• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gejala Groupthink Dalam Komunikasi Kelompok (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Gejala Groupthink di Organisasi Gamadiksi USU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gejala Groupthink Dalam Komunikasi Kelompok (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Gejala Groupthink di Organisasi Gamadiksi USU)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Perspektif/Paradigma Kajian

Paradigma merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian

kualitatif. Memilih paradigma penelitian merupakan sesuatu yang wajib untuk

dilakukan oleh peneliti agar penelitiannya dapat menempuh alur berpikir yang

dapat mencapai tujuan yang diinginkan.Paradigma diibaratkan sebuah jendela

tempat orang bertolak menjelajahi dunia dengan wawasannya.

Paradigma(paradigm) merupakan salah satu dari banyak hal yang memengaruhi dan membentuk ilmu pengetahuan dan teori. Istilah paradigma diperkenalkan dan

dipopulerkan oleh Thomas Kuhn dalam bukunya yang klasik, The Structure of Scientific Revolutions. Dalam bidang keilmuan, paradigma sering juga disebut dengan perspektif (perspective), mahzab pemikiran (school of thought) atau teori, model, pendekatan, strategi intelektual, kerangka konseptual, kerangka pemikiran,

serta pandangan dunia (worldview) (Mulyana, 2001 :9).

Pada hakikatnya, penelitian merupakan wahana untuk menemukan

kebenaran atau untuk lebih mudah membenarkan kebenaran. Usaha untuk

mengejar kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti, maupun praktisi melalui

model-model yang disebut dengan paradigma. Seperti yang dijelaskan Tucker

(dalam Mulyana, 2001: 16) bahwa paradigma sebagai suatu pandangan dunia

dalam memandang segala sesuatu mempengaruhi pandangan individu mengenai

fenomena. Jadi, paradigma dapat dikatakan sebagai keseluruhan susunan model

dan kepercayaan serta asumsi-asumsi yang dipegang dan dipakai oleh peneliti

dalam memandang fokus penelitiannya.

Paradigma adalah satu set asumsi, konsep, nilai-nilai dan praktek dan cara

pandang realitas atau pola pikir komunitas ilmu pengetahuan atas

peristiwa/realitas/ilmu pengetahuan yang dikaji, diteliti, dipelajari, dipersoalkan,

dipahamai, dan untuk dicarikan pemecahan persoalannya. Paradigma penelitian

merupakan perspektif penelitian yang digunakan oleh peneliti tentang bagaimana

(2)

(c) cara-cara yang digunakan dalam menginterpretasikan temuan.

(Pujileksono,2016:26)

Ada beberapa alasan, mengapa peneliti perlu memilih paradigm sebelum

melakukan penelitian, yaitu:

1. Paradigm penelitian menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang akan

mendasari dan member pedoman seluruh proses penelitian.

2. Paradigm penelitian menentukan rumusan masalah, tujuan penelitian dan

tipe penjelasan yang digunakan.

3. Pemilihan paradigm memiliki implikasi terhadap pemilhan metode, teknik

penentuan subjek penelitian/sampling, teknik pengumpulan data, teknik uji

kabsahan data dan analisis data.

Paradigma dalam penelitian digunakan karena menyadari bahwa suatu

pemahaman selalu dibangun oleh keterkaitan antara apa yang diamati dan apa

yang menjadi konsep pengamatan. Penggunaan paradigma dapat mengimbangi

keberubahan fakta sosial yang terus menerus berubah dan mewajibkan peneliti

untuk toleran pada perbedaan cara pandang, serta bijak dalam menggunakan

berbagai metode (Ardianto & Q-Anees, 2007: 77-78). Dengan demikian, peranan

paradigma dalam penelitian menjadi sangat penting dalam mempengaruhi teori,

analisis maupun tindak perilaku seseorang.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivis.

Konstruktivis menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan

komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Pengetahuan manusia adalah

hasil konstruksi yang dibangun dari proses kognitif dan interaksinya dengan dunia

objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap

kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan. Dengan demikian dunia muncul

dalam pengalaman manusia secara terorganisasi dan bermakna. Keberagaman

pola konseptual/kognitif merupakan hasil dari lingkungan historis, kultural dan

personal yang digali secara terus-menerus. Konstruktivis mengaskan bahwa

pengetahuan tidak lepas dari subjek yang sedang belajar mengerti.

Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

pengetahuan kita adalah hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Konsep penting

(3)

deterministik, tetapi suatu proses menjadi tahu. Pada proses komunikasi, pesan

tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang ke kepala orang lain.

Penerima pesanlah yang harus mengartikan dengan penyesuaian terhadap

pengalaman (Ardianto & Q-Aness,2007:151-154).

Paradigma konstruktivis, memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Paradigma penelitian yang melihat suatu realita dibentuk oleh berbagai

macam latar belakang sebagai bentuk konstruksi realita tersebut. Realita

yang dijadikan sebagai obejek penelitian merupakan suatu tindakan sosial

oleh aktor sosial.

2. Latar belakang yang mengkonstruksi realita tersebut dilihat dalam bentuk

konstruksi mental berdasarkan pengalaman sosial yang dialami oleh aktor

sosial sehingga sifatnya lokal dan spesifik.

3. Penelitiannya mempertanyakan mengapa.

4. Realita berada di luar peneliti namun dapat memahami melalui interaksi

dengan realita sebagai objek penelitian.

5. Jarak antara peneliti dan objek penelitian tidak terlalu dekat, peneliti tidak

terlibat namun berinteraksi dengan objek penelitian.

6. Paradigma penelitian konstruktivis sifatnya kualitatif, peneliti

memasukkan nilai-nilai pendapat ke dalam penelitiannya. Penelitian

dengan paradigma konstruktivis sifatnya objektif.

7. Tujuan paradigma konstruktivis adalah memahami apa yang menjadi

konstruksi suatu realita. Oleh karena itu, peneliti harus dapat mengetahui

faktor faktor apa saja yang mendorong suatu realita dapat terjadi dan

menjelaskan bagaimana faktor-faktor itu merekonstruksi relita.

(Pujileksono,2016:28-29).

Robyn Penmann merangkum kaitan konstruktivis dengan komunikasi yaitu :

a. Tindakan komunikatif sifatnya sukarela. Pembuat komunikasi adalah

subjek yang memiliki pilihan bebas, walaupun lingkungan sosial

membatasi apa yang dapat dan telah dilakuakan. Jadi tindakan komunikatif

(4)

b. Pengetahuan adalah sebuah produk sosial. Pengetahuan bukan sesuatu

yang objektif melainkan diturunkan dari interaksi dalam keleompok sosial.

Penegetahuan itu dapt ditemukan dalam bahasa, dan melalui bahasa itulah

konstruksi realitas tercipta.

c. Penegetahuan bersifat konstektual, maksudnya pengetahuan merupakan

produk yang dipengaruhi ruang waktu dan akan dapat berubah sesuai

dengan pergeseran waktu.

d. Teori-teori menciptakan dunia. Teori bukanlah alat, melainkan suatu cara

pandang yang ikut mempengaruhi pada cara pandang kita terhadap realitas

atau dalam batas tertentu teori menciptakan dunia.

e. Pengetahuan bersifat sarat nilai (Ardianto& Q-Aness,2007:151-154).

