• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Kolang Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kecamatan Kolang Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1. Proses Menua

Menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan secara perlahan–lahan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normal sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering terjadi pada kaum lansia.

Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan (Nugroho, 2008).

Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa, dan tua. Memasuki usia tua berarti mengalami perubahan atau kemunduran, seperti kemunduran fisiologis, fisik dan psikologis. Kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,

(2)

pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk dan gerakan lamban. (Budianto, 2009).

Manusia yang mulai menjadi tua secara alamiah akan mengalami berbagai perubahan, baik yang menyangkut kondisi fisik maupun mentalnya. Terdapat tiga aspek yang perlu dipertimbangkan untuk membuat suatu batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (2012) yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yakni ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Jika ditinjau secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.

2.1.2. Pengertian dan Batasan Lanjut Usia

(3)

1. Menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia pasal 1 ayat 2 adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun ke atas yang karena mengalami penuaan berakibat menimbulkan berbagai masalah kesejahteraan di hari tua, kecuali bila sebelum umur tersebut proses menua itu terjadi lebih awal, dilihat dari kondisi fisik, mental dan sosial.

2. Menurut Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, lansia adalah seseorang yang usianya 60 tahun keatas dan mengalami perubahan biologis, fisik, dan sosial. 3. Menurut Departemen Kesehatan RI (2006) dalam Fatmah (2010) batasan lansia

antara lain :

a. Virilitas (prasenium), yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)

b. Usia lanjut dini (senescen), yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun)

c. Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif, yaitu usia di atas 65 tahun.

4. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut usia meliputi: a. Usia pertengahan (Middle Age) adalah orang yang berusia 45-59 tahun b. Usia Lanjut (Elderly) adalah orang yang berusia 60-74 tahun

(4)

2.2. Pos Pelayanan Terpadu Lansia (Posyandu Lansia) 2.2.1. Pengertian Posyandu Lansia

Menurut Depkes RI, (2005) bahwa pos pelayanan kesehatan terpadu (posyandu) lansia adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap lansia di tingkat desa/kelurahan dalam wilayah kerja masing- masing puskesmas. Keterpaduan dalam posyandu lansia berupa keterpaduan pada pelayanan yang dilatar belakangi oleh kriteria lansia yang memiliki berbagai macam penyakit. Dasar pembentukan posyandu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama lansia. Posyandu lansia merupakan wahana pelayanan bagi kaum lansia yang dilakukan dari, oleh, dan untuk lansia yang menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif (Notoatmodjo, 2007).

(5)

2.2.2. Tujuan Posyandu Lansia

Tujuan umum pembentukan posyandu lansia menurut Departemen Kesehatan RI (2010) adalah meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya. Tujuan khusus pembentukan posyandu lansia yaitu:

a. Meningkatkan kesadaran lansia untuk membina sendiri kesehatannya.

b. Meningkatkan kemampuan dan peran serta keluarga dan masyarakat dalam menghayati kesehatan lansia.

c. Meningkatkan jenis dan jangkauan pelayanan kesehatan lansia. d. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan lansia.

Menurut Azizah (2011) tujuan pembentukan dan pelayanan posyandu lansia adalah :

a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia

b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat lansia.

c. Meningkatkan kesadaran pada lansia untuk mengenali masalah kesehatan dirinya sendiri dan bertindak untuk mengatasi masalah tersebut terbatas kemampuan yang ada dan meminta pertolongan keluarga atau petugas jika diperlukan.

(6)

e. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku positif dari lansia 2.2.3. Sasaran Posyandu Lansia

Menurut Departemen Kesehatan RI (2010), sasaran pelaksanaan pembinaan kelompok lansia terbagi menjadi dua yaitu:

a. Sasaran Langsung

1) Kelompok Pra lansia (45–59 tahun) 2) Kelompo Lansia (60–69 tahun)

3) Kelompok Lansia dengan resiko tinggi (70 tahun ke atas) b. Sasaran Tidak Langsung

1) Keluarga lansia

2) Masyarakat dilingkungan lansia

3) Organisasi sosial yang perduli terhadap pembinaan kesehatan lansia 4) Petugas kesehatan yang melayani kesehatan lansia

5) Petugas lain yang menangani kelompok lansia 2.2.4. Kegiatan Posyandu Lansia

Kegiatan posyandu lansia meliputi kegiatan pelayanan kesehatan dan kegiatan lain yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia. Bentuk pelayanan pada posyandu lansia meliputi pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional, yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita atau ancaman masalah kesehatan yang dialami lansia.

