LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA I Materi :
IODO – IODIMETRI DAN PERMANGANOMETRI Oleh:
Nama : Erna Listyaningrum NIM : 21030113140188 Kelompok : 7/Senin Pagi
LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA I TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA I Materi :
IODO – IODIMETRI DAN PERMANGANOMETRI Oleh:
Nama : Erna Listyaningrum NIM : 21030113140188 Kelompok : 7/Senin Pagi
LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA I TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
–
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Praktikum : Iodo – Iodimetri dan Permanganometri 2. Kelompok : 7/Senin Pagi
3. Anggota :
1. Nama Lengkap : Erna Listyaningrum
NIM : 21030113140188
Jurusan : Teknik Kimia
Universitas/Institut/Politeknik : Universitas Diponegoro
2. Nama Lengkap : Farel Abdala Shiddiq
NIM : 21030113130195
Jurusan : Teknik Kimia
Universitas/Institut/Politeknik : Universitas Diponegoro 3. Nama Lengkap : Mita Dewi Annisa
NIM : 21030113140202
Jurusan : Teknik Kimia
Universitas/Institut/Politeknik : Universitas Diponegoro
Semarang, 20 Desember 2013 Asisten Laboratorium PDTK I
–
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan resmi Praktikum Dasar Teknik Kimia 1 dengan lancar dan sesuai dengan harapan kami.
Ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada asisten laboratorium PDTK 1, asisten Rizki Angga Anggita sebagai asisten laporan praktikum Iodo – Iodimetri dan Permanganometri kami, dan semua asisten yang telah membimbing sehingga tugas laporan resmi ini dapat terselesaikan. Kepada teman-teman yang telah membantu baik dalam segi waktu maupun motivasi apapun kami mengucapkan terima kasih.
Laporan resmi praktikum dasar tekinik kimia 1 ini berisi materi tentang iodo
– iodimetri. Iodo – iodimetri merupakan analisa titrimetrik yang secara langsung dan tidak langsung. Tujuan dari percobaan untuk menentukan kadar Cu2+ dalam larutan sampel.
Laporan resmi ini merupakan laporan resmi terbaik yang saat ini bisa kami ajukan, namun kami menyadari pasti ada kekurangan yang perlu kami perbaiki. Maka dari itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.
Semarang, 20 Desember 2013
–
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ... I HALAMAN PENGESAHAAN ... II PRAKATA ... III DAFTAR ISI ... IV DAFTAR TABEL ... VII DATAR GAMBAR ... VIII
INTISARI ... 1
SUMMARY ... 2
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ... 3
I.2 . Tujuan Percobaan ... 3
I.3 . Manfaat Percobaan ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pengertian Redoks ... 4
II.2. Reaksi Redoks ... 4
II.3. Iodometri ... 5
II.4. Iodimetri ... 5
II.5. Teori Indikator Amylum ... 5
II.6. Mekanisme Reaksi ... 6
II.7. Hal-Hal Yang Perluu Diperhatikan ... 6
II.8. Sifat Fisik Dan Kimia Reagen ... 7
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN III.1. Bahan dan Alat ... 9
III.2. Gambar Alat ... 10
III.3. Keterangan dan Fungsi Alat ... 10
–
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Percobaan ... 12
IV.2. Pembahasan ... 12
BAB V PENUTUP V.1. Kesimpulan ... 17
V.2. Penutup ... 17
DAFTAR PUSTAKA ... 18
INTISARI ... 19
SUMMARY ... 20
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ... 21
I.2 . Tujuan Percobaan ... 21
I.3 . Manfaat Percobaan ... 21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pengertian permanganometri ... 22
II.2. Kelebihan dan Kekurangan Analisa dengan Permanganometri ... 23
II.3. Sifat Fisik Dan Kimia Reagen ... 23
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN III.1. Bahan dan Alat ... 25
III.2. Gambar Alat ... 26
III.3. Keterangan dan Fungsi Alat ... 26
III.4. Cara Kerja ... 27
–
IV.2. Pembahasan ... 28 BAB V PENUTUP
V.1. Kesimpulan ... 29 V.2. Penutup ... 29 DAFTAR PUSTAKA ... 30
LAMPIRAN
A. Lembar Perhitungan ... A-1 B. Laporan Sementara ... B-1
–
DAFTAR TABEL
A. Iodo – Iodimetri
Tabel 4.1. Hasil pengamatan iodo – iodimetri ... 10 B. Permanganometri
–
DAFTAR GAMBAR
A. Iodo – Iodimetri
Gambar 3.1. Buret, statif, klem ... 7
Gambar 3.2. Erlenmeyer ... 7
Gambar 3.3. Gelas ukur ... 8
Gambar 3.4. Beaker glass... 8
Gambar 3.5. Pipet tetes ... 8
Gambar 3.6. Indikator PH ... 8
Gambar 4.1. Lapisan Amylum ... 14
B. Permanganometri Gambar 3.1. Erlenmeyer ... 21
Gambar 3.2. Beaker glass... 21
Gambar 3.3. Kompor listrik ... 22
Gambar 3.4. Bunsen ... 22
Gambar 3.5. Corong ... 22
Gambar 3.6. Gelas ukur ... 22
Gambar 3.7. Buret, statif, klem ... 22
Gambar 3.8. Kertas saring ... 22
–
INTISARI
Reaksi – reaksi yang melibatkan reaksi oksidasi reduksi digunakan secara luas oleh analisa titrimetrik. Ion – ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam kondisi oksidasi yang berbeda – beda menghasilkan banyak reaksi redoks. Banyak dari reaksi – reaksi ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam analisa titrimetrik dan penerapan – penerapan cukup banyak.
Proses reduksi oksidasi adalah proses yang menyangkut perpindahan elektron dari suatu pereaksi ke pereaksi lain. Iodometri adalah analisa titrimetrik secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi (III), tembaga (II), dimana zat ini akan mengoksidasi ioda yang ditambahkan menjadi iodin. Sedangkan iodimetri adalah analisa titrimetrik secara langsung yang digunakan untuk zat yang bersifat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan iodin atau penambahan larutan baku berlebih. Amylum merupakan indikator yang kuat terhadap iodin. Alasan digunakannya amylum sebagai indikator karena harganya murah, mudah didapat, perubahan saat TAT jelas, reaksi spontan, dapat dipakai sekaligus dalam iodo – iodimetri. Kelemahan amylum yaitu tidak stabil, mudah rusak, dan sukar larut dalam air.
Pada percobaan ini kami membutuhkan alat seperti buret, statif, klem, erlenmeyer, gelas ukur, beaker glass, pipet, dan indikator PH. Langkah pertama yang kami lakukan adalah standarisasi Na2S2O3 dengan K2Cr2O7 0,01N, ambil 10 ml
K2Cr2O7, encerkan sampai 40 ml, tambahkan 2,4 ml HCl pekat dan 12 ml KI 0,1N,
titrasi dengan Na2S2O3 sampai warna kuning hampir hilang, tambahkan 3 tetes
amylum sampai warna biru, lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang, catat volume Na2S2O3. Kemudian menentukan kadar Cu
2+
dalam sampel, ambil 10 ml sampel, atur PH sampai 2 dengan NH4OH atau H2SO4, masukkan 12 ml KI 0,1N, titrasi dengan
Na2S2O3 sampai warna kuning hampir hilang, tambahkan 3 tetes amylum sampai
warna biru, lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang, catat volume Na2S2O3.
Hasil percobaan yang kami dapat pada sampel 1 adalah 140,41 ppm dengan persen error 76,56%, sampel 2 140,16 ppm dengan persen error 83,28%, dan sampel 3 139,1 ppm dengan persen error 85,48%. Pada percobaan yang kami lakukan, kadar Cu2+ lebih kecil dari kadar asli karena I2 menguap saat sampel
ditambah KI, pada sampel 1 0.0361 mmol I2 yang menguap, sampel 2 0,055 mmol,
sampel 3 0,06405 mmol. Selain itu, penambahan amylum yang terlalu cepat dan kecepatan reaksi I2 + 2S2O3
2-–
> 2I- + S4O6
rendah menyebabkan kadar Cu2+ yang kami temukan lebih kecil dari kadar asli.
–
SUMMARY
Reactions that involve oxidation-reduction reactions are used extensively by titrimetric analysis. Ions of various elements can be present in different oxidation states - generating a lot of different redox reactions. Many of the reactions are eligible for use in titrimetric analysis and the applications quite a lot.
Oxidation-reduction process is a process that involves the transfer of electrons from one reagent to another reagent. Iodometry is indirect titrimetric analysis for substances that are oxidizing agents such as iron (III), copper (II), in which these substances will oxidize Ioda added to iodine. While Iodimetri is titrimetric analysis directly used for substances that are reducing agents or sodium thiosulfate using a standard solution of iodine or addition of excess. Amylum is a strong indicator of the iodine. Reason Amylum used as an indicator because it's cheap, easy to obtain, while changes in the titration endpoint is clear, spontaneous reactions, can be used at once in the iodo - Iodimetri. Amylum weakness that is unstable, easily damaged, and poorly soluble in water.
