• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH NILAI FUNDAMENTAL PADA HARGA SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE KRISIS FINANSIAL Oleh: Dr. Yohanes Indrayono, Ak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH NILAI FUNDAMENTAL PADA HARGA SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE KRISIS FINANSIAL Oleh: Dr. Yohanes Indrayono, Ak."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

211

PENGARUH NILAI FUNDAMENTAL PADA HARGA SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA

PERIODE KRISIS FINANSIAL 2008-2009 Oleh:

Dr. Yohanes Indrayono, Ak., MM

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang masalah

Pandangan konvensional di bidang keuangan (finance) menyatakan bahwa harga saham di bursa saham terutama dipengaruhi secara positif oleh perubahan nilai fundamental, yang mencakup faktor-faktor profitabilitas, pertumbuhan, dan dividen (Block, 1964; Fama, 1965; Shiller, 2001; Bodie, 2005; Becchetti dan Giacomo, 2007; Lo dan Lin, 2005). Dalam penelitiannya di Bursa Efek Indonesia, Nelmida (2009) mengungkapkan bukti bahwa Bursa Efek Indonesia termasuk bursa saham yang weak-form efficient, yaitu semua informasi historis yang terkait dengan harga saham telah tercermin pada harga saham saat ini. Harga saham di Bursa Efek Indonesia dipengaruhi oleh perubahan faktor fundamental berdasarkan laporan keuangan perusahaan.

Di lain pihak, dalam penelitian sebelumnya, Shiller (1981) mengemukakan excess volatility

hypothesis yang menyatakan bahwa perubahan

(2)

212

pergerakan dividen di kemudian hari (future

dividend), sehingga harga saham terlalu volatile jika

dihubungkan dengan variabel-variabel fundamental. Selain itu, para peneliti lainnya di bidang finance juga membuktikan terjadinya anomali di pasar saham. Anomali tersebut yaitu saham yang mempunyai price-to-earning ratio yang rendah menunjukkan return yang lebih tinggi daripada saham yang price-to-earning ratio-nya tinggi (Basu,1977). Selain itu perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi cenderung disertai dengan return saham yang tinggi, tetapi tidak terbukti bahwa perusahaan yang profitabilitasnya rendah mempunyai return yang rendah (Fama dan French, 2008). Demikian juga, Shiller (1981) dalam penelitiannya mengemukakan excess volatility

hypothesis yang menyatakan bahwa perubahan

harga saham sangat tidak konsisten dengan pergerakan dividen di kemudian hari (future

dividend), sehingga harga saham terlalu volatile jika

dihubungkan dengan variabel-variabel fundamental. Pada pertengahan semester kedua tahun 2008 saham-saham di bursa saham seluruh dunia mengalami tekanan jual yang hebat sehingga harga saham pada umumnya turun secara signifikan. Hal tersebut tercermin pada anjloknya indeks harga saham bursa saham di seluruh dunia yang rata-rata turun lebih dari 30% dibandingkan semester pertama tahun 2008. Anjloknya indeks bursa-bursa saham yang terjadi pada periode waktu tersebut merupakan salah satu penurunan yang terburuk sejak resesi ekonomi yang terjadi pada periode tahun 1930-an (November 1929 New York Stock

(3)

213

Exchange turun sekitar 30%, Grattan dan Prescott, 2003). Demikian juga, indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) yang pada akhir tahun 2007 merupakan salah satu bursa saham yang mempunyai kinerja terbaik di dunia, turun sebesar 38,22% (Yahoo, Finance, 2009).

1.2.Identifikasi masalah

Meskipun banyak penelitian yang lalu membuktikan bahwa harga saham sering

menyimpang jauh dari nilai fundamentalnya, namun terdapat hasil penelitian-penelitian lainnya yang menyatakan bahwa nilai fundamental saham masih layak digunakan untuk memprediksi harga saham terutama dalam jangka waktu yang lebih panjang. Penelitian sebelumnya mengenai hubungan antara nilai fundamental dengan harga saham biasanya dilakukan untuk periode normal (bukan periode krisis finansial). Penelitian mengenai hubungan antara nilai fundamental dengan harga saham pada saat periode krisis finansial sangat jarang dilakukan, khususnya di Bursa Efek Indonesia. Oleh karena itu, penelitian mengenai pengaruh nilai fundamental perusahaan pada harga saham di Bursa Efek Indonesia pada periode krisis finansial yang terjadi pada periode 2008-2009 menarik untuk dilakukan.

1.3. Rumusan masalah

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, masalah yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

(4)

214

1. Apakah nilai fundamental perusahaan mempengaruhi tingkat harga saham perusahaan tersebut pada periode sebelum terjadi krisis finansial?

2. Apakah nilai fundamental perusahaan mempengaruhi tingkat harga saham perusahaan tersebut pada periode saat terjadi krisis finansial? 3. Apakah nilai fundamental perusahaan

mempengaruhi tingkat harga saham perusahaan tersebut pada periode setelah terjadi krisis finansial?

1.4. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Membuktikan bahwa pada periode sebelum terjadi krisis finansial nilai fundamental saham mempunyai pengaruh pada tingkat harga saham perusahaan tersebut.