(7)

a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.

b. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua ) menit

c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).

d. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.

e. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat

f. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes mellitus)

g. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal.

h. Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir-butir diatas.

i. Penyuluhan Kesehatan, biasa dilakukan didalam atau diluar kelompok dalam rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh individu dan kelompok usia lanjut.

(8)

h. Selain itu banyak juga posyandu lansia yang mengadakan kegiatan tambahan seperti senam lansia, pengajian, membuat kerajinan ataupun kegiatan silaturahmi antar lansia. Kegiatan seperti ini tergantung dari kreasi kader posyandu yang bertujuan untuk membuat lansia beraktivitas kembali dan berdisiplin diri.

Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk peningkatan kesehatan terutama dalam menunjang status gizi lansia dan pencegahan penyakit, dilakukan melalui pemantauan keadaan kesehatan para lansia secara berkala dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia,dengan harapan gangguan kesehatan lansia dapat dideteksi lebih dini untuk mendapatkan pertolongan secara cepat, tepat dan memadai sesuai dengan keinginan yang diperlukan (Depkes RI, 2003).

2.2.5. Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia

Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap lansia di kelompok, mekanisme pelayanan yang sebaiknya digunakan adalah sistem 5 tahapan (lima meja) sebagai berikut:

1. Meja 1 : Pendaftaran

Mendaftarkan lansia, kader mencatat lansia tersebut, kemudian peserta yang sudah terdaftar dibuku register langsung menuju meja selanjutnya.

2. Meja 2 : Pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah

Kader melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah lansia. 3. Meja 3 : Pencatatan (Pengisian Kartu Menuju Sehat)

(9)

4. Meja 4 : Penyuluhan

Penyuluhan kesehatan perorangan berdasarkan KMS dari pemberian makanan tambahan.

5. Meja 5 : Pelayanan medis

Pelayanan oleh tenaga professional yaitu petugas puskesmas/kesehatan meliputi kegiatan: pemeriksaan dan pengobatan ringan.

2.2.6. Strata Kegiatan Posyandu Lansia

Posyandu lansia dapat digolongkan menjadi 4 tingkatan, penentuan tingkat perkembangan kelompok usia lanjut didasarkan indikator terendah yang terdiri dari Pratama, Madya, Purnama, Mandiri (Depkes RI, 2003).

1. Posyandu Pratama adalah posyandu yang masih belum mantap. Kegiatan yang terbatas dan tidak rutin setiap bulan dengan frekuensi < 8 kali. Jumlah kader aktif terbatas serta masih memerlukan dukungan dana dari pemerintah.

2. Posyandu Madya adalah posyandu yang telah berkembang dan pada tingkat ini dapat melaksanakan kegiatan hamper setiap bualn ( paling sedikit 8 kali setahun), jumlah kader aktif lebih dari tiga akan tetapi cakupan program utamanya masih rendah yaitu kurang dari 50% serta masih memerlukan dana dari pemerintah. 3. Posyandu Purnama adalah posyandu yang sudah mantap dan melaksanakan

kegiatan secara lengkap paling sedikit 10 kali setahun, dengan beberapa kegiatan tambahan di luar kesehatan dan cakupan lebih tinggi (> 60%).

(10)

2.3. Perilaku dan Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan 2.3.1. Konsep Perilaku

Skiner (1938) seorang ahli psikologi, dalam Notoatmodjo (2012) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Selanjutnya teori Skiner menjelaskan adanya dua jenis respon, yaitu:

a. Responden Respons atau Refleksi yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang disebut electing stimuli karena menimbulkan respon yang relative tetap.

b. Operant respon atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh rangsangan yang lain.

2.3.2. Bentuk Perilaku

Perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu :

a. Perilaku tertutup (covert behavior) yaitu respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung, masih terbatas pada persepsi, kesadaran, perhatian yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behavior) adalah bentuk tindakan atau praktek yang mudah diamati dan dilihat oleh orang lain.

