BAB III
METODOLOGI
3.1. Desain Penelitian
Desain Penelitian adalah case control.
3.2. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di Ruang rawat inap terpadu penyakit dalam dan ruang ICU RSUP H. Adam Malik Medan dengan persetujuan Komisi Etik Penelitian FK USU,dilaksanakan mulai bulan Januari 2017 - Maret 2017, atau hingga subjek penelitian ini tercukupi.
3.3 Populasi Penelitian
Populasi adalah semua penderita sepsis. Sampel adalah semua penderita sepsis yang dirawat di Ruang rawat inap terpadu penyakit dalam, dan ruang ICU RSUP H. Adam Malik Medan. Sebagai kelompok control adalah pasien infeksi yang tidak mengalami sepsis yang diambil dari ruang rawat inap terpadu penyakit dalam dan ruang ICU RSUP H. Adam Malik Medan.
3.4 Besar Sampel
Perhitungan besar sampel:
n = = 24,32
n : Jumlah sampel pada kelompok sepsis
zα : Kesalahan tipe I 5% = 1,96
zβ : Kesalahan tipe II 20% = 0,842
s : Simpangan baku gabungan
x1-x2 : Selisih rerata lipoprotein minimal yang dianggap bermakna = 0,5
s = = 0,88
s2 : Simpangan baku (SD) lipoprotein H5 = 0,94 mmol/L
n1 : Jumlah sampel hari ke 0 = 17
n2 : Jumlah sampel hari ke5 = 17
Berdasarkan perhitungan sampel maka diperoleh besar sampel untuk kelompok sepsis sebanyak minimal 24 orang dan kelompok tidak sepsis sebesar 24 orang
3.5. Kriteria yang dimasukkan dan dikeluarkan
3.5.1.Kriteria yang dimasukkan
• Pasien sepsis berusia diatas 17 tahun
3.5.2.Kriteria yang dikeluarkan
• Pasien sepsis dengan pemakaian lipid lowering drug
• Pasien sepsis dengan penyakit ginjal kronis atau penyakit hati kronis atau disfungsi tiroid atau diabetes atau malignancy
• Pasien sepsis dengan penyakit inflamasi kronis seperti HIV, systemic lupus eritematosus, atau rheumatoid arthritis
• Pasien sepsis yang meninggal dalam 48 jam atau dirujuk ke RS lain.
3. 6. Persetujuan setelah penjelas/ informed consent
Seluruh subyek penelitian dimintakan persetujuan secara tertulis tentang kesediaan mengikuti penelitian (Informed Consent).
3.7. Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.8. Cara Kerja
3.8.1. Bahan dan prosedur penelitian
3.8.1.1. Pemeriksaan PCT
• Metode pemeriksaan : ELFA
• Nilai rujukan : < 0.05 ng/ml
• Reagen/ alat : Elecsys BRAHMS PCT/COBAS e 601
Pengambilan Sampel Darah
• Sampel darah diambil dari vena mediana cubiti dengan terlebih dahulu dilakukan tindakan anti septic dengan alcohol 70% dan dibiarkan kering. Pengambilan darah sebanyak 6 cc dilakukan dengan menggunakan disossible syringe 10cc yang dibagi atas 2 bagian. Bagian pertama sebanyak 3 cc darag dengan antikoagulan EDTA untuk pemeriksaan darah lengkap. Bagian kedua sebanyak 3 cc darah tanpa antikoagulan dan diambil serumnya untuk pemeriksaan PCT. Pengambilan sampel darah dilakukan tanpa memperdulikan hari keberapa pasien dirawat, dimana apabila ditemukan pasien sepsis maka diambil sampel darahnya dalam kurun waktu 24 jam. Dan pada saat pengambilan sampel darah, pasien dalam posisi berbaring.
Prinsip tes :Sandwich principle. Total durasi pemeriksaan : 18 menit.
