• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Riwayat Kebiasaan Merokok dengan Kanker Kandung Kemih Muscle Invasive dan Non-Muscle Invasive di RSUP H. Adam Malik Periode 2011-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Riwayat Kebiasaan Merokok dengan Kanker Kandung Kemih Muscle Invasive dan Non-Muscle Invasive di RSUP H. Adam Malik Periode 2011-2014"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kandung Kemih

2.1.1. Anatomi Kandung Kemih

Kandung kemih atau buli-buli merupakan suatu organ berongga yang

tersusun atas otot-otot yang dapat diregangkan yang berfungsi sebagai tempat

penampungan sementara urin. Kandung kemih orang dewasa umumnya memiliki

kapasitas penampungan urin sebesar 400-500 mL. Pada saat tidak terisi, kandung

kemih pada orang dewasa terletak pada bagian posterior dari simfisis pubis dan

merupakan organ pelvis sedangkan pada anak-anak, kandung kemih terletak lebih

tinggi. Pada saat terisi penuh, kandung kemih dapat mengembang sampai di atas

simfisis dan dapat dengan mudah dipalpasi ataupun diperkusi. Pada keadaan

tertentu, seperti pada retensi urin baik akut maupun kronik, terjadi peregangan yang

berlebihan pada kandung kemih sehingga dapat dijumpai tonjolan pada bagian

bawah abdomen yang kasat mata (Tanagho dan Lue, 2013).

Kandung kemih yang kosong berbentuk seperti piramida segitiga yang

memiliki bagian apeks, basis, permukaan superior, dan dua permukaan

inferolateral. Pada bagian apeks, terdapat ligamentum umbilicale medianum

(merupakan sisa dari urachus embrional) yang akan terus bergerak secara superior

dan melekat pada dinding abdomen anterior ke umbilikus. Bagian basis dari

kandung kemih berbentuk seperti segitiga terbalik dan mengarah ke bagian

posteroinferior. Kedua ureter masuk ke kandung kemih pada bagian superior basis

dan kemudian urin dialirkan melalui urethra yang terletak pada bagian inferior

basis. Pada daerah diantara kedua ureter dan urethra didapati permukaan mukosa

yang halus dan melekat erat dengan struktur otot polos di bawahnya yang dikenal

sebagai trigone. Pada bagian inferolateral terdapat musculus levator ani dan

(2)

Gambar 2.1. Penampang superolateral kandung kemih

Sumber: Drake, R.L., Vogl, W., Mitchell, A.W.M., 2012. Gray’s Basic Anatomy.

Philadephia: Elsevier, p. 221-223.

Gambar 2.2. Penampang interior kandung kemih dari bagian anterior Sumber: Drake, R.L., Vogl, W., Mitchell, A.W.M., 2012. Gray’s Basic Anatomy.

Philadephia: Elsevier, p. 221-223.

Untuk vaskularisasi, kandung kemih diperdarahi oleh arteriae vesicales

superiores, media, dan inferior yang merupakan percabangan dari arteria iliaca

interna dan cabang kecil dari arteria obturatoria dan arteria gluteal inferior. Pada

wanita, arteri yang memperdarahi uterus dan vagina juga membentuk percabangan

untuk memperdarahi kandung kemih. Untuk sistem vena, kandung kemih

dikelilingi oleh pleksus vena yang pada akhirnya akan mengalir ke vena iliaca

interna. Kandung kemih dipersarafi oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis.

Sistem limfatik pada kandung kemih akan dialirkan ke nodi lymphoidei iliaci

(3)

2.1.2. Histologi Kandung Kemih

Secara histologi, kandung kemih memiliki dinding berotot yang tebal.

Dinding ini mirip dengan yang terdapat di sepertiga bawah ureter, namun dengan

ketebalan yang berbeda. Di dinding ini ditemukan tiga lapisan otot polos yang

tersusun longgar, yaitu lapisan longitudinal dalam, sirkular tengah, dan longitudinal

luar. Akan tetapi, sama seperti dengan ureter, ketiga lapisan otot tersebut sulit

dibedakan. Ketiga lapisan tersebut membentuk anastomosis berkas otot polos dan

terdapat jaringan ikat interstisium diantaranya. Mesotelium menutupi jaringan ikat

serosa dan merupakan lapisan terluar. Serosa melapisi permukaan superior kandung

kemih, sedangkan permukaan inferiornya ditutupi oleh jaringan ikat adventisia,

yang menyatu dengan jaringan ikat di sekitarnya (Eroschenko, 2012)

Pada saat kosong, dapat ditemukan banyak lipatan mukosa pada kandung

kemih yang akan menghilang sewaktu kandung kemih meregang. Epitel penyusun

mukosa kandung kemih adalah epitel transisional yang sama seperti pada ureter,

tetapi lebih tebal dan memiliki sekitar enam lapis sel. Di bagian bawah epitel dapat

ditemukan lamina propia yang lebih lebar daripada di ureter. Pada bagian yang lebih

dalam mengandung jaringan ikat dengan lebih banyak serat elastik. Dapat

ditemukan banyak pembuluh darah pada bagian serosa, diantara berkas otot polos,

dan di lamina propia (Eroschenko, 2012).

