• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KASUS PROGRAM STUDI DIPLOMA III KE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STUDI KASUS PROGRAM STUDI DIPLOMA III KE"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN

NAFAS PADA AN.R DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN

ATAS (ISPA) DI BANGSAL BAKUNG DI RUMAH SAKIT

PANTI WALUYO SURAKARTA

Disusun Oleh :

ANDI SETIAWAN P.10 074

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

(2)

i

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN

NAFAS PADA AN.R DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN

ATAS (ISPA) DI BANGSAL BAKUNG DI RUMAH SAKIT

PANTI WALUYO SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

Disusun Oleh :

ANDI SETIAWAN P.10 074

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

(3)
(4)
(5)
(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul "ASUHAN KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS PADA.AN. R DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (ISPA) DI RUANG BAKUNG RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA"

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Bapak Setiyawan, S.Kep., Ns, selaku Ketua Program Studi DIII keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

2. Ibu Erlina Windyastuti, S.Kep., Ns, selaku Sekretaris Ketua Program Studi DIII keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

(7)

vi

4. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.

5. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan program pendidikan.

6. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin

(8)

vii DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

C. Perumusan Masalah Keperawatan ... 11

D. Tujuan dan Kriteria Hasil ... 11

E. Perencanaan Keperawatan... 12

(9)

viii

G. Evaluasi Keperawatan ... 14

BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan ... 16 B. Simpulan ... 25 C. Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

(11)

x LAMPIRAN

Lampiran I : Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data Lampiran II : Format Pendelegasian

Lampiaran III : Log Book

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

ISPA kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernapasan Atas, menurut bahasa Inggris, ISPA yaitu Acute Respiratory Infections (ARI). ISPA disebabkan masuknya kuman ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit pada saluran pernapasan, yang dilalui udara yang dihirup dan dikeluarkan lagi mulai dari paru-paru lalu keluar melalui hidung, berlangsung sampai 14 hari, untuk penyakit yang tergolong ISPA infeksi tergolong lebih dari 14 hari (Nenggala, 2007).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan yang bersifat akut dengan berbagai macam gejala. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai sebab seperti virus, bakteri, dan jamur. Tanda dan gejala diantaranya adalah sakit tenggorok, batuk, alergi, dan diare (Widoyono, 2011 : 204).

(13)

2

pernafasan akut ini menyebabkan empat dari 15 juta perkiraan kematian pada anak yang berusia di bawah 5 tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua pertiga kematian tersebut adalah bayi (Dewi, 2012).

Di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008, jumlah kasus ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) pada balita mencapai 213.316 kasus. Kota Prabumulih yang merupakan salah satu wilayah yang ada di Sumatera Selatan, memiliki angka kejadian ISPA pada balita yang cukup tinggi. Dari laporan bulanan Program P2 ISPA Dinas Kesehatan Kota Prabumulih tahun 2009, angka kejadian ISPA pada balita mencapai 10.148 kasus (87,04%) untuk seluruh wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Prabumulih (Oktaviani, 2010).

Masalah kesehatan dan pertumbuhan anak di Indonesia sangat dipengaruhi oleh dua persoalan utama, yaitu keadaan gizi yang tidak baik dan menyebarnya penyakit infeksi. Gizi dan infeksi merupakan suatu kesatuan yang menjadi penyebab kematian sebagian besar bayi dan anak balita (Prameswari, 2009).

Kebutuhan dasar manusia menurut Maslow dibagi menjadi lima tingkatan, diantaranya adalah kebutuhan fisiologis, keselamatan dan keamanan, cinta dan rasa memiliki, harga diri, dan aktualisasi diri. Dari kelima tingkatan tersebut kebutuhan fisiologis merupakan prioritas tertinggi dalam hierarki Maslow. Salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi adalah kebutuhan oksigenasi (Potter dan Perry, 2005 : 613).

(14)

3

Oksigen (02) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas. Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem Respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis (Harahap, 2004).

