• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL ASAS ASAS HUKUM PIDANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MODUL ASAS ASAS HUKUM PIDANA"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

DIKLAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PEMBENTUKAN JAKSA (PPPJ)

TAHUN 2016

MODUL

ASAS-ASAS HUKUM PIDANA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEJAKSAAN

(2)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

(3)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

(4)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

(5)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

DAFTAR ISI

Halaman

KATA SAMBUTAN KAPUSDIKLAT KEJAKSAAN RI ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I. Latar Belakang ... 1

II. Permasalahan ... 2

III. Maksud dan Tujuan ... 2

IV. Metode ... 3

BAB II HUKUM PIDANA ... A. Perbuatan Pidana/ Strafbaar Feit/ Delict ... B. Perbuatan Pidana/ Tindak Pidana ... C. Unsur Dan Elemen Perbuatan Pidana (Strafbaarfeit) ... D. Yurisprudensi ... E. Pembuat ... BAB III NULLA POENA - POENA - STRAF – HUKUMAN ... 2

A. Jenis-Jenis Pidana ... 2

BAB IV ASAS-ASAS HUKUM PIDANA ... 2

A. Apa Itu Asas-Asas Hukum Pidana ... 2

B. Hukum Pidana ... 2

C. Apa-Apa Saja Asas Hukum Pidana Yang Berlaku ... D. Asas-Asas Yang Berkaitan Dengan Penghapusan Pidana ... E. Asas-Asas Yang Berlaku Pada Pembarengan(Sameloop) ... BAB V ALASAN PENGURANGAN HUKUMAN ... A. Percobaan Dalam Common Law (Attempt) ... B. Tujuan Dasar Pembenaran Pemidanaan ... BAB VI HUBUNGAN SEBAB AKIBAT (KAUSALITAS) ... 4

BABVII TEMPUS DAN LOCUS DELICTI ... 5

BABVIII DELIK-DELIK KORPORASI ... 5

BAB IX GUGURNYA HAK PENUNTUTAN DAN HAK PEMIDANAAN ... 5

(6)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

BAB XI KESIMPULAN ...

BAB XII PENUTUP ...

(7)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Kejaksaaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara terutama

dibidang penuntutan perkara pidana dilingkungan peradilan umum. Dalam rangkaian

melaksanakan tugas dibidang penuntutan ini, Kejaksaan diberi wewenang untuk melaksanakan

penetapan Hakim dan putusan pengadilan, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

keputusan lepas bersyarat.

Diluar tugas penuntutan, Kejaksaan memiliki sejumlah tugas dan wewenang lain baik yang

diatur dalam Undang-undang Kejaksaan dan peraturan perundang-undangan lain. Selain itu

berdasarkan berdasarkan Undang-undan, Kejaksaan dapat diberi pula tugas dan wewenang

lainselain yang sudah dimiliki sekarang.

Melakukan penuntutan sesungguhnya merupakan perbuatan menerapkan hukum secara

concreto, karena adanya pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum pidana yang ada. Ketentuan hukum pidana yang diterapkan ini terdapat baik di dalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana, maupun tersebar di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Jaksa Penuntut Umum baru akan dapat melaksanakan tugas penuntutan dengan baik dan

sempurna apabila memiliki pengetahuan hukum pidana baik materiil maupun formal.

Asas-asas hukum pidana baik itu asas umum maupun asas yang menyimpang dari

asas-asas hukum pidana, terdapat baik pada hukum pidana materiil (substantial Criminal Law), maupun

dalam hukum pidana formil (Law of Criminal Procedure).

Hukum pidana materiil yang memuat ketentuan tentang larangan dan perintah atau

keharusan serta sanksi hukum bagi yang melanggar, sifatnya abstrak, melalui hukum pidana formil, yakni dengan melakukan kegiatan penyidikan, penuntutan penyidangan, penjatuhan

pidanadan pelaksanaan keputusan, menjadi hukum pidana dalam suasana kongkrit. Oleh karena itu

hukum materiil biasa juga disebut pidana in abstracto, sedang hukum pidana formal disebut hukum pidana in concreto.

Asas-asas hukum pidana baik itu asas hukum pidana materiil maupun hukum pidana

formal merupakan latar belakang dari peraturan hukum pidana yang kongkrit, bersifat umum dan

(8)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

nulum delictum nulum poena sine previa lege poenali. Yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1) KUHP. Sedangkan asas-asas penerapannya hanya secara tidak langsung.

Asas-asas hukum pidana baik asas-asas dari hukum pidana materiil maupun asas-asas

hukum pidana formil, seharusnya dikuasai dengan baik oleh aparat hukum, sehingga penerapan

peraturan-peraturan hukum kongkrit akan lebih baik karena asas-asas hukum pada hakekatnya

merupakan cita-cita yang hendak kita raih.

II. Permasalahan

1. Berdasarkan pengalaman menunjukan bahwa kegagalan yang terjadi pada penanganan suatu perkara, khususnya dalam tahap pra-penuntutan maupun tahap penuntutan, yakni pelimpahan

perkara ke pengadilan, persidangan , penyampaian Requisitoir, serta replik dan tahap-tahap selanjutnya disebabkan karena pengetahuan hukum pidananya kurang memadai, terutama

sekali pengetahuan tentang asas-asas hukum pidana. Atas dasar hal tersebut maka pemahaman

materi asas-asas hukum pidana perlu diintensifkan.

2. Dengan kita memasuki era globalisasi maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) dituntut untuk juga memahami asas-asas hukum pidana yang berlaku di negara lain, khususnya dari negara dengan

latar belakang hukum anglo amerika, karena dimasa mendatang kontak dengan justisiable

yang berasal dari hukum lain akan makin sering terjadi.

III. Maksud Dan Tujuan

Para peserta pendidikan dan pelatihan di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI

pada umumnya adalah Sarjana Hukum, yang dengan sendirinya telah memiliki pengetahuan

hukum yang memadai, apalagi persyaratan akademis yakni Indeks Prestasi Komulatif (IPK)

seorang calon pegawai Kejaksaan Cukup tinggi. Namun demikian , dengan mengikuti pendidikan

dan pelatihan di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, diharapkan pengetahuan teoritis

dari Perguruan Tinggi yang masih bersifat umum dapat dikaitkan dan diarahkan sesuai dengan

tugas dan wewenang Kejaksaan. Asas-asas hukum pidana telah diajarkan di Perguruan Tinggi,

namun untuk penerapannya dalam praktek sebagai Penegak Hukum, Khususnya sebagai Penuntut

Umum, pengetahuan tentang asas-asas hukum ini perlu diperdalam dengan lebih menjurus kepada

pembicaraan kasus-kasus, sehingga kelak peserta pendidikan dan pelatihan tidak akan menemui

(9)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

IV. Metode

1. Metode yang digunakan adalah metode fungsional yang berorientasi pada problema, dalam arti penyajian asas-asas hukum sebagai pelajaran hendaknya dikaitkan dengan fungsi asas-asas

hukum tersebut dan bagaimana penerapannya dalam suatu kasus yang terjadi dalam

masyarakat.

2. Dengan menggunakan metode fungsional pada pemberian pelajaran pembandingan asas-asas hukum, sifatnya tidak saja pembandingan deskriptif, tetapi terutama pada fungsi dan

(10)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

BAB II

HUKUM PIDANA Hukum Pidana terbagi atas :

A. Hukum pidana dalam arti obyektif (ius poenale) meliputi :

- Perintah dan larangan yang harus ditaati oleh semua orang dimana pelanggaran atasnya (norma) dikaitkan dengan sanksi berupa pidana oleh pembuat undang-undang.

- Peraturan yang mengatur tentang bagaimana atau dengan sarana apa pelanggaran atas norma (perintah dan larangan) tersebut ditindak.

- Peraturan tentang lingkup berlakunya norma tersebut baik mengenai lingkup waktu maupun ruang.

Ius Poenale oleh karenanya dibagi :

1. Hukum Pidana Materiil - materile strafrecht – Substantive Criiminal Law yang mengatur tentang :

Apa Perbuatan apa saja yang dapat dipidana –disebut perbuatan pidana (Strafbaarfeit=delik).