2. Membuktikan bahwa pada periode saat terjadi krisis finansial nilai fundamental saham mempunyai pengaruh pada tingkat harga saham perusahaan tersebut.

3. Membuktikan bahwa pada periode setelah terjadi krisis finansial nilai fundamental saham mempunyai pengaruh pada tingkat harga saham perusahaan tersebut.

1.5. Manfaat penelitian

Penelitian ini akan memberikan bukti bagaimana hubungan antara nilai fundamental

(5)

215

perusahaan, yaitu earning per share (EPS) atau

book value per share (BVS), dan harga saham pada

periode sebelum, saat, dan setelah krisis finansial 2008-2009. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada teori di bidang keuangan (finance) pada umumnya dan investasi khususnya, bahwa harga saham perlu dianalisis berdasarkan nilai fundamental.

II. TINJAUAN TEORI DAN KAJI LITERATUR 2.1. Nilai fundamental

Menurut Dunis dan Reilly (2004) terdapat lima alternatif penilaian yang dapat digunakan untuk memprediksi return dari saham yaitu: price/book

value ratio, price/earnings ratio, cash flow/price ratio, annual dividend to share price ratio, dan market capitalization of the firm. Penelitian

mengenai nilai fundamental dikaitkan dengan return dan harga aset atau saham telah dilakukan antara lain oleh Capaul et al. (1993), Lakonishok et al. (1994), Basu (1977), Keppler (1991), Banz (1981), Fairfield (1994), Sadka (2007), Bhargava dan Malhotra (2006).

Dalam penelitiannya, beberapa peneliti di bidang keuangan telah menggunakan nilai yang membandingkan nilai pasar suatu perusahaan dengan nilai penggantian (replacement cost) dari total nilai aset berwujud perusahaan tersebut, yang disebut ukuran Tobin‟s Q, dengan rumus:

(6)

216

Q = (market value of debt +

equity)/replacement cost of total assets,

Tobin (1969, 1981).

Demikian juga, Basu (1977) menetapkan

price to earning ratio (PER) atau P/E ratio dengan

membagi nilai pasar (market value) saham biasa pada akhir periode pelaporan keuangan (harga pasar saham dikalikan jumlah saham yang beredar) dengan laba menurut laporan laba rugi (sebelum pos luar biasa/extraordinary items) yang tersedia untuk pemegang saham biasa.

Selain ukuran PER dan PBV, Bursa Efek Indonesia juga menyediakan informasi earning per

share (EPS) dan book value per share (BVS) untuk

kepentingan stakeholders-nya (IDX Fact

Book,2008). Ukuran EPS dan BVS, yang

menghilangkan unsur harga saham sebagai pembilang (numerator), lebih tepat jika dikaitkan dengan harga saham.

Pada saat mulai terjadi krisis finansial fundamental perusahaan yaitu earning per share dan book value per share belum berubah, karena rasio-rasio tersebut merefleksikan kondisi perusahaan pada periode laporan keuangan yang sudah lalu. Krisis finansial yang terjadi baru akan terefleksikan pada periode laporan keuangan berikutnya, karena dampak dari krisis finansial tersebut baru akan dirasakan dampaknya oleh perusahaan dalam periode saat ini dan yang akan datang yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan berikutnya. Dalam kondisi krisis finansial dapat diprediksi bahwa harga saham akan bergerak

(7)

217

liar menyimpang jauh dari fundamental perusahaan karena terjadinya panic selling. Oleh karena itu keterkaitan antara fundamental perusahaan dengan harga saham pada saat dan sebelum terjadi krisis finansial menarik untuk diselidiki.

2.2. Harga saham

Banyak peneliti di bidang keuangan dan akuntansi beberapa dekade ini menghubungkan akuntansi (atau produk akuntansi) dengan harga pasar sekuritas, terutama harga pasar saham biasa (common stock market prices). Pergerakan harga pasar saham biasa banyak digunakan untuk menguji secara empiris mengenai ketepatan dalam pemilihan aturan-aturan akuntansi (Chambers, 1972).

Hasil penelitian membuktikan bahwa harga saham dan bursa saham mempunyai korelasi dengan variabel-variabel makro ekonomi. Galbraith (1955) menyatakan bahwa bursa saham adalah suatu cermin yang memberikan gambaran mengenai kondisi atau fundamental ekonomi suatu negara.

Agrawala dan Tuteja (2008) telah melakukan penelitian mengenai interaksi antara harga saham-saham dengan beberapa variabel makro-ekonomi di India menggunakan cointegration analysis. Hasil studi mereka menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang diproksi dengan hasil industri yang lebih tinggi meningkatkan indeks harga saham, tetapi tidak terjadi hubungan sebaliknya. Bursa saham di India adalah demand-driven dan

industry-led, artinya kinerja industri yang meningkat atau

(8)

218

belanja modal yang lebih besar. Dengan meningkatnya kinerja industri tertentu akan menyebabkan harga saham-saham pada sektor industri tersebut akan meningkat.

