• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Viskositas Larutan Kitosan Nanopartikel Sebagai Penyalut Asam Askorbat Untuk Menyerap Asam Lemak Bebas (ALB) Dalam Minyak Goreng Curah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Viskositas Larutan Kitosan Nanopartikel Sebagai Penyalut Asam Askorbat Untuk Menyerap Asam Lemak Bebas (ALB) Dalam Minyak Goreng Curah"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH VISKOSITAS LARUTAN KITOSAN NANOPARTIKEL SEBAGAI PENYALUT ASAM ASKORBAT UNTUK

MENYERAP ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DALAM MINYAK GORENG CURAH

TESIS

Oleh

WIDIYA NINGSIH 087006030/KIM

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH VISKOSITAS LARUTAN KITOSAN NANOPARTIKEL SEBAGAI PENYALUT ASAM ASKORBAT UNTUK

MENYERAP ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DALAM MINYAK GORENG CURAH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Kimia Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

WIDIYA NINGSIH 087006030/KIM

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH VISKOSITAS LARUTAN KITOSAN NANOPARTIKEL SEBAGAI PENYALUT ASAM

ASKORBAT UNTUK MENYERAP ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DALAM MINYAK GORENG CURAH Nama Mahasiswa : Widiya Ningsih

Nomor Pokok : 087006030 Program Studi : Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.Dr.Harry Agusnar, MSc, M.Phil) (Prof.Dr. Zul Alfian, M.Sc)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD) (Prof.Dr. Eddy Marlianto, M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 10 Mei 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M.Phil Anggota : 1. Prof. Dr. Zul Alfian, MSc

2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 3. Prof. Dr. Harlem Marpaung

4. Dr. Marpongahtun, MSc 5. Prof. Dr. Yunazar Manjang

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH VISKOSITAS LARUTAN KITOSAN NANOPARTIKEL SEBAGAI PENYALUT ASAM ASKORBAT UNTUK MENYERAP ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DALAM MINYAK GORENG CURAH.

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan sumbernya dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2010 Penulis

(6)

PENGARUH VISKOSITAS LARUTAN KITOSAN NANOPARTIKEL SEBAGAI PENYALUT ASAM ASKORBAT UNTUK MENYERAP ASAM LEMAK BEBAS

(ALB) DALAM MINYAK GORENG CURAH. ABSTRAK

Salah satu kegunaan kitosan dalam bidang kesehatan adalah karena kemampuannya menghambat penyerapan lemak dan kolesterol dari dalam diet yang dimakan, serta menurunkan berat badan. Penambahan asam askorbat (vitamin C) meningkatkan jumlah lemak yang hilang sebagai sekresi yang mencapai 87%, dan menurunkan penyerapan lemak oleh tubuh hingga 50%. Kitosan yang bersifat basa karena mengandung dua gugus amina setiap unit berulangnya dapat mengikat asam lemak bebas melalui ikatan asam-basa. Asam askorbat mampu meningkatkan mobilitas kitosan melalui sifat asam dan sifat larut dalam air, sehingga dapat berperan sebagai pengemulsi dalam sistem emulsi kitosan-lemak-air. Peningkatan mobilitas ini, selanjutnya, dapat mengoptimalkan interaksi asam-basa antara asam lemak dan kitosan, yang akan lebih efisien lagi bila ukuran partikel kitosan dalam skala nanometer..

Dalam penelitian ini Asam Askorbat yang tersalut kitosan nanopartikel dengan variasi viskositas larutan, dalam asam asetat 1%, digunakan dalam penyerapan asam lemak bebas (ALB) dalam minyak goreng curah. Karakteristik kitosan nanopartikel nanopartikel dianalisis menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Penurunan kadar asam lemak bebas dalam minyak goreng curah diamati dengan cara titrasi dengan larutan KOH dalam alkohol.

Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa Asam Askorbat dapat berinteraksi secara homogen dengan kitosan nanopartikel. Asam Askorbat tersalut kitosan nanopartikel dapat menyerap asam lemak bebas (ALB) dalam minyak goreng curah lebih besar daripada oleh kitosan sendiri, walaupun Asam Askorbat saja tidak menunjukkan aktifitas penyerapan ALB yang berarti. Semakin rendah viskositas larutan, dalam asam asetat 1%, dari kitosan nanopartikel sebagai penyalutAsam Askorbat, daya penyerapannya terhadap asam lemak bebas semakin besar. Diduga Asam Askorbat dapat berperan sebagai pengemulsi dalam sistem kitosan-minyak goreng sehingga dapat meningkatkan mobilitas kitosan untuk berinteraksi dengan asam lemak bebas.

(7)

THE EFFECTS OF NANOPARTICLE CHITOSAN SOLUTION AS ASCORBIC ACID COATING TO ABSORP FREE FATTY ACID (FFA) IN BULK COOKING

OIL. ABSTRACT

One of chitosan application in health is due to that the chitosan can inhibit fat and cholesterols absorption from diet, as well as reduce body weight. Addition of vitamin C (ascorbic acid) improves fat facial secretion up to 87% and reduce body fat absorption up to 50%. Chitosan, which possesses base property due to its two-amine groups in every repeat unit, interacts with free fatty acid (FFA) through acid-base reaction. Whereas the ascorbic acid improves mobility of the chitosan, since the acid is able to bind with the chitosan and soluble in water, so that it may function as emulsifier in chitosan-fat-water emulsion system. Then, improved mobility of the chitosan optimizes the acid-base interaction between the chitosan and the fatty acid, and may be more efficient when particle size of the chitosan is in nanometer scale.

In this research, Ascorbic Acid coated with nanoparticle chitosan with various solution viscosity, in acetic acid 1%, was used to adsorp free fatty acid in bulk cooking oil. Characteristics of the nanoparticle chitosan- Scanning Electron Microscopy (SEM). Reduction of the fatty acid contents in the cooking oil were observed by titration technique using alcoholic KOH solution.

Results characterizations showed that the Ascorbic Acid interacts homogenously with nanoparticle chitosan. The nanoparticle chitosan-coated-Ascorbic Acid was able to adsorp free fatty acid in bulk cooking oil in higher degree when compared to that of chitosan only, although the vitamin C alone did not show any considerable fatty acid adsorption activity. The lower the solution viscosity, in acetic acid 1%, of the nanoparticle chitosan as coating for vitamin C, the higher its absorption capacity for free faty acid. It was suggested that the vitamin C functions as emulsifier in the chitosan-fat-water emulsion system, so that improved the chitosan mobility to interact with the free fatty acid.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Dengan selesainya tugas ini perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister.

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh Prof.Dr. Eddy Marlianto, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister di Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya ucapkan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil selaku Pembimbing Utama dan Bapak Prof. Zul Alfian, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang setiap saat dengan penuh perhatian memberikan bimbingan, motivasi dan saran sehingga tesis ini dapat diselesaikan

2. Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Kimia USU yang banyak memberikan saran serta kemudahan untuk menyelesaikan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Harlem Marpaung, Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD, Ibu Dr. Marpongahtun, M.Sc selaku Penguji yang banyak memberikan masukan dan saran untuk menyelesaikan tesis ini.

4. Orang tua yang saya sangat sayangi Ayahanda Kabul Baheramsyah dan Ibunda Supianim yang selalu memberikan doa dan dorongan sehingga selesainya tesis ini. 5. Suami saya yang sangat sayangi Bapak Suhardy dan anak-anak saya Dimas Adi

Prayugo dan Sekar Ardi Ningrum yang penuh pengertian sehingga saya dapat menyelesaikan studi di Magister Ilmu Kimia.

6. Bapak H.M. Yacob Pasaribu, S.Pd selaku kepala sekolah SMA N 1 Percut Sei Tuan yang telah banyak menolong dan memberikan kemudahan kepada penulis.

7. Teman-teman angkatan 2008, Bang Aman di Lab Penelitian yang telah banyak menolong dan memberikan motivasi.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang sempurna oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan untuk masa yang akan datang.

