• Tidak ada hasil yang ditemukan

pembahasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "pembahasan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pembahasan

1. Standarisasi Larutan NaOH

Pembuatan Larutan Standar NaOH

Untuk mengetahui kadar asam asetat yang terdapat pada sampel cuka perdagangan dilakukan dengan metode titrasi. Pada titrasi ini digunakan larutan standar NaOH 0,10 N sebagai titran. Larutan NaOH bukan merupakan larutan standar primer karena NaOH bersifat higroskopis sehingga menarik uap air dari udara dan juga mudah bereaksi dengan CO2 dalam udara. Sifat ini

menyebabkan penimbangan sejumlah tertentu NaOH tidak akan memberikan kepastian berat yang sesungguhnya, karena jumlah air dan CO2 yang diserap oleh NaOH tidak diketahui dengan

pasti sehingga perlu dilakukan standarisasi menggunakan standar primer asam yaitu asam oksalat. Untuk membuat larutan NaOH 0,10 N dilakukan dengan melarutkan kristal NaOH ke dalam aquades. Untuk mengetahui massa kristal NaOH yang diperlukan untuk membuat larutan 0.1 N dalam 500 mL maka diperlukan perhitungan berikut :

Konsentrasi NaOH N = n M

M=N/n M=0,10N/1 = 0,10 M

Volume larutan yang dibuat = 500 mL = 0,5 L

Massa molar NaOH = 40 gram/mol

Massa NaOH = mol x massa molar

= Volume x Molaritas x massa molar = 0,5 L x 0, 1 mol/L x 40 gram/mol = 2 gram

 Pembuatan Larutan asam oksalat (H2C2O4)

Larutan NaOH distandarisasi dengan menggunakan larutan asam oksalat, H2C2O4.

Larutan asam oksalat merupakan larutan standar primer yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari menimbang sejumlah tertentu zat tersebut dan melarutkannya dalam volume tertentu. Standarisasi larutan NaOH dilakukan dengan mentitrasi larutan NaOH dengan asam oksalat 0,1 N.

(2)

Larutan ini digunakan sebagai larutan standar primer karena larutan ini tidak bersifat higroskopis dan memiliki berat ekuivalen yang tinggi sehingga dapat mengurangi kesalahan dalam penimbangan zat. Larutan standar H2C2O4 0,1 N dilakukan dengan melarutkan kristal

H2C2O4 dalam aquades sampai volume 100 mL. Untuk mengetahui massa kristal asam oksalat

yang diperlukan untuk membuat larutan 0.1 N dalam 100 mL maka diperlukan perhitungan berikut:

Konsentrasi H2C2O4

N = n M M=N/n

M=0,10N/2 (karena H2C2O4 merupakan asam valensi 2)

= 0,05 M

Volume larutan yang dibuat = 100 mL

Massa molar H2C2O4 = 126,07 gram/mol

Massa H2C2O4 = mol x massa molar

= Volume x Molaritas x massa molar = 0,1 L x 0,05 mol/L x 126,07 gram/mol = 0,6306 gram

Standarisasi NaOH dengan Menggunakan H2C2O4

Standarisasi merupakan suatu proses untuk menentukan konsentrasi yang tepat dari larutan standar dan konsentrasinya ditetapkan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk standarisasi adalah dengan titrasi.. Larutan yang digunakan untuk menstadarisasi suatu larutan adalah larutan standar primer. Larutan ini dibuat dari zat standar primer, yaitu suatu zat yang konsentrasi larutannya dapat langsung ditentukan dari menimbang sejumlah tertentu zat tersebut dan melarutkannya dalam volume tertentu. Suatu zat dapat digunakan sebagai larutan standar primer harus memiliki karakteristik sebagai berikut: mudah didapat dalam bentuk murni, bersifat stabil (mudah dikeringkan dan tidak higroskopik), dan memiliki berat ekivalen yang tinggi untuk mengurangi kesalahan dalam penimbangan. Larutan yang telah distandarisasi dengan larutan standar primer disebut larutan standar sekunder.

Dalam percobaan ini digunakan larutan asam oksalat 0,10 N sebagai larutan standar primer. Untuk menstandarisasi larutan NaOH 0,01 N, larutan asam oksalat 0,10 N digunakan sebagai titrat dan larutan NaOH digunakan sebagai titran. Indikator yang digunakan dalam

(3)

standarisasi ini adalah indikator pp (fenolftalein). Indikator ini memiliki trayek pH 8,2-10,0, dimana dalam asam indikator pp tidak berwarna sedangkan dalam basa indikator fenolftalein akan berwarna merah. Dalam standarisasi ini, larutan NaOH bertindak sebagai titran dan larutan H2C2O4 sebagai titrat, sehingga titrasi dihentikan ketika warna merah sudah tampak sekalipun

tidak jelas. Indikator fenolftalein dapat digunakan dalam titrasi ini karena titik ekivalen titrasi NaOH (basa kuat) dengan asam oksalat (asam lemah) tercapai pada pH diatas 7 dan sesuai dengan trayek dari indikator fenolftalein.

