• Tidak ada hasil yang ditemukan

sma11kim Kimia AriHarnanto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "sma11kim Kimia AriHarnanto"

Copied!
302
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Kimia

2

Ari Harnanto

Ruminten

(3)

Kimia 2

Untuk SMA/MA Kelas XI

Disusun oleh: Ari Harnanto Ruminten

Editor : Endang S.W.

Setting : Lia

Layout : Gurdiono, dkk. Ilustrasi : Tesa

Cover : Picxel

Hak Cipta Pada Departemen Pendidikan Nasional Dilindungi Undang-undang

Hak Cipta Buku ini dibeli oleh Departemen Pendidikan Nasional dari Penerbit Seti-Aji

Diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2009

Diperbanyak oleh .... 540.7

ARI ARI Harnanto

Kimia 2 : Untuk SMA/MA Kelas XI / disusun Oleh Ari Harnanto, Ruminten ; editor, Endang S.W. ; ilustrasi, Tesa. — Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2009. v, 294 hlm. : ilus ; 25 cm.

Bibliografi : hlm. 282 Indeks

ISBN 978-979-068-183-5

1. Kimia-Studi dan Pengajaran I. Judul II. Ruminten III. Endang S.W IV. Tesa

(4)

Kata Sambutan

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya,Pemerintah, dalam hal ini, Departemen Pendidikan Nasional, pada tahun 2008, telah membeli hak cipta buku teks pelaja-ran ini dari penulis/penerbit untuk disebarluaskan kepada masyarakat-melalui situs internet (website) Jaringan Pendidikan Nasional.

Buku teks pelajaran ini telah dinilai oleh Badan Standar Nasional Pendidikan dan telahditetapkan sebagai buku teks pelajaran yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pem-belajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun2007 tanggal 25 Juli 2007.

Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para penulis/penerbit yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya kepada Departemen Pendidikan Nasionaluntuk diguna-kan secara luas oleh para siswa dan guru di seluruh Indonesia.

Buku-buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada Departemen Pendidikan Nasional ini, dapat diunduh (down load), digandakan, dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi oleh masyarakat. Namun, untuk penggandaan yang bersifat komersial harga penjualannya harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Diharapkan bahwa buku teks pelajaran ini akan lebih mudah diakses sehingga siswa dan guru di seluruh Indonesia maupun sekolah Indonesia yang berada di luar negeri dapat memanfaatkan sumber belajar ini. Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini.

(5)

Kata Pengantar

Perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi dewasa ini merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi era globalisasi, khususnya bagi para siswa dan guru. Oleh karena itu, diharapkan para siswa dan guru lebih giat dan tekun dalam belajar, salah satunya melalui sumber belajar yaitu buku-buku pelajaran yang relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tersebut. Itulah perlunya buku Kimia Jilid 1, 2, dan 3 kami susun.

Buku ilmu kimia ini disusun dengan harapan dapat menjadi pelengkap bagi siswa dan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang sesuai dengan metode yang terus dikembangkan oleh pemerintah saat ini.

Beberapa materi disajikan dalam bentuk percobaan, hal ini dimaksudkan agar siswa dapat memperoleh pengertian yang lebih jelas serta memiliki keterampilan. Istilah-istilah yang digunakan dalam buku ini adalah istilah-istilah yang lazim digunakan dan disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dari IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry). Selain itu, pada bagian akhir setiap materi pokok bahasan atau bab disertai rangkuman dan latihan soal/evaluasi untuk mengetahui sejauh mana materi tersebut dapat dikuasai atau dituntaskan oleh setiap siswa.

Kami menyadari bahwa penyusunan buku ini masih perlu penyempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi perbaikan dan penyempurnaan buku ini.

Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan serta terwujudnya buku ini.

(6)

Kata Sambutan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi

v

Bab 1 Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia... 1

I. Struktur Atom... 2

A. Perkembangan Teori Atom ... 2

B. Bilangan Kuantum dan Bentuk Orbital ... 7

C. Konfigurasi Elektron dalam Atom ... 12

II. Sistem Periodik... 22

A. Sistem Periodik dan Hubungannya dengan Konfigurasi Elektron dalam Atom ... 24

B. Hubungan Sistem Periodik dengan Elektron Valensi Unsur-unsur ... 31

III. Ikatan Kimia... 32

A. Bentuk Molekul Berdasarkan Teori Domain Elektron ... 33

B. Gaya Antarmolekul ... 41

Uji Kompetensi ... 49

Bab 2 Termokimia... 53

A. Hukum Kekekalan Energi ... 55

B. Reaksi Eksoterm dan Endoterm ... 56

C. Perubahan Entalpi Standar ... 58

D. Menentukan DH Reaksi Secara Eksperimen ... 62

E. Hukum Hess ... 65

F. Menghitung DH Reaksi dengan Menggunakan Data Energi Ikatan ... 68

G. Kalor yang Dihasilkan Bahan Bakar ... 71

Uji Kompetensi ... 77

Bab 3 Laju Reaksi... 81

A. Pengertian Laju Reaksi ... 83

B. Faktor-faktor yang Memengaruhi Laju Reaksi ... 85

C. Teori Tumbukan ... 95

Uji Kompetensi ... 103

Bab 4 Kesetimbangan Kimia... 107

A. Kesetimbangan Dinamis ... 109

B. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pergeseran Kesetimbangan ... 112

C. Pergeseran Kesetimbangan (Asas Le Chatelier) ... 118

D. Hubungan Kuantitatif antara Pereaksi dan Hasil Reaksi Kesetimbangan ... 123

E. Aplikasi Keseimbangan Kimia dalam Industri ... 127

Uji Kompetensi ... 131

DAFTAR ISI

(7)

Bab 5 Larutan Asam Basa... 135

A. Teori Asam dan Basa Menurut Arrhenius ... 137

B. Konsep Asam Basa Bronsted dan Lowry ... 140

C. Teori Asam Basa Lewis ... 142

D. Indikator Asam dan Basa ... 145

E. Kekuatan Asam dan Basa ... 153

F. Derajat Keasaman/pH ... 159

G. Berbagai Jenis Reaksi dalam Larutan ... 165

H. Titrasi Asam Basa ... 171

I. Reaksi Penetralan ... 173

Uji Kompetensi ... 184

Bab 6 Larutan Buffer... 189

A. Pengertian Larutan Buffer ... 190

B. Macam-macam Larutan Buffer ... 191

C. Sifat Larutan Buffer ... 194

D. Fungsi Larutan Buffer ... 198

Uji Kompetensi ... 202

Bab 7 Hidrolisis Garam... 205

A. Pengertian Hidrolisis Garam ... 207

B. Macam-macam Hidrolisis Garam ... 209

C. Penggunaan Hidrolisis ... 214

Uji Kompetensi ... 218

Bab 8 Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan... 221

A. Pengertian Kelarutan ... 222

B. Hasil Kali Kelarutan (Ksp) ... 224

C. Hubungan Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ... 225

D. Kelarutan Garam dalam Air ... 226

E. Pengaruh Ion Sejenis/Ion Senama ... 227

Uji Kompetensi ... 230

Bab 9 Sistem Koloid... 235

A. Macam-macam Dispersi ... 237

B. Macam-macam Koloid ... 243

C. Penggunaan Sistem Koloid ... 245

D. Sifat-sifat Koloid ... 250

E. Pembuatan Koloid ... 263

Uji Kompetensi ... 270

Glosarium... 273

Daftar Pustaka... 282

Kunci Jawaban... 283

Lampiran... 285

(8)

Gambar 1.1 Struktur atom Sumber: Hamparan Dunia Ilmu Time-Life

Pada bab pertama ini akan dipelajari hal-hal tentang perkembangan teori atom, bilangan kuantum dan bentuk orbital, konfigurasi elektron dalam atom, sistem periodik dan hubungannya dengan konfigurasi elektron, bentuk molekul, dan gaya antarmolekul.

BAB 1

(9)

1. Spektrum Unsur

Bila sinar matahari dilewatkan melalui sebuah prisma, maka sinar matahari tersebut akan diuraikan menjadi

A. Perkembangan Teori Atom

I. Struktur Atom

Sejak zaman Yunani teori atom telah banyak diusul-kan orang namun selalu ada kelemahan-kelemahannya sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Baru tahun 1913 Bohr berhasil memperbaiki teori atom Rutherford berdasarkan pengamatannya terhadap spektrum atom unsur-unsur terutama spektrum atom hidrogen.

Bab 1

Struktur Atom, Sistem Periodik, dan

Ikatan Kimia

Tujuan Pembelajaran

Setelah mencari informasi dari literatur diharapkan siswa mampu: 1. Menjelaskan teori mekanika kuantum.

2. Menentukan empat macam bilangan kuantum. 3. Menuliskan konfigurasi elektron dan diagram orbital. 4. Menjelaskan pengertian periode dan golongan.