2.2kajian Pustaka 2.2.1 Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang-orang yang terdiri dari dua atau tiga orang

bahkan lebih. Kelompok memiliki hubungan yang intensif diantara mereka satu

sama lainnya, terutama kelompok primer, intensitas hubungan diantara mereka

merupakan persyaratan utama yang dilakukan oleh orang-orang dalam kelompok

tersebut. kelompok memiliki tujuan dan aturan-aturan yang dibuat sendiri dan

merupakan kontribusi arus informasi diantara mereka sehingga mampu

menciptakan atribut kelompok sebagai bentuk karakteristik yang khas dan melekat

pada kelompok itu. kelompok yang baik adalah kelompok yang dapat mengatur

sirkulasi tatap muka yang intensif diantara anggota kelompok serta tatap muka itu

pula akan mengatur sirkulasi komunikasi makna diantara mereka., sehingga

mampu melahirkan sentimen-sentimen kelompok serta kerinduan diantara mereka.

Terminologi tatap muka ( face to face ) mengandung makna bahwa setiap anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya dan juga

harus dapat mengatur umpan balik secara verbal maupun nonverbal dari setiap

anggotanya. Batasan ini tidak berlaku atau meniadakan perkumpulan individu

yang bersifat crowd atau kerumunan orang yang sedang melihat aksi-aksi

panggung atau kerumunan orang yang sedang menonton sepak bola di televisi

(5)

Kelompok juga memiliki tujuan-tujuan yang diperjuangkan bersama, sehingga

kehadiran setiap orang dalam kelompok diikuti dengan tujuan-tujuan pribadinya.

Dengan demikian, kelompok memiliki dua tujuan utama, yaitu tujuan

masing-masing pribadi dalam kelompok dan kelompok itu sendiri. Setiap tujuan individu

harus sejalan dengan tujuan kelompok, sedangkan tujuan kelompok harus

memberi kepastian kepada tercapainya tujuan-tujuan individu. Sebuah kelompok

akan bertahan lama apabila dapat member kepastian bahwa tujuan individu dapat

dicapai melalui kelompok, sebaiknya individu setiap saat dapat meninggalkan

kelompok apabila ia menganggap kelompok tidak member kontribusi bagi tujuan

pribadinya. Kelompok juga memberi identitas terhadap individu, melalui identitas

ini setiap anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan satu sama lain.

Melalui identitas ini individu melakukan pertukaran fungsi dengan individu lain

dalam kelompok. pergaulan ini akhirnya menciptakan aturan-aturan yang harus

ditaati oleh setiap individu dalam kelompok sebagai sebuah kepastian hak dan

kewajiban mereka dalam kelompok. Aturan-aturan inilah bentuk lain dari karakter

dari sebuah kelompok yang dapat dibedakan dengan kelompok lain dalam

masyarakat.

Ada empat elemen kelompok yang dikemukakan oleh Adler dan Rodman

Sendjaja,2002(dalam Burhan Bungin,2006:272), yaitu interaksi, waktu, ukuran,

dan tujuan. (1) Interaksi dalam komunikasi kelompok merupakan faktor yang

penting, karena melalui interaksi inilah, kita dapat melihat perbedaan antara

kelompok dengan istilah yang disebut dengan coact. Coact adalah sekumpulan orang yang secara serentak terikat dalam aktivitas yang sama namun tanpa

komunikasi satu sama lain. Misalnya mahasiswa yang hanya secara pasif

mendengarkan suatu perkuliahan, secara teknis belum dapat di sebut sebagai

kelompok. mereka dapat dikatakan sebagai kelompok apabila sudah mualai

mempertukarkan pesan dengan dosen atau rekan mahasiswa yag lain.

(2) Sekumpulan orang yang berinteraksi untuk jangka waktu yang singkat, tidak

dapat digolongkan sebagai kelompok. kelompok mempersyaratkan interaksi

dalam jangka waktu yang panjang, karena dengan interaksi ini akan dimiliki

karakteristik atau cirri yang tidak dipunyai oleh kumpulan yang bersifat sementara.

(6)

yang pasti mengenai jumlah anggota dalam suatu kelompok. (4) Elemen terakhir

adalah tujuan yang mengandung penegertian bahwa keanggotaan dalam suatu

kelompok akan membantu individu yang menjadi anggota kelompok tersebut

dapat mewujudkan satu atau lebih tujuannya.

Menurut pengertiannya, kelompok dibentuk oleh sekumpulan orang, namun

tidak semua kumpulan atau himpunan orang disebut kelompok. Orang-orang yang

berkumpul di terminal bus, yang antri di depan loket bioskop, yang berbelanja di

pasar semuanya disebut agregat bukan kelompok. Supaya agregat menjadi

kelompok diperlukan kesadaran pada anggota-anggotanya akan ikatan yang sama

yang mempersatukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan organisasi (tidak

selalu formal) dan melibatkan interaksi di anggota-anggotanya. Jadi, dengan

perkataan lain, menurut Baron & Byrne (1979) kelompok mempunyai dua tanda

psikologi. Pertama, anggo ta-anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok

atau mempunyai rasa memiliki (sense of belonging) yang tidak dimiliki oleh orang yang bukan anggota. Kedua, nasib anggota-anggota kelompok saling

bergantung sehingga hasil setiap orang terkait cara tertentu dengan hasil yang lain

(Dalam Rakhmat, 2007:141-142).

Dalam sebuah kelompok, terdapat beberapa klasifikasi kelompok, diantaranya

adalah kelompok primer dan sekunder, kelompok keanggotaan dan kelompok

rujukan, kelompok deskriptif dan kelompok perspektif. Klasifikasi kelompok ini

dibedakan berdasarkan tujuan, ukuran dan pola komunikasi dari kelompok

tersebut. Akan tetapi pada umumnya individu akan bergabung ke dalam sebuah

kelompok berdasarkan kesamaan yang ada dalam dirinya dan kelompok tersebut.

Para ahli psikologi juga ahli sosiologi telah mengembangkan berbagai cara untuk

mengklasifikasikan kelompok. Namun dalam kesempatan ini, hanya tiga

klassifikasi kelompok antara lain sebagai berikut :

2.2.2 Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya 1) Kelompok Primer dan Sekunder

Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Rakhmat, 2007: 142)

mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang

(7)

kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang

anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal dan tidak menyentuh hati

kita.Kelompok seperti ini disebut sebagai kelompok primer. Kelompok dapat

dibedakan berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:

a) Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas.

Dalam artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi,

menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang

menentukan rintangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder

komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.

b) Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan sifat

sekunder bersifat nonpersonal.

c) Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan

daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder menganggap isi tidak

penting.

d) Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok

sekunder bersifat instrumental.

e) Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan sekunder

bersifat formal. (Rakhmat, 2007: 142-145)

2) Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan

Theodore Newcomb pada tahun 1930-an melahirkan istilah kelompok

keanggotaan (anggotaship group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggota secara

administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu.Sedangkan kelompok

rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standar) untuk

membentuk diri sendiri atau menentukan sikap. Menurut teori, kelompok rujukan

mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif dan fungsi perspektif.

Rakhmat dalam bukunya Metode Penelitian Komunikasi menjelaskan contohnya sebagai berikut:

”Saya menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan

(8)

memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap menunjukkan apa

yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan

kepada saya cara memandang dunia ini, cara mendefinisikan situasi,

mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek,

peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan

satu-satunya kelompok rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana

Komunikasi Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, disamping menjadi

kelompok keanggotaan saya. Adapun kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat

dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi” (2007: 145-146).

