TINJAUAN PUSTAKA
DAS merupakan unit alam berupa kawasan yang dibatasi oleh pemisah
topografis berupa punggung-punggung bukit yang menampung, menyimpan dan
mengalirkan curah hujan yang jatuh diatasnya ke sungai utama dan kemudian
menyalurkannya ke laut .Wilayah daratan tersebut dinamakan (DTA atau
catchment area ) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri
atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai
pemanfaat sumberdaya alam (Asdak 2002).
Ekosistem DAS biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah, dan hilr.
Secara biogeofisik, daerah hulu merupakan daerah konservasi, mempunyai
kerapatan drainase lebih tinggi, dengan kemiringan lereng lebih besar dari 15%,
bukan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan
jenis vegetasi umumnya tegakan hutan. Sementara daerah hilr DAS merupakan
daerah pemanfatan dengan kemiringan lereng kecil (kurang dari 8%), pada
beberapa tempat merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan
oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi oleh tanaman pertanian
kecuali daerah estuaria yang didominsi hutan gambut/bakau. Ekosistem DAS hulu
merupakan bagian yang penting, karena mempunyai fungsi perlindungan
terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air.
Perencanaan DAS hulu sering kali menjadi fokus perencanaan mengingat bahwa
dalam suatu DAS, daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui
Sistem Informasi Geografis (SIG)
Peta merupakan media untuk menyimpan dan menyajikan informasi
tentang rupa bumi dengan penyajian pada skala tertentu. Pemetaan adalah proses
pengukuran, perhitungan, dan penggambaran permukaan bumi (terminology
geodesi) dengan menggunakan cara dan atau metode tertentu sehingga didapatkan
hasil berupa softcopy maupun hardcopy peta yang berbentuk vektor maupun
raster. Era komputerisasi telah membuka wawasan dan paradigma baru dalam
proses pengambilan keputusan dan penyebaran informasi. Data yang
merepresentasikan dunia nyata dapat disimpan dan diproses sedemikian rupa
sehingga dapat disajikan dalam bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan sesuai
kebutuhan. Sesuai dengan perkembangan teknologi, khususnya komputer grafik,
basisdata, teknologi informasi, dan teknologi satelit inderaja (penginderaan
jauh/remote sensing), maka kebutuhan mengenai penyimpanan, analisis, dan
penyajian data yang berstruktur kompleks dengan jumlah besar makin mendesak.
Struktur data kompleks tersebut mencakup baik jenis data spasial maupun atribut.
Dengan demikian, untuk mengelola data yang kompleks ini, diperlukan suatu
sistem informasi yang secara terintegrasi mampu mengolah baik data spasial
maupun data atribut ini secara efektif dan efisien. Tidak itu saja, sistem ini pun
harus mampu menjawab dengan baik pertanyaan spasial maupun atribut secara
simultan. Dengan demikian, diharapkan keberadaan suatu sistem informasi yang
efisien dan mampu mengelola data dengan struktur yang kompleks dan dengan
jumlah yang besar ini dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan yang
tepat. Salah satu sistem yang menawarkan solusi-solusi untuk masalah ini adalah
Secara umum terdapat dua jenis data yang dapat digunakan untuk
mempresentasikan atau memodelkan fenomena-fenomena yang terdapat di dunia
nyata . Yang pertama adalah jenis data yang mempresentasikan aspek-aspek
keruangan dari fenomena yang bersangkutan. Jenis data ini sering disebut sebagai
data-data posisi, koordinat, ruang, atau spasial. Sedangkan yang kedua adalah
jenis data yang mempresentasikan aspek – aspek deskriptif dari fenomena yang
dimodelkannya. Aspek deskriptif ini mencakup items atau properties dari
fenomena yang bersangkutan hingga dimensi waktunya. Jenis data ini sering
disebut sebagai data atribut atau data non-spasial (Eddy Prahasta, 2002).
Erosi
Proses-proses hidrologis, langsung atau tidak langsung, mempunyai kaitan
dengan terjadinya erosi, transpor sedimen dan deposisi sedimen di daerah hilir.
Perubahan tata guna lahan dan praktek pengelolaan DAS juga mempengaruhi
terjadinya erosi, sedimentasi, dan pada gilirannya, akan mempengaruhi kualitas
air (Asdak, 2002).
Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan
tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin .Erosi merupakan
tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan (detachment), pengangkutan
(transportation), dan pengendapan (deposition) bahan-bahan tanah oleh penyebab
erosi (Asdak, 2002).
Proses erosi terjadi melalui penghancuran, pengangkutan, dan
pengendapan (Meyer, dkk.,1991; Utomo, 1989; dan Foth, 1978).Di alam terdapat
iklim tropika basah seperti Indonesia, air merupakan penyebab utama terjadinya
erosi, sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh berarti (Arsyad, 2010).
Erosi tanah (soil erotion) terjadi melalui dua proses yakni penghancuran
partikel – partikel tanah (detachment) dan proses pengangkutan (transport)
partikel – partikel tanah yang sudah dihancurkan.kedua proses ini terjadi akibat
hujan (rain) dan aliran permukaan (run off) yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain curah hujan (intensitas, diameter, lama, dan jumlah hujan),
karakteristik tanah (sifat fisik), penutupan lahan (land cover), kemiringan lereng,
panjang lereng, dan sebagainya (Wischmeier dan Smith, 1978). Faktor – faktor
tersebut satu sama lain bekerja sama secara simultan dalam memengaruhi erosi.
Kehilangan tanah hanya akan terjadi jika kedua proses tersebut di atas
berjalan.Tanpa proses penghancuran partikel tanah , maka erosi tidak akan terjadi,
tanpa proses pengangkutan, maka proses erosi akan sangat terbatas.
Kedua proses tersebut dibedakan menjadi empat subproses yaitu:
1. Penghancuran (splash) oleh energy kinetik butiran hujan
2. Pengangkutan oleh percikan butiran hujan;
3. Penggerusan (scour) oleh aliran permukaan;
4. Pengangkutan oleh aliran permukaan.
Macam dan Bentuk Erosi
Berdasarkan penyebabnya erosi dapat dibedakan mejadi erosi percik
(splash erosion) dan erosi gerusan (scour erosion). Erosi percik (splash erosion)
adalah erosi yang disebabkan oleh pemecahan struktur tanah menjadi butir-butir
primer tanah oleh energi kinetik butir-butir hujan. Energi kinetik butir-butir hujan
dan kecepatan jatuh butir-butir hujan maka erosi percik juga akan semakin besar
(Asdak, 2002).
Erosi gerusan (scour erosion) adalah erosi yang disebabkan oleh gerusan
aliran permukaan. Gerusan terjadi akibat adanya aliran permukaan tanah sehingga
tanah mengalami pengangkutan. Apabila dibandingkan daya erosi antara erosi
percik dan erosi gerusan, maka diyakini bahwa erosi percik jauh lebih erosif
daripada erosi gerusan, hal ini berkaitan dengan kecepatan jatuh butir-butir hujan
yang jauh lebih cepat daripada kecepatan aliran permukaan (Banuwa, 2013).
Para ahli menguraikan bentuk erosi ke dalam beberapa bentuk. Menurut
bentuknya, erosi terbagi atas erosi lembar/kulit (sheet erosion atau interrill
erosion), erosi alur (rill erosion), erosi parit (gully erosion), erosi tebing sungai
(stream/river bank erosion), longsor (land slide) dan erosi internal.
1. Erosi Lembar (sheet erosion atau interrill erosion)
Erosi lembar adalah pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya
dari suatu permukaan bidang tanah. Penyebab utama erosi ini adalah kekuatan
jatuh butir-butir hujan dan aliran air di permukaan tanah. Dari segi energi,
pengaruh butir-butir hujan lebih besar karena kecepatan jatuhnya sekitar 6
hingga 10 meter/detik, sedangkan kecepatan aliran air di permukaan tanah
hanya 0,3 sampai 0,6 meter/detik. Karena erosi yang terjadi seragam maka
bentuk erosi ini tidak segera terlihat. Proses erosi ini disadari setelah tanaman
mulai ditanam di atas lapisan bawah tanah (subsoil) yang tidak baik bagi
2. Erosi Alur (rill erosion)
Erosi alur terjadi karena air terkonsentrasi dan mengalir pada
tempat-tempat tertentu di permukaan tanah sehingga pemindahan tanah lebih banyak
terjadi pada tempat tersebut. Erosi alur biasanya terjadi pada tanah-tanah yang
ditanam berbaris menurut lereng. Erosi lembar dan erosi alur lebih banyak dan
lebih luas terjadinya dibandingkan dengan bentuk lain.
