BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
.1 Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna )
Ulat ini sangat rakus, mampu mengomsumsi 300-500 cm daun sawit per hari. Terdapat pada (Gambar 2.1) tingkat populasi 5-10 ulat pelepah merupakan populasi kritis hama tersebut dilapangan dan harus segera diambil tindakan pengendalian (Sudharto, 1991).
Berikut klasifikasi makhluk hidup pada ulat api Setothosea asigna : Kingdom : Animalia Filium : Arthopoda Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera Famili : Limacodidae Genus : Setothosea
Spesies : Setothosea asigna Van Eecke
Gambar 2.1 Ulat Api (Setothosea asigna) Sumber : nuplaters.com
.2 Siklus Hidup Hama Ulat Api (Setothosea Asigna)
Setothosea asigna, ulat berwarna hijau kekuningan dengan bercak –bercak yang khas di bagian punggungnya dan dilengkapi dengan duri-duri yang kokoh. Ulat instar terakhir berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm, stadia ulat ini berlangsung 49-51 hari (Fauzi, dkk. 2017).
Ulat api setothosea asigna merupakan salah satu jenis yang dapat menyebabkan kerusakan yang serius hal ini disebabkan karena siklus hidup yang panjang, produksi hidup telur yang tinggi dan daya konsumsi yang banyak. Siklus hidup Setothosea asigna antara 86-109 hari,dan pada musim kering yang panjang siklus hidupnya sedikit lebih pendek. Berikut diuraikan pada ma sing-masing stadia.
2.2.1 Telur
Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat berukuran tipis dan transparan.Terdapat pada (Gambar 2.2) telur diletakkan berderet 3-4 baris sejajar pada permukaan daun bagian bawah, biasanya pada pelepah daun yang ke-6 dan ke -17.Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mapu menghasilkan telur sebanyak 300-400 butir. Telur menetas 4-8 hari setelah diletakkan (Sudharto,1991).
.2.2 Larva
Larva yang baru menetas, hidupnya secara berkelompok, memakan bagian permukaan bawah daun. Terdapat pada (Gambar 2.3) larva instar 2-3 memakan daun mulai dari ujung kearah bagian pangkal daun. Selama perkebambangan larva mengalami pergantian instra sebanyak 7-8 kali atau 8-9 kali dan mmapu menghabiskan helai daun seluas 400 cm.
Gambar 2.3 Larva Setothosea asigna Sumber : nuplaters.com
Larva berwarna hijau kekuningan dengan duri – duri yang kokoh di bagian punggung dan bercak bersambung sepanjang punggung, berwarna coklat sampai ungu keabu-abuan dan putih. Warna larva dapat berubah-ubah sesuai dengan instarnya, semakin tua umurnya akan menjadi semakin gelap. Larva instar terakhir (instar ke -9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm, sedangkan apabila sampai instar ke -8 ukurannya lebih sedikit lebih kecil. Menjelang berpupa, ulat menjatuhkan diri ke tanah. Stadia larva ini berlangsung selama 49-50,3 hari (Sudharto, 1991).
.2.3 Kepompong
Kepompong / pupa ini berada dalam kokon yang terbuat dari campuran air liur ulat dan tanah, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap, terdapat di bagian tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkalan batang kelapa sawit. Terdapat pada (Gambar 2.4) pupa jantan dan betina masing-masing berukuran berlangsung selama ± 39,7 hari.
Gambar 2.4 Pupa Setothosea asigna .2.4 Kupu-kupu
Kupu-kupu mempunyai periode hidup yang pendek yaitu 7 hari.Waktu yang pendek tersebut hanya digunakan untuk kawin dan bertelur dengan produksi telur antara 300-400 butir/induk.Terdapat pada (Gambar 2.5) (Hartley, 1979).
Untuk lebih jelasnya siklus hama ulat api (Setothosea asigna) dapat dilihat pada tabel 2.1 Stadia hama ulat api (Setothosea asigna )dibawah ini : Tabel 2.1 Stadia hama ulat api (Setothosea asigna )
Stadia Lama/Hari Keterangan
Telur 6 Jumlah telur 300-400 butir
Larva 50 Terdiri dari 9 instar,konsumsi daun 300-500 cm.
Pupa 40 Habitat di tanah
Imago - Jantan lebih kecil dari betina
Total 96 Tergantung pada lokasi dan lingkungan .3 Gejala Serangan
Gejala serangan dari berbagai macam ulat api hampir sama yaitu melidinya daun kelapa sawit apabila serangan berat. Serangan hama ulat api (Setothosea asigna) terdapat pada dilapangan umumnya mengakibatkan daun kelapa sawit habis dengan sangat cepat dan berbentuk seperti melidi. Tanaman tidak dapat menghasilkan tandan 2-3 tahun jika serangan terjadi sangat berat. Bisa dilihat pada (Gambar 2.6) Serangan hama Ulat api (Setothosea asigna).