Kebutuhan oksigenasi pada anak sangatlah penting dan harus dipenuhi, jika tidak ditangani sering menyebabkan gangguan ventilasi dan perfiisi yang menimbulkan hipoxia, hipercarbia, dan juga dapat memperlambat proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak (Umar, 2004).

(15)

4

B. TUJUAN PENULISAN 1. Tujuan Umum

Melaporkan kasus ketidakefektifan bersihan jalan napas pada An. R dengan ISPA di RS Panti Waluyo Surakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada An R dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas pada pasien ISPA.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. R dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas pada pasien ISPA. c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada An. R

dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas pada pasien ISPA. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada An. R dengan

ketidakefektifan bersihan jalan napas pada pasien ISPA.

e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada An. R dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas pada pasien ISPA.

f. Penulis mampu menganalisa kondisi pada An. R dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas pada pasien ISPA.

C. MANFAAT

1. Bagi Institusi Keperawatan

(16)

5

pada pasien dengan lebih optimal serta meningkatkan ketrampilan dalam memberikan penatalaksanaan yang lebih baik pada pasien ISPA. Perawat mampu bersikap profesional dalam memberikan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien ISPA.

2. Institusi Pendidikan

Sebagai informasi kepada mahasiswa tentang asuhan keperawatan anak pada pasien ISPA, sehingga dapat memberikan gambaran tentang penatalaksanaan pemenuhan oksigenasi pada pasien ISPA.

3. Bagi Penulis

a. Mengetahui informasi serta mampu menerapkan asuhan keperawatan tentang pemenuhan kebutuhan oksigensi pada pasien ISPA, sehingga dapat mengembangkan wawasan penulis.

(17)

6 BAB II LAPORAN KASUS

Pada bab ini penulis akan menulis laporan kasus tentang kebutuhan oksigenasi dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas. Penulisan menggunakan metode dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

Pengkajian dilakukan pada tanggal 22 April 2013 jam 10.00 WIB, pada kasus ini diperoieh data dengan cara auto anamnesa dan alio anamnesa, pengamatan dan observasi langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis, catatan perawat.

A. IDENTITAS KLIEN

(18)

7

B. PENGKAJIAN

1. Riwayat Kesehatan Klien

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa riwayat kesehatan klien, keluhan utama yang dirasakan oleh klien adalah ibu mengatakan An. R batuk berdahak. Riwayat kesehatan sekarang adalah keluarga klien mengatakan 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit klien panas, terutama pada malam hari, batuk kurang lebih 3 minggu, berdahak. Pada tanggal 22 April 2013 klien dibawa oleh keluarganya ke poli Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta dan dokter menyarankan untuk dirawat, klien di IGD mendapatkan terapi infuse RL 10 tpm, injeksi Bactesyn 250 mg diberikan melalui IV, kemudian klien dipindah ke bangsal Bakung. Pengkajian yang dilakukan didapatkan hasil klien sulit bernapas, batuk berdahak, batuk sewaktu waktu, klien tampak lemas, pergerakanya bebas namun terbatas, tampak berbaring, dilakukan vital sign dengan hasil, Nadi : 102 kali per menit, irama teratur, teraba di nadi karotis, Suhu : 39,1 derajat celcius, Respirasi: 36 kali per menit, napas tidak teratur dan cepat dangkal.

(19)

8

Agustus 2010 dan pada klien tidak terdapat kelainan bawaan. Keluarga mengatakan imunisasi klien lengkap namun lupa tanggal pemberianya. Keluarga mengatakan klien mempunyai kebiasaan khusus dalam tingkah laku yaitu menghisap ibu jari. Pertumbuhan dan perkembangan, berat baru lahir 2.800 gram, saat usia 6 bulan 6 kg, berat badan saat ini 11 kg, gigi belum lengkap. Pertumbuhan dan perkembangan pasien dalam keadaan normal.

Riwayat kesehatan keluarga adalah keluarga mengatakan tidak ada penyakit keturunan atau menular, riwayat kesehatan sebelumnya adalah keluarga mengatakan pasien pernah dirawat di Rumah Sakit pada bulan Mei 2012 dengan penyakit yang sama yaitu ISPA.

