• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUNJANGAN PROFESI KINERJA GURU. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUNJANGAN PROFESI KINERJA GURU. pdf"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PENELITIAN MENGENAI PEMBERIAN

TUNJANGAN PROFESI TERHADAP

KINERJA GURU SD, SMP, SMU DAN SMK DI

KOTA MEDAN

Oleh

Tim Peneliti

Balitbang Kota Medan

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KOTA MEDAN

(2)

ABSTRAKSI

Program sertifikasi guru diharapkan pemerintah dapat mengatasi permasalahan kualitas pendidikan. Melalui program sertifikasi diharapkan kinerja guru akan meningkat. Tunjangan profesi pendidik (TPP) merupakan bentuk tunjangan yang diberikan kepada guru agar dapat meningkatkan kinerja profesinya. Setelah program sertifikasi guru dilakukan sejak tahun 2006 maka perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui pakah program tersebut dilakukan sesuai dengan yang direncanakan. Karenanya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak pemberian tunjangan sertifikasi terhadap kinerja gurudan untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam meningkatkan kinerjanya.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru SD, SMP dan SMA/SMK di Kota Medan yang sudah lulus program sertifikasi. Sampel penelitian sebanyak 283 orang guru yang diambil secara proporsional random sampling. Data dalam penelitian berupa kinerja guru. Data tersebut dikumpulkan melalui angket dan wawancara mendalam. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistic deskriptif dan uji t.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa :

1. Analisis Data Untuk guru SD diperoleh hasil yang signifikan dengan nilai t hitung sebesar 7,314 pada signifikansi sebesar 0,000. Yang berarti bahwa tunjangan sertifikasi untuk guru SD berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kinerja guru-guru SD

2. Analisis Data kelompok guru SMP menunjukkan nilai t hitung sebesar 3,267 pada signifikansi sebesar 0,001. Yang berarti bahwa tunjangan sertifikasi untuk SMP berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kinerja guru-guru SMP

3. Untuk kelompok SMA/SMK diperoleh hasil signifikan dengan tingkat t hitung 6,692 dan tingkat signifikansi 0,000. Yang berarti bahwa tunjangan sertifikasi untuk guru SMA/SMK berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kinerja guru-guru SMA/SMK.

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ABSTRAKSI

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang masalah ……… 1

1.2 Rumusan Masalah ………... 4

1.3 Tujuan Penelitian ……… 5

1.4 Manfaat Penelitian ……… 5

1.5 Kerangka Berfikir ……… 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Sertifikasi Guru ………. 7

2.2 Kinerja Guru ……… 20

2.3 Guru Yang Profesional ……… 22

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ………. 26

3.2 Sumber Dana ……… 26

3.3 Populasi dan Sampel ……… 26

3.4 Variabel Penelitian ……… 27

3.5 Teknik Pengumpulan Data ………. 27

3.6 Teknik Analisis Data ……… 27

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ……… 28

4.2 Pembahasan ……… 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……… 42

5.2 Saran ……… 42

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Guru di kota Medan yang telah Disertifikasi...……….. 4

Tabel 2 Hasil Analisis Data Unsur A………. 29

Tabel 3 Hasil Analisis Data Unsur B……….. 30

Tabel 4 Hasil Analisis Data Unsur C……….. 31

Tabel 5 Hasil Analisis Korelasi Kinerja Guru Sebelum dan Sesudah Sertifikasi 32 Tabel 6 Hasil Analisis Data Sampel Total……….. 32

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia

pada era globalisasi sekarang, karena melalui proses pendidikan tersebut, manusia akan

memperoleh pengetahuan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Melalui pendidikan,

manusia akan mengalami beberapa perubahan setidaknya perubahan dari tidak tahu

menjadi tahu, perubahan perilaku ke arah yang lebih baik, lebih mapan dalam

kehidupan dan perubahan menuju peradaban yang lebih maju sesuai perkembangan

ilmu pengetahuan dan tuntutan lingkungan.

Pendidikan dipandang juga sebagai bentuk investasi bagi suatu bangsa. Melalui

pendidikan kualitas sumber daya manusia terbangun setingkat dengan mutu pendidikan

tersebut. Pembangunan dalam bidang pendidikan tidak boleh berhenti selama tujuan

pendidikan belum tercapai seutuhnya. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No

20 tahun 2003 pasal 11 ayat 1 mengamanatkan kepada pemerintah pusat dan

pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi

setiap warganya. Hal ini tentunya memerlukan upaya terus menerus dan serius dari

pemerintah.

Namun cita-cita mewujudkan pendidikan bermutu tersebut tidaklah mudah,

pendidikan dihadapkan pada berbagai permasalahan. Keterpurukan mutu pendidikan di

Indonesia seperti dinyatakan oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural

Organization (UNESCO) PBB. Menurutnya, peringkat Indonesia dalam bidang

pendidikan tahun 2007 adalah 62 di antara 130 negara di dunia. Selain itu, hasil

penelitian United Nations Development Programe (UNDP) pada tahun 2007 tentang Indeks Pengembangan Manusia (IPM), menunjukkan bahwa Indonesia berada pada

peringkat ke-107 dari 177 negara yang diteliti. Bila dibandingkan dengan

negara-negara ASEAN yang dilibatkan dalam penelitian tersebut, Indonesia berada pada

peringkat ke-7 dari sembilan negara ASEAN. Salah satu unsur utama dalam penentuan

komposit Indeks Pengembangan Manusia ialah tingkat pengetahuan bangsa atau

pendidikan bangsa. Peringkat Indonesia yang rendah dalam kualitas sumber daya

(6)

Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah komponen

mutu guru. Mengingat bahwa salah satu aspek dari proses pendidikan adalah kegiatan

pembelajaran yang tidak bisa dilepaskan dari peran dan fungsi guru, sehingga dalam

upaya membelajarkan siswa guru dituntut memiliki multi peran agar mampu

menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif. Rendahnya profesionalitas guru di

Indonesia dapat dilihat dari kelayakan guru dalam mengajar. Data Balitbang Depdiknas

Tahun 2008, menunjukkan bahwa guru yang layak mengajar untuk tingkat SD baik

negeri maupun swasta ternyata hanya 28,94%, sedangkan guru SMP Negeri 54,12%,

guru SMP Swasta 60,99%, guru SMA Negeri 65,29%, guru SMA Swasta 64,73%, dan

untuk guru SMK Negeri 55,91 %, guru SMK Swasta 58,26 %. Data ini menunjukkan

bahwa secara kualifikasi akademik yang mencakup tingkat pendidikan guru dan latar

belakang pendidikan, ternyata masih terdapat permasalahan dan tentunya belum

menguatkan pemberlakuan UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen

Agar dapat mengajar secara lebih efektif, guru harus senantiasa meningkatkan

kemampuan profesional serta mutu mengajarnya, dan untuk mencapai hasil

pembelajaran yang optimal, guru harus mampu mendesain proses pembelajaran dengan

baik, karenanya harus didesain perencanaan pembelajaran yang sistematis dan aplikatif.

Seperti yang disampaikan oleh Majid (2007) bahwa “perencanaan pembelajaran yang

sistematis dan aplikatif baru dapat diwujudkan manakala guru mempunyai sejumlah

kompetensi”. Sedangkan sesuai PP RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan Pasal 28, bahwa “Pendidik merupakan agen pembelajaran yang harus

memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadiaan,

profesional, dan sosial”. Pemenuhan persyaratan penguasaan keempat kompetensi

tersebut dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Sebagai bukti bahwa persyaratan

tersebut telah dipenuhi, guru harus memiliki sertifikat pendidik yang diperoleh setelah

lulus uji kompetensi. Uji kompetensi guru dalam jabatan dilakukan melalui dua cara

yaitu : 1) penilaian portofolio dan 2) melalui jalur pendidikan.

Arti pentingnya kinerja guru sangat erat kaitannya dengan upaya peningkatan

mutu pendidikan. Karenanya, upaya peningkatan kinerja guru merupakan salah satu

solusi guna mengatasi permasalahan rendahnya kualitas pendidikan. Sesuai dengan

pendapat Liwes (1999: 54) yang menyatakan bahwa “Guru yang profesional

(7)

efektif, dan dengan kualitas guru maka proses belajar-mengajar diharapkan akan

berhasil secara optimal”. Dari pandangan tersebut, jelaslah bawa keberadaan guru

dalam proses belajar mengajar memiliki peranan penting dan dominan terutama dalam

proses transformasi pengetahuan kepada siswa. Namun peningkatan kinerja guru tidak

terlepas dari pengaruh sejumlah kompensasi yang termuat dalam sertifikasi.