2.3. Pengambilan keputusan oleh investor

Penelitian Nagy dan Obenberger (1994), telah me-ranking mulai dari yang terpenting sampai dengan yang paling kurang penting dari 34 faktor yang dipertimbangkan oleh para investor dalam mengambil keputusan mengenai investasi saham. Berdasarkan temuan tersebut, terdapat hal penting yang perlu dicatat yaitu 1) sebagian besar variabel yang mempunyai peringkat tinggi adalah variabel-variabel yang dapat digolongkan dalam kriteria maksimalisasi kekayaan seperti "expected earnings", "diversification needs", dan "minimizing risk", dan 2) variabel-variabel yang tidak termasuk

kriteria wealthmaximization dianggap cukup penting oleh lebih dari 50% responden. Selain itu, kondisi laporan keuangan perusahaan (condition of financial

statement) sebagai hasil dari teknik penilaian saham,

yaitu: price to earning dan market-to-book, dan

expected corporate earnings yang datanya dapat

diketahui dari laporan keuangan tahunan perusahaan dan prospektus, ternyata sangat penting bagi para investor.

2.4. Krisis finansial

Para ahli maupun praktisi di bidang keuangan berpendapat bahwa pertengahan semester kedua tahun 2008 adalah periode terjadinya krisis finansial

(9)

219

akhir-akhir ini. Krisis finansial tersebut dipicu oleh terjadinya krisis subprime mortgage di bidang perumahan di Amerika Serikat yang mulai terasa pada bulan Agustus 2007 yang dampaknya sangat terasa pada bulan September 2008 yang ditandai dengan bangkrutnya raksasa institusi keuangan Lehman Brothers dan diikuti dengan jatuhnya raksasa financial companies lainnya (Yahoo, Finance, 2008).

Patel dan Sarkar (1998) mendefinisikan suatu

crash (kejatuhan) sebagai penurunan indeks harga

regional secara relatif lebih dari 20 persen untuk bursa saham yang sudah maju dan lebih dari 35 persen untuk bursa saham yang sedang berkembang. Permulaan krisis didefinisikan sebagai bulan pada waktu indeks mencapai tingkat maksimum secara historis sampai sebelum bulan pada waktu crash terjadi. Permulaan dari crash didefinisikan sebagai bulan pada waktu indeks harga saham jatuh di bawah tingkat ambang batas. Trough (palung) adalah bulan pada waktu indeks harga saham mencapai tingkat minimum selama krisis, dan

recovery adalah bulan pertama kali setelah crash

terjadi, yaitu pada waktu indeks mulai mengalami peningkatan setelah terjadinya crash.

Menurut data indeks bursa-bursa saham internasional, pada awal tahun 2008 telah terjadi kenaikan indeks saham tertinggi, kemudian mengalami penurunan drastis (Yahoo, Finance, 2008). Demikian juga berdasarkan data dari BEI, indeks harga saham gabungan (IHSG) mencapai batas tertinggi sepanjang sejarah BEI pada awal tahun 2008, namun demikian mengalami penurunan

(10)

220

drastis pada periode berikutnya. Adanya tekanan jual yang hebat menyebabkan banyak saham yang mencapai batas minimal harga yang diperkenankan oleh BEI, yaitu sebesar Rp50 per lembar. Banyak investor yang bermaksud melepas sahamnya, namun mereka tidak dapat menjualnya karena tidak ada permintaan atas saham tersebut (E-Trading Securities, 2009).

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Ketika Bursa Efek Indonesia terkena dampak krisis finansial global, harga saham emiten-emiten yang listing di BEI berjatuhan secara mendadak di luar perkiraan para investor dan otoritas bursa saham di Indonesia. Banyak emiten yang sahamnya terpuruk bahkan mencapai limit harga terendah sesuai peraturan BEI yaitu Rp50,00, walaupun pada saat itu kinerja keuangan emiten-emiten tersebut tidak banyak berubah (Gambar 1.).

Gambar 1.

Pergerakan Nilai Fundamental Emiten dan IHSG BEI

(11)

221

3.1. Kerangka pemikiran

a. Hubungan Earning Per Share dengan Harga Saham Pada Periode Sebelum, Saat, dan Setelah Krisis Finansial

b. Hubungan Book Value per Share dengan Harga Saham Pada Periode Sebelum, Saat, dan Setelah Krisis Finansial

3.2. Hipotesis

1. Hubungan antara earning per share dengan harga saham

Untuk menguji hubungan antara earning

per share dengan harga saham dikembangkan

(12)

222

2. Hubungan antara book value per share dengan harga saham

Untuk menguji hubungan antara book

value per share dengan harga saham

dikembangkan hipotesis-hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 2. : Book value per share berpengaruh positif pada harga saham.

Hipotesis 2.a. : Book value per share berpengaruh positif pada harga saham pada periode sebelum krisis finansial.

Hipotesis 2.b. : Book value per share berpengaruh positif pada harga saham pada periode saat krisis finansial.

Hipotesis 2.c. : Book value per share berpengaruh positif pada harga saham pada periode setelah krisis finansial.