3) Kelompok Deskriptif dan Kelompok Perskriptif

Jhon F. Cragan dan David W. Wright (1980:45) dari Illinois State University,

membagi kelompok pada dua katagori : deskriptif dan preskriptif. Katagori

deskriptif menunjukan klasifikasi kelompok dengan melihat proses

pembentukannya secara alamiah. Katagori preskriptif mengklasifikasikan

kelompok menurut langkah-langkah rasional yang harus dilewati oleh anggota

kelompok untuk mencapai tujuannya. Untuk katagori deskriptif, kita dapat

“mengelompokkan” kelompok berdasarkan tujuannya. Barlund Haimann (1960)

menjejerkan kelompok-kelompok itu dari tujuan yang bersifat interpersonal

sampai sampai tujuan yang berkenaan dengan tugas kelompok.mereka

menyusunnya dalam rentangan kontiniuum seperti berikut:

a. Kelompok sepintas ( casual group ) dibentuk hanya semata-mata untuk membina hubungan manusiawi yang hangat.

b. Kelompok katartis dimaksud untuk melepaskan tekanan batin atau

frustasi anggota-anggotanya. Kelompok belajar tentu dibentuk untuk

menambah informasi.

c. Kelompok pembuat kebijakan dan kelompok aksi kedua-duanya

dibentuk untuk menyelesaikan tugas berupa perumusan kebijakan atau

tindakan.

Dengan melihat tujuan, ukuran dan pola komunikasi, para ahli komunikasi

(9)

pertemuan, dan kelompok penyadar. Cragan dan Wright (1980:48) menjelaskan

ketinganya, yakni:

1. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi

jantung atau merancang kampanye politik.

2. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri

mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha

belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa

adalah contoh kelompok pertemuan.

3. Kelompok penyandar mempunyai tugas utama menciptakan identitas

sosial politik yang baru, contohnya kelompok revolusioner radikal ( di

Amerika Serikat) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan

cukup banyak.

Definisi kelompok deskriptif menjelaskan bagaimana menentukan klasifikasi

kelompok berdasarkan tujuan, ukuran dan pola komunikasinya, sementara itu

kelompok perspektif lebih mengacu pada langkah yang akan ditempuh anggota

kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Definisi kelompok perspektif lebih

mengarah ke dalam klasifikasi kelompok berdasarkan bentuk diskusi, penentuan

tempat duduk, dan siapa yang akan berbicara dalam proses komunikasi kelompok.

Kelompok preskriptif mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh

anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok.

2.2.3 Komunikasi Kelompok

Komunikasi merupakan dasar semua interaksi manusia dan untuk semua

fungsi kelompok. Setiap kelompok harus menerima dan menggunakan informasi

dan proses terjadi melalui komunikasi. Eksistensi kelompok tergantung pada

komunikasi, pada pertukaran informasi dan meneruskan (transmitting) arti

komunikassi. Banyaknya defenisi atau pengertian mengenai komunikasi

menyekesulitan komunikasi dalam kelompok, misalnya Dance (1970) dengan

konten analysis dari Sembilan puluh lima defenisi mengenai komunikasi yang ia

dapati dalam beberapa bidang akademik yang berbeda. Dalam komunikasi, dua

(10)

mempunyai efek persepsi satu dengan yang lain serta mempunyai ekspetasi apa

yang akan diperbuat (Bimo Walgito:2008:77).

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang

berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama

lain dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut Deddy

Mulyana, 2005. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi,

kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah rapat untuk

mengambil suatu keputusan.

Komunikasi dalam kelompok merupakan bagian dari kegiatan keseharian

kita. Sejak kita lahir, kita sudah mulai bergabung dengan kelompok primer yang

dekat yaitu keluarga. Kemudian dengan seiring perkembangan usia dan

kemampuan intelektual kita masuk dan terlibat dalam pekerjaan dan kelompok

sekunder lainnya yang sesuai dengan minat dan ketertarikan kita. Ringkasnya,

kelompok merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita karena

melalui kelompok., memungkinkan kita dapat berbagi informasi, pengalaman dan

pengetahuan kita dengan anggota kelompok lainnya.

Komunikasi dalam kelompok yakni kegiatan komunikasi yang berlangsung

diantara suatu kelompok. Memasuki tingkatan ini, setiap individu yang terlibat

masing-masing komunikasi sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam

kelompok.Pesan atau informasi yang disampaikan juga berkaitan dengan seluruh

anggota kelompok, bukan bersifat pribadi. Misalnya diskusi antara guru dan

murid tentang pokok bahasan dan sebagainya. Komunikasi kelompok juga bisa

diartikan sebagai sekumpulan orang yang mempunyai tujuan yang sama, yang

berinteraksi satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengenal satu

sama yang lainnya dan memandang mereka menjadi salah satu bagian dari

kelompok tersebut. contoh, tetangga, keluarga, teman-teman dekat, kelompok

diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite untuk mengambil suatu

keputusan, komunikasi ini dengan sendirinya melibatkan komunikasi

interpersonal (antar pribadi).

Komunikasi kelompok dilakukan oleh lebih dari dua orang, tetapi dalam

(11)

bagi bagi anggota kelompok tersebut. Adapun karakteristik dari komunikasi

kelompok antar lain (Marhaeni Fajar,2009:66):

1. Komunikasi dalam komunikasi kelompok bersifat homogeny.

2. Dalam komunikasi kelompok terjadi kesempatan dalam melakukan

tindakan pada saat itu juga.

3. Arus balik di dalam komunikasi kelompok terjadi secara langsung,

karena komunikator dapat mengetahui reaksi komunikan pada saat

kumunikasi sedang berlangsung.

4. Pesan yang diterima komunikan dapat bersifat rasional (terjadi pada

komunikasi kelompok kecil) dan bersifat emosional (terjadi pada

komunikasi kelompok besar).

5. Komunikator masih dapat mengetahui dan mengenal komunikan

meskipun hubungan yang terjadi tidak erat seperti pada komunikasi

interpersonal.

6. Komunikasi kelompok akan menimbulkan konsenkuensi bersama untuk

mencapai tujuan yang diinginkan.

Kelompok juga memberikan identitas terhadap individu, melalui identitas

ini setiap anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan satu sama lain.

Melalui identitas ini individu melakukan pertukaran fungsi dengan individu lain

dalam kelompok. Pergaulan ini akhirnya menciptakan aturan-aturan yang harus

ditaati oleh setiap individu dalam setiap kelompok sebagai sebuah kepastian hak

dan kewajiban mereka dalam kelompok. Aturan-aturan inilah bentuk lain dari

karakter sebuah kelompok yang dapat dibedakan dengan kelompok lain dalam

masyarakat.

2.2.4 Bentuk-Bentuk Komunikasi Kelompok

a. Komunikasi Kelompok Kecil

Komunikasi kelompok kecil (small/micro group communication) adalah komunikasi yang :

- Ditunjukan kepada kognisi komunikan

(12)

Dalam komunikasi kelompok kecil komunikator menunjukkan pesannya

kepada benak atau pikiran komunikan, misalnya kuliah, ceramah, diskusi, seminar,

rapat dan lain-lain. Dalam situasi kumunikasi seperti itu logika berperan penting.