Di bawah mikroskop, sediaan histologi dari kandung kemih akan tampak

seperti pada gambar 2.3. Terdapat 4 lapisan pada dinding kandung kemih, yaitu

lapisan yang paling dalam disusun oleh mukosa dengan urotelium (U) dan lamina

propia (LP), lapisan kedua disusun oleh lapisan submukosa yang tipis (S), lapisan

ketiga disusun oleh tiga lapisan otot polos (IL, ML, dan OL), dan lapisan yang

(4)

Gambar 2.3. Penampang histologi dinding kandung kemih

Sumber: Mescher, A.L., 2013. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas 13th ed.

USA: Mc Graw-Hill Education, p. 398-401.

Pada saat kandung kemih kosong, lapisan mukosa kandung kemih akan

terlihat seperti pada gambar 2.4. Dapat dijumpai lipatan-lipatan mukosa yang

sangat banyak dan urotelium yang memiliki bulbous umbrella cells. Pada saat

kandung kemih terisi, kandung kemih akan teregang, sehingga lipatan mukosa akan

berkurang dan umbrella cells akan menjadi lebih pipih (Mescher, 2013).

Gambar 2.4. Penampang histologi mukosa kandung kemih

Sumber: Mescher, A.L., 2013. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas 13th ed.

(5)

2.1.3. Fisiologi Kandung Kemih

Fungsi utama dari kandung kemih adalah sebagai tempat penampungan urin

sementara dan berperan dalam proses miksi atau berkemih. Urin yang dihasilkan

oleh ginjal akan dialirkan oleh ureter ke kandung kemih oleh karena adanya gaya

gravitasi dan gerakan peristaltik yang teratur, berkisar 1-5 kontraksi per menit oleh

otot polos sepanjang pelvis renalis dan ureter. Ureter akan bergerak secara oblik

dan menembus dinding kandung kemih. Pergerakan ureter secara oblik ini akan

mencegah aliran balik urin ke ginjal saat terjadi peningkatan tekanan di dalam

kandung kemih (Barrett et al., 2012).

Miksi atau berkemih merupakan proses pengosongan kandung kemih yang

diatur oleh dua mekanisme, yaitu refleks berkemih dan kontrol volunter. Refleks

berkemih yang secara keseluruhan merupakan refleks spinal akan terpicu saat

adanya rangsangan pada reseptor regang di dalam dinding kandung kemih. Pada

orang dewasa, reseptor regang ini akan teraktivasi apabila kandung kemih telah

terisi urin sebanyak 200-400 mL. Semakin besar tegangan melebihi ukuran ini,

semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Serabut saraf aferen akan membawa

impuls dari reseptor regang menuju ke medulla spinalis dan akhirnya, melalui antar

neuron, akan merangsang saraf parasimpatis untuk kandung kemih dan

menghambat neuron motorik ke sfingter eksternus. Stimulasi saraf parasimpatis

akan menyebabkan kontraksi kandung kemih. Kontraksi kandung kemih ini secara

otomatis akan menyebabkan terbukanya sfingter uretra internus secara mekanis

sedangkan sfingter eksternus akan melemas karena neuron motoriknya dihambat.

Setelah kedua sfinger uretra terbuka, maka urin akan terdorong keluar oleh

(6)

Gambar 2.5. Perubahan tekanan pada kandung kemih saat terisi urin Sumber: Sherwood, L., 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Edisi 6.

Jakarta: EGC, p. 595-597.

Selain memicu refleks berkemih, pengisian kandung kemih akan

menimbulkan kesadaran seseorang dan memicu keinginan untuk berkemih.

Persepsi penuhnya kandung kemih muncul sebelum sfingter eksternus secara

refleks melemas, memberi peringatan bahwa miksi akan segera terjadi. Dengan

toilet training pada masa anak-anak, kontrol volunter berkemih dapat mengalahkan

refleks berkemih sehingga pengosongan kandung kemih dapat terjadi sesuai

keinginan orang yang bersangkutan. Pada saat seseorang menahan berkemih,

impuls eksitatorik volunter dari korteks serebri mengalahkan sinyal inhibitorik

refleks dari reseptor regang ke neuron motorik yang terlibat sehingga otot-otot ini

akan tetap berkontraksi dan tidak ada urin yang keluar. Akan tetapi, berkemih tidak

dapat ditahan selamanya. Karena kandung kemih terus terisi urin, maka sinyal

refleks dari reseptor regang akan meningkat seiring waktu. Akibatnya, sinyal

inhibitorik refleks ke neuron motorik sfingter eksternus menjadi sedemikian kuat

sehingga tidak dapat lagi diatasi oleh sinyal eksitatorik volunter sehingga sfingter

melemas dan kandung kemih secara tak terkontrol mengosongkan isinya

(Sherwood, 2011).

Berkemih juga dapat dilakukan dengan sengaja, meskipun kandung kemih

sedang tidak dalam kondisi teregang, yaitu dengan secara sengaja melemaskan

(7)

kandung kemih turun, yang secara simultan menarik terbuka sfingter uretra internus

dan meregangkan dinding kandung kemih. Akibatnya, terjadi pengaktifan reseptor

regang yang kemudian akan menyebabkan kontraksi kandung kemih melalui

refleks berkemih. Pengosongan kandung kemih secara sengaja ini juga dapat

dibantu oleh kontraksi dinding abdomen dan diafragma pernafasan, yang akan

menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang kemudian akan menekan

kandung kemih ke bawah untuk mempermudah proses pengosongan (Sherwood,

2011).