5. Mencari letak suatu unsur dalam periode dan golongan.

(10)

beberapa warna yang saling meliputi (tidak ada batas yang jelas antara dua warna yang berurutan), spektrum yang demikian disebut spektrum kontinu (spektrum serbaterus).

Frekuensi (v) menyatakan banyaknya gelombang yang melalui suatu titik tiap detik.

Hubungan antara panjang gelombang, frekuensi, dan kecepatan cahaya sebagai berikut.

v = O c

v = frekuensi (detik–1)

c = kecepatan cahaya (3 ˜ 108 m detik–1) O = panjang gelombang (m)

Teori Kuantum Radiasi Planck

Pada tahun 1900 Planck mengemukakan teori kuantum yang menyatakan bahwa energi suatu benda hanya dapat berubah (bertambah atau berkurang) dengan suatu kelipatan dari satuan energi yang disebut kuantum.

Gambar 1.2 Warna-warna tersebut menunjukkan tingkat energi yang mempunyai panjang gelombang (O) tertentu.

Sumber: Chang, Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti Sinar putih

Celah

Prisma

Layar Un

g

u

N

ila

Bi

ru

H

ija

u

Ku

n

in

g

O

ra

n

y

e

Ji

n

g

g

a

Me

ra

(11)

Hukum Planck menyatakan bahwa energi suatu kuantum tidak tetap, tetapi tergantung pada frekuensi radiasi.

E = h v

E = energi kuantum (joule)

h = tetapan Planck (6,625 u 10–34 joule detik) v = frekuensi radiasi (detik–1)

v = O c

c = kecepatan cahaya (3 u 108 m.detik–1) O = panjang gelombang (m)

Hukum Planck dapat ditulis dalam bentuk:

E = hOc

Contoh Soal:

Tentukan besarnya energi foton sinar kuning dengan panjang gelombang 589 nm!

Jawab:

E = h ˜ v = h O c

h = 6,63 u 10–34 Jdet

c = 3 u 108 m.det–1

O = 589 nm = 589 u 10–9 m

Jadi, E = (6,63 u 10–34 Jdet) u 8 1

9 3 10 m.det

589 10 m

u

(12)

2. Teori Atom Bohr

Teori atom Bohr bertitik tolak pada anggapan berikut.

a. Elektron-elektron dalam mengelilingi inti berada pada tingkat energi (lintasan) tertentu, dengan demikian elektron juga mempunyai energi tertentu.

b. Bertentangan dengan teori elektrodinamika Maxwell, selama elektron bergerak dalam lintasannya tidak memancarkan energinya dalam bentuk radiasi.

c. Elektron dapat pindah dari tingkat energi (lin-tasan) yang rendah ke tingkat energi (lin(lin-tasan) yang lebih tinggi bila menyerap energi dan sebaliknya elektron dapat pindah dari tingkat energi (lintasan) yang tinggi ke tingkat energi (lintasan) yang lebih rendah bila melepas energi.

Contoh:

- Lintasan I mempunyai tingkat energi E1 - Lintasan II mempunyai tingkat energi E2 - Lintasan III mempunyai tingkat energi E3 dan seterusnya

Banyaknya energi yang diserap atau dipancarkan dapat dihitung dari teori kuantum berikut.

'E = E2E1 = h v = h O c

= h c v

3. Teori Atom Modern

Sekarang kita akan mempelajari pengembangan teori atom modern berdasarkan konsep mekanika gelom-bang.

Pada tahun 1900, Max Planck (1858–1947) mengemukakan bahwa gelombang cahaya memiliki sifat partikel, dan transfer suatu radiasi elektromagnetik ber-Gambar 1.3 Teori atom Bohr

menyerap energi

membebaskan energi

K L

M N

E1 E2 E3 n = 1

n = 2

n = 3

(13)

langsung dalam paket atau satuan energi yang disebut kuantum (kata tanya dalam bahasa Latin yang artinya berapa?). Teori Planck ini dibuktikan oleh Albert Einstein (1879–1955) tahun 1905, yang menerangkan bahwa gelombang cahaya tersusun dari foton-foton.

Kemudian pada tahun 1923, Louis de Broglie (1892– 1987) menjelaskan bahwa suatu partikel, misalnya elektron, ternyata memiliki sifat gelombang. Berdasarkan konsep dualisme partikel gelombang ini, Erwin Schrodinger (1887– 1961) dan Werner Heisenberg (1901–1976) pada tahun 1926 mengemukakan bahwa posisi atau lokasi suatu elektron dalam atom tidak dapat ditentukan secara pasti. Kita hanya dapat memastikan kemungkinan lokasi elektron tersebut. Sebagai analogi, pada sebuah kipas angin (fan) yang sedang berputar terlihat bahwa daun-daun kipas itu memenuhi seluruh bidang. Kita tidak dapat memastikan lokasi sekeping daun kipas itu pada saat tertentu, tetapi kita dengan mudah dapat memastikan tempat ia mungkin ditemukan.

Teori atom modern menerangkan bahwa elektron-elektron dalam atom menempati suatu ruang atau “awan” yang disebut orbital, yaitu ruang tempat elektron paling mungkin ditemukan. Orbital merupakan tingkat energi tertentu dalam atom. Pada tahun 1928, Wolfgang Pauli (1900–1958) mengemukakan bahwa setiap orbital mampu menampung maksimum dua elektron. Elektron-elektron bergerak mengelilingi inti pada tingkat energi atau kulit-kulit tertentu. Untuk mengimbangi gaya tolak-menolak di antara mereka, dua elektron dalam satu orbital selalu berotasi dalam arah yang berlawanan.

Beberapa orbital bergabung membentuk kelompok yang disebut subkulit. Subkulit bergabung membentuk kulit.

Satu kulit tersusun dari subkulit-subkulit. Satu subkulit tersusun dari orbital-orbital.

Satu orbital menampung maksimum dua elektron.

Gambar 1.4 Max Planck (1858–1947)

(14)

B. Bilangan Kuantum dan Bentuk Orbital

Energi elektron dalam suatu orbital ditentukan oleh berbagai bilangan seperti bilangan kuantum utama (n), bilangan kuantum azimuth (l), dan bilangan kuantum magnetik (m). Energi perputaran elektron pada sumbunya ditentukan oleh bilangan kuantum spin (s).

1. Bilangan kuantum utama (n), berharga 1, 2, 3, 4, ... dan seterusnya. Bilangan kuantum ini sesuai dengan kulit-kulit elektron dalam suatu atom karena tingkat energi biasa dinyatakan dengan kulit.

Bilangan kuantum utama (n) : 1 2 3 4 ... Sesuai dengan kulit ke : 1 2 3 4 ... K L M N ...

Dengan demikian bilangan kuantum utama menunjukkan besarnya lintasan elektron.

2. Bilangan kuantum azimuth (l), berharga 0, 1, 2, 3, ... (n – 1) Bilangan kuantum ini menunjukkan di subkulit (sub-lintasan) mana elektron bergerak dan juga menentukan bentuk orbital.

subkulit l = 0 juga disebut orbital s (sharp) subkulit l = 1 juga disebut orbital p (principle) subkulit l = 2 juga disebut orbital d (diffuse) subkulit l = 3 juga disebut orbital f (fundamental)

Setiap kulit mempunyai subkulit sesuai nomor kulitnya, misalnya:

n = 1 (kulit K) mempunyai harga l = 0, ... (1 – 1) = 0 Kulit ke-1 (K) mempunyai subkulit, yaitu subkulit l = 0 atau orbital 1s

(15)

n = 3 (kulit M) mempunyai harga l = 0, ... (3 – 1) = 0, 1, 2 Kulit ke-3 (M) mempunyai 3 subkulit, yaitu: subkulit l = 0 atau orbital 3s

subkulit l = 1 atau orbital 3p subkulit l = 2 atau orbital 3d

n = 4 (kulit N) mempunyai harga l = 0, ... (4 – 1) = 0, 1, 2, 3

Kulit ke-4 (N) mempunyai 4 subkulit, yaitu: subkulit l = 0 atau orbital 4s

subkulit l = 1 atau orbital 4p subkulit l = 2 atau orbital 4d subkulit l = 3 atau orbital 4f

3. Bilangan kuantum magnetik (m), berharga –l, ..., 0, ... +l Bilangan kuantum ini menentukan kedudukan atau orientasi orbital, atau juga menunjukkan adanya satu atau beberapa tingkat energi setingkat yang merupakan penyusun suatu subkulit.

Setiap harga l mempunyai harga m.

Contoh:

Untuk n = 3 maka harga l = 0, 1, dan 2.

l = 0 (orbital s), harga m = 0 berarti mempunyai 1 tingkat energi atau 1 orbital.

l = 1 (orbital p), harga m = –1, 0, +1, berarti mempunyai 3 tingkat energi setingkat atau 3 orbital yaitu: px, py, dan pz.

l = 2 (orbital d), harga m = –2, –1, 0, +1, +2 berarti mempunyai 5 tingkat energi yang setingkat atau 5

orbital yaitu: dx – y, dy – z, dx – z,dx2y2, 2

z

d .

