• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOTEKNOLOGI dan yang id bab 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BIOTEKNOLOGI dan yang id bab 3"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produksi kakao di Indonesia cukup melimpah dan tersebar di beberapa wilayah di

Indonesia yang memenuhi persyaratan tumbuhnya, salah satu upaya yang dapat dilakukan

untuk mengolah limbah kakao menjadi pupuk organik secara mudah dan murah adalah

dengan agen biologi yaitu mikro organisme lokal (MOL) sebagai bioaktivator. Salah

satunya adalah MOL buah pepaya. Limbah pertanian merupakan bahan yang terbuang di

sektor pertanian. Pada pertanian konvensional atau modern pada umumnya tidak terdapat

pengelolaan limbah, sebab dalam pertanian konvensional semua inputnya seperti pupuk

menggunakan bahan kimia. Limbah dianggap suatu bahan yang tidak penting dan tidak

bernilai ekonomi. Padahal jika kaji dan dikelola, limbah pertanian dapat diolah menjadi

beberapa produk baru yang bernilai ekonoomi tinggi. Dalam era millennium ini, dalam

dunia usaha bisnis internasional telah berkembang paradigma pembangunan berkelanjutan

(sustainable development) yang dikaitkan dengan terbitnya isu manajemen lingkungan

dalam bentuk penerbitan sertifikat ISO 14000 (Sistem Manajemen Lingkungan). Isu

tersebut menekankan pada pengelolaan sumber daya alam yang efektif dan efisien dengan

meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Paradigma

pembangunan berkelanjutan tersebut memiliki tiga pilar utama, yaitu ekonomi, ekologi,

dan social. Secara ekonomi, pembangunan agribisnis/agroindustri harus dapat

menciptakan pertumbuhan yang tinggi untuk mrncapai kesejahteraan, khususnya bagi

stakeholder agribisnis/agroindustri. Secara ekologi, pembangunan tersebut hendaknya

menekan seminimal mungkin dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan

pengelolaan sumber daya alam. Penelitian dan evaluasi dengan agen biologi yaitu mikro

organisme lokal (MOL) sebagai bioaktivator dilakukan bertujuan agar dari penelitian ini

dapat diketahui pengaruh pemberian pupuk organik dari limbah kakao dengan

(2)

2

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara mengelola limbah kakao mulai dari pra-panen, panen, dan

pasca panen?

2. Bagaimanakah proses pemanfaatan limbah kakao dengan bioaktivator

(MOL/Mikro organisme Lokal) yaitu buah papaya menjadi pupuk organik?

3. Apa saja yang dapat dihasilkan dari pengelolaan limbah kakao?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui cara mengelola limbah kakao mulai dari pra-panen, panen, dan

pasca panen.

2. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik dari limbah kakao dengan

menggunakan MOL buah pepaya dan aplikasinya pada tanaman kakao

produktif. .

3. Mengetahui hasil dari pengelolaan limbah kakao.

1.4 Manfaat

1. Mengetahui sejauh mana teori pemanfaatan agen biologis dapat diaplikasikan

dalam pemanfaatan pengelolaan limbah kakao.

2. Dengan tulisan sederhana ini dapat dijadikan masukan dan bahan perbandingan

serta acuan bagi peneliti lain maupun masyarakat yang akan menindaklanjuti

hasil penelitian atau sebagai acuan referensi untuk pemanfaatan maupun

pengelolaan limbah kakao dan MOL buah Pepaya untuk dijadikan pupuk

(3)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Ekologi Industri

Ekologi industri merupakan dan seharusnya suatu industri melakukan kerjanya dengan

menggunakan sumber daya yang terbatas dengan menghasilkan limbah yang

seminimum mungkin. Hal ini dapat diraih dengan cara-cara antara lain; (1) melakukan

efisiensi penggunaan sumber daya, (2) memperpanjang umur produk, melakukan

pencegahan pencemaran, melakukan daur ulang dan panggunaan kembali, dan (50

membangun taman-taman ekoindustri (Rachmayanti, 2004).

2.2Dasar Pengolahan Limbah di Indonesia

Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.