Siapa Siapa yang dapat dipidana –dapat dipertanggungjawabkan- pelaku perbuatan pidana – pleger perpetrator.

Kapan Tempus Delicti. Bagaimana Pemidanaannya.

Ancaman pidana dalam hukum pidana materiil bersifat abstrak. Hukum Pidana Materiil

dihimpun dalam kodifikasi yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan dalam

berbagai peraturan perundang-undangan lainnya (diluar KUHP).

2. Hukum Pidana Formil Strafprocesrecht- Procedural Criminal Law. - Mengatur cara-cara pelaksanaan hukum pidana materiil.

- Oleh karena itu hukum pidana formil disebut sebagai Hukum Acara Pidana –yang diatur

dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)- yang bersifat kongkrit.

- Hukum Acara Pidana dikodifikasi dalam KUHAP.

- Pengaturan hukum acara diluar KUHAP mengakibatkan sejumlah perbuatan pidana dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana khusus/ tindak pidana khusus.

B.Hukum Pidana dalam arti subyektif (Ius puniendi)

(11)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

- Hak untuk memberi ancaman pidana.

- Hak untuk menjatuhkan pidana. - Hak untuk melaksanakan pidana.

Ius Puniendi ini terdapat baik pada pemerintah pusat dengan undang-undang maupun pemerintah daerah dengan peraturan daerah.

Pasal 71 ayat (2) UU No. 22 tahun 1999 – PERDA dapat memuat ancaman kurungan paling

lama 6 bulan dan denda sebanyak Rp. 5 juta.

Catatan : Wewenang pembuat perundang-undangan di daerah, tidak boleh membuat

perundang-undangan yang bertentangan dengan ketentuan 8 bab dari buku I KUHP,

sesuai dengan ketentuan pasal 103 KUHP.

PERBUATAN PIDANA/ STRAFBAAR FEIT/ DELICT

x Hukum pidana materiil mengatur/ menentukan perbuatan-perbuatan apa yang dilarang atau yang diperintahkan (diharuskan)yang dapat dipidana apabila tidak dilakukan atau dilanggar.

x Perbuatan demikian disebut perbuatan pidana/ tindak pidana/ peristiwa pidana -Strafbaarfeit- Delict.

x Perbuatan pidana tertentu oleh Undang-undang diberi kualifikasi.

a. Kejahatan – didalam KUHP diatur dalam buku ke-II, diluar KUHP ditentukan oleh perundang-undangan itu sendiri. Ada beberapa kejahatan dalm KUHP yang disebut

kejahatan ringan yang tidak dikenal dalam KHUP Belanda.

Ada 9 kejahatan ringan dalam KUHP : 1. Penganiayaan binatang ringan (pasal 382). 2. Penghinaan ringan (pasal 315).

3. Penganiayaan ringan (pasal 352). 4. Pencurian ringan (pasal 364). 5. Penggelapan ringan (pasal 373) 6. Penipuan ringan (pasal 379) 7. Penadahan ringan (pasal 482).

Kejahatan ringan tersebut dalam pasal 384 tidak diberi kualifikasi, namun merupakan

bentuk ringan dari pasal 383 (penipuan). Pada penadahan, pasal 407 adalah bentuk ringan

(12)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

- Sebelum KUHP 1918, kejahatan ringan tersebut digolongkan pelanggaran.

- Adanya lembaga kejahatan ringan ada kaitannya dengan kompetensi lembaga peradilan pada saat itu yaitu, adanya RVJ dan Residensgerecht untuk golongan Eropa dan Landrad

dengan magistraadgerecht untuk golongan non-Eropa.

- KUHAP membedakan tindak pidana ringan (pasal 205 dan 206) yang diberikan dengan

Acara Pemeriksaan Cepat- bukan atas kejahatan ringan dan biasa seperti KUHP. b. Pelanggaran

Didalam KUHP diatur dalam buku ke-III, di luar KUHP ditentukan oleh

perundang-undangan yang bersangkutan.

Menurut M.v.T kejahatan adalah rechtdelict karena bertentangan dengan perasaan hukum manusia sedangkan pelanggaran adalah Wetsdelict karena ditentukan oleh undang-undang. Kegunaan praktis pembedaan kejahatan dan pelanggaran :

1.Pada kejahatan unsur sengaja/ lalai harus dibuktikan .

Catatan : ada pelanggaran yang berunsur sengaja/ lalai. Contoh : pasal 490 sub.1.

2. Percobaan dan Pembantuan pada pelanggaran tidak dipidana.

3. Masa kadaluwarsa baik penuntutan maupun eksekusi pada pelanggaran lebih singkat (kecuali kejahatan percetakan).

4. Pasal 59 KUHP hanya mengenai pelanggaran (penghukuman terhadap pengurus koperasi).

5. Pasal 82 KUHP, pembayaran denda maksimum hanya pada pelanggaran dengan ancaman denda saja atas ijin pejabat berwewenang (Afkoop).

6. Pada pelanggaran dengan concursus realis berlaku kumulasi stelsel murni. Catatan : bandingkan !

a.Mala in Se atau Ordinary Crimes, Acts Wrong in Themselves.

b.Mala Prohhibita –act thats crimes because they are prohibited by law. Pembagian lain menurut common law:

a.Felonies –Serious Offence

(13)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

Catatan :

1.Lembaga Afkoop ini sama dengan lembaga schikking yang merupakan wewenang Bea Cukai berdasarkan pasal 29 Rechten Ordonantie yaitu, penyelesaian diluar pengadilan

oleh pejabat Bea Cukai terhadap pelanggaran.

2.Schikking dihapus dengan adanya Undang-undang Drt No. 7 tahun 1955 (tindak pidana ekonomi), namun dihidupkan kembali melalui lembaga Afkoop dengan KEPJA No.

KEP.089/ D.A/ 10/ 1967 tanggal 13 Oktober 1967 tentang Delegasi Wewenang Jaksa

Agung kepada Menteri Keuangan. KEPJA ini dicabut dengan KEPJA No. 065/ JA/ 6/

85 tanggal 26 Juni 1985. Dengan adanya Undang-undang No.10 tahun 1995 tentang

Pabean –maka masalah ini tidak relevan lagi.

3.Afkoop ini mirip dengan Plea Bargaining pada sistem Anglo American yaitu suatu kesepakatan bersama antara Penuntut Umum dengan Tersangka untuk mendapat

hukuman yang lebih ringan tanpa proses pengadilan.

4.Afkoop mirip juga dengan lembaga Transactie di Belanda. Bedanya adalah pada transactie tidak terikat pada denda maksimum dan tidak hanya pada perbuatan pidana

dengan ancaman denda saja, tetapi juga pada ancaman denda bersama kurungan.

PERBUATAN PIDANA/ TINDAK PIDANA

Perbuatan pidana diatur didalam Hukum Pidana Materiil. Istilah Strafbaarfeit diterjemahkan :

x Prof. Mulyatno sebagai Perbuatan Pidana.

x Prof. Zainal Abidin, Farid, Mr. MR Utrecht sebagai Peristiwa Pidana.

x Istilah Formal adalah Tindak Pidana (di dalam KUHP dan per-UU lainnya). Ada dua aliran :

1. Aliran Klasik/ Monisme (simmons Dkk)

Prof. Simmons : Perbuatan Pidana (Strafbaarfeit) adalah suatu perbuatan yang diancam pidana,

bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang dapat

dipertanggungjawabkan (V.o.S 1950 hal. 29) -terlihat semua unsur ditumpuk menjadi satu.

Pertanyaan :

Bagaimana bila seseorang gila membunuh orang atas suruhan orang lain. Dilihat dari sudut

pandang monisme adalah bukan delik yang terjadi, karena salah satu unsur yaitu dilakukan

(14)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

2. Aliran Dualisme/ Modern dibedakan :

a. Perbuatan/ Feit

- Memenuhi rumusan delict.