(16)

Kesimpulan:

orbital s (l = 0) mempunyai 1 orbital, yang harga m-nya = 0.

orbital p (l = 1) mempunyai 3 orbital, yang harga m-nya: –1, 0, dan +1.

orbital d (l = 2) mempunyai 5 orbital, yang harga m-nya: –2, –1, 0, +1, dan +2.

orbital f (l = 3) mempunyai 7 orbital, yang harga m-nya: –3, –2, –1, 0, +1, +2, dan +3.

Orbital pada suatu subkulit mempunyai bentuk tertentu dan letaknya dalam ruang tertentu pula.

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan mate-matis orbital s berbentuk bola, artinya: elektron yang ada pada orbital s berada sama jauh dan segala arah terhadap inti atom. Sedangkan orbital p mempunyai bentuk seperti balon terpilin. Orbital p mempunyai 3 orbital, masing-masing terletak pada sumbu x, y, dan z sehingga orbital p dibedakan atas px, py, dan pz.

Orbital d mempunyai 5 orbital tersebar di antara sumbu-sumbu ruang x, y, dan z yang masing-masing dibedakan

atas dz2, , dx2y2 dxz, dxy,dan dyz.

Gambar 1.5 Bentuk orbital s

z

y x

z

y x

px

Gambar 1.6 Bentuk orbital-orbital px, py, pz z

y x

py

z

y x

(17)

4. Bilangan kuantum spin (s), berharga 1

2 dan 1 2

(kemungkinan putar kanan = 1

2 dan kemungkinan

putar kiri = 1 2).

Bilangan kuantum ini memberikan gambaran tentang arah perputaran elektron pada sumbunya sendiri.

Setiap m mempunyai harga s = 1

2 dan s = 1 2

Gambar 1.7 Bentuk orbital-orbital d z axis

2

z d

y axis

2 2

x y d

y axis

xz d

y axis

xy d

z axis

x axis

yz d

Gambar 1.8 satu elektron mempunyai s = 1

2 atau

s = 1

2

Bilangan kuantum Banyaknya elektron pada:

n (kulit) l (subkulit) m s subkulit kulit

1 (K) 0 r1

2 2 2

2 (L) 0 (s) 0 r1

2 2

1 (p) –1 r1

2

0 r1

2 6 8

+1 r1

2

(18)

Bilangan kuantum Banyaknya elektron pada:

n (kulit) l (subkulit) m s subkulit kulit

3 (M) 0 (s) 0 r1

2 2

1 (p) –1 r1

2

0 r1

2 6

+1 r1

2

2 (d) –2 r1

2

–1 r1

2

0 r1

2 10 18

+1 r1

2

+2 r1

2

4 (N) 0 (s) 0 r1

2 2

1 (p) –1 r1

2

0 r1

2 6

+1 r1

(19)

Bilangan kuantum Banyaknya elektron pada:

n (kulit) l (subkulit) m s subkulit kulit

2 (d) –2 r1

2

–1 r1

2

0 r1

2 10

+1 r1

2

–2 r1

2

3 (f) –3 r1

2

–2 r1

2

–1 r1

2

0 r1

2 14 32

+1 r1

2

+2 r1

2

+3 r1

2

C. Konfigurasi Elektron dalam Atom

Konfigurasi elektron dalam atom menggambarkan lokasi semua elektron menurut orbital-orbital yang ditempati. Pengisian elektron dalam orbital-orbital mengikuti aturan-aturan berikut.

(20)

1. Prinsip Aufbau

Elektron akan mengisi orbital atom yang tingkat energi relatifnya lebih rendah dahulu baru kemudian mengisi orbital atom yang tingkat energinya lebih tinggi.

Untuk memberikan gambaran yang jelas bagaimana susunan tingkat energi itu, serta cara penamaannya, dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

7d

6f

7p

6d

5f

7s

6p

5d

4f

6s

5p

4d

5s

4p

3d

4s

3p

3s

2p

2s

1s

O n = 7

P n = 6

O n = 8

N n = 4

M n = 3

L n = 2

(21)

Untuk memudahkan urutan pengisian tingkat-tingkat energi orbital atom diperlukan bagan berikut.

Bagan 1.1 Urutan pengisian elektron pada orbital-orbital suatu atom.

Urutan tingkat energi orbital dari yang paling rendah sebagai berikut.

1so 2so 2po 3so 3po 4so 3do 4po 5s dan seterusnya

l = 0 1 2 3 4

n = 1

2

3

4

5

6

7

8

1s

2s 2p

3s 3p 3d

4s 4p 4d 4f

5s 5p 5d 5f 5g

6g

6s 6p 6d 6f

7s 7p 7d 7f

(22)

2. Aturan Hund

Pada pengisian orbital-orbital yang setingkat, elektron-elektron tidak membentuk pasangan lebih dahulu sebelum masing-masing orbital setingkat terisi sebuah elektron dengan arah spin yang sama.

Untuk mempermudah penggambaran maka orbital dapat digambarkan sebagai segi empat ( ) sedang kedua elektron yang berputar melalui sumbu dengan arah yang berlawanan digambarkan sebagai 2 anak panah dengan

arah yang berlawanan, 1

2 (searah dengan arah putaran

jarum jam) digambarkan anak panah ke atas ( ), –1 2 (berlawanan dengan arah putaran jarum jam) digambarkan anak panah ke bawah ( ).

Untuk elektron tunggal pada orbital s tidak masalah

1

2( ) atau 1 –

2( ), tetapi jika orbital s tersebut terisi 2

elektron, maka bilangan kuantum spinnya harus 1 2 dan 1

– 2( ).

Demikian pula untuk pengisian orbital p (l = 1), elektron pertama dapat menempati orbital px, py, atau pz. Sebab ketiga orbital p tersebut mempunyai tingkat energi yang sama.

orbital s dengan elektronnya digambar

orbital p dengan elektronnya digambar

orbital d dengan elektronnya digambar

Contoh:

Konfigurasi tingkat dasar dari:

Unsur Konfigurasi Konfigurasi dalam orbital

6C 1s2 2s2

1 2px

1 2py

(23)

7N 1s

2 2s2 2 1

x

p 2p1y 2p1z

8O 1s2 2s2 2px2

1 2py 2p1z

9F 1s2 2s2

2 2px

2 2py 2p1z

Perjanjian:

Pada pengisian elektron dalam orbital, elektron pertama yang mengisi suatu orbital ialah elektron yang

mempunyai harga spin 1

2 dan elektron yang kedua

mempunyai harga spin –1 2.

Berdasarkan pada tiga aturan di atas, maka kita dapat menentukan nilai keempat bilangan kuantum dari setiap elektron dalam konfigurasi elektron suatu atom unsur seperti pada tabel berikut ini.

1s 2s 2p

1s 2s 2p

1s 2s 2p

Nilai Elektron

ke-Orbital yang

ditempati n

Keterangan Konfigurasi

elektron

terakhir l m s

1 1s 1s1 1 0 0 1

2

2 1s 1s2 1 0 0 1

2

3 2s 2s1 2 0 0 1

2

4 2s 2s2 2 0 0 1

2

5 2p 2p1 2 1 –1 1

2

6 2p 2p2 2 1 0 1

2 aturan Hund

(24)

Nilai Elektron

ke-Orbital yang

ditempati n

Keterangan Konfigurasi

elektron

terakhir l m s

7 2p 2p3 2 1 +1 1

2 aturan Hund

8 2p 2p4 2 1 –1 1

2 aturan Hund

9 2p 2p5 2 1 0 1

2 aturan Hund

10 2p 2p6 2 1 +1 1

2 aturan Hund

Orbital penuh dan setengah penuh

Konfigurasi elektron suatu unsur harus menggam-barkan sifat suatu unsur. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa sifat unsur lebih stabil apabila orbital dalam suatu

atom unsur terisi elektron tepat 1

2penuh atau tepat penuh, terutama orbital-orbital d dan f (5 elektron atau 10 elektron untuk orbital-orbital d dan 7 elektron atau 14 elektron untuk orbital-orbital f).

Apabila elektron pada orbital d dan f terisi elektron 1 kurangnya dari setengah penuh/penuh, maka orbital d/f

tersebut harus diisi tepat 1

2penuh/tepat penuh. Satu elektron penggenapnya diambil dari orbital s yang terdekat.