3. Erosi Parit (gully erosion)
Proses terjadinya erosi parit sama dengan erosi alur, yang membedakan
adalah pada erosi parit saluran-saluran yang terbentuk sudah sedemikian dalam
sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa. Erosi parit
yang baru terbentuk berukuran sekitar 40 cm lebarnya dengan kedalaman
sekitar 25 cm. Erosi parit yang telah lanjut dapat mencapai 30 m dalamnya.
Erosi parit dapat berbentuk V atau U, tergantung dari kepekaan erosi
substratnya. Diantara kedua bentuk tersebut bentuk U lebih sulit diperbaiki
daripada bentuk V.
4. Erosi Tebing Sungai (stream/river bank erosion)
Erosi tebing sungai terjadi sebagai akibat pengikisan tebing oleh air yang
mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan arus air yang kuat pada
kelokan sungai. Erosi tebing akan lebih hebat terjadi jika vegetasi penutup
tebing telah habis atau jika dilakukan pengolahan tanah yang terlalu dekat
tebing.
5. Longsor (land slide)
Longsor adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan
sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan agak
kedap air yang jenuh air. Lapisan tesebut yang terdiri dari liat atau
mengandung kadar liat tinggi setelah jenuh air berlaku sebagai peluncur.
6. Erosi Internal
Erosi internal adalah terangkutnya butir-butir primer ke bawah ke dalam
celah-celah atau pori-pori tanah sehingga tanah menjadi kedap air dan udara.
Erosi internal tidak menyebabkan kerusakan yang berarti oleh karena
sebenarnya bagian-bagian tanah tidak hilang ke tempat lain, dan tanah akan
baik kembali jika strukturnya diperbaiki. Akan tetapi erosi internal
menyebabkan menurunnya kapasitas infiltrasi tanah dengan cepat sehingga
aliran permukaan meningkat yang menyebabkan terjadinya erosi lembar atau
erosi alur. Erosi internal juga disebut erosi vertikal.
(Arsyad, 1989).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi
Banyak faktor yang mempengaruhi laju erosi. Morgan (1979)
mengemukakan bahwa terjadinya erosi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya : curah hujan, aliran permukaan, jenis tanah, lereng, penutup tanah,
jumlah penduduk dan ada atau tidaknya tindakan konservasi tanah.
Secara ringkas Baver (1959) menyatakan bahwa erosi merupakan hasil
interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi, tanah dan tindakan
manusia terhadap tanah, yang dapat dinyatakan dalam suatu persamaan deskriptif
Keterangan :
E = erosi
f = faktor-faktor yang mempengaruhi atau menimbulkannya
i = iklim
r = relief atau topografi
v = vegetasi
t = tanah
m = manusia
Iklim
Di daerah beriklim basah faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah
hujan. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan
dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan
kerusakan erosi. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu
areal tertentu. Oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam meter
kubik (m3) per satuan luas atau secara lebih umum dinyatakan dalam tinggi air
yaitu milimeter (mm). Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali
hujan atau untuk masa tertentu seperti per hari, per bulan, per musim, atau per
tahun (Sinukaban, 1986).
Topografi
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling
berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Unsur lain yang berpengaruh
adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng. Kemiringan lereng dinyatakan
dalam derajat atau persen. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman 450.
Semakin curam lereng maka kecepatan aliran permukaan dan energi angkut air
Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan sampai
suatu titik dimana air masuk ke dalam saluran atau sungai, atau dimana
kemiringan lereng berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran air
berubah. Semakin besar nilai kemiringan lereng, maka kesempatan air untuk
masuk ke dalam tanah (infiltrasi) akan terhambat sehingga volume limpasan
permukaan semakin besar yang mengakibatkan terjadinya bahaya erosi
(Tufaila, 2012).
