PEMASARAN SINGKONG KEJU D-9 SALATIGA
Alian Wemfy Verchana Reiz; Sampoerno; Pratiwi Cristin Harnita Universitas Kristen Satya Wacana
�
[email protected]Pendahuluan
Sebagai salah satu UMKM unggulan yang dimiliki Kota Salatiga, Singkong Keju D-9 Salatiga memiliki suatu proses, dimana proses ini hadir untuk membentuk suatu hubungan, antara pemilik usaha atau produsen dengan konsumen untuk mengkomunikasikan produk-produk yang dimiliki oleh Singkong Keju D-9 Salatiga, maupun guna memenuhi kebutuhan atau keinginan konsumen terhadap produk yang ditawarkan oleh Singkong Keju D-9 Salatiga untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh Hardadi selaku owner dari Singkong Keju D-9 Salatiga.
Sebagai aktivitas komunikasi, pemasaran disini merupakan upaya menyampaikan pesan kepada orang lain. Menyampaikan pesan disini menitikberatkan pada dua makna utama yaitu pertama, untuk memberitahu atau menginformasikan (to inform) kepada orang lain atas produk yang dibuat. Kedua, merupakan upaya mempengaruhi atau membujuk atau mempersuasif (to persuade) calon konsumen untuk melakukan pembelian atau agar mereka tetap setia dengan produk yang kita tawarkan. (Widyatama, 2007: 26-27).
Untuk dapat melancarkan kegiatan pemasaran tersebut, Singkong Keju D-9 Salatiga harus menetapkan terlebih dahulu mengenai produk yang akan dihasilkan, untuk siapa produk tersebut dan bagaimana strategi yang harus dilaksanakan agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Maka dari itu, disinilah peran segmenting, targeting dan positioning menjadi sangat penting karena ketiga hal tersebut merupakan langkah awal untuk mengaplikasikan kegiatan pemasaran menjadi bentuk kegiatan komunikasi pemasaran. Penelitian ini menarik perhatian peneliti karena terjadi perbedaan antara harapan dan kenyataan. Pemilik menetapkan sasaran untuk mahasiswa sedangkan produk singkong keju D-9 namun pada kenyataannya produk lebih banyak di minati oleh orang tua. Adanya diorientasi market menjadi kajian yang menarik untuk ditelaah. Observasi dan wawancara dilakukan untuk menemukan alasan dibalik disorientasi market melalui telaah bauran pemasaran. Jurnal penelitian ini merupakan rangkuman dari pemenuhan skripsi di FISKOM Universitas Kristen Satya Wacana tahun 2017.
Kajian Teoritis
Bauran Komunikasi Pemasaran
Bauran komunikasi pemasaran merupakan penerapan alat promosi utama perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuan pemasaran. Bauran komunikasi pemasaran ini terdiri dari empat alat promosi, yaitu Product, Price, Promotion, dan Place. (Philip Kotler dan Kevin, 2012; 47). Dalam pengembangan usaha maka diperlukan promosi yang baik sehinga produk dapat lebih dikenal serta menarik masyaraka untuk membeli produk tertent. Bahkan tak hanya membeli, produk pun diharapkan memiliki daya viral yang baik. Bauran promosi adalah suatu usaha dari pemasar dalam menginformasikan dan mempengaruhi orang atau pihak lain sehingga tertarik untuk membentuk citra produk di mata konsumen dan melakukan tindakan pembelian. Dalam bauran bagian promosi, dapat mecakup lima hal, yaitu Personal Selling, Mass Selling, Promosi Penjualan, Public Relation & Publicity, Direct Marketing. (Reed, 1992: 200)
sebuah perencanaan yang dibangun untuk mencapai tujuan dari suatu perusahaan. Strategi ini merupakan proses yang berkelanjutan yang melibatkan tiga tahap krusial, yaitu perencanaan (planning), implementasi (implementation), dan pengendalian (control) (Hermawan, 2012: 89). Strategi yang digunakan memiliki andil besar dalam keberhasilan suatu produk untuk diterima masyarakat. Indikator-indikator suatu produk diterima masyarakat bisa dilihat dari perilaku konsumen.
Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika sesorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan.1
Dalam menelaah perilaku konsumen, khususnya
Singkong keju D-9, peneliti melihat dan mengamati perilaku
konsumen sehingga akan diperoleh simpulan dengan memadukan
dasar teoritik dan fakta dilapangan untuk menjelaskan tentang
diorientasi market dari Singkong Keju D-9 Salatiga.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif eksplanatif. Menurut Sugiyono (2013), metode deskriptif merupakan metode untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan lebih luas. Tulisan ini akan memaparkan data-data deskriptif kualitatif tentang penyebab terjadinya disorientasi konsumen yang dialami oleh Singkong Keju D-9 Salatiga menggunakan teori strategi komunikasi pemasaran dan perilaku konsumen. Analisis dengan kedua teori tersebut diharapkan dapat mendeskripsikan penyebab adanya disorientasi market yang dialami Singkong Keju D-9 Salatiga.
Unit amatan dari penelitian ini adalah strategi yang dilakukan oleh Singkong Keju D-9 Salatiga dalam melakukan kegiatan komunikasi pemasaran dan unit analisis dari penelitian ini adalah Hardadi selaku pemilik dan pengelola Singkong Keju D-9 Salatiga dan konsumennya. Penggalian data dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap pemilik dan konsumen. Pengujian kebenaran data dilakukan dengan trianggulasi data dengan menyelaraskan bukti dilapangan, harapan dan kajian pustaka.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Berikut ini adalah penjelasan dari hasil temuan penelitian berdasarkan kajian bauran pemasaran. Dalam komunikasi pemasaran di kenal 4P (product, price, place dan promotion). Diamna dalam pengamatan peneliti melihat beberapa temuan. Peneliti ingin menjelaskan bagaimana sebuah produk singkong menjadi primadona bagi masyarakat di dalam dan diluar Salatiga namun tanpa upaya periklanan. Peneliti tergelitik bagaimana “awareness” tentang produk bisa begitu terkenal dan membuat singkong keju D-9 menjadi oleh-oleh khas Salatiga. Padahal produk ini mulanya bukan unggulan.
Produk Adalah Alat Pemasaran Terbaik
Dengan adanya motto dari Singkong Keju D-9 Salatiga yaitu “he Most Delicious ‘Telo Goreng’ In Town” yang mulai diterapkan pada tahun ketiga berdirinya Singkong Keju D-9 Salatiga, Hardadi berharap usaha bidang pangannya mampu bersaing di tengah persaingan pasar yang ketat. Hal-hal di atas membentuk tujuan atau target usaha yang harus dicapai oleh Singkong Keju D-9 Salatiga, yaitu untuk menjadi singkong goreng unggulan dan terenak di mata anak muda khususnya mahasiswa usia 18 sampai 25 tahun yang berdomisili di wilayah Salatiga, yang sekaligus menjadi suatu positioning Singkong Keju D-9 Salatiga di benak konsumen. Potitioning adalah bagaimana upaya pemasaran dalam menanamkan suatu nilai. Potitioning biasanya dapat di tunjukkan dari slogan yang dipakai.
Dengan adanya motto dari Singkong Keju D-9 Salatiga yaitu “he Most Delicious ‘Telo Goreng’ In Town” yang mulai diterapkan pada tahun ketiga berdirinya Singkong Keju D-9 Salatiga, Hardadi berharap usaha bidang pangannya mampu bersaing di tengah persaingan pasar yang ketat. Hal-hal di atas membentuk tujuan atau target usaha yang harus dicapai oleh Singkong Keju D-9 Salatiga, yaitu untuk menjadi singkong goreng unggulan dan terenak di mata anak muda khususnya mahasiswa usia 18 sampai 25 tahun yang berdomisili di wilayah Salatiga, yang sekaligus menjadi suatu positioning Singkong Keju D-9 Salatiga di benak konsumen.