Hipotesis 1. :

Earning per share berpengaruh positif pada harga

saham. Hipotesis 1.a. :

Earning per share berpengaruh positif pada harga

saham pada periode sebelum krisis finansial. Hipotesis 1.b. :

Earning per share berpengaruh positif pada harga

saham pada periode saat krisis finansial. Hipotesis 1.c. :

Earning per share berpengaruh positif pada harga

(13)

223

3.3. Periode penelitian

Periode penelitian terdiri atas: periode Januari 2008-Juni 2009 (periode keseluruhan), periode sebelum krisis finansial (Januari 2008-Juni 2009), periode saat krisis finansial (Juli 2008-Desember 2008), serta periode setelah krisis finansial (recovery, yaitu Januari 2009-Juni 2009).

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Metodologi yang digunakan

Penelitian ini merupakan causal-relationships terutama bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara nilai fundamental yaitu earning

per share (EPS) dan book value per share (BVS)

dengan harga saham di Bursa Efek Indonesia pada periode sebelum, saat, dan setelah krisis finansial. Hasil uji regresi linier berganda dari variabel-variabel yang diteliti dianalisis dengan menggunakan tingkat keyakinan 95% atau α = 0,05, menggunakan adjusted R2 agar hasilnya lebih akurat.

4.2. Operasionalisasi variabel

Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah maka variabel-variabel yang akan diteliti adalah:

(14)

224

Harga saham (SP) adalah harga yang terjadi pada saat penutupan hari bursa (closing price) saham-saham yang terpilih sebagai sampel dalam penelitan ini. Selanjutnya harga saham setiap emiten yang terpilih sebagai sampel dihitung rata-rata (mean) bulanan.

b. Variabel independen

Sebagai variabel independen dalam penelitian ini adalah nilai fundamental perusahaan menggunakan ukuran akuntansi yang juga digunakan oleh Bursa Efek Indonesia dalam JSX

Monthly Statistics, yaitu earning per share (EPS)

dan book value per share (BVS) yang masing-masing diperlakukan sebagai variabel independen.

c. Variabel pengendali (control variables)

Month adalah bulan-bulan pada periode

penelitian sejak Januari 2008 s.d. Juni 2009. Untuk periode penelitian Januari 2008-Juni 2009 terdiri dari 18 bulan (0, 1, 2, 3 ………….16, 17), bulan Januari 2008 sebagai dasar diberi angka 0, bulan Februari 2008 diberi angka 1, bulan Maret 2008 diberi angka 2, dan seterusnya bulan Juni 2009 diberi angka 17. Untuk periode Januari 2008 s.d. Juni 2008 (angka 0 – 5, Januari 2008 sebagai dasar diberi angka 0, bulan Juni 2008 diberi angka 5. Untuk periode Juli 2008 s.d. Desember 2008 (angka 0 – 5, Juli 2008 sebagai dasar diberi angka 0, bulan Desember 2008 diberi angka 5. Untuk periode Januari 2009 s.d. Juni 2009 (angka 0 – 5, Januari 2009 sebagai dasar diberi angka 0, bulan Juni 2009 diberi angka 5.

(15)

225

Operasionalisasi Variabel

Variabel Indikator Ukuran

Harga saham (SP) sebagai dependent variable Harga penutupan saham setiap hari bursa Rata-rata (mean) bulanan harga saham Earning per share (EPS) sebagai independent variable Proxy EPS setiap bulan sesuai laporan laba rugi triwulanan yang dipublikasikan EAT/∑saham yang diterbitkan Book value per share (BVS) sebagai independent variable Proxy BVS setiap bulan sesuai laporan laba rugi triwulanan yang dipublikasikan (Total harta - total kewajiban) /∑saham yang diterbitkan Month sebagai control variable Time series bulanan sesuai periode penelitian Periode 18 bulan (Jan 08-Jun 09) 0 s.d.17 Periode 6 bulanan (sebelum, saat, setelah krisis) 0 s.d. 5

4.3. Sumber dan cara penentuan data

Dipilih 53 emiten sebagai sampel penelitian yang memenuhi kriteria :

1. listing di BEI sejak 1 Januari 2008 sampai dengan 30 Juni 2009;

(16)

226

2. memiliki market capitalization (kapitalisasi pasar) yang besar, yaitu total kapitalisasi pasar lebih dari Rp1 Triliun;

3. rata-rata trading volume (volume perdagangan) harian yang besar berdasarkan jumlah lembar saham, yaitu lebih besar dari 1.000 lot, atau rata-rata nilai transaksi harian dalam Rupiah lebih dari Rp1 Miliar;

4. aktif diperdagangkan oleh para investor, yaitu rata-rata frekuensi perdagangan harian yang tinggi, yaitu lebih dari 100 kali.

4.4. Teknik pengumpulan data

Data mengenai harga harian setiap saham dapat diakses secara on-line pada salah satu broker yang menyediakan fasilitas on-line trading khusus bagi para anggotanya, yaitu E-Trading Securities.

Nilai fundamental saham yaitu earning per

share (EPS) dan book value per share (EPS)

menggunakan data sesuai IDX Monthly Statistics yang dipublikasikan oleh BEI.