Gambar 2.6. Refleks dan kontrol volunter berkemih

Sumber: Sherwood, L., 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Edisi 6.

(8)

2.2. Kanker Kandung Kemih

2.2.1. Definisi Kanker Kandung Kemih

Kanker kandung kemih merupakan massa abnormal yang dapat ditemukan

di dalam kandung kemih. Gejala yang dapat ditimbulkan oleh kanker kandung

kemih meliputi ditemukannya darah pada urin (hematuria), urgensi untuk

mengosongkan kandung kemih, peningkatan frekuensi berkemih, diperlukannya

usaha tambahan untuk mengosongkan kandung kemih serta adanya rasa nyeri saat

berkemih (National Cancer Institute, 2010). Kanker kandung kemih ini merupakan

keganasan saluran kemih yang paling sering terjadi setelah kanker prostat. Sekitar

7% kasus keganasan baru pada pria dan 2% pada wanita adalah kanker kandung

kemih. Orang berkulit putih memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita

kanker kandung kemih dibandingkan orang yang berkulit hitam. Rata-rata usia

pasien saat didiagnosis menderita kanker kandung kemih adalah 65 tahun, dengan

75% merupakan keganasan setempat dan 25% telah terjadi metastase ke kelenjar

limfe regional (Konety dan Carroll, 2013).

2.2.2. Faktor Risiko Kanker Kandung Kemih

Faktor risiko merupakan hal-hal yang dapat memperbesar kemungkinan

seseorang untuk mengalami suatu penyakit tertentu. Faktor risiko terdiri atas faktor

yang dapat diubah, seperti merokok, aktivitas sehari-hari, sedangkan faktor risiko

yang tidak dapat diubah adalah usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Dengan

memiliki faktor risiko tidak berarti bahwa seseorang akan menderita penyakit

tersebut. Menurut American Cancer Society pada tahun 2014, ada beberapa faktor

risiko yang dapat meningkatkan risiko seseorang menderita kanker kandung kemih,

yaitu:

1. Merokok

Merokok merupakan faktor risiko yang penting untuk kanker kandung kemih.

Orang yang merokok memiliki risiko setidaknya 3 kali lebih besar untuk

menderita kanker kandung kemih dibandingkan dengan orang yang tidak

(9)

2. Pekerjaan

Paparan terhadap senyawa kimia amin aromatik, seperti benzidine dan

beta-naphtylamine, yang sering digunakan pada industri cat, dapat menyebabkan

kanker kandung kemih. Orang-orang yang memiliki risiko tinggi adalah

pekerja di pabrik pengolahan karet, kulit, tekstil, cat, dan percetakan. Pekerjaan

lain seperti tukang cat, teknisi mesin, teknisi percetakan, pekerja salon

(kemungkinan karena paparan terhadap cat rambut), dan supir truk

(kemungkinan karena paparan asap kendaraan). Orang-orang yang merokok

dan berkerja di tempat yang berisiko seperti ini memiliki risiko tertinggi untuk

menderita kanker kandung kemih.

3. Suku bangsa

Kanker kandung kemih lebih sering terjadi pada orang berkulit putih

dibandingkan orang berkulit hitam. Kejadian kanker kandung kemih juga lebih

rendah pada orang-orang Hispanik, Asia Amerika, dan Indian Amerika.

Mekanisme mengenai hubungan antara suku bangsa dengan kejadian kanker

kandung kemih juga masih belum begitu dimengerti.

4. Usia

Risiko kanker kandung kemih meningkat sesuai usia. Sekitar 9 dari 10 orang

yang menderita kanker kandung kemih berusia di atas 55 tahun.

5. Jenis kelamin

Kanker kandung kemih lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita.

6. Iritasi kronik dan infeksi kandung kemih

Infeksi saluran kemih, batu saluran kemih, pemakaian kateter jangka panjang

dan penyebab iritasi kronik kandung kemih lainnya dapat meningkatkan risiko

keganasan kandung kemih, utamanya squamous cell carcinoma. Infeksi oleh

parasit Schistosoma hematobium juga merupakan faktor risiko keganasan

kandung kemih pada negara-negara seperti Afrika dan Timur Tengah, dimana

parasit ini sering ditemukan.

7. Riwayat keganasan pada saluran kemih dan kandung kemih

Orang-orang yang memiliki riwayat keganasan pada sistem saluran kemih

(10)

Kanker ini dapat terjadi pada tempat yang sama seperti sebelumnya ataupun

pada tempat lain di sistem saluran kemih.

8. Kelainan kandung kemih kongenital

Orang-orang yang mengalami saluran urachus yang menetap memiliki risiko

yang lebih tinggi untuk menderita adenokarsinoma yang tersusun atas sel-sel

kelenjar yang ganas. Sekitar satu per tiga kasus adenokarsinoma kandung

kemih berasal dari daerah ini.

