• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepemimpinan Dan Budaya Kerja Terhadap P (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kepemimpinan Dan Budaya Kerja Terhadap P (1)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA KERJA TERHADAP

PENINGKATAN KINERJA

Ihwan Satria Lesmana1), Muhammad Saleh2)

1

Jurusan Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bina Bangsa Email: ihwansatrialesmana@gmail.com

2

Jurusan Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bina Bangsa Email: abigifar165@gmail.com

Abstract

The research was conduxted to analyze some factors that influence the Performance Improvement, which are the Leadership and Work Culture at Dinas Pendidikan in Banten Province. The research used survey methods with 67 are employees at on duty Education Province Banten as respondents. They were selected using Stratified Random Sampling. The research used instruments such as Leadership, Work Culture and Performance Improvement which are self-extended conforming to indicators. Hypothesis test used F-Test and t-Test. The results show that there is positive effect of the Leadership (X1) and Work Culture (X2) simultaneously to Performance Improvement (Y), with

determination coefficient R2 = 0,929 and regression equality Ŷ = 20,444 + 0,312X1+ 0,361X2;

There is positive effect of the Leadership (X1) to Performance Improvement (Y). There is positive

effect of Work Culture (X2) to Performance Improvement (Y). Based on the analysis, it can be

concluded that Performance Improvement can be increased through the Leadership Improvement and Work Culture.

Keywords: Leadership, work culture, performance improvement

1. PENDAHULUAN

Sumber Daya Manusia yang handal hanya mampu dicetak melalui pendidikan, pendidikan harus ditangani serius, semua komponen bangsa dari berbagai lapisan harus memiliki visi yang sama terhadap pentingnya pendidikan, termasuk di dalamnya dukungan yang besar dari berbagai pihak baik pemerintah, lembaga perwakilan rakyat, para praktisi hukum, para politisi dan dunia usaha.

Secara implisit, bahwa Pegawai Negeri Sipil dalam menghadapi tugas-tugasnya akan semakin luas dan kompleks di masa mendatang menuju Indonesia baru, di mana suatu era yang tidak mempunyai batas waktu wilayah ekonomi, politik maupun budaya, maka pelaksanaan kebijaksanaan pendayagunaan Pegawai Negeri Sipil hendaklah dilaksanakan secara tepat guna dan hasil guna. Pada masa keterbukaan ini, bentuk Pegawai Negeri Sipil yang ideal untuk menuju Indonesia baru, dituntut untuk lebih disiplin, kreatif, berdedikasi serta loyal. Hal ini menyangkut bukan banyak hal yang bersifat mekanisme hubungan-hubungan antar bangsa tetapi lebih mendasar lagi yaitu proses universalisasi nilai-nilai positif.

Berdasrkan beberapa teori dan hasil penulisan menunjukan bahwa kesuksesan seorang pemimpin memiliki relevansi kuat dengan variabel pengetahuan, watak, moral, situasi termasuk juga sosial budaya. Keberhasilan seorang pemimpin sangat dipengaruhi kepemimpinan yang mencakup kemampuan pemimpin dan interaksi sesama pemimpin, bawahan, atasan organisasi ke dalam maupun ke luar lingkungan. Walaupun variabel yang mempengaruhi kepemimpinan seseorang secara umum sama namun setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang menjadi karakteristiknya seperti terlihat melalui ucapan, sikap dan perilaku yang ditampilkan.

(5)

kantor-JBBE, Vol.09, No.2, Sep. 2016

ISSN: 2087-040X

15

kantor pemerintah, sebagaimana pula yang

seharusnya terjadi di Dinas Pendidikan Provinsi Banten.

Selama ini, kinerja para pegawai di Dinas Pendidikan Provinsi Banten masih terlihat rendah, baik Sumber Daya Manusianya, maupun dalam pekerjaannya, hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya tingkat pelanggaran indisiplinier, yang dilakukan oleh para pegawai tentang hal ini harus dibenahi secara menyeluruh karena pegawai akan mempengaruhi kinerja dari lembaga secara keseluruhan.

2. KAJIAN LITERATUR Kepemimpinan

Sebelum penulis menjabarkan mengenai kepemimpinan pemerintahan Indonesia, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi mengenai kepemimpinan, sebagai berikut: Leadership is the art of coordinating

an demotivating in individuals and group to achieve desired ends (Lateiner, A.R, 1985).

Kepemimpinan adalah seni mengkoordinasikan dan memotivasi orang lain baik sebagai individu maupun sebagai kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Pengertian lain mengenai kepemimpinan sebagai berikut: Kepemimpinan adalah kemampuan dan keterampilan seseorang dalam mempengaruhi orang lain, dalam hal ini bawahan sehingga mau dan mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, meskipun secara pribadi hal tersebut tidak disenangi (Kartono, Kartini, 1990)

Selanjutnya pengertian lain mengenai kepemimpinan adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mengendalikan, memimpin, mempengaruhi pikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya (Suradinata, Ermaya, 1997)

Pendapat-pendapat mengenai pengertian kepemimpinan di atas pada dasarnya mempunyai kesamaan, di mana kepemimpinan merupakan aktivitas seseorang dalam organisasi yang mempunyai jabatan untuk mempengaruhi orang lain sebagai bawahannya, dengan harapan orang lain tersebut dapat mengikuti perintah dan petunjuknya sebagai langkah dalam mencapai tujuan organisasi. Jelasnya kepemimpinan

merupakan kemampuan pimpinan mempengaruhi bawahannya.