Singkong Keju D-9 Salatiga. Dalam menu-menu tersebut, menu utama ditampilkan satu halaman foto per menunya, sedangkan menu lain hanya berupa datar yang hanya berisi tulisan saja. Setiap menu utama yang ada merupakan hasil olahan dari singkong, baiknya umbi dari singkong maupun dari daun singkong.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan Hardadi pemilik Singkong Keju D-9 Salatiga, beliau menyatakan bahwa semua menu baik menu utama, menu lain, maupun menu oleh-oleh adalah apa yang ‘dijual’ oleh Singkong Keju D-9 Salatiga. Yang dimaksud oleh Hardadi adalah bahwa kelezatan dan kenikmatan cita rasa dari semua menu-menu yang dijual adalah senjata utama Singkong Keju D-9 Salatiga dalam bersaing. Hal ini sesuai dengan motto milik Singkong Keju D-9 Salatiga , yaitu “he Most Delicious ‘Telo Goreng’ In Town”. Sedangkan baginya, hal-hal lain seperti pelayanan, tata ruang, dan lain-lain hanyalah elemen tambahan untuk mendukung tingkat konsumsi para konsumen.
Menurut pengamatan dan hasil analisa peneliti berdasarkan wawancara kepada Hardadi dan konsumen, produk tersebut memiliki nilai awareness yang tinggi. Awareness ini tidak semata-mata karena bauran promosi yang dilakukan oleh Singkong Keju D-9 Salatiga, namun melainkan dari produknya itu sendiri yaitu singkong goreng keju. Berdasarkan penjelasan konsumen, produk yang Singkong Keju D-9 Salatiga memiliki kelezatan yang unik, yaitu perpaduan antara makanan tradisional yang gurih dan parutan keju yang lezat. Peniliti menilai bahwa suatu produk yang baik merupakan makerting tool atau alat pemasaran terbaik dari suatu perusahaan. Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh Sebastian (2016 ) , “Product is the best marketing tool”. Yoris menjelaskan bahwa produk yang bagus atau baik dapat menjadi alat pemasaran tersendiri yang kuat. Sebuah produk dapat dibeli dan menjadi buah bibir dari mulut ke mulut juga dapat dikarenakan oleh produk yang disukai konsumen. Bahkan, konsumen tersebut bisa menjadi repeat customer atau pelanggan.
Harga Murah Berkualitas Menjadi Buah Bibir
cukup terjangkau bagi konsumennya. Hardadi menghargai produk-produknya dengan berbagai macam harga. Dari menu utama, kisarannya adalah Rp. 15.000 sampai Rp. 23.000, sedangkan untuk menu-menu lain, berada di kisaran Rp. 10.000 sampai Rp. 18.000.
Menurut pengamatan dan hasil analisa peneliti terhadap wawancara konsumen, harga-harga tersebut masih terhitung normal dan terjangkau di mata konsumen, tidak mahal namun juga tidak terlalu murah. Produk yang berkualitas yang disertai dengan harga yang terjangkau merupakan keunggulan yang bisa menjadi buah bibir bagi kosumen baru maupun konsumen lama (pelanggan). Tidak ada yang lebih baik dari promosi cuma-cuma berupa buah bibir konsumen atau yang dalam tataran ilmu komunikasi disebut sebagai Word-of-Mouth atau disingkat WOM.
Word of Mouth atau lebih dikenal dengan istilah getok tular merupakan suatu komunikasi yang bersumber dari pelanggan yang terpuaskan yang kemudian menyampaikan informasi kepuasan atas suatu produk, bisnis, layanan, atau suatu acara kepada orang lain. Leon dan Joseph juga menyebutkan bahwa WOM juga merupakan salah satu dari bentuk penyebaran informasi terkait pembelian yang paling kredibel. Bahkan jika tanpa iklan sekalipun, produk D-9 bisa menjadi lebih terkenal dengan biaya promosi yang murah.