Walaupun guru telah tersertifikasi, yang dapat diasumsikan mereka telah

memiliki kecakapan kognitif, afektif, dan unjuk kerja yang memadai, namun sebagai

akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan pembangunan

pendidikan kekinian, maka guru dituntut untuk terus menerus berupaya meningkatkan

kompetensinya secara dinamis. Mantja (2002) menyatakan bahwa peningkatan

kompetensi guru tidak hanya ditujukan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor,

namun yang lebih penting adalah kemampuan diri untuk terus menerus melakukan

peningkatan kelayakan kompetensi. Sementara pendapat lain disampaikan oleh

Sergiovanni (dalam Mantja, 2002) yang menegaskan bahwa teachers are expected to

put their knowledge to work to demonstrate they can do the job. Finally, professional

are expected to engage in a life long commitment to self improvement. Self

improvement is the will-grow competency area. Pernyataan Sergiovanni tersebut

memberikan petunjuk bahwa asumsi profesionalisme guru pasca sertifikasi seyogianya

menjadi dasar bagi guru untuk terus menerus menata komitmen melakukan perbaikan

diri dalam rangka meningkatkan kompetensi. Peningkatan kompetensi atas dorongan

komitmen diri diharapkan akan mampu meningkatkan keefektifan kinerjanya.

Komitmen untuk meningkatkan keefektifan kinerja sangat berkaitan dengan pencapaian

tujuan program, yaitu program pembelajaran yang diharapkan mampu menghasilkan

output dan outcome yang mencapai standar. Jika guru memiliki komitmen untuk

mengembangkan kompetensi diri secara terus menerus, maka proses-proses

perencanaan, pengembangan, penerapan, pengelolaan, dan penilaian program

pembelajaran diyakini akan dapat dilakukan sesuai dengan tuntutan kekinian.

Penjelasan di atas mengindikasikan, bahwa komitmen diri dan strategi-strategi

manajemen sangat dibutuhkan dalam rangka memfasilitasi guru meningkatkan

profesionalismenya. Sinergi antara komitmen guru dan strategi manajemen akan

(8)

Salah satu jalan yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengatasi mutu

pendidikan yang rendah ini adalah dengan meningkatkan kualitas guru. Pemerintah

telah melakukan uji kompetensi untuk menentukan guru yang professional. Uji

kompetensi ini dikenal dengan sertifkasi guru. Pemerintah berharap melalui sertifikasi

guru akan dapat meningkatkan kinerja mereka sehingga juga akan berdampak terhadap

peningkatkan prestasi siswa.

Data yang dikumpulkan dari Panitia Sertifikasi Guru Sub Rayon UNIMED,

diketahui bahwa jumlah guru yang sudah mengikuti uji kompetensi sejak tahun 2006

sampai dengan tahun 2009 seperti dipaparkan pada tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1

Jumlah Guru di Kota Medan yang Telah Disertifikasi Tahun 2006 s/d 2009

NO TINGKAT T A H U N

2006 2007 2008 2009

1 SD N 106 318 513 379

2 SLTP N 59 225 658 226

3 SLTA N - 419 874 194

Sumber: Hasil Analisis Unit PLPG Unimed 2009. www.unimed.ac.id

Guru yang telah memiliki sertifikat pendidik tersebut telah memperoleh

tunjangan profesi. Dan tunjangan profesi tersebut diharapkan dapat meningkatkan

kinerja mereka. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengungkap

faktor-faktor yang menjadi permasalahan yang berhubungan dengan rendahnya kualitas

pendidikan pasca dilakukannya program sertifikasi guru .

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana dampak pemberian tunjangan profesi terhadap kinerja guru di Kota

Medan ?.

(9)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dampak pemberian tunjangan sertifikasi terhadap kinerja

guru di Kota Medan

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam

meningkatkan kinerjanya.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Masukan bagi guru terutama berhubungan dengan peran dan tanggung

jawabnya dalam melaksanakan tugas sebagai pengajar dan pendidik

2. Masukan bagi sekolah-sekolah yang bersangkutan dalam upaya meningkatkan

kualitas kinerja guru dalam membentuk dan menghasilkan peserta didik yang

berkualitas

3. Masukan bagi instansi terkait sehubungan dengan masih adanya beberapa

hambatan yang dihadapi guru dalam meningkatkan kualitas kinerjanya.

1.5. Kerangka Berfikir

Terdapat banyak variabel yang mempengaruhi kualitas/mutu pendidikan, salah

satu diantaranya adalah variabel pendidik (guru). Salah satu penyebab rendahnya mutu

pendidikan di Indonesia adalah komponen mutu guru. Rendahnya mutu guru ini

berkaitan erat dengan rendahnya kesejahteraan guru. Seiring dengan kondisi ini

pemerintah berupaya mengatasi permasalahan rendahnya kualitas guru ini adalah

dengan mengadakan sertifikasi.

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat

pendidik ini diberikan kepada guru yang memenuhi standar profesional guru. Standar

profesioanal guru tercermin dari uji kompetensi. Uji kompetensi dilaksanakan dalam

bentuk penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas

pengalaman profeisonal guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen

(10)

Guru yang telah memperoleh sertifikat pendidik berhak pula mendapat

tunjangan profesi. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Guru dan Dosen pasal 16

disebutkan bahwa guru yang memiliki sertifikat pendidik, berhak mendapatkan insentif

berupa tunjangan profesi. Besar insentif tunjangan profesi yang dijanjikan oleh UUGD

adalah sebesar satu kali gaji pokok untuk setiap bulannya. Oleh karena itu setelah guru

memperoleh tunjangan profesi kualitas/kinerja guru yang bersangkutan meningkat

(11)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakekat Sertifikasi Guru

Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru.

Menurut Kunandar (2007: 79) sertifikasi guru adalah ”Proses untuk memberikan

sertifikat kepada guru yang telah memenuhi standar kualifikasi dan standar

kompetensi”. Dari pernyataan tersebut, disimpulkan bahwa sertifikat pendidik

diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Sementara itu,

dalam UU No.14 tahun 2005 disebutkan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian

sertifikasi pendidik untuk guru dan dosen. Selanjutnya Pasal 1 ayat (12) menyatakan

bahwa sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan

kepada guru sebagai tenaga profesional. Ada dua alasan yang mendasar mengapa

sertifikasi perlu dilakukan pada profesi guru. Pertama, meningkatkan kualitas guru dan

kompetensi guru. Kedua, meningkatkan kesejahteraan dan jaminan finansial secara

layak sebagai profesi. Adapun targetnya adalah terciptanya kualitas pendidikan.

Peningkatan kualifikasi dimaksudkan agar guru yang bersangkutan layak untuk

menjadi guru yang profesional. Guru profesional merupakan syarat untuk menciptakan

praktik pendidikan yang berkualitas. Guru yang telah memenuhi syarat dapat mengikuti

program sertifikasi untuk mendapat sertifikat pendidik.

Tujuan sertifikasi adalah untuk meningkatkan kualitas guru yang pada akhirnya

diharapkan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Kunandar (2007: 79)

mengemukakan bahwa sertifikasi guru bertujuan untuk:

1. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen

pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional;

2. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan;

3. Meningkatkan martabat guru;

4. Meningkatkan profesionalitas guru.

Upaya untuk meningkatkan kompetensi guru gencar dilakukan, sertifikasi guru

adalah salah satunya. Program sertifikasi ternyata cukup ampuh untuk membangkitkan

profesionalisme guru. Adanya program sertifikasi guru menumbuhkan motivasi guru

(12)

kegiatan seminar, lokakarya, simposium sampai diklat pelatihan yang banyak dihadiri

atau diikuti oleh guru, baik dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas swasta

dan negeri.

Sebelum program sertifikasi didengungkan pemerintah, sangat jarang guru yang

mengikuti kegiatan tersebut di atas. Tetapi sekarang banyak guru yang semangat

meneruskan jenjang pendidikan dengan mengikuti program penyetaraan. Dengan

antusiasme melakukan kegiatan tersebut, seorang guru diharapkan akan menjadi guru

yang lebih profesional. Karena dengan mengikuti program penyetaraan dan kegiatan

ilmiah, guru dapat meningkatkan intelektualitas dalam mengajar anak didiknya.

Namun, uji sertifikasi hanyalah sekedar penyaringan. Setelah disaring, guru

mempunyai tugas berat untuk mengemban amanat mengajar secara lebih demokratis,

manusiawi, dan transformatif. Komitmen dan semangat guru dalam memfasilitatori

peserta didik menjadi tantangan tersendiri bagi guru.