(20)

9

padat. Setelah sakit keluarga mengatakan BAB 1 kali per hari, warna kuning, padat dan BAK 4 kali per hari, bau khas, warna kuning.

2. Pemeriksaan Fisik

Berdasarkan pengkajian didapatkan pemeriksaan fisik dan penilaian keadaan umum adalah cukup, kesadaran composmentis atau sadar penuh. Pemeriksaan fisik; kepala klien mesosefal, rambut tipis, mata klien konjunctiva tidak anemis, pupil isokor, sklera tidak ikterik. Hidung simetris, tidak ada polip, tidak ada sekrel. Mulut simetris, gigi belum lengkap, mukosa bibir kering; Pemeriksaan dada: inspeksi paru pengembangan dada kanan-kiri simetris, palpasi. vocal fremitus kanan kiri sama, perkusi : bunyi paru sonar, auskultasi : terdengar suara nafas tambahan ronkhi (grok-grok). Pemeriksaan jantung inspeksi: pulsasi ictus cordis tidak tampak, palpasi: ictus cordis teraba di SIC V, perkusi:

bunyi pekak, auskultasi bunyi jantung I & II murni tidak ada bising. Pemeriksaan abdomen inspeksi : bentuk datar, tidak ada jejas, auskultasi : peristaltic usus 36x/menit, perkusi: bunyi abdomen

hipertimpani, palpasi : tidak ada nyeri tekan. Tanda- tanda vital pada

(21)

10

Untuk genogramnya :

Gambar 2.1. Genogram Keterangan :

: Perempuan meninggal : Laki-laki meninggal

: Laki-laki : Pasien

: Perempuan : Tinggal Serumah

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang laboratorium pada tanggal 22 April 2013 yaitu Hemoglobin 12,0 g/dl (N P: 12-16 g/dl,Lk: 14-18 g/dl), Hematokrit 37,3 % (N P: 38-47 % Lk : 40-54 %), Leukosit 7,600 mm3 (N 4,500 - 14 500), Limfosit 36,9% (N 36-52), Monosit 11,1% (N 0-50), MCH 23 Pg (N 29-33), MCHC 32 g/dl (N 32-36)

(22)

11

4. Terapi obat

Terapi obat pada tanggal 22 - 23 April 2013 klien mendapatkan infuse Ringer Laktat 10 tpm, injeksi Bactesyn 250 mg diberikan secara IV, injeksi Ceftriaxone 1/3 gr (1,6 mg)/ 8 jam diberikan secara IV, injeksi Lameson (6,25 mg)/ 8 jam diberikan secara IV, sanmol /8 jam cth diberikan secara oral, untuk obat nebulizer: ventolin 1,75 mg/8 jam, pulmicort 50 mg/8 jam.

Dari data hasil pengkajian dan observasi di atas, penulis melakukan analisa data kemudian merumuskan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan prioritas, menyusun intervensi keperawatan, melakukan implementasi, dan evaluasi tindakan.

C. PERUMUSAN MASALAH

Prioritas diagnosa keperawatan adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan banyaknya mukus. Data yang menunjang dengan diagnosa tersebut adalah data subyektif: ibu klien mengatakan batuk sudah 3 minggu, sulit untuk bernapas. Data obyektif; dahak keluar jika batuk, terdapat suara nafas tambahan ronkhi (grok-grok), irama napas tidak teratur (cepat dangkal) dan frekuensi pernapasan 36 kali per menit.

D. TUJUAN DAN KRITERIA HASIL

(23)

12

tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas dapat teratasi dengan kriteria hasil, klien tidak sesak napas, suara nafas bersih, nafas vesikuler, irama teratur dan frekuensi pemafasan 25 kali per menit (Potter dan Perry, 2005).