Dalam kepemimpinan terdapat hubungan antara yang dipimpin dengan yang memimpin dalam mencapai tujuan dan keberhasilan pencapaian tujuan berkat keberhasilan pimpinan dalam menggerakkan, mengarahkan dan meyakinkan bawahannya. Apabila bawahan dapat mengikuti perintah dan petunjuk atasannya, artinya pimpinan mampu mempengaruhi perilaku bawahan.

Berdasarkan kajian teori yang dilakukan para ahli tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa Kepemimpinan mengacu kepada kepemimpinan pemerintahan Indonesia yang merupakan penerapan dasar-dasar kepemimpinan, pada umumnya dalam ruang lingkup sistem pemerintahan Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam hal ini kesuksesan kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh waktu, moral dan etika termasuk budaya.

Budaya Kerja

Budaya organisasi pemerintahan mempunyai cara-cara tersendiri dalam meyakini, berpikir, bersikap dan berperilaku sebagaimana tersirat dalam symbol, ritual, norma dan aturan baku yang keseluruhan menjadi budaya organisasi (Pamuji S. 1995).

Perilaku organisasi sebagai suatu bidang yang menyelidiki dampak perorangan, kelompok dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan semacam itu untuk memperbaiki keefektifan organisasi atau agar organisasi bekerja dengan lebih efektif. Titik berat perilaku organisasi ini dapat dilihat atau selalu dikaitkan dengan pekerjaan, kerja, kemangkiran, masuk berhentinya karyawan, produktivitas, kinerja manusiawi dan manajemen (Hicks, Herbert G. Ray Gullet, 1995)

(6)

Dinyatakan juga bahwa umumnya perilaku dapat diramalkan jika kita tahu semua orang itu menangkap (mempersepsikan) situasinya dan apa yang penting baginya. Sementara perilaku mungkin tidak tampak rasional bagi orang luar, ada alasan untuk meyakini bahwa oleh para pelakunya perilaku tersebut biasanya dimaksudkan agar rasional dan dilihat sebagai tidak rasional. Sering seorang pengamat melihat perilaku sebagai tak rasional karena pengamat itu tidak mempunyai akses ke informasi yang sama atau tidak mempersepsikan lingkungan dengan cara yang sama.

Berkaitan dengan konsep perilaku organisasi ini, maka terdapat beberapa variabelnya yaitu kepuasan kerja, disiplin kerja, kemangkiran dan tingkat keluarga karyawan/pegawai (Hicks, Herbert G. Ray Gullet, 1995)

Kinerja

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, Suyadi, 1999) Peningkatan kinerja pegawai dapat dipengaruhi oleh beberapa indikator yang dapat diuraikan, sebagai berikut:

1) Prosedur Kerja

Pentingnya pembahasan prosedur kerja pegawai sesungguhnya berangkat dari pandangan bahwa tidak ada manusia yang memiliki tingkat kesempurnaan yang prima, ia tidak pernah luput dari kekhilafan dan kekurangan. Demikian juga dalam kehidupan organisasi penerapan prosedur kerja penting dilaksanakan oleh setiap komponen organisasi yang berada di dalamnya, agar tujuan organisasi dapat dicapai secara optimal. Prosedur kerja merupakan langkah awal bagi proses pengembangan disiplin kerja yang pada gilirannya dapat meningkatkan mutu sumber daya manusia, jadi prosedur kerja adalah tata tertib yang harus dilaksanakan setiap pegawai secara teratur sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Prosedur kerja adalah tahap-tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu kegiatan

pekerjaan menurut sistematika pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai aturan kerja. Oleh karena itu, prosedur kerja penting dilaksanakan setiap pegawai, agar tujuan kerja yang telah ditetapkan dapat dicapai secara optimal.

2) Tata Kerja

Menurut etimologi bahasa, tata kerja berarti aturan atau sistem bekerja, sedangkan tata kerja berarti aturan yang harus dilaksanakan sesuai dengan sistem penataan kerja yang telah ditetapkan. Tata kerja menyangkut sistem penataan organisasi sesuai dengan struktur tata kerja itu sendiri yang di dalamnya memuat tentang volume dan beban kerja yang harus dicapai organisasi.

3) Tujuan Kerja

Tujuan kerja adalah arah yang akan dicapai dalam pekerjaan, seorang pegawai wajib memiliki tujuan kerja sebelum ia melaksanakan aktivitas kegiatan bekerja. Keberhasilan atau kegagalan dalam bekerja dapat dipengaruhi oleh tujuan kerja seorang pegawai sebelum ia memulai pekerjaannya. Tujuan kerja merupakan indentifikasi analisis kegiatan bekerja, cara seperti ini dapat merealisasi target-target yang sudah diperhitungkan dengan antisipasi perencanaan berdasarkan volume dan beban kerja. Sebaliknya kegagalan dalam bekerja terjadi akibat pegawai sama sekali tidak memiliki atau kurang memahami tujuan kerja.

4) Sasaran Kerja

Sesuatu aktivitas kerja yang telah ditentukan berdasarkan sasaran kerja. Sasaran lebih cenderung diarahkan kepada tujuan, ia merupakan arah gambaran visi dan misi suatu organisasi perlu menentukan sasaran kerja secara rinci dan jelas, agar pelaksanaan kerja lebih mudah dicapai.

5) Efisiensi Kerja

(7)

JBBE, Vol.09, No.2, Sep. 2016

ISSN: 2087-040X

17

berlangsungnya kegiatan, dan pendayagunaan

sarana pekerjaan sebagai faktor pendukungnya. Dimungkinkan dengan pendayagunaan faktor-faktor tersebut secara optimal tingkat efisiensi dan produktivitas kerja yang diinginkan akan tercapai.