9. Genetik dan riwayat keluarga

Orang-orang dengan riwayat keluarga penderita kanker kandung kemih

memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita kanker kandung kemih di

kemudian hari. Mutasi genetik juga dapat meningkatkan risiko seseorang

menderita kanker kandung kemih, seperti (1) mutasi gen GST dan NAT dapat

menyebabkan tubuh seseorang lebih lambat untuk memecah toksin tertentu

yang menyebabkan kanker kandung kemih, (2) mutasi gen retinoblastoma

(RB1) dapat menyebabkan keganasan pada mata dan peningkatan risiko kanker

kandung kemih, (3) mutasi gen PTEN (Cowden disease) yang berhubungan

dengan keganasan payudara dan tiroid juga meningkatkan risiko seseorang

menderita kanker kandung kemih dan (4) Lynch syndrome yang berhubungan

dengan keganasan kolon dan endometrium juga dapat meningkatkan risiko

keganasan kandung kemih dan ureter.

10. Kemoterapi dan Radioterapi

Penggunaan obat cyclophosphamide jangka panjang dapat menyebabkan iritasi

pada kandung kemih yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko keganasan

kandung kemih.

11. Obat-obatan tertentu dan suplemen herbal

Menurut US Food and Drug Administration (FDA), penggunaan obat

antidiabetes seperti pioglitazone selama lebih dari satu tahun dan suplemen

herbal yang mengandung aristolochic acid dapat meningkatkan risiko

(11)

12. Arsenik pada air minum

Konsumsi air minum yang mengandung arsenik dapat meningkatkan risiko

keganasan kandung kemih.

13. Kurangnya asupan air

Orang-orang yang asupan air hariannya tidak cukup akan lebih jarang

berkemih sehingga pengeluaran senyawa toksin lebih lambat. Akibatnya,

terjadi peningkatan risiko keganasan kandung kemih.

2.2.3. Staging dan Grading Kanker Kandung Kemih

Staging dan grading kanker kandung kemih sangat penting untuk

menentukan prognosis dan tata laksana yang sesuai bagi pasien. Staging keganasan

pada pasien dapat dilakukan dengan menggunakan sistem TNM (

Tumour-Nodes-Metastasis). Sistem ini menilai keadaan tumor primer, kelenjar getah bening dan

metastase ke jaringan lain yang pada akhirnya akan menentukan stadium penyakit

pasien. Penilaian tumor primer dapat dilakukan dengan pemeriksaan bimanual dan

konfirmasi histologis. Selain itu, pemeriksaan radiologis untuk perkembangan

tumor primer ke kelenjar getah bening dan organ lainnya juga perlu dilakukan untuk

menilai progresifitas tumor (American Joint Committee on Cancer, 2010).

Gambar 2.7. Perkembangan tumor primer kandung kemih

Sumber: American Joint Committee on Cancer, 2010. AJCC Cancer Staging

(12)

Klasifikasi sistem TNM menurut American Joint Committee on Cancer

(2010) adalah sebagai berikut :

Gambar 2.8. Klasifikasi sistem TNM (Tumour-Nodes-Metastasis) Sumber: American Joint Committee on Cancer, 2010. AJCC Cancer Staging

Manual, 7th ed.. New York: Springer, p. 497-502.

Gambar 2.9. Penentuan stadium tumor kandung kemih

Sumber : American Joint Committee on Cancer, 2010. AJCC Cancer Staging

Manual, 7th ed.. New York: Springer, p. 497-502.

Grading merupakan penilaian sel-sel tumor secara mikroskopis. World

Health Organization (WHO) dan International Society of Urologic Pathology

(ISUP) merekomendasikan sistem grading: Low Grade (LG) dan High Grade

(HG). Jika sistem grading tidak spesifik, secara umum digunakan: (1) Grade tidak

dapat dinilai (GX), (2) Sel terdiferensiasi dengan baik (G1), (3) Sel terdiferensiasi

secara moderat (G2), (4) Sel terdiferensiasi dengan buruk (G3), dan (5) Sel tidak

(13)

2.2.4. Histopatologi Kanker Kandung Kemih

Secara histopatologi, kanker kandung kemih dapat dibagi menjadi 2,

berdasarkan daya invasinya, menjadi Non-Muscle Invasive Bladder Cancer

(NMIBC) dan Muscle Invasive Bladder Cancer (MIBC). MIBC merupakan

penyakit keganasan yang agresif dan berisiko tinggi untuk menyebar ke organ

lainnya dibandingkan dengan NMIBC (Syvänen et al., 2014). Berdasarkan jenis sel

penyusunnya, kanker kandung kemih dapat dibagi menjadi (Konety dan Carroll,

2013) :

1. Papilloma/PUNLMP

Papilloma merupakan sebuah tumor berbentuk papil yang memiliki tangkai,

terdiri atas jaringan ikat dan pembuluh darah, untuk menyokong dan

memperdarahi epitel transisional kandung kemih dengan ketebalan dan sitologi

yang normal. Papillary Urothelial Neoplasms of Low Malignant Potential

(PUNLMP) merupakan neoplasma kandung kemih berbentuk papil yang

cenderung tidak ganas sehingga tidak memerlukan terapi yang agresif.