Hormat Penulis,

(9)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Widiya Ningsih

2. Tempat/ Tanggal Lahir : Bahbutong, 22 Februari 1972

3. Agama : Islam

4. Status : Menikah

5. Alamat : Jl. Suluh Gg Mesjid No 5A Medan 6. Telpon/ Hp : 061 6634751/ 08163156150 7. Nama Ayah : Kabul Baheramsyah

8. Nama Ibu : Supianim 9. Pendidikan :

SD Negeri 096125 Tobasari : 1979 – 1985 SMP Swasta Pembangunan Sidamanik : 1985 – 1988 SMA Negeri Sidamanik : 1988 – 1991 Sarjana (S1) FPMIPA IKIP Medan : 1991 – 1998

Magister(S2) FMIPA USU : 2008 – 2010

10. Riwayat Pekerjaan :

(10)
(11)

2.4. Viskositas Larutan Kitosan 14

2.5. Adsorpsi 15

2.5.1. Jenis Adsorpsi 17

2.5.2. Aplikasi Proses Adsorpsi 17 2.6. Penggunaan Kitosan Dalam Bidang Kesehatan 17

2.7. Asam Askorbat ( Vitamin C) 19

2.8. Asam Lemak 21

2.9. Minyak Goreng 22

2.10. Interaksi Kitosan dengan Asam Lemak Bebas 24

BAB III. METODE PENELITIAN 26

3.1. Bahan-Bahan 26

3.2 Peralatan 27

3.3. Prosedur Penelitian 28

3.3.1. Pembuatan Larutan Asam Asetat 28

3.3.2 Penyediaan Larutan Kitosan 2% dengan Variasi Viskositas 28 3.3.3. Pembuatan Kitosan Nanopartikel 29 3.3.4. Penyediaan Asam Askorbat Bersalut Kitosan Nanopartikel 29 3.3.5. Perlakuan Sampel Sebelum Digunakan 29 3.3.6. Penentuan Daya Serap Asam Askorbat Bersalut Kitosan Nanopartikel terhadap Asam Lemak Bebas Minyak Goreng Curah 30

(12)

3.4.2. Pembuatan Film Kitosan Nanopartikel 32 3.4.3. Penyediaan Asam Askorbat Bersalut Kitosan Nanopartikel 33 3.4.4. Penentuan Daya Serap Asam Askorbat Bersalut Kitosan

Nanopartikel 34

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 35

4.1. Hasil Karakterisasi Kitosan Nanopartikel 34 4.2. Penentuan Viskositas Larutan Kitosan Nanopartikel 35 4.3. Spektrum Infra Merah Kitosan Nanopartikel 37 4.4. Karakterisasi Penyerapan Asam Lemak Bebas dari Minyak Goreng

Curah yang Bersalut Kitosan Nanopartikel 41

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 45

5.1. Kesimpulan 45

5.2. Saran 45

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Kandungan Kitin pada Berbagai Jenis Hewan dan Jamur 10

2.2 Syarat Mutu Minyak Kelapa Sawit 24

4.1 Penentuan Viskositas Larutan Kitosan Nanopartikel 37

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Struktur Selulosa, Kitin dan Kitosan 11 2.2 Struktur Vitamin C (Asam Askorbat 19 2.3 Hidrolisa Lemak Menjadi Gliserol dan Asam Lemak 21 2.4 Ikatan Hidrogen yang terbentuk dari Kitosan dan Asam Lemak

Bebas 25

2.5 Ikatan Hidrogen dalam Asam Lemak dapat dilemahkan oleh Adanya

Adsorben Kitosan 25

4.1 Fotograf SEM dari Film Kitosan Perbesaran 1200 Kali 35 4.2 Fotograf SEM dari Film Kitosan Nanopartikel 1200 Kali 36 4.3 Spektrum FT-IR Film Padat dari Sampel Kitosan Nanopartikel

setelah Pelarutan dalam Asam Asetat 1% Selama 1 Hari 39 4.4 Spektrum FT-IR Film Padat dari Sampel Kitosan Nanopartikel

setelah Pelarutan dalam Asam Asetat 1% Selama 2 Hari. 39 4.5 Spektrum FT-IR Film Padat dari Sampel Kitosan Nanopartikel

setelah Pelarutan dalam Asam Asetat 1% Selama 3 Hari 40 4.6. Spektrum FT-IR Film Padat dari Sampel Kitosan Nanopartikel

setelah Pelarutan dalam Asam Asetat 1% Selama 4 Hari 40 4.7 Spektrum FT-IR Film Padat dari Sampel Kitosan Nanopartikel

(15)

DAFTAR GRAFIK

Nomor Judul Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Pengukuran ALB pada Minyak Goreng Curah 50

(17)

PENGARUH VISKOSITAS LARUTAN KITOSAN NANOPARTIKEL SEBAGAI PENYALUT ASAM ASKORBAT UNTUK MENYERAP ASAM LEMAK BEBAS

(ALB) DALAM MINYAK GORENG CURAH. ABSTRAK

Salah satu kegunaan kitosan dalam bidang kesehatan adalah karena kemampuannya menghambat penyerapan lemak dan kolesterol dari dalam diet yang dimakan, serta menurunkan berat badan. Penambahan asam askorbat (vitamin C) meningkatkan jumlah lemak yang hilang sebagai sekresi yang mencapai 87%, dan menurunkan penyerapan lemak oleh tubuh hingga 50%. Kitosan yang bersifat basa karena mengandung dua gugus amina setiap unit berulangnya dapat mengikat asam lemak bebas melalui ikatan asam-basa. Asam askorbat mampu meningkatkan mobilitas kitosan melalui sifat asam dan sifat larut dalam air, sehingga dapat berperan sebagai pengemulsi dalam sistem emulsi kitosan-lemak-air. Peningkatan mobilitas ini, selanjutnya, dapat mengoptimalkan interaksi asam-basa antara asam lemak dan kitosan, yang akan lebih efisien lagi bila ukuran partikel kitosan dalam skala nanometer..

Dalam penelitian ini Asam Askorbat yang tersalut kitosan nanopartikel dengan variasi viskositas larutan, dalam asam asetat 1%, digunakan dalam penyerapan asam lemak bebas (ALB) dalam minyak goreng curah. Karakteristik kitosan nanopartikel nanopartikel dianalisis menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Penurunan kadar asam lemak bebas dalam minyak goreng curah diamati dengan cara titrasi dengan larutan KOH dalam alkohol.

Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa Asam Askorbat dapat berinteraksi secara homogen dengan kitosan nanopartikel. Asam Askorbat tersalut kitosan nanopartikel dapat menyerap asam lemak bebas (ALB) dalam minyak goreng curah lebih besar daripada oleh kitosan sendiri, walaupun Asam Askorbat saja tidak menunjukkan aktifitas penyerapan ALB yang berarti. Semakin rendah viskositas larutan, dalam asam asetat 1%, dari kitosan nanopartikel sebagai penyalutAsam Askorbat, daya penyerapannya terhadap asam lemak bebas semakin besar. Diduga Asam Askorbat dapat berperan sebagai pengemulsi dalam sistem kitosan-minyak goreng sehingga dapat meningkatkan mobilitas kitosan untuk berinteraksi dengan asam lemak bebas.

(18)

THE EFFECTS OF NANOPARTICLE CHITOSAN SOLUTION AS ASCORBIC ACID COATING TO ABSORP FREE FATTY ACID (FFA) IN BULK COOKING

OIL. ABSTRACT

One of chitosan application in health is due to that the chitosan can inhibit fat and cholesterols absorption from diet, as well as reduce body weight. Addition of vitamin C (ascorbic acid) improves fat facial secretion up to 87% and reduce body fat absorption up to 50%. Chitosan, which possesses base property due to its two-amine groups in every repeat unit, interacts with free fatty acid (FFA) through acid-base reaction. Whereas the ascorbic acid improves mobility of the chitosan, since the acid is able to bind with the chitosan and soluble in water, so that it may function as emulsifier in chitosan-fat-water emulsion system. Then, improved mobility of the chitosan optimizes the acid-base interaction between the chitosan and the fatty acid, and may be more efficient when particle size of the chitosan is in nanometer scale.

In this research, Ascorbic Acid coated with nanoparticle chitosan with various solution viscosity, in acetic acid 1%, was used to adsorp free fatty acid in bulk cooking oil. Characteristics of the nanoparticle chitosan- Scanning Electron Microscopy (SEM). Reduction of the fatty acid contents in the cooking oil were observed by titration technique using alcoholic KOH solution.

Results characterizations showed that the Ascorbic Acid interacts homogenously with nanoparticle chitosan. The nanoparticle chitosan-coated-Ascorbic Acid was able to adsorp free fatty acid in bulk cooking oil in higher degree when compared to that of chitosan only, although the vitamin C alone did not show any considerable fatty acid adsorption activity. The lower the solution viscosity, in acetic acid 1%, of the nanoparticle chitosan as coating for vitamin C, the higher its absorption capacity for free faty acid. It was suggested that the vitamin C functions as emulsifier in the chitosan-fat-water emulsion system, so that improved the chitosan mobility to interact with the free fatty acid.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah perairan kelautan Indonesia yang luas merupakan sumber daya alam

yang sangat melimpah, dan belum semua potensi kelautan yang ada dapat dimanfaatkan

secara maksimal. Pemanfaatan udang untuk keperluan konsumsi menghasilkan limbah

cangkang kulit dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara komersial. Telah

diketahui bahwa, cangkang hewan invertebrata laut, terutama Crustacea mengandung

kitin dalam kadar tinggi, berkisar antara 20-70% tergantung dari jenis spesies.

Cumi-cumi mempunyai kandungan kitin paling sedikit, sekitar 20%, sedangkan cangkang

kepiting dapat mengandung kitin sampai 70% (Muzzerlli 2000). Lebih dari 80.000 metrik

ton kitin diperoleh dari limbah laut dunia per tahuin (Patil, 2000), di Indonesia limbah

kitin yang belum termanfaatkan sebesar 56.200 metrik ton per tahun (Departemen

Kelautan dan Perikanan, 2000)

Kitin, adalah bahan polimer alami kedua yang paling banyak tersedia di alam setelah

selulosa, yang merupakan polimer tidak larut dalam air dari aminoglukan dari

N-asetil-D-glukosamin. Beberapa manfaat yang dapat diambil dari kitin di bidang pertanian antara

lain dengan memanfaatkan sifat antijamurnya untuk melindungi tanaman dari serangan

fungi dan sifat antibakterinya terhadap beberapa bakteri patogen (Shahidi dkk.,1999)

Manfaat tersebut tidaklah sebesar manfaat yang diambil dari turunan kitin, seperti

kitosan. Kitosan yang dapat larut dalam asam lemah serta bermuatan positif, diperoleh

(20)

deasetilasi kitin melalui proses reaksi kimia menggunakan basa natrium hidroksida atau

reaksi enzimatis menggunakan enzim kitin deasetilase. Serat ini bersifat tidak dicerna dan

tidak diserap tubuh. Pengolahan kitin menjadi kitosan dari bahan baku limbah ikan juga

telah dikembangkan oleh Sum–Ok Fernandez-Kim (2004). Dilaporkan produk kitosan

dapat mengalami depolimerisasi dan perubahan warna bila terpapar ozone (Seung-Wook

Seo, 2006).