• Inkubasi 1 : Antigen dalam sampel (30µL). suatu antibody spesifik PCT biotinylated monoclonal dan suatu antibody spesifik monoclonal yang di label dengan kompleks ruthenium dan bereaksi membentk kompleks sandwich.
• Inkubasi 2 : Setelah penambahan mikropartikel yang dilapisi streptavidin, kompleks akan menjadi berikatan kesolid phasemelalui interaksi dari biotin dan streptavidin • Campuran reaksi diaspirasi kedalam measuring cell dimana mikropartikel ditangkap
secara magnetic ke permukaan elektroda. Substansi yang tidak berikatan kemudian dipindahkan dengan Procell. Aplikasi voltase terhadap elektroda akan menginduksi emisichemiluminescentyang diukur olehphotomultiplier.
• Hasil ditentukan melalui kurva kalibrasi yang merupakan instrument spesifik oleh 2-point calibrationdan suatu kurva master yang disediakan melaluibarcode reagen.
3.8.1.2. Kultur Darah dan Gal Dengan Bactec 9050
Prinsip Pemeriksaan : Membiakkan dan menginokulasikan bakteri yang terdapat pada sampel darah pada media agar. Jika terdapat pertumbuhan koloni bakteri, dilakukan identifikasi dan selanjutnya dilakukan uji kepekaan.
Metode: Kultur Sampel:
• Jenis : Darah
• Volume : 8-10 ml (untuk pasien dewasa), 1-3 ml (untuk pasien anak) • Stabilitas : 24 jam pada suhu ruang pada mediaBactec plus Aerobic Langkah Kerja:
• Persiapan • Prosedur Kerja
Penanganan Sampel
- Disinfeksi penutup botol dengan kapas alcohol 70%
- Dengan menggunakan spuit, masukkan 8-10 ml (untuk pasien dewasa) darah ke dalam botolBactec Plus Aerobicatau 1-3 ml (untuk pasien anak) darah ke dalam botolBactec Peds Plus
- Masukkan botol ke alat Bactec 9050 - Inkubasi botol fan aerobic selama 5 hari - Keluarkan botol dari alat Bactec 9050
-Inokulasi Sampel
- Dengan menggunakan spuit, ambil 1 ml sampel dari botol yang menunjukkan hasil positif kemudian ratakan dengan ose (dilakukan secara aseptis) pada permukaan media agar
- Inkubasi pada suhu 37 C selama 18–24 jam
- Lakukan pewarnaan Gram, identifikasi dan atau uji kepekaan terhadap koloni tersangka
3.8.2. Pemeriksaan LDL
Alat :Architect Plus
Sampel :Darah puasa 3 cc
Cara pengambilan darah
Sampel darah diambil dari vena mediana cubiti dengan terlebih dahulu dilakukan tindakan anti septic dengan alcohol 70% dan dibiarkan kering. Pengambilan darah sebanyak 3 cc, darah dibekukan dengan suhu ruangan selama 2 menit. Sampel darah yang sudah membeku dimasukkan ke mesin sentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Masukkan sampel darah ke alat architect plus.
3.9. Definisi Operasional
3.9.1. Low Density Lipoprotein : adalah suatu lipoprotein plasma yg terdiri dari proporsi moderat protein dengan sedikit trigliserida, yg berfungsi sebagai pembawa plasma utama kolesterol, membawa kolesterol dari hati (melalui sintesis hepatik dari VLDL) ke jaringan perifer, terutama kelenjar adrenal, gonad, dan jaringan adiposa.
3.9.2. Procalcitonin : adalah suatu pro hormon dari calcitonin yang diproduksi oleh sel parafollicular (sel C) tiroid dan oleh sel neuroendokrin paru-paru dan usus. Procalcitonin digunakan sebagai marker sepsis, dengan nilai cut off ≥ 2ng/ml.
3.9.3. Sepsis
• SIRS : Pasien yang memiliki dua atau lebih kriteria suhu > 38C atau < 36 C, pols > 90x/menit, atau PaCO2 < 32mmHg, Leukosit >12.000/mm3 atau >10% sel imatur (band)
• Sepsis : SIRS yang dibuktikan atau diduga disebabkan oleh kuman.