2. Transitional Cell Carcinoma

Transitional cell carcinoma (TCC) merupakan keganasan yang berasal dari sel

epitel transisional yang melapisi kandung kemih. Sekitar 90% keganasan

kandung kemih merupakan keganasan sel transisional. Secara umum,

kebanyakan TCC berbentuk papil (lesi eksofitik) yang hanya terdapat pada

bagian superfisial. Pada kasus yang jarang, TCC dapat berbentuk ulkus yang

lebih sering bersifat invasif. Selain itu, TCC juga dapat muncul sebagai lesi

Carcinoma In Situ (CIS) dengan epitel yang datar dan bersifat anaplastik. Pada

pemeriksaan histopatologi, didapatkan sel urotelium yang memiliki nukleus

yang hiperkromatik dan besar, serta nukleolus yang menonjol.

3. Nontransitional Cell Carcinomas

a. Adenocarcinoma

Adenocarcinoma merupakan keganasan yang berasal dari sel-sel kelenjar

pada kandung kemih. Adenokarsinoma menyusun sekitar kurang dari 2%

keganasan kandung kemih. Adenokarsinoma dapat didahului dengan infeksi

(14)

b. Squamous cell carcinoma

Squamous cell carcinoma (SCC) menyusun sekitar 5-10% keganasan

kandung kemih. SCC umumnya didahului dengan riwayat infeksi kronik,

batu kandung kemih atau penggunaan kateter jangka panjang. Selain itu,

infeksi parasit seperti Schistosoma haematobium juga dapat menyebabkan

keganasan ini. Pada pemeriksaan histopatologi, didapatkan keganasan yang

terdiferensiasi secara buruk yang disusun oleh sel poligonal dengan

karakteristik adanya intracellular bridge dan terkadang dijumpai epitel

berkeratin.

c. Undifferentiated carcinomas

Undifferentiated carcinoma umumnya jarang terjadi (<2%) dan ditandai

dengan tidak dijumpainya sel epitel yang matur. Small cell carcinoma

merupakan undifferentiated carcinoma yang bersifat agresif dan cenderung

melakukan metastasis.

d. Mixed carcinoma

Mixed carcinoma menyusun sekitar 4-6% keganasan kandung kemih dan

tersusun atas kombinasi dari sel transisional, pipih/gepeng ataupun sel lain

yang tidak dapat dibedakan. Umumnya keganasan tipe mixed carcinoma

berukuran besar dan sudah melakukan infiltrasi pada saat didiagnosis.

4. Rare Epithelial and Nonepithelial Cancers

Keganasan sel epitel lain yang pada umumnya jarang terjadi pada kandung

kemih meliputi villous adenomas, carcinoid tumors¸ carcinosarcomas, dan

melanoma sedangkan yang tidak berasal dari sel epitel meliputi

pheokromasitoma, limfoma, koriokarsinoma dan tumor sel mesekimal lainnya

(hemangioma, osteogenic sarcoma, dan miosarkoma). Selain itu, keganasan

pada organ sekitar kandung kemih seperti prostat, serviks dan rektum dapat

menyebar secara langsung ke kandung kemih.

2.2.5. Diagnosis Kanker Kandung Kemih

Diagnosa kanker kandung kemih dapat ditegakkan melalui anamnesis,

(15)

mengeluhkan adanya darah pada urin. Akan tetapi, munculnya darah pada urin

bukan merupakan penanda spesifik dari kanker kandung kemih. Selain munculnya

darah pada urin, keluhan lain berupa perubahan kebiasaan berkemih dan tanda

iritasi pada kandung kemih seperti peningkatan frekuensi berkemih, rasa nyeri atau

terbakar saat berkemih dan perasaan ingin berkemih saat kandung kemih kosong

juga dapat dijumpai. Gejala iritatif ada Lower Urinary Tract Symptoms / LUTS

yang menonjol dan tidak hilang dengan terapi simtomatik dapat merupakan gejala

dari karsinoma in situ. Pada kanker kandung kemih yang telah menyebar ke organ

lain, dapat dijumpai gejala berupa ketidakmampuan untuk berkemih, benjolan pada

perut bagian bawah, nyeri punggung dan panggul, menurunnya nafsu makan dan

berat badan, pembengkakan pada kaki, dan nyeri pada tulang (American Cancer

Society, 2014; Warli et al., 2014).

Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan pemeriksaan bimanual,

dapat ditemukan adanya penebalan dinding kandung kemih ataupun benjolan.

Apabila kanker kandung kemih sudah menyebar ke organ lain, dapat dijumpai

limfadenopati supraklavikula dan hepatomegali. Apabila sel kanker telah menyebar

ke tulang, dapat dijumpai adanya nyeri atau fraktur pada tulang. Pada kasus yang

jarang, dapat terjadi penyebaran ke kulit sehingga muncul nodul yang disertai

dengan rasa nyeri dan ulkus (Konety dan Carroll, 2013).