Gambar 2.6 Serangan hama Ulat api (Setothosea asigna) Sumber :sawitnotif.pkt-group.com
Umumnya gejala serangan dimulai dari daun bagian bawah hingga akhirnya helalain daun berlubang habis dan bagian bawah yang tersisa hanya tulang daun saja.Ulat ini sangat rakus, mampu mengomsumsi 300-500 cm daun sawit per hari. Tingkat populasi 5-10 ulat per pelepah merupakan populasi kritis hama tersebut dilpangan dan harus segera diambil tindakan pengendalian (Lubis, 2008).
Kerugian yang ditimbulkan Setothosea asigna, yaitu terjadi penurunan produksi sampai 69% pada tahun pertama setelah serangan dan ± 27% pada tahun kedua kelapa setelah serangan, bahkan selama 1-2 tahun berikutnya ( Sipayung & Hutauruk, 1982 ). Hasil percobaan menunjukkan bahwa kerusakaan daun sebesar 50 % pada kelapa sawit umur 8 tahun, dapat mengakibatkan penurunan produksi sebesar 30-40 % selama dua tahun dan setelah terjadinya serangan yang berat dan kehilangan daun (Wood et al., 1972 ; Liau & Ahmad, 1993).
.4 Metode Pengendalian Hama Ulat Api
Pengendalian hama serta tindakan-tindakan pengeloaan sumber daya lainnya merupakan rancangan memanipulasi ekosistem melestarikan kualitas sumber daya meningkatkan kesehatan dan kenyamanan manusia, dan mempertinggi produksi makanan serat. Usaha ini memerlukan tenaga kerja,materi,energy, modifikasi lingkungan.
Tindakan pengendalian hama merupakan keputusan yang diambil secara sadar dalam memenfaatkan materi, energi, dan tenaga untuk memperoleh keuntungan – keuntungan sosial, dan lingkungan pada semua lapisan masyarakat. Organisasi yang terlibat dalam praktik pengendalian ini harus memperhatikan keseibangan ekonomi jangka pendek dan jangka panjang.
Pemilihan jenis,metode (biologi, mekanik, kimia,dan terpadu), serta waktu pengendalian yang dianggap paling cocok akan dilator belakangi oleh pemahaman atas siklus hidup hama tersebut.
2.4.1 Pengendalian hama secara biologi, mekanis, dan kimia. a. Secara Biologi
Pengendalin biologi ini merupakan proses pengendalian yang berjalan dengan sendirinya tanpa ada campur tangan manusia. Pengendalian hama yang dilakukan secara sengaja memanfaatkan atau memanipulasi musuh-musuh alami untuk menurunkan populasi hama. Hal ini dikarenakan dalam teknik tersebut memanfaatkan mekanisme alami mahkluk hidup hama serangga selalu memiliki predator atau organisme yang berada diatasnya dalam rantai makanan. Dengan cara memanfaatkan predator.
Dalam pengendalian hama secar biologis, ada beberapa jenis tanaman inang bagi predator hama yang beberapa diantaranya biasa tumbuh liar di lapangan. Untuk memaksimalkan manfaat dari tanaman-tanaman tersebut dapat dilakukan dengan menanam di pinggir jalan secara teratur sehingga selain bermaanfaat untuk mencegah serangan hama. Adapun kelebihan dan kekurangan dalam pengendalian hama secara biologi. Kelebihanya antara lain daya kelangsungan hidupnya cukup baik, parasitoid bisa bertahan hidup walaupun dalam keadaan populasi yang rendah, hanya memiliki inang yang tidak terlalu luas. Dan juga kelemahanya cuaca dapat mempengaruhi daya cari inang, parasitoid yang mempunyai daya cari inang nya baik biasanya jumlah telurnya sedikit.
b. Secara Mekanis
Pengendalian mekanis ini merupakan usaha dengan menggunakan atau mengubah faktor lingkungan fisik sedemikian rupa sehingga dapat mematikan atau menurunkan populasi hama yang ditunjukan khusus untuk
mematikan hama secara langsung baik dengan tangan atau dengan bantuan alat atau bahan lain.