6) Koordinasi Dalam Konteks Kerja

Koordinasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem tata kerja organisasi. Koordinasi menyangkut kerjasama antar individu maupun kelompok dalam suatu organisasi. Koordinasi penting dilaksanakan dalam kegiatan kerja, tanpa koordinasi yang baik mustahil pelaksanaan kerja akan berjalan lancar. Dalam kontek kinerja, koordinasi merupakan faktor pendukung bagi peningkatan produktivitas kerja. Hubungan antar pegawai dapat menumbuhkan suasana kerja yang kondusif, tanpa menimbulkan konflik antar pegawai, makin baik penerapan koordinasi yang dilakukan, makin tinggi pula tingkat produktivitas kerja yang dihasilkan.

Pada prinsipnya kinerja setiap pegawai dapat dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan organisasi. Para pegawai yang memiliki dasar kinerja tinggi akan berkembang, apabila motivasi menilai tinggi kerja keras pegawai. Organisasi yang mempunyai budaya kerja tinggi cenderung menuntut pegawainya memiliki etos kerja yang tinggi pula.

Pengajuan Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Hipotesis 1

Ho:b1= 0 : Tidak terdapat pengaruh

Kepemimpinan terhadap Peningkatan Kinerja

H1:b10 : Terdapat pengaruh

Kepemimpinan terhadap Peningkatan Kinerja.

Hipotesis 2

Ho:b1= 0 : Tidak terdapat pengaruh

Budaya Kerja terhadap Peningkatan Kinerja

H1:b10 : Terdapat pengaruh Budaya

Kerja terhadap Peningkatan Kinerja.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode survey dengan analisis statistik deskriptif. Data dan informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuisioner. Setelah data diperoleh kemudian hasilnya akan dipaparkan secara deskriptif dan dianalisis untuk menguji hipotesis yang diajukan pada awal penelitian ini.

Berkaitan dengan pengertian metode deskriptif, penelitian ditinjau dari hadirnya variabel dan saat terjadinya, maka penelitian yang dilakukan dengan menjelaskan atau menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang (sedang terjadi) merupakan pengertian penelitian deskriptif (Arikunto, Suharsimi, 1998).

Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa metode survei deskriptif cocok untuk digunakan dalam penelitian ini, karena sesuai dengan maksud dari penelitian, yaitu untuk memperoleh gambaran pengaruh kepemimpinan dan budaya kerja terhadap peningkatan kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pegawai yang ada pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten, yakni sebanyak 67 orang. Karena jumlah populasinya kurang dari 100, maka penentuan jumlah sampel menggunakan sampel populasi (populasi jenuh) yang berjumlah 67 orang. Dalam teknik penarikan sample, penulis menggunakan simple random sampling

(sample acak), karena obyek penelitian

merupakan suatu keseluruhan yang homogen. Hipotesis 3

Ho:b1= b2= 0 : Tidak terdapat

pengaruh

Kepemimpinan dan Budaya Kerja terhadap Peningkatan Kinerja

H1:b1b20 : Terdapat pengaruh

(8)

4. HASIL DAN DISKUSI Variabel Kepemimpinan (X1)

Variabel Kepemimpinan pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten dari 67 responden memiliki rata-rata nilai skor sebesar 61,43 median 61,00 dengan standar deviasi 5,790 dan varian 33,522. Variabel ini memiliki rentang data sebanyak 24 dengan nilai terendah 51 dan tertinggi 75 (dari rentang teoritis 15 – 75). Jumlah skor seluruhnya adalah 4116.

Adapun distribusi frekuensi skor variabel Kepemimpinan dapat dilihat di dalam tabel frekuensi, sebagaimana disajikan di dalam tabel, sebagai berikut:

Tabel 1. Frekuensi Skor Kepemimpinan

Frequen cy

Perce nt

Valid Percent

Cumulati ve Percent Vali

d

51 3 4.5 4.5 4.5

52 2 3.0 3.0 7.5

53 1 1.5 1.5 9.0

54 3 4.5 4.5 13.4

55 4 6.0 6.0 19.4

56 2 3.0 3.0 22.4

57 5 7.5 7.5 29.9

58 3 4.5 4.5 34.3

59 4 6.0 6.0 40.3

60 5 7.5 7.5 47.8

61 2 3.0 3.0 50.7

63 1 1.5 1.5 52.2

64 9 13.4 13.4 65.7

65 5 7.5 7.5 73.1

66 2 3.0 3.0 76.1

67 7 10.4 10.4 86.6

68 2 3.0 3.0 89.6

69 1 1.5 1.5 91.0

70 5 7.5 7.5 98.5

75 1 1.5 1.5 100.0

Tota l

67 100.0 100.0

Sumber data: Hasil olahan Angket (2009). Berdasarkan Tabel 1 tersebut dapat dijelaskan bahwa sebanyak 2 (2.98%)

responden memiliki skor nilai dalam kelompok nilai rata-rata dan sebanyak 33 (49.25%) responden memiliki skor nilai dalam kelompok di atas rata-rata. Sedangkan sisanya 32 (47.76%) responden memiliki skor nilai dalam kelompok di bawah rata-rata. Selanjutnya distribusi skor jawaban responden tentang Kepemimpinan tersebut dapat disajikan dalam bentuk histogram, sebagaimana tampak di dalam gambar, sebagai berikut:

Gambar 2.Histogram Variabel Kepemimpinan Berdasarkan Gambar 1 diatas terlihat bahwa penumpukan batang yang lebih banyak terjadi pada kelas interval di atas rata-rata, yaitu pada interval ke tiga belas dan enam belas. Tetapi secara keseluruhan baik yang termasuk di dalam kelompok nilai di bawah rata-rata dan di atas rata-rata jumlah penumpukan batang proporsinya mencapai 53 (79.10%).