In this experiment we need a tool like burette, stative, clamps, erlenmeyer, measuring cups, beaker glass, pipettes, and pH indicator. The first step we do is standardize Na2S2O3 with 0.01 N K2Cr2O7, take 10 ml of K2Cr2O7, dilute to 40 ml,
add 2.4 ml of concentrated HCl and 12 ml of 0.1 N KI, titration with Na2S2O3 until
the yellow color is almost gone, add 3 drops of Amylum until the blue color is appear, continue titration until the blue color disappeared, record volume of Na2S2O3. Then determine the conten of Cu2+ in the sample, take 10 ml of the sample,
adjust pH to 2 with NH4OH or H2SO4, enter 12 ml of 0.1 N KI, titration with Na2S2O3
until the yellow color is almost dissapeared, add 3 drops of Amylum until the blue color is appear, continue titration until the color blue disappeared, write the volume of Na2S2O3.
The results of our experiments in 1st sample was 140.41 ppm with 76.56% percent error, 2nd sample 140.16 ppm with 83.28% percent error, and 3rd sample 139.1 ppm with 85.48% percent error. In the experiments that we did, content of Cu2+ is smaller than the original content because I2 evaporates when KI added, the
1st sample 0.0361 mmol I2 evaporated, 2 nd
sample 0.055 mmol, 3rd sample 0.06405 mmol. Moreover, the addition Amylum too fast and the speed of the reaction I2 +
2S2O3
2--> 2I-+ S4O6
low lead, so the content of Cu2+ that we found smaller than the original content.
–
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Reaksi – reaksi yang melibatkan reaksi oksidasi reduksi digunakan secara luas oleh analisa titrimetrik. Ion – ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam kondisi oksidasi yang berbeda – beda menghasilkan banyak reaksi redoks. Banyak dari reaksi – reaksi ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam analisa titrimetrik dan penerapan – penerapan cukup banyak.
I.2. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar Cu2+ dalam larutan sampel.
1.1. Manfaat Percobaan
–
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pengertian Reduksi – Oksidasi
Proses reduksi oksidasi atau redoks adalah proses yang menyangkut perpindahan elektron dari suatu pereaksi ke pereaksi lain. Reduksi adalah penangkapan satu atau lebih elektron oleh suatu atom, ion atau, molekul. Sedangkan oksidasi adalah pelepasan satu atau lebih electron dari suatu atom, ion, atau molekul.
Tidak ada elektron bebas dalam sitem kimia, dan pelepasan elektron oleh suatu zat kimia selalu disertai penangkapan elektron dari bagian lainnya, dengan kata lain oksidasi selalu diikuti oleh reduksi. Dalm reaksi oksidasi reduksi (redoks) terjadi perubahan valensi dari zat – zat yang mengadakan reaksi. Disini terjadi transfer elektron dari pasangan pereduksi ke pasangan pengoksidasi.
Kedua waktu paro dari suatu reaksi redoks umumnya dapat ditulis sebagai berikut:
red oks + n é
Dimana red menunjukkan bentuk tereduksi (disebut juga reduktan atau zat pereduksi), oks adalah bentuk teroksidasi (oksidan atau zat pengoksidasi), n adalah jumlah elektron yang di transfer dan é adalah elektron.
II.2. Reaksi Redoks
Reaksi redoks secara luas diigunakan dalam analisa titrimetrik dari zat – zat anorganik maupun organik. Untuk menetapkan titik akhir pada titrasi redoks dapat dilakukan secara potensiometrik atau dengan bantuan indikator.
Contoh dari reaksi redoks :
5Fe2+ + MnO4 + 8H+ 5Fe3+ + Mn2+ + H2O Dimana :
–
MnO4 + 8H+ + 5e Mn2+ + 4 H2O II.3.Iodometri
Adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II, dimana zat ini akan mengoksidasi iodida menjadi iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukan dengan menggunakan larutan baku tio sulfat.
Oksidator + KI I2 + 2e I2 + Na2S2O3 Nal + Na2S4O6 II.4. Iodimetri
Adalah analisa titrimetrik yang secara langsung untuk zat yang bersifat reduktor atau natrium tiosulfat dangan menggunakan larutan iodine atu dengan menggunakan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodine dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.
Reduktor + I2 2I-
Na2S2O3 + I2 Nal + Na2S4O6 II.5. Teori Indikator Amylum
Amylum merupakan indicator kuat terhadap iodine, yang akan berwarna biru bila suatu zat positif mengandung iodine. Alas an dipakainya amylum sebagai indicator, diantaranya:
Harganya murah Mudah didapat
Perubahan warna saat TAT jelas Reaksi spontan (tanpa pemanasan) Dapat dipakai sekaligus iodo – iodimetri Sedangkan kelemahan indicator ini adalah :
–
Mudah rusak (terserang bakteri) Sukar larut dalam air
Cara pembuatan indicator amylum:
3 gram kanji dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml, lalu ditetesi aqudest sampai terbentuk pasta.
Masukkan air yang telah dipanaskan pada suhu 60-65oC sebanyak 100 cc kedalam beaker glass yang berisi pasta amylum tersebut kemudian diaduk sampai amylum benar – benar larut.
Bila perlu tambahkan 3 tetes KI sebagai pelindung dari peruraian bakteri. Diamkan sampai mengendap, setelah dingin ambil bagian tengah larutan
sebagai indikator. II.6. Mekanisme Reaksi
Mekanisme reaksi adalah tahapan – tahapan reaksi yang menggambarkan seluruh rangkaian suatu reaksi kimia. Mekanisme reaksi iodo – iodimetri:
2Cu2+ + 4I- 2CuI + I2 I2 + 2 S2O32- 2I- + S4O6 2-I2 + I- I3-
Amylum + I3- amylumI- (biru)
II.7. Hal – Hal yang Perlu Diperhatikan
1. Titrasi sebaiknya dilakukan dalam keadaan dingin, didalam Erlenmeyer tanpa katalis agar mengurangi oksidasi I- oleh O2 dari udara menjadi I2.
2. Na2S2O3 adalah larutan standar sekunder yang harus distandarisari terlebih dulu.
3. Penambahan indicator di akhir titrasi (sesaat sebelum TAT).
4. Titrasi tidak dapat dilakukan dalam medium asam kuat karena akan terjadi hidrolisa amylum.
–
6. Larutan Na2S2O3 harus dilindungi dari cahaya karena cahaya membantu aktivitas bakteri thioparus yang mengganggu.
II.8. Sifat Fisik dan Kimia Reagen
1. Na2S2O3 . 5H2O (Natrium Tiosulfat) Fisis :
BM : 158.09774 gr/mol TL : 48.3OC BJ : 1.667 gr/cm3, solid TD : terkomposisi Chemist
Anion tiosulfat bereaksi secara khas dengan asam (H+) menghasilkan sulfur, sulfur dioksida, dan air
S2O3(aq) + 2H(aq) S(s) + SO2(g) H2O(l)
Anion tiosulfat bereaksi secara stokiometri dengan iodine dan terjadi reaksi redoks.
2S2O32-(aq) + 2I(aq) S4O62-(aq) + 2I-(aq) 2. HCl
Fisis :
BM : 36,45 gr/mol BJ : 1,268 gr/cc TD : 85oC TL : - 110oC
Kelarutan dalam 100 bagian air 0oC = 82,3 Kelarutan dalam 100 bagian air 100oC = 56,3 Chemist :
Bereaksi dengan Hg2+ membentuk endapan putih Hg2Cl2 yang tidak larut dalam air panas dan asam encer tapi larut dalam amoniak encer, larutan KCl beserta tiosulfat :
2 HCl + Hg2+ 2 H+ + Hg2Cl2
Hg2Cl2 + 2NH3 Hg(NH4)Cl + Hg + NH4Cl
Bereaksi membentuk Pb2+ membentuk endapan putih PbCl2 2 HCl + Pb2+ PbCl2 + 2H+
Mudah menguap apalagi bila dipanaskan
–
3. KI (Potassium Iodida) Fisis :
BM : 166,0 gr/mol TL : 681oC BJ : 3,13 gr/cm3, solid TD : 1330oC
Kelarutan dalam air pada suhu 6oC : 128 gr/100mol Chemist :
Ion iodide merupakan reducing agent, sehingga mudah teroksidasi menjadi I2 oleh oxidizing agent kuat seperti Cl2
2 KI(aq) + Cl2(aq) 2KCl + I2(aq)
–
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III. 1. Bahan dan Alat yang Digunakan
III.1.1. Bahan 1. Sampel 2. Na2S2O3
3. K2CrO7 0,01 N 4. HCl pekat 5. KI 0,1 N 6. Amylum
7. NH4OH dan H2SO4 8. Aquadest
III.1.2. Alat
1. Buret, statif, klem 2. Erlenmeyer
–
III. 2. Gambar Alat
III. 3. Keterangan dan Fungsi
1. Buret ,statif, klem : digunakan untuk titrasi 2. Erlenmeyer : mereaksikan suatu larutan 3. Gelas ukur : mengukur volume larutan