Contoh:

Konfigurasi elektron:

24Cr: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d5

bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d4

Begitu pula konfigurasi elektron:

29Cu adalah 1s

2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d10

bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d9

(25)

Konfigurasi elektron ion positif dan ion negatif

Misalnya konfigurasi elektron ion K+ dan ion Cl–

19K: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6

Bila atom K melepaskan 1 elektron maka terjadi ion K+ yang mempunyai jumlah proton 19 dan elektron 19 – 1 = 18 Konfigurasi elektron ion K+: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6

17Cl: 1s 2

2s2 2p6 3s2 3p5

Bila atom Cl menerima 1 elektron maka terjadi ion Cl– yang mempunyai jumlah proton 17 dan elektron 17 + 1 = 18 Konfigurasi elektron ion Cl–: 1s2 2s2 2p6 3s2 2p5 Konfigurasi elektron ion K+ = ion Cl = atom Ar, peristiwa

semacam ini disebut isoelektronis.

Konfigurasi elektron yang tereksitasi

Konfigurasi elektron yang telah dibicarakan di atas adalah konfigurasi elektron dalam keadaan tingkat dasar. Konfigurasi elektron yang tereksitasi adalah adanya elektron yang menempati orbital yang tingkat energinya lebih tinggi.

Contoh:

Konfigurasi elektron C dalam keadaan dasar:

1s2 2s2 1 2px

1 2py 2pz

1 elektron pada orbital 2s dipromosikan ke orbital 2pz (tingkat energi 2pz > 2s) sehingga menjadi keadaan tereksitasi. Konfigurasi elektron C tereksitasi:

1s2 2s1 2 1

x

p 2p1y

1

(26)

Contoh soal:

1. Tentukan harga-harga bilangan kuantum yang paling mungkin untuk elektron ke-21 dari atom 21Sc!

Jawab:

n l = 0 l = 1 l = 2

1 s2

2 s2 p6 d1 elektron ke-21

3 s2 p6 d1

4 s2

Harga-harga bilangan kuantum yang paling mungkin untuk elektron ke-21 dari atom 21Sc adalah

n = 3 l = 2

m = salah satu dari –2, –1, 0, +1, +2

s = –1

2 atau 1 2

2. Berapa banyaknya elektron yang tidak berpasangan untuk atom 15P?

Jawab:

Konfigurasi atom 15P adalah

1s2 2s2 2p6 3s2 3p3

masing-masing orbital ini telah orbital ini belum penuh penuh terisi elektron terisi elektron

Menurut Hund distribusi elektron 3p3 tersebut adalah

1

3px 3p1y 3p1z

Dalam atom 15P terdapat 3 elektron yang tidak berpasangan. 3. Tentukan bilangan kuantum masing-masing elektron

pada atom 17Cl!

½

°

°

°

°

°

¾

°

°

°

°

°¿

½

°

°

°

°

°

°

°°

¾

°

°

°

°

°

°

°

(27)

Elektron n l m s

1 1 0 0 –1

2

2 1 0 0 1

2

3 2 0 0 –1

2

4 2 0 0 1

2

5 2 1 –1 –1

2

6 2 1 –1 1

2

7 2 1 0 –1

2

8 2 1 0 1

2

9 2 1 +1 –1

2

10 2 1 +1 1

2

11 3 0 0 –1

2

12 3 0 0 1

2

13 3 1 –1 –1

2

14 3 1 –1 1

2

15 3 1 0 –1

2

16 3 1 0 1

2

17 3 1 +1 –1

2 K

L

s 1s

s 2s

p 2px, 2py, 2pz

M

s 3s

(28)

3. Larangan Pauli

Menurut prinsip ini dalam suatu atom tidak boleh ada 2 elektron yang mempunyai keempat bilangan kuantum yang sama harganya, jika 3 bilangan kuantum sudah sama, maka bilangan kuantum yang keempat harus berbeda.

Contoh:

x Elektron pertama dalam suatu atom akan menempati orbital 1s, ini berarti elektron kesatu mempunyai

harga n = 1, l = 0, m = 0, dan s = 1 2.

x Elektron kedua juga menempati orbital 1s, elektron kedua mempunyai harga n = 1, l = 0, m = 0, dan s =

1 –

2.

Ternyata elektron ke-1 dan ke-2 mempunyai harga n, l, dan m yang sama, tapi harga s-nya ber-beda. Elektron ke-3 tidak dapat menempati orbital1s lagi, sebab jika elektron ke-3 menempati orbital 1s, maka harga n, l, m, dan s elektron ke-3 akan sama dengan elektron ke-1 atau elektron ke-2.

Dengan menggunakan prinsip eksklusi Pauli dan ketentuan harga m dan l yang diperbolehkan untuk setiap harga n dapat disusun berbagai kombinasi 4 bilangan kuantum pada setiap kuantum grup sebagai berikut.

Gambar 1.9 Wolfgang Pauli lahir di Vienna, memperoleh

Ph.D di Universitas Munich tahun 1921. Ia menjadi profesor

di Universitas Zurich. Pauli menerima hadiah Nobel dalam

bidang Fisika, 1945.

Bilangan kuantum Bilangan

kuantum

utama (n) l

Jumlah elektron Orbital

m s

Notasi orbital

n = 1 (kulit K)

s 0 0 1

2

0 0 1

2

s 0 0 1

2

0 0 1

2

1s 2

2s 2

n = 2 (kulit L)

Sumber: Haryono, Kamus Penemu

(29)

II. Sistem Periodik

Dalam usaha untuk memudahkan mempelajari unsur-unsur dengan baik dan teratur perlu adanya suatu sistem klasifikasi unsur-unsur yang baik berdasarkan pada persamaan sifat-sifatnya.

Usaha untuk mengklasifikasikan unsur-unsur telah dilakukan oleh Lavoisier yaitu dengan cara mengelompok-kan unsur-unsur atas unsur logam dan bumengelompok-kan logam, karena pada waktu itu baru dikenal 21 unsur tidak mung-kin bagi Lavoisier untuk mengelompokkan unsur lebih lanjut.

Sejak awal abad 19 setelah Dalton mengemukakan teori atomnya, orang berusaha mengklasifikasikan unsur berdasarkan teori ini, walaupun teori Dalton tidak mengandung hal-hal yang menyangkut pengklasifikasian

Bilangan kuantum Bilangan

kuantum

utama (n) l

Jumlah elektron Orbital

m s

Notasi orbital

p 1 –1 1

2

p 1 –1 1

2

p 1 0 1

2

p 1 0 1

2

p 1 +1 1

2

p 1 +1 1

2

2p 6

Kesimpulan:

Sesuai dengan prinsip eksklusi Pauli ini dapat disimpul-kan bahwa dalam tiap orbital hanya dapat terisi 2 buah elektron.

(30)

unsur, tetapi teori ini telah mendorong orang untuk mencari hubungan antara sifat-sifat unsur dengan atom. (Pada waktu itu berat atom merupakan sifat yang dapat dipakai untuk membedakan atom suatu unsur dengan atom unsur lain).

Sistem klasifikasi yang menghubungkan sifat unsur dengan massa atom relatif dikemukakan oleh Dobereiner (1817) yang dikenal dengan Triade. Kemudian pada tahun 1863, Newlands mengusulkan hukum oktaf sebagai suatu sistem klasifikasi unsur-unsur. Daftar yang disusun oleh Newlands ini sangat tidak sempurna, karena tidak memperhitungkan unsur-unsur yang belum ditemukan pada waktu itu.

Sistem klasifikasi yang hampir mendekati kesem-purnaan baru diperoleh ketika dua ilmuwan kimia yaitu Yulius Lothar Meyer (Jerman) dan Dimitri Mendeleyev (Rusia) pada tahun 1869 menemukan hubungan yang lebih jelas antara sifat unsur dan massa atom. Lothar Meyer menyusun sistem klasifikasi ini berdasarkan sifat-sifat fisika sedangkan Mendeleyev berdasarkan sifat kimia, maka dunia mengakui Mendeleyevlah orang pertama yang berhasil menyusun sistem klasifikasi unsur dalam bentuk tabel, yang kita kenal sebagai sistem periodik Mendeleyev.

Mendeleyev menyusun suatu sistem kartu. Pada setiap kartu ditulisnya nama unsur, massa atom, dan sifat-sifatnya. Kemudian kartu diatur dan diubah-ubah kedudukan-nya sehingga diperoleh susunan yang teratur. Pada saat ia menyusun sistem klasifikasi ini baru dikenal 65 unsur dan gas mulia belum dikenal. Suatu kesimpulan yang diperoleh-nya adalah suatu keteraturan yang disebut Hukum periodik. Mendeleyev menyatakan, sifat unsur merupakan fungsi periodik dari berat atomnya.

(31)

Mendeleyev ialah jika unsur-unsur disusun menurut kenaikkan massa atomnya, ada beberapa unsur yang salah letaknya. Misalnya: tempat iodin dan telurium terbalik.

Empat puluh tahun kemudian Henry Moseley ber-hasil menemukan cara menentukan nomor atom unsur. Kemudian Moseley mencoba menyusun unsur dengan urutan nomor atomnya, ternyata bahwa urutan ini identik dengan daftar unsur Mendeleyev. Perbedaannya ialah beberapa unsur yang pada tabel Mendeleyev terbalik seperti I dan Te, dalam tabel ini tepat pada tempatnya.