• Sepsis Berat : sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran.
• Syok Sepsis : sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara adekuat, bersama dengan disfungsi organ.
3.10. Analisa Statistik
10.1. Untuk melihat gambaran karakteristik dan nilai LDL pada kelompok sepsis dan infeksi non sepsis disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.
10.2. Untuk melihat uji normalitas data digunakan uji Kolmogorov. Data berdistribusi normal bila p>0.005.
10.3. Untuk melihat hubungan variable nilai LDL dengan derajat keparahan sepsis menggunakan uji korelasi Spearman.
10.4.Hasil analisa bermakna secara statistik jika p<0.05.
3.11. Kerangka Operasional
Populasi pasien infeksi yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam dan ICU
SAMPEL pasien infeksi
Kriteria Inklusi Kriteria Ekslusi
PENGUKURAN ( H1, H3, H5) :
Darah Lengkap Serum Prokalcitonin Kultur Darah LDL
Pasien Infeksi Non Sepsis Pasien Infeksi dengan Sepsis
PCT ≥ 2 ng/ml
Analisa Statistik LDL
Derajat keparahan Sepsis
BAB IV karakteristik dan hasil pemeriksaan laboratorium dan kondisi klinis subjek penelitian dapat dilihat pada tabel-tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin
Karakteristik KELOMPOK
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa karakteristik subjek penelitian kelompok sepsis lebih banyak dengan kelompok umur 56 – 65 tahun (30%), diikuti dengan umur 36 – 45 tahun dan 46 – 55 tahun masing-masing 23,3% dan terendah kelompok umur 25– 35 tahun yaitu 10%. Sedangkan untuk kelompok non sepsis lebih banyak dengan kelompok umur 46–
Menurut jenis kelamin kelompok sepsis lebih banyak wanita (53,3%) dan kelompok non sepsis sebagian besar adalah jenis kelamin pria (63,3%). Secara statistik dengan uji Chi-square didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna jenis kelamin pada sepsis dan non sepsis.
Tabel 4.2 Distribusi jenis bakteri berdasarkan hasil kultur dan sumber infeksi kelompok penelitian
Berdasarkan kultur kuman menunjukkan bahwa kelompok sepsis, sebagian besar dengan bakteri gram negatif (50%), dengan gram positif hanya 6,7%, serta tidak ada kuman sebanyak 26,7%, sedangkan pada kelompok non sepsi juga sebagian besar (60%) dijumpai kuman gram negatif, 10 dengan gram positif dan tidak ada kuman sebanyak 30%. Secara statistik dengan ujiFisher exactdidapat nilai p >0,05 yang berarti tidak ada perbedaan
Tabel 4.3 Nilai rerata dan median Procalcitonin (PCT) dan LDL subjek penelitian.
Sepsis 30 20,02 20,51 18,12 0,70 102
0,0001
Non Sepsis 30 ,74 1,24 0,25 0,04 5,87
PCT_3
Sepsis 30 15,97 18,03 8,64 0,27 89,10 0,0001
Non Sepsis 30 0,48 0,81 0,17 0,04 4,07
PCT_5
Sepsis 30 16,82 20,73 8,85 0,31 88,64
0,0001
Non Sepsis 30 0,36 0,84 0,04 0,04 4,07
Karakteristik
Sepsis 30 77,70 33,418 73,50 14 196
0.01
Non Sepsis 30 102,23 45,905 93,50 12 239
LDL hari 3
Sepsis 30 80,17 32,284 84 22 173
0.001
Non Sepsis 30 112,10 48,436 106 13 274
LDL hari 5
Sepsis 30 83,50 38,676 84,50 17 243
0.0001
Non Sepsis 30 114,53 38,580 104 43 212
*Mann-Whitney test
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelompok pasien sepsis nilai rerata PCT pada pemeriksan awal telah melampuai batas normal (<0,05 ng/ml) yaitu sebesar 20,02 ± 20,51 ng/ml dan mengalami penurunan mulai hari ke 3 menjadi 15,97 ± 18,03 dan hari ke
Hasil laboratorium ini juga menjelaskan bahwa nilai PCT pada kelompok sepsis lebih tinggi dibanding nilai PCT pada kelompok non sepsis, sedangkan nilai LDL pada kelompok sepsis lebih rendah dibanding nilai LDL pada kelompok non sepsis pada hari ke 1 dan ke 3 maupun pada hari ke 5.