Beberapa usaha yang dapat dilakukan pengendalian secar mekanis pengambilan/mengumpulkan hama dan penyakit secara fisik/mekanis, pembongkaran atau pembakaran tanaman yang terserang pembersihan kebun dan lain-lain Adapun kelebihan dan kekurangan dalam pengendalian hama secara mekanis Kelebihanya antara lain tidak menimbulkan pencemaran pada lingkungan, dapat dipadukan dengan cara pengendalian lainnya. dan adapun kelemahannya seprti memerlukan tenaga yang banyak, tidak dapat dilakukan untuk lokasi yang luas secara kontinyu. Aplikasi fulsfog merupakan salah satu alat yang digunakan untuk pengendalian hama ulat api dan ulat bulu secara kimiawi. Alat ini dapat membuat asap yang disebut fulsfog.
Fulsfog merupakan system pengendalian dengan cara pengabutan dengan campuran insektisida kimia dan solar sebagai pelarut. Pada alat pengabut bertekana/aliran udara selain berfungsi sebagai pengangkut butiran-butiran racun (insektisida) melalui nozzle, sehingga menghasilkan butiran butiran yang lebih halus Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas alat semprot antara lain :
a) Kebersihan alat semprot b) Formulasi bahan kimia
c) Perbandingan bahan kimia dan bahan campuran
d) Kondisi alat semprot harus dalam keadaan baik dan tidak bocor Alat Fogging Prinsip kerja alat ini adalah mengubah campuran air, minyak (misalnya solar, minyak sayur, dll) serta insektisida kedalam bentuk asap. Adapun kelebihan dari alat Fogger ini adalah Efektif digunakan untuk pengaplikasian terhadap tanaman tinggi.Serta kelemahan dari alat Fogger ini yaitu tergantung kepada cuaca (hujan dan angin). Dalam mengendalikan
hama ulat api pada tanaman kelapa sawit dilakukan dengan alat semprot fogging dengan menggunakan insektisida Decis yang berbahan aktif deltametrin yang bersifat racun kontak dan racun perut (pencernaan) yang di aplikasikan pada daun kelapa sawit dengan dosis 0,25 ml/ha. Hasil dari insektisida Decis dengan menggunakan alat fogging menunjukkan mortalitas dan tingkat serangan yang berbeda.
c. Secara Kimia
Pengendalian hama secara kimiawi merupakan upaya pengendalian pertumbuhan hama tanaman menggunakan zat kimia pembasmi hama tanaman yaitu pestisida. Pengendalian hama ini bisa dilakukan dengan penyemprotan zat kimia pada bagian tumbuhan. Suatu cara pemberantasan yang cepat, praktis tetapi kerap menimbulkan efek samping. Adapun kelebihan dan kekurangan dalam pengendalian hama secara kimia Kelebihanya antara lain dapat diaplikasikan secara mudah, dapat diaplikasikan di setiap tempat dan waktu, hasilnya dapat dilihat dalam waktu singkat, dapat meningkatkan hasil produksi, dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu yang singkat, mudah diperoleh dan di jumpai di kios-kios pedesaan. Dan kekurangan dari pengendalian secara kimia yaitu keracunan dan kematian pada manusia, hewan ternak, tanaman, dan biota tanah.
Pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit dengan menggunakan insektisida kimia merupakan cara yang umum dilakukan diperkebunan kelapa sawit untuk mengatasi ledakan populasi ulat. Ulat api dapat dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi batang menggunakan insektisida. Untuk tanaman yang lebih mudah pada (≤ umur 2 tahun) knapsack sprayer dapat digunakan untuk penyemprotan untuk tanaman lebih dari 3 tahun, aplikasi insektisida dapat menggunakan fogging atau injeksi batang .karena bahan bakunya adalah bahan kimia yang sangat
berbahaya, ini harus diperlukan dari komosipestisida untuk tujuan dan cara aplikasi dan saat ini sudah tidak dikeluarkan lagi.
.5 Jeruk (Citrus sinensis)
.5.1 Sejarah Jeruk (Citrus sinensis)
Tanaman jeruk (Citrus sinensis) adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia.Cina dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh.Sejak ratusan tahun yang lalu, jeruk sudah tumbuh di Indonesia baik secara alami atau dibudidayakan. Tanaman jeruk yang ada di Indonesia adalah peninggalan orang Belanda yang mendatangkan jeruk manis dari Amerika dan Itali (Anonimus 2012).
Berikut ini Klasifikasi tanaman jeruk (Steenis,2006) Citrus sinensis adalah sebagai berikut: Regnum : Plantae Divisio : Magnoliophyta Subdivisio : Spermatophyta Class : Dicotylodenae Ordo : Rutales Familia : Rutacea Genus : Citrus
Spesies : Citrus sinensis( L .) Osbek
.5.2 Kulit Jeruk Manis
Bagian utama buah jeruk dari luar sampai ke dalam adalah kulit (tersusun atas flavedo, kelenjar minyak, albedo dan ikatan pembuluh), segmen-segmen (dinding segmen-segmen, rongga cairan, biji), core (bagian tengah yang terdiri dari ikatan pembuluh dan jaringan parenkim).Kulit jeruk secara fisik dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu flavedo dan albedo (kulit bagian dalam yang berupa jaringan busa).