02/MENKLH/1988, yang dimaksud dengan pencemaran adalah Masuk atau

dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam

air/udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia

atau proses alam sehingga kualitas udara/air menajdi kurang atau tidak dapar berfungsi

lagi sesuai dengan peruntukannya. Dengan semakin meningkatnya perkembangan

sektor industri dan transportasi, baik indutri minyak dan gas bumi, pertanian, industri

kimia, industri logam dasar, industri jasa dan jenis aktivitas manusia lainnya, maka

semakin meningkat pulabtingkat pencemaran pada perairan, udara dan tanah akibat

berbagai kegiatan tersebut (Rachmayanti, 2004).

2.3Karakteristik Limbah Pertanian Secara Umum

Limbah merupakan bagian dari produk hasil pertanian yang pengelelolaannya perlu

mendapat perhatian, karena dapat menjadi sumber bencana bagi manusia. Jika tidak

dikelola dengan baik maka limbah pertanian sering menjadi tempat

bersarang/berkembangbiak hama dan penyakit, terjadinya pencemaran (polusi) udara

berupa gas Metan (CH4), CO2 dan N2O (Baharuddin, 2010). Secara umum, limbah

(4)

4

umum atau karakteristik tersebut dibagi dalam dua kategori, yaitu karakteristik secara

fisika dan kimia.

Karakteristik Sumber Limbah

 Fisika :

 Warna Bahan Organik, limbah industri dan domestik  Bau Penguraian Limbah Industri

 Padatan Sumber Air, Limbah industri dan domestik  Suhu Limbah Industri dan Domestik

 Kimia :

 Karbohidrat Limbah Industri, Perdagangan dan Domestik

 Minyak dan Lemak Limbah Industri, Perdagangan dan Domestik  Pestisida Limbah hasil pertanian

(5)

5

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Limbah Pra Panen Kakao

3.1.1 Pengertian dan Pemanfaatan Limbah Kakao sebagai pupuk kompos

Potensi limbah kakao sebagai sumber bahan organik cukup besar. Limbah dapat

berupa daun guguran, kulit buah dan plasenta. Bobot kering daun gugur pada tanaman

kakao meningkat menurut umur. Pada umur 10 tahun diperkirakan 5,5 t/ha/tahun

(Ling, 1984), sementara itu kulit dan plasenta bobotnya sebanding dengan biji yang

dihasilkan (Shepheerd dan Ngau, 1984). Limbah daun kakao adalah masalah

lingkungan yang paling sulit di atasi, baik dari faktor volume limbah, kandungan bahan

pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah, dimana sering membuat kerugian

daripada keuntungan. Manfaat limbah daun kakao menjadi pupuk (1). Mengurangi

Volume limbah daun yang dibuang di TPA, karena daun dikomposkan di tempat di

mana kompos tersebut diambil, maka dengan sendirinya volume daun yang diangkut

ke TPA akan berkurang. (2). Menghemat Sumber Daya, berkurangnya volume daun

yang diangkut ke TPA juga mengakibatkan implikasi lain. Misalnya: berkurangnya

armada angkutan yang dibutuhkan, berkurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan,

menghemat bahan bakar. Semua ini akan menghemat biaya yang diperlukan untuk

pengelolaan limbah daun kakao. (3). Peningkatan Nilai Tambah, limbah indentik

dengan bahan buangan yang tidak memiliki nilai, kotor, kumuh, dan bau. Memang

stigma ini tidak sepenuhnya salah. Namun, dengan membuat sampah organik menjadi

kompos akan memberikan nilai tambah bagi sampah. Kompos memiliki nilai ekonomi

dan tidak berbau. (4). Menyuburkan tanah dan tanaman. (5). Manfaat untuk kebersihan

lingkungan. Dalam pengolahan limbah, terdapat beberapa faktor yang harus

dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Jumlah limbah, apakah Limbah dapat ditanggulangi sendiri di dalam pabrik

tanpa menggunakan peralatan pengolahan ataupun pengangkutan. Jika jumlah

limbah hanya sedikit maka tidak membutuhkan penanganan khusus seperti

(6)

6

4 m3/hari, sudah tentu membutuhkan tempat pembuangan akhir dan sarana

angkutan tersendiri.