Dengan demikian berdasarkan batas-batas data yang telah terkumpulkan tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa Kepemimpinan pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten tergolong dalam kategori memuaskan.

Variabel Budaya Kerja (X2)

Variabel Budaya Kerja dari 67 responden memiliki rata-rata nilai skor sebesar 58,72 median 59,00 dengan standar deviasi 4,795 dan varian 22,994. Variabel ini memiliki rentang data sebanyak 26, dengan nilai terendah 48 dan tertinggi 74 (dari rentang teoritis 15 – 75). Dengan demikian, jumlah skor seluruhnya adalah 3934.

(9)

JBBE, Vol.09, No.2, Sep. 2016

ISSN: 2087-040X

19

Tabel 2. Frekuensi Skor Budaya Kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 48 1 1.5 1.5 1.5

49 1 1.5 1.5 3.0

50 1 1.5 1.5 4.5

51 1 1.5 1.5 6.0

52 2 3.0 3.0 9.0

53 7 10.4 10.4 19.4

54 1 1.5 1.5 20.9

55 3 4.5 4.5 25.4

56 2 3.0 3.0 28.4

57 3 4.5 4.5 32.8

58 8 11.9 11.9 44.8

59 7 10.4 10.4 55.2

60 5 7.5 7.5 62.7

61 10 14.9 14.9 77.6

62 4 6.0 6.0 83.6

63 3 4.5 4.5 88.1

64 2 3.0 3.0 91.0

66 3 4.5 4.5 95.5

67 1 1.5 1.5 97.0

68 1 1.5 1.5 98.5

74 1 1.5 1.5 100.0

Total 67 100.0 100.0

Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 7 (10.4%) responden memiliki skor nilai dalam kelompok rata-rata dan sebanyak 30 (44.12%) responden memiliki skor nilai dalam kelompok di atas rata-rata. Sedangkan sisanya sebanyak 30 (44.12%) responden memiliki skor nilai dalam kelompok di bawah rata-rata

Selanjutnya distribusi skor jawaban responden tentang Budaya Kerja tersebut, dapat disajikan dalam bentuk histogram, seperti tampak di dalam gambar sebagai berikut:

Gambar 3 Histogram Variabel Budaya Kerja

Berdasarkan Gambar 3 tersebut terlihat bahwa penumpukan batang yang lebih banyak terjadi pada kelas interval yang keenam, sebelas, dua belas, tiga belas, empat belas, dan lima belas, tetapi secara keseluruhan baik yang termasuk di dalam kelompok nilai di bawah rata-rata dan di atas rata-rata jumlah penumpukan batang proporsinya mencapai 54 (80.59%).

Dengan demikian dalam batas-batas data yang telah terkumpulkan tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa tingkat Budaya Kerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten tergolong dalam kategori sangat memuaskan.

Variabel Peningkatan Kinerja (Y)

Variabel Peningkatan Kinerja dari 67 responden memiliki rata-rata nilai skor sebesar 60,78 median 61,00 dengan standar deviasi 3,297 dan varian 10,873. Variabel Peningkatan Kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten tersebut memiliki rentang data sebanyak 17, dengan nilai terendah 53 dan tertinggi 70 (dari rentang teoritis 15 – 75). Dengan demikian jumlah skor seluruhnya adalah 4072.

Selanjutnya mengenai distribusi frekuensi skor jawaban responden tentang variabel Peningkatan Kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten, seperti tampak di dalam tabel frekuensi sebagaimana disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Frekuensi Skor Peningkatan Kinerja Frequen

cy

Percen t

Valid Percent

Cumulativ e Percent

Val id

53 1 1.5 1.5 1.5

55 3 4.5 4.5 6.0

56 4 6.0 6.0 11.9

57 5 7.5 7.5 19.4

58 4 6.0 6.0 25.4

59 5 7.5 7.5 32.8

60 8 11.9 11.9 44.8

61 6 9.0 9.0 53.7

62 10 14.9 14.9 68.7

63 7 10.4 10.4 79.1

64 6 9.0 9.0 88.1

65 6 9.0 9.0 97.0

(10)

70 1 1.5 1.5 100.0 Total 67 100.0 100.0

Selanjutnya distribusi skor jawaban responden tentang peningkatan kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten tersebut, dapat disajikan dalam bentuk histogram, sebagaimana tampak di dalam gambar 4.

Gambar 4 Histogram Variabel Peningkatan Kinerja

Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa penumpukan batang yang lebih banyak terjadi pada kelas interval yang ketujuh hingga kedua belas. Tetapi secara keseluruhan baik yang termasuk di dalam kelompok nilai di bawah rata-rata dan di atas rata-rata jumlah penumpukan batang proporsinya mencapai 64 (95.52%).

Dengan demikian dalam batas-batas data yang terkumpulkan tersebut, dapat dikemukakan bahwa tingkat peningkatan kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten tergolong dalam kategori yang kategori relatif sangat memuaskan.

Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan terhadap masing-masing hipotesis tersebut, dengan urutan-urutan langkah Uji F, Uji t untuk b1

dan Uji t untuk b2. Adapun hasil pengujian

dari ketiga hipotesis penulisan, dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Uji t untuk b1

Uji t untuk b1 dilakukan untuk menguji

hipotesis pertama, yaitu:

Hipotesis 1

Ho: b1= 0 : Tidak terdapat pengaruh

Kepemimpinan terhadap Peningkatan Kinerja

H1: b10; : Terdapat pengaruh

Kepemimpinan terhadap Peningkatan Kinerja.

Jika thitung> ttabel, maka Hoditolak dan H1diterima

Berdasarkan hasil perhitungan uji t dengan bantuan pengolahan komputer

berdasarkan perhitungan IBM SPSS Statistics

v19, diperoleh nilai koefisien thitung untuk b1,

sebagai berikut:

a. Dependent Variable: Kinerja

Berdasarkan Tabel 4 diatas nilai thitung

yang diperoleh adalah sebesar 14,293 sedangkan ttabel (terlampir) dengan derajat

bebas 65 pada(0,025) adalah sebesar 1,980. Dengan demikian thitung (14.293) > ttabel

(1.980) sehingga jelas Ho ditolak dan H1

diterima, hal ini menunjukkan bahwa Kepemimpinan dapat meningkatkan kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten.

b. Uji t untuk b2

Uji t untuk b2 dilakukan untuk menguji hipotesis kedua, yaitu:

Ho: b1= 0 : Tidak terdapat pengaruh Budaya Kerja terhadap Peningkatan Kinerja

H1: b1 0; : Terdapat pengaruh Budaya Kerja terhadap Peningkatan Kinerja.

Jika thitung> ttabel, maka Hoditolak dan H1diterima.

Hasil perhitungan uji t dengan bantuan pengolahan komputer berdasarkan perhitungan IBM SPSS Statistics v19,

diperoleh nilai koefisien thitung untuk b1,

sebagai berikut:

Tabel 5 Coefficients (a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardize d

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 25.9 65

2.546 10.200 .000

Bdy_Kerja .593 .043 .862 13.720 .000

a. Dependent Variable: KINERJA Tabel 4 Coefficients (a)

Model

Unstandard ized Coefficient s

Standardi zed Coefficie nts

t Sig. B

Std.

Error Beta 1(Constant) 30.

302

2.141 14.15

0

.000

Kepemimpin an

.49 6

.035 .871 14.29 3

(11)

JBBE, Vol.09, No.2, Sep. 2016

ISSN: 2087-040X

21

Berdasarkan Tabel 5 hasil perhitungan

uji t dengan bantuan pengolahan komputer berdasarkan perhitungan IBM SPSS Statistics v19 diperoleh nilai koefisien thitung untuk b2 sebesar 13.720 sedangkan ttabel dengan derajat bebas 65 pada (0,025) adalah sebesar 1,980. Dengan demikian, thitung (13.720) > ttabel (1,980), sehingga jelas Ho

ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa budaya kerja dapat meningkatkan kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten.

c. Uji F

Uji F dilakukan untuk menguji hipotesis pertama, yaitu:

Ho: b1= b2= 0 : Tidak terdapat pengaruh

Kepemimpinan dan Budaya Kerja terhadap Peningkatan Kinerja

H1: b1b20; : Terdapat pengaruh

Kepemimpinan dan Budaya Kerja terhadap Peningkatan Kinerja.

Jika Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima.

Dengan bantuan pengolahan komputer berdasarkan perhitungan IBM SPSS Statistics

v19, diperoleh nilai koefisien F hitung,

sebagai berikut:

Tabel 6. Anova (b)

Model

666.709 2 333.354 418.

876 .000a

Residual 50.933 64 .796

Total 717.642 66

a. Predictors: (Constant), Bdy_Kerja, Kepemimpinan b. Dependent Variable: Kinerja

Berdasarkan Tabel 6 diatas, diperoleh koefisien Fhitung sebesar 418,876. Dengan

membandingkan harga kritis nilai Ftabel

(terlampir) dengan derajat bebas pembilang 2 dan penyebut 64 pada(0.05) diperoleh nilai Ftabelsebesar 3.14

Dengan demikian, Fhitung (301.728) >

Ftabel (3.14), sehingga jelas Ho ditolak dan H1

diterima. Hal ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama Kepemimpinan dan Budaya Kerja dapat meningkatkan Peningkatan Kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten.

d. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi merupakan kuadrat dari nilai koefisien korelasi. Dengan bantuan pengolahan komputer berdasarkan perhitungan IBM SPSS Statistics v19 diperoleh nilai R² (R Square), sebagai berikut:

=

=666,709 717,642 = 0,929

Besarnya nilai koefisien determinasi yang diperoleh dengan perhitungan SPSS tersebut sebesar 0,929. Hal ini menunjukkan bahwa 92,90% keragaman variabel peningkatan kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten disebabkan oleh perbedaan keragaman variabel kepemimpinan dan budaya kerja, sisanya sebanyak 6,71% disebabkan oleh faktor lain yang tidak diteliti.

e.

Persamaan Regresi Berganda

Hasil analisis data dengan bantuan pengolahan komputer berdasarkan perhitungan IBM SPSS Statistics v19, dalam penulisan ini diperoleh persamaan regresi berganda sebagai berikut:

Berdasrkan Tabel 7 tersebut, dapat disusun persamaan regresi untuk penulisan ini adalah:

Persamaan regresi ini berarti bahwa :

1. Setiap kenaikan 1 (satu) skor variabel kepemimpinan dapat meningkatkan 0,312 skor variabel peningkatan kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten

Model

1 Constant 20.444 1.415 14.45 .0

0

Kepemim .312 .024 .547 12.94 .0

0

BdyKerja .361 .029 .524 12.39 .0

0

(12)

dengan asumsi variabel Budaya Kerja konstant.