- Melawan hukum (wederechtelijk).

- Tak ada alasan pembenar (rechtvaar digings grond).

b. Pembuat (dader)

- Kesalahan dalam arti luas yaitu meliputi Dolus atau Culpa. - Dapat dipertanggungjawabkan (toerekenvatbaar).

- Tak ada alasan pemaaf (schuld uit sluitings grond).

- Pembedaan antara unsur Perbuatan dan unsur Pembuat bukanlah suatu pemisahan tetapi sekedar sistematisasi berpikir. Untuk pemidanaan, maka kedua unsur itu harus ada –

aliran ini disebut juga monodualisme. Peletakdasar aliran ini adalah Herman Kantoro Wic (1933).

UNSUR DAN ELEMEN PERBUATAN PIDANA (STRAFBAARFEIT)

Van Bammelen membedakan –bestanddeel (unsur) dengan elemen dari perbuatan pidana. Unsur adalah apa yang ada dalam rumusan delik. Elemen adalah syarat untuk dapatdipidananya orang yang terdapat diluar rumusan delik.

Elemen ini terlihat pada :

1. Ketentuan umum KUHP, yaitu :

- Perbuatan dapat dipertanggungkan kepada pelaku (Toereken Baarheid van het feit). - Pelaku dapat dipertanggungjawabkan (Toereken Vatbaarheid van de dader).

2. Asas-asas hukum umum (Algemene Rechtbeginsel).

- Ada kesalahan (schuld) pada pelaku –perbuatan harus tercela (Verwijtbaarheid van het feit).

3. Melawan hukum (materiil)

Catatan : melawan hukum kalau terdapat didalam rumusan delik -adalah unsur delik- disebut melawan hukum khusus (facet).

Unsur Utama Delik (strafbaarfeit) A.Perbuatan :

(15)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

- Omissionis/ membiarkan.

Atas dasar pembedaan tersebut perbuatan pidana dibedakan atas :

1. Delicta Comissionis : pelanggaran suatu larangandapat berupa delik formil yaitu delik pengancaman pidana tertuju pada perbuatan (pasal 160, 209, 242 dan 362 KUHP),

maupun delik materiil, yaitu delikdengan akibat yang dipisahkan dari perbuatan (pasal 338 KUHP).

2. Delicta Omissionis :

- Yang murni -pelanggaran suatu perintah- selalu merupakan Delik Formil (pasal 164, 224, 522, 531 KHUP).

- Yang tidak murni (delicta Comisionis Perommisionen).

- Dapat dilakukan dengan berbuat maupun dengan pembiaran (pasal 338, 194 KUHP). Melawan Hukum (Wederechtelijk)

Sifat melawan hukum ada pada semua perbuatan pidana. Kalau dimuat dalam rumusan

delik disebut unsur. Dibedakan : 1. Melawan Hukum Formil. 2. Melawan Hukum Materiil. 3. Melawan Hukum Umum. 4. Melawan Hukum Khusus. Ad.1. Melawan Hukum Formil

Apabila seseorang telah melakukan perbuatan(Comissionis atau Omissionis) yang

memenuhi rumusan delik (peraturan kongkrit), maka ia melakukan perbuatan melawan hukum

formil. Apabila dalam rumusan delik tercantum sifat melawan hukumnya misalnya pasal 160

KUHP (penghasutan terhadap penguasa umum), 209 KHUP (sumpah palsu), 362 KUHP

(pencurian) dsb, maka melawan hukum tersebut merupakan Unsur (Bestanddeel) -disebut melawan hukum khusus (facet)- dari delik.

Konsekuensi dimuatnya Melawan Hukum didalam rumusan delik :

1. Harus dimuat dalam dakwaan. 2. Harus dibuktikan di persidangan.

(16)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

Catatan :

Melawan Hukum Formil didasarkan pada asas legalitas yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1) KUHP.

Ad.2. Melawan Hukum Materiil

Dikatakan Melawan Hukum Materiil apabila suatu perbuatan selain memenuhi unsur delik

(melawan hukum formil) juga harus tercela oleh masyarakat, atau melanggar norma lain yang

berlaku dalam masyarakat. Melawan Hukum Materiil tidak disebut dalam rumusan delik sehingga

merupakan Elemen dari delik. Konsekuensi :

1. Tidak perlu didakwakan.

2. Tidak perlu dibuktikan dipersidangan.

3. Apabila dalam persidangan tidak terbukti adanya Melawan Hukum Materiil maka putusan lepas dari segala tuntutan hukum (Ontslag Van Alle Rechtvervogling).

Catatan :

- Dalam hukum perdata dikenal istilah Onrechtmatige daad (pasal 1365 BW). Subekti menterjemahkannya sebagai Perbuatan Melanggar Hukum.

- Onrechtmatige Daad ini semula ditafsir secara sempit (formil) sebagai Onwetmatige

Daad (melanggar Undang-undang) dengan dua unsur : a. Perbuatan melanggar hak subyektif orang lain.

b. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku – hal ini terlihat pada kasus Zutphen Juffrow HR dalam arrest 10 Juni 1910.

HR dalam arrest 31 Januari 1919 dalam kasus Cohen VS Lindenbaum menambah :

c. Bertentangan dengan tata kesopanan (Goede Zeden).

d. Bertentangan dengan kecermatan (Zongvuldigtheid) yang berlaku dalam

masyarakat menyangkut orang dan barang.

(17)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

(burgerlijkefeit). Dalam perundang-undangan kta, pengertin Melawan Hukum (MH)

sering dirumuskan dengan kata-kata lain, contoh :

- tanpa ijin (pasal 496 –membakar barang tidak bergerak milik sendiri). - Melampaui Wewenang (pasal 430 -Pegawai Negeri menyita surat, dsb). - Tanpa Hak (pasal 303 -perjudian, dsb).

YURISPRUDENSI A. Hoge Raad (HR)

VEEARTS ARREST, HR tanggal 20 Pebruari 1933 Dokter hewan yang mencampur hewan

sakit dengan yang sehat yang melanggar Undang-undang Hewan (Veewet) 1920. Dalam

kasus ini ada Melawan Hukum Formil (memenuhi rumusan delik), tetapi tidak ada Melawan

Hukum Materiil, karena secara ilmiah dapat dibenarkan.

B. MARI (Mahkamah Agung RI)

1. Kasus Machrus Effendi tanggl 8 Januari 1966 No. K/ Kr/ 1965 –melanggar pasal 372 KUHP jo Undang-undang No. 24 Prp. 1960 (UU anti Korupsi). Melawan Hukum Formil,

namun MA melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (Onstlag Van Alle

Rechtvervolging) karena tidak melawan hukum materiil :

a. Kepentingan umum terlayani.

b. Terdakwa tidak mendapat keuntungan. c. Negara tidak dirugikan.

2. Kasus Insinyur Moch. Otjo Danaatmaja, MARI tanggal 30 Maret 1977 No. 81/ K/ Kr/ 1973. Melanggar pasal 415 KUHP dan pasal 372 KUHP jo. UU No. 24 Prp. 1960 –

putusan lepas dari segala tuntutan hukum karena perbuatan tidak melawan hukum

materiil.

Catatan :

a. Seorang hanya dapat dipidana jika perbuatannya melawan hukum formil (asas legalitas) dan melawan hukum materiil. Inilah yang disebut melawan hukum umum.

Melawan hukum materiil berada diluar rumusan delik, karena merupakan elemen

delik (V. Bemmelen), oleh karenanya melawan hukum ada pada setiap delik,

(18)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

b. Perbuatan hukum yang tidak melawan hukum materiil walaupun melawan hukum

formil, putusannya adalah lepas dari segala tuntutan hukum (Onstlag Van Alle

Rechtvervolging), bukan bebas(Vrijspraak).

c. Peran melawan hukum disini adalah peran negatif.