4.5. Rancangan analisis dan uji hipotesis

Metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah regresi linier berganda

(linear multiple regression) dengan menggunakan software SPSS versi 12, sesuai dengan rumusan

masalah, tujuan, dan hipotesis penelitian ini. 1. Hubungan earning per share dengan harga

saham

(17)

227

Model 1. : SP = a + b1EPS + Month + e 2. Hubungan book value per share dengan harga

saham

Untuk menguji hal tersebut dibuat model: Model 2. : SP = a + b1BVS + Month + e

V. PENGUJIAN HIPOTESIS

Pengujian pengaruh nilai fundamental perusahaan, yaitu earning per share (EPS) dan book

value per share (BVS) secara masing-masing terhadap

harga saham (SP) menggunakan model analisis regresi linier berganda dengan tingkat signifikansi (α) sebesar 5% atau tingkat keyakinan 95%.

Ringkasan hasil pengujian dalam periode waktu delapan belas bulan (bulan Januari 2008–Juni 2009), serta periode-periode waktu enam-bulanan yaitu Januari 2008–Juni 2008 (sebelum krisis finansial), Juli 2008– Desember 2008 (saat krisis finansial), dan Januari 2009– Juni 2009 (setelah krisis finansial) sebagai berikut:

(18)

228

5.1. Pengujian pengaruh earning per share (EPS) terhadap harga saham (SP)

(19)

229

Berdasarkan tabel di atas, pada periode Januari 2008-Juni 2009 sebanyak 64% (adjusted R2 = 0,64) dari seluruh faktor yang mempengaruhi harga saham (SP) dalam periode tersebut dapat dijelaskan oleh variabel

earning per share (EPS) dan bulan (Month). Pada

periode Januari 2008– Juni 2008 (sebelum krisis)

adjusted R2=0,72 artinya 72% dari semua faktor yang

mempengaruhi SP dapat dijelaskan oleh dua variabel independen tersebut. Pada periode Juli 2009 – Desember 2009 (pada saat krisis) adjusted R2=0,70 artinya 70% dari semua faktor yang mempengaruhi SP dapat dijelaskan oleh dua variabel independen tersebut. Demikian juga pada periode Januari 2009-Juni 2009 (setelah krisis/recovery) adjusted R2=0,74% artinya 74% dari semua faktor yang mempengaruhi SP dapat dijelaskan oleh dua variabel independen tersebut.

Dari uji analisis varians (ANOVA) semua nilai signifikan F sebesar 0,00 lebih kecil dari 0,05, maka model regresi ini dapat dipakai untuk memprediksi harga saham (SP) atau earning per share (EPS), dan Month berpengaruh pada harga saham (SP).

Hasil regresi EPS dengan SP menunjukkan bahwa koefisien EPS pada periode Januari 2008–Juni 2009, periode sebelum krisis (Januari 2008-Juni 2008), periode Juli 2008-Desember 2008 (saat krisis), dan periode setelah krisis finansial (Januari 2009-Juni 2009), semua mempunyai tanda positif dan signifikan.

Hipotesis 1. memprediksi bahwa earning per

share berpengaruh positif terhadap harga saham. Hasil

penelitian ini (Tabel 5.1.) menunjukkan bahwa pada periode Januari 2008-Juni 2009 koefisien EPS bertanda

(20)

230

positif dan signifikan (b = +8.28, t = 40,55, p < 0,01). Hal ini konsisten dengan hipotesis 1. bahwa nilai

earning per share berpengaruh positif pada harga saham.

Hipotesis 1.a. memprediksi bahwa earning per

share berpengaruh positif pada harga saham pada

periode sebelum krisis finansial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada periode Januari 2008-Juni 2008 koefisien EPS bertanda positif dan signifikan (b = +12.42, t = 28.52, p < 0,01). Hal ini konsisten dengan hipotesis 1.a. bahwa earning per share berpengaruh positif pada harga saham pada periode sebelum krisis finansial.

Hipotesis 1.b. memprediksi bahwa earning per

share berpengaruh positif pada harga saham pada

periode saat krisis finansial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada periode Juli 2008-Desember 2008 koefisien EPS bertanda positif dan signifikan (b = +6.49, t = 26.26, p < 0,01). Hal ini konsisten dengan hipotesis 1.b. bahwa earning per share berpengaruh positif pada harga saham pada periode saat krisis finansial.

Hipotesis 1.c. memprediksi bahwa earning per

share berpengaruh positif pada harga saham pada

periode setelah krisis finansial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada periode Januari 2009-Juni 2009 koefisien EPS bertanda positif dan signifikan (b = +7.33, t = 29.63, p < 0,01). Hal ini konsisten dengan hipotesis 1.c. bahwa earning per share berpengaruh positif pada harga saham pada periode setelah krisis finansial.

(21)

231

5.2. Pengujian pengaruh book value per share (BVS) terhadap harga saham (SP)

Tabel 5.2.