2. Setiap kenaikan 1 (satu) skor variabel Budaya Kerja dapat meningkatkan 0,361 skor variabel peningkatan kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten dengan asumsi variabel Kepemimpinan konstant.

1. Pengaruh Kepemimpinan terhadap Peningkatan Kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten.

Analisis variabel Kepemimpinan terhadap peningkatan kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten berpengaruh secara positif dan signifikan. Hal ini ditunjukkan dari nilai thitung untuk b1 yang

diperoleh adalah sebesar 14,293 sedangkan ttabel dengan derajat bebas 65 pada  (0,025)

adalah sebesar 1,980. Dengan demikian, thitung

(14,290) > ttabel (1,980). Hal ini menunjukkan

bahwa kepemimpinan dapat meningkatkan kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten.

Berbicara mengenai kepemimpinan, berarti juga berbicara mengenai pendekatan kepemimpinan. Dalam pendekatan kepemimpinan akan tercermin bagaimana seorang pemimpin mendekati konsisten terhadap orang yang dipimpinnya. Ada empat pendekatan kepemimpinan, yaitu pendekatan sifat, pendekatan gaya, pendekatan situasional dan pendekatan fungsional (Sutarto, 1998).

Dalam pendekatan sifat kepemimpinan akan dikemukakan beberapa sifat atau karakter yang perlu dimiliki seorang pemimpin adalah harus memiliki kecerdasan, ketergantungan, pertanggungjawaban dan ditambah dengan faktor fisik seperti kesehatan. Secara lebih jelas seorang pemimpin, hendaknya memiliki sifat antara lain kecerdasan, kedewasaan, keleluasaan hubungan sosial, budaya kerja diri dan dorongan prestasi serta sikap hubungan kerja kemanusiaan.

Berdasarkan berbagai pendapat yang dikemukakan beberapa ahli menyebutkan ada beberapa karakteristik atau sifat yang perlu dimiliki seorang pemimpin, dan beliau menyimpulkan ada beberapa sifat kepemimpinan (Manullang M, 1980) antara lain:

1. Kecerdasan.

2. Kemampuan mengawasi. 3. Inisiatif.

4. Ketenangan diri/tenang. 5. Kepribadian.

6. Adil.

7. Memiliki pengertian.

8. Memiliki pengetahuan umum.

9. Banyak mengetahui pekerjaan khusus. 10. Memiliki kejujuran yang tinggi. 11. Sebagai pemimpin dan delegator. 12. Memiliki daya khayal.

Beberapa hal lain yang dapat disimpulkan, penulis menambahkan dengan sifat lain, misalnya takwa, sehat, cakap, jujur, tegas, manusiawi, bijaksana, percaya diri, berdaya cipta tinggi, berkemampuan keras, berwawasan situasi dan lain-lain. Melihat pendekatan sifat tersebut, maka hampir dapat dipastikan bahwa hampir tidak semua pemimpin memiliki perolehan sifat tersebut.

Ditinjau dari dimensi variabel Kepemimpinan yang diamati, Pertama, dari dimensi “Motivasi” dan Kedua, dari dimensi

“Koordinasi” menunjukkan hasil yang belum maksimal. Hal ini menandakan bahwa dalam pembinaan pegawai, pemberian penghargaan kepada pegawai yang berpartisipasi masih kurang dalam pelaksanaannya, selain itu juga dalam melaksanakan kerjasama untuk menyelesaikan tugas masih kurang dilaksanakan dengan maksimal.

Begitu pula dengan dimensi ketiga

“Komunikasi”, Keempat “Pengambilan Keputusan” dan Kelima “Hubungan Masyarakat” masih menunjukkan hasil yang belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari cara berkomunikasi pimpinan kepada pihak lain baik secara langsung maupun tidak langsung belum berjalan sebagaimana mestinya, dalam pengambilan keputusan baik yang terprogram maupun yang tidak terprogram masih belum maksimal dilaksanakan. Selain itu, pimpinan masih belum ideal dalam menjalin hubungan dengan masyarakat, sehingga masyarakat kurang mendukung terhadap program-program yang telah, sedang maupun yang akan dilaksanakan.

(13)

JBBE, Vol.09, No.2, Sep. 2016

ISSN: 2087-040X

23

Peningkatan Kinerja Pada Dinas Pendidikan

Provinsi Banten.

2. Pengaruh Budaya Kerja terhadap

Peningkatan Kinerja pada Dinas

Pendidikan Provinsi Banten.

Analisis variabel Budaya Kerja terhadap Peningkatan Kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten berpengaruh secara positif dan signifikan. Hal ini ditunjukkan dari nilai thitung untuk b2 yang

diperoleh adalah sebesar 13,720 sedangkan ttabel dengan derajat bebas 65 pada  (0,025)

adalah sebesar 1,980. Dengan demikian thitung

(13,720) > ttabel (1,980). Hal ini menunjukkan

bahwa budaya kerja dapat meningkatkan kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten.