Terdakwa dilepaskan dari tuntutan hukum apabila tidak ada melawan hukum

(materiil). Peran negatif juga berarti bahwa seseorang tidak dapat dipidana hanya

karena melawan hukum materiil, karena asas legalitas.

d. Jika melawan hukum terdapat dalam rumusan delik (contoh pasal1 ayat 1a UU No. 3 tahun 1971), maka melawan hukum adalah unsur (bestand deel) atau hukum khusus/

facet sehingga :

- Harus dimuat dalam dakwaan. - Harus dibuktikan dipersidangan.

- Jika tidak terbukti putusan adalah bebas (Vrijspraak)

e. Sebagai unsur, maka melawan hukum disini sifatnya formil bertentangan dengan perundang-undangan (hukum tertulis) tetapi dapat juga bersifat materiil yaitu

perbuatan tercela, bertentangan dengan kepatutan yang berlaku didalam masyarakat.

Lihat penjelasan pasal 2 ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

o MA RI tangal 29 Desember 1983 No. 275 K/ Pid/ 1983. Kasus Korupsi atas nama RS Natalegawa – pasal 1 ayat 1 sub A – melawan hukum adalah unsur.

Terdakwa dijatuhi pidana oleh MA dengan alasan melawan hukum harus

diukur dari asas-asas hukum tidak tertulis maupun asas-asas yang bersifat

umum menurut kepatutan dalam masyarakat. Peran melawan hukummateriil

disini adalah peran positif/ mengakibatkan penjatuhan pidana.

PEMBUAT

1. Kesalahan (schuld) : a. Dolus

b. Culpa

2.Pertanggungjawaban (Toerekening Vatbaareheid)

(19)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

ƒ Tat/ perbuatan

ƒ Tat Bestand Maszigkeit/ memenuhi rumusan delik

1. Strafbare handelung (perbuatan pidana)

ƒ Fehlen Von Recht Vertigungsgrunden

(tidak ada alasan

pembenar

Strafvorausstezungen

Syarat pemidanaan

ƒ Schuld (salah) 2. Handelende

(pembuat)

ƒ Strafauschlieszungsgrunde (tidak ada alasan pemaaf)

Hubungan antara keduanya baik hubungan sebagai hubungan paralel (Paralel Verhatenis =

berdampingan) maupun hubungan timbal balikdimana yang satu menjadi syarat bagi yang lain

(Bendingungs Verhaltenis = secara timbal balik).

Disini terdapat :

a. Strafbaarfeit van heit feit dapat dipidananya perbuatan yang sifatnya melawan hukum. b. Strafbaarfeit van de dader yang mengandung unsur kesalahan.

Bagi Monisme, keduanya adalah unsur delik, yaitu :

ƒ Tersebut (a) -Unsur Obyektif (objective bestanddeel) yaitu perbuatan dengan keadaan yang menyertainya dimana perbuatan itu dilakukan.

ƒ Tersebut (b) -Unsur Subyektif yaitu unsur sikap batin dari si pembuat yaitu kesalahan dalam arti luas :

(20)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

Adagium : Actus on facit reum nisi mens sit rea (An act does not make a man guilty of crime,

unles his mind is guilty.

ƒ Penganut monisme memandang actus reus dan mens rea sebagai suatu kesatuan dan merupakan unsur hakiki dari suatu delik.

ƒ Penganut dualisme memandang actus reus hanya merupakan unsur perbuatan dan mens rea sebagai sikap batin, termasuk pertanggungjawaban pembuat adalah unsur pembuat.

ƒ Mens rea atau sikap batin pembuat yang oleh penganut monisme dipandang sebagai unsur suyektif dari delik adalah sikap batin.

ƒ Penganut monisme antara lain Simmons dan Van Hamel merupakan otoritas hukum pidana di Belanda .

ƒ Definisi strafbaarfeit oleh Simmons :

- Suatu perbuatan yang dapat dipidana (Een Strafbaar Gestelde Handeling). - Bersifat melawan hukum (Onrechtmatige).

- Yang berkaitan dengan kesalahan (Met Schuld In Verband).

- Yang dilakukan oleh orang yang dapat di pertanggungjawabkan (Een Toereken Vat Baar Persoon).

Actus Reus dan Mens Rea ditempatkan menjadi satu pengertian yaitu Strafbaarfeit. Jadi, seluruhnya adalah unsur dan masing-masing merupakan syarat pemidanaan seseorang yang

melakukannya.

Sebagai perbandingan :

Menurut Jerome Hall menyebut syarat-syarat pemidanaan/ Criminal Behavior : 1. Legality Legally Proscribed.

2. Actus Reus Human Conduct.

3. Causative Causation (hubungan sebab akibat atau pebuatandengan kerugian/

harm yang

ditimbulkan).

4. Of Given Harm (Harm) –kerusakan atas nilai yang dilindungi hukum seperti : orang, benda, nama baik.

(21)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

6. Mens Rea Blame worthy frame of mind.

7. Puninshment yang dapat dipidana (which is subject to punishment).

Pembuat Mens Rea :

1. Dapat dipertanggungjawabkan (toekerening vatbaarheid). 2. Kesalahan dalam arti luas :

- Sengaja (dolus).

- Lalai (culpa). Ad.a. Sengaja (dolus)

o Tidak ada definisi sengaja dalam KUHP. Alasan Mv.t adalah bahwa KUHP bukanlah buku pelajaran.

o Pada sengaja, kehendak pelaku tertuju pada akibat (berbeda dengan lalai, akibat tidak dikehendaki oleh pelaku). Berbuat dengan sengaja –Mv.t adalah berbuat dengan

kehendakdan dengan pengetahuan (Willens En Wetens Handelen).

Singkatnya : Mau untuk berbuat, apa akibatnya, dan tahu apa yang diperbuat. Tahu

bukanlah tahu secara mutlak, cukup apabila dimengerti (Begijpen).

Catatan :

- Teori kehendak (wills theory) hakekat dari sengaja adalah berkehendak.

- teori perkiraan (voor stelling theorie) akibat dari suatu perbuatan(gerakan otot) tidak mungkin diketahui –hanya diperkirakan saja.

Gradasi Sengaja :

1. Sengaja dengan niat (als oogmerk).

A hendak membunuh B, A menembak B. Sengaja disini adalah dalam bentuk paling murni.

2. Sengaja dengan kesadaran pasti ( zekerheid bewustzijn)

A hendak membunuh B yang berada ditengah-tengah kerumunan orang banyak dengan

melempar granat. Kematian B adalah sengaja dengan niat. Kematian orang lain bersama B

adalah suatu akibat pasti.

3. Sengaja dengan sadar akan kemungkinan akibat (bij mogelijkheid bewustzijn) Dolus bersyarat

(22)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

Pengendara motor dengan kecepatan tinggi mengendara motor ditengah-tengah

kerumunan anak-anak. Apabila ada yang mati/ cidera.

Sengaja dalam Undang-undang :

1. Dengan sengaja (contoh : pasat 1 ayat (1)a UU. No 3/ 1971). 2. Mengetahui bahwa (als wetende dat- pasal 227 dan 230 KUHP).

3. Mempunyai pengetahuan (kennis dregende- pasal 164, 165, 464 sub.3 KUHP).

4. Dalam hal dia tahu (waar van hij weet- pasal 282 KUHP).

5. Dengan niat untuk (met het oogmerk om- pasal 263, 362, 378 KUHP). 6. Dengan tipuan mengurangi (bedriegelijk ver korting- pasal 397 KUHP). Selain itu dengan sengaja tergambar dalam kata kerja.

Contoh :

- Dengan paksaan atau ancaman paksaan menghindarkan (pasal 173 KUHP) - Memaksa masuk (pasal 167 KUHP).

- Melawan (pasal 212 KUHP). - Menganiaya (pasal 351 KUHP).

Dengan demikian Undang-undang kadang menekankan pada salah satu komponen saja

seperti : mengetahui, dengan maksud penekanan pada tujuan, yaitu tujuan pebuatan dilakukan dengan mengetahui.

Arti menempatkan kata “sengaja” dalam Undang-undang :

- Semua dibelakang kata “sengaja” tunduk pada pengertian sengaja. (contoh : pasal 330 KUHP).