(22)

232

Januari 2008-Juni 2009 sebanyak 34% (adjusted R2 = 0,34) dari seluruh faktor yang mempengaruhi harga saham (SP) dalam periode tersebut dapat dijelaskan oleh variabel book value

per share (BVS) dan bulan (Month). Pada periode

Januari 2008–Juni 2008 (sebelum krisis) adjusted R2=0,31, artinya 31% dari semua faktor yang mempengaruhi SP dapat dijelaskan oleh dua variabel independen tersebut. Pada periode Juli 2009 – Desember 2009 (pada saat krisis) adjusted R2=0,37 artinya 37% dari semua faktor yang mempengaruhi SP dapat dijelaskan oleh dua variabel independen tersebut. Demikian juga pada periode Januari 2009-Juni 2009 (setelah krisis/recovery) adjusted R2=0,43% artinya 43% dari semua faktor yang mempengaruhi SP dapat dijelaskan oleh dua variabel independen tersebut.

Dari uji analisis varians (ANOVA) semua nilai signifikan F sebesar 0,00 lebih kecil dari 0,05, maka model regresi ini dapat dipakai untuk memprediksi harga saham (SP) atau book value per

share (BVS), dan Month berpengaruh pada harga

saham (SP).

Hasil regresi BVS dengan SP menunjukkan bahwa koefisien BVS pada periode Januari 2008– Juni 2009, periode sebelum krisis (Januari 2008-Juni 2008), periode Juli 2008-Desember 2008 (saat krisis), dan periode setelah krisis finansial (Januari 2009-Juni 2009) semua mempunyai tanda positif dan signifikan.

(23)

233

Hipotesis 2. memprediksi bahwa book value

per share berpengaruh positif pada harga saham.

Hasil penelitian ini (Tabel 5.2.) menunjukkan bahwa pada periode Januari 2008-Juni 2009 koefisien BVS bertanda positif dan signifikan (b = +1.58, t = 21.40, p < 0,01). Hal ini konsisten dengan hipotesis 2. bahwa book value per share berpengaruh positif pada harga saham.

Hipotesis 2.a. memprediksi bahwa book value

per share berpengaruh positif terhadap harga saham

pada periode sebelum krisis finansial. Hasil penelitian ini (Tabel 5.2.) menunjukkan bahwa pada periode Januari 2008-Juni 2008 koefisien BVS bertanda positif dan signifikan (b = +2.18, t = 12.03, p < 0,01). Hal ini konsisten dengan hipotesis 2.a. bahwa book value per share berpengaruh positif pada harga saham pada periode sebelum krisis finansial.

Hipotesis 2.b. memprediksi bahwa book

value per share berpengaruh positif pada harga

saham pada periode saat krisis finansial. Hasil penelitian ini (Tabel 5.2.) menunjukkan bahwa pada periode Juli 2008-Desember 2008 koefisien BVS bertanda positif dan signifikan (b = +1.34, t = 13.04, p < 0,01). Hal ini konsisten dengan hipotesis 2.b. bahwa book value per share berpengaruh positif pada harga saham pada periode saat krisis finansial.

Hipotesis 2.c. memprediksi bahwa book value

per share berpengaruh positif terhadap harga saham

pada periode setelah krisis finansial. Hasil penelitian ini (Tabel 5.2.) menunjukkan bahwa pada periode

(24)

234

Januari 2009-Juni 2009 koefisien BVS bertanda positif dan signifikan (b = +1.36, t = 15.35, p < 0,01). Hal ini konsisten dengan hipotesis 2.c. bahwa book value per share berpengaruh positif pada harga saham pada periode setelah krisis finansial.

5.3. Pergerakan harga saham dalam periode krisis finansial 2008-2009

Menarik untuk dicatat bahwa pada periode sebelum krisis (Januari 2008-Juni 2008) dan saat krisis (Juni 2008-Desember 2008) koefisien Month (bulan) pada hasil regresi, antara EPS dengan SP (Tabel 5.1.) maupun antara BVS dengan SP (Tabel 5.2.) menunjukkan angka negatif, artinya selama dua periode penelitian tersebut terjadi penurunan harga saham (SP) dari bulan ke bulan berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada periode sebelum krisis finansial, terutama pada awal periode Januari 2008-Juni 2008 pada umumnya saham-saham telah mencapai tingkat harga tertingginya. Setelah mencapai harga tertinggi, harga saham-saham mengalami penurunan dari bulan ke bulan berikutnya pada periode tersebut. Penurunan harga secara drastis terjadi pada periode saat krisis finansial (Juli 2008-Desember 2008), hal ini ditunjukkan dengan koefisien Month pada periode tersebut, yaitu b = -428.46 pada tabel 5.1. dan b

(25)

235

= -451.05 pada tabel 5.2. yang merupakan negatif yang terbesar dibandingkan periode-periode lainnya.

Pada periode Januari 09-Juni 09 harga-harga saham pada umumnya mengalami peningkatan setelah pada periode sebelumnya mencapai titik terendahnya, hal ini ditunjukkan dengan koefisien

Month (bulan) yang positif, baik pada hubungan EPS dengan harga saham (Tabel 5.1.) maupun

antara BVS dengan harga saham (Tabel 5.2.).

VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan

Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa:

a. Nilai fundamental perusahaan, dalam hal ini

earning per share (EPS) atau book value per share (BVS), mempunyai pengaruh positif yang

signifikan pada harga saham perusahaan tersebut pada periode sebelum, saat, dan setelah krisis finansial 2008-2009. Hal ini menunjukkan bukti bahwa para investor di Bursa Efek Indonesia pada umumnya menggunakan informasi mengenai nilai fundamental, yaitu earning per

share (EPS) atau book value per share (BVS)

dalam pengambilan keputusan mereka membeli dan menjual saham meskipun dalam kondisi terjadi krisis finansial. Pada periode setelah krisis finansial harga saham semakin dipengaruhi oleh perubahan nilai fundamental perusahaan, dibandingkan dengan periode-periode

(26)

236

sebelumnya. Artinya, para investor pada periode Januari 2009-Juni 2009 menjadi semakin realistis, yaitu semakin mendasarkan keputusan investasi mereka pada perubahan nilai fundamental perusahaan. Berdasarkan penelitian ini, dapat dikatakan bahwa Bursa Efek Indonesia termasuk bursa saham yang weak-form efficient mendukung temuan Nelmida (2009).

Hasil penelitian ini membantah eccess

volatility hyphothesis yang menyatakan bahwa

harga saham terlalu volatile jika dihubungkan dengan variabel-variabel fundamental (Shiller, 1981). Tetapi, hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nagy dan Obenberger (1994), yang menyatakan bahwa para investor saham menempatkan kondisi laporan keuangan perusahaan pada urutan atas dalam peringkat faktor-faktor yang digunakan oleh para investor dalam pengambilan keputusan bertransaksi saham di bursa saham. Selain itu, hasil penelitian ini juga konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Becchetti dan Giacomo (2007) yang menyatakan bahwa harga saham berfluktuasi di sekitar nilai fundamentalnya dan harus dianalisis menggunakan faktor fundamental dan non fundamental.

b. Selain itu hasil penelitian ini mendukung hasil

penelitian Patel dan Sarkar (1998) yang mendefinisikan periode krisis finansial ke dalam 3 (tiga) periode yaitu sebelum krisis terjadi, saat krisis terjadi, dan periode pemulihan (recovery),

(27)

237

pada periode krisis dimulai harga saham mencapai titik tertinggi dan kemudian turun drastis pada periode berikutnya, dan kemudian mulai naik pada periode recovery. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa periode Januari 2008-Juni 2008 harga saham berada pada titik tertingginya dan mulai menurun, kemudian turun drastis pada periode Juli 2008-Desember 2008, dan mengalami kenaikan pada periode Januari 2009-Juni 2009. Hal ini membuktikan bahwa periode Januari 2008-Juni 2008 merupakan periode sebelum krisis finansial, periode Juli 2008-Desember 2008 merupakan periode saat krisis finansial, dan periode Januari 2009-Juni 2009 merupakan periode setelah krisis finansial, yaitu periode pemulihan (recovery). 6.2. Saran

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis bagi individu dan organisasi yang melakukan investasi portofolio saham, agar mereka menyadari bahwa Bursa Efek Indonesia termasuk

weak form efficient market, karena harga saham

mencerminkan informasi historis mengenai nilai fundamental yang telah dipublikasikan oleh emiten. Oleh karena itu, sebaiknya para investor lebih fokus pada informasi mengenai perubahan nilai fundamental saham dalam pengambilan keputusan membeli, menjual, atau menahan saham mereka agar diperoleh return yang lebih optimal.

Direkomendasikan pada institusi-istitusi yang bertugas menganalisis harga saham, sebaiknya

(28)

238

mereka mengutamakan analisis fundamental, karena terbukti bahwa harga saham pada umumnya dipengaruhi oleh informasi mengenai perubahan nilai fundamental emiten yang bersangkutan.

Mengingat penelitian ini hanya menggunakan variabel yang sedikit jumlahnya, yaitu earning per

share (EPS), book value per share (BVS), harga

saham (SP), dan bulan (Month), penelitian

selanjutnya sebaiknya dilakukan dengan menambah variabel-variabel lain yang relevan dengan pergerakan harga saham di pasar modal, seperti volume perdagangan saham dan volatilitas harga saham.

Daftar Pustaka

Adriani F., Bagella, M. dan Becchetti, L. (2005), Observed and ‘fundamental’ price earnings. Is there a dragging anchor for high-tech stocks?,

Journal of International Money and Finance,

24(4), pp. 549–581.

Agrawalla, Raman K. dan S. K. Tuteja (2008), “Share Prices and Macroeconomic Variables in India: An Approach to Investigate the Relationship Between Stock Markets and Economic Growth”,

Journal of Management Research, Vol. 8

(pp.136-146)

Banz, Rolf W. (1981), “The Relationship between Return and Market Value of Common Stock”,

Journal of Financial Economics, March, pp.

3-18.

Basu, S. (1977), “Investment Performance of Common Stocks in Relation to Their Price-Earning Ratios:

(29)

239

A Test of the Efficient Market Hypothesis”, The

Journal of Finance, 32, pp.663-682.

Becchetti, L. dan S.D. Giacomo (2007), “Deviations from Fundamentals in US and EU Stock Markets: A Comparative Analysis”, The

European Journal of Finance, 13( 3), pp. 195– 226.