Kitosan dan turunannya telah banyak dimanfaatkan secara komersial dalam industri

pangan, kosmetika, pertanian, farmasi, pengolahan limbah dan penjernihan air. Sifat

menonjol kitosan adalah kemampuan mengabsorpsi lemak hingga 4-5 kali beratnya

(Rismana, 2008, Nutrimart.com, 2009). Salah satu kegunaan kitosan dalam bidang

kesehatan adalah dikarenakan kitosan merupakan polimer alami yang mampu

menghambat penyerapan lemak dan kolesterol tubuh, karena itu sekarang banyak produk

kitosan kapsul yang dapat menyerap lemak, kolesterol, dan menurunkan berat badan

(Dunn et al. 1977; Shahidi et al 1999). Manfaat kitosan pada berbagai bidang kesehatan antara lain: pelepasan obat, rekayasa jaringan, pengawet makanan, imobilisasi bikatalis

dan sebagainya, (Aranaz dkk., 2009)

Tokura (2001), melaporkan bahwa larutan kitosan setiap harinya akan menurunkan

Viskositas karena mudah sekali mengalami degradasi jika suhu penyimpanan harus lebih

besar dari 10 0 C.

Akhir-akhir ini ada kecenderungan masyarakat yang semakin meningkat untuk kembali

menggunakan bahan-bahan alami sehingga terjadi perkembangan yang pesat terutama

pada industri farmasi, kosmetika maupun pangan berbasis bahan alam. Salah satu produk

(21)

polimer maupun dalam bentuk oligomer. Kitosan adalah serat yang tidak diabsorpsi

sehingga bila lemak terikat dengannya akan menjadi senyawa yang tidak terabsorpsi pula.

Hasil penelitian in-vivo pada hewan percobaan menunjukkan, hewan yang diberi

makanan mengandung kitosan mampu mengekskresi lemak kotorannya sehingga 5-10

kali serat lain. Untuk meningkatkan efektivitas pengikat lemak, kapsul kitosan dicampur

dengan asam sitrat, vitamin C (asam askorbat), dan indol. Penambahan asam askorbat

meningkatkan jumlah lemak yang hilang sebagai feses, 87% dan menurunkan penyerapan

lemak oleh tubuh hingga 50%. Penambahan asam askorbat juga berfungsi sebagai

antioksidan untuk mengurangi jumlah redikal bebas yang berperan dalam pembentukan

oksida kolesterol yang diduga memicu terjadinya penyakit hati (Rismana, 2008).

Kanauchi dkk. (1994) melaporkan bahwa pemberian kitosan yang dicampur dengan asam

askorbat pada diet tikus meningkatkan besarnya ekskresi lemak pada feses. Hal ini berarti

pemberian kitosan dan asam askorbat dapat menurunkan serapan lemak pada sistem

pencernaan tikus dari diet yang diberikan. Adapun mekanisme peningkatan ekskresi atau

penurunan serapan lemak pada sistem pencernaan tikus tersebut, berlangsung melalui

beberapa mekanisme:

1. Kitosan yang bersifat basa karena mengandung 2 gugus amina setiap unit

berulangnya dapat mengikat asam lemak bebas melalui ikatan asam-basa, (Aranaz

dkk., 2009).

2. Asam askorbat mampu meningkatkan mobilitas kitosan melalui sifat asam dan sifat

larut dalam air, sehingga dapat berperan sebagai pengemulsi dalam sistem emulsi

(22)

interaksi asam-basa antara asam lemak dan kitosan, (Zoldners, dkk., 2005, Beysseriat,

dkk., 2006).

3. Asam askorbat juga bersifat antioksidan terhadap oksidasi dan pencegah hidrolisis

lemak menjadi asam lemak. Ini mengakibatkan penurunan serapan lemak dari diet

yang diberikan karena serapan lemak oleh sistem pencernaan berlangsung melalui

mekanisme hasil oksidasi dan hidrolisis lemak menjadi asam lemak, (Keum-Il Jang

dan Hyeon Gyu Lee, 2008).

Nanopartikel adalah penggambaran dari nano teknologi dimana partikel digambarkan

sebagai satu objek kecil yang bertindak secara unit keseluruhan dalam hal transfor dan

sifat-sifatnya. Dengan nano teknologi material dapat didisain sedemikian rupa dalam orde

nano sehingga dapat diperoleh sifat dan material yang diinginkan tanpa melakukan

pemborosan atom-atom yang tidak diperlukan.

Sekarang ini, banyak ahli-ahli menggunakan kitosan dengan nano teknologi, Lu-E Shi

dan Zhen-Xing Tang untuk menyiapkan Nanokitosan-partikel menambahkan larutan

tripoliposfat kedalam larutan kitosan sehingga diperoleh emulsi kitosan sambil distirer

dengan kecepatan 1200 rpm kemudian emulsi dibuat dengan menambahkan asam asetat

hasilnya akan berupa suspensi kitosan.(Lu-E Shi, 2008).

Oleh karena itu, kitosan dapat juga digunakan dalam penyerapan asam lemak bebas

dalam minyak goreng. Minyak goreng adalah jenis olein yang biasanya berasal dari

kelapa sawit atau kelapa. Minyak goreng mudah mengalami kerusakan, karena ketika

dibiarkan dalam jangka waktu tertentu minyak akan mengalami ketengikan yaitu

munculnya bau yang tidak enak (tengik). Ketengikan terjadi karena pecahnya ikatan

(23)

(ALB). Asam lemak bebas inilah yang menyebabkan ketengikan, dan juga berbahaya

bagi kesehatan manusia (http://www.mentorhealthcare.com.news.htm.0608,2009).

Hidrolisis dan oksidasi adalah dua reaksi yang utama yang akan menurunkan mutu dari

minyak goreng. Adanya uap air akan menyebabkan hidrolisis dari trigliserida pada

minyak goreng menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam-asam lemak seperti stearat,

palmitat, miristat, oleat dan linoleat diserap oleh kitosan dengan kapasitas penyerapan

yang maksimum. Penyerapan yang maksimum terjadi pada asam lemak stearat

(Ahmad,F.B.H dan Alimuniar, 1992).

Penambahan berat absorben kitin dalam proses adsorpsi mengakibatkan penurunan kadar

asam lemak bebas dalam minyak. Kadar asam lemak bebas turun dari 1,975 % menjadi

0,552 % setelah diberi adsorben kitin 15 gram (Yustinah,2009)

Dalam hal lain, sifat fisika-kimia larutan kitosan, (pH, kerapatan, tegangan permukaan,

viskositas, dan konduktifitasnya), dipengaruhi oleh berat molekul kitosan terlarut, (Khan

dan Kok Khiang Peh, 2001). Dilaporkan bahwa berat molekul rata-rata rantai kitosan

adalah antara 70.000 – 2.000.000, dan bila ukuran rantai polimer kitosan bertambah kecil,

laju gerakan translasinya menjadi semakin cepat, sehingga viskositas larutannya

bertambah rendah, Sun-Ok Fernandez-Kim, (2004). Hal ini juga dapat berakibat pada

kenaikan laju interaksi rantai molekul kitosan dengan molekul-molekul pereaksi lainnya,

seperti asam lemak bebas, Seung-Wook Seo, (2006).

Berdasarkan uraian di atas bahwa kitosan nanopartikel lebih efektif daripada kitosan,

sehingga peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh kitosan nanopartikel dengan

variasi viskositas larutannya sebagai penyalut asam askorbat untuk menyerap asam lemak

(24)

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh viskositas larutan

kitosan nanopartikel, dalam asam asetat 1%, sebagai penyalut asam askorbat terhadap

penyerapan asam lemak bebas (ALB) dalam minyak goreng curah.

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini hanya dibatasi untuk asam askorbat , dengan variasi

viskositas kitosan nanopartikel (dengan Derajat Deasetilasi dan Berat Molekul tertentu)

terhadap penyerapan asam lemak bebas (ALB) dari jenis minyak goreng curah.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh viskositas larutan kitosan

nanopartikel sebagai penyalut asam askorbat untuk menyerap asam lemak bebas dalam

minyak goreng curah.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian diharapkan bermanfaat untuk dikomersilkan sebagai bahan

supplement food, yang dapat digunakan untuk orang dewasa.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian FMIPA-USU Medan dan

(25)

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium yaitu untuk mengetahui sejauh

mana kitosan nanopartikel dapat menjadi penyalut pada asam askorbat dengan variasi

viskositasnya dalam pelarut asam asetat 1%, serta kinerjanya terhadap penyerapan asam

lemak bebas dalam minyak goreng curah.