- Pengecualian apabila Undang-undang mengatakan (contoh : pasal 187 butir 1,2 dan 3 KUHP).

Catatan :

Perbuatan sengaja (atau lalai) dapat disimpulkan dari :

a. alat yang digunakan, misal : badik. b. Sasaran perbuatan, misal : dada. Error In Persona

A hendak membunuh B, yang terbunuh C, yang disangka B. Yang diisyaratkan pasal 338

(23)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

Aberratio Ictus (salah sasaran)

A hendak membunuh B, yang tertembak C.

Ada beberapa kemungkinan yang terjadi :

1. Terhadap C pembunuhan dengan sengaja dengan keadaran memungkinkan akibat. Terhadap B Percobaan pembunuhan dengan sengaja sebagai niat.

2. Apabila C jauh dari B yang adalah sasaran tembak, maka :

- Terhadap C bukannya sengaja tetapi lalai. - Terhadap B percobaan pembunuhan.

Berencana (Voorbedachte rade) – disebut juga Dolus Premediatus. M.v.T –terdapat saat untuk menimbang dengan tenang dan mantap. Rencana lebih dulu –mendahului perbuatan

sengaja.

Catatan :

Dolus maupun Culpa adalah tidak berwarna (Kleurlos), artinya : bahwa pelaku tindak pidana

tidak pelu tahu perbuatannya melawan hukum. Adalah asas berupa fiksi hukum bahwa semua

orang mengetahui Undang-undang sejak di undangkan.

Ad.b. Lalai (culpa)

- Sama halnya dengan Dolus, Undang-undang juga tidak membuat definisi tentang Culpa.

- J.E Johnkers menyebut 3 elemen Culpa : a. Dapat diduga (voorziendbaarheid). b. Dapat dihindari (vermijdbaarheid). c. Melawan Hukum (wederrechtlijkheid).

ƒ Pada “sengaja” , kehendak pelaku tertuju pada akibat. Pada “lalai” tidak tertuju pada akibat.

- Remmelink : Ciri kelalaian (yang disadari) adalah lebih baik tidak berbuat daripada berbuat, dengan akibat yang dikehendaki disertai akibat lain yang sama sekali tidak

dikehendaki. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa Culpa adalah Aulid terhadap

Dolus. Jadi, berbeda secara prinsipil.

(24)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

a. Karena salahnya –pasal 359-360, 188 KUHP.

b. Ketidak hati-hatian (onachtzianheid) –pasal 231, 232 KUHP.

c. Seharusnya dapat menduga (redelijkkerwijs moet vermoeden) –pasal 278, 288 KUHP.

d. Dapat diduga (om te vermoeden)

e. KUHP menggambarkan beberapa istilah untuk Culpa.

ƒ Dalam undang-undang penempatan delik Culpa sering berbarengan dengan delik sengaja, sebagai delik ancaman hukumannya ringan, berhadapan dengan delik Dolus dengan

ancaman hukuman berat.

Contoh : pasal 188 dengan 187, pasal 354 dengan pasal 338 KUHP.

ƒ Ada delik yang tidak mungkin dilakukan secara Culpa, seperti delik asusila.

ƒ Ada delik Dolus yang tidak ada mitra Culpa-nya, karena dianggap tidak perlu oleh perasaan hukum masyarakat –pemidanaan adalah Ultimum Remedium.

ƒ Ada pula pasal tertentu dalam KUHP dibawah Dolus dan Culpa ditempatkan bersama dalam satu pasal dengan ancaman hukuman yang sama.

ƒ Pasal 292, 293 KUHP (tahu atau patut dapat menduga).

ƒ Pasal 418 – pasal 419 KUHP (tahu atau patut dapat mengharapkan). ƒ Hal demikian disebut Pro Parte Dolus Pro Parte Culpa.

ƒ Van Hammel – ada 2 jenis Culpa :

1. Karena kurang dapat memperkirakan. 2. Kurang berhati-hati.

ƒ Vos – ada elemen Culpa :

1. Dapat memperkirakan akibat oleh si pembuat (voorziendbaarheid). Merupakan syarat subyektif – a.l tingkat kecerdasannya, tenaganya.

2. Ketidak hati-hatian (onvoorzichtigheid)

Merupakan syarat obyektif –terlihat dari tindakannya yang berdampak subyektif. –a.l

apakah dia seorang ahli atau awam. Culpa ada apabila kedua elemen tersebut ada.

Dapat diperkirakannya akibat saja belum menghasilkan Culpa.

(25)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

Seorang dokter yang dengan terampil : melakukan operasi yang berbahaya dapat

memperkirakan terjadinya kematian, tidak melakukan Culpa. Dibutuhkan lagi adanya

ketidak hati-hatian, menurut ukuran obyektif.

Syarat berhati-hati terbagi dua :

- Pelaku melakukan perbuatan menurut ukuran ketelitian yang normal. -Membersihkan baju yang bernoda dengan bensin dekat api.

- Pelaku telah bertindak sangat hati-hati, namun akibat tetap terjadi.

Contoh : seorang ahli/ amatir yang mengerjakan kembang api tetap bersalah.

(26)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

BAB III

NULLA POENA - POENA - STRAF – HUKUMAN

Apa itu Hukuman? perlu dibedakan antara hukuman/ straf dengan tindakan/ maatregel. ƒ Hukuman/ pidana adalah derita yang ditimpakan kepada pelaku tindak pidana

ƒ Sasaran pemidanaan adalah derita (leed), setidak-tidaknya sasaran antara disamping sasaran akhir yaitu memperbaiki pelaku.

ƒ Pada tindakan makna derita bukanlah tujuan. Tujuan tindakan adalah perlindungan dan sifatnya sosial. A.l. tersebut pasal 24 UU No. 3/ 1997 tentang Pengadilan Anak, yaitu terhadap

anak nakal, yaitu terhadap anak nakal dapat dijatuhkan tindakan :

a. Mengembalikan kepada orangtua, wali atau orangtua asuh.

b. Menyerahkan kepada Depsos untuk melakukan pendidikan dan pembinaan (Dik-Bin), latihan kerja ,atau

c. Menyerahkan kepada Depsos atau ORSOS kemasyarakatan yang bergerak dibidang Dik, Bin, Lat Kerja.

Catatan : Undang-undang No. 3/ 1997 –anak nakal :

a. Anak yang melakukan Tindak Pidana.

b. Anak yang melakukan perbuatan terlarang bagi anak menurut perundang-undangan/ peraturan hukum lainya. Anak nakal : 8 – 18 tahun/ atau belum pernah kawin.

Mengapa pidana dijatuhkan ? 1. Teori Absolut/ pembalasan

Hakekat pidana adalah pembalasan terhadap kesalahan yang :

a. Bersifat subyektif –pembalasan terhadap kesalahan pelaku.

b. Bersifat obyektif –pembalasan atas akibat yang ditimbulkan kedunia luar. Latar belakang pemikiran teori ini adalah :

KANT : Pidana adalah tuntutan etik walaupun masyarakat akan musnah besok, hari ini pembunuh harus dihukum mati.

2. Teori Relatif

Tujuan pemidanaan adalah prevensi terhadap kejahatan. Hakekat pemidanaan : menimbulkan

rasa takut, perbaikan dan penghancuran.

(27)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

a. Prevensi Umum (generale preventie)

Pemidanaan adalah untuk mencegah semua orang untuk melakukan kejahatan. Hasil teori

ini adalah pemidanaan yang kejam, pelaksanaannya di depan orang banyak.

Von Veirbach mengembangkan teori Psychologische Zwang –ancaman pidana yang tinggi dapat menjadi dorongan psikologis/ kontra motif terhadap nafsu berbuat kejahatan.

b. Prevensi Khusus

Tujuan pidana adalah pencegahan terhadap pelaku untuk tidak berbuat lagi.

3. Teori Gabungan (veremigings teorie)

Merupakan kombinasi dari teori pembalasan dan teori relatif.