Empat unsur pokok perilaku kesehatan menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2007) meliputi :

(11)

Perilaku bagaimana seseorang mengetahui, bersikap dan mempersepsikan penyakit dan rasa sakit pada dirinya maupun tindakan aktif sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut yaitu perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, perilaku pencegahan penyakit, perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan, perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan. b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan

Perilaku berupa respon terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.

c. Perilaku terhadap makanan

Perilaku respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsure-unsur yang ada di dalamnya.

d. Perilaku terhadap lingkungan

Respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. 2.3.3. Faktor yang Memengaruhi Perilaku

(12)

lingkungannya apabila perilaku yang terbentuk dapat diterima oleh lingkungannya, dan dapat diterima oleh individu yang bersangkutan.

Teori lain yang telah mencoba mengungkap determinan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan adalah teori Lawrence Green (1980) dalam buku Notoatmodjo (2012) dan Notoatmodjo (2010) bahwa perilaku dibentuk dari tiga faktor yaitu :

a. Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor predisposisi merupakan faktok-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, persepsi

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors) yaitu factor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yaitu factor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, perilaku masyarakat, keluarga dan tokoh masyarakat.

(13)

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan (sebagian besar diperoleh dari indra mata dan telinga) terhadap objek tertentu. Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan dominan yang paling penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) dan pengetahuan dapat diukur dengan melakukan wawancara. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan dan kesadaran. Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa saja yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

(14)

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek terhadap komponen-komponennya tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi (evaluation)\

(15)

menyatakan tentang isi materi yang diukur dari objek penelitian. Kedalaman penegtahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan tersebut di atas (Notoatmodjo, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain : a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka miliki. b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

c. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental), dimana pada aspek psikologis ini, taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.

d. Minat

(16)

e. Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

f. Kebudayaan lingkungan sekitar

Kebudayaan lingkungan sekitar diartikan sebagai kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. g. Informasi

Informasi merupakan kemudahan untuk memperoleh suatu informasi sehingga dapat membantu mempercepat seseoarang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Notoatmodjo (2012) dalam bukunya membagi sikap menjadi empat tingkatan, yaitu :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

b. Merespon (responding)

(17)

diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, adalah bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab diartikan berkaitan atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan sikap.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek.

Menurut Ahmadi dalam Notoatmodjo (2007), fungsi (tugas) sikap dibagi empat golongan, yaitu :

a. Sebagai alat menyesuaikan diri

Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable yang artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang atau kelompoknya atau dengan anggota kelompok lain.

(18)

Pertimbangan antara pendorng dan reaksi pada orang dewasa. Pada umumnya tidak diberi dorongan secara spontan, tetapi adanya proses secara sadar untuk menilai dorongan tersebut.

c. Sebagai alat pengatur pengalaman

Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman dari luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya semua yang berasal dari luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu dilayani dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman diberin nilai lalu dipilih.

d. Sebagai pernyataan kepribadian

Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu, dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi objek tersebut.

3. Praktik atau tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Agar terwujud sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung berupa faslitas dan dukungan dari pihak lain.

(19)

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

b. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indicator praktik tingkat kedua.

c. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencaapai praktik tingkat ketiga.

d. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.

2.3.4. Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia

Menurut Departemen Kesehatan RI, (2005), yang mempengaruhi rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Jarak yang jauh (faktor geografi)

2. Tidak tahu adanya suatu kemampuan fasilitas (faktor informasi) 3. Biaya yang tidak terjangkau (faktor ekonomi)

(20)

Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012) menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :

1. Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor predisposisi merupakan faktok-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, persepsi yang berhubungan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak. Secara umum faktor predisposisi adalah preferensi individu atau kelompok dalam berperilaku. Faktor predisposisi yang lain adalah faktor demografi seperti status sosial ekonomi, usia, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga.

a. Faktor demografi

Umur adalah masa hidup seseorang dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun yang terakhir. Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis. Dari hasil penelitian Fitriasih (2010) tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan di Posyandu Lansia Puskesmas Semuli Raya Kabupaten Lampung Utara diperoleh bahwa yang lebih banyak memanfaatkan posyandu lansia adalah lansia yang berumur 60-68 tahun.

(21)

Fitriasih (2010) dengan p=0,021 dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan di posyandu lansia diperoleh bahwa jumlah lansia perempuan lebih banyak memanfaatkan posyandu laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara jenis kelamin dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di posyandu lansia. b. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku manusia (Notoatmodjo, 2010).