Agar suatu organisasi dapat berjalan dengan baik dalam arti dapat memaksimalkan tujuan secara efektif dan efisien, perlu diperhatikan beberapa asas atau prinsip-prinsip organisasi. Menurut Manullang prinsip-prinsip tersebut adalah perumusan tujuan dengan jelas, pembagian kerja, delegasi wewenang, rentangan kekuasaan, tingkat pengawasan, kesatuan komando dan tanggung jawab koordinasi (Supriatna, Tjahya, 1993)

Budaya organisasi pemerintahan mempunyai cara-cara tersendiri dalam meyakini, berpikir, bersikap dan berperilaku sebagaimana tersirat dalam symbol, ritual, norma dan aturan baku yang keseluruhan menjadi budaya organisasi.

Kemudian untuk membudayakan pembelajaran organisasi pemerintahan lokal, pimpinan pemerintahan lokal yang visioner dan kolaboratif berperan sebagai “spoken person, coach, direction setter, dan change agent” melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Komitmen top manajemen membina pembelajaran organisasi;

2. Mengaitkan pembelajaran organisasi dengan tujuan, strategi, program dan kegiatan;

3. Memahami pendekatan sistem dalam cara berfikir dan bertindak;

4. Menentukan pembelajaran organisasi dikaitkan dengan motivasi, penghargaan, konvensasi, inovasi staf/karyawan dalam tugasnya;

5. Memberdayakan dan menciptakan karyawan profesional, produktif dan efektif;

6. Menyederhanakan birokrasi dan struktur organisasi sesuai kebutuhan;

7. Memperluas pembelajaran melalui jaringan kerja;

8. Menguasai IPTEK (Knowledge is Power);

9. Penggunaan teknologi dan multimedia bagi kinerja organisasi dengan memanfaatkan telematika;

10. Belajar mengenai”How to learn” dalam pembelajaran organisasi.

Ditinjau dari dimensi variabel Budaya Kerja yang diamati, pertama, dari dimensi “Kepuasan Kerja” dan dimensi kedua

“Disiplin Kerja” menunjukkan bahwa, Budaya Kerja dikalangan pegawai pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten masih belum dalam keadaan yang ideal. Hal ini dapat dilihat dari pekerjaan-pekerjaan yang dikerjakan oleh orang yang bukan ahlinya dan masih kurangnya perlengkapan, informasi maupun pendapatan yang kurang memadai, sehingga dalam pencapaian hasil kerjapun masih belum maksimal. Terkait dengan itu, juga tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai yang masih kurang ideal juga dapat menghambat tercapainya hasil kerja yang maksimal. Berdasarkan uraian tersebut, maka Budaya Kerja sangat penting dalam upaya Peningkatan Kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten.

3. Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Kerja secara bersama-sama terhadap Peningkatan Kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten.

Sebagaimana diuraikan pada bagian uji hipotesis, bahwa variabel Kepemimpinan dan Budaya Kerja secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap Peningkatan Kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten. Hal ini ditunjukkan dari nilai Fhitung

yang diperoleh sebesar 418,876, sementara harga kritis nilai Ftabel dengan derajat bebas

pembilang 2 dan penyebut 64 pada  (0,05) sebesar 3,14, sehingga terbukti bahwa Fhitung

(418,876) > Ftabel(3,14). Dengan demikian,

(14)

Hasil penulisan ini juga menggambarkan bahwa sebanyak 92,90% keragaman variabel peningkatan kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten disebabkan oleh perbedaan keragaman variabel kepemimpinan dan budaya kerja, sisanya sebanyak 7,10% disebabkan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Dengan demikian, pengaruh kedua faktor tersebut terhadap peningkatan kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten sangat berarti.

Tercapainya tujuan suatu organisasi hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat pada organisasi atau lembaga tersebut dengan adanya hubungan antara kinerja perorangan dengan kinerja organisasi/lembaga. Dengan kata lain, apabila kinerja perorangan/pegawai baik, maka

kemungkinan besar kinerja

organisasi/lembaga menjadi baik karena organisasi merupakan wadah/tempat di mana orang-orang tersebut melakukan kegiatan. Dengan demikian, kinerja organisasi/ lembaga dapat dilihat dari sudut makro, sedangkan kinerja perorangan dapat dilihat dari sudut mikro dalam suatu organisasi.

Secara umum kinerja berhubungan dengan sikap mental yang selalu berpandangan bahwa keadaan atau mutu kehidupan saat ini harus lebih baik dari hari kemarin maupun sebelumnya, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.

Hasil baik dan kurang baik sangat tergantung pada manusianya yang mengatur sumber kerja seperti pikiran, waktu, tenaga jasmani, ruangan, material atau bahan baku, mesin maupun mekanisme kerja yang dapat menunjang kelancaran tugas untuk menghasilkan kinerja yang diharapkan.

Kinerja seorang pegawai akan baik bila ia mempunyai: (1) keahlian (skill) yang tinggi sesuai dengan pekerjaannya, (2) bersedia bekerja karena digaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian, dan (3) mempunyai harapan (expectation) masa depan dengan lebih baik. Mengenai gaji dan adanya harapan (expectation) merupakan hal yang menciptakan motivasi seorang karyawan bersedia melaksanakan kegiatan kerja dengan kinerja yang baik. Bila keseluruhan pegawai menghasilkan kinerja yang baik, maka secara keseluruhan kinerja organisasi menjadi baik.

Ditinjau dari dimensi variabel Peningkatan Kinerja yang diamati, diperoleh dari dimensi pertama “Prosedur Kerja” dan

Kedua “Tata Kerja“menunjukkan hasil yang

belum memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari sistematika dalam pekerjaan belum ideal dan juga dalam penataan organisasi yang belum secara keseluruhan tepat sesuai kompetensi pegawai.