E. INTERVENSI KEPERAWATAN

Intervensi atau rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan berdasarkan ONEC (Observasi, Nursing intervensi, Edukasi, Colaborasi) yaitu observasi Respirasi, frekwensi, irama, rasional : untuk mengetahui percepatan nafas klien, auskultasi suara nafas, rasional : untuk mengetahui adanya bunyi tambahan, ajarkan batuk efektif, rasional : untuk mengeluarkan dahak, atur posisi tidur dengan semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi, rasional: untuk melancarkan saluran pernafasan, kolaborasi dengan dokter pemberian terapi obat dan Nebulizer, rasional : sebagai bronkodilator, dan mengencerkan dahak

F. IMPLMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi keperawatan atau tindakan keperawatan dilakukan selama 3 hari. Tanggal 22 April pada jam 10,05 WIB mengobservasi Respirasi klien, respon subyektif: keluarga mengatakan iya, respon obyektif:

(24)

13

batuk efektif ke orang tua untuk dilakukan ke klien. Respon subyektif: Ibu mengatakan bersedia, respon obyektif: ibu terlihat paham. Pada jam 13.00 berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian program terapi, respon subyektif: keluarga mengatakan bersedia, respon obyektif: Injeksi cefriaxone

1/3 (1,6 mg)/8 jam diberikan secara IV dan injeksi lameson 1/4 sampul mg)/ 8 jam diberikan secara IV, sanmol /8 jam diberikan secara oral. Pada jam 13.15 WIB mengatur posisi tidur semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi, respon subyektif: ibu mengatakan mengerti, respon objektif: ibu terlihat paham.

Pada tanggal 23 April 2013 jam 08.45 WIB mengobservasi Respirasi, respon subyektif: keluarga mengatakan iya, respon obyektif; RR: 35 kali per

menit, frekuensi dangkal, irama cepat, terdapat suara tambahan (ronkhi). Pada jam 10.00 WIB kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian program terapi, respon subyektif: keluarga mengatakan mengerti, respon obyektif: nebulizer ventolin 1,75 mg/ 8 jam dan pulmicort 50 mg/ 8 jam. Pada jam 10.30 WIB mencatat adanya suara tambahan, respon subyektif: keluarga mengatakan setuju, respon obyektif: suara ronkhi. Pada jam 11.00 WIB mengajarkan batuk efektif ke orang tua untuk diajarkan ke klien, respon subyektif ; keluarga mengatakan mengerti, respon obyektif: ibu mencoba

(25)

14

lameson 1/4 (2 mg) jam diberikan secara IV, sanmol /8 jam diberikan secara oral.

Pada tanggal 24 April 2013 jam 08.50 WIB mengobservasi Respirasi, subyektif : pasien diam saja, obyektif : Respirasi : 30 kali per menit, Frekuensi dangkal, irama tidak teratur, terdapat suara tambahan {ronkhi). Pada jam 10.15 WIB mencatat adanya suara tambahan, subjektif: keluarga mengatakan bersedia, objektif : suara ronkhi, Pada jam 11.25 WIB mengajarkan keluarga batuk efektif untuk dilakukan ke-klien, subjektif : keluarga mengatakan sudah mencoba, objektif : terlihat paham. Pada jam 13.00 WIB berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian program terapi, subjektif ; keluarga mengatakan setuju, objektif : injeksi ceftriaxone 1/3 (1,6 mg) / 8 jam diberikan secara IV, injeksi lameson 1/4 mg)/ 8 jam diberikan secara IV, sanmol /8 jam diberikan secara oral.

G. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi pada tanggal 22 April 2013, subyektif : keluarga pasien mengatakan masih batuk. Obyektif : Pasien batuk dengan keras dan mengeluarkan dahak. Analisa : masalah belum teratasi. Planning : intervensi dilanjutkan; mengobservasi Respirasi, mencatat adanya suara tambahan, mengajarkan batuk efektif kepada orang tua, berkolaborasi dalam pemberian program terapi.

(26)

15

tambahan (ronkhi). Analisa: masalah belum teratasi. Planning : intervensi dilanjutkan, mengobservasi Respirasi mencatat adanya suara tambahan, mengajarkan batuk efektif kepada orang tua, berkolaborasi dalam pemberian program terapi.