Setelah lulus sertifikasi, guru juga akan mendapat tunjangan profesi. Dengan

mendapatkan tunjangan profesi, diharapkan kesejahteraan guru dapat naik dengan

sendirinya. Namun kenyataannya, ada saja guru yang tidak menjunjung profesionalitas

dalam mengajar. Hal ini tentu menjadi faktor penyebab tidak meningkatnya prestasi

belajar siswa.

Permendiknas No. 10 Tahun 2009 tentang sertifikasi guru menyatakan bahwa

sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk memperoleh

sertifikat pendidik. Uji kompetensi tersebut lebih dikenal dengan program sertifikasi

guru. Uji kompetensi ini dilakukan untuk memperoleh sertifikat pendidik dan dilakukan

dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi

guru. Komponen-komponen portofolio tersebut mencakup :

1. Kualifikasi akademik

2. Pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan dan peningkatan

kompetensi

3. Pengalaman mengajar

4. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran

5. Penilaian dari atasan dan pengawas

6. Prestasi akademik

(13)

8. Keikutsertaan dalam Forum Ilmiah

9. Pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial

10.Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan

Berikut ini akan dipaparkan setiap komponen dari sepuluh komponen tersebut

di atas.

1. Kualifikasi akademik adalah ijazah pendidikan tinggi yang dimiliki oleh guru yang

diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan pada saat yang bersangkutan

mengikuti sertifikasi, baik pendidikan gelar (S-1, S-2, atau S-3) maupun non-gelar

(D-IV), baik di dalam maupun di luar negeri. Khusus untuk perserta sertifikasi

yang belum memenuhi kualifikasi akademik S-1/D-IV sesuai Ketentuan Peralihan

Pasal 66 PP 74 Tahun 2008, komponen kualifikasi akademik adalah ijazah

pendidikan terakhir berupa ijazah atau sertifikat diploma.

2. Pendidikan dan Pelatihan adalah kegiatan pendidikan dan pelatihan yang pernah

diikuti selama menjadi guru, kepala sekolah, dan setelah diangkat dalam jabatan

pengawas dalam rangka pengembangan dan/ atau peningkatan kompetensi selama

melaksanakan tugas sebagai pendidik, baik pada tingkat kecamatan,

kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Workshop/lokakarya

yang sekurang-kurangnya dilaksanakan 8 jam dan menghasilkan karya dapat

dikategorikan ke dalam komponen ini. Bukti fisik komponen pendidikan dan

pelatihan ini berupa sertifikat atau piagam yang dikeluarkan oleh lembaga

penyelenggara. Bukti fisik untuk workshop/lokakarya berupa sertifikat/piagam

disertai hasil karya. Workshop/lokakarya tanpa melampirkan hasil karya (produk),

meskipun pada sertifikat/piagam telah mencantumkan daftar materi dan alokasi

waktu, tidak dapat dikategorikan ke dalam komponen pendidikan dan pelatihan

(dimasukkan ke dalam keikutsertaan dalam forum ilmiah). Komponen pendidikan

dan pelatihan hanya dinilai untuk kategori relevan (R) dan kurang relevan (KR),

sedangkan yang tidak relevan (TR) tidak dinilai. Relevan apabila materi diklat

secara langsung meningkatkan kompetensi supervisi akademik, kompetensi

supervisi manajerial, kompetensi evaluasi pendidikan, kompetensi penelitian dan

pengembangan, kompetensi pedagogik dan kompetensi professional guru; kurang

relevan apabila materi diklat mendukung kinerja professional guru dan/atau guru

(14)

materi diklat tidak mendukung kinerja professional guru dan/atau guru yang

diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan

3. Pengalaman mengajar adalah masa kerja sebagai guru, kepala sekolah, dan/atau

dalam jabatan pengawas satuan pendidikan pada jenjang dan jenis pendidikan

formal. Bukti fisik dari komponen pengalaman mengajar ini berupa surat

keputusan, surat tugas, atau surat keterangan dari lembaga berwenang (pemerintah,

pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, atau satuan pendidikan). Apabila

bukti fisik berupa surat keterangan dari satuan pendidikan tempat dahulu bertugas

maka harus dikuatkan dengan bukti pendukung, antara lain (membimbing siswa,

membina ekstra kurikuler, dll.) pada saat guru yang bersangkutan bertugas di

sekolah tersebut.

4. Perencanaan dan pelaksanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran bagi peserta sertifikasi guru yang diangkat dalam

jabatan pengawas berupa rencana program kepengawasan dan perencanaan

pembelajaran. Rencana program kepengawasan terdiri atas (1) rencana

kepengawasan akademik (RKA), dan (2) rencana kepengawasan manajerial

(RKM). Kedua dokumen tersebut, yaitu RKA dan RKM sekurang-kurangnya

memuat: aspek kepengawasan, tujuan kepengawasan, indikator keberhasilan,

teknik kepengawasan, skenario kegiatan kepengawasan, penilaian dan instrument,

dan rencana tindak lanjut. Bukti fisik rencana program kepengawasan berupa: tiga

rencana kepengawasan akademik pada aspek yang berbeda, dan dua rencana

kepengawasan manajerial pada aspek yang berbeda.

Bukti fisik perencanaan pembelajaran berupa rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP/RP/SP) hasil karya guru yang diangkat dalam jabatan pengawas yang

bersangkutan sebanyak tiga satuan untuk kompetensi dasar/mata pelajaran yang

berbeda. Bukti fisik ini dinilai oleh assessor dengan menggunakan format yang

tercantum dalam bagian II.

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) disusun sesuai dengan format yang

berlaku dan sekurang-kurangnya memuat perumusan kompetensi, pemilihan dan

pengorganisasian materi, pemilihan sumber/media pembelajaran, skenario

(15)

Pelaksanaan pembelajaran bagi peserta sertifikasi guru yang diangkat dalam

jabatan pengawas berupa kinerja pengawas dalam melaksanakan tugas

kepengawasan yang meliputi pemantauan, penilaian, dan pembinaan dalam bidang

akademik dan manajerial pada sekolah binaannya. Bukti fisik komponen ini

berupa laporan pelaksanaan program kepengawasan akademik dan manajerial satu

tahun terakhir, yang sekurang-kurangnya memuat: aspek, tujuan,

pendekatan/metode, hasil dan pembahasan, simpulan, dan rekomendasi lanjut.

Sistematika laporan pelaksanaan program kepengawasan meliputi: (1)

pendahuluan, yang terdiri atas (a) latar belakang, (b) aspek, (c) tujuan; (2)

pendekatan dan metode, yang terdiri atas (a) teknik pengawasan dan (b) skenario;

(3) hasil pengawasan, yang terdiri atas (a) hasil pengawasan, dan (b) pembahasan

hasil; dan (4) simpulan dan rekomendasi, yang terdiri (a) simpulan, dan (b)

rekomendasi tindak lanjut. Bukti fisik ini dinilai oleh assessor dengan

menggunakan format penilaian yang tercantum dalam bagian II.

5. Penilaian dari atasan dan pengawas adalah penilaian kompetensi kepribadian dan

sosial peserta sertifikasi guru. Peserta sertifikasi guru yang diangkat dalam jabatan

pengawas penilainya adalah kepala dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota.

Aspek yang dinilai meliputi (1) ketaatan menjalankan ajaran agama, (2) tanggung

jawab, (3) kejujuran, (4) kedisiplinan, (5) keteladanan, (6) etos kerja, (7) inovasi

dan kreativitas, (8) kemampuan menerima kritik dan saran, (9) kemampuan

berkomunikasi, dan (10) kemampuan bekerjasama. Penilaian dilakukan dengan

menggunakan Format Penilaian Atasan yang tercantum pada Bagian II.

6. Prestasi akademik adalah prestasi yang dicapai guru dalam pelaksanaan tugasnya

sebagai pendidik dan agen pembelajaran, kepala sekolah, dan/atau setelah diangkat

dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang mendapat pengakuan dari

lembaga/ panitia penyelenggara, baik tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi,

nasional, maupun internasional. Komponen ini meliputi sebagai berikut.

a. Lomba karya akademik, yaitu juara lomba akademik atau karya bidang

keahlian/bidang tugas, baik pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi,

(16)

b. Karya monumental dibidang pendidikan atau nonkependidikan adalah karya

yang bersifat inovatif (belum ada sebelumnya) dan bermanfaat bagi masyarakat

(minimal tingkat kabupaten/kota).

c. Sertifikat keahlian/keterampilan tertentu pada guru SMK dan guru olahraga, dan

capaian skor TOEFL yang masih berlaku.

d. Pembimbingan teman sejawat, yaitu melaksanakan tugas sebagai instruktur,

guru inti, tutor, pembimbingan guru junior, dan pamong PPL calon guru yang

dilakukan oleh peserta sertifikasi selama yang bersangkutan bertugas sebagai

guru.

e. Pembimbingan siswa sampai mencapai juara (juara I,II, atau III) atau tidak

mencapai juara sesuai dengan bidang studi/keahliannya.