Komunikan akan menilai logis tidaknya uraian komunikator. Ciri yang kedua dari

komunikasi kelompok kecil adalah bahwa prosesnya berlangsung secara dialogis,

tidak linier, melainkan sirkular. Umpan balik terjadi secara verbal. Komunikan

dapat menanggapi uraian komunikator, bisa bertanya jika tidak mengerti, dapat

menyanggah bila tidak setuju dan sebagainya.

b. Komunikasi Kelompok Besar

Sebagai kebalikan dari kelompok kecil, komunikasi kelompok besar

( large/macro group communication) adalah komunikasi yang : - Ditujukan kepada afeksi komunikan

- Prosesnya berlangsung secara linear

Pesan yang disampaikan oleh komunikator dalam situasi komunikasi kepada

perasaannya. Contoh untuk komunikasi kelompok besar adalah rapat raksasa

disebuah lapangan. Jika komunikasi kelompok kecil umumnya bersifat homogeny

(antara lain sekelompok orang yang sama jenis kelaminya, sama pendidikannya,

sama status sosialnya), maka komunikan pada komunikasi kelompok besar

umumnya bersifat heterogen, mereka terdiri dari individu-individu yang berbeda

ragam dalam jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, agama dan

lain sebagainya.

2.2.5 Fungsi Komunikasi Kelompok

Kita mendapati bermacam-macam kelompok dimasyarakat. Artinya, ada

faktor-faktor lain yang mendorong terjadinya kelompok. Alasan atau motivasi

seseorang massuk dalam kelompok dapat bervriasi antara lain:

a. Seseorang masuk dalam kelompok pada umumnya ingin mencapai tujuan

yang secara individu tidak dapat atau sulit dicapai.

b. Kelompok dapt memberikan, baik kebutuhan fisiplogis (walaupun tidak

langsung) maupun kebutuhan psikologis.

c. Kelompok dapat mendorong pengembangan konsep diri dan

(13)

d. Kelompok dapat pula memberikan pengetahuan dan informasi

e. Kelompok dapat memberikan keuntungan ekonomis.

Oleh karena itu, dalam masyarakat kita dapat menjumpai adaya berbagai

macam kelompok yang berbeda satu sama lain. Dengan tujuan yang berbeda,

mereka masuk dalam kelompok yang berbeda atau dengan minat yang berbeda,

mereka masuk dalam kelompok yang berbeda pula (Walgito,2008:13-15).

Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya

fungsi-fungsi yang akan dilaksanakan. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi

hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan pembuatan

keputusan dan fungsi terapi. Semua fungsi ini dimanfaatkan untuk pembuatan

kepentingan masyarakat, kelompok dan para anggota kelompok itu sendiri. Fungsi

pertama dalam kelompok adalah hubungan sosial, dalam arti bagaimana suatu

kelompok mampu memelihara dan menetapkan hubungan sosial diantara para

anggotanya seperti bagaimana suatu kelompok secara rutin memberikan

kesempatan kepada para anggotanya untuk melakukan aktivitas yang informal,

santai dan menghibur.

Pendidikan adalah fungsi kedua dari kelompok secara formal maupun

informal bekerja untuk mencapai dan mempertemukan pengetahuan. Melalui

fungsi pendidikan ini, kebutuhan-kebutuhan dari para anggota kelompok,

kelompok itu sendiri bahkan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Namun

demikian, fungsi pendidikan dalam kelompok akan sesuai dengan yang

diharapkan atau tidak, bergantung padatiga faktor yaitu, jumlah informassi baru

yang kontribusikan, jumlah partisipan dalam kelompok serta frekuensi interaksi

ini diantara para anggota kelompok. Fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika

setiap anggota kelompok membawa pengetahuan yang berguna bagi kelompoknya.

Tanpa pengetahuan baru yang disumbangkan masing-masing anggota, mustahil

fungsi edukasi ini akan tercapai.

Dalam fungsi persuasi, seorang anggota kelompok berupaya mempersuasikan

anggota lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu.Seseorang yang

terlibat usaha-usaha persuasif dalam suatu kelompok, membawa resiko untuk

tidak diterima oleh para anggota lainnya. Misalnya, jika usaha-usaha persuasif

(14)

maka justru orang yang berusaha memersuasi tersebut akan menciptakan suatu

konflik, dengan demikian malah membahayakan kedudukannya dalam kelompok.

Fungsi kelompok juga dicerminkan dengan kegiatan-kegiatannya untuk

memecahkan persoalan dan membuat keputusan-keputusan. Pemecahan masalah

( problem solving ) berkaitan dengan penemuan alternatif atau solusi yang tidak diketahui sebelumnya, sedangkan pembuatan keputusan (decision making ) berhubungan dengan pemilihan antara dua atau lebih solusi. Jadi pemecahan

masalah menghasilakan materi atau bahan untuk pembuatan keputusan.

Terapi adalah fungsi kelima dari kelompok. Kelompok terapi memiliki

perbedaan dengan kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki

tujuan. Objek dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai

perubahan persoalannya. Tentunya, individu tersebut harus berinteraksi dengan

anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya

adalah membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok mencapai

consensus.

Seseorang anggota dapat memberikan kontribusi pada kelompoknya dengan

menghentikan ketegangan, berurusan dengan konflik, berpegang pada jadwal atau

bertindak sebagai penyimpan catatan. Seorang pemimpin adalah seseorang yang

mempengaruhi kelompok, tetapi tindakan kepemimpinannya membantu para

anggota dalam mencapai tujuan mereka yang sangat diperlukan bagi kesejahteraan

kelompok. Setiap anggota dapat dan harus mempengaruhi anggota-anggota

lainnya dan keputusan kelompok. Suatu faktor yang kritis dari partisipasi

kelompok adalah bahwa setiap anggota harus bersikap terbuka dan mampu

mengesampingkan ambisi pribadi, “menyembunyikan agenda”, menghindarkan

perilaku lain yang dapat merusak kelompok dan hasil tujuannya.

Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya

fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut mencakup

fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan pembuatan

keputusan, serta fungsi terapi Sendjaja 2002 (dalam Burhan Bungin, 2002:274).

Semua fungsi ini dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, kelompok, dan

(15)

1. Hubungan Sosial, dalam arti bagaimana suatu kelompok mampu

memelihara dan menetapkan hubungan sosial diantara para anggotanya,

seperti bagiamana suatu kelompok secara rutin memberikan kesempatan

kepada anggotanya untuk melakukan aktivitas yang informal, santai, dan

menghibur.

2. Pendidikan, dalam arti bagaimana sebuah kelompok secara formal maupun

informal bekerja untuk mencapai dan mempertukarkan pengetahuan.

Melalui fungsi pendidikan ini, kebutuhan-kebutuhan dari para anggota

kelompok, kelompok itu sendiri, bahkan kebutuhan masyarakat dapat

terpenuhi. Namun demikian, fungsi pendidikan tergantung pada tiga faktor,

yaitu jumlah informasi baru yang di kontribusikan, jumlah partisipan

dalam kelompok, serta frekuensi interaksi diantara para anggota kelompok.

fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika setiap anggota kelompok

membawa pengetahuan yang berguna bagi kelompoknya tanpa

pengetahuan baru yang disumbangkan masing-masing anggota, mustahil

fungsi edukasi ini akan tercapai.

3. Fungsi problem solving, kelompok juga dicerminkan dengan kegiata-kegiatannya untuk memecahkan persoalan dan membuat

keputusan-keputusan. Pemecahan masalah ( problem solving) berkaitan dengan penemuan alternative atau solusi yang tidak di ketahui sebelumnya,

sedangkan pembuatan keputusan ( decision making ) berhubungan dengan pemilihan antara dua atau lebih solusi. Jadi, pemecahan masalah

menghasilkan materi atau bahan untuk pembuatan keputusan.