Vegetasi
Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau
rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap
erosi. Karena kebutuhan manusia akan pangan, sandang dan pemukiman semua
tanah tidak dapat dibiarkan tertutup hutan dan padang rumput. Pengaruh vegetasi
terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam lima bagian, yakni (a)
intersepsi hujan oleh tajuk tanaman; (b) mengurangi kecepatan aliran permukaan
dan kekuatan perusak air; (c) pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang
berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas
struktur dan porositas tanah; dan (d) transpirasi yang mengakibatkan kandungan
air tanah berkurang. Seperti yang ditunjukkan oleh hasil penelitian Rachman
(2003), bahwa pengelolaan tanah dan tanaman yang mengakumulasi sisa-sisa
tanaman berpengaruh baik terhadap kualitas tanah, yaitu terjadinya perbaikan
stabilitas agregat tanah, dan resistensi atau daya tahan tanah terhadap daya hancur
curah hujan.
Tanah
erosi yang berbeda. Kepekaan erosi tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah
tererosi dan merupakan fungsi dari berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia
tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1). Sifat-sifat
tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, dan kapasitas menahan air
dan (2). Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahan struktur tanah terhadap
dispersi dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan.
Adapun sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah (a) tekstur, (b) struktur,
(c) bahan organik, (d) kedalaman, (e) sifat lapisan, dan (f) tingkat kesuburan
tanah.
Tekstur adalah ukuran dan proporsi kelompok ukuran butir-butir primer
bagian mineral tanah. Butir-butir primer terbagi dalam liat (clay), debu (silt), dan
pasir (sand). Jenis tanah dengan tekstur pasir akan mempunyai tingkat infiltrasi
yang lebih tinggi dibanding dengan jenis tanah bertekstur lempung. Dengan
demikian jenis tanah dengan tekstur pasir (kasar) akan mempunyai limpasan
permukaan yang lebih kecil daripada tekstur lempung (halus).
Struktur adalah ikatan butir primer ke dalam butir sekunder atau agregat.
Susunan butir-butir primer tersebut menentukan tipe struktur. Tanah-tanah yang
berstruktur kersai atau granular lebih terbuka dan lebih sarang dan akan menyerap
air lebih cepat daripada yang berstruktur dengan susunan butir-butir primernya
lebih rapat. Terdapatnya dua aspek struktur yang penting dalam hubungannya
dengan erosi. Pertama adalah sifat fisik-kimia liat yang menyebabkan terjadinya
flokulasi, dan aspek yang kedua adanya bahan pengikat butir-butir primer
sehingga terbentuk agregat yang mantap (Arsyad, 1989).
yang menutupi permukaan tanah merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan
perusak butir-butir hujan yang jatuh. Bahan organik tersebut juga menghambat
aliran permukaan, sehingga kecepatan alirannya lebih lambat dan relatif tidak
merusak (Dariah dkk, 2003). Bahan organik yang telah mulai mengalami
pelapukan mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air yang tinggi.
Bahan organik dapat menyerap air sebesar dua sampai tiga kali beratnya, akan
tetapi kemampuan itu hanya faktor kecil dalam pengaruhnya terhadap aliran
permukaan. Pengaruh bahan organik dalam mengurangi aliran permukaan
terutama berupa perlambatan aliran, peningkatan infiltrasi dan pemantapan
agregat tanah.
Tanah-tanah yang dalam dan permeabel kurang peka terhadap erosi
daripada tanah yang permeabel, tetapi dangkal. Kedalaman tanah sampai lapisan
kedap air menentukan banyaknya air yang dapat diserap tanah dan dengan
demikian mempengaruhi besarnya aliran permukaan.Permeabilitas dipengaruhi
oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah yang lapisan bawahnya berstruktur granuler
dan permeabel kurang peka erosi dibandingkan dengan tanah yang lapisan
bawahnya padat dan permeabilitasnya rendah (Arsyad, 2010).
Secara garis besar metode konservasi tanah dapat dikelompokkan menjadi
tiga golongan utama, yaitu (1) secara agronomis, (2) secara mekanis, dan (3)
secara kimia. Metode agronomis atau biologi adalah memanfaatkan vegetasi
untuk membantu menurunkan erosi lahan. Metode mekanis atau fisik adalah
konservasi yang berkonsentrasi pada penyiapan tanah supaya dapat ditumbuhi
vegetasi yang lebat, dan cara memanipulasi topografi mikro untuk mengendalikan
ditujukan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga lebih tahan terhadap erosi.
Atau secara singkat dapat dikatakan metode agronomis ini merupakan usaha
untuk melindungi tanah, mekanis untuk mengendalikan energi aliran permukaan
yang erosif, dan metode kimia untuk meningkatkan daya tahan tanah
(Suripin, 2002 dalamA’Yunin, 2008).