4. Beaker glass : menampung larutan dalam jumlah banyak
5. Pipet tetes : digunakan untuk menambahkan larutan dalam jumlah sedikit
6. Indikator pH : digunakan untuk mengetahui harga pH suatu larutan Gambar 3.1.
Buret,statif,klem
Gambar 3.2. Erlenmeyer Gambar 3.3. Gelas ukurr
Gambar 3.4. Beaker glass
–
III. 4. Cara Kerja
III.4.1. Standarisasi Na2S2O3 dengan K2CrO7 0,01 N
1. Ambil 10 ml larutan K2CrO7 0,01 N, encerkan dengan aquadest sampai 40 ml
2. Tambahkan 2,4 ml HCl pekat 3. Tambahkan 12 ml KI 0,1N
4. Titrasi larutan tersebut dengan Na2S2O3 sampai warna kuning hamper hilang
5. Tambahkan amylum 3-5 tetes sampai warna bitu 2. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hampir hilang 3. Catat kebutuhan Na2S2O3 seluruhnya
N Na2S2O3 =
III.4.2. Menentukan Kadar Cu2+ dalam Sampel
1. Ambil 10 ml sampel
2. Test sampel jika terlalu asam tambahkan NH4OH sampai pH 3-5 dan jika terlalu basa tambahkan H2SO4 sampai pH 3-5
3. Masukkan 12 ml KI 0,1 N
4. Titrasi dengan Na2S2O3 sampai warna kuning hamper hilang 5. Tambahkan amylum 3-5 tetes sampai warna biru
6. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hamper hilang 7. Catat kebutuhan titran
Cu2+ (ppm) = ( V.N ) Na2S2O3 . BM Cu2+ . Cu2+ (ppm) = ( V.N ) Na2S2O3 . BM Cu2+ .
–
BAB IV
HASIL PERCOBAAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Percobaan
Tabel 4.1. Kadar Cu2+ yang ditemukan, kadar Cu2+ yang asli berserta persen errornya.
Sampel Kadar asli Kadar yang ditemukan Persen error
I 599,04 ppm 140,41 ppm 76,56 %
II 838,65 ppm 140,16 ppm 83,28 %
III 958, 45 ppm 139,1 ppm 85,48 %
IV.2. Pembahasan
IV.2.1. Kadar Cu2+ yang kami temukan pada sampel 1 140,41 ppm, sedangkan kadar aslinya 599,04 ppm. Pada sampel 2 kami menemukan 140,16 ppm, sedangkan kadar aslinya 838,65 ppm. Dan pada sampel 3 kami menemukan 139,1 ppm, sedangkan kadar aslinya 958, 45 ppm. Faktor yang menyebabkan kadar yang ditemukan lebih kecil dari kadar aslinya adalah:
a. I2 yang menguap
Pada saat sampel ditambahkan KI, ada sebagian I2 yang menguap karena sifatnya yang sensitif terhadap udara.
2Cu2+ + 4I- 2CuI + I2
Adanya cahaya matahari membuat I2 menguap dan mengakibatkan jumlah I2 yang tersisa menjadi sedikit.
I3- + amylum amylumI3- (biru) Sampel 1
2Cu2+ + 4I- 2CuI + I2
Cu2+ yang ditemukan = 140,41 ppm [Cu2+] = 140,41 .
–
= 2,21 . 10-3 . 10 = 2,21 . 10-2 mmol
I2 = . 2,21 . 10-2
= 0,01105 mmol
Kadar asli = 599,04 ppm [Cu2+] = 599,04.
. = 9,43 . 10-3 mmol/ml Mol Cu2+ = [Cu2+] . V Cu2+ = 9,43 . 10-3. 10 = 9,43 . 10-2 mmol
I2 = . 9,43. 10-2
= 0,04715 mmol
I2 yang menguap= 0,04715 – 0,01105
= 0,0361 mmol
Sampel 2
2Cu2+ + 4I- 2CuI + I2
Cu2+ yang ditemukan = 140,41 ppm [Cu2+] = 140,16 .
. = 2,20 . 10-3 mmol/ml Mol Cu2+ = [Cu2+] . V Cu2+ = 2,20 . 10-3 . 10
= 2,20 . 10-2
I2 = . 2,20 . 10-2
= 0,011 mmol
Kadar asli = 838,65 ppm [Cu2+] = 838,65 .
–
= 0,0132 mmol
I2 = . 0,0132
= 0,066 mmol
I2 yang menguap= 0,066 – 0,011
= 0,055 mmol
Sampel 3
2Cu2+ + 4I- 2CuI + I2
Cu2+ yang ditemukan = 139,1 ppm [Cu2+] = 139,1 .
. = 2,19 . 10-3 mmol/ml Mol Cu2+ = [Cu2+] . V Cu2+ = 2,21 . 10-3 . 10 = 2,19 . 10-2 mmol
I2 = . 2,19 . 10-2
= 0,01095 mmol
Kadar asli = 958,45 ppm [Cu2+] = 958,45 .
. = 1,5 . 10-2 mmol/ml Mol Cu2+ = [Cu2+] . V Cu2+ = 1,5 . 10-2 . 10
= 0,015 mmol
I2 = . 0,015
= 0,075 mmol
I2 yang menguap= 0,075 – 0,01095
= 0,06405 mmol
b. Penambahan indikator amylum terlalu cepat
2Cu2+ + 4I- 2CuI + I2 (underwood 297)
I2 + 2 S2O32- 2 I- + S4O62- (underwood 298)
I2 + I- I3- (underwood 296)
–
Amylum menyerap iod sehingga menyebabkan iod sukar lepas kembali. I2 yang bereaksi dengan tiosulfat dan membentuk kompleks triodida jadi berkurang.
I2 + 2 S2O32- 2 I- + S4O62- (underwood 298)
I2 + I- I3- (underwood 296)
Berkurangnya I2 menyebabkan kebutuhan Na2S2O3 pada saat titrasi menjadi semakin kecil, sehingga kadar Cu2+ yang kami temukan lebih kecil dari kadar asli.
c. Kecepatan reaksi I2 + 2 S2O32- 2 I- + S4O62- rendah
Adaya penguapan I2 dan penyerapan oleh amylum menyebabkan konsentrasi I2 dalam larutan menjadi kecil. Selain itu, karena adanya sebagian tiosulfat yang teroksidasi menjadi sulfat, mengakibatkan konsentrasi S4O6 2-menjadi lebih kecil.
4I2 + S4O62- + 5 H2O 8 I- + 2SO42- + 10H+ (underwood 298) Kecilnya konsentrasi I2 dan 2 S2O32- menyebabkan laju pembentukan kompleks triodida melambat. Hal tersebut mengakibatkan reaksi kompleks I3 -dengan amylum menjadi lebih cepat dan titik akhir titrasi tercapai sebelum titik kesetaraan yang seharusnya. Akibatnya, kebutuhan volume Na2S2O3 pada saat titrasi menjadi lebih kecil sehingga kadar Cu2+ yang kami temukan lebih kecil dari kadar asli.
IV.2.2. Teori Amylum
–
Alasan digunakan amylum karena harganya murah, mudah didapat, perubahan warna pada titik akhir titrasi jelas, reaksi spontan, dan dipakai sekaligus dalam iodo – iodimetri.
Pada amylum terbentuk 3 lapisan, yaitu α amilosa, β amilosa, dan
amilopektin.
(http://eltracytaocklora.blogspot.com/2012/09/amilum-atau-amilosa-html)
Gambar 4.1. Lapisan Amylum
Pada iodo –iodimetri yang dipakai adalah lapisan β amilosa. Karena jika dipakai amilopektin, maka akan membentuk kompleks kemerah – merahan dengan iodium, yang sulit dihilangkan warnanya karena rangkaiannya yang panjang dan bercabang.
–
BAB V PENUTUP
V.1. Kesimpulan
1. Pada sampel 1 kadar Cu2+ yang kami temukan 140,41 ppm lebih kecil dari kadar asli 599,04 ppm, persen error 76,56%.
2. Pada sampel 2 kadar Cu2+ yang kami temukan 140,16 ppm lebih kecil dari kadar asli 838,65 ppm, persen error 83,28%.
3. Pada sampel 3 kadar Cu2+ yang kami temukan 139,1 ppm lebih kecil dari kadar asli sebesar 958,45 ppm, persen error 85,48%.
V.2. Saran
1. Mencuci setiap peralatan yang akan digunakan agar tidak terkontaminasi dengan zat – zat atau larutan yang telah digunakan sebelumnya.
2. Sebelum memulai praktikum, praktikan harus menguasai prosedur kerja yang akan dilakukan, sehingga proses praktikum berjalan lancar.
3. Penambahan indikator amylum jangan terlalu cepat karena akan memperlambat laju reaksi.
4. Hindarkan indikator amylum dari sinar matahari untuk mencegah adanya kerusakan.
–
DAFTAR PUSTAKA
Anonim . 2012 . Amilum atau Amilosa . http://eltracytaocklora.blogspot.com/ 2012/09/amilum-atau-amilosa-html . diakses tanggal 5 November 2013 Anomim . 2010 . Indikator . http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/
instrumen_analisis/iodometri/indikator . diakses tanggal 5 November 2013 Underwood, AI and Day RA . 1986 . Analisa Kimia Kuantitatif 5th edition
diterjemahkan oleh R Soendoro . Jakarta : Erlangga
Vogel, AI . Buku Teks Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Makro
–
INTISARI
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetrik dari zat – zat anorganik maupun organik. Analisis volumetri yang berdasarkan reaksi redoks salah satunya adalah permanganometri.
