0.0994 × 25,6

1027 ,8 × 100% = 0,0990 % 4. Minyak kedelai = 0,1 × 0,0994 × 28,0

1036 ,6 × 100% = 0,0268 % 5. Minyak kelapa sawit = 0,5 × 0,0994 × 25,6

(41)

Lampiran 2 Sampel Minyak Nabati

Gambar

Tabel 4.3 Kadar asam lemak bebas sebelum dan sesudah penggorengan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, International Catholic Migration Commission (ICMC) dan American Center for International Labor Solidarity (ACILS)..

persepsi gaya kepemimpinan guru Bimbingan dan Konseling terhadap kepercayaan diri siswa. kelas XI SMK Negeri

merupakan alat yang digunakan untuk menganalisa unsur logam dalam

Browser web adalah software yang digunakan untuk menampilkan informasi dari server web.Software ini kini telah berkembang dengan menggunakan user interface grafis,

Melalui metode penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam kepada informan yang berprofesi sebagai pekerja rumah tangga; diketahui bahwa mereka menggunakan situs jejaring

Oleh karena itu penulis ingin membuat Sistem Informasi Nilai untuk SMA Negeri 1 Sei Suka.Sistem yang akan dirancang berisi Data Siswa, Data Guru dan Pegawai,

[r]