Aktivasi Brand Untuk Dekati Pangsa Pasar
Elemen bauran pemasaran yang ketiga adalah promosi. Pada kenyataannya pemilik usaha singkong keju D-9 tidak begitu memahami tentang promosi. Walau demikian secara naluriah bisnis beliau telah melakukan pendekatan-pendekatan komunikasi pemasaran sehingga produknya bisa dikenal bahkan menjadi buah bibir. Lovelock (2010: 32) menyatakan bahwa elemen promosi atau promotion disini dipandang sebagai suatu bentuk komunikasi dan juga edukasi. Promosi merupakan aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi, mengedukasi, membujuk dan mengingatkan pesan sasaran atas perusahaan dan produknya agar konsumen atau masyarakat bersedia menerima, dan loyal pada produk yang ditawarkan.
(5) Direct Marketing. Namun, berdasarkan wawancara dengan Hardadi, beliau menjelaskan bahwa dirinya tidak memiliki latar pendidikan yang tinggi. Sehingga Hardadi tidak mengetahui pasti aspek bauran promosi apa saja yang sudah ia lakukan dan belum lakukan. Ia hanya melakukan promosi atas apa yang menurutnya memang harus dan pantas lakukan sebagai pebisnis.
Selama wawancara dengan Hardadi, peneliti mengamati bahwa sebenarnya disadari maupun tidak, Hardadi sudah melakukan banyak aspek-aspek bauran komunikasi. Aspek-aspek ini meliputi adanya penggunaan periklanan, personal selling, direct marketing dan lain sebagainya. Penggunaan aspek-aspek ini digunakan oleh Hardadi sebagai mana mestinya, yaitu sebagai suatu cara atau metode untuk mengkomunikasikan produk yang dimilikinya terhadap konsumen, baik itu untuk menarik minat konsumen maupun hanya untuk menginformasikan produknya saja. Disadari atau tidak, Hardadi telah melakukan aktivasi brand, dimana keikut sertaan dengan bazar-bazar atau membuka stand membuat produk menjadi lebih dekat dengan masyarakat. Selain masyarakat memiliki pengalaman dan bersentuhan langsung dengan produk maka pengalaman itu kemudian diceritakan dari mulut kemulut. Membuktikan bahwa produk yang bagus menjadi alat marketing utama. Sernovitz (2012) mengungkapkan komunikasi pemasaran dari mulut ke mulut ini adalah satu-satunya metode promosi yang berfokus pada produk agar dapat menjadi alasan bagi konsumen untuk memasarkannya.
Dalam pengaplikasian applied WOM, Hardadi menerapkan aktivasi brand dengan mengikuti perhelatan bazar baik di dalam maupun luar kota. Selain produk unggulan yang menajdi buah bibir, keaktivan dalam mengikuti bazar semakin memperluas ekspansi.
Posisi Pasar (Market Place) dan Diorientasi Harapan
Dalam bauran pemasarn pun tak lepas dari strategi penempatan produk. Penentuan potitioning produk salah satunya dengan menentukan target. Dengan penentuan target harapannya value dari sebuah produk bisa dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi bagian dari gaya hidup target market serta menjadi unik di benak konsumen. Mulanya Hardadi selaku pemilik menginginkan produknya di sukai oleh para mahasiswa atau kalangan anak muda. Namun kenyataannya berbeda dari harapan, bahkan produk singkong tersebut disukai oleh orang-orang dewasa. Di mata pemilik usaha ini dianggap kurang baik. Dalam pengamatan penulis, justru kekuatan dari produk Hardadi ini memiliki nilai lebih yaitu produk yang bisa dinikmati siapa saja. Potitioning merek yang dibuat “the most delicious in town” menunjukkan bahwa Hardadi ingin membangun kepercayaan pada konsumen bahwa singkong keju D-9 adalah yang paling enak di Salatiga. Hanya saja dalam pengamatan penulis, ketika diperhadapkan dengan harapan produknya ditujukan bagi anak-muda, menjadi kurang menarik.