Bukti fisik komponen ini berupa sertifikat, piagam, atau surat keterangan disertai

bukti relevan yang dikeluarkan oleh lembaga/panitia penyelenggara.

7. Karya pengembangan profesi adalah hasil karya dan/ atau aktivitas dalam

pelaksanaan tugasnya sebagai pendidik dan agen pembelajaran, kepala sekolah,

dan/atau setelah diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang

menunjukkan adanya upaya pengembangan profesi.

Komponen ini meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Buku yang dipublikasikan pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau nasional;

b. Artikel yang dimuat dalam media jurnal/ majalah yang tidak terakreditasi,

terakreditasi, dan internasional;

c. Reviewer buku, penyunting buku, penyunting jurnal;

d. Penulis soal EBTANAS/UN/UASDA selama bertugas sebagai guru;

e. Modul diktat cetak lokal yang minimal mencakup materi pembelajaran selama 1

(satu) semester yang dihasilkan selama bertugas sebagai guru;

f. Media/alat pembelajaran dalam bidangnya yang dihasilkan selama bertugas

sebagai guru;

g. Laporan penelitian di bidang pendidikan (individu/kelompok); dan

h. Karya teknologi (teknologi tepat guna) dan karya seni (patung, kriya, lukis,

sastra, musik, tari, suara, dan karya seni lainnya) yang relevan dengan bidang

(17)

Bukti fisik karya pengembangan profesi berupa sertifikat/piagam/surat keterangan

dari pejabat yang berwenang yang disertai dengan bukti fisik yang dapat berupa

buku, artikel, deskripsi dan/atau foto hasil karya, laporan penelitian, dan bukti fisik

lain yang relevan yang telah disahkan oleh atasan langsung. Untuk bukti fisik

laporan penelitian selain disahkan oleh atasan langsung juga harus diketahui oleh

kepala UPTD untuk guru SD dan oleh kepala dinas pendidikan kabupaten/kota

untuk guru SMP/SMA/SMK.

8. Keikutsertaan dalam forum ilmiah adalah partisipasi peserta sertifikasi dalam

forum ilmiah (seminar, semiloka, symposium, sarasehan, diskusi panel, dan jenis

forum ilmiah lainnya) pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional,

atau internasional, baik sebagai nara sumber/pemakalah, pembahas, moderator,

maupun sebagai peserta. Komponen dibedakan kedalam kategori relevan (R) dan

tidak relevan (TR). Relevan apabila tema/materi forum ilmiah mendukung kinerja

professional, baik sebagai guru, kepala sekolah, maupun pengawas satuan

pendidikan. Tidak relevan apabila tema/materi forum ilmiah tidak mendukung

kinerja professional, baik sebagai guru, kepala sekolah, maupun pengawas satuan

pendidikan; contoh guru bidang studi Bahasa Indonesia mengikuti seminar

ketahanan pangan di Indonesia. Bukti fisik keikutsertaan dalam forum ilmiah

berupa makalah dan sertifikat/ piagam bagi nara sumber/pemakalah, dan sertifikat/

piagam bagi moderator/peserta.

9. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial adalah keikutsertaan

peserta sertifikasi menjadi pengurus organisasi kependidikan atau organisasi sosial

pada tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional atau

internasional, dan /atau mendapat tugas tambahan. Pengurus organisasi di bidang

kependidikan antara lain: Pengurus Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS),

Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP),

Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS), Kelompok Kerja Pengawas

Sekolah (KKPS), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), Ikatan Sarjana

Pendidikan Indonesia (ISPI), Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI),

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), Ikatan Sarjana

Manajemen Pendidikan Indonesia (ISMaPI), Asosiasi Pendidikan Khusus

(18)

Kepala Sekolah Indonesia (AKSI), dan Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia

(APSI). Pengurus organisasi sosial antara lain: ketua RT, ketua RW, ketua

LMD/BPD, dan Pembina kegiatan keagamaan (takmir masjid, pembina gereja,

dll). Mendapat tugas tambahan antara lain: koordinator pengawas, kepala sekolah,

wakil kepala sekolah, pembantu kepala sekolah, kepala urusan, ketua jurusan,

ketua program keahlian, kepala laboratorium, kepala bengkel, kepala studio,

kepala klinik rehabilitasi, wali kelas (guru kelas SD/TK), dan kegiatan ekstra

kurikuler (pramuka, drumband, madding, karya ilmiah remaja-KIR, dll), tidak

termasuk kepanitiaan. Bukti fisik komponen ini adalah foto kopi surat keputusan

atau surat keterangan.

10. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan adalah penghargaan yang

diperoleh guru atas dedikasinya dalam pelaksanaan tugas sebagai pendidik

dan/atau bertugas di Daerah Khusus dan memenuhi kriteria kuantitatif (lama

waktu, hasil, lokasi/geografis), dan kualitatif (komitmen, etos kerja), baik pada

tingkat satuan pendidikan, desa atau kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota,

provinsi, nasional, maupun internasional. Contoh penghargaan yang dapat dinilai

antara lain tingkat nasional: Satyalencana Karya Satya 10 tahun, 20 tahun, dan 30

tahun; tingkat provinsi /kabupaten /kota/ kecamatan/ kelurahan/ satuan pendidikan

: penghargaan guru favorit/guru inovatif, dan penghargaan lain sesuai dengan

kekhasan daerah/penyelenggara. Contoh penghargaan yang tidak dinilai antara lain

penghargaan panitia pemilu (KPPS), penghargaan dari partai, penghargaan KB

lestari. Bukti fisik komponen ini berupa sertifikat, piagam, atau surat keterangan

yang dikeluarkan oleh pihak berwenang

Komponen-komponen tersebut di atas sesungguhnya akan menggambarkan

kompetensi guru, yang secara garis besar mencakup empat jenis kompetensi, yaitu (1)

kompetensi pedagogi (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi sosial, dan (4)

kompetensi kepribadian.

UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menentukan, bahwa

peningkatan kesejahteraan guru besarnya dapat mencapai lebih dari dua kali lipat

penghasilan guru saat ini. Pasal 15 ayat (1) dalam UU tersebut juga menentukan bahwa,

guru akan mendapatkan kesejahteraan profesi yang berasal dari berapa sumber finansial

(19)

tunjangan khusus dan dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai

guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Hal ini mengingat

betapa besar tugas dan peran yang harus diemban oleh seorang guru.

Muslich (2007: 47) mengemukakan bahwa “Landasan pelaksanaan sertifikasi

antara lain: Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru

Dalam Jabatan yang ditetapkan tanggal 4 Mei 2007” .

Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jika guru mengikuti

sertifikasi, tujuan utamanya bukanlah untuk mendapatkan tunjangan profesi semata,

melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki

kompetensi. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna

memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar

untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan

membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru.

Langkah dan tujuan melakukan sertifikasi guru adalah untuk meningkatkan

kualitas guru sesuai dengan kompetensi keguruannya. Dalam UU guru ada beberapa hal

yang dapat dikelompokan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas atau mutu guru

antara lain: (1) sertifikasi guru, (2) pembaharuan sertifikat, (3) beberapa fasilitas untuk

memajukan diri (4) sarjana nonpendidikan dapat menjadi guru. Semua guru harus

mempunyai sertifikat profesi guru, sebagai standar kompetensi guru.

Sertifikasi guru jangan dipandang sebagai satunya jalan atau sebagai

satu-satunya alat ukur mutu guru. Sebab sertifikasi guru belum tentu menjamin peningkatan

kualitas guru. Maka, birokrasi dalam hal ini pemerintah jangan hanya memikirkan agar

guru dapat disertifikasi dan dipaksa menjadi baik secara ”instan” dengan mengabaikan

kondisi guru. Sebab, jika kesiapan para guru dan lingkungan kerja guru tidak

mendukung penggunaan maksimal kompetensinya, kesejahteraan guru kurang layak,

maka sulit diharapkan perubahan dapat terjadi. Secara makro hal ini disebabkan

karena secara nasional maupun lokal guru tidak ditempatkan sebagai SDM yang

strategis untuk melakukan perubahan. Disamping kualitas guru yang masih rendah,

mereka juga masih dibayar rendah.