Berdasarkan ujiMann-Whitneykarena data tidak berdistribusi normal didapatkan nilai p<0,05 untuk seluruh kadar PCT pada hari perawatan ke 1 - 5 yang berarti ada perbedaan yang bermakna antara kelompok sepsis dan non sepsis untuk masing-masing kadar PCT, sedangkan kadar LDL pada hari perawatan 1 – 5 menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara kelompok sepsis dan non sepsis LDL (p<0,05). Berdasarkan hal ini maka hipotesis yang menyatakan ada pengaruh sepsis terhadap nilai LDL diterima.
Tabel 4.4 Distribusi derajat sepsis pada kelompok sepsis
Derajat Sepsis Frekuensi Persentase
Ringan 15 50%
Berat 13 43,3%
Syok 2 6,7%
Jumlah 30 100%
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada kelompok sepsis lebih banyak dengan derajat sepsis ringan yaitu 50% dan yang terendah adalah dengan derajat syok sepsis yaitu 6,7%.
Tabel 4.5 Korelasi kadar LDL dengan derajat sepsis
Variabel yang diuji n Nilai r Nilai p
LDL dan Derajat Sepsis
60 -0,318 0,013
Tabel 4.6 Nilai rerata dan median Procalcitonin (PCT) dan LDL subjek penilitian dengan
Tabel diatas menjelaskan bahwa pada kelompok dengan bakteri gram positif, pasien sepsis kadar rerata PCT pada pemeriksan awal adalah 20,75 ± 24,25 ng/ml dan mengalami sedikit penurunan mulai hari ke 3 perawatan menjadi 19,95 ± 11,10 ng/ml dan relatif tetap pada hari ke 5, demikian juga kadar rerata LDL pada pemeriksaan awal adalah 17,50 ± 10,61 mg/dl dan mengalami penurunan pada hari 3 menjadi 13,50 ± 3,54 mg/dl dan 5 perawatan menjadi 10,0 ± 4,24 mg/dl.
Pada kelompok pasien non sepsis kadar rerata PCT pada pemeriksan awal adalah 0,38 ± 0,56 ng/ml dan mengalami penurunan mulai hari ke 3 menjadi 0,14 ± 0,08 ng/ml dan 5 perawatan menjadi 0,18 ± 0,22 ng/ml, sedangkan kadar rerata LDL pada kelompok dengan bakteri gram positif pasien nonsepsis pemeriksaan awal adalah 32,33 ± 23,12 mg/dl, menetap pada hari 3 perawatan menjadi 32,33 ± 36,96 mg/dl dan terus mengalami peningkatan pada
Hasil pemeriksaan laboratorium ini juga menjelaskan bahwa kadar PCT pada kelompok sepsis lebih tinggi dibanding kadar PCT pada kelompok non sepsis, sedangkan kadar HDL pada kelompok sepsis lebih rendah dibanding kadarLDL pada kelompok non sepsis. Berdasarkan ujiMann-Whitneykarena data tidak berdistribusi normal didapatkan nilai p>0,05 untuk seluruh kadar LDL dan PCT yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok sepsis dan non sepsis untuk masing-masing kadar LDL dan PCT.