4. Fungsi terapi, kelompok terapi memiliki perbedaan dengan kelompok

lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan objek dari

kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai peubahan

personalnya. Tentunya, individu tersebut harus berinteraksi dengan

anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha

utamanya adalah membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok

mencapai consensus.

Contoh dari kelompok terapi ini adalah kelompok konsultasi perkawinan,

(16)

komunikasi dalam kelompok-kelompok terapi di kenal dengan nama

pengungkapan diri ( self disclosure). Artinya, dalam suasana yang mendukung, setiap anggota dianjurkan untuk berbicara terbuka tentang apa yang menjadi

permasalahannya. Jika muncul konflik antar anggota dalam diskusi yang

dilakukan, orang yang menjadi pemimpin atau yang memberi terapi yang akan

mengaturnya.

2.2.6 Pengaruh Kelompok Pada Perilaku Komunikasi

Kebersamaan yang tercipta di dalam sebuah kelompok dapat mempengaruhi

perilaku komunikasi anggotanya. Perubahan perilaku komunikasi ini umumnya

terjadi ketika proses pengumpulan suara ataupun proses pengambilan keputusan

dalam kelompok. Hal-hal yang mendasar dalam pengaruh kelompok dalam

perilaku komunikasi anggotanya antara lain adalah konformitas, fasilitasi sosial

dan polarisasi. Ketiga hal ini berpengaruh dalam proses diskusi dan pengambilan

keputusan.

1. Konformitas.

Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma)

kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang nyata atau dibayangkan. Bila

sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada

kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama.

Jadi, jika salah satu anggota merencanakan untuk menjadi ketua kelompok, yang

bersangkutan cenderung akan mengatur rekan-rekannya untuk menyebar dalam

kelompok.

2. Fasilitasi Sosial

Fasilitasi berasal dari kata Prancis facile, yang artinya mudah. Kata ini menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton

kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah.

Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain dianggap

menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada

berbagai situasi sosial, bukan hanya di depan orang yang menggairahkan kita.

Energi yang meningkat akan mempertinggi kemungkinan dikeluarkannya respon

(17)

yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi, dan sebaliknya

bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi.

3. Polarisasi

Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum

diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan

tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu.

Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang

tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras ( Rakhmat,

2007:149-158).

2.2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok

Menurut Rakhmat (2007: 160-174) keefektifan kelompok juga memiliki

pengaruh dalam komunikasi kelompok. Anggota-anggota kelompok bekerja sama

untuk mencapai dua tujuan: melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral

anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok – disebut

prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimasukkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa

banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota

dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.

Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan, yaitu

melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya.

Jalaludin Rakhmat (1994) meyakini faktor-faktor keefektifan kelompok dapat

dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu: a. Ukuran kelompok; b. Jaringan

Komunikasi; c. Kohesi kelompok; d. Kepemimpinan.

Ukuran kelompok akan berpengaruh kepada keefektifan dan penyelasaian

masalah di dalam kelompok, semakin banyak anggota yang dibutuhkan maka

semakin besar pekerjaan yang harus diselesaikan. Proses pengambilan keputusan

merupakan proses yang harus melibatkan semua anggota kelompok agar

menghasilkan gagasan yang kreatif. Keefektifan kelompok dapat terlihat dari

jaringan komunikasi yang dimiliki kelompok. Kelompok yang dapat

(18)

dengan cara tercepat dan terorganisir. Jaringan komunikasi yang harus dibangun

di dalam kelompok adalah komunikasi antara ketua dan anggota serta komunikasi

antara anggota dengan anggota.

Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota

kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan

kelompok. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota

kelompok, semakin tinggi kohesifitas kelompok maka semakin tinggi pula tingkat

kepuasan anggota kelompok tersebut. Anggota dari kelompok yang memiliki

kohesifitas tinggi merasa terikat pada kelompok dan memudahkan terjadinya

komformitas di dalam kelompok. Kepemimpinan merupakan faktor yang paling

menentukan keefektifan kelompok. Kepemimpinan adalah komunikasi yang

secara positif membawa kelompok kearah tujuan kelompok. Pemimpin kelompok

berpengaruh besar dalam proses pengambilan keputusan dan membentuk

keefektifan kelompok. Pimpinan kelompok dapat menentukan arah dan gaya

kepemimpinannya untuk mencapai tujuan kelompok.

2.2.8 Groupthink

Seorang pakar yang banyak meneliti mengenai pikiran kelompok ini adalah

I.L Janis. Pada tahun 1971 ia mendefenisikan pikiran kelompok sebagai cara

berfikir seseorang pada saat ia mencari kesepakatan dengan anggota kelompok

yang lain. Pada saat itu, cara berpikir tertentu sangat dominan dalam kelompok

yang terpadu (kohesif) sehingga mengalahkan dan mengabaikan

penilaian-penilaian lain yang lebih realistis.

Kohesivitas kelompok ialah bagaimana para anggota kelompok saling

menyukai dan saling mencintai satu dengan yang lainnya. Tingkatan kohesi akan

menunjukkan seberapa baik kekompakan dalam kelompok bersangkutan. Kohesi

merupakan rasa tertarik diantara para anggota. Dengan demikian, kita dapat

menyimpulkan bahwa kesamaan sikap, nilai-nilai, sifat pribadi, dan

sifat-sifat demografis akan mempengaruhi tingginya kohesi yang ada dalam kelompok

bersangkutan (Bimo Walgito : 2008:46).

Terkadang sebuah kelompok yang tampak rasional dan cerdas membuat

(19)

fenomena ini mungkin berasal dari proses yang disebutnya groupthink (pemikiran kelompok). Groupthink muncul dari kelompok yang merasa sangat optimis dan tak terkalahkan. Anggota-anggotanya melindungi diri mereka dari informasi luar

yang mungkin melemahkan keputusan mereka.Terakhir, kelompok itu percaya

bahwa keputusannya adalah bulat, meski ada pendapat yang sangat bertentangan.

Karena ketidaksepakatan di dalam dan di luar kelompok dicegah, maka

keputusannya terkadang ngawur (Taylor, S.E., Lettia, A.P., David,

O.S. .2009:390).

Janis (1982) mengidentifikasi beberapa kemungkinan penyebab atau

atesenden dari groupthink.Dia mengatakan bahwa groupthink sering terjadi dalam kelompok yang sangat kohesif yang mampu mencegah masuknya opini dari luar

dan memiliki pemimpin yang kuat dan dinamis. Pemimpin ini mengajukan solusi

problem dan menyusun argumen yang kuat untuk solusi itu. Para anggota tidak

akan membantah atau memberikan pandangan alternatif. Anggota merasa takut di

tolak dan tidak ingin melemahkan semangat kelompok dengan memberi pendapat

yang berbeda. Menurut Janis, anggota yang skeptis mungkin akan patuh pada

kelompok dan bahkan berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa keraguan

dirinya adalah salah dan tidak perlu dikemukakan. Janis mengemukakan beberapa

saran untuk mengatasi groupthink dan memperkuat efektivitas pembuatan keputusan kelompok:

1. Pemimpin harus mendorong setiap anggota kelompok untuk

mengemukakan keberatannya dan meragukan usulan keputusan. Agar

efektif, pemimpin harus siap menerima kritik.