Terdapat tiga variasi :

a. Tujuan adalah pembalasan dengan pembatasan yaitu pulihnya tata tertib hukum. b. Tujuannya adalah perlindungan masyarakat dengan pembatasan tidak melampaui derita

sepantasnya.

c. Tujuannya adalah pembalasan sekaligus melindungi masyarakat.

JENIS-JENIS PIDANA

Pasal 10 KUHP menyebut jenis pidana menurut urut beratnya sebagai berikut :

a. Pidana Pokok 1. Pidana Mati. 2. Pidana Penjara. 3. Pidana Kurungan.

4. Pidana Tutupan (UU No. 2 tahun 1946). 5. Pidana Denda.

b. Pidana Tambahan

1. Pencabutan bebetapa hak tertentu.

2. Perampasan barang tertentu. 3. Pengumuman keputusan hakim. Catatan :

(28)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

2. Pidana tambahan bagi anak nakal berupa :

- Perampasan barang. - Pembayaran ganti rugi. Ad. a. Pidana Pokok :

1. Pidana Mati

Di Belanda sejak tahun 1820 pidana mati telah dihapus.

- Dalam KUHP ada sejumlah tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati :

1. Kejahatan terhadap keamanan negara (pasal 104, 111 ayat (2), 124 ayat (3) jo pasal 129 KUHP).

2. Kejahatan melanggar martabat presiden (pasal 140 ayat (3) KUHP). 3. Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP).

4. Pencurian dengan kekerasan dengan berserikat/ bersama-sama ( pasal 365 KUHP). 5. Pembajakan (pasal 444 KUHP).

- Diluar KUHP

1. Tindak pidana narkotika (UU No. 22 /1997 pasal 80 ayat (1)a, ayat (2)a, ayat (3)a, pasal 81 ayat (3)a, pasal 82 ayat (1)a, ayat (2)a, ayat (3)a.

2. Tindak pidana psikotopika ( UU No. 5/ 1997 pasal59 ayat (2)). 3. Tindak pidana korupsi (pasal 2 ayat (2)).

Catatan :

1.Pelaksanaan pidana mati ditunda :

a. Terpidana gila, sesudah putusan sampai terpidana sembuh,

b. Terpidana hamil sampai 40 hari setelah melahirkan ( pasal 7 UU No. 2/1964 PNPS).

c. Sampai mendapat fiat Presiden (pasal 2 yat (3) UU No. 40/1950 tentang Grasi) 2.Pelaksanaan pidana mati dengan jalan ditembak sampai mati oleh regu tembak

Brimob dibawah perintah Jaksa Tinggi/ Jaksa.

2. Pidana Penjara

ƒ Pidana penjara tertinggi adalah seumur hidup.

ƒ KUHP menentukan pidana maksimum umum selama 15 tahun, namun untuk kejahatan dengan ancaman mati/ penjara seumur hidup atau karena terdapat concursus/ residive dapat

(29)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

ƒ Penjara minimun menurut KUHP adalah 1 (satu) hari.

ƒ Hukuman minimun khusus terdapat pada : 1.UU No. 22/1997 tentang Narkotika.

a. Yang didahulukan dengan permufakatan jahat : - Pasal 78 ayat (2) – 2 tahun.

- Pasal 80 ayat (2) – 4 tahun.

- Pasal 81 ayat (2) – 2 tahun. - Pasal 82 ayat (2) – 4 tahun. b. Yang dilakukan secara terorganisasi :

- Pasal 78 ayat (3) – 3 tahun. - Pasal 80 ayat (3) – 4 tahun. - Pasal 81 ayat (3) – 4 tahun. - Pasal 82 ayat (3) – 4 tahun.

2.UU No. 5/ 1997 tentang Psikotropika – pasal 59 ayat (1) – 4 tahun.

3.UU No. 20/ 2001 jo UU No. 31/ 1999 tentang T.P Korupsi. Ada 10 tindak pidana yang diberi pidana minimum 1 s/d 4 tahun.

4.UU No. 15/ 2002 tentang T.P Pencucian uang – pasal 3 ayat (1) – 5 tahun.

3. Pidana Kurungan

ƒ Pidana kurungan maksimum umum (1 tahun) dan minimum (1 hari). ƒ Dapat dijatuhkan kurungan 1 tahun 4 bulan dalam hal :

a. Samenloop. b. Residive.

c. Pegawai negeri yang melakukan tindak pidana melanggar kewajiban khusus jabatannya.

ƒ Ada pula maksimum khusus yang terdapat pada pasal tertentu. ƒ Pidana kurungan diancamkan pada kejahatan Culpa dan pelanggaran. ƒ Perbedaan pidana kurungan dengan pidana penjara :

a. Terpidana penjara dapat dipindahkan kepenjara lain diluar wilayah tempat ia dijatuhkan pidana. Pada terpidana tidak dapat, kecuali atas kehendak terpidana sendiri.

(30)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

c. Terpidana kurungan dapat memperbaiki nasibnya yang disebut PISTOLE – pasal 23

KUHP.

ƒ Pidana kurungan pengganti atau subsidair adalah suatu bentuk khusus dari pidana kurungan sebagai pengganti pidana denda dalam hal terpidana tidak mampu/ tidak mau membayar,

diganti dengan pidana kurungan (pengganti) yang disebut dalam vonis. Kurungan pengganti

juga atas barang rampasan yang tidak disita, jika barang tidak diserahkan dan harganya

sebagai pengganti tidak dibayar.kurungan pengganti minimum 1 hari dan maksimum 6

bulan dan dalam hal concursus/ residive dapat menjadi 6 bulan.

ƒ Jika terdapat komulasi pidana penjara dan kurungan maka pidana penjara dijalani dahulu kemudian baru disusul pidana kurungan.

4. Pidana Denda

ƒ Pidana denda senantiasa dijatuhkan dengan pidana kurungan pengganti.

ƒ Pidana denda dalam beberapa perundang-undangan dapat dijatuhkan secara kumulatif dengan pidana penjara atau secara kumulatif alternatif :

a. Kumulatif – pasal 6 UU TPK : dipidana dengan pidana paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150 juta dan paling banyak

Rp. 750 juta (penyuapan aktif dan pasif) terhadap Hakim maupun Advokat. Lihat juga

pasal. 8, pasal 9, pasal 10, pasal 12, pasal 12 b ayat (2).

Catatan :

Hal serupa terdapat :

a. Pada UU Narkotika b. Pada UU Psikotropika. c. Pada UU Pencucian Uang. d. Pada UU T.P Ekonomi.

- Pidana yang dijatuhkan/ dituntut harus pidana penjara dan denda.

- Pidana penjara yang dijatuhkan tidak boleh lebih rendah dari 3 tahun dan pidana denda dari tidak boleh lebih rendah dari Rp. 150 juta

b. Kumulatif Alternatif – pasal 5 UU TPK- dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun atau pidana denda dstnya. Lihat juga

(31)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

Catatan : hal serupa terdapat pada pasal 64, pasal 65 UU Psikotropika dan pada

UU T.P Ekonomi.

5. Pidana Tutupan.

ƒUU No. 20/ 1946 menambahkan pidana tutupan terhadap orang yang melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara karena didorong oleh maksud yang patut dihormati. ƒPidana tutupan dilaksanakan dirumah tertutup (PP No. 8/ 1998).

ƒPidana Bersyarat : sejak tahun 1927 pidana bersyarat adalah pidana yang dijatuhkan namun tidak perlu dijalankan apabila selama dalam waktu percobaan tertentu, terpidana tidak

melakukan tindak pidana atau melanggar syarat khusus yang ditentukan hakim.

1. Hanya terhadap pemidanaan penjara yang tidak melebihi 1 tahun.

2. Dapat juga dijatuhkanpada pidana kurungan kecuali kurungan pengganti.

3. Dapat juga dijatuhkan terhadap denda jika ternyata pidana denda ataupun perampasan barang menimbulkan keberatan yang sangat bagi terpidana.

4. Tidak dapat dijatuhkan terhadap perkara peng.. negara. 5. Syarat-syarat :

a. Syarat umum

Tindak boleh melakukan tindak pidana selama masa percobaan.