Tahapan penelitian meliputi :

1. Penyediaan kitosan nanopartikel dengan variasi viskositas larutannya.

2. Penyediaan asam askorbat tersalut kitosan nanopartikel dan penyelidikan

interaksinya.

3. Pengujian penyerapan asam lemak bebas dalam minyak goreng curah oleh

(26)

B A B II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitin

Kitin adalah biopolimer alami terbesar kedua yang dapat di alam setelah selulosa.

Kitin dapat diperoleh dari arthopoda, jamur dan ragi (Fernandez – Kim.,2004), tetapi

sumber komersial yang penting adalah eksokleton dari kepiting (Kim dan Park., 2001).

Kitin dapat di isolasi dari cangkang kepiting dengan 2 tahap, (1) pemisahan protein

(deproteinisasi) dan pemisahan kalsium karbonat dan kalsium phospat (demineralisasi)

(Kim dan Park , 2001).

Walaupun kitin tersebar luas di alam, sumber utama yang dapat digunakan memproduksi

kitin dalam skala besar dan dijadikan untuk pengembangan lebih lanjut adalah kitin yang

terdapat pada Crustaceae yang dipanen secara komersial seperti udang dan lobster. Kitin

dari jenis Crustaceae ini banyak tersedia dalam jumlah besar sebagai limbah industri

pangan (Carroad and Tom, 1987).

Pada umumnya keberadaan kitin di alam tidak terdapat dalam keadaan bebas, akan tetapi

berikatan dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen (zat warna). Kandungan

kitin pada berbagai jenis hewan dan jamur dapat dilihat pada Tabel 1 berikut (Knoor,

1984).

(27)

Tabel 2.1 Kandungan Kitin pada berbagai jenis Hewan dan Jamur

a = berat organik dari kutikula b = berat kering dari dinding sel

Struktur kitin sangat mirip dengan sellulosa yaitu ikatan yang terjadi antara monomernya

terangkai dengan ikatan glikosida pada posisi-1,4. Perbedaannya dengan sellulosa adalah

gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon yang kedua, pada kitin diganti oleh gugus

asetamida (-NH-CO-CH3) sehingga kitin menjadi sebuah polimer berunit

N-asetilglukosamin. Kitosan mempunyai rantai tidak linier dan mempunyai rumus umum

(C6H11NO4)n atau disebut sebagai (1,4)-amino-2-deoksi-D-glukosa, Gambar 1, (Fernandez-

(28)

Gambar 2.1 : Struktur Selulosa, Kitin dan Kitosan

Kitin termasuk polisakarida yang sangat sukar dilarutkan pada pH netral seperti air

sehingga pelarutan dilakukan dalam suasana asam atau basa. Hal ini disebabkan kitin

secara alami berbentuk kristal yang mengandung rantai-rantai polimer berkerapatan

tinggi yang terikat satu sama lain dengan ikatan hidrogen yang sangat kuat

(Bartnicki-Garcia, 1989). Kitin bersifat mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun,

tidak larut dalam air, asam organik encer dan asam-asam organik, tetapi larut dalam

larutan dimetil asetamida dan litium klorida (Ornum, 1992).

Kelarutan kitosan berhubungan erat dengan derajat deasetilasinya. Deasetilasi akan

memotong gugus asetil pada kitin, menyisakan gugus amina. Adanya atom H pada amina

memudahkan interaksi dengan air melalui ikatan hidrogen. Tetapi kitin maupun kitosan

(29)

asam encer seperti asam asetat. Adanya gugus karboksil dalam asam asetat akan

memudahkan pelarutan kitin dan kitosan karena terjadi interaksi hidrogen antara gugus

karboksil dengan gugus amina dari keduanya (Dunn et al, 1997).

2.2. Kitosan

Kitosan adalah turunan utama kitin, yang disediakan dengan proses deasetilasi

kitin. Kitosan pertama kali ditemukan oleh Rouget pada tahun 1859. Kitosan adalah

biopolimer glokosamin linier yang terbentuk dari unit ulang 2-amino-2deoksi-D-glukosa

atau disebut (1,4)-2-amino-2-deoksi-D-glukosa dan ini merupakan nama resmi kitosan

yang mempunyai berat molekul rata-rata 120.000. (Muzzarelli, 1977). Namun kitosan

dirujuk dari hasil proses deasetilasi kitin dengan derajat polimerisasi yang berbeda-beda

(Agusnar, 2006).

Kitosan merupakan polisakarida alami dari kopolimer glikosamin dan N-

acetylglukosamin, dan dapat diperoleh dari deasetilasi kitin (Khan et al, 2002). Metoda

penyediaan kitosan pertama sekali dibuat oleh Hope Seyler pada tahun 1894 yaitu dengan

merefluks kitin dalam larutan kalium hidroksida pada temperatur 180o dan proses

deasetilasi kitin dapat terjadi tanpa pemutusan rantai polimernya (Muzzarelli 1973).

Berbagai metode digunakan untuk menyediakan kitosan dengan derajat deasetilasi

tertentu, diantaranya Horowitz, Wolfrom, Broussignae dan Fujita (Muzzarelli, 1977).

Hidrolisis gugus asetil pada kitin dapat dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH

(30)

masih berbentuk kepingan kasar dan dapat dihaluskan mengikuti ukuran tertentu

(Agusnar, 2006).

Cara untuk mendapatkan kitosan yang lebih murni yaitu dengan melarutkan kitosan

dengan larutan asam asetat, disaring sehingga diperoleh hasil yang jernih yang kemudian

dikeringkan sehingga diperoleh kitosan murni yang berbentuk garam kitosium yang larut

dalam air. Untuk mendapatkan hasil murni yang berbentuk amina bebas, endapan harus

dicuci dan dikeringkan. (Sand ford & Hutching, 1987).

2.3. Kitosan Nanopartikel

Kitosan nanopartikel adalah kitosan yang mana partikelnya berukuran 100-400

nm. Sekarang ini, kebanyakan dari metode untuk menyiapkan kitosan nanopartikel

melibatkan reaksi ikatan silang. Kitosan dilarutkan dalam larutan asam lemah untuk

memperoleh larutan kitosan untuk mendepositkan kitosan dengan larutan bersifat alkali

dan dibilas dengan air suling sampai netral kemudian ditempatkan dalam bejana

ultrasonik untuk membentuk partikel halus, sehingga diperoleh kitosan nanopartikel.

Kitosan nanopartikel stabil dilarutkan mengandung air dan untuk menganalisanya dengan

menggunakan FTIR dan FESEM (http://www.faqs.org?patents/app/20080234477).

Ukuran partikel kitosan yang berskala nanometer akan meningkatkan luas permukaan

sampai ratusan kali dibandingkan dengan partikel yang berukuran mikrometer. Hal ini

akan meningkatkan efisiensi proses fisika-kimia pada permukaan kitosan tersebut, karena

(31)

2.4. Viskositas Larutan Kitosan

Sifat fisika-kimia larutan kitosan, (pH, kerapatan, tegangan permukaan,

viskositas, dan konduktifitasnya), dipengaruhi oleh berat molekul kitosan terlarut, (Khan

dan Kok Khiang Peh, 2001). Dilaporkan bahwa berat molekul rata-rata rantai kitosan

adalah antara 70.000 – 2.000.000, dan bila ukuran rantai polimer kitosan bertambah kecil,

laju gerakan translasinya menjadi semakin cepat, sehingga viskositas larutannya

bertambah rendah, Sun-Ok Fernandez-Kim, (2004). Hal ini juga dapat berakibat pada

kenaikan laju interaksi rantai molekul kitosan dengan molekul-molekul pereaksi lainnya,

seperti asam lemak bebas, Seung-Wook Seo, (2006). Hubungan antara viskositas larutan

kitosan dengan berat molekul rata-ratanya dapat dijelaskan seperti umumnya larutan

polimer menggunakan persamaan Mark-Houwink, (Agusnar 2006).

[η] = K (Mv)a (2.1)

[η] adalah viskositas intrinsic larutan kitosan, Mv berat molekul rata-rata (yang diukur dengan metode viskositas), K dan a adalah tetapan. Viskositas intrinsic larutan dapat

diperoleh menggunakan persamaan Kraemer.

ln (ηr)/c = [η] + kK [η]2c (2.2)

ηr adalah viskositas relatif yang merupakan perbandingan viskositas larutan dengan viskositas pelarut murni, c adalah konsentrasi larutan dan kK adalah tetapan. Dengan

demikian harga [η] dapat diperoleh sebagai intercept (perpotongan garis kurva pada sumbu y) pada plot ln (ηr)/c terhadap c.

Selanjutnya, sehubungan dengan berat molekulnya yang besar, pelarutan kitosan di dalam

(32)

larutan jernih,(Va˚rum dan Smidsrød, 2005). Perendaman kitosan dalam pelarut asam

asetat 1% yang semakin lama dapat memperkecil ukuran partikel terdispersi dari fase

kitosan, (Cho dkk., 2006).

2.5. Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses fisika dan kimia dimana suatu substansi menggumpal

pada antarmuka antara fase yang satu dengan yang lain. Jadi adsorpsi adalah suatu proses

dimana atom-atom molekul dari suatu bahan terkumpul pada permukaan adsorben dan

bila ditinjau dari zat yang diserap serta bahan penyerap merupakan dua fasa yang

berbeda, maka pada peristiwa adsorbsi itu akan terkumpul pada permukaan antarmuka

kedua fase tersebut.

Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah

dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini

menyebabkan zat padat dan zat cair mempunyai gaya adsorbsi. (Sukarjo,1997). Apabila

pada permukaan antara dua fasa yang bersih (seperti gas-cairan dan cairan-cairan)

ditambahkan komponen ketiga, maka komponen ini akan sangat mempengaruhi sifat

permukaan. Komponen ketiga yang ditambahkan adalah molekul yang teradsorpsi pada

permukaan .

Peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan suatu zat lain seperti ini disebut adsoprsi.

Zat yang diserap disebut fase terserap sedang zat yang menyerap disebur adsorben.

Kecuali zat padat, adsorben dapat pula berupa zat cair. Karena itu, adsorpsi dapat terjadi

(33)

Peristiwa adsorpsi ini disebabkan oleh gaya tarik molekul-molekul dipermukaan

adsorben. Zat-zat teradsorbsi terikat dengan kuat dalam lapisan-lapisan yang biasanya

tebalnya tak lebih dari satu atau dua molekul (atau ion). Banyaknya zat asing yang dapat

diadsorbsi bergantung pada luanya permukaan yang tersingkap. Meskipun adsorpsi

merupakan suatu gejala umum dari zat padat, adsorpsi ini teristimewa efisiensinya

dengan materi koloid yang disebabkan oleh besarnya luas permukaan itu, (Keenan, et al

1999)

2.5.1 Jenis adsorpsi

Adsorpsi ada dua jenis yaitu adsorbsi fisika dan adsorpsi kimia. Pada adsorpsi

fisika, adsorpsi disebabkan gaya van der Waals yang ada pada permukaan adsorben.

Panas adsorpsi fisika biasanya rendah (~10000 Kal/Mol), lapisan yang terjadi pada

permukaan adsorben biasanya lebih dari satu molekul dan kesetimbangan adsorpsi

reversible dan cepat misalnya adsorbsi gas pada charcoal.

Pada adsorpsi kimia terjadi reaksi pada zat yang diserap dan adsorben. Lapisan molekul

pada permukaan adsorbennya satu lapis dan panas adsorbsinya tinggi (20000-100000

Kal/mol). Adsorpsi ini terjadi dengan pembentukan senyawa kimia hingga ikatannya

lebih kuat misalnya adsorpsi CO pada W, O2 pada Ag, Au, Pt, dan C,(Sukardjo, 1990)

2.5.1 Aplikasi proses adsorpsi

Adsorpsi cairan gas sangat penting pada pembentukan dan stabilisasi busa. Busa

adalah gelembung-gelembung gas yang diliputi oleh cairan. Analisis kromatografi

(34)

larut dalam suatu pelarut, komponen-komponen dalam larutan dapat dipisahkan dengan

menuangkan larutan ini melalui adsorben tertentu seperti alumina, magnesium, oksida,

arang, dan sebagainya. Adsorben yang dipakai diletakkan dalam kolom dari gelas dan

larutan yang akan dipisahkan dituang dari bagian atas kolom. Zat yang mudah diserap,

akan terdapat di bagian atas kolom dan yang sukar diserap terdapat di bagian bawah

(Sukardjo, 1990)

2.6. Penggunaan Kitosan Dalam Bidang Kesehatan

Kitin dan kitosan menunjukkan aktivitas antibakteri, antimetastatik, antiurikemik,

antiosteoporotik dan immunoadjuvant. Senyawa ini menunjukkan potensi umum yang

besar dari polisakarida dalam penyakit alleviasi (alleviating diseases), mencegah penyakit

atau member kontribusi yang baik terhadap kesehatan Material yang dapat terurai dan

nontoksik ini dapat mengaktifkan pasien untuk menahan mencegah infeksi dan

mempercepat penyembuhan luka, (Jamaran, 2007).

Kitosan adalah serat polimer alami yang mampu menghambat penyerapan lemak dan

kolesterol oleh tubuh. Karena itu, sekarang banyak produk kapsul kesehatan yang

mengandung kitosan dengan fungsi dapat menyerap lemak, kolesterol, dan menurunkan

berat badan. Untuk meningkatkan efektivitas pengikatan lemak, kapsul kitosan dicampur

dengan asam sitrat, Vitamin C ( asam askorbat), dan indol. Penambahan asam askorbat

meningkatkan jumlah lemak yang hilang sebagai feses sampai 87% dan menurunkan

penyerapan lemak oleh tubuh hingga 50%. Penambahan asan askorbat juga berfungsi

(35)

pembentukan oksida kolesterol yang diduga memicu terjadinya penyakit hati, (Rismana,

2008)

2.7. Asam Askorbat (Vitamin C)

Vitamin C adalah padatan yang berbentuk kristal putih, dan mudah larut dalam

air. Dalam keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut vitamin C

mudah rusak, karena bersentuhan dengan udara (teroksidasi), terutama bila terkena panas.

Oksidasi dipercepat dengan adanya tembaga dan besi. Asam askorbat tidak stabil dalam

larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam

Asam askorbat (vitamin C) adalah suatu turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai

karbohidrat, yang erat berkaitan dengan monosakarida, Gambar 2. Vitamin C (asam

askorbat) dapat disintesa dari D-glukosa dan D-galaktosa yang banyak terdapat di dalam

tumbuh-tumbuhan dan sebagian dalam hewan. Asam askorbat terdapat dalam dua bentuk

di alam, yaitu L-asam askorbat (bentuk reduksi) dan L-asam dehidro askorbat (bentuk

oksidasi), (J.N Counsel dan Horning, 1981).

Gambar 2.2 : Struktur Vitamin C (asam askorbat)

Vitamin C merupakan vitamin yang sangat penting untuk sistem imunisasi karena

mampu menguatkan tubuh dalam proses penyembuhan. Kekurangan vitamin C dapat

(36)

Sementara kekurangan vitamin C yang berkepanjangan dapat menyebabkan gusi

berdarah, tulang dan gigi melemah.

Walaupun Vitamin C dapat kita peroleh dari makanan sehari-hari, tetap saja kita

membutuhkan suplemen Vitamin C. Hal ini disebabkan karena :

• Tubuh manusia tidak dapat menghasilkan sendiri vitamin C.

• Vitamin C tidak dapat disimpan dalam tubuh dan larut dalam air.

• Untuk mencukupi kebutuhan vitamin C, bagi orang dewasa yang sehat

sekurangnya harus mengkonsumsi 4-5 macam buah dan sayur segar tertentu

direbus atau mentah setiap harinya. Hal ini cukup sulit, dan jumlah tersebut akan

brtambah bagi perokok karena 1 batang rokok menghabiskan 250 mg vitamin C.

• Vitamin C mudah rusak bila di bawah sinar matahari, terkena suhu panas, bahan

kimia, dan mudah teroksidasi bila terkena udara. Kebanyakan kandungan vitamin

C dalam makanan memang sudah rusak sebelum makanan itu disajikan, ketika

makanan itu dimasak dan disimpan jangka waktu yang lama atau bahkan terkena

udara. Misal, vitamin C pada buah jeruk akan rusak bila setelah dikupas atau

dipotong tidak langsung dimakan. Vitamin C juga dapat mengurangi kadar

“low-density lipoproteins” (LDL) atau kolesterol yang tidak baik, dan pada waktu yang

sama meningkatkan “high-density lipoproteins” (HDL) atau kolesterol yang baik,

juga menurunkan tekanan darah tinggi dan membantu mencegah atherosclerosis.

Vitamin C juga sebagai kepdierlukan dalam pembentukan kolagen, mencegah

pembekuan darah yang tidak normal dan lembam, dapat juga mengurangi resiko

(37)

2.8 Asam Lemak.

Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal istilah minyak (oils) dan lemak,

namun kita jarang mengenal istilah lipida (lipids). Minyak mempunyai arti yang sangat

luas, yaitu senyawa yang berbentuk cairan pekat pada suhu ruangan (25oC) dan tidak

larut dalam air. Berdasarkan sumbernya, minyak dibagi 2 macam yaitu, minyak bumi

(mineral oils atau petroleum) dan minyak dari mahluk hidup (lipida atau lipids). Adapun

minyak dari mahluk hidup terbagi lagi menjadi minyak nabati (vegetable oils) dan

minyak hewani (animal oils). Secara umum berdasarkan senyawa kimianya, lipida dapat

terdiri dari: asam lemak bebas (free fatty acids), gliserida (acylglycerols), sterol (sterols),

wax (waxes), glikolipid, fosfilida, sfingolipid, vitamin dan hidrokarbon, (Gunawan,

2008).

Asam lemak, bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun utama minyak nabati

atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada mahluk hidup. Asam ini

mudah dijumpai dalam minyak makan (minyak goreng), margarin, atau lemak hewan dan

menentukan nilai gizinya. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas (karena lemak

terhidrolisis) maupun terikat sebagai gliserida. Minyak merupakan turunan ester dari

gliserol dan asam lemak. Struktur umumnya adalah :

(38)

Asam lemak tidak lain adalah asam alkanoat atau asam karboksilat berderajat tinggi

(rantai C lebih dari 6). Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam

lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom-atom

karbon penyusunnya, sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan

ganda di antara atom-atom penyusunnya. Asam lemak merupakan asam lemah, dan

dalam air terdisosiasi sebagian. Umumnya berfase cair atau padat pada suhu ruang

(27oC). Semakin panjang rantai penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga

semakin sukar larut.