(22)

Menurut Lestari (2005) dan Mulyadi (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan pemanfaatan posyandu lansia. Penelitian Ariyani (2011) juga menunjukkan secara statistik adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan pemanfaatan posyandu lansia. Selain itu Andayani (2010) dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang baik tentang posyandu lansia berpeluang 2,78 kali untuk memanfaatkan pelayanan posyandu lansia secara optimal dibandingkan yang berpengetahuan rendah.

c. Pekerjaan

Pekerjaan adalah jenis kegiatan yang menggunakan waktu terbanyak atau yang memberikan penghasilan terbesar. Sedangkan menurut Arikunto (2002) pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang setiap hari dalam kehidupan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak lansung.

Hasil penelitian Lestari (2005) dan Murniati (2004) menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pekerjaan dengan keaktifan dalam memanfaatkan posyandu lansia.

d. Keyakinan/kepercayaan

(23)

rasional atau irasional. Kepercayaan yang rasional apabila kepercayaan orang terhadap sesuatu tersebut masuk diakal. Kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan, dan kepentingan. Hal ini dimaksudkan bahwa orang percaya kepada sesuatu dapat disebabkan karena ia mempunyai pengetahuan tentang itu (Notoatmodjo, 2010).

e. Value/Nilai

Nilai yang dianut seseorang berhubungan dengan pilihan perilakunya. Misalnya alasan mengapa seseorang merokok atau tidak merokok. Konflik mengenai nilai yang berkaitan dengan kesehatan menjadi tantangan bagi praktisi pendidikan kesehatan.

f. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2012).

(24)

2. Faktor pendukung/pemungkin (enabling factor)

Faktor pemungkin adalah faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan kesehatan (Green, 1980). Sumber daya dapat berupa fasilitas pelayanan kesehatan seperti posyandu, puskesmas, rumah sakit, keterjangkauan sumberdaya, biaya, jarak, ketersediaan transportasi, jam buka pelayanan dan sebagainya. Keterampilan disini merupakan kemampuan untuk melakukan tugas yang merupakan perilaku yang diharapkan.

a. Sarana

Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan di posyandu lansia, dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang, yaitu tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka), meja dan kursi, alat tulis, buku pencatatan kegiatan, timbangan dewasa, meteran pengukuran tinggi badan, stetoskop, tensimeter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer, dan Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia (Ismawati, 2010) b. Jarak

Menurut Anderson dan Mc.Farlen dalam Susanti (2009) jarak merupakan penghalang yang meningkatkan kecenderungan penundaan upaya seseorang atau masyarakat dalam mencari pelayanan kesehatan.

(25)

dalam Kusnanto dan Saimi (2006) sulitnya pelayanan kesehatan dicapai secara fisik banyak menuntut pengorbanan sehingga akan menurunkan permintaan. Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh. Penelitian yang dilakukan Sutanto (2006) dan Henniwati (2008) membuktikan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jarak tempuh dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di posyandu lansia. Penelitian yang dilakukan oleh Ariyani (2011) menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara jarak tempuh posyandu lansia dengan pemanfaatan posyandu lansia dimana para lansia lebih cenderung 2,47 kali memanfaatkan posyandu lansia dibandingkan dengan lansia yang mempunyai jarak rumah yang jauh (p=0,012 dan OR=2,47) dan begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Andayani (2010) dengan p=0,008 dengan OR 8,143 terlihat adanya hubungan bermakna jarak tempuh dengan pemanfaatan posyandu lansia.

c. Transportasi

Menurut Sutanto (2006) bahwa ada hubungan bermakna antara jenis transportasi yang digunakan terhadap pemanfaatan posyandu lansia.

3. Faktor pendorong (reinforcing factor)

(26)

a. Peran petugas kesehatan

Subarniati (1999) mendefinisikan masyarakat akan memanfaatkan pelayanan tergantung pada penilaian tentang pelayanan tersebut. Jika pelayanan kurang baik atau kurang berkualitas, maka kecenderungan untuk tidak memanfaatkannyapun akan semakin besar. Persepsi tentang pelayanan selalu dikaitkan dengan kepuasan dan harapan pengguna layanan. Konsumen mengatakan mutu pelayanan baik jika harapan dan keinginan sesuai dengan pengalaman yang diterimanya.

Penilaian pribadi atau persepsi yang baik terhadap petugas merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan persepsi yang baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat dipahami karena persepsi seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu respons.