(27)

16 pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dan kasus. Penulis membahas diagnosa keperawatan utama yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas, yang berkaitan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi. Alasan penulis membahas tentang diagnosa tersebut karena kebutuhan oksigenasi merupakan prioritas tertinggi dalam kebutuhan dasar manusia, maka dari itu penanganannya harus diutamakan.

Infeksi saluran nafas atas adalah infeksi yang disebabkan mikroorganisme di struktur saluran napas atas yang tidak berfungsi untuk pertukaran gas, termasuk rongga hidung, faring dan laring. Penyakit yang termasuk dalam ISPA antara lain pilek, faringitis atau radang tenggorok, laringitis, dan influenza tanpa komplikasi (Corwin, 2009 : 538).

1. Pengkajian

(28)

17

mengidentivikasi status kesehatan klien. Informasi yang didapat dari klien (sumber data primer), data yang didapat dari orang lain (data sekunder), catatan kesehatan klien, informasi atau laporan laboratorium, tes diagnostik, keluarga dan orang yang terdekat atau anggota tim kesehatan merupakan pengkajian data dasar (Nursalam, 2008 : 29).

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa riwayat kesehatan klien, keluhan utama yang dirasakan oleh klien adalah keluarga mengatakan An. R batuk berdahak. Keluarga klien mengatakan pada tanggal 18 April 2013 (4 hari sebelum masuk rumah sakit) klien mengalami demam disertai batuk kurang lebih 3 minggu, mengeluarkan dahak. Pada saat dikaji klien mengeluh batuk berdahak.

Dari pemeriksaan fisik diatas, dapat dilihat bahwa tanda gejala pada klien sesuai dengan referensi yang menyebutkan bahwa gambaran secara umum yang sering dijumpai pasien ISPA adalah faringitis, sakit tenggorokan, batuk, nyeri retrosternal. Setelah beberapa hari akan terdapat produksi sputum yang banyak, dapat bersifat purulen tetapi dapat juga mukopurulen. Peradangan faring biasanya menyebabkan hiperaktivitas saluran pernapasan yang memudahkan terjadinya faringospasme. Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan keadaan normal, dan kadang-kadang terdengar suara ronkhi jika produksi sputum meningkat (Djojodibroto, 2012:127-129).

(29)

18

pernapasan. Tanda gejala yang terjadi pada anak-anak akan lebih nyata karena saluran napas lebih sempit daripada orang dewasa sehingga anak-anak lebih rentan untuk terjadi sumbatan jalan napas.

Pemeriksaan fisik adalah mengukur tanda-tanda vital, pemeriksaan head to too, dan pengukuran lainya. Pemeriksaan fisik menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (Potter dan Perry, 2005 : 159).

Dari hasil pengkajian fisik pada klien didapatkan Pemeriksaan dada: inspeksi paru pengembangan dada kanan-kiri simetris, palpasi vocal fremitus kanan kiri sama, saat diperkusi bunyi paru sonor, dan saat diauskultasi terdengar suara nafas tambahan ronkhi (grok-grok). Tanda-tanda vital nadi 102 kali per menit dan irama teratur, teraba di nadi 36). Pada pemeriksaan laboratorium pasien ISPA difokuskan ke pemeriksaan hematokrit untuk mengetahui konsentrasi eritrosit dalam darah (Potter dan Perry, 2005).

(30)

19

dan inflamasi sehingga terjadi pembengkakan jaringan yang terinfeksi. Reaksi inflamasi menyebabkan peningkatan produksi mucus yangberperan menimbulkan ISPA, yaitu kongesti atau hidung tersumbat, sputum berlebihan, dan rabas hidung atau pilek (Corwin, 2009 : 538).

Sekret yang terakumulasi akan mengakibatkan sumbatan pada saluran nafas, sehingga oksigen yang dapat masuk ke saluran pernapasan akan beriairang. Tubuh mengkompensasinya dengan cara meningkatkan usaha napas, hal ini ditandai dengan perubahan frekuensi dan irama napas. Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala yang terjadi pada klien. Klien mengeluh sulit untuk bernapas. Pada klien juga terdapat perubahan frekuensi 36 kali per menit, irama napas tidak teratur cepat dangkal. 2. Diagnosa

Diagnosa adalah sebuah label singkatan menggambarkan kondisi pasien yang diobservasi di lapangan, kondisi ini dapat berupa masalah-masalah yang aktual dan potensial (Wilkinson, 2007).

Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan penulis, dapat ditegakkan diagnosa keperawatan utama yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan banyaknya mukus. Hal ini ditandai dengan terdapat suara napas tambahan (ronkhi), batuk tidak efektif, perubahan pada frekuensi dan ritme pernapasan.

(31)

20

ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah batuk yang tidak efektif, penurunan bunyi napas, suara napas tambahan (rales, crakles, ronkhi, wheezing), sputum dalam jumlah berlebih, sianosis, kesulitan bicara, mata terbuka lebar, perubahan frekuensi napas, perubahan irama napas, sianosis gelisah. Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala yang terjadi pada klien yaitu yang memenuhi batasan karakteristik ketidakefektifan bersihan jalan napas, maka dapat ditegakkan diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas (Nanda, 2009 : 356).

3. Intervensi

Tujuan keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan suatu tindakan yang dapat diukur berdasarkan kemampuan dan kewenangan perawat Penulis dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil kasus di atas didasarkan pada metode SMART. S : Spesifi, tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda. M : Measurable, tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku klien, dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan dan dibau. A : Achievable, tujuan harus dapat dicapai, R : Reasonable, tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, T : Time, mempunyai batasan waktu yang jelas (Nursalam, 2008:81).

(32)

21

bernapas, irama teratur dan frekuensi pernafasan 25 kali per menit (Potter dan Perry, 2005 : 791).

Intervensi adalah rencana keperawatan yang akan penulis rencanakan kepada klien sesuai ONEC (Observal, Nurshing, Edukasi, Colaborasi) dengan diagnosa yang ditegakkan sehingga kebutuhan klien

dapat terpenuhi (Wilkinson, 2006). Berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah dicetuskan maka penulis menyusun intervensi yang telah disesuaikan dengan NIC (Nursing Intervention Clasification), pantau respirasi, frekwensi, irama, rasional : untuk mengetahui keadaan nafas klien, auskultasi suara nafas, rasional : untuk mengetahui adanya bunyi tambahan, ajarkan batuk efektif, rasional : untuk mengeluarkan dahak, atur posisi tidur dengan semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi, rasional : untuk melancarkan saluran pernafasan, kolaborasi dengan dokter pemberian terapi obat dan nebulizer, rasional : sebagai bronkodilator, dan mengencerkan dahak (Wilkinson, 2006 : 16 – 20).

4. Implementasi

Menurut Potter dan Perry (2005) implementasi adalah tindakan keperawatan dimana tindakan yang diperlukan mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan.

(33)

22

frekwensi, dan irama. Menurut Potter dan Perry (2005), mengauskultasi suara nafas tujuannya adalah untuk mengetahui adanya suara nafas tambahan. Mengajarkan batuk efektif kepada keluarga tujuannya mengeluarkan dahak klien. Mengatur posisi dengan semi fowler tujuannya untuk memaksimalkan ventilasi. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian program terapi.

Mengajarkan dan menganjurkan keluarga untuk memberikan batuk efektif. Batuk efektif adalah tindakan keperawatan yang digunakan untuk mengeluarkan dahak pada saluran pernapasan. Hal ini merupakan salah satu penatalaksanaan pada pasien yang berguna untuk mengeluarkan dahak atau mengencerkan secret (Wong, 2009).

Mengajarkan batuk efektif pada keluarga merupakan salah satu cara untuk menambah informasi dan pengetahuan pada keluarga. Tingkat pendidikan ibu berhubungan dengan peningkatan kasus ISPA. Hal ini disebabkan oleh karena adanya informasi / komunikasi terkait bidang kesehatan. Pada kasus diatas keluarga/ibu mempunyai informasi yang kurang tentang ISPA, sehingga dalam penanganan kesehatan klien memerlukan tindakan mandiri dari perawat yaitu edukasi, semakin meningkat pengetahuan ibu/keluarga semakin kecil kasus penderita ISPA (Wiwoho, dkk, 2004).