Permanganometri adalah salah satu analisa kuantitatif volumetrik yang didasarkan reaksi oksidasi ion permanganat dengan larutan standar KMnO4 untuk
menentukan kadar Fe dalam sampel. Permanganometri mempunyai kelebihan mudah didapat dengan harga murah, tidak memerlukan indikator, reaksinya cepat. Namun juga memiliki kekurangan harus distandarisasi terlebih dahulu, berlangsung baik dalam suasana asam, dan waktu yang dibutuhkan cukup lama.
Pada percobaan ini kami membutuhkan alat seperti erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur, kompor listrik, buret, corong, dan pipet. Langkah pertama yang kami lakukan adalah standarisasi KMnO4 dengan Na2C2O4 0,1N 10 ml yang
dimasukkan kedalam erlenmeyer, tambahkan 6 ml H2SO4 6N, panaskan sampai
85oC, titrasi dalam keadaan panas sampai warna merah jambu yang tidak hilang pada pengocokan, catat kebutuhan KMnO4. Setelah itu menentukan kadar Fe dalam
sampel dengan menambahkan 20 ml H2SO4 encer, titrasi hingga timbul warna
merah jambu yang tidak hilang pada pengocokan.
Dari percobaan yang kami lakukan, pada sampel 1 kami menemukan kadar Fe 0,0807%, sedangkan kadar aslinya 0,0374%, persen error 115,78%. Pada sampel 2 kami menemukan kadar Fe 0,0795%, sedangkan kadar aslinya 0,0381%, persen error 108,66%. Pada sampel 3 kami menemukan kadar Fe 0,0611%, sedangkan kadar aslinya 0,0395%, persen error 54,68%. Kadar Fe yang ditemukan lebih besar dari kadar aslinya karena penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada
larutan H2SO4. Hal ini cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4
dengan Mn2+. Akibatnya jumlah volume KMnO4 yang tertitrasi menjadi lebih besar, sehingga TAT
terlewati dan kadar Fe yang ditemukan menjadi lebih besar. Larutan pentiter KMnO4 yang terlalu lama pada buret, sehingga KMnO4 terkena sinar matahari akan
terurai menjadi MnO2, sehingga pada TAT akan diperoleh persipitat coklat yang
seharusnya adalah larutan yang berwarna merah rosa, akibatnya KMnO4 terus
dititrasi hingga larutan berwarna merah rosa, sehingga volume KMnO4 menjadi
lebih besar dan TAT menjadi terlewati, maka kadar Fe yang ditemukan menjadi lebih besar.
Kesimpulan dari percobaan yang kami lakukan adalah pada sampel 1 kami menemukan kadar Fe 0,0807%, sedangkan kadar aslinya 0,0374%, persen error 115,78%. Pada sampel 2 kami menemukan kadar Fe 0,0795%, sedangkan kadar aslinya 0,0381%, persen error 108,66%. Pada sampel 3 kami menemukan kadar Fe 0,0611%, sedangkan kadar aslinya 0,0395%, persen error 54,68% karena penambahan KMnO4 yang terlalu cepat dan larutan KMnO4 yang terlalu lama pada
buret. Saran yang dapat kami berikan adalah titrasi dilakukan dengan cermat agar TAT tidak terlewati, KMnO4 jangan ditambahkan secara berlebih, mengamati
–
SUMMARY
Redox reactions are widely used in titrimetric analysis of organic substances and inorganic substances. One of volumetric analysis based on redox reactions is permanganometri.
Permanganometri is one of quantitative analysis volumetric based on oxidation reaction permanganate ion with KMnO4 standard solution to determine the Fe content in the samples. Permanganometri has the advantage of easily available at low prices, it does not require an indicator, a quick reaction. But also have to be standardized first deficiencies, lasted well in acidic conditions, and it takes quite a long time.
In this experiment we need tools like erlenmeyer, beaker glass, measuring glass, electric stove, burette, funnel and pipette. The first step we do is standardize KMnO4 with 10 ml of 0.1N Na2C2O4 entered into erlenmeyer, add 6 ml of 6N H2SO4,
heat to 85oC, titration in hot conditions until a pink color is not lost in the shuffle, noted the need KMnO4. Once it determines the Fe content in the samples by adding
20 ml of dilute H2SO4, the titration until the resulting pink color that is not lost in the
shuffle.
From the experiments that we did , in the 1st sample we found 0.0807 % Fe content , whereas the original content 0.0374 % , 115.78 % percent error . In 2nd sample we found 0.0795 % Fe content , whereas the original content 0.0381 % , 108.66 % percent error . In 3rd sample we found 0.0611 % Fe content, whereas the original content 0.0395 % , 54.68 % percent error . Fe content were found to be greater than the original levels due to the addition of KMnO4 is too fast in H2SO4
solution . This tends to cause a reaction between MnO4- with Mn2+ . As a result the
amount of KMnO4 is titrated, so volume becomes larger , so the end elapsed and Fe
content were found to be larger. KMnO4 solution in the burette is too long , so
KMnO4 exposed to sunlight will break down into MnO2 , so that the end point will be
obtained persipitat brown solution that is supposed to be red , consequently titrated KMnO4 continue until red solution , so that the volume of KMnO4 become more large
and the end point be exceeded , then the Fe content found to be greater .
The conclusion of the experiment that we did were in 1st sample we found 0.0807% Fe content, whereas the original content of 0.0374%, 115.78% percent error. In 2nd sample we found 0.0795% Fe content, whereas the original content of 0.0381%, 108.66% percent error In 3rd sample we found 0.0611% Fe content, whereas the original content of 0.0395%, 54.68% percent error because to addition of KMnO4 too fast and KMnO4 solution too long on the burette. The advice we can
give are titration done carefully so that the the end point is not exceeded, the excess KMnO4 is not added, the color changes observed carefully, wash any equipment to
–
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Reaksi redoks dipergunakan secara luas dalam analisa titrimetrik zat – zat organic maupun anorganik. Untuk menetapkannya, titik akhir pada titrasi redoks dapat dilakukan secara potensiometrik atau dengan bantuan indikator. Analisa yang berdasarkan reaksi redoks diantaranya yaitu permanganometri.
I.2. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar Fe yang terdapat dalam sampel I.3. Manfaat Percobaan
–
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II..1. Pengertian Permanganometri
Permanganometri adalah suatu analisa volumetric yang didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat. Larutan standar yang digunakan ialah KMnO4. Sebelum digunakan untuk titrasi, larutan KMnO4 harus distandarisasi terlebih dahulu karena bukan merupakan larutan standar primer. Selain itu KMnO4 mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Tidak dapat diperoleh secara murni 2. Mengandung oksida MnO dan Mn2O3 3. Larutan tidak stabil ( jika ada zat organic ) Reaksi :
4MnO4- + 2 H2O 4 MnO2 + 3 O2 + 4 OH
-4. Tidak boleh disaring dengan kertas saring ( zat organik ) dengan glass wool
5. Sebaiknya disimpan dalam botol coklat 6. Distandarisasi dengan larutan standar primer.
Zat standar primer yang biasa digunakan antara lain : As2O3, Na2C2O4, H2C2O4, Fe(NH4)2(SO4)2, K4Fe(CN)6, logam Fe, KHC2O4H2C2O42H2O
Oksidasi ion permanganate dapat berlangsung dalam suasana asam, netral dan alkalis.
1. Dalam suasana pH ± 1
Reaksi : MnO4- + 8 H+ + 5 e Mn2+ + 4H2O
–
Namun ada beberapa senyawa yang lebih mudah dioksidasi dalam suasana netral atau sedikit alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfide, dan tiosulfat. Reaksi dalam suasana netral yaitu :
MnO4- + 4 H+ + 3 e MnO2 + 2H2O Reaksi dalam suasana alkalis atau basa yaitu : MnO4- + 3 e MnO2 + 4 OH
-MnO42- + 2H2O + 2 e MnO2 + 4 OH- MnO4- + 2H2O + 3 e MnO2 + 4 OH-
II.2. Kelebihan dan Kekurangan Analisa dengan Permanganometri
Kelebihan :
1. Larutan standarnya, yaitu KMnO4 mudah diperoleh dan harganya murah. 2. Tidak memerlukan indicator untuk TAT. Hal itu disebabkan karena KMnO4
dapat bertindak sebagai indicator. 3. Reaksi cepat dengan banyak pereaksi. Kekurangan :