Pada standarisasi ini, larutan NaOH digunakan sebagai titran dan asam oksalatnya sebagai titrat karena indikator yang digunakan adalah fenolftalein sehingga ketika fenolftalein ditambahkan pada larutan asam oksalat menunjukkan warna bening. Ketika pada titik ekivalen, akan terjadi perubahan dari bening menjadi merah muda. Jika asam oksalat yang digunakan sebagai titran dan NaOH sebagai titrat maka akan terjadi perubahan warna dari merah muda ke bening. Pada dasarnya, perubahan warna dari bening ke merah muda lebih mudah diamati daripada perubahan warna dari merah muda ke bening sehingga kemungkinan kesalahan titrasi tidak terlalu besar karena terjadi kelebihan penambahan titran hingga melewati titik ekivalen.

Adapun reaksi yang terjadi pada standarisasi larutan NaOH dengan larutan H2C2O4

adalah sebagai berikut:

NaOH + H2C2O4 → Na2C2O4 + H2O

Hasil pengamatan yang diperoleh dari titrasi larutan NaOH dengan larutan asam oksalat yang dilakukan sebanyak 3 kali adalah sebagai berikut:

Titrasi ke- Volume H2C2O4 (mL) Volume NaOH (mL) 1 10,00 10,34 2 10,00 10,36 3 10,00 10,40 Rata-rata 10,00 10,37

Dari hasil titrasi tersebut maka diperoleh rata-rata volume NaOH yang diperlukan untuk mentitrasi larutan H2C2O4 adalah 10,37 mL, sehingga konsentrasi NaOH hasil standarisasi dapat

ditentukan sebagai berikut: Volume H2C2O4 = 10 mL

(4)

Normalitas H2C2O4 = 0,10 N

ekivalen NaOH = ekivalen H2C2O4 NNaOH x VNaOH = NH2C2O4x VH2C2O4 NNaOH x 10,37 mL = 0,1 N x 10,00 mL NNaOH = mL 37 , 10 mL 10,00 x N 0,1 NNaOH = 0,0964 N

Setelah dilakukan penghitungan diatas normalitas dari larutan NaOH yang sebesar 0,0964 N setelah dilakukan standarisasi. Konsentrasi secara teoritis dalam pembuatan NaOH yaitu 0,10 N dengan konsentrasi yang didapatkan melalui proses standarisasi tidak sama. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan yang dilakukan oleh praktikan seperti misalnya penimbangan kristal NaOH dan dapat juga disebabkan karena kristal NaOH sudah bereaksi dengan uap air dalam udara dilihat dari sifat NaOH yang higroskopis ( menarik uap air dari udara dan juga mudah bereaksi dengan CO2 dalam udara).

2. Titrasi larutan sampel ( cuka perdagangan ) dengan menggunakan larutan NaOH yang telah distandarisasi

Pengkonversian Kadar Asam Cuka Menjadi Molaritas

Sebelum dilakukan titrasi terhadap asam cuka perdangan ini perlu ditentukan perkiraan konsentrasi asam cuka yang akan dititrasi tersebut. Pada label asam cuka yang digunakan tercantum kadar asam cuka 25%. Persen yang dimaksud adalah persen berat/volum (b/v). Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari massa jenis () dari asam cuka tersebut. Untuk mencari massa jenis () dari asam cuka, dlakukukan dengan menimbang 10 mL asam cuka. Hasil pengamatan yang diperoleh yaitu berat 10 mL asam cuka adalah 10,459 gram sehingga dapat dihitung massa jenis () dari asam cuka tersebut dengan perhitungan sebagai berikut:

(5)

Selanjutnya, menentukan konsentrasi asam cuka dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut. M = ) / ( 10 ) / ( mol gram Molar Massa x zat kadar x mL gram  = mol gram x x mL gram / 60 10 25 / 0459 , 1 = 4,3579 mol/L = 4,375 M N = M x n = 4,3575 M x 1 = 4,3575 N

Karena dalam titrasi ini, digunakan standar NaOH yang konsentrasinya + 0,1 N sehingga larutan asam cuka ini perlu diencerkan terlebih dahulu agar konsentrasinya menjadi + 0,1 N. Dalam percobaan ini dilakukan pengenceran asam cuka dengan mengambil 2,3 mL asam cuka yang kemudian diencerkan dengan aquades hingga volumenya 100 mL.