2. Pemimpin harus tak berpihak sejak awal diskusi, dan menyatakan

preferensi dan harapannya hanya setelah anggota kelompok

mengajukan gagasan-gagasannya.

3. Kelompok harus menjadi sub-sub komite untuk mendiskusikan isu

secara independen dan kemudian berkumpul untuk memecahkan

perbedaan.

4. Sesekali pakar dari luar harus diundang untuk berpatisipasi dalam

diskusi kelompok dan harus didorong untuk menentang pandangan

(20)

5. Pada setiap rapat, setidaknya ada satu orang yang diberi tugas sebagai

tukang penyanggah ide-ide kelompok.

Saran-saran ini di desain untuk memaksa kelompok mempertimbangkan

banyak alternatif, untuk menghindari ilusi consensus, dan untuk

mempertimbangkan semua informasi relevan yang tersedia (Taylor, S.E., Lettia,

A.P., David, O.S. .2009:392).

Groupthink adalah sebuah konsep yang dikembangkan pada 1970-an oleh psikologi sosial Irving Janis. Groupthink terjadi apabila anggota dari suatu tim pengambil keputusan tidak mendapat informassi yang sistematis tentang suatu isu

dan tidak mengevaluasi semua opsi secara kritis. Pertimbangan yang digunakan

kelompok ketika keinginan mereka akan kesepakatan melampaui motivasi mereka

untuk menilai rencana tindakan yang ada. Kesepakatan antar anggota kelompok

atau kesepakatan kelompok dalam keinginan mereka akan kekompakan dan

kesepakatan serta mencapai sebuah tujuan atau keputusan lebih besar motivasinya

dibandingkan menilai akan kebenaran keputusan tersebut terhadap moral dan etis

kelompok yang berlaku.

2.2.8 Asumsi-Asumsi dalam Groupthink

Groupthink merupakan teori yang diasumsikan dengan komunikasi kelompok kecil. Dalam hal ini Irving Janis (1972) memfokuskan penelitiannya

pada Problem-Solving Group dan Task-Orientet Group, yang mempunyai tujuan utamanya yaitu untuk mengambil keputusan dan memberikan rekomendasi

kebijakan akan solusi-solusi yang ada. Berikut merupakan tiga asumsi penting

dalam teori groupthink (West &Turner , 2008:276):

1. Terdapat kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mempromosikan

kohesivitas tinggi.

2. Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang

terpadu.

3. Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok sering kali

bersifat kompleks.

(21)

dari suatu kelompok. Ernest Boornmann dalam (West & Turner, 2008:276)

mengamati bahwa anggota kelompok sering kali memiliki perasaan yang sama

atau investasi emosional dan sebagai akibatnya mereka cenderung untuk

mempertahankan identitas kelompok.

Pada asumsi kedua, berkaitan dengan proses pemecahan masalah dalam

kelompok kecil. Hal ini biasanya merupakan kegiatan yang menyatu. Dennis

Gouran dalam (West & Turner, 2008:277) mengamati bahwa kelompok-kelompok

rentan terhadap batas afiliatif yang berarti bahwa anggota kelompok lebih

memilih untuk menahan masukan mereka daripada mengalami resiko ditolak.

Asumsi ketiga menggaris bawahi sifat dasar dari kebanyakan kelompok

dalam pengambilan keputusan dan kelompok yang berorientasi pada tugas-tigas

dimana orang biasanya tergabung bersifat kompleks. Asumsi ini melihat pada

kompleksitas dari kelompok kecil dan kemudian pada keputusan yang muncul

dari kelompok. Secara teori, kesemuanya itu disebabkan kurangnya pemikiran

kritis dalam kelompok yang kohesif dan kepercayaan diri yang berlebih dari

kelompok. Hal ini di tandai dengan beberapa gejala yaitu yang pertama adalah

ilusi (illusion of invulnerability) dimana menciptakan sebuah udara optimis yang tidak semestinya. Yang kedua adalah kelompok menciptakan usaha kolektif untuk

merasionalisasikan serangkaian tindakan yang telah ditetapkan. Ketiga adalah

kelompok menjaga sebuah kepercayaan yang tidak terpatahkan dalam moralitas

yang inherent, melihat dirinya sendiri yang termotivasi dan bekerja untuk hasil

yang terbaik. Gejala yang keempat adalah pemimpin yang berhasil dari luar

kelompok di-stereotype-kan sebagai jahat, lemah, dan bodoh. Kelima adalah tekanan langsung mendesak anggota untuk tidak mengungkapkan pendapat yang

berlawanan.

Perselisihan akan cepat padam yang akan membawa pada gejala keenam

yaitu sensor diri (self concorship) dari pertentangan, dimana anggota enggan menyampaikan pendapat yang berlawanan dan menekan mereka untuk mengambil

(22)

mengusulkan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kritis

groupthink, yakni:

1. Mendorong semua anggota kelompok untuk mengevaluasi secara kritis

dalam setiap kegiatan pengambilan keputusan

2. Pemimpin kelompok tidak menyatakan pendapatnya dimuka umum

pada awal kegiatan sebelum pengambilan keputusan

3. Menyusun pembuatan kebijakan kelompok yang independent dan bebas

dari pengaruh dominasi segelintir individu

4. Membagi dalam kelompok kecil

5. Berdiskusi dengan kelompok lain untuk mengimpulkan pendapat atau

mendapatkan alternatif pemecahan masalah

6. Mengundang pihak lain (akademisi, peneliti atau konsultan) untuk

mendapatkan ide-ide baru

7. Menghargai individu yang memiliki ide berbeda dengan anggota

kelompok pada umumnya

8. Lebih peka terhadap lingkungan kelompok secara internal dan eksternal

9. Selalu mengevaluasi dan mengkaji kembali kebijakan yang akan dibuat,

sebelum diambil keputusan akhir.

2.2.10 Gejala-Gejala Groupthink

Janis menyatakan bahwa pemikiran kelompok ditandai oleh sejumlah gejala

yang dapat dibagi kedalam tiga katagori yaitu:

1. Kepercayaan Berlebihan Terhadap Kelompok

Kepercayaan berlebihan terhadap kelompok (overestimation of the group) mencakup perilaku yang mempercayai kelompok melebihi apa yang seharusnya.

Dalam hal ini, terdapat dua gejala, yaitu ilusi tanpa kelemahan dan percaya pada

moralitas kelompok.

a. Ilusi tanpa kelemahan

Ilusi tanpa kelemahan ( Iillusion of invulnerability) merupakan gejala awal yang menghasilkan atau menciptakan rasa optimis

sebelum saatnya (prematur), mereka percaya bahwa mereka cukup

(23)

lain, terdapat perassaan yang kuat dalam diri mereka bahwa “kami

tahu apa yang kami lakukan, jadi jangan mengganggu”( we know

what we are doing, so don’t rock the boat).

b. Percaya pada moralitas kelompok

Kelompok mempertahankan kepercayaan mutlak atas moralitas

yang tertanam dalam diri mereka, mereka memandang diri mereka

sebagai orang-orang dengan motivasi bagus dan bekerja untuk

mendapatkan hasil terbaik. Karena kelompok memandang diri

mereka baik maka mereka juga percaya bahwa keputusan yang akan

mereka buat juga akan baik. Hal ini menjadikan kelompok bersikap

lunak terhadap konsekwensi etik dan moral (Morissan,2009:151).