Pemeriksaan penunjang/tambahan yang dapat dilakukan untuk membantu

mendiagnosa kanker kandung kemih adalah pemeriksaan laboratorium, radiologi,

dan sistoureteroskopi. Pada pemeriksaan laboratorium, dapat dilakukan

pemeriksaan darah rutin, sitologi urin dan penanda tumor, seperti Bladder Tumor

Antigen (BTA) stat test, BTA TRAK assay, NMP22 assay, NMP22 Bladderchek

test, ImmunoCyt,dan UroVysion. Pemeriksaan penanda tumor ini dapat mendeteksi

protein yang spesifik terhadap tumor kandung kemih (BTA/NMP22) atau dengan

mendeteksi penanda spesifik dari inti sel yang mengalami keganasan (UroVysion

dan ImmunoCyt). Pada pemeriksaan radiologi, umumnya dilakukan Intravenous

urography untuk evaluasi hematuria. Akan tetapi, pemeriksaan tersebut telah

digantikan dengan Computed Tomography (CT) urography yang lebih akurat dalam

(16)

kanker superfisial, dapat dilakukan TUR dan untuk menilai derajat invasi, dapat

juga dilakukan CT dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan tingkat akurasi

40-85% untuk CT dan 50-90% untuk MRI (Konety dan Carroll, 2013).

Meskipun pemeriksaan laboratorium dan radiologi memberikan banyak

informasi yang berguna dalam penilaian organ saluran kemih, sistoskopi masih

merupakan pemeriksaan yang paling baik (gold standard) untuk menilai kandung

kemih dan uretra. Selama proses pemeriksaan dengan sistoskopi, dapat dilakukan

biopsi terhadap jaringan yang dianggap tidak normal pada kandung kemih yang

kemudian akan diperiksa secara mikroskopis (Bladder Cancer Advocacy Network.,

2008).

2.2.6. Tata Laksana Kanker Kandung Kemih

Tata laksana pada kanker kandung kemih dapat dibedakan berdasarkan daya

invasinya serta sel penyusun kanker tersebut. National Comprehensive Cancer

Network pada tahun 2014 mengeluarkan sebuah panduan untuk tata laksana kanker

kandung kemih sebagai berikut :

1. Transitional cell carcinomas/Urothelial carcinoma of the bladder

Pada pasien yang diduga memiliki kanker kandung kemih tipe TCC, dilakukan

evaluasi awal, berupa anamnesa, pemeriksaan fisik, sistoskopi, dan

pemeriksaan sitologi urin. Setelah didapatkan hasil pemeriksaan awal,

penatalaksanaan kanker kandung kemih dibagi berdasarkan daya invasinya ke

jaringan sekitarnya. Pada kanker yang bersifat tidak invasif, dilakukan

pemeriksaan radiologi pada saluran kemih, berupa IVP, CT urography, renal

ultrasound with retrograde pyelogram, ureteroscopy atau MRI urogram.

Dapat juga dilakukan CT pelvis sebelum dilakukan Transurethral Resection of

Bladder Tumor (TURBT) jika diduga kanker membentuk ulkus atau bersifat

ganas. Setelah dilakukan tindakan awal, dilakukan evaluasi primer berupa

pemeriksaan bimanual dan biopsi. Sementara itu, pada kanker yang bersifat

invasif, dilakukan pemeriksaan tambahan, seperti pemeriksaan darah lengkap,

(17)

pemeriksaan tulang lalu diikuti dengan pemeriksaan bimanual atau sistoskopi

dan TURBT.

Pada kanker yang tidak bersifat invasif, yaitu kanker dengan stadium cTa low

grade dan high grade, cT1 low grade dan high grade, dan Tis, umumnya

dilakukan observasi, pemberian kemoterapi intravesikal, pemberian BCG atau

mitocyin dan pada stadium cT1 high grade dapat dilakukan sistektomi. Pada

kanker yang bersifat invasif, yaitu kanker dengan stadium cT2, cT3, cT4a, dan

cT4b, tatalaksana didasarkan dengan ada/tidaknya temuan nodul pada hasil

CT/MRI abdomen dan pelvis. Umumnya, dilakukan sistektomi radikal pada

pasien dan kemoterapi adjuvan dengan cisplatin. Apabila kanker telah

menyebar ke organ lain, dapat dilakukan kemoterapi. Setelah dilakukan

tatalaksana pada pasien, dilakukan follow-up untuk menilai keberhasilan

pengobatan dan tindakan lanjutan yang diperlukan.

2. Non-Urothelial cell carcinoma of the bladder

a. Mixed carcinoma

Penatalaksanaan untuk keganasan ini sama seperti TCC. Akan tetapi,

keganasan ini bersifat agresif sehingga menjadi pertimbangan yang

penting pada terapi.

b. Squamous cell carcinoma

Tata laksana SCC meliputi sistektomi, radioterapi, dan pemberian

obat-obatan, seperti 5-U, taxanes, dan methotrexate.

c. Adenocarcinoma

Dapat dilakukan sistektomi radikal atau parsial yang disertai dengan

kemoterapi atau radioterapi dalam tata laksana adenocarcinoma.

d. Undifferentiated carcinoma/Small cell carcinoma

Tata laksana keganasan ini adalah dengan sistektomi, radioterapi atau

kemoterapi. Kemoterapi primer pada tumor ini sama seperti pada

pengobatan small cell lung cancer.

e. Urachal carcinoma

Tumor ini diobati dengan reseksi komplit dari urachus yang diikuti dengan

(18)

f. Primary bladder sarcoma

Tumor ini ditata laksana sesuai dengan tata laksana sarkoma pada organ

tubuh lainnya.