Manusia
Pada akhirnya manusialah yang menentukan apakah tanah yang
diusahakannya akan rusak dan tidak produktif atau menjadi baik dan produktif
secara lestari. Banyak faktor yang menentukan apakah manusia akan
memperlakukan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijaksana
sehingga menjadi lebih baik dan dapat memberikan pendapatan yang cukup untuk
jangka waktu yang tidak terbatas (Banuwa, 2013).
Prediksi Erosi
Prediksi erosi adalah metode untuk memperkirakan laju erosi yang akan
terjadi dari tanah yang digunakan untuk penggunaan lahan dan pengelolaan
tertentu. Prediksi erosi merupakan alat untuk menilai apakah suatu program atau
tindakan konservasi tanah telah berhasil mengurangi erosi dari suatu bidang tanah
atau suatu daerah aliran sungai (DAS). Disamping itu, prediksi erosi juga sebagai
alat bantu untuk mengambil keputusan dalam perencanaan konservasi tanah pada
suatu areal (Arsyad, 1989).
Banyak model erosi yang telah dikembangkan, dimulai dengan USLE dan
beberapa model empiris lainnya, misalnya Revised Universal Soil Loss Equation
atau berpatokan pada konsep USLE. Beberapa model fisik dikembangkan setelah
USLE, salah satu diantaranya adalah model fisik Griffith University Erosion
SystemTemplate (GUEST). Beberapa model erosi untuk DAS yang berkaitan
dengan hidrologi yang juga berdasarkan pada konsep USLE adalah Areal
Non-point Sources WatershedEnvironment Response Simulation (ANSWER) yang
selanjutnya diperbaiki dengan model Agriculture Non-point Sources Pollution
Model atau AGNPS (Vadari et al., 2004 dalamA’Yunin, 2008).
Prediksi erosi yang umum digunakan pada saat ini adalah model
parametrik. Suatu model parametrik untuk memprediksi erosi dari suatu bidang
tanah telah dikembangkan oleh Wischmeier and Smith (1978), yang disebut The
Universal Soil Loss Equation (USLE). USLE adalah suatu model pendugaan erosi
yang dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi jangka panjang dari erosi
lembar atau alur pada keadaan tertentu. USLE dikembangkan di National Run off
and Soil Loss Data Centre yang didirikan dalam tahun 1954 oleh The Science and
Education Administration Amerika Serikat (dahulu namanya Agricultural
Research Service) bekerja sama dengan Universitas Purdue
(Wischmeier and Smith, 1978).
Kelemahan metode USLE adalah sebagai berikut :
1. Tidak dapat melakukan prediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan
hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai.
2. Akurasi terbatas pada panjang lereng < 400 kaki, kemiringan lereng 3-18%,
tekstur tanah medium, pada tanaman dan manajemen yang konsisten,
kesalahan dalam menghitung atau menilai parameter (RKLSCP) maka prediksi
erosi akan bias dan menyimpang.
3. Pada kondisi curah hujan spesifik dalam waktu tertentu maka prediksi dapat
mejadi bias.
4. Pada skala luas nilai rata-rata parameter pada daerah yang beragam
drainasenya maka akan mengurangi akurasi.
5. Tidak dapat mengukur pencucian unsur hara dan pestisida.
6. Tidak dapat mengukur penurunan kualitas air.
(Banuwa, 2013).
Meskipun terdapat kelemahan, persamaan USLE hingga saat ini masih
relevan dan paling banyak digunakan.
Keterangan :
A = banyaknya tanah tererosi dalam (ton/ha/th).
R = faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi
hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan
intensitas hujan maksimum 30 menit (I30) tahunan.
K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk
suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak
percobaan yang panjangnya 72,6 kaki (22 meter) terletak pada lereng 9%
tanpa tanaman.
L = faktor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan
suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang
S = faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari
suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari
tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik.
C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah antara
besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan
tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa
tanaman.
P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara
besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus
seperti pengolahan menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras
terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan
yang identik.
(Arsyad, 1989).