Dalam bauran pemasaran yang dijelaskan oleh Kotler dan Armstrong (1998:48), elemen tempat atau place disini bisa disebut sebagai saluran distribusi. Dalam penelitian ini distribusi produk bukan merupakan objek yang diteliti oleh peneliti. Elemen place atau tempat dalam penelitian ini berkaitan tentang lokasi dari Singkong Keju D-9 Salatiga berada.
Keju D-9 Salatiga yang saat itu bernama Singkong Goreng Pak Dadi berjualan di Lapangan Pancasila dan hanya menggunakan gerobak. Lalu, dua tahun berselang, Hardadi memutuskan untuk membeli satu rumah di Desa Gendongan yang selanjutnya menjadi ruko sampai sekarang. Masih pada tahun yang sama, Singkong Keju D-9 Salatiga berkembang lagi, kali ini Hardadi mendirikan sebuah bangunan besar tepat di seberang rukonya, bangunan ini Hardadi dirikan sebagai café untuk Singkong Keju D-9 Salatiga.
Penulis menilai bahwa mitra yang dimiliki oleh Singkong Keju D-9 Salatiga yang berupa penjual pihak ketiga juga termasuk sebagai place dari Singkong Keju D-9 Salatiga. Mitra ini berlokasi di kota Semarang dan membuka pemesanan via online Instagram. Mitra Singkong Keju D-9 Salatiga di Kota Semarang ini banyak membantu Hardadi dalam melakukan ekspansi pasar. Mitra ini cukup diminati secara online dan memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh Singkong Keju D-9 Salatiga sendiri, yaitu bisa melayani antar pesanan.
Ramainya pelanggan dari dalam dan luar kota Salatiga yang dengan sengaja datang untuk melakukan pembelian baik hanya sekali atau sudah berulangkali di Singkong Keju D-9 Salatiga ini menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki ekuitas merek yang tinggi. Dalam tataran ilmu komunikasi periklanan, menurut Belch yang dikutip oleh Morissan (2010: 76) ekuitas merk adalah suatu aset yang tidak terlihat (intangible asset) seperti nilai tambah atau nama baik sebagai akibat dari citra merek yang positif, kesan diferensiasi yang muncul, serta perasaan menyukai suatu merek atau perusahaannya. Ekuitas merek memungkinkan suatu produk untuk mendapatkan volume penjualan yang lebih besar atau tingkat keuntungan yang lebih besar yang tidak akan dapat dilakukan tanpa adanya suatu ekuitas merek.
akan membawa citra merek yang kuat pula, dan citra merek yang kuat memungkinkan suatu perusahaan atau pabrikan meraih kepercayaan langsung dari para pengecer dan pedagang perantara di pasar lainnya.
Semakin berkembangnya bisnis singkong Keju D-9 Salatiga, Hardadi juga mulai menggunakan media cetak dan terjun dalam kegiatan sponsoship. Media cetak yang digunakan adalah poster, banner , dan penunjuk arah. Sedangkan untuk sponsorship, Singkong Keju D-9 Salatiga biasanya menjalin kerja sama dengan beberapa acara yang diadakan oleh mahasiswa UKSW dan STAIN. Bentuk kerjasama ini adalah berupa pemberian dukungan keberlangsungan acara yang biasanya berupa uang tunai dan berupa singkong keju dengan timbal balik berupa penyebutan merek selama acara berlangsung, dan penempelan logo di setiap publikasi acara.