2.2.7. Prognosis Kanker Kandung Kemih

Prognosis kanker kandung kemih berkaitan erat dengan stadium kanker

pada saat pasien didiagnosa. Stadium kanker menunjukkan penyebaran sel kanker

di dalam tubuh pasien, yang kemudian menentukan pilihan pengobatan dan

berpengaruh pada persentase kesembuhan pasien. Pasien dengan keganasan yang

bersifat regional memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan

keganasan yang telah menyebar ke organ lain. 5-year survival menunjukkan

kemungkinan pasien dapat bertahan hidup dalam 5 tahun setelah didiagnosa suatu

keganasan. Untuk kanker kandung kemih, diperkirakan sekitar 77,4% pasien dapat

bertahan hidup selama 5 tahun setelah didiagnosa dengan kanker kandung kemih.

Untuk tumor yang bersifat in situ, lokal (terbatas pada tempat primer), regional

(telah menyebar ke kelenjar getah bening), distant (telah menyebar ke organ lain),

dan unknown (stadium tidak dapat ditentukan), secara berturut-turut 5-year

survivalnya adalah 95,9%, 69,9%, 34%, 5,4%, dan 47,4% (National Cancer

Institute, 2015).

2.3. Merokok

Rokok merupakan suatu zat toksik yang tersusun atas lebih dari 7000

senyawa kimia dan sekitar 70 senyawa diantaranya dapat memicu terjadinya kanker

(karsinogenik). Beberapa senyawa berbahaya yang terkandung dalam rokok adalah

senyawa karsinogenik (formaldehyde/formalin, benzene, polonium 210, dan vinyl

chloride), logam toksik (kromium, arsenik, timbal, dan kadmium), dan gas beracun

(karbon monoksida, hidrogen sianida, amoniak, butana, dan toluene).

Senyawa-senyawa tersebut menyebabkan kerusakan yang segera dan berulang pada sel-sel

tubuh. Kerusakan pada Deoxyribonucleic Acid (DNA) merupakan salah satu

(19)

senyawa toksik dalam rokok juga merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan

keganasan (U.S. Department of Health and Human Services, 2010).

Kebiasaan merokok menunjukkan jumlah batang rokok yang dikonsumsi

oleh seseorang dalam satu hari. Klasifikasi kebiasaan merokok umumnya dibagi

menjadi ringan, sedang, dan berat. Perokok ringan adalah orang yang

mengkonsumsi kurang dari 10 batang rokok per hari sedangkan perokok berat

adalah orang yang mengkonsumsi lebih dari 20 batang rokok per hari. Perokok

sedang merupakan orang yang mengkonsumsi rokok dengan jumlah di antara

perokok ringan dan berat (Lifestyle Statistics Team, Health and Social Care

Information Centre, 2014).

2.4. Hubungan Antara Riwayat Kebiasaan Merokok dengan Kanker Kandung Kemih

Merokok merupakan faktor risiko independen yang utama yang

menyebabkan terjadinya kanker kandung kemih. Berbagai hasil penelitian

epidemiologi yang dilakukan di berbagai negara di seluruh dunia menunjukkan

bahwa orang yang merokok memiliki risiko 2-4 kali lebih besar untuk menderita

kanker kandung kemih dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Kejadian

kanker kandung kemih juga dipengaruhi oleh frekuensi dan durasi merokok.

Semakin tinggi frekuensi dan durasi merokok, semakin besar pula kemungkinan

seseorang untuk menderita kanker kandung kemih (Quirk et al., 2004).

Statistik menunjukkan bahwa kejadian kanker kandung kemih terus

meningkat di dunia. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya

adalah peningkatan konsumsi rokok dan perubahan dalam komposisi rokok.

Peningkatan konsumsi rokok terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang

dikarenakan kampanye anti rokok dan penegakan hukumnya masih belum menjadi

fokus utama (Ahmad dan Pervaiz, 2011). Perubahan dalam komposisi rokok ini

diduga menyebabkan rokok menjadi semakin karsinogenik. Meskipun telah

terdapat rokok rendah tar dan nikotin, senyawa karsinogenik seperti β

-naphthylamine, tobacco-specific nitrosamines, N’-nitrosonornicotine dan

(20)

dibandingkan dengan komposisinya pada 50 tahun yang lalu. Terdapat berbagai

senyawa tambahan lainnya pada rokok yang dapat menyebabkan efek karsinogenik

secara tidak langsung, sebagai contohnya, mentol dapat meningkatkan

permeabilitas membran sel sehingga mempermudah interaksi antara zat

karsinogenik dengan DNA (Alberg dan Hébert, 2009 ; Freedman et al., 2011).

Nikotin merupakan senyawa adiktif utama pada rokok dan umumnya

dianggap tidak bersifat karsinogenik. Akan tetapi, di dalam rokok, nikotin dikemas

bersama dengan bahan karsinogenik lainnya. Nikotin juga dapat membantu

terjadinya keganasan dengan memfasilitasi pertumbuhan, angiogenesis, migrasi

dan invasi sel tumor. Nikotin dan nitrosamin bekerja dengan mengaktifkan reseptor

nikotinik (nAChRs) dan reseptor beta adrenergik (β-AdrRS) sehingga terjadi proses transduksi sinyal yang akan memfasilitasi progresi tumor (Xue, Yang, dan Seng,

2014).