Catatan :

Masa Percobaan :

- Untuk T.P pelanggaran –pasal 492, 504, 505 dan 536 KUHP selama-lamanya 3 tahun.

- Untuk pelanggaran yang lainselama 2 tahun. b. Syarat Khusus

Menyangkut semua perilaku terpidana yang tidak mengurangi kebebasan

beragama dan politik, pengawasan dilakukan oleh Jaksa.

Pelepasan Bersyarat

Terpidana yang telah menjalani 2/3 dari pidananya dan juga paling sedikit 9 bulan dapat dilepas

(32)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

Syarat Umum

- Dalam tempo percobaan (lebih dari 1 tahun dari sisa masa pidana). - Tidak melakukan tindak pidana/ tidak berkelakuan jelek (pasal 15a). Syarat Khusus

Sama dengan pemidanaan bersyarat yaitu :

- Pengawasan dilakukan oleh Jaksa.

- Pelepasan dicabut apabila terpidana melanggar syarat/ perjanjian.

- Masa sisa pemidananaan harus dijalani tanpa harus memperhatikan masa pelepasan. Ad. b Pidana Tambahan :

ƒ Pidana tambahan hanya dapat dijatuhkan bersama dengan pidana pokok dengan beberapa pengecualian.

ƒ Pidana tambahan bersifat fakultatif –tidak wajib dijatuhkan.

ƒ Kadangkala UU menetapkan pidana tambahan Imperatif –pasal 250 bis merampas mata uang palsu –pasal 261 dan pasal 275 KUHP.

ƒ Jangka waktu pencabutan hak lebih lama dari masa pidana. a. Pencabutan Hak-hak tertentu

o Tidak bleh dilakukan pencabutan atas semua hak (mati perdata). o Hak tertentu yang dicabut dirinci dalam pasal 35 KUHP :

1. Hak untuk memangku jabatan/ jabatan tertentu. –melanggar pidana tambahan, ini diancam dengan pasal 227 KUHP.

2. Hak pilih/ dipilih dalam PEMILU. 3. Hak untuk menjadi TNI.

4. Hak menjadi penasehat/ wali/ wali pengawas, pengampu, currator, atau orang lain selain anaknya sendiri.

5. Hak sebagai kuasa bapak (vaderlijkemacht) pengampu dan currator atas anaknya

sendiri.

6. Hak untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu (bepaalde beroepen)

Catatan : pencabutan atas hak memangku jabatan tertentu, tidak dapat dilakukan

oleh Hakim. Jika hal itu ditentukan undang-undang. (contoh : Ketua dan Anggota

Mahkamah Agung).

(33)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

c. Perampasan barang-barang tertentu diatur secara umum dalam pasal 39 dan 40 KUHP,

disamping perampasan khusus dalam pasal-pasal tertentu.

Contoh : pasal 205 ayat (3) untuk delik Culpa.

(34)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

BAB IV

ASAS-ASAS HUKUM PIDANA

A. Apa itu Asas-asas Hukum Pidana

Asas hukum (rechtbeginsel) adalah pikiran dasar yang sifatnya umum dan melatar belakangi

kaidah hukum (rechtnorm) yang terdapat dalam hukum kongkrit (rechtregels).

Catatan :

- Pasal 362 KUHP (pencurian), 372 KUHP (penggelapan), 378 (penipuan) peraturan kongkrit = norma + sanksi.

- Kaidanya jangan mencuri, jangan menggelapkan, jangan menipu.

Kaidah hukumnya = ketentuan tentang perilaku manusia dalam masyarakat, apa yang

seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.

- Asasnya adalah = hak milik orang harus dihormati.

Asas hukum ini kadang-kadang dijadikan ketentuan kongkrit seperti pada pasal 1 KUHP,

Asas : “NULLUM DELICTUM NULLA POENA SINE PREVIA LEGE POENALE”

Asas huku tidak terdapat didalam UU “GEEN STRAF ZONDER SCHULD” = Tidak ada hukuman tanpa kesalahan.

B. Hukum Pidana

Hukum pidana terbagi atas :

1. Hukum pidana obyektif (ius poenale = semua peraturan) : 1.1.Hukum pidana materiil (subtantive criminal law).

Mengatur kapan, siapa dan bagaimana hukum termuat dalam KUHP dan lain-lain.

1.2.Hukum pidana formal/ acara (procedural criminal law). ASAS

KAIDAH

(35)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

Mengatur bagaimana hukum pidana materiil ditegakkan, termuat dalam KUHP dan

UU lainya.

Catatan :

1. Adanya hukum acara dalam UU lain yang menyimpang dari ketentuan KUHAP menjadikan peraturan pidana dalam UU tersebut sebagai ketentuan khusus.

2. Wewenang Penyidikan Pidum : penyidik POLRI + PNS.

3. Wewenang Penyidikan Pidsus : Kejaksaan (contoh : TP Korupsi). 2. Hukum pidana subyektif ((ius puniendi)

Hak negara (penguasa) untuk menghukum (mengancam hukuman, menjatuhkan hukuman

dan melaksanakan hukuman).

APA-APA SAJA ASAS HUKUM PIDANA YANG BERLAKU 1. Asas Legalitas (tanpa Undang-undang tidak ada hukuman)

Terdapat dalam rumusan pasal 1 ayat (1) KUHP dan dirumuskan oleh Anslem Von Veurbach sebagai “NULLUM DELICTUM NULLA POENA SINE PREVIA LEGE POENALE”, diartikan :

- Nulla Poena Sine Lege : Tiada pidana tanpa Undang-undang. - Nulla Poena Sine Crimine : Tiada pidana tanpa perbuatan pidana.

- Nullum Crimen Sine Poena Legali : Tiada perbuatan pidana Tanpa Undang-undang pidana yang terlebih dahulu ada.

o Fungsi Asas Legalitas

1. Melindungi rakyat terhadap pelaksanaan kekuasaan pemerintah.

2. Instrumental : Penguasa di beri kuasa memidana dalam batas ketentuan Undang-undang. Fungsi Instrumentalia di Jerman, Australia, Spanyol, Italia pemerintah

wajib menggunakan wewenang memidana. Sedangkan di Belanda, Indonesia, Perancis,

Belgia dan beberapa negara lainnya pemerintah berwewenang tetapi tidak wajib

memidana.

(36)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

Sub Asas Legalitas/ Aspek-aspek

1. Tidak dapat dipidana kecuali ada ketentuan pidana berdasarkan Undang-undang (formal). 2. Tidak diperkenankan Analogi (pengenaan suatu Undang-undang terhadap perbuatan yang

tidak diatur oleh Undang-udang tersebut)

3. Tidak dapat dipidana hanya berdasarkan kebiasaan (peraturan tidak tertulis) 4. Tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas (lex certa)

5. Tidak boleh berlaku surut (retroaktif).

6. Tidak boleh ada ketentuan pidana diluar Undang-undang. 7. Penuntutan hanya dengan cara yang ditentukan Undang-undang. Pengecualian Asas Legalitas

Pasal 1 ayat (2) KUHP memungkinkan Undang-undang berlaku surut apabila hal tersebut

menguntungkan pelaku.

2. Asas Kesalahan:

Adagium : “ACTUS NON FACIT REUM NISI MENS SIT REA” (an act does not make a man guilty of crime unless his mind be also guilty).

a. Actus Reus (criminal act) Yang memenuhi rumusan delik dalam Undang-undang.

b. Mens Rea Unsur batin pembuat – yaitu sengaja, lalai.

oJadi suatu perbuatan (actus reus) walaupun sudah memenuhi rumusan undang-undang tidak dapat dipidana kalau tidak ada kesalahan (mens rea). Asas kesalahan ini sangat

fundamental sifatnya dalam hukum pidana.

3. Asas-asas Yang Menyangkut Ruang Lingkup Berlakunya Undang-undang Pidana Indonesia.

Ada 2 asas pokok :

1. Asas Teritorialitas (pasal 2 KUHP)

1.1.Perluasan dari asas teritorialitas (pasal 3 KUHP) :

Setiap orang yang melakukan perbuatan pidana diatas alat pelayaran Indonesia diluar

wilayah Indonesia.