(27)

kesehatan mempunyai kecenderungan 29,33 kali untuk memanfaatkan posyandu lansia dibandingkan dengan yang menyatakan tidak ada dukungan petugas kesehatan, ada hubungan peran petugas dengan pemanfaatan posyandu lansia. b. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia (Erfandi, 2008).

Efek dari dukungan keluarga yang adekuat terhadap kesehatan dan kesejahteraan terbukti dapat menurunkan mortalitas, mempercepat penyembuhan dari sakit, meningkatkan kesehatan kognitif, fisik dan emosi, disamping itu pengaruh positif dari dukungan keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008). Friedman (2005) menyatakan pemberian dukungan keluarga diantaranya

dukungan instrumental. Aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah lansia datang ke Posyandu termasuk didalamnya pemberian peluang waktu.

(28)

posyandu yang jauh, sehingga menyebabkan responden cenderung tidak aktif mengikuti kegiatan Posyandu lansia.

Sutanto (2006) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara dukungan yang diperoleh dari keluarga dengan pemanfaatan pelayanan di posyandu lansia dan Ariyani (2011) menyatakan secara statistic ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan pemanfaatan posyandu lansia di Puskesmas Bambanglipuro Yogyakarta dan penelitian Lestari (2005) menunjukkan adanya hubungan dukungan keluarga dengan pemanfaatan posyandu lansia. Sedangkan menurut penelitian Andayani (2010) dikatakan bahwa tidak terdapat adanya hubungan antara dukungan keluarga dan pemanfaatan pelayanan posyandu lansia.

c. Dukungan teman sebaya

Hasil penelitian Andayani (2010) memperoleh bahwa responden yang mendapat dukungan dari teman sebaya lebih banyak memanfaatkan posyandu lansia dibandingkan dengan lansia yang tidak mendapatkan dukungan dari teman sebaya.

2.4. Landasan Teori

(29)

memungkinkan pula peningkatan derajat kesehatan para lansia. Salah satu tempat pelayanan kesehatan yang digalakkan pemerintah bagi lansia adalah pos pelayanan terpadu lansia (posyandu lansia).

Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya (Erfandi, 2008). Tujuan pembinaan kesehatan bagi kaum lanjut usia adalah meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya dalam masyarakat (Kementerian Kesehatan R.I., 2012).

(30)

Tahap 5 Tahap 4 Tahap 3 Tahap 2 Tahap 1

(31)

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori yang diambil dari teori Lawrence Green (1980) mengenai perilaku untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu, faktor predisposisi, faktor, dan faktor penguat. Faktor predisposisi dalam penelitian ini yaitu umur, jenis kelamin, pengetahuan dan sikap, faktor pendukung yaitu jarak dan faktor penguat yaitu dukungan keluarga dan peran petugas kesehatan/kader.

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Analisis Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia

Faktor Predisposisi (presdiposi)

-Umur

-Jenis Kelamin -Pengetahuan -Sikap

Faktor Pendukung (Enabling) -Jarak

Faktor Penguat (Reinforcing) -Dukungan Keluarga

- Peran Petugas Kesehatan/kader

Gambar

Gambar 2.1 Teori Determinan Perilaku
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Analisis Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia

Referensi

Dokumen terkait

• Sebagian besar kegiatan manusia berhubungan dengan memori (ingatan) manusia, seperti saat manusia selalu mengingat semua yang terjadi, memori manusia berisi semua pengetahuan dari

2. Kongres Pemuda Kedua adalah kongres pergerakan pemuda Indonesia yang melahirkan keputusan yang memuat ikrar untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yang

Simpulan penelitian pengembangan ini adalah (1) Dihasilkan modul pembelajaran fisika dengan strategi inkuiri terbimbing pada materi fluida statis yang tervalidasi; (2)

Hasil dari penelitian ini yaitu; (1) menghasilkan komik yang memiliki karakteristik berbasis desain grafis, dan berisi materi Besaran dan Satuan SMP kelas VII SMP, dan

[r]

The aim of this study are to analyze the text of female sexuality articles that realized in the women magazines (i.e. vocabulary, grammar, cohesion and text

Mampu berprestasi di tingkat kabupaten, provinsi dan

sebuah kepemimpinan kepala madrasah terhadap mutu pendidikan pada lembaga yang dipimpinnya, menganalisa strategi kepala madrasah yang digunakan dalam meningkatkan mutu pendidikan