A. Sistem Periodik dan Hubungannya

dengan Konfigurasi Elektron dalam Atom

Sistem periodik panjang merupakan sistem periodik Mendeleyev versi modern. Dalam sistem periodik panjang unsur-unsur disusun berdasarkan urutan nomor atomnya, bukan berdasarkan massa atomnya seperti pertama kali diajukan oleh Mendeleyev dan Lothar Meyer. Dalam sistem periodik panjang unsur-unsur dibagi atas lajur-lajur vertikal (golongan) dan deret-deret horizontal (periode). Sistem periodik panjang pertama kali dikenalkan oleh J. Thomson pada tahun 1895.

1. Periode

Sistem periodik panjang terdiri atas 7 periode. Setiap periode dimulai dengan pengisian orbital ns dan diakhiri dengan np sampai terisi penuh. Nomor periode dari atas ke bawah menunjukkan kuantum utama terbesar yang dimiliki oleh atom unsur yang bersangkutan.

Contoh:

Unsur 40Zr konfigurasi elektronnya: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6

(32)

Harga n terbesar dalam konfigurasi ini ialah 5. Unsur 40Zr adalah unsur periode 5.

Berdasarkan jumlah unsur yang ada pada ketujuh periode dalam sistem periodik panjang, dibedakan atas periode pendek, periode panjang, dan periode belum lengkap.

a. Periode pendek

Periode pendek terdiri atas periode 1, 2, dan 3. Periode pertama terdiri atas 2 unsur, yaitu unsur hidrogen dan helium. Periode kedua terdiri atas 8 unsur, mulai dari litium dan berakhir pada neon. Pada periode ini elektron mulai mengisi orbital 2s dan 3 orbital 2p sampai penuh. Periode ketiga terdiri dari 8 unsur mulai dari natrium dan berakhir pada argon. Pada periode ini elektron mulai mengisi orbital 3s terus sampai 3 orbital 3p terisi penuh sesuai dengan aturan Aufbau. Pada periode ketiga, orbital 3d tidak terisi elektron, karena orbital 3d tingkat energinya lebih tinggi dari orbital 4s.

b. Periode panjang

(33)

Berbeda dengan pengisian elektron unsur-unsur periode 4 dan 5, pada pengisian elektron unsur periode 6. Setelah elektron mengisi penuh orbital 6s, kemudian 1 orbital 5d diisi elektron. Selanjutnya yang terisi elektron adalah orbital-orbital 4f menghasilkan deretan unsur-unsur lantanida. Selanjutnya elektron mengisi kembali orbital-orbital 5d dan akhirnya orbital-orbital 6p. Maka pada periode 6 ini terdapat 32 unsur yang terdiri atas 8 unsur utama, 14 unsur lantanida, 10 unsur peralihan. Pengisian elektron pada unsur-unsur periode 7 sama seperti pengisian elektron pada periode 6 yaitu setelah 7s terisi penuh elektron mengisi 1 orbital 6d, kemudian elektron mengisi orbital-orbital 5f, menghasilkan deretan unsur-unsur aktinida, selanjutnya elektron akan mengisi orbital 6d berikutnya.

c. Periode belum lengkap

Periode yang terakhir dalam sistem periodik panjang yaitu periode 7, disebut juga sebagai periode belum lengkap, karena masih banyak kolom-kolom yang kosong belum terisi oleh unsur diharapkan masih ada unsur transisi pada periode ini yang belum ditemukan orang.

2. Golongan

(34)

Sesuai dengan aturan pengisian elektron dalam orbital-orbital ternyata bahwa jumlah elektron valensi suatu unsur sesuai dengan golongannya.

Unsur-unsur dalam sistem periodik dikelompokkan dalam blok-blok sebagai berikut.

a. Unsur blok s (golongan IA dan IIA)

Dalam konfigurasi elektron unsur, elektron terakhir terletak pada orbital s. Nomor golongannya ditentukan oleh jumlah elektron pada orbital s yang terakhir.

Contoh:

Konfigurasi elektron:

11Na : 1s

2 2s2 2p6 3s1 o Golongan IA

20Ca : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2o Golongan IIA

b. Unsur-unsur blok p (golongan IIIA sampai dengan golongan 0)

Dalam konfigurasi elektron unsur, elektron yang ter-akhir terletak pada orbital p. Nomor golongan ditentu-kan oleh banyaknya elektron pada orbital p terakhir ditambah 2 (jumlah elektron valensinya).

1s 2s 3s 4s 5s 6s

7s 5f

4f 6d

5d 4d 3d

6p 5p 4p 3p 2p

4f 4f

blok d blok p

(35)

Contoh:

13AI : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p1

elektron pada orbital p terakhir = 1

Jadi, unsur 13AI terletak pada golongan (1 + 2) = IIIA, elektron valensi 13AI ialah elektron yang terletak pada kulit ke-3, yaitu 3s dan 3p sebanyak 2 + 1 = 3.

c. Unsur-unsur blok d (golongan IB sampai dengan golongan VIII)

Dalam konfigurasi elektron unsur, elektron yang terakhir terletak pada orbital d. Nomor golongan ditentukan oleh banyaknya orbital s terdekat. (Jika dalam konfigurasi elektron unsur, tidak terkena aturan orbital penuh atau setengah penuh, nomor golongan = jumlah elektron pada d terakhir ditambah 2).

1) Jika jumlah elektron pada orbital d terakhir dan elektron pada orbital s terdekat kurang dari 8, maka nomor golongan adalah jumlah elektron tersebut.

Contoh:

23V: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d3

- elektron pada d terakhir = 3 - elektron pada s terdekat = 2 Jadi, 23V unsur golongan VB.

2) Jika jumlah elektron pada d terakhir dan elektron pada s terdekat = 8, 9, atau 10, maka unsur yang bersangkutan golongan VIII.

Contoh:

27Co : 1s

2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d7

- elektron pada d terakhir = 7 - elektron pada s terdekat = 2 Jadi, 27Co unsur golongan VIII.

3) Jika jumlah elektron pada d terakhir dan elektron pada s terdekat lebih dari 10, maka nomor golongan adalah jumlah d + s dikurangi 10.

½ ¾ ¿

jumlah d + s = 3 + 2 = 5

½ ¾ ¿

(36)

½ ¾ ¿

jumlah d + s = 10 + 1 = 11 Contoh:

29Cu : 1s

2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d10

- elektron pada d terakhir = 10 - elektron pada s terdekat = 1

Jadi, 29Cu unsur golongan (11 – 10) = IB

30Zn : 1s

2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d10

- elektron pada d terakhir = 10 - elektron pada s terdekat = 2

Jadi, 30Zn unsur golongan (12 – 10) = IIB

d. Unsur-unsur blok f (golongan lantanida dan aktinida) Dalam konfigurasi elektron unsur, elektron yang terakhir terletak pada orbital f. Jika harga n terbesar dalam konfigurasi elektron tersebut = 6 (periode 6). Unsur tersebut adalah unsur golongan lantanida. Jika harga n terbesar dalam konfigurasi elektron tersebut = 7, unsur tersebut adalah unsur golongan aktinida.

Contoh:

63Eu : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d10 4p6 5s2 4d10 5p6

6s2 4f7

Elektron terakhir terletak pada orbital f. Harga n terbesar = 6.

Jadi, 63Eu adalah unsur golongan lantanida.

Penulisan konfigurasi elektron berdasarkan konfigurasi elektron gas mulia.

a. Konfigurasi elektron 45Rh

Gas mulia yang terdekat dengan unsur nomor 45 ialah kripton dengan nomor atom = 36, maka elektron yang akan kita konfigurasi 45 – 36 = 9. Karena kripton unsur periode 4, maka konfigurasi dimulai dari orbital 5s. Menuliskan konfigurasi:

45Rh : (Kr) 5s2 4d7

b. Konfigurasi elektron 100Fm

Gas mulia yang terdekat ialah Rn dengan nomor atom 86. Jumlah elektron yang akan dikonfigurasi 100 – 86 = 14. Karena Rn terletak pada periode 6, maka konfigurasi dimulai dari orbital 7s.

½ ¾ ¿

(37)

Menuliskan konfigurasinya:

100Fm: (Rn) 7s

2 6d1 5f11

Menentukan Letak Unsur dalam Sistem Periodik

Urutan-urutan unsur dalam sistem periodik sesuai dengan konfigurasi elektron menurut aturan Aufbau. Oleh karena itu, dengan mengetahui nomor atom atau susunan elektron suatu unsur, kita akan dapat menentukan letak unsur itu dalam sistem periodik.