Titrasi Asam Cuka Dengan larutan NaOH yang telah distandarisasi

Untuk menganalisis asam cuka dalam cuka perdagangan dapat dilakukan dengan titrasi netralisasi. Titrasi ini merupakan titrasi alkalimetri, proses titrasi dengan larutan standar basa untuk mentitrasi asam bebas. Pada titrasi ini, untuk mentitrasi asam cuka digunakan larutan NaOH yang telah distandarisasi dimana larutan NaOH digunakan sebagai titran dan asam cuka sebagai titrat.

Pada titrasi ini juga digunakan indikator fenolftalein karena pada titrasi ini terjadi proses netralisasi asam lemah oleh basa kuat sehingga pH garam yang terbentuk adalah di atas 7. Hal ini sesuai dengan trayek pH dari indikator fenolftalein yaitu 8,2 – 10,0. Indikator fenolftalein yang digunakan sebanyak 3 tetes. Dalam titrasi ini, titrasi dihentikan ketika warna titrat menunjukkan perubahan warna dari bening menjadi merah muda, di mana warna merah muda tersebut tetap bertahan selama dikocok. Adapun reaksi yang terjadi pada titrasi asam cuka dengan larutan NaOH adalah sebagai berikut:

NaOH + CH3COOHCH3COONa + H2O

Hasil pengamatan yang diperoleh dari titrasi asam cuka dengan larutan NaOH yang dilakukan sebanyak 3 kali adalah sebagai berikut:

(6)

Titrasi ke- Volume CH3COOH (mL) Volume NaOH (mL) 1 10,00 6,69 2 10,00 6,72 3 10,00 6,74 Rata - rata 10,00 6,726

Dari hasil titrasi tersebut maka volume rata-rata dari larutan NaOH yang diperlukan adalah 6,726 mL, sehingga dapat ditentukan konsentrasi dari asam cuka perdagangan. Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut :

Volume asam cuka = 10 mL Volume NaOH = 6,726 mL Normalitas NaOH = 0,964 N mekiv NaOH = mekiv asam cuka

NNaOH x VNaOH = Nasamcuka x Vasamcuka

0,0964 N x 6,726 mL = Nasamcuka x 10,00 mL cuka asam N = mL 10,00 6,726mL x N 0,0964 cuka asam N = 0,0647 N

M asam cuka = n x N asam cuka = 1 x 0,0647 N = 0,0647 M

Penentuan Kadar Asam Cuka

Konsentrasi asam cuka dalam cuka perdagangan adalah 0,0647 M. Karena dilakukan pengenceran maka konsentrasi asam cuka total dapat ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut :

2,3 mL x M1 = 100 mL x 0,0647 M

M1 = 2,813 M

Setelah konsentrasi asam cuka perdagangan diketahui, maka kadar asam cuka dalam cuka perdagangan dapat ditentukan melalui perhitungan sebagai berikut :

(7)

M = Molar Massa x zat kadar x 10  2,813 M = mol gram x x mL gram / 60 10 % / 0459 , 1 % = 16,14 %

Jadi, asam cuka dalam cuka perdagangan yang digunakan dalam praktikum kali ini memiliki kadar sebesar 16,14 %, yaitu terdapat perbedaan sebesar 8,86 % dengan yang tertera pada label.

Referensi

Dokumen terkait

“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang

Mahasiswa dapat memahami dan menerapkan teknik korelasi yang mencakup ko- relasi product moment, korelasi rank order, dan korelasi kontingensi dalam peng- olahan

Bahan yang diperoleh berasal dari sumber kepustakaan, yakni data yang didapatkan melalui kegiatan studi dokumen berupa buku-buku, makalah, perjanjian kemitraan, dan

Pada faktor eksternal peluang merupakan prioritas utama yaitu; kebijakan pemerintah tentang pengembangan pemasaran usaha budidaya ikan kerapu, permintaan pasar yang

Melihat data perbandingan antara bank umum dan bank syariah, maka diperoleh informasi bahwa bank syariah memiliki performa yang baik di tengah pertumbuhan kelas menengah,

Wireless connection memiliki keandalan yang lebih baik dari pada wired pada sisi jangkauan, namun memiliki kekurangan pada transmisi (noise).. Contoh

Saking andharan kala wau saged dipunpendhet dudutanipun bilih jinis-jinis tembung garba menika wonten werni 3, inggih menika tembung garba lumrah/garba warga ha, tembung

• Diperlukan kualitas material yang baik dan metoda konstruksi yang baik pula untuk membangun sistem sanitasi ini.. • Perlu waktu untuk melatih warga