Tingkat Bahaya Erosi
Besarnya tingkat bahaya erosi dapat menjadi acuan pengelolaan lahan dan
DAS secara berkelanjutan. Pada penelitian ini penentuan tingkat bahaya erosi
menggunakan pendekatan kedalaman tanah. Departemen kehutanan (1998)
menggunakan pendekatan tebal solum tanah yang telah ada. Makin dangkal solum
tanah berarti semakin sedikit tanah yang boleh tererosi, sehingga tingkat bahaya
sudah cukup besar meskipun tanah yang hilang belum terlalu besar. Peta tingkat
bahaya erosi diperoleh melalui tumpang tindih (overlay) antara prediksi laju erosi
dengan peta kedalaman tanah. Untuk penilaian tingkat bahaya erosi berdasarkan
Sedimentasi
Tanah atau bagian-bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu tempat
yang mengalami erosi pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan masuk ke dalam
suatu badan air secara umum disebut sedimen. Sedimen yang dihasilkan oleh
proses erosi dan terbawa oleh aliran air akan diendapkan pada suatu tempat yang
kecepatan alirannya melambat atau terhenti. Peristiwa pengendapan ini dikenal
dengan peristiwa atau proses sedimentasi (Arsyad, 2010).
Proses Pengangkutan Sedimen
Sedimen di dalam sungai, terlarut atau tidak terlarut, merupakan produk
dari pelapukan batuan induk yaitu partikel-partikel tanah. Begitu sedimen
memasuki badan sungai, maka berlangsunglah pengangkutan sedimen. Kecepatan
pengangkutan sedimen merupakan fungsi dari kecepatan aliran sungai dan ukuran
partikel sedimen. Partikel sedimen ukuran kecil seperti tanah liat dan debu dapat
diangkut aliran air dalam bentuk terlarut (wash load). Pasir halus bergerak dengan
cara melayang (suspended load), sedang partikel yang lebih besar antara lain,
pasir kasar cenderung bergerak dengan cara melompat (saltation load). Partikel
yang lebih besar dari pasir, misalnya kerikil (gravel) bergerak dengan cara
merayap atau menggelinding di dasar sungai (bed load) Karena bed
loadsenantiasa bergerak, maka permukaan dasar sungai kadang-kadang naik
(agradasi), tetapi kadang-kadang turun (degradasi) dan naik turunnya dasar sungai
disebut alterasi dasar sungai (river bed alterasion). Wash oaddan suspended
loadtidak berpengaruh pada alterasi dasar sungai, tetapi dapat mengendap di
erosi permukaan lereng pegunungan, erosi sungai (dasar dan tebing alur sungai)
dan bahan-bahan hasil letusan gunung berapi yang masih aktif (Asdak, 1995).
Kondisi Umum DAS Lepan
Daerah Aliran Sungai (DAS)Lepan merupakan Daerah Aliran Sungai di
Provinsi Sumatera Utara dengan luas 57,363.46 ha. Daerah Aliran Sungai Ular
terbentang antara 3° 42' 42,96'' s/d 4° 04' 34,96'' Lintang Utara dan 98° 00'
09,43'' s/d 98° 24' 16,30'' Bujur Timur.
Secara administrasi DAS Lepan berada pada 1 (satu) kabupaten yaitu
Langkat seluas 57,363.46 ha (100 %). Adapun batas DAS Lepan adalah:
Sebelah Utara : Daerah Aliran Sungai Malaka
Sebelah Selatan : Daerah Aliran Sungai Batang Serangan
Sebelah Barat : Daerah Aliran Sungai Besitang
Sebelah Timur : Daerah Aliran Sungai Wampu
DAS Lepan terletak pada satu Kabupaten di Sumatera Utara yaitu yaitu
Kabupaten Langkat seluas 57,363.46 ha (100 %) (Pada data spasial sebagian
wilayah NAD di Kabupaten Aceh Tenggara masuk DAS Besitang, karena
beberapa pertimbangan luasan tersebut digabungkan ke Kabupaten Langkat).
Pada kegiatan review DAS Prioritas SWP DAS Wampu Sei Ular Tahun 2009
DAS Lepan memiliki luas 57,407.75 ha. DAS Lepan memiliki 5 Sub DAS
yaitu Sub DAS Lepan Hilir (38,026.24 ha),Sub DAS Lepan Kanan (9,783.58 ha),
Sub DAS Lepan Kiri (7,941.27 ha), Sub DAS Lepan Tengah (16,194.88 ha) dan