2.10. Minyak Goreng

Minyak goreng umumnya berbahan baku fase cair dari lipida tumbuhan (minyak

nabati), yang berasal dari kelapa, kelapa sawit, jagung, bunga matahari dan sebagainya,

terutama merupakan gliserida dari asam lemak tak jenuh (olein). Asam lemak jenuh

bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam lemak tak jenuh. Ikatan ganda

pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (mudah teroksidasi), dan

mengalami ketengikan. Oleh karena itu produsen minyak goreng biasanya menambahkan

bahan antioksidan, yaitu bahan yang dapat menghambat proses oksidasi dan ketengikan

itu. Karena faktor harga, hampir semua produsen minyak goreng menggunakan

antioksidan kimiawi seperti BHT (tert.butil hidroksitoluena), BHA (tert.butil

hidroksianisol) atau TBHQ (tert.butyl hidroksiquinon), Wanasundara and Shahidi,

(2005). Bahan-bahan tersebut jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan terus

(39)

Di pasaran kita mengenal adanya minyak goreng bermerek (branded) dan minyak goreng

curah. Karena peredarannya yang lebih lambat biasanya minyak goreng bermerek (yang

biasa dikemas dalam botol dan plastik) menggunakan antioksidan untuk pengawet. Tidak

demikian halnya bagi minyak goreng curah, yang justru tidak ditambahkan antioksidan,

karena peredarannya sangat cepat, yaitu hanya dalam hitungan hari.

(http://mentorhealthcare.com.news.htm,)

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) kadar asam lemak bebas dalam minyak

kelapa sawit yang diizinkan adalah, Tabel 2.2

Tabel 2.2 Syarat Mutu Minyak Kelapa Sawit

Oleh karena itu, menurut SNI 01-0016-1987 tersebut di atas, kandungan asam lemak

bebas dalam minyak goreng curah yang berasal dari minyak kelapa sawit tidak boleh

(40)

2.11. Interaksi Kitosan Dengan Asam Lemak Bebas

Reaksi hidrolisis terjadi akibat interaksi antara air dengan lemak yang

menyebabkan putusnya beberapa asam lemak dari minyak, menghasilkan Free Fatty

Acid (FFA) dan Gliserol (Lawson, 1985). FFA mudah mengalami dekomposisi lebih

lanjut melalui reaksi radikal bebas (Lin dkk, 2001)

Kitosan dapat digolongkan sebagai turunan selulosa, karena struktur kitosan mirip

dengan selulosa dengan gugus hidroksil digantikan dengan gugus amina. Kemampuan

adsorpsi kitosan menyerap asam lemak bebas kemungkinan dipengaruhi adanya gugus

amina dalam kitosan. Gugus amina akan berikatan dengan asam lemak bebas dalam

minyak (Ahmad,F.B.H dan Alimuniar, 1992)

(41)
(42)

B A B III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian FMIPA USU Medan dan

dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Penyediaan pelarut,

2. Penyediaan kitosan,

3. Penyediaan kitosan nanopartikel,

4. Penyediaan kitosan nanopartikel dengan variasi viskositas larutan dalam asam

asetat 1%,

5. Penyediaan asam askorbat bersalut kitosan nanopartikel,

6. Karakterisasi kitosan nanopartikel dengan teknik spektroskopi FTIR dan Scanning Electron Microscopy (SEM),

7. Uji penyerapan asam lemak bebas dari minyak goreng curah oleh Asam Askorbat

(43)

3.1 Bahan-bahan yang digunakan:

- Kitosan E – Merck

- Asam Asetat Glasial p.a. (E-Merck)

- Air suling

- Asam askorbat

- Tripolipospat (TPP) p.a (E-Merck)

- Minyak Goreng Curah

- Fenolftalein 1 %

- Alkohol 95 %

- KOH p.a (E-Merck)

3.2 Peralatan

Untuk penyediaan kitosan digunakan peralatan di Laboratorium Penelitian

FMIPA USU dan Laboratorium Biokimia FMIPA USU. Alat-alat yang digunakan seperti

di bawah ini.

- Alat-alat Gelas

- Neraca Analisis Mettller PM

- Jar Test

- Magnetik Stirer

(44)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan larutan asam asetat 1%

Dipipet sebanyak 20 ml asam asetat glasial 99 %, dimasukkan ke dalam

labu takar 1 l ditambahkan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.2. Penyediaan larutan kitosan 2 % dengan variasi viskositas

Ditimbang sebanyak 20 g kitosan, dimasukkan ke dalam beaker glass dan

ditambahkan 1000 ml larutan asam asetat 1 % dan diaduk, kemudian dibiarakan

selama 1 hari. Percobaan diulangi dengan variasi perendaman selama 2, 3, 4, dan

5 hari. Viskositas masing-masing larutan kitosan nanopartikel diamati

menggunakan viskosimeter Brock Field pada suhu kamar (30o C), dan

membandingkannya dengan viskositas pelarut asam asetat 1%.

3.3.3. Pembuatan kitosan nanopartikel

Ambil larutan kitosan sebanyak 1000 ml kemudian dimasukkan ke dalam

beaker glass yang berisi 200 ml dari 0,75 mg/ml larutan Tripolipospat (TPP)..

Selanjutnya, larutan ini disaring dan residu dicuci pada air yang mengalir untuk

(45)

3.3.4. Penyediaan asam askorbat bersalut kitosan nanopartikel

10 gram asam askorbat diaduk dengan 20 ml larutan kitosan nanopartikel

(viskositas pada pelarutan 1 hari), kemudian dikeringkan pada temperatur kamar

selama 3 hari. Dengan cara yang sama dilakukan untuk larutan kitosan

nanopartikel dengan viskositas pada perendaman 2, 3, 4, dan 5 hari.

3.3.5 Perlakuan sampel sebelum digunakan

20 gram minyak goreng curah dimasukkan ke dalam erlemeyer lalu

tambahkan 50 ml alkohol 95 % kemudian dipanaskan selama 10 menit dalam

penangas air sambil diaduk.

3.3.6 Penentuan daya serap asam askorbat bersalut kitosan nanopartikel terhadap asam lemak bebas minyak goreng curah

Ditimbang 2 g asam askorbat bersalut kitosan nanopartikel, dengan

viskositas larutan asam asetat 1% setelah perendaman selama 1 hari, dimasukkan

ke dalam 20 g minyak goreng (sampel). Kemudian diaduk dengan kecepatan 100

rpm selama 30 menit dan disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat

yang dihasilkan kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N dengan indikator

fenolftalein sampai muncul warna merah muda pucat yang tidak hilang selama

20-30 detik. Dilakukan pada kondisi yang sama, untuk semua sampel asam

askorbat bersalut kitosan nanopartikel dengan viskositas larutan asam asetat 1%

(46)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Kitosan Nanopartikel 2% (Metode Lu- Eshi, 2009)

- Dilarutkan dalam 1 liter CH3COOH 1%

-Lalu diaduk dengan jartest 20 gram kitosan

Larutan Kitosan (koloid putih)

- Dimasukkan kedalam 200ml larutan TPP

Kitosan nanopartikel

Larutan ini juga dipergunakan untuk variasi hari masing masing diambil 200 ml untuk

(47)

3.4.2. Pembuatan Film Kitosan Nanopartikel

Kitosan nanopartikel

-dituang dalam pelat kaca

- biarkan hingga kering pada suhu kamar

Film Kitosan nanopartikel

Karakterisasi

(48)

3.4.3. Penyediaan Asam Askorbat Bersalut Kitosan Nanopartikel

- Di tambah dengan 20 ml larutan kitosan

nanopartikel

- Diaduk hingga rata

- Keringkan pada suhu kamar selama 3 hari 10 gram asam

askorbat

(49)

3.4.4. Penentuan Daya Serap Asam Askorbat Bersalut Kitosan Nanopartikel (Metode AOCS, 1989)

Asam askorbat bersalut kitosan

- Ditimbang 2 gram asam askorbat bersalut kitosan nano

- Masukkan ke dalam 20 gram minyak goreng curah - Biarkan selama 30 menit

- Disaring

Filtrat Residu

Dititrasi dengan KOH 0,1 N

Hasil

Prosedur yang sama dilakukan dengan variasi pelarutan kitosan nanopartikel dalam asam

(50)

B A B I V

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Karakterisasi Kitosan Nanopartikel

Hasil karakterisasi Nanokitosan dilakukan dengan analisis Scanning Electron Microscope (SEM). Alat ini berfungsi untuk menunjukkan bentuk (morfologi) dan perubahan dari suatu permukaan bahan. Partikel nanokitosan terbentuk dengan sempurna

dan homogen. Hal ini ditunjukkan dengan foto SEM yang diperbesar 1200 kali. Dapat

dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2

(51)

Gambar 4.2 Fotograf SEM dari Film Kitosan Nanopartikel 1200 Kali

Analisa morfologis menggunakan mikroskop elektron (SEM) pembesaran 1200 kali

untuk film kitosan (gambar 4.1) menunjukkan permukaan matrrik kitosan yang masih

kasar. Fase agregat kitosan masih terlihat pada permukaan film. Bila dibandingkan

dengan permukaan film kitosan nanopartikel pada fotograf mikroskop elektronnya

(SEM), pada gambar 4.2 dengan pembesaran yang sama permukaan film kitosan

nanopartikel terlihat lebih halus. Ini menunjukkan kitosan nanopartikel mampu

membentuk film dengan fase agregat yang lebih halus.