2.2.Asas eks Teritorial (pasal 9 KUHP)

Berlakunya pasal 2 , 5 dan 8 KUHP dibatasi oleh pengecualian-pengecualian dalam

(37)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

Catatan :

Alat pelayaran pengertiannya lebih luas dari kapal.

Kapal = Spesies dari alat pelayaran.

Diluar Indonesia = dilaut bebas dan di laut wilayah negara lain.

Asas-asas Extra Teritoriality/ Kkebalan dan Hak Istimewa (Immunty Previlege).

a. Kepala negara asing dan anggota keluarganya.

b. Pejabat-pejabat perwakilan negara asing dan keluarganya.

c. Pejabat-pejabat pemerintahan negara asing yang berstatus diplomatik yang dalam perjalanan melalui negara-negara lain atau menuju negara lain.

d. Satuan angkatan bersenjata yang terpimpin. e. Pejabat-pejabat badan internasional.

f. Kapal-kapal perang dan pesawat udara militer/ ABK diatas kapal maupun diluar kapal.

2. a. Asas-asas Personalitas/ Nasionalis Aktif

o Pasal 5 KUHP –hukum pidana Indonesia mengikuti warga negara Indonesia. Hukum pidana Indonesia berlaku bagi warga negara Indonesia diluar Indonesia yag melakukan

pidana tertentu (kejahatan terhadap keamanan negara, martabat kepala negara,

penghasutan, dll).

b. Asas Nasionalis Pasif (perlindungan Kepentingan Nasional).

o Pasal 7 KUHP –pejabat Indonesia yang melakukan kejahatan jabatan diluar negeri.

o Pasal 8 KUHP – Nakhoda kapal Indonesia diluar kapal. c. Asas Universalitas

o Pasal 4 KUHP – Kejahatan uang palsu, kejahatan perompakan. o Dalam hal ini kepentingan universal dilindungi.

ASAS-ASAS YANG BERKAITAN DENGAN PENGHAPUSAN PIDANA A. Alasan Penghapusan Pidana

1. Alsan penghapus pidana umum (general defenses) – Dibuku I KUHP juga berlaku terhadap aturan pidana diluar KUHP (pasal 103).

(38)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

B. 1. Diatur dalam Undang-undang

1.1 Tidak mampu bertanggungjawab (pasal 44 KUHP)

a. Perkembangan akal yang tidak sempurna (gebrekkige ontwikkeling der verstandelijke vermogens)

Contoh : idiot, imbisil tuli-bisu sejak lahir.

b. Sakit + akal/ ingatan (ziekelijke storing/ insanity)

Contoh : gila, mania, histeris).

™Pertanyaan : bagaimana dengan mabuk/ Intoxication?

Mabuk patologi dapat digolongkan dengan mabuk biasa/ tidak, namun ada kemungkinan

hilangnya Dolus atau Culpa.

Catatan : kedua hal tersebut bukanlah istilah medis, tetapi merupakan istilah yuridis.

Hakim yang menetapkan.

1.2a. Pembelaan Darurat/ Noordweer/ Self Defense (pasal 49 ayat (1) ), ada 3 asas : 1. Asas Subsidair

Noodweer baru dapat diterima apabila tidak ada jalan lain yang bisa dipakai (contoh

: lari).

2. Asas Proporsional.

Kepentingan yang dilindungi harus seimbang dengankepentingan yang dikorbankan

(contoh : pencuri hingga ditembak).

3. Asas Culpa In Causa.

Penyerangan terjadi karena perbuatan sendiri.

Dari 3 asas tersebut diatas terlihat ada 3 syarat suatu penyerangan :

a. Mendadak (ogenblikelijk).

b. Langsung mengancam (onmiddelijk dreigend/ immediate danger). c. Melawan hukum (wederrechtelijk).

d. Tertuju kehormatan susila (eerbaarheid), nyawa (lijf), barang (goed).

b.Ekses Pembelaan Darurat/ Noodweer Exces (pasal 42 ayat (2) KUHP), Syarat-syarat : 1. Ada penyerangan mendadak terhadap tubuh, kehormatan, susila dan barang. 2. Melawan hukum.

3. Pembelaan tidak seimbang (exces).

(39)

A

r

s

ip

B

a

d

a

n

D

ik

la

t

K

e

ja

k

s

a

a

n

R

e

p

u

b

li

k

I

n

d

o

n

e

1.3 Daya Paksa/ Overmacht Durres/ Coercion (pasal 48 KUHP), ada 3 bentuk :

1. Absolut (vis absoluta). 2. Relatif (vis compulsiva)

3. Keadaan darurat (noodtoestand-necessity) terbagi atas 3 bagian :

a. Tabrakan kepentingan antara dua kepentingan hukum (rechtbelang >< rechtbelang).

Contoh : satu papan dua orang dilaut.

b. Tabrakan kepentingan hukum dengan kewajiban hukum (rechtbelang >< rechtplicht).

c. Tabrakan kewajiban hukum dengan kewajiban hukum (rechtplicht >< rechtplicht) Contoh : menghadap dua Pengadilan Negeri pada saat yang sama.

Catatan : ketiga asas dalam pembelaan darurat diatas, berlaku juga disini (daya paksa).

1.4 Pelaksanaan Ketentuan Perundang-undang/ Wettelijk Voorschrift (pasal 50 KUHP).

xTidak terbatas pada Undang-undang saja tetapi semua ketentuan Perundang-undangan.

xHarus dalam batas-batas kewajaran.

xHarus sesuai dengan tujuan umum yang hendak dicapai Perundang-undangan. 1.5 Perintah Jabatan/ Ambtelijk Bevel/ Superiors Order (pasal 51 KUHP), Syarat-syarat :

1. Ada perintah. 2. Pejabat berwenang

3. Dalam hubungan hukum publik (publik rechtelijk verhounding).

™ Pertanyaan : Bagaimana apabila pejabat yang tidak berwenang yang mengeluarkan perintah?

Ada 2 syarat :

1. Subyektif : pelaku harus dengan itikad baik beranggapan pejabat tersebut bewenang. 2. Obyektif : Pelaksanaan perintah berada dalam lingkup tugasnya. (contoh : seorang

Polisi diperintahkan untuk menganiaya tahanan tidak termasuk dalam lingkup

tugasnya).

B.2. Diatur Diluar Undang-undang

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian Peluang dan ancaman sukuk di Indonesia perlu untuk dikaji lebih dalam guna memaksimalkan peran sistem keuangan syariah yang ditawarkan oleh ekonomi Islam

Sesuai dengan Undang-Undang tentang OJK Pasal 8 huruf (f) dan Pasal 9 huruf (d), OJK dapat menghentikan, membatasi atau memperbaiki kegiatan usaha atau transaksi Lembaga

Efektivitas pemberdayaan masyarakat dalam pengentasan kemiskinan pada program Gerdu Kempling dinilai berdasarkan peningkatan kondisi masyarakat setelah mendapatkan

Berdasarkan permasalahan di atas dapat diidentifikasi faktor-faktor yang memungkinkan kondisi tersebut terjadi, antar lain: guru masih menggunakan metode ceramah yang

Berdasarkan hasil dari penelitian, dapat diketahui bahwa bahwa peraturan daerah nomor 20 tahun 2002 dalam penanganan anak jalanan sudah berjalan baik, namun belum maksimal

Populasi jabon putih dari wilayah NTB (Lombok Barat dan Sumbawa) mempunyai nilai keragaman yang lebih tinggi dibandingkan nilainya dari wilayah Sumatera (Sumatera Barat dan

Berdasarkan hasil statsitik menggunakan uji chi square test, diproleh hasil dengan nilai p-value sebesar 0.002 &lt; 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat

Menurut Borshchev &amp; Filippov (2004) Agent Based Model (ABM) adalah suatu metode yang digunakan untuk eksperimen dengan melihat pendekatan dari bawah ke atas (