Dari hasil riset lapangan, banyak guru mengatakan bahwa sertifikasi profesi

(20)

Tetapi, dalam penerapannya ada hal yang perlu diperhatikan yaitu : (1) kebanyakan

guru di Indonesia setelah menjadi pengajar tidak memperdalam pengetahuannya.

Artinya, banyak guru kita masih rendah dalam kompetensi pengajaran, (2) harus

dipertimbangkan model yang bagaimana yang tepat untuk guru-guru di Indonesia, dan

kesiapan para guru untuk disertifikasi, (3) perlu dilakukan pelatihan-pelatihan sebelum

sertifikasi dilaksanakan dan perlu dipikirkan tindak lanjut bagi guru yang tidak lolos

sertifikasi, (4) apabila kebijakan sertifikasi tersebut dilakukan secara ”mentah” dan

”instan”, tanpa sosialisasi dan pelatihan-pelatihan akan merugikan para guru yang

sudah cukup lama mengabdi.

Pandangan lain diperoleh dari para guru, yaitu penghargaan terhadap guru

belum sebanding dengan beberapa profesi lain (seperti profesi dokter, dan lain-lain).

Hal ini menjadi permasalahan mendasar bagi profesi guru itu sendiri, yaitu: Pertama,

persoalan yang mendasar adalah kebanyakan guru yang belum memenuhi kualifikasi

minimal untuk mengajar, baik dari segi ilmu maupun keterampilan. Kedua,

penghasilan guru yang kurang memadai apabila dibandingkan dengan penghasilan

profesi lain dan hal ini berimbas pada profesi guru itu sendiri kurang diminati. Profesi

guru tidak lebih dari sebuah pekerjaan ”terpaksa” dilakukan ketika tidak mampu

menemukan pekerjaan lain yang ”lebih baik”. Sebagai contoh saja, seorang guru akan

segera berpindah pada pekerjaan lain, ketika mendapatkan kesempatan bekerja di

tempat lain yang menjanjikan dan memberikan fasilitas serta penghasilan yang lebih

memadai. Menurut mereka, hanya - ”segelintir” – guru yang menyenangi dan menekuni

profesinya karena memiliki sumber pengahsilan lain.

Ketiga, banyak guru yang tidak memiliki standar kualifikasi yang dituntut oleh

masyarakat. Menurut mereka, bahwa seorang guru – berbeda dengan profesi dokter,

akuntan, dan pengacara – sangat banyak bekerja dengan mengandalkan keterampilan

berelasi. Guru banyak dituntut untuk bekerja dalam suatu tim kerja, berinteraksi secara

intensif setiap hari dengan siswa dan berkomunikasi dengan orang tua siswa. Keempat,

guru kurang dihargai, karena pekerjaan yang diembannya dianggap kurang

membutuhkan keterampilan yang sangat khusus dan memerlukan waktu yang cukup

lama untuk menjadi profesional.

Para guru mengatakan apabila program sertifikasi ini dapat secara langsung

(21)

pekerjaan guru akan menjadi sebuah profesi yang menarik dan dikejar orang. Tetapi,

tampaknya program tersebut tidak akan sanggup menjawab beberapa persoalan

mendasar dari profesi guru itu sendiri. Maka kritik yang disampaikan mereka, apabila

yang dipercaya sebagai perancang program ini adalah sejumlah universitas eks IKIP,

ini menjadi pertanyaan, mengapa mereka yang tidak berhasil mengangkat martabat

guru dan bahkan merubah IKIP menjadi universitas, kenapa dijadikan dan dilibatkan

dalam penyusun program nasional yang sedemikian penting?.

Mengenai sasaran sertifikasi guru, dilaksanakan untuk semua guru, baik guru

lama maupun calon guru. Bagi guru yang lama perlu diberikan pelatihan-pelatihan

profesi keguruan baru dilakukan ujian sertifikasi. Bagi calon guru yang berkualifikasi

Sarjana kependidikan perlu mengikuti program sertifikasi guru dengan menempuh

beberapa mata kuliah dalam kurikulum S1 kependidikan atau yang SKS-nya belum

setara dengan kurikulum program sertifikasi. Sedangkan bagi calon guru yang

berkualifikasi sarjana atau Diploma non-kependidikan wajib menempuh program

sertifikat guru dengan mengambil seluruh kurikulum program sertifikat guru.

Agar sertifikasi itu sungguh bermutu, ujian profesi keguruan harus objektif,

bebas dari ”kkn”, dan ”suap”. Katakan saja, bila guru dan calon guru dalam ujian

sertifikasi memang terbukti tidak kompeten dan tidak lulus, tidak mendapatkan

sertifikat (Paul Suparno, KR:15/11/2005:10). Kemudian guru tersebut, ”diparkirkan”

atau diistirahatkan sementara untuk mengikuti pelatihan kompetensi keguruan dan

kemudian diuji kembali. Dengan demikian, keobjektifan dalam penilaian sangat

penting, sehingga tidak terjadi orang mendapatkan sertifikat dengan cara membeli,

koneksi atau ”koncoisme”. ”Bila hal ini terjadi, maka mutu guru tetap tidak terjamin

dan pendidikan tetap terpuruk” (Paul Suparno, KR:15/11/2005:10).

Selain itu, agar sertifikasi itu sungguh menunjukkan kemampuan dan

keterampilan guru dalam mengajar dengan segala kompetensi yang dimiliki. ”Badan

sertifikasi” guru sungguh harus objektif untuk menguji dan menilai sertifikasi guru.

Tapi pertanyaan mendasar yang dikemukakan Paul Suparno di atas, apakah badan

tersebut benar-benar ”objektif” untuk menguji kompetensi dan sertifikasi. Pertanyaan,

lembaga mana yang dapat ditunjuk secara ”objektif” untuk diberikan kualifikasi

melakukan sertifikasi dan uji kompetensi guru? Maka, untuk menguji kompetensi dan

(22)

kompetensi guru. Perhatikan, kritik yang disampaikan para guru di atas, ”apabila

sejumlah universitas eks IKIP dipercaya sebagai perancang program ini,

dipertanyakan”. Kritik para guru tersebut, perlu menjadi pertimbangan untuk

menunjuk lembaga penyelenggaran uji sertifikasi.

Aspek sertifikasi guru yang akan diuji adalah mengacu pada kompetensi dasar

yang harus dimiliki guru, yaitu kompetensi profesional, persolan, kepribadian, dan

sosial. Pertama, kompetensi profesional, aspek pada kompetensi ini berkaitan dengan

kemampuan mengajar, meliputi kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi pembelajaran, kemampuan dalam menganalisis, penyusunan program

perbaikan dan pengayaan, kemampuan dalam membimbing dan konseling.

Kemampuan dalam bidang keilmuan, terkait dengan keluasan dan kedalaman ilmu

pengetahuan dan teknologi yang akan ditransformasikan kepada peserta didik,

pemahaman terhadap wawasan pendidikan, dan kemampuan memahami

kebijakan-kebijakan pendidikan. Kedua, kompetensi persolan, aspek pada kompetensi ini

berkaitan dengan aktualisasi diri dan menekuni profesi, jujur, beriman, bermoral, peka,

luwes, humanis, berwawasan luas, berpikir kreatif, kritis, reflektif, mau belajar

sepanjang hayat. Ketiga, kompetensi kepribadian, aspek pada kompetensi ini berkait

dengan kondisi guru sebagai individu yang berkepribadian yang utuh, mantap, dewasa,

berwibawa, berbudi luhur, anggun, bermoral, serta penuh keteladanan. Keempat,

kompetensi sosial, aspek pada kompetensi ini berkait dengan kemampuan

berkomunikasi secara efektif dan efesien dengan peserta didik, sesama pendidik dan

tenaga kependidikan, kemampuan menyelesaikan masalah, dan mengabdi pada

kepentingan masyarakat.

Proses sertifikasi para guru sebaiknya ditangani oleh lembaga atau badan

independen yang kompetensi dan objektif. Katakan saja, Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan (LPTK) yang merupakan lembaga pendidikan tinggi yang

mengembangkan ilmu pendidikan dan keguruan, memiliki kewenangan dan

pengalaman pengadaan tenaga kependidikan, serta memiliki sumber daya manusia yang

kompeten di bidang kependidikan dan non kependidikan. Lembaga tersebut harus

didukung dengan berbagai sarana kependidikan, seperti Sekolah Laboratorium, Pusat

Sumber Belajar, Praktek Pengalaman Lapangan, dan Pusat Penelitian Kependidikan.