Tabel 4.7 Nilai rerata dan median Procalcitonin (PCT) dan LDL subjek penelitian dengan bakteri gram negatif.
menjadi 85,27 ± 18,59mg/dl dan relatif menetap pada hari ke 5 perawatan yaitu 85,33 ± 16,23 mg/dl
Pada kelompok dengan bakteri gram negatif untuk pasien non sepsis kadar rerata PCT pada pemeriksan awal adalah 0,58 ± 0,83 ng/ml dan mengalami penurunan mulai hari ke 3 menjadi 0,37 ± 0,69 ng/ml dan 5 perawatan menjadi 0,31 ± 0,58ng/ml, sedangkan untuk kadar rerata LDL pada pemeriksaan awal adalah 96,72 ± 42,16 mg/dl, mengalami peningkatan pada hari 3 perawatan menjadi 101,72 ± 37,14 mg/dl dan pada hari ke 5 perawatan menjadi 109 ± 30,28 mg/dl.
Hasil laboratorium pada kelompok dengan bakteri gram negatif menjelaskan bahwa kadar PCT pada kelompok sepsis lebih tinggi dibanding kadar PCT pada kelompok non
sepsis, sedangkan kadarLDL pada kelompok sepsis lebih rendah dibanding kadarLDL pada kelompok non sepsis. Berdasarkan uji Mann-Whitney karena data tidak berdistribusi normal didapatkan nilai p<0,05 untuk seluruh kadar PCT yang berarti ada perbedaan yang bermakna
antara kelompok sepsis dan non sepsis untuk kadar PCT pada hari ke 1–5 perawatan. Untuk kadar HDL dengan ujiMann-Whitneydidapatkan nilai p>0,05 untuk kadar LDL pada hari ke 1 dan hari ke 3 perawatan yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok sepsis dan non sepsis untuk kadar LDL dengan bakteri gram negatif, sedangkan kadar LDL pada hari ke 5 menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara kelompok sepsis dan non sepsis.
4.2. Pembahasan
Sepsis terjadi akibat adanya interaksi antara mikroorganisme pathogen dan sistem
kekebalan tubuh yang memicu respon peradangan / inflamasi yang berlebihan dan tidak teratur yang bersifat merusak. Diagnosa dan penanganan yang tertunda dari sepsis menyebabkan perburukan penyakit yang dapat menyebabkan kolapsnya sirkulasi, gagal organ multiple dan kematian (Artero et al, 2012,;Cohen J, 2002;Guntur A H, 2014;Nasronudin, 2007).
menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna usia dan jenis kelamin pada kelompok sepsis dan non sepsis.
Pada penelitian Gregg S Martin (2006), yang dilakukan selama 24 tahun, mulai tahun 1979 sampai dengan 2002, dengan jumlah sampel sebanyak 10.422.301 pasien diperoleh hasil bahwa insiden sepsis meningkat pada usia tua, dan usia merupakan faktor prediktor independen terhadap mortalitas. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Nosheen Nasir tahun 2005 di Pakistan yang membandingkan mortalitas yang disebabkan oleh sepsis pada pria dibandingkan wanita, diperoleh tingkat mortalitas yang lebih tinggi pada pria, dimana hal ini sehubungan dengan tingkat IL 6 yang lebih tinggi.
Berdasarkan kultur kuman menunjukkan bahwa kelompok sepsis, sebagian besar
dengan bakteri gram negatif (50%), dengan gram positif hanya 6,7%, serta tidak ada kuman sebanyak 26,7%, sedangkan pada kelompok non sepsi juga sebagian besar (60%) dijumpai kuman gram negatif, 10 dengan gram positif dan tidak ada kuman sebanyak 30%.
Secara statistik dengan ujiFisher exactdidapat nilai p >0,05 yang berarti tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok sepsis maupun non sepsis.