2. Sifat fisik dan kimia limbah, limbah padat terdiri dari berbagai macam wujud

dan bentuk, tergantung pada jenis industrinya. Sifat fisik limbah akan

mempengaruhi pilihan tempat pembuangan akhir, sarana pengangkutan dan

pilihan sistem pengolahan. Disamping sifat fisik limbah, sifat kimia merupakan

sifat yang tidak dapat diabaikan. Sifat kimia limbah pada akan merusak dan

mencemari lingkungan secara kimia yang dapat menimbulkan reaksi saat-saat

membentuk senyawa baru. Limbah padat yang berupa lumpur dari pabrik pulp

dan dan rayon akan mencemari air tanah melalui penyerapan kedalam tanah

3. Kemungkinan pencemaran dan kerusakan lingkungan, lingkungan terdiri dari

berbagai komponen, baik yang sensitif maupun yang tidak terhadap berbagai

komponen polutan. Perlu diketahui komponen lingkungan yang rusak akibat

pencemaran pada tempat pembuangan akhir.

4. Tujuan Akhir yang hendak dicapai, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai

dalam upaya pengolahan limbah. Tujuan ini tergantung dari kondisi limbah,

bersifat ekonomis atau non ekonomis. Untuk Non-ekonomis, pengolahan

ditujukan untuk pencegahan (preventive) kerusakan lingkungan, sedangkan

limbah yang memiliki nilai ekonomis mempunyai tujuan meningkatkan

efisiensi produk secara keseluruhan dan untuk memanfatkan kembali bahan

yang masih berguna dengan tujuan lain. Bagaimanapun pengelolaan akhir

limbah harus mendapatkan perhatian yang utama. Untuk itu perlu dilakukan

pengelolaan pendahuluan untuk mendapatkan limbah yang lebih mudah

mengelolanya, misalnya mudah dipindahkan, mudah diangkut, tidak

menimbulkan bau pada saat dibawa ke tempat pembuangan akhir dan lain-lain.

3.2 Limbah Panen Kakao

3.2.1 Pemanfaatan Limbah Kakao Dengan Menggunakan Bioaktivator

Mikroorganisme Lokal (MoL) Buah Pepaya Pada Tanaman Kakao Produktif

Jumlah unsur hara setara pupuk pada daun gugur dan kulit buah dengan produktivitas

(7)

7

per ha. Untuk dapat menjadi pupuk organik, limbah kakao harus mengalami

dekomposisi (pelapukan), melalui pemanfaatan mikro organisme tanah (dekomposer).

Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik dari limbah

kakao dengan menggunakan MOL buah pepaya dan aplikasinya pada tanaman kakao

produktif. Penelitian ini dimungkinkan mampu menjadi pupuk alternative yang dapat

dimanfaatkan oleh petani dengan memanfaatkan limbah kakao yang ada di areal

pertanaman. Dalam pengujian ini dilakukan dalam 2 tahap:

A. Pengolahan Limbah Kakao Menjadi Pupuk Organik

Prosedur pengolahan limbah kakao menjadi pupuk organik adalah sebagai berikut:

limbah kakao (dedaunan dan kulit buah) dikumpulkan pada tempat yang sudah

disiapkan, kemudian dicampurkan dengan kotoran. Limbah kakao berukuran besar

dan panjang dipotong-potong / dicincang), lalu ditambahkan Mikro Organisme

Lokal (MOL) dari buah pepaya yaitu produk mikroba pada setiap tumpukan 30 cm

hingga mencapai + 1 meter. Untuk 1 ton limbah kakao diberikan aktivator 5 liter.

Dari proses tersebut dihasilkan kompos, kemudian disaring secara fisik dengan

cara mengayak kompos. Selanjutnya siap diaplikasikan pada tanaman kakao

produktif.

B. Aplikasi Pupuk Organik Limbah Kakao (POLK) pada Tanaman Kakao

Produktif

Aplikasi pupuk organik limbah kakao difokuskan pada tanaman kakao produktif.