Dimensi ketiga“Tujuan Kerja”,keempat

“Sasaran Kerja” danKelima“Efisiensi Kerja” menunjukkan bahwa tujuan dan sasaran kerja yang akan dicapai masih dalam keadaan yang belum optimal dan juga faktor efisiensi kerja yang kurang maksimal dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari proses perencanaan yang kurang dimengerti oleh pelaksana dan masih belum sesuai dengan visi dan misi organisasi. Selain itu, dalam mendayagunakan sumber daya masih perlu untuk ditingkatkan baik dari segi manusia, biaya maupun peralatan masih belum maksimal.

Berdasarkan uraian tersebut, maka Peningkatan Kinerja pegawai pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten perlu ditingkatkan. Peningkatan Kinerja ini dapat dilakukan melalui peningkatan Kepemimpinan serta peningkatan Budaya Kerja.

5. KESIMPULAN

Terdapat pengaruh yang positif Kepemimpinan (X1) terhadap Peningkatan Kinerja (Y). Melalui uji signifikansi dengan statistik uji t, diperoleh nilai thitung untuk b1

sebesar 14,293 sedangkan ttabeldengan derajat

bebas 65 pada(0,025) adalah sebesar 1,980. Dengan demikian. thitung (14,293) > ttabel

(1,980). Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan dapat meningkatkan kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten.

Terdapat pengaruh yang positif budaya kerja (X2) terhadap peningkatan kinerja (Y). Melalui uji signifikansi dengan statistik uji t, diperoleh nilai thitung untuk b2 sebesar 13,720

sedangkan ttabel dengan derajat bebas 65 pada

(0,025) adalah sebesar 1,980. Dengan

demikian, thitung (13,720) > ttabel (1,980). Hal

ini menunjukkan bahwa budaya kerja dapat meningkatkan kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten.

(15)

JBBE, Vol.09, No.2, Sep. 2016

ISSN: 2087-040X

25

kinerja (Y). Melalui uji signifikansi dengan

menggunakan distribusi F, diperoleh nilai Fhitungsebesar 418,876, sementara harga kritis

nilai Ftabel dengan derajat bebas pembilang 2

penyebut 64 pada  (0,05) diperoleh nilai Ftabel sebesar 3,14, sehingga terbukti bahwa

Fhitung (418,876) > Ftabel (3,14). Dengan

demikian, bahwa variabel kepemimpinan dan budaya kerja secara bersama-sama dapat meningkatkan kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Banten. Berdasarkan perhitungan SPSS, besarnya nilai koefisien determinasi yang diperoleh adalah sebesar 0,929. Hal ini menunjukkan bahwa 92,90% keragaman variabel peningkatan kinerja disebabkan oleh perbedaan keragaman variabel kepemimpinan dan budaya kerja, sisanya sebanyak 7,10% disebabkan oleh faktor lain yang tidak diteliti.

6. REFERENSI

Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur

Penulisan: Suatu Pendekatan Praktek. Cetakan Kesembilan. Edisi

Revisi II. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Davis, Keith. (1977). Human Relation at

Work, Kagakusha Company Ltd.

Tokyo.

Hicks, Herbert G. Ray Gullet. (1995).

Organisasi Teori dan Tingkah Laku,

Bumi Aksara. Jakarta.

Kartono, Kartini. 1990. Pemimpin dan

Kepemimpinan, Rajawali. Jakarta.

Lateiner, A.R. (1985). Teknik Memimpin

Pekerja. Bina Aksaran. Jakarta.

Manullang, M. (1980). Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Pamuji S. (1995). Kepemimpinan Pemerintahan Jakarta di Indonesia.

Bumi Aksara. Jakarta.

Prawirosentono, Suyadi. (1999). Kebijakan

Kinerja Karyawan. BPFE.

Yogyakarta.

Supriatna, Tjahya. (1993). Sistem Administrasi Pemerintahan Di Daerah. Bumi Aksara. Jakarta.

Suradinata, Ermaya. (1997). Pemimpin dan Kepemimpinan Pemerintahan: Pendekatan Budaya, Moral dan Etika. Gramedia. Jakarta.

Gambar

Gambar 2.Histogram Variabel Kepemimpinan
Tabel 3. Frekuensi Skor Peningkatan Kinerja
Tabel 4 Coefficients (a)
Tabel 6. Anova (b)

Referensi

Dokumen terkait

1) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip

Hasil pengamatan pada pelaksanaan tin- dakan kedua ditemukan beberapa hal yang tidak sesuai dengan perencanaan diantaranya adalah saat tiba ditempat (lokasi)

memberikan persepsi nilai yang baik terhadap keempat merek sepeda motor tersebut. Nilai rata-rata yang berhasil didapatkan merek sepeda motor Suzuki

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan atau mengembangkan variabel lain selain dari variabel yang digunakan pada penelitian ini yang diduga mempengaruhi

Food bar adalah campuran bahan pangan (blended food) yang diperkaya dengan nutrisi, kemudian dibentuk menjadi bentuk padat dan kompak (a food bar form). Tujuan

Rory, merupakan sosok hantu anak kecil yang terlihat memang tidak menganggu, tetapi justru malah ingin membantu dan mencoba memberitahu tentang kejahatan apa yang

Penelitian ini terdiri dari dua percobaan yaitu 1) Iradiasi sinar gamma pada kalus embriogenik jeruk keprok SoE untuk mendapatkan nilai LD 50. 2) Seleksi untuk mendapatkan

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Murniati, dkk.(2011) bahwa aplikasi kompos sebagai input awal pada tanaman jagung manis dapat meningkatkan pertumbuhan dan