1. Harus ada standarisasi di awal terlebih dahulu.
2. Dapat berlangsung lebih baik jika dilakukan dalam suasana asam. 3. Waktu yang diperlukan untuk analisa cukup lama.
II.3. Sifat Fisik dan Kimia Reagen
1. KMnO4
Berat Molekul : 158,03
Warna, bentuk kristalinnya and refractive index : purple, rhb Berat Jenis : 2,703
Titik Lebur (oC) : < 240
–
2. H2SO4
Berat Molekul : 98,08
Warna, bentuk kristalinnya and refractive index : col., viscous lq Berat Jenis : 1,8344180
Titik Lebur (oC) : 10,49 Titik Didih (oC) : 340
Kelarutan dalam 100 bagian air dingin : ∞
–
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1. Alat dan Bahan III.1.1. Bahan 1. Sampel 2. KMnO4 0,1 N 3. H2SO4 encer III.1.2. Alat 1. Erlenmeyer 2. Beaker glass 3. Kompor listrik 4. Corong
5. Gelas ukur 6. Buret
–
III.2. Gambar Alat
III.3. Keterangan dan Fungsi
1. Erlenmeyer : mereaksikan suatu larutan
2. Beaker glass : menampung larutan dalam jumlah banyak 3. Kompor listrik : memanaskan larutan
4. Corong : menyaring cairan kimia
Gambar 3.1. Erlenmeyer Gambar 3.2. Beaker glass Gambar 3.3. Gelas ukur
Gambar 3.4. Kompor listrik Gambar 3.5. Buret, statif, klem
Gambar 3.6. Kertas saring
–
5. Gelas ukur : mengukur volume larutan 6. Buret ,statif, klem : digunakan untuk titrasi 7. Kertas saring : menyaring larutan
8. Pipet tetes : digunakan untuk menambahkan larutan dalam jumlah sedikit
III.4. Cara Kerja
III.4.1. Standarisasi KMnO4 dengan Na2C2O4 0,1 N
1. Ambil 10 ml larutan, Na2C2O4 0,1 N kemudian masukkan dalam Erlenmeyer
2. Tambahkan 6 ml H2SO4 6 N 3. Panaskan 70-80oC
4. Titrasi dalam keadaan panas dengan menggunakan KMnO4
5. Hentikan titrasi jika muncul warna merah jambu yang tidak hilang dengan pengocokkan
6. Catat kebutuhan KMnO4
N KMnO4= III.4.2. Menentukan kadar Fe dalam sampel 1. Persiapkan sampel beserta alat dan bahan
2. Ambil sampel dan tambahkan 20 ml asam sulfat encer
3. Titrasi dengan Kalium Permanganat sampai warna merah jambu yang tidak hilang akibat pengocokkan
Reaksi yang terjadi :
MnO4- + 8 H+ + 5 Fe2+ Mn2+ + 4H2O + 5Fe3+ Perhitungan :
Mgzat = ml titran x N titran x BE zat BEzat =
Kadar =
–
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Percobaan
Tabel 4.1. Kadar Fe yang ditemukan, kadar Fe yang asli beserta persen errornya Sampel Kadar Fe yang ditemukan Kadara Fe yang asli Persen error
I 0,0807 % 0,0374 % 115,78 %
II 0,0795 % 0,0381 % 108,66 %
III 0,0611 % 0,0395 % 54,68 %
IV.2. Pembahasan
IV.2.1. Pada percobaan yang kami lakukan, kadar Fe yang ditemukan lebih besar dari kadar aslinya, hal ini disebabkan karena:
a. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4. Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+.
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+
Hal ini mengakibatkan jumlah volume KMnO4 yang tertitrasi menjadi lebih besar sehingga TAT menjadi terlewati dan kadar Fe yang ditemukan menjadi lebih besar.
(http://rismakan.wordpress.com/2012/06/17/permanganometri) b. Kadar pentiter KMnO4 pada buret.
Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada TAT akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa. Akibatnya, KMnO4 terus dititrasi hingga larutan berwarna merah rosa, sehingga volume KMnO4 menjadi lebih besar dan TAT menjadi terlewati. Maka, kadar Fe yang ditemukan menjadi lebih besar.
–
BAB V PENUTUP
V.1. Kesimpulan
1. Pada sampel 1 kami menemukan kadar Fe 0,0807%, sedangkan kadar aslinya 0,0374%, persen error 115,78%.
2. Pada sampel 2 kami menemukan kadar Fe 0,0795%, sedangkan kadar aslinya 0,0381%, persen error 108,66%.
3. Pada sampel 3 kami menemukan kadar Fe 0,0611%, sedangkan kadar aslinya 0,0395%, persen error 54,68%.
V.2. Saran
1. Titrasi dilakukan dengan cermat agar TAT tidak terlewati. 2. KMnO4 jangan ditambahkan secara berlebih.
3. Mengamati perubahan warna yang terjadi dengan seksama. 4. Mencuci setiap peralatan yang akan digunakan.
–
DAFTAR PUSTAKA
Perry, Robert H . 1973 . Chemical Engineer’s Handbook 5th edition . New York : Mc Graw Hill
Rismakan . 2012 . Analisa Permanganometri . http://rismakan.wordpress.com/ 2012/06/17/permanganometri . diakses tanggal 5 November 2013
Underwood, AI and Day RA . 1986 . Analisa Kimia Kuantitatif 5th edition
diterjemahkan oleh R Soendoro . Jakarta : Erlangga
Vogel, AI . Buku Teks Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Makro
–
LAMPIRAN
–
LEMBAR PERHITUNGAN IODO - IODIMETRI
Standarisasi Na2S2O3 dengan K2Cr2O7 0,01N V Na2S2O3 = 16,1 ml
N Na2S2O3 = K r a 3
=
= 0,0062 N
Keterangan: larutan K2Cr2O7 telah terkontaminasi a. Kadar Cu2+ dalam sampel 1
Erna
V Na2S2O3 = 3 ml
Cu2+ (ppm) =
= 118,11 ppm Kadar asli = 599,04 ppm
Persen error = 0 0 11 11 . 100% = 80,28 %
Farel
V Na2S2O3 = 3 ml
Cu2+ (ppm) =
= 118,11 ppm Kadar asli = 599,04 ppm Persen error = 0 11 11
–
= 80,28 % Mita
V Na2S2O3 = 4,7 ml
Cu2+ (ppm) =
= 185,039 ppm Kadar asli = 599,04 ppm
Persen error = 0 1 0 03 100 = 69,1 %
V Na2S2O3 yang seharusnya
Cu2+ (ppm) =
599,04 =
V = 15,21 ml
b. Kadar Cu2+ dalam sampel 2 Erna
V Na2S2O3 = 3,7 ml
Cu2+ (ppm) =
= 145, 669 ppm Kadar asli = 838,65 ppm Persen error = 3 1
3 100 = 82,63 %
–
V Na2S2O3 = 3,3 ml
Cu2+ (ppm) =
= 129,92 ppm Kadar asli = 838,65 ppm Persen error = 3 1
3 100 = 84,5 %
Mita
V Na2S2O3 = 3,8 ml
Cu2+ (ppm) =
= 149,6 ppm Kadar asli = 838,65 ppm Persen error = 3 1
3 100 = 82,16 %
V Na2S2O3 yang seharusnya
Cu2+ (ppm) =
838,65 =
V = 21,3 ml
c. Kadar Cu2+ dalam sampel 3 Erna
V Na2S2O3 = 3,5 ml
–
= 137,795 ppm Kadar asli = 958,45 ppm Persen error = 13
100 = 85,62 %
Farel
V Na2S2O3 = 3,4 ml
Cu2+ (ppm) =
= 133,858 ppm Kadar asli = 958,45 ppm Persen error = 133
100 = 86,03 %
Mita
V Na2S2O3 = 3,7 ml
Cu2+ (ppm) =
= 145,67 ppm Kadar asli = ppm
Persen error = 1 100 = 84,8 %
V Na2S2O3 yang seharusnya
–
=
–
LEMBAR PERHITUNGAN PERMANGANOMETRI
Standarisasi KMnO4 dengan Na2C2O4 V KmnO4 = 10,2 ml
N KmnO4 =
a K n
= 10 01 = 0,098N Kadar Fe dalam sampel 1 V = 0,5 ml
3,4 gram
Mg zat = ml titran . N titran . BE zat = 0,5 . 0,098 . 56
= 2,744 mg Kadar =
= 0,0807 %
Kadar asli = 0,0374 % Persen error = 00 0 003
003
= 115,77 % Mg zat yang seharusnya Kadar =
.100% 0,0374 % =
–
Mg zat = ml titran . N titran . BE zat 1,2716 = V . 0,098 . 56
V = 0,23 ml Kadar Fe dalam sampel 2 V = 0,5 ml
3,46 gram
Mg zat = ml titran . N titran . BE zat = 0,5 . 0,098 . 56
= 2,744 mg Kadar =
= 0,0793 %
Kadar asli = 0,0381 % Persen error =
= 108,13 %
Mg zat yang seharusnya Kadar =
.100% 0,0381 % =
Mg zat = 1,31826 mg Volume yang seharusnya
Mg zat = ml titran . N titran . BE zat 1,31826 = V . 0,098 . 56
–
Kadar Fe dalam sampel 3 V = 0,4 ml
3,59 gram
Mg zat = ml titran . N titran . BE zat = 0,4 . 0,098 . 56
= 2,1952 mg Kadar =
= 0,0611 %
Kadar asli = 0,0395 % Persen error =
= 54,68 % Mg zat yang seharusnya Kadar =
.100% 0,0395 % =
Mg zat = 1,41805 mg Volume yang seharusnya
Mg zat = ml titran . N titran . BE zat 1,41805 = V . 0,098 . 56
–
LAMPIRAN
–
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA I
Materi :
IODO – IODIMETRI DAN PERMANGANOMETRI
NAMA : ERNA LISTYANINGRUM NIM : 21030113140188
GROUP : 7/ SENIN PAGI
REKAN KERJA : FAREL ABDALA SHIDDIQ MITA DEWI ANNISA
LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA I TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
–
I. TUJUAN PERCOBAAN
a. Menentukan kadar Cu2+ dalam larutan sampel. b. menentukan kadar Fe yang terdapat dalam sampel II. PERCOBAAN
2.1. Bahan Yang Digunakan 1. Sampel
2. Na2S2O3 3. K2CrO7 0,01 N 4. HCl pekat 5. KI 0,1 N 6. Amylum
7. NH4OH dan H2SO4 8. Aquadest
9. Sampel 10.KMnO4 0,1 N 11.H2SO4 encer 2.1. Alat Yang Dipakai 1. Buret, statif, klem 2. Erlenmeyer 1. Glass ukur 2. Beaker glass 3. Pipet tetes 4. Indikator pH 5. Kompor listrik 6. Bunsen 7. Corong 8. Kertas saring
2.3. Cara Kerja
a. Standarisasi Na2S2O3 dengan K2CrO7 0,01 N
1. Ambil 10 ml larutan K2CrO7 0,01 N, encerkan dengan aquadest sampai 40 ml 2. Tambahkan 2,4 ml HCl pekat
–
4. Titrasi larutan tersebut dengan Na2S2O3 sampai warna kuning hamper hilang 5. Tambahkan amylum 3-5 tetes sampai warna bitu
9. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hampir hilang 10.Catat kebutuhan Na2S2O3 seluruhnya
N Na2S2O3 = b. Menentukan kadar Cu2+ dalam sampel 1. Ambil 10 ml sampel
2. Test sampel jika terlalu asam tambahkan NH4OH sampai pH 3-5 dan jika terlalu basa tambahkan H2SO4 sampai pH 3-5
3. Masukkan 12 ml KI 0,1 N
4. Titrasi dengan Na2S2O3 sampai warna kuning hamper hilang 5. Tambahkan amylum 3-5 tetes sampai warna biru
6. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hamper hilang 7. Catat kebutuhan titran
Cu2+ (ppm) = ( V.N ) Na2S2O3 . BM Cu2+ .