Jeruk manis Flavedo dicirikan dengan adanya warna hijau, kuning atau orange. Kulit jeruk manis terdapat pada (Gambar 2.7) pigmen yang terdapat pada flavedo adalah kloroplas dan karetenoid (Albrigo dan Carter, 1977).
Gambar 2.7 Kulit jeruk Citrus sinensis
Albedo merupakan jaringan seperti spon berwarna putih yang berhubungan dengan core ditengah - tengah buah.Albedo mempunyai fungsi mensuplai air dan nutrisi dari pohon untuk pertumbuhan dan perkembangan buah.Pada albedo tidak Daging buah Albedo Flavedo Universitas Sumatera Utara 16 terdapat kloroplas ataupun kromoplas sehingga bagian ini berwarna putih.Bagian albedo mengandung banyak selulosa, hemiselulosa, lignin, senyawa pektat dan fenol.
Albedo banyak mengandung senyawa flavon hesperiodes seperti hesperitin dan naringin serta senyawa-senyawa limonin yang lebih banyak dari flavedo maupun membran buah.Senyawa-senyawa tersebut menyebabkan timbulnya rasa pahit pada produk sari buah jeruk.Senyawa pektin dan enzim-enzim yang bekerja pada pektin, enzim oksidase dan peroksidase sebagian besar ada pada kulit bagian dalam (Albrigo dan Carter, 1997).
(Setothosea asigna) insektisida sintetis merupakan komponen penting dalam pengendalian hama, perlu dicari alternatifnya dengan mengembangkan produk hayati yang pada umumnya merupakan senyawa kimia yang berspektrum sempit terhadap organisme sasaran (Sastrodihardjo et al.1992). Alternatif lainnya yaitu memanfaatkan senyawa beracun yang terdapat pada tumbuhan yang dikenal dengan insektisida nabati. Insektisida nabati secara umum diartikan sebagai pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan yang bersifat racun bagi OPT, mempunyai metabolit sekunder yang mengandung berbagai senyawa bioaktif.
.5.3 Kandungan Kimia dalam Kulit Jeruk Manis
Kulit jeruk menghasilkan minyak atsiri yang sering digunakan sebagai aromatik dengan komposisi senyawanya adalah limonene, sitronelal, geraniol, linalol, α-pinen, mirsen, β-pinen, sabinen, geranil asetat, nonanal, geranial, βkariofilen, dan α-terpineol (Indah, 2013).
Kulit jeruk mengandung pektin dalam konsentrasi tinggi berkisar antara 15-25 % dari berat kering dan terdapat senyawa limonene 94% dalam kulit jeruk. Pektin merupakan polimer dari asam Dgalakturonat yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Sebagian gugus karboksil pada polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugusmetoksin.
Senyawa ini disebut sebagai asam pektinat atau pektin. Asam pektinat ini bersama gula dan asam pada suhu tinggi akan membentuk gel seperti yang terjadi pada pembuatan selai (Nuris Dini, 2011). Kandungan pektin pada kulit jeruk bermanfaat bagi kesehatan tubuh karena dapat membantu menurunkan kolesterol dan gula darah.Menurunkan kolesterol darah karena mempunyai kemampuan mengikat asam empedu, empedu terbuat dari kolesterol Universitas Sumatera Utara 17 sehingga pengeluarannya dari tubuh dapat menurunkan kolesterol darah (Almatsier, 2010).
Kulit jeruk mengandung vitamin C yang lebih banyak dibandingkan didalam buahnya. Inositol banyak terdapat pada kulit buah, 70-83 % kulit buah mengandung air, selain itu kulit jeruk juga mengandung carotenoid yang dapat memberikan warna kuning, orange, dan merah diantaranya xanthophyll, violaxanthin, lycopene.
Pada waktu buah jeruk masak, klorofil sedikit demi sedikit menjadi hilang, carotenoid bertambah banyak sehingga warna berubah menjadi kuning, orange atau merah (Pracaya, 2010). Kandungan nutrisi, vitamin dan mineral seperti vitamin C, protein, amino nitrogen, kalcium, magnesium, kalium, belerang paling tinggi justru di bagian kulit jeruk dibandingkan pada dagingnya atau sari buah jeruk. Sedangkan, kandungan lemak dan gula lebih rendah pada kulit jeruk.