Bhargava, V. dan D. K. Malhotra (2006), “Do Price-Earnings Ratios Drive Stock Values? Not as great an impact as thought”, The Journal of

Portfolio Management, Fall 2006 pp 86-92

Block, Frank E. (1964), “A Study of the Price to Book Relationship”, Financial Analysts Journal, September/Oktober, pp.108-107.

Bodie, Zvi., Alex Kane, Alan J. Marcus (2005), “Investment”, Six Edition, Mc. Graw Hill Companies Inc, New York, USA.

Capaul, Carlo., Ian Rowley, dan William F. Sharpe (1993), “International Value and Growth Stock Returns”, Financial Analysts Journal, Jan-Feb, pp.27-36

Chambers, R. J (1972), “Stock Market Prices and Accounting Research”, Abacus, Gower Press, Melbourne 1973

Draper, P.R.(1974), “Industry Influences on Share Price Variability”, J. Business Finance & Accounting, 2, pp.169-185

Dunis, Christian dan Declan Reilly (2004), “Alternative valuation techniques for predicting UK stock returns”, Journal of Asset Management, Vol. 5, pp. 230–250

(30)

240

Fairfield, Patricia M. (1994), “P/E, P/B and the Present Value of Future Dividends”, Financial Analysts

Journal, July-August, pp.23-31

Fama, Eugene F. dan Kenneth R. French (2004), “The Capital Asset Pricing Model: Theory and Evidence”, Journal of Economic Perspectives, 18 (3), pp 25-46

Grattan dan Prescott (2008), Yahoo Finance Article, www.yahoo.com

Indonesia Stock Exchange, IDX Fact Book 2008. Lakonishok, J., Shleifer, A. and Vishny, R. W. (1994),

“Contrarian Investment, Extrapolation, and Risk”, Journal of Finance, 49(5), 1541–78. LeRoy, S.F. dan R. Porter (1981), “The present value

relation: Tests based on variance bounds”,

Econometrica, 49, pp.55 - 77.

Lo, Wen-Chen dan Ku-Jin Lin (2005), “A Review of the Effects on Investor Sentiment on Financial Markets: Implications for Investors”,

International Journal of Management, 22.

Molodovsky, Nicholas. (1968), “Stock Values and Stock Prices”, Investment Analysis, pp.134-148. Nagy Robert A, and Robert W. Obenberger (1994),

“Factors Influencing Individual Investor Behavior”, Financial Analysts Journal, pp.63-68. Nelmida, Annuar Md. Nassir, Taufiq Hassan (2009), “The Impact of New Information Regime on the Jakarta Stock Exchange”, International Research

Journal of Finance and Economics, 33,

pp.154-167

New York Times (October 17, 2008), Yahoo Finance, www.yahoo.com

(31)

241

Patel, Sandeep A. dan Asani Sarkar (1998), “Crises in Developed and Emerging Stock Markets”,

Financial Analysts Journal, Nov-Dec, pp.50-59

Penman, Stephen H., Scott A Richardson, dan Irem Tuna (2007), “The Book-to-Price Effect in Stock Returns: Accounting for Leverage”, Journal of

Accounting Research, Vol. 45 No. 2, pp.427-467.

Pirie, Scott dan Malcom Smith (2008), “Stock Prices and Accounting Information: A Review of the State of Play”, Journal of Accounting–Business &

Management, 15, pp. 22-36.

Prasetyantoko, A (2008), “Bencana Finansial: Stabilitas Sebagai Barang Publik”, PT Kompas Media Nusantara.

Sadka, G. (2007), “Understanding Stock Price Volatility: The Role of Earnings”, Journal of Accounting

Research, 45 (1), pp. 199 – 228.

Sharpe, W.F. (1965), "Capital Asset Prices: A Theory of Market Equilibrium Under Conditions of Risk,"

Journal of Finance, 19, pp. 425 - 442.

Shiller, R. J. (1981), Do stock prices move too much to be justified by subsequent changes in dividends?,

American Economic Review, 71, pp. 421–436.

Tobin, James. (1981), “Money And Finance In The Macro-Economic Process”, Nobel Memorial

Lecture, pp.1-36.

Yahoo Finance, www.yahoo.com, diakses tanggal 13 Mei 2009.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

(1988).Coaching dan Aspek-Aspek Psikologis dalam Coaching. “Panduan Pelaksanaan Lesson Study”. Universitas Negeri Malang. Pengaruh Reinforcement Terhadap Minat Siswa dan JWAB

Kerista Sebayang M.Sc selaku Dekan Departemen Fisika Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.. Marhaposan Situmorang selaku ketua

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang terakhir diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012

Jaringan komunikasi informal dipilih, karena subjek dari penelitian ini adalah Komunitas Petani “Tumpang Sari” yang ada di desa Sumber Brantas, kecamatan Bumiaji, kota Batu,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial hanya total asset turn over, dan return on asset yang berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba, sedangkan

Untuk mencapai efisiensi lintasan produksi yang maksimum, maka tugas yang ada harus dibebankan secara merata pada setiap stasiun kerja dengan tidak melebihi waktu siklus yang

 Menganalisa pembangunan PLTA Pump Storage untuk menjamin pasokan listrik di Jawa tengah khususnya kota Semarang..  Sebagai masukan dalam pemenuhan energi listrik di Semarang