Pada penelitian yang dilakukan Abera Kumalo et al di Etiopia Barat, sebanyak 95 sampel dengan lama penelitian mulai bulan Maret sampai dengan Juni 2013, diperoleh hasil bahwa jenis kuman terbanyak adalah berasal dari gram positif (53,3%), diikuti dengan gram negatif sebanyak 46,7%. Berbeda dengan penelitian yang di lakukan di RSHAM Medan, dimana jenis kuman terbanyak adalah bakteri gram negatif. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan lokasi geografi, perbedaan variasi epidemiologi/agen penyebab, perbedaan karakateristik populasi pasien, jumlah sampel yang terbatas dan lama studi.
meningkatkan nilai toltal lipid yang diekstraksi yang mempengaruhi peningkatan nilai lipid yang lain seperti IDL, LDL, sedangkan nilai HDL tidak signifikan di dalam penelitian ini. Fungsi utama akut fase respon adalah Melindungi organisme dari cedera yang lebih lanjut dan membantu dalam perbaikan respons. Dimana respons terhadap infeksi atau peradangan yang berlarut larut mungkin merupakan konsekuensi yang berbahaya. Dimana respon terhadap infeksi mirip terhadap kejadian ateroskeloris, seperti peningkatan C-reaktif protein, penanda fase akut lainnya responnya juga meningkat pada penderita jantung koroner, stroke, juga infeksi Chlamydia pneumoniae, infeksi gigi kronis, bronkitis kronis, dan rheumatoid arthritis. Dimana mungkin saja perubahan yang dihasilkan selama fase akut respon dapat memiliki efek menyebabkan perubahan dalam komposisi lipoprotein, menghasilkan kolesterol rich Dan partikel LDL yang kaya proatherogenic. peningkatan kadar ceramide dalam LDL memudahkan agregasi LDL, yang, pada gilirannya, meningkatkan serapannya
oleh makrofag, yang menyebabkan pembentukan sel busa.
Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Mihai G Netea et al (1996), dimana lipoprotein dapat berikatan dengan LPS dan menurunkan produksi sitokin proinflamasi dan menurunkan jumlah reseptor LDL di hati yang pada akibatnya akan meningkatkan kadar LDL dalam darah.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Mitra Barati et al (2011), dimana mereka membandingkan kadar konsentrasi plasma lipid pada pasien sepsis dan non sepsis di ICU, dijumpai bahwa pada kelompok sepsis diperoleh kadar LDL, HDL yang rendah, dan kadar trigliserida yang meningkat. penelitian eksperimental menunjukkan bahwa tingginya kadar sitokin yang beredar akan menurunkan kadar kolesterol selama infeksi berat.
Pada kasus sepsis dapat dijelaskan berdasarkan literatur bahwa selama proses infeksi, terjadi perubahan signifikan dalam metabolisme lipid dan komposisi lipoprotein. Infeksi dan peradangan menginduksi acute-phase response (APR), yang mengarah ke beberapa perubahan dalam metabolisme lipid dan metabolisme lipoprotein. Kadar plasma trigliserida meningkat dari peningkatan sekresi VLDL sebagai akibat dari lipolisis jaringan adiposa, peningkatan sintesis asam lemak hati de novo, dan penekanan oksidasi asam lemak. Dengan infeksi yang lebih berat, kadar VLDL menurun disertai penurunan lipoprotein lipase dan apolipoprotein E di VLDL. Menurut Khovidhunkit et al (2004), selama infeksi terjadi perubahan dalam metabolisme kolesterol, LDL, HDL. LPS dan sitokin menurunkan kadar kolesterol serum total dalam primata, sedangkan pada tikus meningkatkan kadar kolesterol,