Bilangan kuantum utama untuk orbital s dan p sama dengan nomor periodenya sehingga dapat ditulis sebagian ns dan np, untuk orbital d nomor periodenya adalah kurang satu atau (n – 1)d sedangkan untuk orbital f adalah (n – 2)f. Hal ini berarti bahwa:

1. Apabila elektron terakhir suatu unsur mengisi orbital 4s atau 4p, maka unsur itu terletak pada periode 4.

2. Apabila elektron terakhir dari suatu unsur mengisi orbital 4d, berarti unsur itu terletak pada periode 5.

3. Apabila elektron terakhir dari suatu unsur mengisi orbital 4f, berarti unsur itu terletak pada periode 6.

Hubungan jumlah elektron pada orbital terakhir dengan nomor golongan adalah sebagai berikut.

Golongan utama:

Golongan transisi:

Golongan transisi dalam f1 sampai dengan f14 semua pada

golongan IIIB.

Contoh soal:

Tentukan letak unsur-unsur dengan susunan elektron berikut dalam sistem periodik!

s1

IA s2

IIA p1

IIIA p2

IVA p3

VA p4

VIA p5

VIIA p6

VIIIA (0)

d1

IIIB d2

IVB d3

VB d4

VIB d5

VIIB

d6, d7, d8

VIIIB d9

IB d10

(38)

a. Q: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5 c. R: (Kr) 5s2 4d1

b. S: (Ar) 4s2 3d7 d. T: (Xe) 6s2 4f6

Jawab:

Letak unsur dalam sistem periodik ditentukan susunan elektron pada subtingkat tertinggi.

a. 3p5o periode 3, golongan VIIA

b. 3d7o periode 4, golongan VIII

c. 4d1o periode 5, golongan IIIB

d. 4f6 o periode 6, golongan IIIB

Elektron valensi adalah elektron pada kulit terluar atau elektron yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan. Unsur-unsur pada satu golongan mempunyai jumlah elektron valensi yang sama. Ciri-ciri elektron valensi menurut golongannya dapat dilihat pada tabel 1.4 berikut.

Tabel 1.4 Ciri khas elektron valensi menurut golongan

Unsur-unsur golongan utama mempunyai elektron valensi sama dengan nomor golongannya. Misalnya: semua unsur golongan VIIA mempunyai elektron valensi = 7 (ns2 + np5).

Unsur-unsur transisi mempunyai elektron valensi ns2, (n – 1)d1–10.

Golongan utama IA IIA IIIA IVA VA VIA VIIA VIII (0)

n = nomor periode Elektron

valensi

ns1 ns2 ns2np1 ns2np2 ns2np3 ns2np4 ns2np5 ns2np6

Golongan tambahan IIIB IVB VB VIB VIIB VIII IB IIB Elektron valensi

(n – 1)d1ns2

(n – 1)d2ns2

(n – 1)d3ns2

(n – 1)d5ns1

(n – 1)d5ns2

(n – 1)d6, 7, 8ns2

(n – 1)d10ns1

(n – 1)d10ns2

Sumber: Brady, General Chemistry Principle and Structure

B. Hubungan Sistem Periodik dengan Elektron

(39)

III. Ikatan Kimia

Ikatan kimia adalah gaya tarik-menarik antara atom-atom sehingga atom-atom tersebut tetap berada dalam keadaan bersama-sama dan terkombinasi. Ikatan yang terjadi antara atom menyangkut konfigurasi elektron terluar dari atom-atom yang bersangkutan. Konfigurasi elektron atom-atom cenderung mengikuti/menyamai konfi-gurasi elektron atom-atom gas mulia. Hal ini disebabkan atom-atom gas mulia sangat stabil, karenanya sulit untuk bereaksi dengan atom-atom unsur lain.Kestabilan atom-atom gas mulia disebabkan kulit terluarnya terisi penuh (orbital-orbital pada bilangan kuantum utama terbesar terisi penuh), yaitu 8 elektron. Atom-atom unsur lain dapat mencapai kestabilan seperti atom-atom gas mulia dengan melepas, mengikat, atau memakai bersama-sama pa-sangan elektron-elektron.

Dengan demikian sifat unsur-unsur dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Unsur logam/unsur elektropositif, yaitu unsur-unsur yang dapat memberikan satu atau lebih elektron kulit terluarnya. Sehingga konfigurasi elektronnya sama dengan gas mulia.

2. Unsur nonlogam/unsur elektronegatif, yaitu unsur-unsur yang dapat menerima satu atau lebih elektron pada kulit terluarnya. Sehingga konfigurasi elektronnya sama dengan gas mulia.

3. Unsur semilogam yaitu unsur-unsur yang cenderung tidak melepaskan atau menerima elektron pada kulit terluarnya.

Elektron-elektron yang berperan dalam memben-tuk suatu ikatan kimia adalah elektron-elektron yang terletak pada kulit terluar.

Contoh:

- 11Na dengan konfigurasi elektron: 1s2, 2s2, 2p6, 3s1

(40)

- 15P dengan konfigurasi elektron: 1s2, 2s2, 2p6, 3s2,

3p3 maka yang berperan adalah elektron pada 3s2,

3p3.

Untuk menggambarkan susunan elektron terluar dari sebuah atom, maka elektron-elektron itu dilambang-kan dengan titik (x) atau silang (x) di sekitar lambang atom unsur yang dimaksud.

Misalnya untuk contoh di atas:

- 11Na dengan 1 elektron terluar: Na - 15P dengan 5 elektron terluar: P

Penulisan demikian disebut struktur Lewis, yaitu nama seorang kimiawan Amerika G.N. Lewis (1875–1946) yang memperkenalkan sistem tersebut.

A. Bentuk Molekul Berdasarkan Teori Domain

Elektron

Bentuk molekul/struktur ruang dari suatu molekul sebelumnya ditentukan dari hasil percobaan akan tetapi dapat diramalkan dengan menggunakan teori domain elektron.

Langkah-langkah dalam meramalkan bentuk molekul Misalnya CH4 (6C dan 1H) dan NH3 (7N)

1. Menentukan elektron valensi masing-masing atom.

6C : 2 . 4

(elektron valensi C = 4)

1H : 1

(elektron valensi H = 1)

7N : 2 . 5

(41)

2. Menjumlahkan elektron valensi atom pusat dengan elektron-elektron dari atom lain yang digunakan untuk ikatan.

elektron valensi C = 4

banyaknya elektron 4 atom H yang

digunakan untuk ikatan = 4

Jumlah = 8

elektron valensi N = 5

banyaknya elektron 3 atom H yang

digunakan untuk ikatan = 3

Jumlah = 8

3. Menentukan banyaknya pasangan elektron, yaitu sama dengan jumlah pada langkah 2 dibagi dua.

pasangan elektron dalam CH4 = 8 2 = 4

pasangan elektron dalam NH3 = 8 2 = 4

4. Menentukan banyaknya pasangan elektron terikat dan pasangan elektron bebas.

Dalam molekul CH4 terdapat 4 pasang elektron yang semuanya merupakan pasangan elektron terikat (4 elektron dari 1 atom C dan 4 elektron dari 4 atom H). Keempat pasang elektron terikat tersebut membentuk geometri tetrahedral.

Dalam molekul NH3 terdapat 4 pasang elektron terdiri atas 3 pasang elektron terikat (3 elektron dari 1 atom N dan 3 elektron dari 3 atom H) dan 1 pasang elektron bebas. Tiga pasang elektron terikat dan sepasang elektron bebas dari NH3 tersebut membentuk geometri trigonal piramida. Meramalkan bentuk molekul PCl5

15P : 2 . 8 . 5 17Cl : 2 . 8 . 7

+

(42)

elektron valensi P = 5 banyaknya elektron 2 atom Cl yang digunakan

untuk ikatan = 5

Jumlah = 10

jumlah pasangan elektron = 10

2 = 5

jumlah pasangan elektron terikat = 5

jumlah pasangan elektron bebas = 0

Kelima pasang elektron terikat tersebut akan membentuk geometri trigonal bipiramida.

Meramalkan bentuk molekul XeF2

10Xe : 2 . 8 9F : 2 . 7

elektron valensi Xe = 8

banyaknya elektron 2 atom F yang digunakan

untuk ikatan = 2

jumlah = 10

Jumlah pasangan elektron = 10 2 = 5 Jumlah pasangan elektron terikat = 2

Jumlah pasangan elektron bebas = 3

Dua pasang elektron terikat dan tiga pasang elektron bebas tersebut akan membentuk geometri linear (garis lurus).

Konsep Hibridisasi

Konsep hibridisasi digunakan untuk menjelaskan bentuk geometri molekul. Bentuk molekul itu sendiri ditentukan melalui percobaan atau mungkin diramalkan berdasarkan teori tolakan elektron seperti bahasan di atas. Sebagai contoh, kita perhatikan molekul metana (CH4) mempunyai struktur tetrahedral yang simetris. Masing-masing ikatan karbon hidrogen mempunyai jarak yang sama yaitu 1,1 angstrom dan sudut antara setiap pasang elektron adalah 109,5° (Lihat gambar 1.12).