2. Pikiran Sempit

Menurut Janis suatu kelompok memiliki pikiran sempit (close-mindedness)

jika mereka mengabaikan faktor luar (eksternal) agar tidak mempengaruhi

kelompok. Dengan demikian, pikiran sempit adalah keinginan kelompok untuk

menolak berbagai perbedaan diantara manusia dan mereka tidak ingin dipengaruhi

orang lain. Dalam kaitan dengan pikiran sempit kelompok ini, Janis

mengemukakan dua katagori pikiran sempit yang disebutnya stereotip orang luar

(out-groups stereotypes) dan rasionalitas kolektif (collective rationalization). a. Stereotip Orang Luar

Anggota kelompok memandang orang luar sebagai pesaing

yang jahat, lemah dan bodoh yang dapat dijelaskan sebagai berikut,

“these stereotypes underscore tha fact that any adversaries are

either two week or too stupid to counter offensive tactics”

( stereotip ini menggaris bawahi kenyataan bahwa setiap musuh

adalah terlalu lemah dan terlalu bodoh untuk menahan taktik

serangan). Pernyataan ini menjelaskan bahwa anggota kelompok

menilai orang lain sebagai lawan atau pesaing namun, mereka di

pandang enteng karena dinilai terlalu bodoh untuk mampu bersaing

(24)

b. Rasionalitas Kolektif

Rasionalitas Kolektif mengacu pada situasi dimana anggota

kelompok mengabaikan peringatan yang seharusnya mendorong

mereka untuk mempertimbangkan kembali ide, gagasan dan

tindakan mereka sebelum mereka mengambil keputusan final.

Kelompok menciptakan upaya bersama untuk merasionalkan arah

tindakan yang telah diputuskan. Kelompok membuat cerita yang

memberi kesan bahwa keputusan yang diambil adalah sangat tepat

dan benar, dan mereka juga berupaya meyakinkan diri mereka

telah melakukan hal yang benar (Morissan,2009:152).

3. Tekanan Untuk Menjadi Sama

Anggota kelompok sering kali mengalami tekanan untuk menjadi sama

( pressures toward uniformity). Yang kerap menjadi beban berat bagi kelompok. Janis percaya bahwa anggota kelompok yang bekerja bersama-sama dan menjadi

dekat dan akrab kemungkinan akan mengarahkan diri mereka untuk membentuk

pikiran kelompok. Menurutnya, tekanan untuk mejadi sama terjadi ketika “group members go to get along” (anggota kelompok bekerja bersama untuk menjadi akrab). Menurutnya terdapat empat gejala pikiran kelompok terkait dengan

tekanan untuk menjadi sama yaitu:

a. Sensor Diri

Munculnya sensor diri (self-censorship) terdapat perbedaan pendapat, dalam hal ini anggota kelompok merasa segan untuk

mengemukakan pendapat atau pandangan yang berbeda dan secara

diam-diam mereka menekan keraguan mereka sendiri atau

melakukan sensor terhadap diri mereka sendiri. Dengan demikian,

anggota kelompok berupaya meminimalisasi keraguan mereka

sendiri dan menahan diri untuk tidak mengemukakan argument

tandingan.

b. Ilusi Konsensus

Anggota kelompok seolah-olah memiliki ilusi consensus

(25)

yang merasa memiliki pandangan berbeda terhadap suatu gagasan,

namun memilih diam untuk menunjukkan solidaritasnya kepada

anggota lainnya. Sikap diam anggota kelompok diartikan sebagai

telah tercapainya kesamaan pendapat atau consensus oleh seluruh

anggota kelompok.

c. Pengawai Pikiran

Pikiran kelompok menyebabkan munculnya para pengawai

pikiran (mindguard), yaitu orang-orang yang berupaya melindungi kelompok dan pemimpinya dari pandangan atau pendapat yang

berlawanan dan informasi yang tidak diinginkan.pengawai pikiran

akan menekan informasi negative yang datang dengan cara

memberikan nasihat kepada anggota untuk tidak mempersulit

keadaan.

d. Tekanan Terhadap Perbedaan

Tekanan yang diberikan kepada anggota yang menyatakan

pendapat atau pandangan yang berbeda dengan pendapat atau

pandangan mayoritas anggota (Morissan,2009:152).

2.2.11 Pengambilan Keputusan Kelompok

Keputusan merupakan hasil pemecahan dalam suatu masalah yang harus

dihadapi dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan mengenai “apa yang harus dilakukan?” dan seterusnya mengenai

unsur-unsur perencanaan. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu

sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu

diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah

yang dihadapinya. Terry, 2002 mendefenisikan pegambilan keputusan sebagai

pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih. Biasanya hal ini

dihadapi oleh pemimpin dalam menyelesaikan masalah dalam organisasi yang

dipimpinya.

Harold dan Cyril O‟Donnel (2001) menyatakan pengambilan keputusan

(26)

sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran berupa pemilihan satu diantara

beberapa alternatif. Artinya pengambilan keputusan adalah proses yang dilakukan

untuk bertindak ketika memiliki banyak alternatif yang tersedia.

Berdasarkan kedua pengertian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan dan tidak

boleh sembarangan. Dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah

suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada

pemilihan suatu jalur tindakan dalam pemilihan alternatif untuk menyelesaikan

suatu masalah.

Latar belakang pengambilan keputusan dengan memperhatikan organisasi,

perorangan, dan kelompok perorangan yang terlibat dalam proses pengambilan

keputusan dinyatakan dalam teori sistem. Dalam teori ini, suatu sistem merupakan

suatu set elemen-elemen atau komponen yang tergabung bersama berdasarkan

suatu bentuk hubungan tertentu. Komponen-komponen itu satu sama lain saling

terkait dan membentuk suatu kesatuan yang utuh. Tingkah laku suatu organisasi

sangat tergantung pada tingkah laku komponen-komponennya dan hubungan antar

komponen. Berdasarkan proses dalam pelaksanaannya, pengambilan keputusan

terbagi menjadi dua jenis, yakni pengambilan keputusan terpogram dan

pengambilan keputusan tidak terprogram. Berikut penjelasan dari proses

pengambilan keputusan terprogram dan pengambilan keputusan tidak terprogram:

1. Pengambilan Keputusan Terprogram

Jenis pengambilan keputusan ini mengandung suatu respons otomatik

terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan sebelumnya.Masalah

yang bersifat pengulangan dan rutin dapat diselesaikan dengan pengambilan

keputusan jenis ini.Tantangan yang besar bagi seorang peneliti adalah mengetahui

jenis-jenis keputusan ini dan memberikan atau menyediakan metode-metode

untuk melaksanakan pengambilan keputusan yang terprogram di mana saja.Agar

pengambilan keputusan harus didefinisikan dan dinyatakan secara jelas.

Pekerjaan selanjutnya hanyalah mengembangkan suatu algoritma untuk

membuat keputusan rutin dan otomatik. Dalam kebanyakan organisasi terdapat

kesempatan-kesempatan untuk melaksanakan pengambilan keputusan terprogram

(27)

yang sifatnya rutin. Akibat pelaksanaan pengambilan keputusan yang terprogram

ini adalah membebaskan manajemen untuk tugas-tugas yang lebih penting.

Misalkan keputusan pemesanan barang, keputusan penagihan piutang, dan

lain-lain.