Cu2+ (ppm) = ( V.N ) Na2S2O3 . BM Cu2+ .
mol / L c. Standarisasi KMnO4 dengan Na2C2O4 0,1 N
1. Ambil 10 ml larutan, Na2C2O4 0,1 N kemudian masukkan dalam Erlenmeyer 2. Tambahkan 6 ml H2SO4 6 N
3. Panaskan 70-80oC
4. Titrasi dalam keadaan panas dengan menggunakan KMnO4
5. Hentikan titrasi jika muncul warna merah jambu yang tidak hilang dengan pengocokkan
6. Catat kebutuhan KMnO4
N KMnO4= d. Kadar Fe dalam sampel
1. Persiapkan sampel beserta alat dan bahan
2. Ambil sampel dan tambahkan 20 ml asam sulfat encer
–
Reaksi yang terjadi :
MnO4- + 8 H+ + 5 Fe2+ Mn2+ + 4H2O + 5Fe3+ Perhitungan :
Mgzat = ml titran x N titran x BE zat BEzat =
Kadar =
2.4 Hasil Percobaan
Tabel 4.1. Kadar Cu2+ yang ditemukan, kadar Cu2+ yang asli berserta persen errornya.
Sampel Kadar asli Kadar yang ditemukan Persen error
I 599,04 ppm 140,41 ppm 76,56 %
II 838,65 ppm 140,16 ppm 83,28 %
III 958, 45 ppm 139,1 ppm 85,48 %
Tabel 4.2. Kadar Fe yang ditemukan, kadar Fe yang asli beserta persen errornya Sampel Kadar Fe yang ditemukan Kadara Fe yang asli Persen error
I 0,0807 % 0,0374 % 115,78 %
II 0,0795 % 0,0381 % 108,66 %
III 0,0611 % 0,0395 % 54,68 %
PRAKTIKAN
ERNA LISTYANINGRUM
MENGETAHUI
ASISTEN
–
LAMPIRAN
–
REFFERENSI
INDIKATOR
Indikator yang digunakan pada titrasi iodimetri dan iodometri adalah larutan kanji .Kanji atau pati disebut juga amilum yang terbagi menjadi dua yaitu: Amilosa (1,4) atau disebut b-Amilosa dan Amilopektin (1,4) ; (1,6) disebut a-Amilosa.
Namun untuk indikator, lebih lazim digunakan larutan kanji, karena warna biru tua kompleks pati – iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar dalam larutan sedikit asam daripada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida. Molekul iod diukat pada permukaan beta amilosa, suatu konstituen kanji.
Indikator kanji yang dipakai adalah amilosa, karena jika dipakai amilopektin, maka akan membentuk kompleks kemerah-merahan (violet) dengan iodium, yang sulit dihilangkan warnanya karena rangkaiannya yang panjang dan bercabang dengan Mr= 50.000 – 1.000.000.
–
AMILUM atau AMILOSA
I. LATAR BELAKANG
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang (Kimball, 1983)
Pati adalah suatu polisakarida yang mengandung amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida berantai lurus bagian dari butir-butir pati yang terdiri atas molekul-molekul glukosa -1,4-glikosidik . Amilosa merupakan bagian dari pati yang larut dalam air, yang mempunyai berat molekul antara 50.000-200.000, dan bila ditambah dengan iodium akan memberikan warna biru.
Amilopektin merupakan polisakarida bercabang bagian dari pati, terdiri atas molekul-molekul glukosa yang terikat satu sama lain melalui ikatan 1,4-glikosidik dengan percabangan melalui ikatan 1,6-glikosidik pada setiap 20-25 unit molekul glukosa. Amilopektin merupakan bagian dari pati yang tidak larut dalam air dan mempunyai berat molekul antara 70.000 sampai satu juta. Amilopektin dengan iodium memberikan warna ungu hingga merah (Lehninger, 1988). atau asam dilakukan oleh asam atau enzim. Jika pati dipanaskan dengan asam akan terurai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil secara berurutan dan hasilnya adalah glukosa.
Perbedaannya adalah jika pada hidrolisa amilum dengan menggunakan enzim menghasilkan maltosa, sedangkan pada hidrolisa amilum dengan menggunakan asam dapat langsung menghasilkan glukosa. Maltosa merupakan hasil antara dalam proses hidrolisis amilum dengan asam maupun dengan enzim. Maltosa mudah larut dalam air dan mempunyai rasa lebih manis daripada laktosa, tetapi kurang manis daripada sukrosa.
–
jauh menjadi maltosa (dua unit glukosa) dan akhirnya maltosa pecah menjadi glukosa.
Salah satu cara yang dapat membantu penyediaan gula di Indonesia adalah membuat sirup glukosa (gula cair) dari pati. Sirup glukosa adalah nama dagang dari produk hasil hidrolisa pati. Produksi sirup glukosa ini diharapkan dapat menunjang kebutuhan gula di Indonesia pada saat ini dan masa mendatang atau setidaknya dapt berguna pada keadaan tertentu. Sirup glukosa juga dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam proses pengolahan bahan makanan, misalnya dalam pembuatan kue, es krim, permen dan lain-lain. Disamping mencari alternatif bahan substitusi gula. Gula alternatif yang sekarang sudah digunakan antara lain adalah gula siklamat dan stearin yang merupakan gula sintesis, serta gula dari pati seperti sirup glukosa, fruktosa, maltosa, manitol, sorbitol dan xilitol. tersebut melimpah di Indonesia. Diantara gula dari pati tersebut, sirup glukosa dan fruktosa mempunyai prospek yang baik untuk mensubtitusi gula pasir.
Amilum dapat dijadikan sirup glukosa dengan cara hidrolisa asam,ataupun enzim. Pada hidrolisa tersebut keduanya menghasilkan gula reduksi. Hidrolisa pati II. PENDAHULUAN
Amilum merupakan suatu senyawa organik yang tersebar luas pada kandungan tanaman. Amilum dihasilkan dari dalam daun-daun hijau sebagai wujud
penyimpanan sementara dari produk fotosintesis. Amilum juga tersimpan dalam bahan makanan cadangan yang permanen untuk tanaman, dalam biji, jari-jari teras, kulit batang, akar tanaman menahun, dan umbi.
Umumnya amilum terdapat pada makanan pokok kita, seperti beras, roti, sagu, kentang, ubi, dll.