4.2 Penentuan Viskositas Larutan Kitosan Nanopartikel

Penentuan viskositas larutan kitosan nano dilakukan dengan variasi waktu pada

(52)

Tabel 4.1. Pengukuran Viskositas Larutan Nanopartikel dengan Variasi Waktu Viskositas Larutan Kitosan Nanopartikel 2 % (cps)

Hari I II III

1 780 760 710 2 664 640 605

3 595 575 524

4 525 505 480

5 465 435 410

Dari tabel 4.1 diatas, pada hari 1 dan ke 2 dan seterusnya viskositas larutan kitosan nano

didapati menurun, ini disebabkan kitosan mengalami hidrolisis didalam larutan asam

asetat. Menurut Muzzarelli (1977), untuk konsentrasi yang sama dengan berat molekul

yang berbeda akan semakin nyata perubahan hidrolisis yang terjadi pada larutan kitosan,

ini menunjukkan data diatas memang mengalami hidrolisisis sesuai yang dilaporkan

Muzzarelli.

4.3 Spektrum Infra Merah Kitosan Nano Partikel

Bila spektrum FTIR dari kelima sampel kitosan nanopartikel dengan variasi

viskositas larutan (KNPv1 – KNPv5), (Gambar 4.3-4.7), dibandingkan satu sama lain,

masih terlihat serapan gugus asetamida (-NH-CO-CH3) pada bilangan gelombang 1650

cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada gugus asetamida pada atom C2 unit

berulang yang tidak bereaksi dengan larutan NaOH membentuk gugus amina dan

(53)

-NH-CO-CH3 + NaOH

-NH2 + NaO-CO-CH3

Kelima spektrum dari kitosan nanopartikel tersebut juga tidak memperlihatkan perbedaan

pola puncak serapan yang berarti. Hal ini dapat dimengerti karena selama pelarutan

dalam asam asetat 1% sampai waktu 5 hari, tidak memungkinkan perubahan kimia

kitosan nanopartikel yang berarti. Namun demikian, terlihat bahwa homogenitas larutan

semakin baik dan jernih, yang mungkin disebabkan oleh semakin halusnya ukuran

partikel dispersi dari kitosan nanopartikel.

Spektrum infra merah dari kitosan nano partikel ditunjukkan pada gambar 4.3.-4.7.

Kelima spektrum menunjukkan bentuk yang hampir sama kecuali pada jalur serapan

larutan kitosan yang telah mengalami hidrolisis. Dari kelima spektrum yang tetap

menunnjukkan adanya kitosan adalah pada bilangan gelombang 1638 cm-1, 1553 cm-1

yang mana kesemuanya menunjukkan gugus amida (ikatan C = O). Pada bilangan

gelombang 3430 cm-1 menunnjukkan gugus amina (ikatan N- H), yang hanya merupakan

(54)

Gambar 4.3. Spektrum FTIR, Film Padat, dari Sampel Kitosan Nanopartikel Setelah Pelarutan dalam Asam Asetat 1% Selama 1 Hari.

(55)

Gambar 4.5. Spektrum FTIR, Film Padat, dari Sampel Kitosan Nanopartikel Setelah Pelarutan dalam Asam Asetat 1% Selama 3 Hari.

(56)

Gambar 4.7. Spektrum FTIR, Film Padat, dari Sampel Kitosan Nanopartikel Setelah Pelarutan dalam Asam Asetat 1% Selama 5 Hari.

4.4 Karakterisasi Penyerapan Asam Lemak Bebas dari Minyak Goreng Curah oleh Bersalut Kitosan Nanopartikel

. Kadar asam lemak bebas (ALB) yang diperoleh untuk masing-masing sampel

(57)

Tabel 4.2. Penyerapan Asam Lemak Bebas oleh Kitosan Nanopartikel dengan

Grafik 4.1. Kadar asam lemak bebas (ALB, %) yang diperoleh untuk masing-masing 20 gram sampel minyak goreng curah (ALB semula 1,08%), setelah penyerapan dengan 2 gram asam askorbat tersalut kitosan nanopartikel (selama 30 menit) dengan variasi viskositas larutan (A-KNPv1 – A-KNPv5), yang dibandingkan dengan serapan oleh kitosan nanopartikel (KNPv1 – KNPv5) dan asam askorbat saja.

Dari data pada Tabel 4.2 dan grafik 4.1, terlihat bahwa asam askorbat tersalut kitosan

nanopartikel (A-KNPv1 - A-KNPv5) mampu menyerap asam lemak bebas dari minyak

(58)

dibandingkan dengan oleh kitosan nanopartikel saja (KNPv1 – KNPv5), penurunan ALB

dari 1,08% menjadi 0,88 – 0,64%. Sedangkan asam askorbat saja tidak menunjukkan

kemampuan penyerapan ALB yang berarti (penurunan ALB dari 1,08% menjadi 0,97%).

Kitosan nanopartikel saja mampu menyerap asam lemak bebas dalam minyak goreng

curah, terutama melalui interaksi sifat basa kitosan dengan sifat asam dari asam lemak

bebas. Peningkatan kemampuan serapan ALB oleh asam askorbat tersalut kitosan

nanopartikel, disebabkan oleh peranan asam askorbat yang berfungsi sebagai pengemulsi

bagi kitosan nanopartikel di dalam system minyak-air (Zoldners, dkk., 2005). Dengan

adanya asam askorbat, mobilitas kitosan nanopartikel di dalam fase minyak goreng

semakin meningkat, karena asam askorbat dapat berinteraksi secara bersamaan dengan

minyak goreng dan kitosan nanopartikel melalui ikatan asam-basa. Peningkatan mobilitas

ini, selanjutnya, dapat mengoptimalkan interaksi asam-basa antara asam lemak dan

kitosan nanopartikel, (Beysseriat, dkk., 2006). Kitosan nanopartikel yang semakin lama

direndam dalam asam asetat 1% (dari 1 sampai 5 hari) menunjukkan daya penyerapan

ALB minyak goreng curah yang sedikit semakin besar (penurunan ALB dari 1,08%

menjadi 0,88 – 0,64%) Hal ini disebabkan oleh ukuran partikel fase kitosan nanopartikel

yang semakin halus bila lebih lama direndam dalam asam asetat 1% karena semakin

halus kitosan nanopartikel akan meningkatkan luas permukaan reaksi. Kecendrungan

yang sama juga terjadi bila kitosan nanopartikel tersebut disalutkan dengan asam

askorbat dan digunakan sebagai penyerap ALB dalam minyak goreng curah.

Dengan hasil penelitian ini diharapkan memberi kontribusi kepada pengurangan asam

lemak bebas dalam minyak goring secara umum yang akan dapat meningkatkan

(59)

B A B V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kitosan nanopartikel memiliki kemampuan penyerapan (daya serap) paling besar

daripada kitosan ukuran biasa. Pada asam askorbat bersalut kitosan nanopartikel dengan

viskositas yang lebih rendah (direndam dalam asam asetat 1% selama 5 hari) mampu

menyerap asam lemak bebas dari minyak goreng curah lebih besar, dibandingkan dengan

kitosan nanopartikel saja. Sedangkan asam askorbat saja tidak menunjukkan kemampuan

penyerapan asam lemak bebas yang berarti.

Peningkatan kemampuan serapan asam lemak bebas oleh asam askorbat bersalut kitosan

nanopartikel terutama disebabkan oleh peranan asam askorbat yang berfungsi sebagai

pengemulsi bagi kitosan nanopartikel di dalam sistem minyak – air, yang dapat

meningkatkan mobilitasnya.

5.2 Saran

1. Derajat deasetilasi kitosan disarankan untuk divariasikan, (untuk meningkatkan

sifat basanya), sehingga interaksi asam-basa antara kitosan dengan asam lemak bebas

dapat lebih optimal.

2. Pengaruh berat molekul kitosan pada daya serapnya terhadap asam lemak

(60)

molekul kitosan yang dihasilkan, tetapi dapat meningkatkan mobilitasnya dalam fase

minyak.

3. Proses penyalutan asam askorbat dengan kitosan agar dilakukan langsung

pada preparasi kitosan nanopartikel, sehingga ukuran partikel kitosan tetap dapat

dipertahankan dalam skala nanometer, untuk meningkatkan daya adsorpsi permukaannya.

4. Uji morfologis permukaan kitosan nanopartikel agar dilakukan menggunakan

metode mikroskopi yang lebih teliti misalnya dengan teknik Transmission Elektron Microscopy (TEM)

(61)

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar, H, (2006), “Penggunaan Kitosan dan Turunannnya sebagai Penyalut Silika Gel dan Filter Fiber Glass untuk Menyerap Logam Ni dan Cr dalam Sistem Aquatik dengan Ekstraksi Fasa Padat”, Disertasi Doktor, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Ahmad, F.B.H. and M. Ambar Yarmo, (1992), “Chitosan as an Absorbant of Free Fatty Acid in Palm Oil”, Research Report, Department of Chemistry, Universiti Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur.