Penggunaan bentuk komunikasi pemasaran di atas dimaksudkan untuk meningkatkan awareness atau kesadaran masyarakat atau calon konsumen akan brand, membangun citra jangka panjang mengenai suatu brand, dan mendorong adanya tindakan pembelian. Dalam hal ini, iklan tersebut merupakan alat penyampaian informasi sekaligus alat pembujuk (persuasive) untuk meyakinkan konsumen atau calon konsumen bahwa brand yang dimaksud benar-benar enak dan berbeda dengan singkong keju yang lain. Selain itu, juga adanya periklanan atau advertising dapat membantu suatu perusahaan untuk mencapai dan mempertahankan market power atau kekuasaan pasar (Durianto, 2003: 4)
Pada penelitian perilaku konsumen, peneliti menemukan bahwa responden penelitian yang merupakan konsumen Singkong Keju D-9 Salatiga mendapatkan awareness awalnya dari koran, public relation dari monumen singkong, bazar UMKM, dan Word-of-Mouth atau dari mulut ke mulut.
dan tanpa adanya analisis-analisis tertentu, ia menetapkan anak muda tersebut sebagai target pasarnya atau target marketnya. Hardadi tidak melakukan analisis situasi atau situation analysis yang terperinci. Selain itu, Hardadi juga tidak menetapkan tujuan pemasaran spesiik yang berguna sebagai arahan dan tahapan kerja bagi pelaksanaan kegiatan pemasaran.
Pada tahapan ini, Singkong Keju D-9 Salatiga melakukan banyak implementasi yang berdasarkan pada lima unsur bauran promosi, yaitu mass selling, personal selling, sales promotion, direct marketing, dan public relations. Namun dari semua bentuk implementasi tersebut, peneliti menemukan bahwa Singkong Keju D-9 Salatiga tidak melakukan crosscheck atau pemeriksaan kembali apakah implementasi yang dilakukan sudah sesuai dengan strategi-strategi yang sudah dilakukan. Strategi-strategi ini meliputi penentuan tujuan dari dilakasanakannya kegiatan pemasaran, penentuan segmentasi, target, dan positioning.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan menggunakan teori bauran pemasaran, strategi komunikasi pemasaran, dan perilaku kosnumen didapati bahwa penyebab adanya disorientasi konsumen dalam sasaran bauran komunikasi pemasaran Singkong Keju D-9 Salatiga adalah adanya ketidaksesuaian antara harapan dari pemilik mengenai target konsumen yang mulanya mahasiswa menjadi orang tua. Bahkan semenjak awal Hardadi mendirikan usahanya, ia tidak melakukan tahapan perencanaan strategi secara matang. Hardadi melaksanakan kegiatan pemasaran tanpa adanya pengendalian dan tanpa adanya proses pemeriksaan ulang apakah kegiatan yang ia implementasikan sudah sesuai dengan strategi yang ia rencanakan sebelumnya.
Datar Pustaka
Sumber Buku:
Durianto, Sugiarto, Widjaja, & Supratikno. (2003). Invasi Pasar Dengan Iklan Yang Efektif. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama
Hermawan, Agus. (2012). Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kotler, P., & Armstrong, G. (1998). Principles of Marketing 7th Edison. New Jersey: Prentice Hall.
Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Marketing Management 14th Edition. Jakarta: PT. Indeks.
Lovelock, C. (2010). Pemasaran Jasa: Perspektif Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Morissan. (2010). Periklanan. Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Reed, Peter. (1992). Marketing Planing and Strategy. Australia: Harcourt Brace & Company.
Sebastian, Yoris. (2015). 5W1H: Kisah Dian Sastrowardoyo dan Onlinepreneur Lainnya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Shimp. T. A. (2003). Periklanan Promosi. Aspek Tambahan. Komunikasi Pemasaran Terpadu jilid satu edisi ke-lima. Jakarta: Erlangga.
Schifman, L. G., & Wisenblit, J. L. (2015). Consumer Behavior. England: Pearson Education
Widyatama, R. (2007). Pengantar Periklanan. Yogyakarta: Pustaka Book.
Sumber Internet:
http://ciputrauceo.net/blog/2015/6/11/perilaku-konsumen. diunduh pada 10 September 2017 pukul 23.21 WIB.