Secara umum, gula terdiri dari gula sederhana (glukosa, fuktosa, galakstosa). Amilum ini terdiri dari 3-10 gula sederhana yang saling berikatan.Amilum
–
pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi. Penjelasan untuk gejala ini belum pernah bisa tuntas dijelaskan. Amilum terdiri dari 20% bagian yang larut air (amilosa) dan 80% bagian yang tidak larut air (amilopektin). Hidrolisis amilum oleh asam mineral menghasikan glukosa sebagai produk akhir secara hampir kuantitatif.
Dalam buku ini, penulis akan menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan amilum, baik itu rumus molekulnya, sifat-sifatnya, fungsi, manfaat dan juga hal yang berhubungan dengan Amilum lainnya.
III. PEMBAHASAN
Amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Amilum sering disebut juga dengan sebutan
“pati”. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk
menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting.
Amilum mempunyai Rumus Molekul (C6H10O5)n, Densitas 1.5
g/cm3.Dalam air dingin amilum tidak akan larut tetapi apabila suspensi dalam air dipanaskan akan terjadi suatu larutan koloid yang kental, memberikan warna ungu pekat pada tes iodin dan dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan glukosa.
Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi. Penjelasan untuk gejala ini belum pernah bisa tuntas dijelaskan.
1. Karakteristik Amilum
Amilum
Identifikasi
–
2. Terminologi
Dalam bahasa sehari-hari (bahkan kadang-kadang di khazanah ilmiah), istilah "pati" kerap dicampuradukkan dengan "tepung" serta "kanji". "Pati" (bahasa Inggris starch) adalah penyusun (utama) tepung. Tepung bisa jadi tidak murni hanya mengandung pati, karena ter-/dicampur dengan protein, pengawet, dan sebagainya. Tepung beras mengandung pati beras, protein, vitamin, dan lain-lain bahan yang terkandung pada butir beras. Orang bisa juga mendapatkan tepung yang merupakan campuran dua atau lebih pati. Kata 'tepung lebih berkaitan dengan komoditas ekonomis. Kerancuan penyebutan pati dengan kanji
tampaknya terjadi karena penerjemahan. Kata 'to starch' dari bahasa Inggris memang berarti 'menganji' ('memberi kanji') dalam bahasa Melayu/Indonesia, karena yang digunakan memang tepung kanji.
3. Sumber Amilum
Nomor EC 232-679-6
Nomor RTECS GM5090000
Sifat
Rumus molekul (C6H10O5)n
Penampilan bubuk putih
Densitas 1.5 g/cm3
Titik leleh decomp.
Kelarutan dalam air tidak
Bahaya
MSDS ICSC 1553
Indeks EU not listed
Suhu swanyala 410 °C
Kecuali dinyatakan sebaliknya, data di atas berlaku
pada temperatur dan tekanan standar (25°C, 100 kPa)
–
Pati yang diperdagangkan dapat diperoleh dari berbagai bagian tanaman, misalnya endosperma biji tanaman gandum, jagung dan padi ; dari umbi kentang ; umbi akar
Manihot esculenta (pati tapioka); batang Metroxylon sagu (pati sagu); dan rizom umbi tumbuhan bersitaminodia yang meliputi Canna edulis, Maranta arundinacea, dan Curcuma angustifolia (pati umbi larut)
Tanaman dengan kandungan amilum yang digunakan di bidang farmasi adalah
Zea mays (jagung), Oryza sativa (beras), Solanum tuberosum (kentang), Triticum aesticum (gandum), Maranta arundinacea (garut), Ipomoea batatas (ketela rambat),
Manihot utilissima (ketela pohon). 4. Struktur Amilum
Kandungan pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda.
5. Sifat-sifat Amilum
Amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau yang mempunyai Rumus Molekul (C6H10O5)n, Densitas 1.5 g/cm3.
Dalam air dingin amilum tidak akan larut tetapi apabila suspensi dalam air dipanaskan akan terjadi suatu larutan koloid yang kental, memberikan warna ungu pekat pada tes iodin dan dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan glukosa.
Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Kandungan pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda.
Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Pati digunakan sebagai bahan untuk memekatkan makanan cair seperti sup dan sebagainya. Dalam industri, pati dipakai sebagai komponen perekat,
–
Pati digunakan sebagai bahan yang digunakan untuk memekatkan makanan cair seperti sup dan sebagainya. Dalam industri, pati dipakai sebagai komponen perekat, campuran kertas dan tekstil, dan pada industri kosmetika.
Diatas disebutkan bahwa amilum sering dicampuradukan dengan kanji. Biasanya kanji dijual dalam bentuk tepung serbuk berwarna putih yang dibuat dari ubi kayu sebelum dicampurkan dengan air hangat untuk digunakan.
Kanji juga digunakan sebagai pengeras pakaian dengan menyemburkan larutan kanji cair ke atas pakaian sebelum disetrika. Kanji juga digunakan sebagai bahan perekat atau lem.
Selain itu, serbuk kanji juga digunakan sebagai penyerap kelembapan, sebagai contoh, serbuk kanji disapukan pada bagian kelangkang bayi untuk mengurangi gatal-gatal. Kanji lebih efektif dibandingkan bedak bayi karena kanji menyerap kelembapan dan menjaga agar pelapis senantiasa kering. Tes kanji dilakukan untuk mengetes adanya iodin.
7. Fungsi Amilum di Bidang Farmasi
Pada bidang farmasi, amilum terdiri dari granul-granul yang diisolasi dari Zea mays Linne (Graminae), Triticum aesticum Linne (Graminae), dan Solanum
tuberosum Linne (Solanaceae). Granul amilum singkong berbentu polygonal, membulat atau sferoidal dam mempunyai garis tengah 35 mm
Amilum gandum dan kentang mempunyai komposisi yang kurang seragam, masing-masing mempunyai 2 tipe granul yang berbeda. .
Amilum digunakan sebagai bahan penyusun dalam serbuk awur dan sebagai bahan pembantu dalam pembuatan sediaan farmasi yang meliputi bahan pengisi tablet, bahan pengikat, dan bahan penghancur.
Sementara suspensi amilum dapat diberikan secara oral sebagai antidotum terhadap keracunan iodium dam amilum gliserin biasa digunakan sebagai emolien dan sebagai basis untuk supositoria
–
baik, tidak mempunyai sifat pengikat sehingga hanya digunakan sebagai pengisi tablet bagi bahan obat yang mempunyai daya alir baik atau sebagai musilago, bahan pengikat dalam pembuatan tablet cara granulasi basah.
Amilum hidroksi-etil adalah bahan yang semisintetik yang digunakan sebagai pengencer plasma (dalam larutan 6%). Ini merupakan pengibatan tasmbahan untuk kejutan yang disebabkan oleh pendarahan, luka terbakar, pembedahan, sepsis, dan trauma lain. Sediaan amilum yang terdapat dalam pasaran adalah Volex®
Fungsi amilum dalam dunia farmasi tergolong banyak dan penting. Bahkan sudah ada sediaan yang dipasarkan. Sebaiknya dapat dimaksimalkan penggunaannya dan dilestarikan pula tanaman-tanaman yang mengandung amilum untuk kelancaran dalam bidang farmasi.
IV. PEMBUATAN AMILUM JAGUNG KARAKTERISTIK JAGUNG
Dalam upaya pengembangan produk pertanian diperlukan informasi tentang karakteristik bahan baku, meliputi sifat fisik, kimia, fisiko-kimia, dan gizi.
Berdasarkan karakteristik bahan baku dapat disusun kriteria mutu dari produk yang akan dihasilkan maupun teknik dan proses pembuatannya. Karakteristik Pati Jagung diantaranya mengandung Biji jagung mengandung pati 54,1-71,7%, sedangkan kandungan gulanya 2,6-12,0%. Karbohidrat pada jagung sebagian besar merupakan komponen
pati, sedangkan komponen lainnya adalah pentosan, serat kasar, dekstrin, sukrosa, dan gula pereduksi.
Bentuk dan Ukuran Granula Pati Bentuk dan ukuran granula pati jagung
dipengaruhi oleh sifat biokimia darikhloroplas atau amyloplasnya. Sifat birefringence adalah sifat granula pati yang dapat merefleksi cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop polarisasi membentuk bidang berwarna biru dan kuning.
–
Bentuk granula merupakan ciri khas dari masing-masing pati. Juliano dan Kongseree (1968) mengemukakan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara gelatinisasi dengan ukuran granula pati, tetapi suhu gelatinisasi mempunyai hubungan dengan kekompakan granula, kadar amilosa, dan amilopektin.
Pati jagung mempunyai ukuran granula yang cukup besar dan tidak homogen yaitu 1-7µm untuk yang kecil dan 15-20 µm untuk yang besar.
Granula besar berbentuk oval polyhedral dengan diameter 6-30 µm. Granulapati yang lebih kecil akan memperlihatkan ketahanan yang lebih kecil
terhadap perlakuan panas dan air dibanding granula yang besar.
Pengamatan dengan DSC pada berbagai ukuran granula memperlihatkannilai entalpi dan kisaran suhu gelatinisasi yang lebih rendah dari ukuran
granula yang lebih besar (Singh et al. 2005).