Senyawa nitrosamin merupakan senyawa karsinogenik yang diperoleh dari

proses nitrosasi nikotin dan senyawa alkaloid lainnya. Terdapat 7 tobacco-specific

nitrosamines, yaitu Nicotine-derived nitrosaminoketone (NNK), N’

-nitrosonornicotine (NNN), 4-(methylnitrosamino)-1-(3-pyridyl)-1-butanone

(NNAL), N’-nitrosoanabasine (NAT), 1-Nitrosoanabasine (NAB), iso-NNAL, dan

4-(methylnitrosamino)-4-(3-pyridyl)butyric acid. NNN, NNK, dan NNAL

merupakan senyawa yang paling karsinogenik dari golongan nitrosamine. Dalam

proses metabolismenya, senyawa NNK dan NNN akan mengalami serangkaian

proses metabolisme yang pada akhirnya akan menghasilkan senyawa metabolit

yang reaktif terhadap DNA sehingga dapat memicu perubahan pada struktur basa

DNA dan memicu aduksi DNA. Selain itu, senyawa NNK dan NNN juga akan

berikatan pada reseptornya, yaitu reseptor asetilkolin nikotinik (AChRs) dengan

afinitas yang jauh lebih tinggi daripada nikotin. Pada perokok, reseptor nikotinik

α7nAChR, yang merupakan reseptor yang menstimulasi perkembangan sel tumor,

mengalami peningkatan sedangkan reseptor nikotinik α4β2nAChR, yang bersifat

inhibisi terhadap perkembangan sel tumor mengalami kerusakan, sehingga

mendukung perkembangan dari sel tumor dalam tubuh (Xue, Yang, dan Seng,

(21)

Senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) juga dikaitkan dengan

kejadian kanker kandung kemih. Salah satu senyawa PAHs adalah Benzo(a)pyrene.

Senyawa ini mengalami metabolisme menjadi Benzo(a)pyrene Diol Epoxide

(BPDE). BPDE dapat menyebabkan mutasi pada kromosom 9 yang berhubungan

dengan keganasan kandung kemih. Delesi pada kromosom 9p21 dapat

menyebabkan gangguan pada gen p16/CDKN2 dan p14ARF yang berhubungan

dengan regulasi siklus sel dan penuaan sel (Gu et al., 2008).

Senyawa amin aromatik, seperti 4-aminobiphenyl (4-ABP), merupakan

senyawa yang dapat ditemukan pada asap rokok, pembakaran bahan fosil, dan

industri karet, batu bara, tekstil, dan percetakan. Senyawa ini merupakan salah satu

agen utama penyebab keganasan kandung kemih. Derivat metabolik dari 4-ABP

dapat berinteraksi dengan DNA dan membentuk aduksi DNA. Selain itu, senyawa

ini juga dapat menyebabkan mutasi pada gen p53, sehingga dapat terjadi gangguan

pada regulasi siklus sel, angiogenesis, sistem imun, dan proses apoptosis (Feng et

al., 2002).

Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor prognostik pada kanker

kandung kemih. Hal ini berhubungan dengan kadar zat karsinogen yang masuk ke

dalam tubuh. Pasien yang merupakan perokok berat lebih cenderung memiliki

kanker dengan grade yang lebih tinggi, stage klinis yang lebih buruk, dan lebih

berisiko untuk mengalami kanker kandung kemih tipe muscle invasive bila

dibandingkan dengan perokok ringan (Pietzak et al., 2013). Pada penelitian yang

dilakukan oleh Jiang et al. pada tahun 2012, didapatkan bahwa pasien yang

merokok lebih dari 20 batang rokok per hari selama lebih dari 20 tahun memiliki

risiko lebih tinggi untuk menderita kanker kandung kemih tipe muscle invasive

dibandingkan dengan pasien yang merokok kurang dari 20 batang rokok per hari.

Perokok berat jangka panjang juga memiliki prognosis yang paling buruk, diikuti

dengan perokok berat jangka pendek, perokok ringan jangka panjang, dan perokok

Gambar

Gambar 2.2. Penampang interior kandung kemih dari bagian anterior
Gambar 2.5. Perubahan tekanan pada kandung kemih saat terisi urin
Gambar 2.9. Penentuan stadium tumor kandung kemih

Referensi

Dokumen terkait

the discs (meaning both opponent team's disc and our team's disc) have fallen on our team's SZ, are the team members allowed to remove the discs that prevent the robot from putting

1.1 Melafalkan, surat al-Fatihah, an-Nas, al-Falaq, al- Ihlas, dan surat al-Lahab secara benar dan fasih.. ☑ Melafalkan surat al-Ikhlas

Judul : Mengembangkan Kemampuan Generik Mahasiswa pada Perkuliahan Gelombang melalui Pendekatan Tugas Terstruktur Berbasis Spreadsheet

[r]

KETIGA : Memberikan Honorarium kepada Penjaga Honorer sesuai dengan kemampuan keuangan Sekolah yang bersumber dari dana komite. KEEMPAT : Tenaga penjaga Sekolah Honorer

[r]

KELOMPOK KERJA GURU (KKG) MADRASAH IBTIDAIYAH KECAMATAN GENUK KOTA

[r]