(34)

23

tinggi sehingga memungkinkan pada saat inspirasi oksigen yang masuk ke paru lebih banyak, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dengan keadaan tersebut rnemaksimalkan pengembangan dada atau paru (Doenges, 2000).

Implementasi selanjutnya adalah Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi Nebulizer Ventolin dan pulmicort, implementasi tersebut bertujuan untuk melegakan jalan napas atau sebagai bronkodilator (Wong, 2009). Nebulizer adalah alat yang dapat mengubah

obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol secara terus-menerus dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan atau gelombang ultrasonic (Wong, 2009). Ventolin dan pulmicort berfungsi sebagai gangguan pemapasan dimana bronkospasme dan sekresi mukus Rental yang berlebihan merupakan faktor komplikasi. (ISO, 2010 : 500).

Dalam tujuan keperawatan penulis menetapkan dalam waktu 2x24 jam masalah kebersihan jalan napas bisa teratasi. Pada pasien ini telah dilakukan selama 2x24 jam tetapi masalah belum teratasi secara maksimal sehingga dilakukan selama 3 hari. Hal ini di karenakan pada saat dilakukan tindakan, pasien rewel sehingga perlu dilakukan intervensi yang lain.

(35)

24

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan proses keperawatan untuk mengukur respon pasien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien ke arah pencapaian tujuan (Potter dan Perry, 2005).

Dalam tahap evaluasi penulis menggunakan metode SOAP. S: Subyektif data, O: Obyektif data, A: Analis atau Assesment dan P: Planning. Setelah melalukan implementasi di atas selama 3 hari dari

tanggal 22-24 April 2013 didapatkan evaluasi pada tanggal 22 April 2013 subyektif: keluarga klien mengatakan klien masih batuk. Obyektif: klien batuk dengan keras dan mengeluarkan dahak, analisis : masalah belum teratasi, Planning : intervensi dilanjutkan, mengobservasi Respirasi, mencatat adanya suara tambahan, mengajarkan batuk efektif kepada orang tua, berkolaborasi dalam pemberian program terapi.

Evaluasi pada tanggal 23 April 2013 masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi, yang ditandai dengan, Subyektif : klien keluarga klien mengatakan masih batuk. Obyektif: pasien batuk dan mengeluarkan dahak, terdapat suara tambahan (ronkhi). Analisa: masalah belum teratasi. Planning : intervensi dilanjutkan, mengobservasi Respirasi, mencatat adanya suara tambahan, mengajarkan batuk efektif

kepada orang tua, berkolaborasi dalam pemberian program terapi.

(36)

25

suara tambahan (ronkhi). Analisa : masalah belum teratasi, Planning : intervensi dilanjutkan, mengobservasi Respirasi, mencatat adnya suara tambahan, mengajarkan batuk efektif kepada orang tua, berkolaborasi dalam pemberian program terapi.

Evaluasi tindakan yang dilakukan selama 3 hari klien belum mampu mengatasi masalah sepenuhnya. Hal ini disebabkan karena pada saat batuk efektif dan nebulizer klien rewel sehingga perlu ditambahkan intervensi yang lainya, seperti fisioterapi dada.

(37)

26

B. SIMPULAN 1. Pembahasan

Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Hasil pengkajian yang telah dilakukan penulis pada tanggal 22 April 2013 keluhan yang dirasakan An. R adalah batuk berdahak, frekuensi pernapasan 36 kali per menit, irama napas tidak teratur cepat dan dangkal, terdapat suara napas tambahan ronki.

b. Diagnosa atau masalah keperawatan utama pada An. R adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan banyaknya mukus.

c. Rencana tindakan keperawatan, antara lain pantau Respirasi, frekwensi, irama. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan, ajarkan teknik batuk efektif, atur posisi tidur dengan semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi, kolaborasi dengan medis untuk pemberian program terapi obat dan nebulizer.