Kegiatan ini mengkaji kombinasi perlakuan Pupuk Organik Limbah Kakao

(POLK) dan pupuk an-organik, dengan melibatkan 3 - 4 petani kooperator sebagai

ulangan. Pemberian pupuk organik dan an-organik akan dilakukan 2 kali dalam

setahun, yakni pada awal musim hujan dan pada akhir musim hujan. Pupuk

diberikan secara sebar dan dicampur dengan tanah sekitar pohon (batang).

Perlakuan yang dikaji adalah :

A = POLK 2 t/ha + 900 kg NPK/ha

B = POLK 2 t/ha + 600 kg NPK/ha

C = POLK 2 t/ha + 300 kg NPK/ha

D = POLK 5 t/ha

(8)

8

Setiap perlakuan diaplikasikan pada 49 tanaman kakao dengan jarak tanam 3 m x

3 m. Sedangkan jumlah pohon untuk sampel pengamatan dari tiap perlakuan

adalah 9 pohon, yang berada di tengah pertanaman. Perlakuan disusun dengan

menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 ulangan.

Parameter yang diamati, meliputi komponen hasil yakni jumlah bantalan buah,

jumlah buah yang dipanen/pohon, berat buah, jumlah biji/buah, berat biji/buah,

berat biji (10 biji) dan berat biji kering/ha, serta kondisi serangan hama dan

penyakit serta mencatat respon petani. Data yang dikumpulkan diolah dan

dianalisis dengan sidik ragam, sedangkan pengaruh perbedaan antar perlakuan diuji

dengan “Duncan-test”. Hasil uji hara pupuk kompos yang berasal dari limbah kulit kakao dengan menggunakan dekomposer MOL Pepaya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil laboratorium uji kadar hara pupuk organik (kompos)

No Parameter Hasil

Faktor Keunggulan berdasarkan hasil analisis kandungan hara yang terdapat dalam

kompos dengan menggunakan dekomposer MOL Pepaya maka kandungan N-total

1,38 %, kandungan P2O5 0,18%, Kandungan K2O 1,01%, pH tanah 7,73, kandungan

C-Organik 5,39 %, C/N Ratio 4. Kandungan hara yang terkandung dalam POLK

tersebut diatas layak untuk digunakan sebagai pupuk organik. Bahan-bahan

mikroorganisme lokal mengandung zat yang diduga berupa zat yang dapat merangsang

pertumbuhan tanaman dan zat yang mampu mendorong perkembangan tanaman seperti

zyberlin, sitoxinin, auxin, dan inhibitor (Mauludin, 2009). Larutan MOL mengandung

unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai

perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai agens pengendali

hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai

dekomposer, pupuk hayati dan pestisida organik terutama sebagai fungisida

(9)

9

aplikasi pemupukan disajikan pada Tabel 2. Komponen bantalan buah, komponen

jumlah buah, berat buah, jumlah biji, berat biji dan berat 100 biji menunjukkan hasil

yang tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan sebelum aplikasi. Selanjutnya pada

Tabel 3 disajikan pengamatan pada 6 bulan selama aplikasi pemupukan.

Tabel 2. Pengamatan Awal Tanaman (6 bulan sebelum aplikasi)

Perlakuan Bantalan Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan uji DMRT-0,05.

Tabel 3. Pengamatan pada 6 bulan selama aplikasi pemupukan

Perlakuan Bantalan Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan uji DMRT-0,05.

Pengamatan terhadap komponen produksi tanaman selama aplikasi pemupukan

menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan data awal sebelum

aplikasi. Hasil analisis statistik terhadap komponen jumlah bantalan buah

menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antar setiap perlakuan, walaupun demikian

perlakuan E (600 kg NPK/ha) memberikan rata-rata tertinggi yaitu 32,49. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman kakao amat responsif terhadap pemberian

bahan organik (POLK) tanah. Produktivitas tanaman berkisar antara 0,862 – 1,001

ton / ha, meskipun berdasarkan analisis statistik menunjukan bahwa produktivitas

tanaman tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar setiap perlakuan, akan tetapi

pemberian 2 ton POLK/ha + 300 kg NPK/ha mampu meningkatkan 41% - 54%

produktivitas tanaman jika dibandingkan sebelum aplikasi pemupukan. Penyebab dari

peningkatan hasil buah kakao tersebut merupakan akumulasi dari pengaruh positif

pupuk organik terhadap kadar bahan organik tanah, kandungan hara makro dan mikro

(10)

10

memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan

akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah.

Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan

penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur

hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman

menghadapi serangan penyakit. Serangan hama penggerek buah kakao (PBK) hingga

saat ini masih menjadi masalah serius dalam budidaya secara nasional. Pada lokasi

kajian, persentase serangan hama PBK masih dalam kategori ringan. Hal ini dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase buah terserang hama PBK

Perlakuan Persentase Buah Terserang (%)

A 0,18 a

B 0,18 a

C 0,07 a

D 2,22 a

E 2,49 a

Buah kakao yang telah terserang PBK mengakibatkan biji tidak berkembang, lengket

satu dengan lainnya, sulit dipisahkan dengan kulit buah dan apabila dilakukan

pengolahan biji akan terjadi fermentasi tidak sempurna.

3.2.2 Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao sebagai Pakan Ternak

Kulit buah kakao (shel fod husk) adalah merupakan limbah agroindustri yang

dihasilkan tanaman kakao (Theobroma cacao L.) Buah coklat yang terdiri dari 74 %

kulit buah, 2 % plasenta dan 24 % biji. Hasil analisa proksimat mengandung 22 %

protein dan 3-9 % lemak. Kulit buah cokelat dapat dimanfaatkan sebagai campuran

bahan makanan ternak. Kandungan proteinnya mencapai 20,4%. Kulit buah cokelat

jika dibenamkan ke dalam tanah akan meningkatkan jumlah hara yang tersedia.

Disamping itu, kulit buah cokelat juga dapat digunakan sebagai sumber gas bio, dan

bahan bakar pembuat pektin (Nasrullah dan A. Ella, 1993). Pulp sebagai limbah pada

fermentasi biji cokelat berguna dalam pembuatan alkohol dan cocoa jelly. Pulp

mengandung 10-15% gula, 1% pektin, dan 1,5% asam sitrat serta senyawa-senyawa

(11)

11

Ella, 1993).Dari hasil penelitian yang dilakukan pada ternak domba, bahwa

penggunaan kulit buah kakao dapat digunakan sebagai substitusi suplemen sebanyak

15 % atau 5 % dari ransum. Sebaiknya sebelum digunakan sebagai pakan ternak,

limbah kulit buah kakao perlu difermentasikan terlebih dahulu untuk menurunkan

kadar lignin yang sulit dicerna oleh hewan dan untuk meningkatkan kadar protein dari

6-8 % menjadi 12-15 %. Pemberian kulit buah kakao yang telah diproses pada ternak

sapi dapat meningkatkan berat badan sapi sebesar 0,9 kg/ hari (Hasnah, Tanpa Tahun).

Melalui proses fermentasi, nilai gizi limbah kulit buah kakao dapat ditingkatkan,

sehingga layak untuk pakan penguat kambing maupun sapi, bahkan untuk ransum babi

dan ayam. Salah satu fermentor yang cocok untuk limbah kulit buah kakao adalah

Aspergillus Niger. Manfaat fermentasi dengan teknologi ini antara lain :

 Meningkatkan kandungan protein

 Menurunkan kandungan serat kasar

 Menurunkan kandungan tanin (zat penghambat pencernaan)

Cara pengolahan fermentasi berbeda dengan tanpa fermentasi. Cara fermentasi yaitu

dengan cara mengumpulkan limbah kulit buah kakao dari hasil panen lalu dicingcang.

Kemudian dijemur pada sinar matahari sampai kering yang ditandai dengan cara

mudah dipatahkan atau mudah hancur kalau diremas. Setelah kering ditumbuk dengan

menggunakan lesung atau alat penumbuk lainnya, kemudian dilakukan pengayakan.

Untuk meningkatkan mutu pakan ternak, maka tepung kulit buah kakao dapat

dicampur dengan bekatul dan jagung giling masing-masing 15 %, 35 % dan 30 %. Ini

artinya bahwa ransum tersebut terdiri atas 15 % tepung kulit buah kakao, 35 % bekatul

dan 30 % jagung giling (Hasnah, Tanpa Tahun).