(23)

Katakan saja, dari pengamatan di lapangan tentang uji dan evaluasi pendidikan dan

pembelajaran, biasanya kita terpaku pada hasil pembelajaran dan mengabaikan proses

pelaksanaan secara ”holistik”.

Contoh terdekat, adalah Ujian Akhir Nasional (UAN) bagi siswa-siswa yang

menuai protes dan bahkan merenggut beberapa nyawa siswa karena kecewa. Maka,

apabila uji kompetensi dan sertifikasi guru juga pelaksanaan seperti itu dan

aspek-aspek kompetensi hanya diujikan dengan sistem tes saja, ”apalagi yang kurang atau

tidak objektif”, maka hal itu tentu belum menjamin kepastian tingkat kompetensi dan

sertifikasi sebagai profesi guru. Agar sertifikasi itu dapat menunjukkan kemampuan

dan keterampilan guru dalam mengajar, maka uji kompetensi dan sertifikasi harus

dilakukan secara ”by proses”. Artinya, bagi para guru yang berasal dari ”fakultas

keguruan” sebelum diuji perlu disegarkan kembali pada aspek ”materi keilmuan”,

”keterampilan dan strategi mengajar”. Sedangkan bagi guru-guru yang berasal dari

nonkependiddikan, sebelum uji kompetensi dan sertifikasi, perlu dilakukan pelatihan

atau mengambil pendidikan profesi keguruan dengan bobot sejumlah 36 – 40 sks.

Aspek materi keguruan, yang dipelajari : Ilmu Pendidikan atau Landasan Pendidikan,

Metode dan Strategi Pembelajaran, Psikologi Perkembangan, Perencanaan

Pembelajaran, Evaluasi Pembelajaran, Psikologi Belajar, Media Pembelajaran,

Bimbingan dan Konseling, Komunikasi Pendidikan, Profesi Keguruan, Telaah

Pengembangan Kurikulum, Penelitian dan Evalusi Sistem Pendidikan, serta Praktek

Pengenalan Lapangan (PPL). Setelah itu baru dilakukan uji profesi atau kompetensi

dan sertifikasi. Apabila proses ini dilakukan secara terencana, sistimatik, dan objektif,

serta terhindar atau bebas dari KKN, ”suap” atau dengan cara ”membeli sertifikat”,

maka mutu keilmuan guru dikemudian hari akan meningkat dan kualitas serta

kompetensi guru dapat dipertanggungjawabkan.

Catatan akhir sebagai sebuah renungan, sertifikasi dan kompetensi itu penting,

tetapi pendidikan lebih dari itu. Pendidikan pascamodern tidak lagi mono-sentralistik.

Pusat-pusat pengembangan dapat saja berada di mana-mana (J.Bismoko, KR,

3/12/2005). Katakan saja, sumber ilmu pengetahuan yang selama ini dianggap terpusat

pada institusi pendidikan formal yang konvensional, mungkin saja akan tergeser.

Sebab, sumber ilmu pengetahuan akan tersebar di mana-mana dan setiap orang akan

(24)

sarana ”internet” dan ”media informasi” lainnya. Paradigma ini dikenal dikenal

sebagai distributed intelligence (distributed knowledge). Dengan paradigma ini,

tampaknya fungsi guru/dosen/lembaga pendidikan akan beralih dari sebuah sumber

ilmu pengetahuan menjadi mediator dari ilmu pengetahuan (Hujair AH. Sanaky, 2004:

94). Hal ini, menunjukan bahwa di masa depan sekolah akan berubah dari format kelas

menjadi sekolah bersama dalam satu kota, sekolah bersama dalam satu negara, bahkan

bersama di dunia atau sekolah global (Purwanto, http://www.pustekkom).

2.2 Kinerja Guru

Setiap individu yang diberi tugas atau kepercayaan untuk bekerja pada suatu

organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan dan

memberikan hasil yang maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi tersebut.

Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dan

keahliannya. Kinerja guru adalah perilaku yang berhubungan dengan kerja

guru.(Anoraga:1998). Kerja merupakan kebutuhan seseorang, kebutuhan tersebut

bermacam-macam, berkembang dan berubah, dan bahkan sering tidak disadari oleh

pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang ingin dicapainya dan orang

tersebut berharap dengan melaksanakan pekerjaannya akan membawa ke keadaan yang

lebih baik dan memuaskan.

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya (Mangkunegara:2001) . Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan

bahwa kinerja guru merupakan hasil atau keluaran dari proses atau kemampuan aplikasi

kerja guru dalam wujud nyata, yaitu pekerjaan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan

guru dalam tugas keguruannya. Kinerja seorang guru tercermin dari kemampuannya

mencapai prasyarat-prasyarat tertentu yang telah ditetapkan atau dijadikan standar.

Kinerja guru adalah hasil kerja yang dicapai guru berdasarkan kemampuannya

menjalankan tugas pada proses pembelajaran yang mencakup aspek perencanaan

pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran.

Kinerja guru yang tinggi tentunya menjadi impian bagi para guru.Namun dalam

realitanya untuk mencapai kinerja guru yang tinggi sebagian guru kesulitan untuk

(25)

merancang perencanaan pelaksanaan pembelajaran yang efektif dan inovatif. Masih ada

guru yang kesulitan dalam mengelola kelas, monoton dalam penggunaan metode,

sumber belajar dan media pembelajaran. Selain itu masih ada guru melakukan evaluasi

hasil pembelajaran yang belum objektif.

Sulistyorini (2001:69) mengatakan bahwa: “Kinerja adalah hasil tingkat

keberhasilan seseorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugas dan tanggung

jawabnya serta kemampuan untuk mencapai kemajuan dan standar yang telah

ditetapkan”.

Sedangkan menurut Smith (dalam Rusman, 2009:318) mengatakan bahwa:

“Kinerja adalah performance is output derives from processes, human or otherwise,

yaitu kinerja adalah hasil dari suatu proses yang dilakukan”. Berdasarkan pendapat ahli

di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja adalah tingkat kemampuan seseorang

dalam menjalankan tugasnya yang dapat diukur dari tingkat pencapaian hasilnya.

Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang

efektif dan akan lebih mampu mengelola proses belajar mengajar, sehingga hasil

belajar siswa berada pada tingkat yang optimal. Hasil dari pelaksanaan tugas guru dapat

diistilahkan dengan kinerja guru.

Menurut Suharsaputra, (2009, 19 Agustus 2010) pada hakikatnya “Kinerja guru

adalah perilaku yang dihasilkan seorang guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai

pendidik dan pengajar ketika mengajar di depan kelas, sesuai dengan kriteria tertentu”.

Menurut Rusman (2009:354) kinerja atau unjuk kinerja dalam konteks profesi

guru mengatakan bahwa: “Kegiatan yang meliputi perencanaan pembelajaran,

pelaksanaan pembelajaran/KBM dan melakukan penilaian hasil belajar”.

Dari pengertian kinerja yang dijelaskan tersebut maka pengertian kinerja guru

adalah tingkat kemampuan guru dalam pelaksanaan suatu tugas kegiatan yang meliputi

perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran/KBM dan melakukan penilaian

hasil belajar sesuai dengan kriteria tertentu. Kinerja dikatakan baik dan memuaskan

apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Kinerja guru ini dapat diukur dengan sepuluh komponen yaitu: (1). Kualifikasi

akademik, (2). Pendidikan dan pelatihan,(3) Pengalaman mengajar,(4) Perencanaan dan

pelaksanaan pembelajaran,(5) Penilaian dari atasan dan pengawas, (6) Prestasi

(26)

Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, (10) Penghargaan yang

relevan dengan bidang pendidikan

Standar kinerja guru berhubungan dengan kualitas dalam menjalankan

tugasnya. Menurut Sulistyorini (2001:55) menilai kualitas kinerja dapat ditinjau dari

beberapa indikator yang meliputi: “(1) unjuk kerja, (2) penguasaan materi, (3)

penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, (4) penguasaan cara-cara

penyesuaian diri, dan (5) kepribadian untuk melaksanakan kualitas dengan baik”.

Dengan demikian, seorang guru dikatakan berkompeten jika guru tersebut

memiliki kecakapan profesional keguruan yang ditandai dengan keahliannya yang

selaras dengan tuntutan bidang ilmu yang menjadi tanggung jawabnya. Berkaitan

dengan kinerja guru, wujud perilaku yang dimaksud adalah kegiatan keguruan dalam

proses pembelajaran, yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran,

melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan menilai hasil belajar.