sintesis kolesterol hati dan penurunan kadar LDL, konversi kolesterol menjadi asam empedu, dan sekresi kolesterol dalam empedu. perubahan ditandai dalam protein penting dalam metabolisme HDL menyebabkan penurunan transportasi balik kolesterol dan meningkatkan pengiriman kolesterol ke sel-sel kekebalan. Oksidasi LDL dan VLDL meningkat, sedangkan HDL menjadi molekul proinflamasi. Lipoprotein menjadi akan ceramide, glucosylceramide, dan sphingomyelin, meningkatkan penyerapan oleh makrofag. Dengan demikian, banyak perubahan lipoprotein yang proatherogenic. Mekanisme molekuler yang mendasari penurunan banyak protein selama APR melibatkan penurunan beberapa reseptor hormon, termasuk reseptor Peroksisom proliferator teraktivasi, X reseptor hati, X reseptor farnesoid, dan reseptor retinoid X. APR berfungsi melindungi host dari efek berbahaya dari bakteri, virus, dan parasit. Namun, jika berkepanjangan, perubahan-perubahan dalam struktur dan fungsi lipoprotein akan memberikan kontribusi untuk aterogenesis (Wyllie et
al(2005);Christ-crain et al(2005);Neda et al(2009);Sunil et al(2012)
Proprotein konvertase Subtilisin / Kexin Jenis-9 (PCSK9) merupakan kandidat yg menarik untuk pengobatan karena sasaran strategi anti-PCSK9 adalah organisme , bukan respon inang. Manfaat mengenai pendekatan ini muncul dari pemahaman tentang jalur pembersihan normal sepsis-inisiasi molekul patogen. Sistem kekebalan tubuh bawaan memberikan respon awal ketika terinfeksi kuman patogen ketika pathogen associated mollecular patterns (PAMPs) mengikat dan mengaktifkan reseptor imun bawaan, seperti Toll-Like reseptor. Kunci PAMPs dari bakteri adalah molekul lipid yang berasal dari dinding sel bakteri, seperti lipopolisakarida (LPS) bakteri Gram-negatif, atau asam lipotechoic dari bakteri Gram-positif. Untuk membersihkan patogen lipid ini dari sirkulasi darah pasien septik, molekul ini pertama-tama terikat oleh protein transfer, misalnya LPS binding protein (LBP) dan bakterisidal/ permeability-inducing protein (BPI). Transfer Protein ini sangat homolog terhadap lipid lainnya dalam membawa protein, seperti phospolipid transfer protein (PLTP) dan cholesterol ester transfer protein (CETP), molekul yang lebih familiar dengan kardiologis. Seperti PLTP dan CETP, transfer lipid patogen yang dilakukan dalam menyeimbangkan antara high-density lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein (LDL), very low density lipoprotein (VLDL). Kemudian, lipid patogen yang dibersihkan oleh hati melalui LDL reseptor diekspresikan pada hepatosit (Joseph et al(2001);James(2014);Maja(2009)
dalam patogenesis sepsis. Ada juga bukti yg menunjukkan peningkatan kadar PCSK9 selama sepsis. Bahwa pengobatan LPS dapat meningkatkan ekspresi mRNA PCSK9 di hati dan ginjal tikus. Sebagai tambahan, tingkat PCSK9 plasma terbukti berfungsi sebagai biomarker dari tingkat keparahan penyakit pada pasien dengan trauma berat Di ICU. Temuan ini menunjukkan bahwa PCSK9 mungkin memainkan peran dalam patogenesis atau perkembangan sepsis. Infeksi bakteri dan sepsis yang menginduksi LPS baru-baru dihubungkan secara positif dengan tingkat sirkulasi PCSK9, yang kemungkinan disebabkan oleh efek upregulasi LPS pada sterol regulatory element-binding protein 2 sebagai faktor transkripsi penting dari gen PCSK9. Sebuah studi in vitro menunjukkan bahwa pengambilan LPS menurun saat sel HepG2 diobati dengan PCSK9 pada manusia. Studi in vivo juga mengungkapkan bahwa peningkatan plasma-interleukin-6 yang dipicu LPS (IL-6), hipotermia, dan kerusakan organ lebih rendah pada tikus dengan defisiensi PCSK9