Faktor Kelemahannya:

Kelemahan pengolahan limbah ini membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses

fermentasi dan pengeringan, sebelumnya dalam proses pengolahan limbah pod kakao

sebagai pakan ternak ini harus dilakukan sortasi terlebih dahulu. Dimana pod yang

terjangkit dan busuk dipisahkan. Sehingga yang diolah hanya pod yang mempunyai

kualitas baik. Kelemahan dalam pengolahan limbah pod kakao tanpa fermentasi ini

ialah serat kasar (lignin) yang terdapat pada kulit tidak akan berkurang. Sehingga jika

(12)

12

mempengaruhi proses pencernaan metebolisme ruminansia tersebut. Maka dari itu

disarankan melalui proses fermentasi.

3.3 Limbah Pasca Panen

3.3.1 Pemanfaatan Limbah Pulp sebagai Nata De Coco

Salah satu produk hasil samping yang dapat dihasilkan dari cairan lender biji kakao

adalah nata cacao. Produk tersebut hampir sama dengan nata de coco yanga bahannya

berasal dari air kelapa. Dengan proses fermentasi yang serupa yaitu pemnafaatan

bakteri acetobacter xylinum, cairan lender biji kakao dapat menghasilkan nata. Cara

pembuatan nata de cacao sama dengan pembuatan nata de coco yaitu relative

sederhanan dan mudah dikerjakan, hanya saja memerlukan suasana yang bersih dan

kondisi yang aseptis. Raktor yang berpengaruh pada pembuatan nata meliputi sumber

gula, suhu fermentasi, tingkat keasaman medium, lama fermentasi dan aktivitas

bakterinya. Gula merupakan salah satu nutrisi yang sangat diperlukan oleh

mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sampai pada konsentrasi

tertentu penambahan gula akan meningkatkan pertumbuhan bakteri acetobter xylinum

sehingga pembentukan nata dari hasil perombaan gula menjadi semakin tinggi. Untuk

memperoleh hasil nata de cacao yang lebih putih, dalam pembuatannya harus

dilakukan pengenceran limbah cair biji kakao. Adapun tujuan pengenceran media

(limbah cair biji kakao) adalah untuk memucatkan warna kuning cokelat dari limbah

(13)

13

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

1) Hasil analisis kandungan hara yang terdapat dalam kompos dengan menggunakan

dekomposer MOL Pepaya maka kandungan N-total (1,38 %), kandungan P2O5

(0,18%), Kandungan K2O (1,01%), pH tanah (7,73), kandungan C-Organik (5,39

%), C/N Ratio (4); 2) Penggunaan dosis 2 ton POLK/ha + 300 NPK kg/ha

merupakan kombinasi pupuk yang dapat meningkatkan produktivitas kakao.

Intensitas serangan hama PBK di lokasi penelitian tergolong ringan; Pemberian

Pupuk Organik Limbah kakao dengan bioaktivator MOL buah pepaya dapat

menekan penggunaan pupuk anorganik. Disarankan guna meningkatkan aplikasi

penggunaan MOL untuk pengolahan Limbah Buah Kakao menjadi pupuk organik

perlu upaya sosialisasi teknologi lebih luas.

2) Limbah pertanian dibagi menjadi 4 yaitu limbah pra panen, limbah panen, limbah

pasca panen, dan limbah industri

3) Limbah pra panen kakao adalah berupa daun yang dapat diolah menjadi pupuk

kompos

4) Limbah panen berupa kulit kakao yang dapat diolah menjadi pakan ternak

ruminansia baik melalui proses fermentasi dan/atau tidak serta dapat diolah diolah

menjadi tepung pakan ikan

5) Limbah pasca penen berupa pulp kakao dapat diolah menjadi nata de coco dan juga

dapat dijadikan sebagai bahan campuran dalam pembuatan kertas.