2. Pengambilan Keputusan Tidak Terprogram

Menunjukkan proses yang berhubungan dengan masalah – masalah yang

tidak jelas. Dengan kata lain, pengambilan keputusan jenis ini meliputi proses-

proses pengambilan keputusan untuk menjawab masalah-masalah yang kurang

dapat didefinisikan. Masalah-masalah ini umumnya bersifat kompleks, hanya

sedikit parameter yang diketahui dan kebanyakan parameter yang diketahui

bersifat probabilistik.Untuk menjawab masalah ini diperlukan seluruh bakat dan

keahlian dari pengambilan keputusan, ditambah dengan bantuan sistem informasi.

Kelompok mungkin saja menggunakan metoda pembuatan keputusan yang

berbeda-beda, misalnya saja dalam menentukan kriteria yang akan digunakan atau

alternatif pemecahan yang diambil umumnya kelompok akan menggunakan salah

satu dari ketiga metode berikut:

1. keputusan otoritas

Anggota kelompok menyuarakan perasaan dan pendapat mereka,

tetapi pemimpin, bos, atau kepala eksekutif membuat keputusan akhir.

Metode ini memiliki keuntungan menjadi efisien dan memberikan lebih

penting untuk saran dari anggota yang lebih berpengalaman. Kelemahan

besar adalah bahwa anggota mungkin merasa bahwa kontribusi yang

mereka terlalu memiliki sedikit pengaruh dan karena itu mungkin tidak

berpartisipasi dengan antusiasme yang nyata.

2. kekuasaan mayoritas

kelompok setuju untuk mematuhi keputusan mayoritas dan

mungkin suara pada berbagai isu sebagai kelompok mencari untuk

memecahkan masalah tersebut. Seperti keputusan otoritas, metode ini

efisien. Kerugiannya adalah dapat menyebabkan kelompok untuk

membatasi diskusi dengan menyerukan suara setelah mayoritas telah

setuju. juga, anggota tidak voting dengan mayoritas mungkin merasa

(28)

3. consensus

Dalam beberapa situasi, konsensus berarti kesepakatan bulat;

misalnya, juri pidana harus mencapai keputusan bulat untuk menghukum

atau membebaskan terdakwa. Sebagian besar kelompok bisnis, konsensus

berarti bahwa anggota setuju bahwa mereka dapat hidup dengan solusi,

mereka setuju bahwa mereka dapat melakukan apa pun membutuhkan

solusi (kelly, 1994). Konsensus ini sangat membantu ketika kelompok

ingin setiap anggota untuk menjadi puas dan berkomitmen terhadap

keputusan dan pengambilan keputusan proses secara keseluruhan ( Joseph

A. Devito, 2008:194).

Penyelasaian suatu tugas tergantung pada resorce yang ada, baik mengenai

human resorce, kedudukan pemimpin dalam pengambialn keputusan sangatlah

penting. Namun demikian, Heywood menyatakan, “Two heads are better than one” sedangkan Forsyth menyatakan, “Two heads are better, sometimes. Demikian pula, Johnson (1991) menyatakan, “It is only under certain conditions that group decisions are better than individual ones.”(Bimo Walgito,2008:133)

Berkaitan dengan hal di atas, pengambilan keputusann dapat ditentukan

tidak hanya oleh seseorang, tetapi juga dapat ditentukan oleh kelompok. Pada

umumnya, keputusan yang diambil oleh seseorang akan berbeda dengan

keputusan yang diambil oleh kelompok. Salah satu penelitian paling tua yang

membandingkan antara keputusan yang diambil oleh seseorang dengan keputusan

yang diambil oleh kelompok dilaksanakan oleh Goodwin Watson, 1931. Ada

faktor-faktor yang mempertinggi atau menguntungkan keputusan kelompok, tetapi

sebaliknya ada pula faktor-faktor yang dapat menghambat keputusan kelompok

(Bimo Walgito,2008:133).

2.2.12 Faktor-Faktor yang Mempertinggi Efektivitas Pengamilan Keputusan oleh Kelompok

Heywood memberikan gambaran bahwa pemikiran banyak orang akan lebih

baik daripada hanya seorang. Namun pendapat diatas bukan berarti tidak ada

faktor-faktor yang dapat menghambat maupun mendukung keputusan yang di

(29)

kemukakan oleh Forsyth keputusan yang diambil secara individu, tetapi hanya

kadang-kadang. Ada beberapa faktor yang mendukung atau meningkatkan

efektifitas pengambilan keputusan secara kelompok yaitu:

1. Interdepedensi Positif

Artinya para anggota saling bergantung satu dengan yang lainnya

secara positif. Keadaan demikian akan terbentuk apabila para anggota saling

terkait satu dengan yang lainnya sedemikian rupa sehingga seseorang tidak

dapat mencapai kesuksesan tanpa semua bertindak.

2. Ada tanggungjawab individu.

Artinya, tiap anggota dalam kelompok mempunyai andil

tanggungjawab terhadap kesuksesan kelompok. Oleh karena itu,

masing-masing anggota kelompok harus mempunyai tanggungjawab pribadi dengan

ikut ambil bagian dalam usaha pencapaian tujuan kelompok dan menolong

anggota kelompok lain. Semakin kecil keadaan kelompok, semakin terjamin

adanya pertanggungjawaban individu, demikian sebaliknya.

3. Promotive Interaction

Promotive Interactiondapat diartikan bahwa massing-masing anggota saling mendorong dan saling memberikan kesempatan usaha satu dengan

yang lain dalam rangka pencapaian tujuan kelompok.

4. Socially Skilled Group Members

Apabila kelompok tidak mempunyai social skill untuk berinteraksi

secara efektif, maka kelompok tidak akan produktif. Individu perlu

mempelajari keterampilan dalam interaksi personal agar mencapai sikap

kooperatif yang tinggi dan didorong untuk menggunakannya.

5. Group Processing

Kualitas pengambilan keputusan kelompok akan efektif apabila anggota

kelompok secara teratur mendiskusikan bagaimana supaya anggota efektif

dalam bekerjasama dan keterampilan apa yang diperlukan untuk

meningkatkan fungsi kelompok diwaktu yang akan datang. Jadi, pekerjaan

Referensi

Dokumen terkait

c) Selanjutnya calon penyedia barang yang mengunggah dokumen penawaran (administrasi,teknis dan harga) sampai dengan batas akhir waktu pemasukan penawaran sebanyak 4

dilaksanakan Pembukaan Dokumen Penawaran untuk paket pekerjaan dimaksud melalui website www.lpse.depkeu.go.id dengan kesimpulan sebagai berikut:. a) Jumlah calon

Analisis spasial dengan program Surfer 11 menunjukkan sebaran konsentrasi CO dan NO2 tertingi berada di bagian barat daya Terminal Terpadu Amplas yaitu di Gerbang

terhadap populasi siswa-siswi yang orang tuanya bercerai yang tidak hanya bersekolah di Samarinda serta mencari faktor-faktor lain yang berpengaruh pada

Hasil dari evaluasi pengabdian ini, guru dan siswa dapat termotivasi dalam rancang bangun media pembelajaran berupa robotika karena dengan adanya media pembelajaran

dengan membuat aplikasi berbasis animasi menggunakan Flash pada materi.. sistem peredaran darah hewan vertebrata kelas XI IPA tingkat SMA

Tujuan dan manfaat dari pengabdian ini agar peserta didik melalui guru gurunya dapat terbantu dalam berbagi materi, berdiskusi dan mengerjakan tugas kelompok dengan adanya

Model SCREEN3 memungkinkan sekelompok sumber emisi untuk digabung menjadi satu sumber emisi dan model ini memperkirakan beberapa faktor penyebaran pencemar udara seperti