(38)

27

e. Evaluasi, penulis mengevaluasi kepada pasien setelah tindakan keperawatan yang dilakukan selama 3 hari. Hasil eveluasi pada tanggal 24 April 2013 yaitu masalah pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas dengan ISPA belum teratasi sepenuhnya.

f. Analisa, keluarga pasien mengatakan batuk berdahak, tampak pasien batuk dengan keras dan mengeluarkan dahak. Pengelolaan asuhan keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi karena tujuan dan kriteria hasil yang dibuat penulis belum tercapai.

C. SARAN

Dengan memperhatikan kesimpulan di atas, penulis memberi saran sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien lebih optimal dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana yang merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilannya dalam melalui praktek klinik dan pembuatan laporan.

(39)

28

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Corwin Elisabeth J, (2009), Baku Saku Patofisiologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Dewi Angelina Chandra. 2012. Hubungan Kondisi Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian ISP A pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gayamsari Kota Semarang. http://eiournalsl.undip.ac.id/index.php/ikm diakses pada tanggal 26 April 2013

Djojodibroto Darmanto, (2009), Respirologi (Respiratory Medicine), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Doenges Marylin E, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Harahap Ikhsanuddin Ahmad. 2004. Terapi Oksigen dalam Asuhan Keperawatan. Universitas Sumatera Utara diakses tanggal 26 April 2013.

Nanda, (2009), Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Nenggala Asep Kurnia, (2007), Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan, Penerbit Grafindo Media Pratama, Bandung.

Nursalam, (2008), Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

Oktaviani della, dkk. 2010. Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Perilaku Keluarga Terhadap Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Cambai Kota Prabumulih Tahun 2010. Universitas Sriwijaya diakses tanggal 25 April 2013.

Prameswari Galuh Nita. 2009. Hubungan Lama Pemberian ASI Secara Eksklusif

dengan Frekuensi Kejadian ISPA.

(41)

Potter Patricia A, Perry Anne Griffin, (2005), Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 Volume 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Rachadian Dani, (2010), ISO Indonesia In/ormasi Spesialite Obat, Penerbit PT. ISFI, Jakarta.

Umar Nazaruddin. 2004. Sistem Pernafasan dan Suctioning pada Jalan Nafas. Universitas Sumatera Utara diakses tanggal 26 April 2013.

Wiwoho Sadono, dkk . 2005. Bayi Berat Lahir Rendah Sebagai Salah Satu Faktor Resiko Infeksi Daluran Pernafasan Akut pada Bayi. Universitas Diponegoro, Semarang diakses tanggal 24 April.

Widoyono, (2011), Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gambar

Gambar 2.1. Genogram

Referensi

Dokumen terkait

Objective function dari economic load dispatch dengan penambahan pembangkit tenaga angin adalah untuk mencari biaya paling optimal dan minimal dari suatu sistem tenaga

<ntuk menghubungkan teks dengan ob%ek (table, gambar, footer, halaman, dan lain-lain) yang men%adi bagian naskah dalam dokumen yang sama. +.6 F!n*#$ B!tton 3a(a 9ea(er

Analisa aktivitas dapat menurunkan biaya malalui dengan 4 cara, yaitu (a)  penghilangan aktivitas (activity elimination); tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan

Melihat sistem pembangunan dan pembinaan olahraga di Indonesia yang menganut model piramid, maka guru pendidikan jasmani memiliki peran yang begitubesar pada tataran

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Atribut Produk Dan

Tujuan Penilitian ini untuk merancang satu sistem informasi persediaan obat yang lebih efektif dan efisien untuk dapat dipergunakan pada Puskesmas Kalumata

Keberhasilan dalam proses interaksi antara guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar tidak hanya tergantung pada metode atau cara yang dipakai dalam mengajar, akan

Dari hasil perhitungan tegangan jepitan pada transformator berdasarkan jarak dan tingkat kecuraman muka gelombang, diperoleh hasil bahwa jarak antara arrester