4.2 SARAN

1) Bagi petani sebaiknya melakukan pengelolaan limbah agar bermanfaaat dan

bernilai ekonomi

2) Bagi mahasiswa sebaiknya mempelajari lebih dalam proses pengelolaan limbah

pertanian

3) Bagi menteri pertanian sebaiknya melakukan program penyuluhan kepada para

(14)

14

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, A., 2008. Pembuatan Starter/MOL (Mikro Organisme Lokal) oleh Petani.

http://organicfield.wordpress.com. (Diakses pada tanggal 16 Mei 2010)

Tanaman. Pusat Penelitian Bioteknologi ITB. Bandung. 7 hlm

Ling, A.H., 1984. Cocoa Nutrition and Manuring on Inland Soil in Peninsular Malaysia. The

Planter 60 (694) : 12-24

Mauludin, 2009. Pengembangan Bahan Organik Melalui Mikro Organisme Lokal, Kompos

dan Pestisida Nabati. http://gofreedomindonesia.com. (Diakses pada tanggal

16 Mei 2010)

Opeke., L.K. 1984. Optimising Economic Returns (Profit) from Cacao Cultivation Through

Efficient Use of Cocoa By Products. Proceeding. 9th International Cocoa

Research Conference.

Purwasasmita, M., 2009. Mengenal SRI (System of Rice Intensification).

http://sukatani-banguntani.blogspot.com. (Diakses tanggal 25 Juni 2010)

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. 2000. Laporan Kegiatan Penelitian Tahun Anggaran

1999/2000.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia

Pustaka, Jakarta. 328 hlm.

Puslitkoka, 2008. Budidaya Tanaman Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember

Hasnah, Juddawi, Albertus Sudiro dan Amirullah.---Tanpa tahun. Pemanfaatan Kulit

Buah Kakao Sebagai Pakan Ternak. Naskah Siaran Pedesaan. Instalasi

Pengkajian Penerapan Teknologi Pertanian (IPPTP). Makassar.

Kristanto P. 2004. Ekologi Industeri. Jakarta: Penerbit Andi.

Kurniansyah, Aziz, Ridha Nugraha, dan Widya Ary Handoko. 2011. Fermentasi Limbah Kulit

Buah Kakao Sebagai Sumber Protein Alternatif Dalam Pakan Ikan. Program

Kreativitas Mahasiswa. Institut Pertanian Bogor.

Nasrullah dan A. Ella, 1993. Limbah Pertanian dan Prospeknya Sebagai Sumber Pakan Ternak

di Sulawesi Selatan. Makalah. Ujung Pandang.

Gambar

Tabel 1.   Hasil laboratorium uji kadar hara pupuk organik (kompos)
Tabel 3.  Pengamatan pada 6 bulan selama aplikasi pemupukan
Tabel 4.  Persentase buah terserang hama PBK

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada perlakuan M0 (kontrol), M1 (tanah + pupuk organik limbah kulit buah kakao 1:1), dan M3 (tanah + pupuk organik limbah kulit buah kakao 1:3),

Lepidoptera dan Coleoptera.. Kegiatan penambangan tembaga dan emas mempunyai potensi untuk mencemari lingkungan karena menghasilkan limbah logam berat beracun yang

menambah unsur hara yang terdapat dalam tanah sehingga kulit singkong dapat digunakan sebagai alternatif pupuk organik, maka kompos kulit singkong baik dosis

Inovasi pemanfaatan limbah kulit buah kakao pada pertanaman kakao berpotensi untuk diolah menjadi pupuk organik dalam bentuk kompos, berperan dalam memperbaiki sifat fisik

Hal ini dikarenakan peningkatan dosis pemberian kompos kulit buah kakao dan pupuk Urea, TSP dan KCl pada tanah dapat meningkatkan unsur hara N, P dan K pada tanah

Hasil penelitian setelah dianalisa secara statistik menunjukan bahwa interaksi antara pemberian pupuk cair kulit buah kakao dan MOL buah Pepaya menunjukkan

Hasil analisis unsur hara yang terkandung di dalam pupuk cair dari limbah kulit pisang kepok mengandung unsur hara makro, tetapi pada satu sampel mempunyai unsur N yang rendah

Tujuan Penelitian ini adalah untuk Menganalisis kandungan unsur hara pada pupuk organik cair limbah cangkang telur dan kulit pisang, Menganalisis pengaruh pupuk organik cair limbah