+

+

Gambar 1.10 Bentuk

molekul PCl5

Gambar 1.11 Bentuk molekul XeF2

Gambar 1.12 Bentuk molekul CH4

Cl

Cl

Cl

Cl Cl

P

F Xe

F

H

H H

(43)

Karbon mempunyai nomor atom 6 sehingga konfigurasi elektronnya: 1s2 2s2 2p2. Konfigurasi elektron atom karbon

tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Contoh 1: Molekul CH4

1s2 2s2 2 1

x

p 2p1y 2p0z

2s2 2s1 2 1

x

p 2p1y 2p1z

2s2 2 2

x

p 2py2

2

2pz

Bentuk hibridisasi CH4 adalah sp3 atau tetrahedron (bidang 4).

Dalam atom karbon tersebut terdapat dua orbital yang

masing-masing mengandung sebuah elektron yaitu 2p1xdan

1 2py.

Contoh 2: Molekul gas HCl

17Cl 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5 1H 1s

1

3p2x

2

3py 3p1z 1s1

Contoh 3: Molekul BCl3

5B 1s2 2s2 2p1 17Cl 1s

2 2s2 2p6 3s2 3p5

1s2 2s2 2 1

x

p 2py0 2pz0

1s2 2s2 2 1

x

p 2p1y

0 2pz

Keadaan dasar

Tereksitasi

Terhibridisasi

sp3

sp/bentuk linear garis lurus

Keadaan dasar

(44)

Terhibridisasi

sp2

2s2 2 2

x

p 2p2y 2p0z

Teori domain elektron adalah suatu cara meramalkan bentuk molekul berdasarkan teori tolak-menolak elektron-elektron pada kulit luar atom pusat. Teori tolak-menolak antarpasangan-pasangan elektron kulit valensi atau teori VSEPR (Valence Shell Electron Pair Repulsion).

Pasangan elektron terdiri dari: - Pasangan Elektron Ikatan (PEI) - Pasangan Elektron Bebas (PEB)

Bentuk molekul/struktur ruang dipengaruhi oleh gaya tolak-menolak pasangan elektron.

Adapun urutan gaya tolak-menolak dapat digambarkan sebagai berikut.

tolakan (PEB – PEB) > tolakan (PEB – PEI) > tolakan (PEI – PEI)

Adanya gaya tolak-menolak ini menyebabkan atom-atom yang berikatan membentuk struktur ruang tertentu dari suatu molekul.

Contoh: molekul CH4

Atom C sebagai atom pusat mempunyai 4 PEI, sehingga rumusnya AX4 dan bentuk molekulnya tetrahedral. Bentuk Molekul

Teori Tolakan Pasangan Elektron Valensi

Bentuk suatu molekul dapat diketahui melalui eksperimen, misalnya bentuk molekul CH4, BF3, NH3, dan H2O.

Pada molekul CH4 terdapat 4 pa-sang elektron terikat dan tidak terdapat pasangan elektron bebas. Gambar 1.13 Molekul CH4

Gambar 1.14 (a) Bentuk molekul CH4 tetrahedral; (b) Bentuk molekul CH4 (tetrahedron)

C

H H

H

H

H

H C

H H

109,5°

(45)

Pada molekul BF3 terdapat 3 pasang elektron terikat dan ti-dak terdapat pasangan elek-tron bebas.

Pada molekul NH3 terdapat 3 pasang elektron terikat dan 1 pasang elektron bebas.

Pada molekul H2O terdapat 2 pasang elektron terikat dan 2 pasang elektron bebas.

H H

O

105°

3 3 0 AX3 trigonal planar

PE

2

PEI (X)

2

PEB (E)

0

Tipe

AX2

Bentuk geometri molekul

linier

Contoh Gambar 1.15 Bentuk molekul

BF3 (trigonal planar)

Gambar 1.16 Bentuk molekul NH3 (trigonal piramida)

Gambar 1.17 Bentuk molekul H2O (membentuk sudut)

Tabel 1.5 Bentuk geometri molekul

BeCl2 Be Cl Cl

BCl3 Cl

(46)

3 4 4 4 2 4 3 2 1 0 1 2

AX2E

AX4

AX3E

AX2E2

membentuk suatu sudut tetrahedral trigonal piramida membentuk suatu sudut

PE PEI (X) PEB (E) Tipe Bentuk geometri molekul Contoh

5 4 3 2 5 5 5 5 0 1 2 3 AX5

AX4E

AX3E2

AX2E3

trigonal bipiramida tetrahedral terdistorsi membentuk huruf T linear

6 6 0 X6 oktahedral

SO2 S O O CH4 H H H H C NH3 H H H N

H2O H H O PCl5 Cl Cl Cl Cl Cl P TeCl4 Cl Cl Cl Cl Te Cl ClF3 F F F

I3– ( I I I )–

(47)

Keterangan:

PE = jumlah pasangan elektron PEI = jumlah pasangan elektron terikat PEB = jumlah pasangan elektron bebas

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dinyatakan bahwa molekul dipengaruhi oleh banyaknya pasangan elektron terikat dan banyaknya elektron bebas.

Berdasarkan beberapa contoh di atas dapat diambil hipotesis bahwa:

1. Pasangan-pasangan elektron terikat maupun pasangan-pasangan elektron bebas di dalam suatu molekul akan berada di sekitar atom pusat supaya tolak-menolak, sehingga besarnya gaya antara pasangan-pasangan elektron tersebut menjadi sekecil-kecilnya akibatnya pasangan-pasangan elektron akan berada pada posisi yang terjauh.

2. Kedudukan pasangan elektron yang terikat menentukan arah ikatan kovalen, dengan demikian menentukan ben-tuk molekul.

3. Pasangan-pasangan elektron bebas tampaknya meng-alami gaya tolak lebih besar daripada pasangan-pasangan elektron terikat. Akibatnya pasangan-pasangan elektron bebas akan mendorong pasangan-pasangan elektron terikat lebih dekat satu sama lain. Pasangan elektron bebas akan menempati ruangan yang lebih luas.

PEI (X)

PE PEB (E) Tipe Bentuk geometri molekul Contoh

6

6 5

4

1

2

AX5E

AX4E2

tetragonal piramida

segi empat datar

Sumber: Kimia Dasar Konsep-konsep Inti

F F F IF5

ICl4 F F

I

Cl Cl

(48)

B. Gaya Antarmolekul

1. Gaya Van der Waals

Gaya Van der Waals merupakan salah satu jenis gaya tarik-menarik di antara molekul-molekul. Gaya ini timbul dari gaya London dan gaya antardipol-dipol. Jadi, gaya Van der Waals dapat terjadi pada molekul nonpolar maupun molekul polar.

Gaya ini diusulkan pertama kalinya oleh Johannes Van der Waals (1837–1923). Konsep gaya tarik antar-molekul ini digunakan untuk menurunkan persamaan-persamaannya tentang zat-zat yang berada dalam fase gas.

Kejadian ini disebabkan adanya gaya tarik-menarik antara inti atom dengan elektron atom lain yang disebut gaya tarik-menarik elektrostatis (gaya coulumb). Umumnya terdapat pada senyawa polar.

Untuk molekul nonpolar, gaya Van der Waals timbul karena adanya dipol-dipol sesaat atau gaya London.

Gambar 1.18 Gaya tarik-menarik antara inti dengan elektron atom lain

inti elektron

Gaya tarik-menarik elektrostatis

(49)

Gaya Van der Waals ini bekerja bila jarak antar-molekul sudah sangat dekat, tetapi tidak melibatkan terjadinya pembentukan ikatan antaratom. Misalnya, pada suhu –160 °C molekul Cl2 akan mengkristal dalam lapisan-lapisan tipis, dan gaya yang bekerja untuk menahan lapisan-lapisan tersebut adalah gaya Van der Waals.

Paling sedikit terdapat tiga gaya antarmolekul yang berperan dalam terjadinya gaya Van der Waals, yaitu gaya orientasi, gaya imbas, dan gaya dispersi.

a. Gaya orientasi

Gaya orientasi terjadi pada molekul-molekul yang mempunyai dipol permanen atau molekul

polar. Antaraksi antara kutub positif dari satu molekul dengan kutub negatif dari molekul yang lain akan menimbulkan gaya tarik-menarik yang relatif lemah. Gaya ini memberi sumbangan yang relatif kecil terhadap gaya Van der Waals, seca-ra keseluruhan.

Kekuatan gaya orientasi ini akan semakin besar bila molekul-molekul tersebut mengalami penataan dengan ujung positif suatu molekul mengarah ke ujung negatif dari molekul yang lain. Misalnya, pada molekul-molekul HCl.

b. Gaya imbas

Gaya imbas terjadi bila terdapat molekul dengan dipol permanen, berinteraksi dengan molekul dengan dipol sesaat. Adanya molekul-molekul polar dengan dipol permanen akan menyebabkan imbasan dari kutub molekul polar kepada molekul nonpolar, sehingga elektron-elektron dari molekul nonpolar tersebut mengumpul pada salah satusisi molekul (terdorong atau tertarik), yang menimbulkan terjadinya dipol sesaat pada molekul nonpolar tersebut.