Untuk mengetahui keberhasilan kinerja perlu dilakukan penilaian kinerja.

Penilaian kinerja dengan pendekatan yang berpusat pada pelaksanaan tugas, dilakukan

dengan cara menilai perilaku pegawai sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

Dengan kata lain penilaian hasil, tetapi tidak difokuskan langsung pada kuantitas dan

kualitas hasil yang dicapainya, yang dilakukan adalah bagaimana tugas-tugas dilakukan

dan membandingkan perilaku seseorang dengan teman sekerja, cara

mengkomunikasikan tugas dan pekerjaan dengan orang lain. Penilaian kinerja dijadikan

sebagai feedback bagi perbaikan kinerja selanjutnya.

2.3 Guru Yang Profesional

Merujuk UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, bahwa guru adalah

pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak

usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru

merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai

berikut:

1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme,

2. Memiliki komitmen, kualifikasi akademik, kompetensi, tanggung jawab,

(27)

4. Memiliki jaminan perlindungan hukum,

5. Memiliki organisasi profesi yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru

Dengan demikian jelaslah bahwa guru bukanlah perkerjaan ”sambilan”, tetapi

seorang intelektual yang harus menyesuaikan diri dengan situasi dan persoalan yang

dihadapi. Apabila pendidikan di Indonesia ini ingin maju dan berhasil, maka memang

para guru, yang menjadi ujung tombaknya harus sungguh profesional, baik dalam

bidang keahliannya (kompetensi), dalam bidang pendampingan, dan dalam

kehidupannya yang dapat dicontoh oleh sisiwa (Paul Suparno,2005).

Guru yang professional adalah guru yang menguasai empat kompetensi seperti

diamanatkan dalam UU No.14 tahun 2005. Sedangkan Menurut Keputusan Menteri

Pendidikan Nasional No. 045/U/2002, kompetensi diartikan sebagai seperangkat

tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat

untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai

dengan pekerjaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat disebutkan

bahwa kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan

dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh

tanggung jawab yang dimiliki seorang guru untuk memangku jabatan guru sebagai

profesi.

Guru perlu melakukan beberapa usaha yang dilakukan untuk membangun

kompetensi : Pertama, guru harus memiliki rasa tidak puas dengan keadaan atau dengan

apa yang telah diperoleh, terutama sekali dalam bidang usaha mengajar. Kedua, guru

harus dapat memahami anak sebagai pribadi yang unik, yang satu sama lain memiliki

kekuatan dan kecerdasannya masing-masing. Ketiga, sebagai guru dituntut untuk

menjadi pribadi yang fleksibel dan terbuka. Fleksibel menghadapi situasi yang selalu

maju dalam dunia pendidikan. Keempat, guru harus merasa terpanggil untuk menekuni

profesinya sebagai guru, dan bukan pekerjaan ”sambilan”. Rasa terpanggil dengan

profesi guru, (David Hansen dalam Paul Suparno,2005), mengungkapkan bahwa

menjadi guru adalah panggilan hidup. Menurutnya, ada dua segi dalam panggilan,

yaitu : Pekerjaan itu membantu mengembangkan orang lain (ada unsur sosial), dan

pekerjaan itu juga mengembangkan dan memenuhi diri kita sebagai pribadi.

Jelas pekerjaan guru terlibat dengan suatu pekerjaan yang mempunyai arti dan nilai

(28)

jelas bahwa mereka melakukan sesuatu pekerjaan yang berguna bagi perkembangan

hidup anak-anak, di lingkungan sekolah dan bahkan menyarakat dimana mereka

tinggal. Dengan menjalankan tugas sebagai guru yang baik, dengan membantu

anak-anak berkembang dalam semua aspek kehidupan, seorang guru semakin merasa hidup

berarti, semakin menemukan identitas dirinya, semakin merasakan kepuasan batin yang

mendalam (Paul Suparno,2005).

Apakah cukup idealisme bagi seorang guru yang profesional. Guru haruslah

berusaha untuk meningkatkan kualitas dan memenuhi kompetensinya. Guru harus

selalu berusaha untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: memahami tuntutan standar

profesi, jika ingin meningkatkan profesionalismenya, mencapai kualifikasi dan

kompetensi yang dipersyaratkan, membina jaringan kerja atau networking, yang akan

memperoleh akses terhadap inovasi-inovasi di bidang profesinya, mengembangkan

etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada

pengguna pendidikan. Guru, memberikan pelayanan prima kepada pengguna

pendidikan: siswa, orangtua dan sekolah sebagai stakeholder. Tugas guru, termasuk

pelayanan publik yang didanai, diadakan, dikontrol oleh dan untuk kepentingan publik.

Maka, guru harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada publik,

guru harus berusaha mengadopsi inovasi atau mengembangkan kreativitas dalam

pemanfaatan teknologi komunikasi agar tidak ketinggalan atau “gaptek” (gagap

teknologi) dalam kemampuannya mengelola pembelajaran (Purwanto,2003). Maka,

sikap yang harus senantiasa dipupuk dan dimiliki guru adalah menguasai ilmu

pengetahuan dan teknologi, kesediaan untuk mengenal profesinya, mau belajar dengan

meluangkan waktu untuk menjadi guru dan bukan pekerjaan sambilan.

Guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem

pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga

negara yang demokratis dan bertanggungjawab (UU No.14Th.2005:psl.6). Profesi guru

merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip

sebagai berikut: Memiliki bakat, minat, penggalian jiwa, dan idealisme. Memiliki

komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimaman, ketaqwaan, dan akhlak

(29)

bidang tugas. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.

Memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan. Memperoleh

penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. Memiliki kesempatan untuk

mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.

Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesional, dan

memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang

berkaitan dengan fungsi keprofesionalan guru (UU No.14 Th.2005:psl.7).

Esensi perlindungan hukum jabatan profesi guru dan dosen dimaksud untuk : (1)

memberikan jaminan kepastian bagi peserta didik, orang tua dan masyarakat untuk

mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu, (2) memberikan jaminan pada

tersedianya calon guru dan dosen yang profesional karena jabatan guru dan dosen akan

kembali dihormati dan dihargai secara layak, (3) memberikan jaminan bahwa

jabatan/pekerjaan guru dan dosen akan menjadi jabatan yang menarik dan kompetitif,

(4) memberikan jaminan bahwa para guru dan dosen akan memiliki motivasi kerja yang

tinggi dalam melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggungjawab, (5) meningkatkan

kesadaran dan tanggungjawab profesionalitas guru dan dosen dalam bekerja dengan

terus-menerus berusaha meningkatkan kompetensi profesionalitasnya, (6) memberikan

jaminan perlindungan hukum bagi guru dan dosen untuk memperoleh hak-haknya

sebagai pengemban profesi yang tidak saja layak secara manusiawi, tetapi juga sesuai

dengan keterampilan dan keahlian yang dimilikinya, (7) memberikan jaminan

perlindungan hukum bagi guru dan dosen dalam menghadapi ancaman dan/atau

tindakan yang tidak manusia dari peserta didik, orang tua/wali siswa, dan anggota

masyarakat, dan (8) menjamin kesetaraan semua satuan pendidikan antara satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (UU Guru dan Dosen No.14Tahun

2005).

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan dari bulan Mei s/d Agustus 2011.

Lokasi dari penelitian ini adalah Sekolah Dasar Negeri (SD), Sekolah Menengah

Pertama Negeri (SMP) dan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMA) dan Sekolah

Menengah Kejuruan Negeri (SMK) di Kota Medan.

3.2 Sumber Dana

Dana dalam penelitian ini berasal dari APBD Kota Medan dengan Nomor DPA

1.20.06.08.01.5.2

3.3 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru SD, SMP, SMA dan SMK

Negeri yang telah lulus sertifikasi dan telah dibayarkan tunjangan profesinya dalam

rentang waktu tahun 2007 sebanyak 962 orang.

2. Sampel

Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 283 orang

Penarikan sampel dilakukan dengan teknik proporsional random sampling.Ukuran

sampel dari populasi ini ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin

Dimana :

n = ukuran sampel

N = ukuran Populasi

ne2 = persen kelonggaran ketidakteliitian 5% (Umar 2004)

(31)

Pengambilan sampel untuk setiap kelasnya dihitung dengan menggunakan rumus:

Dimana:

JSB = Jumlah sampel bagian

JPB = Jumlah Populasi bagian

JST = Jumlah sampel total

JPT = Jumlah populasi total

3.4 Variabel Penelitian.

Variabel penelitian ini adalah kinerja guru SD,SMP,SMA/SMK di Kota Medan.