Amilosa dan Amilopektin Pati Dibanding sumber pati lain, jagung mempunyai beragam jenis pati, mulai dari amilopektin rendah sampai tinggi. Jagung dapat digolongkan menjadi empat jenis berdasarkan sifat patinya, yaitu jenis normal mengandung 74-76% amilopektin dan 24-26% amilosa, jenis waxy mengandung 99% amilopektin, jenis amilomaize mengandung 20% amilopektin atau 40-70% amilosa, dan jagung manis mengandung sejumlah sukrosa di samping pati.
Jagung normal mengandung 15,3-25,1% amilosa, jagung jenis waxy
hampirtidak beramilosa, jagung amilomize mengandung 42,6-67,8% amilosa, jagung manis mengandung 22,8% amilosa. Amilosa memiliki 490 unit glukosa per molekul dengan rantai lurus 1-4 a glukosida, sedangkan amilopektin memiliki 22 unit glukosa per molekul dengan ikatan rantai lurus 1-4 a glukosida dan rantai cabang 1,6- a glukosida.
V. MANFAAT PATI AMILUM
–
yang sejuk. Di daerah tropis cocok ditanam di dataran tinggi. Tanaman kentang merupakan tanaman semusim. Umbi kentang berbentuk bulat sampai lonjong dengan ukuran yang beragam. Secara fisiologis umbi kentang merupakan organ
penyimpanan makanan.
Kentang merupakan lima kelompok besar makanan pokok dunia selain gandum, jagung, beras, dan terigu. Bagian utama kentang yang menjadi bahan makanan adalah umbi, yang merupakan sumber karbohidrat, mengandung vitamin dan mineral cukup tinggi. Selain karbohidrat, kentang juga kaya vitamin C. Hanya dengan makan 200 gram kentang, kebutuhan vitamin C sehari terpenuhi. Kalium yang dikandungnya juga bisa mencegah hipertensi. Lebih dari itu, kentang dapat dibuat minuman yang berkhasiat untuk mengurangi gangguan saat haid.
Kentang memiliki kadar air cukup tinggi, yaitu sekitar 80 persen. Itulah yang menyebabkan kentang segar mudah rusak, sehingga harus disimpan dan ditangani dengan baik. Pengolahan kentang menjadi kerupuk, tepung, dan pati, merupakan upaya untuk memperpanjang daya guna umbi tersebut. Pati kentang mengandung amilosa dan amilopektin dengan perbandingan 1:3. Dari tepung dan pati kentang, selanjutnya dihasilkan berbagai produk pangan olahan dengan beragam citarasa yang enak dan penampilan menarik.
Kandungan karbohidrat pada kentang mencapai sekitar 18 persen, protein 2,4 persen dan lemak 0,1 persen. Total energi yang diperoleh dari 100 gram kentang adalah sekitar 80 kkal.
Dibandingkan beras, kandungan karbohidrat, protein, lemak, dan energi kentang lebih rendah. Namun, jika dibandingkan dengan umbi-umbian lain seperti singkong, ubi jalar, dan talas, komposisi gizi kentang masih relatif lebih baik. Kentang
merupakan satu-satunya jenis umbi yang kaya vitamin C, kadarnya mencapai 31 miligram per 100 gram bagian kentang yang dapat dimakan. Umbi-umbian lainnya sangat miskin akan vitamin C. Kebutuhan vitamin C sehari 60 mg, untuk
–
tercapai. Demikian juga halnya dengan sebagian besar kebutuhan akan vitamin B dan zat besi.
Berikut ini merupakan zat-zat yang terkandung di dalam umbi kentang. Tabel 1. Kandungan Gizi kentang per 100 g
Dari tabel di atas sangat jelas terlihat bahwa kentang memiliki banyak kandungan zat dan vitamin. Diantara kandungan tersebut antara lain : Protein, Lemak, Karbohidrat, Kalsium, Kalsium, Fosfor, Serat, Besi, Vitamin A, Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin C dan Niacin.
Kentang memiliki banyak kandungan zat dan vitamin. Hal ini tentu menjadikan kentang sebagai tanaman tang berguna dan bermanfaat bagi manusia. Berikut ini beberapa manfaat dari tanaman kentang, seperti : a. Menambah berat badan.
Kandungan : karbohidrat dan sedikit protein.
b. Pencernaan.
Kandungan : karbohidrat, maka kentang juga mudah dicerna tubuh.
c. Kesehatan kulit.
Kandungan Gizi Jumlah
Energi 83,00 kal
Protein 2,00 g
Lemak 0,10 g
Karbohidrat 19,10 g
Kalsium 11,00 mg
Fosfor 56,00 mg
Serat 0,30 g
Besi 0,70 mg
Vitamin A 0,00 RE
Vitamin B1 0,09 mg
Vitamin B2 0,03 mg
Vitamin C 16,00 mg
–
Kandungan: Vitamin C dan B kompleks serta mineral seperti potassium,
magnesium, fosfro dan seng. Manfaat: untuk menghilangkan jerawat atau noda di wajah.
d. Rematik.
Kandungan : Vitamin, kalsium dan magnesium e. Peradangan.
Kandungan :vitamin C, potassium dan vitamin B06. f. Fungsi otak.
Baik buruknya fungsi kinerja otak sangat tergantung pada kadar glukosa, suplai oksigen, beberapa jenis vitamin B kompleks, beberapa hormon, asam amino dan asam lemak omega 3
g. Enyahkan Kantong Mata. Kandungan : zat catecholase h. Diabetes
Kandungan: zat pati (amilosa), protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi, belerang i. serta vitamin A,B, dan C.
Kentang memiliki kandungan energy sebesar 83,00 kal. Energy itu berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Dengan jumlah karbohidrat sebesar 19,10g maka kentang memiliki kadar amilum yang cukup tinggi. Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang.
Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Amilum merupakan sumber energi utama bagi orang dewasa di seluruh penduduk dunia, terutama di negara berkembang oleh karena di konsumsi sebagai bahan makanan pokok. Disamping bahan pangan kaya akan amilum juga mengandung protein, vitamin, serat dan beberapa zat gizi penting lainnya.
–
membentuk rantai linier. Sedangkan amilopektin terdiri dari rantai-rantai amilosa
(ikatan α(1-4)) yang saling terikat membentuk cabang dengan ikatan glikosida α -(1-6).
Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi.
Pada anatomi buah kentang terdapat vakuola, plastida, dan amiloplas. Vakuola berisi antara lain garam-garam organik, glikosida, alkaloid , enzim, butir-butir pati. Dalam buah kentang, amilum terdapat pada amiloplas (tempat menyimpan amilum). Amiloplas merupakan bagian dari jenis Plastida yang disebut lekoplas. Lekoplas merupakan plastida berwarna putih berfungsi sebagai penyimpan makanan. Butir pati terdiri atas lapisan-lapisan yang mengelilingi suatu titik yang disebut hilum. Hilum pada kentang terletak di pinggir(eksentrik).
Plastida bertanggung jawab untuk fotosintesis, penyimpanan produk seperti pati dan untuk sintesis memiliki kemampuan untuk membedakan, atau
redifferentiate, antara ini dan bentuk-bentuk lain. Semua plastida berasal dari
proplastids (sebelumnya “eoplasts”, eo -: fajar, awal), yang hadir dalam meristematik daerah tanaman. Proplastids dan kloroplas muda umumnya membagi, tetapi lebih dewasa kloroplas juga memiliki kapasitas ini.
Dalam tanaman, plastida dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, tergantung pada fungsi yang mereka butuhkan untuk bermain dalam sel. Plastida (proplastids)
dapat berkembang menjadi salah satu plastida berikut: Kloroplas: untuk fotosintesis
Chromoplasts: untuk pigmen sintesis dan penyimpanan
Leucoplasts: untuk monoterpene sintesis; leucoplasts kadang-kadang lebih khusus berdiferensiasi menjadi plastida:
–
c. Elaioplasts :untuk menyimpan lemak
d. Proteinoplasts :untuk menyimpan dan memodifikasi protein
Lamela adalah lapisan pada amilum. Lamela terbentuk karena pemadatan molekul dan perbedaan kadar air pada awal pertumbuhan amilum.
Pada butir kentang jangka waktu pembentukan lapisan-lapisan bergantung pada faktor-faktor endogen.
Amilum merupakan salah satu bagian dari sel yang bersifat non protoplasmik yang ada di dalam plastida. Perkembangan amilum dimulai dengan terbentuknya hilus/hilum, kemudian diikuti oleh pembentukan lamela yang semakin banyak. Kandungan amilum umbi kentang semakin meningkat dari minggu ke –13.
Kandungan klorofil mengalami peningkatan maksimal pada usia 7 minggu setelah itu mengalami penurunan. Amilum pada kentang merupakan amilum setengah majemuk
diadelf. Amilum setengah majemuk diadelf adalah butir amilum yang mempunyai lebih dari satu hilum yang masing-masing dikelilingi lamela dan di luarnya
dikelilingi lamela bersama
Dalam bahasa sehari-hari (bahkan kadang-kadang di khazanah ilmiah), istilah
“pati” kerap dicampuradukkan dengan “tepung” serta “kanji“. “Pati” (bahasa Inggris
starch) adalah penyusun (utama) tepung. Tepung bisa jadi tidak murni hanya mengandung pati, karena ter-/dicamp