AOCS, (1989), “Official Methods and Recommended Practices of the American Oil Chemists Society. Eddited by D Firestone. Champaign: American Oil Chemists,Society

Aranaz I, M Mengíbar, R Harris, I Paños, B Miralles, N Acosta, G Galed and Á Heras, (2009), “Functional Characterization of Chitin and Chitosan”, Current Chemical Biology, 3, 203-230.

Aranaz, I. and M Mangibar,. (2009), “Functional Characterization of Chitin and Chitosan”, Research Report, Department of Physical Chemistry II, Complutense University. Spain.

Arlius, (1991), “Mempelajari ekstraksi kitosan dari kulit udang dan pemanfaatannya sebagai bahan koagulasi protein limbah pengolahan pindang tongkol (Euthynnus affinis)”, Tesis Magister, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bartnicki-Garcia, S. (1989), “The biological cytology of chitin and chitosan synthesis in fungi”, in G. Skjak-Braek, T. Anthonsen, P. Sandford (eds.). Chitin and Chitosan: Sources, Chemistry, Biochemistry, Physical Properties and Application. Elsevier, London.

Benjakul S., dan P. Sophanodora. (1993), “Chitosan production from carapace and Shell of Black Tiger Shrimp (Penaeus monodon)”. J. Asean Food, (4), 145-148.

Beysseriat M, E A. Decker, and D. J McClements, (2006), “Preliminary study of the influence of dietary fiber on the properties of oil-in-water emulsions passing through an in vitro human digestion model”, Food Hydrocolloids, 20, 800–809. Carroad, P.A. and R.A.Tom, (1987). “Bioconvention of Cellfish Chitin Wastes : Process

and Selection Microorganism”. J of Food Sci.

Cho J, M C Heuzey, A Be´gin, P J Carreau, (2006), “Viscoelastic properties of chitosan solutions: Effect of concentration and ionic strength”, Journal of Food Engineering, 74, 500–515.

Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. (2003), “Perkembangan ekspor komoditi hasil perikanan Indonesia 1992-2002”, http://www.dkp.go.id/

(62)

Eric Guibal, (2004), “Interactions of metal ions with chitosan-based sorbents: a review”,

Separation and Purification Technology, 38, 43–74.

Fernandez-Kim, S.O. (2004), “Physicochemical and Functional Properties of Crawfish Chitosan as Effected by Different Processing Protocol”. Thesis, The Departement of Food Science, Seoul National University. Pp.6-8 ; 28-29.

http://www.faqs.org/patents/app/. Diakses tanggal 23 agustus 2009

http://www.mentorhealthcare.com.news.htm. Diakses tanggal, 28 agustus 2009

http://www.ntsu-isa.org.net. Diakses tanggal 05 September 2009.

Kaban, J. (2007). “Studi Karakteristik dan Aplikasi Film Pelapis Kelat Logam Alkali Tanah Alginat-Kitosan”. Disertasi Doktor, Universitas Sumatera Utara, Medan. Kanauchi O, K Deuchl, Y Imasato, and E Kobayashi, (1994), “Increasing effect of a

chitosan and ascorbic acid mixture on fecal dietary fat excretion”, Biotech. Biochem, 58(9), 1617- 1620.

Ketaren ,S, (1986). “Pengantar Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press

Keum-Il Jang and Hyeon Gyu Lee, (200), “Stability of chitosan nanoparticles for l-ascorbic acid during heat treatment in aqueous solution”, J. Agric. Food chem.,

56, 1936–1941.

Khan T A and Kok Khiang Peh, (2001), “Influence of chitosan molecular weight on its physical properties”, Research Report, University of Science Malaysia, 11800 Penang, Malaysia.

Kim, S. D., and Park-Yonn, B. (2001). “Effect on The Removal of Pb+2 from Aqueous Solution by Crab Shell”. J. Of Chem. Tech.and Biotech. 76:1179.

Knoor, D. (1984) .”Use of Chitosan Polymer in Food”. Food Technology. 38 (1) : 85. E Shi, Lu, and Zhen-Xing Tang (2008), “Adsorpsi of Nuclease P1 on Chitosan

Nano-Particels”. Reseach Report, Hangzhou Normal University, Zhejiang, China.

Muzzarelli, R.A.A. (1973). Natural Chelating Polymers, Alginic Acid, Chitin and Chitosan. Pergamon Press, New York.

No H.K dan S.P. Meyers. (1977). “Preparation of chitin and chitosan”, in R.A.A. Muzzarelli dan M.G. Peter (eds). Chitin Handbook. European Chitin Soc., Grottamare

Ornum JV. (1992). “Shrimp waste must it be wasted?”, Infofish (6) 92.

Patil, R. S., V. Chormade, and M.V. Desphande. (2000). “Chitinolytic enzymes an exploration”. Enz Microb Technol. 26:473-483.

Rismana, E. (2008). Serat kitosan Mengikat Lemak. Pusat P2 Teknologi Farmasi dan Medika, BPTT, Jakarta.

(63)

Seung-Wook Seo, (2006), “Depolymerization and Decolorization of Chitosan by Ozone Treatment”, A Master of Science Thesis, The Department Of Food Science, Louisiana State University, USA.

Shahidi F, Arachchi JKV, and Jeon YJ. (1999). “Food applications of chitin and Chitosan”. Trends Food Sci Technol. 10:37-51.

Suhartono M.T. (1989). Enzim dan Bioteknologi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sun-Ok Fernandez-Kim, (2004), “Physicochemical and Functional Properties of Crawfish Chitosan as Affected By Different Processing Protocols”, A Master of Science Thesis, The Department of Food Science, Louisiana State University, USA.

Tokura.S, (2001), “Specification and Characterization of Chitosan”,Carbohydrate.Res,15,483-485

Va˚rum K M and O Smidsrød, (2005), “Structure–Property Relationship in Chitosans”, in Polysaccharides: Structural Diversity and Functional Versatility, Severian Dumitriu, (Ed.), Marcel Dekker, Inc., New York.

Wanasundara P. K. J. P. D. and F. Shahidi, (2005), “Antioxidants: Science, Technology, and Applications”, in Bailey’s Industrial Oil and Fat Products , Edible Oil and Fat Products: Chemistry, Properties, and Health Effects, Sixth Edition, Volume 1, Fereidoon Shahidi (Ed.), John Wiley & Sons, Inc., New Jersey.

(64)

Lampiran 1. Data Pengukuran ALB Pada Minyak Gereng Curah

Kadar ALB = N KOH x mL KOH x BM ALB % Gram sampel x 10

N KOH merupakan normalitas KOH yang digunakan (0,12 N)

Volume KOH adalah volume hasil titrasi

(65)

Lampiran 2. Gambar-gambar kegiatan dalam penelitian

Pembuatan film larutan kitosan

Pembuatan film larutan kitosan

(66)

Penyalutan

Penyalutan

asam

asam

askorbat

askorbat

dengan

dengan

kitosan

kitosan

Preparasi sampel

(67)

Sampel dengan

Sampel dengan Asam

Asam

Askorbat

Askorbat

bersalut kitosan

bersalut kitosan

Penyalutan

Penyalutan

kitosan

kitosan

dengan

dengan

variasi

(68)

Penyaringan sampel dengan

Penyaringan sampel dengan

asam

asam

askorbat

askorbat

bersalut kitosan

bersalut kitosan

Konsultasi dengan dosen

Konsultasi dengan dosen

pembimbing

Gambar

Gambar 2.1 : Struktur Selulosa, Kitin dan Kitosan
Gambar  2.2 :   Struktur Vitamin C (asam askorbat)
Gambar 2.4. Ikatan hidrogen yang terbentuk dari kitosan dan asam lemak bebas
Gambar 2.5 Ikatan hidrogen dalam asam lemak dapat dilemahkan oleh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah bahwa secara keseluruhan terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng jenis curah sebelum dan

Telah dilakukan analisa kadar asam lemak bebas, kadar bilangan peroksida, kadar abu dan kadar air pada minyak goreng curah secara kuantitatif dengan menggunakan

Karya ilmiah ini berjudul “ Penentuan Kandungan Asam Lemak Bebas Dan Bilangan Iod Minyak Goreng Curah Belawan Dengan Menggunakan Alat FT-IR Di Laboratorium Badan Pengujian

Telah dilakukan analisa penentuan kadar minyak dan kadar asam lemak bebas (ALB) dari inti sawit di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).. Analisa kadar minyak dilakukan

Pada penelitian ini akan dilakukan analisis spektral untuk mengetahui gugus fungsi pada minyak goreng kemasan dan minyak goreng curah serta perubahan spektralnya

Ini artinya bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, akan diikuti oleh penurunan jumlah titrasi larutan Huble yang menunjukkan penurunan kandungan asam lemak tidak jenuh pada minyak

Analisa Kadar Asam Lemak Bebas Pada Minyak Goreng Bekas 3, 4 dan 5 Kali Penggorengan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kadar asam lemak bebas pada sampel

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa kadar asam lemak bebas pada sampel minyak goreng curah pada penggorengan ke 4 dan ke 8 setiap pedagang