Indikator dari variabel ini adalah: (1). Kualifikasi akademik, (2). Pendidikan dan

pelatihan, (3) Pengalaman mengajar, (4) Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran,

(5) Penilaian dari atasan dan pengawas, (6) Prestasi akademik, (7) Karya

pengembangan profesi, (8) Keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) Pengalaman

organisasi dibidang kependidikan dan sosial, (10) Penghargaan yang relevan dengan

bidang pendidikan

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan instrumen angket dan wawancara yang mendalam

kepada guru dan kepala sekolah.

3.6 Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan statistik deskriptif dengan

(32)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Deskriptif Statistik untuk masing-masing variabel secara keseluruhan akan

disajikan berikut ini. Adapun hasil perhitungan secara lengkap dapat dilihat di

lampiran. Dalam analisis data, sepuluh indikator variabel dikelompokkan menjadi 3

yaitu:

A. Unsur kualifikasi akademik dan tugas pokok :

(1). Kualifikasi akademik,

(2). Pengalaman Mengajar

(3). Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran

B. Unsur Pengembangan Profesi :

(1) Pendidikan dan pelatihan

(2) Penilaian dari atasan dan pengawas,

(3) Prestasi akademik,

(4) Karya pengembangan profesi,

C. Unsur Pendukung Profesi :

(1) Keikutsertaan dalam forum ilmiah,

(2) Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial,

(3) Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan

Hasil analisis data untuk masing-masing kelompok baik kelompok berdasarkan

indikator variabel penelitian maupun kelompok berdasarkan strata sampel, yaitu guru

SD, Guru SMP dan Guru SLTA (SMA dan SMK) akan dipaparkan sebagai berikut :

A. Unsur Kualifikasi Akademik dan Tugas Pokok

Hasil analisis statistik unsur kualifikasi akademik dan tugas pokok melalui uji

korelasi dengan sampel guru yang dibagi menurut strata pendidikan ( SD, SMP dan

(33)

Tabel 2. Hasil Analisis Data Unsur A

Sampel rxy r2 t Sig.

Guru SD 0,386 0,149 4,011 0,000

Guru SMP 0,275 0,076 2,103 0,040

Guru SMA/SMK 0,576 0,332 7,335 0,000

berdasarkan tabel tersebut di atas, diketahui bahwa untuk sampel guru SD nilai

koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,386 dan nilai determinasi r2 sebesar 14,9%..

Sedangkan nilai t hitung sebesar 4,011 dengan signifikansi sebesar 0,000.

Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan

sampel guru Sekolah Dasar (SD) dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 47.

Tabel 2 juga menunjukkan bahwa untuk sampel guru SMP nilai koefisien korelasi (rxy)

sebesar 0,275 dan nilai determinasi r2 sebesar 7,6%.. Sedangkan nilai t hitung sebesar

2,103 dengan signifikansi sebesar 0,040.

Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan

sampel guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) dapat dilihat pada Lampiran 5

halaman 51.

Sedangkan untuk sampel guru SMA/SMK, sesuai Tabel 2 tersebut diketahui bahwa

nilai koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,576 dan nilai determinasi r2 sebesar 33,2%.

Sedangkan nilai t hitung sebesar 7,355 dengan signifikansi sebesar 0,000.

Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan

sampel guru SMA/SMK dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 55.

B. Unsur Pengembangan Profesi

Unsur pengembangan profesi meliputi Pendidikan dan pelatihan, Penilaian dari

atasan dan pengawas, Prestasi akademik dan Karya pengembangan profesi. Hasil

Analisis data untuk masing-masing kelompok guru SD, Guru SMP dan Guru SLTA

(34)

Tabel 3. Hasil Analisis Data Unsur B

Sampel rxy r2 t Sig.

Guru SD 0,143 0,020 1,382 0,170

Guru SMP 0,070 0,005 0,518 0,606

Guru SMA/SMK 0,247 0,061 2,664 0,009

Dari tabel 3 diatas untuk sampel guru Sekolah Dasar (SD) diketahui bahwa nilai

koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,143 dan nilai determinasi r2 sebesar 2%. Sedangkan

nilai t hitung sebesar 1,382 dengan signifikansi sebesar 0,170.

Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan

sampel guru SD dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 48

Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa untuk sampel guru SMP nilai koefisien

korelasi (rxy) sebesar 0,070 dan nilai determinasi r2 sebesar 0,5%.. Sedangkan nilai t

hitung sebesar 0,518 dengan signifikansi sebesar 0,606.

Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan

sampel guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) dapat dilihat pada Lampiran 6

halaman 52.

Sedangkan untuk sampel guru SMA/SMK, tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai

koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,247 dan nilai determinasi r2 sebesar 6,2%.. Sedangkan

nilai t hitung sebesar 2,664 dengan signifikansi sebesar 0,009.

Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan

sampel guru SMA/SMK dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 56.

C. Unsur Pendukung Profesi

Unsur pendukung profesi meliputi : Keikutsertaan dalam forum ilmiah,

pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial dan Penghargaan yang

relevan dengan bidang pendidikan. Hasil Analisis data untuk masing-masing kelompok

guru SD, Guru SMP dan Guru SLTA (SMA dan SMK) pada unsur ini akan dipaparkan

(35)

Tabel 4. Hasil Analisis Data Unsur C

Sampel rxy r2 t Sig.

Guru SD 0,410 0,169 4,318 0,000

Guru SMP 0,377 0,142 2,991 0,004

Guru SMA/SMK 0,319 0,102 3,512 0,001

Berdasarkan tabel tersebut di atas untuk sampel guru Sekolah Dasar (SD),

diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,410 dan nilai determinasi r2

sebesar 16,9%. Sedangkan nilai t hitung sebesar 4,318 dengan signifikansi sebesar

0,000.

Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan

sampel guru SD dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 49.

Sedangkan untuk sampel guru SMP diketahui bahwa nilai koefisien korelasi

(rxy) sebesar 0,377 dan nilai determinasi r2 sebesar 14,2%. Sedangkan nilai t hitung

sebesar 2,991 dengan signifikansi sebesar 0,004.

Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan

sampel guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) dapat dilihat pada Lampiran 7

halaman 53.

Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa untuk sampel guru Sekolah Lanjutan

Tingkat Atas (SMA/SMK) diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,319

dan nilai determinasi r2 sebesar 10,2%. Sedangkan nilai t hitung sebesar 3,152 dengan

signifikansi sebesar 0,001.

Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan

sampel guru SMA/SMK dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 57.

Selain itu dilakukan juga analisis secara keseluruhan berdasarkan sepuluh

indikator var

Gambar

Tabel 1
Tabel 2. Hasil Analisis Data Unsur A
Tabel 3. Hasil Analisis Data Unsur B
Tabel 4. Hasil Analisis Data Unsur C
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini bisa dilibat dari basil pengujian hipotesis pengaruh tunjangan profesi terhadap kinerja guru dengan nilai trutung sebesar 2,619, sedangkan ttabel sebesar 2,001, yang

Banyaknya guru yang berada pada kelompok ini adalah 54 orang dengan rata-rata kinerja sebesar 180.7 dan simpangan baku sebesar 6.59. Nilai kinerja guru terendah

Apresiasi Guru Pendidikan Agama Islam adalah penghargaan kepada guru Pendidikan Agama Islam TK, SD, SMP, SMA, dan SMK yang memiliki dedikasi dalam menjalankan

Rancangan interface sistem informasi data guru dan sekolah SD, SMP, SMA dan SMK pada Dinas Pendidikan Kota Manado berbasis web terbagi atas 2 (dua), yaitu

Berdasarkan hasil penelitian dari responden sebanyak 156 siswa diperolehnya harga r hitung sebesar 0,403 > tingkat signifikansi 5% (0,05) sebesar 0,156 maka

DAFTAR PENERIMA TUNJANGAN PROFESI PENDDIDIK (GURU PNS DAERAH) MELALUI DANA TRANFER DAERAH PADA JENJANG TK, SD, SMP, SMA DAN SMK PERIODE KEKURANGAN SEMESTER 1 TAHUN ANGGARAN 2015

Adapun pengaruh signifikan secara bersama-sama antara sertifikasi guru X2 dan motivasi berprestasi guru X2 terhadap kinerja guru Y pada guru-guru SMP di Kota Prabumulih sebesar 78,5%,

Hasil statistik uji t untuk variabel pengetahuan diperoleh nilai t hitung sebesar 0,961 dengan nilai t tabel sebesar 1,661 0,961 < 1,661 dengan nilai signifikansi sebesar 0,342 lebih