Gambar 1.19 Terjadinya gaya orientasi

H Cl G G+ H Cl G

(50)

Molekul polar (H2O) mempunyai dipol permanen. Akibat terimbas, molekul nonpolar (Cl2) akan men-jadi dipol permanen.

Terjadinya dipol sesaat akan berakibat adanya gaya tarik-menarik antardipol tersebut yang menghasilkan gaya imbas. Gaya imbas juga memberikan andil yang kecil terhadap keseluruhan gaya Van der Waals.

2. Gaya london

Gaya london adalah gaya tarik-menarik yang sifatnya lemah antara atom atau molekul yang timbul dari pergerakan elektron yang acak di sekitar atom-atom. Karena elektron bergerak secara acak di sekitar inti atom, maka suatu saat terjadi ketidakseimbangan muatan di dalam atom. Akibatnya terbentuk dipol yang sesaat.

Dipol-dipol yang berlawanan ini saling berikatan, walau sifatnya lemah. Adanya gaya-gaya ini terutama terdapat pada molekul-molekul nonpolar yang dikemuka-kan pertama kalinya oleh Fritz London.

Perhatikan gambar 1.21. Setiap atom helium mem-punyai sepasang elektron. Apabila pasangan elektron tersebut dalam peredarannya berada pada bagian kiri bola atom, maka bagian kiri atom tersebut menjadi lebih negatif terhadap bagian kanan yang lebih positif. Akan tetapi karena pasangan elektron selalu beredar maka dipol tadi tidak tetap, selalu berpindah-pindah (bersifat sesaat). Polarisasi pada satu molekul akan memengaruhi molekul tetangganya. Antara dipol-dipol sesaat tersebut terdapat suatu gaya tarik-menarik yang mempersatukan molekul-molekul nonpolar dalam zat cair atau zat padat.

H O

G– G+

H

Cl Cl

H O

G– G+

H

Cl Cl

G– G+

Jarak antarmolekul yang berjauhan mengakibatkan molekul nonpolar (Cl2) belum terjadi imbas, tetapi bila sudah dekat akan terjadi imbasan.

(51)

Gambar 1.22 Terjadinya dipol sesaat

Br Br Br Br Br Br Br Br Br Br Br Br

G–

G+ G+ G– G+ G–

3. Ikatan hidrogen

Ikatan hidrogen adalah gaya tarik-menarik yang cukup kuat antara molekul-molekul polar (mengandung atom-atom sangat elektronegatif, misalnya F, O, N) yang mempunyai atom hidrogen. Ikatan ini dilambangkan dengan titik-titik (...).

Contoh:

Ikatan hidrogen yang terjadi dalam molekul air.

Di dalam molekul air, atom O bersifat sangat elektronegatif sehingga pasangan elektron antara atom O dan H lebih tertarik ke arah atom O. Dengan demikian terbentuk suatu dipol.

H G+

H G+

O G–

Gaya tarik elektrostatik

+2 +2

e

e

e

e

Atom helium 1 Atom helium 2

(a) (b)

(52)

Gaya tarik-menarik antardipol ini yang melalui atom hidrogen disebut ikatan hidrogen.

ikatan hidrogen

Senyawa yang di dalamnya terdapat ikatan hidrogen umumnya memiliki titik didih yang tinggi. Sebab untuk memutuskan ikatan hidrogen yang terbentuk diperlukan energi lebih besar dibandingkan senyawa yang sejenis, tetapi tanpa adanya ikatan hidrogen.

H2O dengan struktur H–O–H dan senyawa yang mempunyai gugus O–H seperti alkohol (R–OH) terutama yang jumlah atom C-nya kecil, senyawa tersebut akan bersifat polar dan mempunyai ikatan hidrogen.

Begitu juga NH3 dengan struktur: , atau

senya-wa amina (R–NH2), mempunyai ikatan hidrogen.

Pada molekul H–F, ujung molekul H lebih bermuatan positif dan ujung molekul F lebih bermuatan negatif. Dari ujung yang berbeda muatan tersebut (dipol) mengadakan suatu ikatan dan dikenal dengan ikatan hidrogen.

Pada molekul HF, ikatan antara atom H dan F termasuk ikatan kovalen. Sedangkan ikatan antarmolekul HF (molekul HF yang satu dengan molekul HF yang lainnya) termasuk ikatan hidrogen.

H O H O H O

H

H O H H O H

H H

G– G+

H F G

– G+

H F G

– G+

H F

G– G+

H F G

– G+

H F G

– G+

H F ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

○○○○ ○○○○ ○○○

(53)

Pengaruh Ikatan Hidrogen pada Titik Didih

Titik didih suatu zat dipengaruhi oleh:

a. Mr, jika Mrbesar maka titik didih besar dan Mrkecil maka titik didih kecil.

b. Ikatan antarmolekul, jika ikatan kuat maka titik didih besar dan ikatan lemah maka titik didih kecil.

Perhatikan data Mr dan perbedaan keelektrone-gatifan senyawa golongan halogen (VIIIA) berikut.

Jadi, urutan titik didihnya: HF > HI > HBr > HCl

Titik cair dan titik di-dih senyawa-senyawa yang mempunyai persa-maan dalam bentuk dan polaritas, naik menurut ke-naikkan massa molekul. Perhatikan titik didih hi-drida unsur-unsur golong-an IVA pada gambar 1.23. Dari CH4 sampai SnH4, titik didih naik secara ber-aturan. Perbedaan keelektronegatifan 2,0 0,8 0,7 0,4 Senyawa HF HCl HBr H I Mr 20 36,5 81 128 Titik didih (°C) +19 –85 –66 –35

Gambar 1.23 Titik didih hidrida unsur-unsur golongan IVA dan golongan VA

T e mp e ra tu r (° C ) Massa molekul 100 0 –100

0 50 100 150

H2O

H2S

H2Se

H2Te

CH4 SiH4

GeH4

SnH4

Tabel 1.6 Perbedaan keelektronegatifan senyawa halogen

(54)

1. Spektrum ialah susunan yang memperlihatkan urutan panjang gelombang sebagai hasil penyebaran berbagai panjang gelombang cahaya yang dipancarkan atau diserap oleh suatu objek. Spektrum ada 2 macam, yaitu: a. spektrum serbaterus, dan

b. spektrum garis.

2. Dalam menyusun konfigurasi elektron, pengisian orbital dilakukan menurut aturan sebagai berikut.

a. Pengisian orbital dimulai dari tingkat energi yang paling rendah. b. Prinsip eksklusi dari Pauli.

c. Aturan Hund.

Untuk hidrida unsur-unsur golongan VIA (H2O, H2S, H2Se, dan H2Te) terdapat penyimpangan yang sangat mencolok pada H2O. Penyimpangan yang sama juga terdapat pada NH3 dengan hidrida unsur-unsur golongan VA lain (PH3, AsH3, dan SbH3) dan juga pada HF dengan hidrida unsur-unsur golongan VIIA lainnya (HCl, HBr, HI, dan HAt). Sifat yang abnormal dari HF, H2O, dan NH3 tersebut dijelaskan dengan konsep ikatan hidrogen.

(55)

3. Hub

Gambar

Gambar 1.15 Bentuk molekul
Tabel 1.6  Perbedaan keelektronegatifan senyawa halogen
Gambar 2.1  Proses termokimia
Gambar 2.6 Karbon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mahasiswa dapat memahami dan menerapkan teknik korelasi yang mencakup ko- relasi product moment, korelasi rank order, dan korelasi kontingensi dalam peng- olahan

Metode Decision Tree C4.5 dengan menggunakan informasi file attribute, file header, dan histogram citra dapat menghasilkan tingkat akurasi antara 80% sampai 99% pada jumlah data

Sesuai dengan teori yang dikemukakan Piaget dalam Firdaus (2015) pengetahuan itu akan bermakna jika dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa, dimana pembelajaran bermakna yang

“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang

Adapun saran yang diberikan adalah sebagai berikut: (1) bagi siswa, dapat menggunakan aplikasi kuis dengan berbagai perangkat sehingga lebih memudahkan siswa untuk

Melihat data perbandingan antara bank umum dan bank syariah, maka diperoleh informasi bahwa bank syariah memiliki performa yang baik di tengah pertumbuhan kelas menengah,

Sedangkan jika dibandingkan dengan kinerja dari kontrol positif lipase Thermomyces komersial, hasil kinerja lipase alcaligenes faecalis lebih rendah hampir setengahnya,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui analisis usia menikah dan status pekerjaan yang berhubungan dengan tingkat kecemasan ibu tentang efek samping DPT di wilayah