dibandingkan dengan tikus liar. Defisiensi PCSK9 juga terkait dengan eliminasi LPS yang cepat dari aliran darah. Sebaliknya, overexpressi PCSK9 dalam cecal ligation and puncture (CLP) tikus percobaan yang sepsis disertai dengan peningkatan kerusakan hati dan ginjal dan peningkatan kadar IL-6 dan transaminase plasma. Hubungan antara PCSK9 dan sepsis didukung lebih lanjut dengan analisis data genetik manusia dari dua data kohort yang telah dirawat karena sepsis menunjukkan subjek dengan setidaknya satu alel LOF PCSK9 Lebih mungkin untuk bertahan hidup. Pelepasan mutasi PCSK9 terhadap sepsis dapat dijelaskan melalui perubahan kepadatan dan aktivitas LDLR. Secara mekanis, peningkatan plasma PCSK9 menurunkan daur ulang dan jumlah LDLR hati dan VLDLRs, yang akibatnya mengurangi pembersihan hepar dari patogen lipid yang beredar seperti LPS, sehingga memperburuk sepsis, diseminasi, dan kerusakan multi-organ (Amir Abbas Momtazi,2017)
LDL reseptor merupakan langkah kunci dalam clearance patogen lipid dari sirkulasi di sepsis, sepsis berat dan shock septik. Partikel LDL berikatan dengan reseptor LDL dan, dengan reseptor LDL, diinternalisasikan dalam hepatosit. Ketika dibersihkan dari LDL, reseptor ini kemudian diedarkan kembali ke permukaan sel hepatosit. Jumlah LDL reseptor yang diekspresikan pada hepatosit diatur oleh PCSK9. PCSK9 dalam sirkulasi mengikat reseptor LDL pada hepatosit. Ketika reseptor LDL diinternalisasi, terikat PCSK9 menargetkan reseptor LDL untuk degradasi lisosom. Hal ini menyebabkan penurunan densitas reseptor LDL pada hepatosit yang, pada gilirannya, mengurangi LDL receptor mediated dan juga mengurangi clearance patogen lipid. Sebaliknya, obat-obatan atau variasi
hepatosit, dan dengan demikian meningkatkan clearance LDL dari darah (Joseph et al(2001);James(2014);Maja(2009).
Hasil penelitian ini menemukan bahwa adanya korelasi negatif yang signifikan antara LDL dengan derajat sepsis dengan kekuatan korelasi sedang (r= -0,318).
Selama proses infeksi, terjadi perubahan signifikan dalam metabolisme lipid dan komposisi lipoprotein. Pada pasien dengan infeksi, terjadi peningkatan serum level dari total kolesterol, LDL, dan serum trigliserid serta penurunan serum HDL telah dilaporkan dalam beberapa studi. Hal ini sehubungan dengan beberapa mekanisme,termasuk pengurangan hidrolisis dari TG,LPS dan sitokin pro-inflamasi menginduksi produksi asam lemak bebas dan sintesis TG di hati. LDL reseptor demikian merupakan langkah kunci dalam clearance patogen lipid dari sirkulasi sepsis, sepsis berat dan shock septik. (Wyllie et al(2005);Christ-crain et al(2005);Neda et al(2009);Henk et al(2003);Sunil et al(2012)
Riaz A. Memon et al(2000) dari University of California San Fransisco mengatakan bahwa pada tikus percobaan yang disuntikkan dengan endotoksin, hasilnya menunjukkan bahwa infeksi yang disebabkan oleh Lipopolisakarida akan meningkatkan kadar LDL dalam darah, demikian juga dengan Joseph P gaut(2001) yang menuliskan bahwa peningkatan level LDL mempromosikan formasi lapisan lemak dan pembuluh darah pada hewan dan manusia. Dimana LDL bersifat aterogenik karena LDL peka terhadap oksidasi dan mudah untuk masuk ke dalam endotel dan berikatan dengan intima proteoglycan yang dapat menimbulkan penebalan dinding pembuluh darah. Small dense LDL kaya akan sphingolipid dan ceramide, dimana LDL ceramide akan meningkat kadarnya selama infeksi atau sepsis.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Secara statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna kadar LDL antara kelompok sepsis dan non sepsis dengan nilai p<0,05.
b. Adanya korelasi negatif yang signifikan antara LDL dengan derajat sepsis dengan
kekuatan korelasi sedang (r= - 0,318).
5.2 Saran