MASALAH WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT MOTOR
DENGAN JAMINAN FIDUSIA
MELIANTI D 101 13 408
PEMBIMBING I : Abdul Karim Uddin, S.H., M.H PEMBIMBING II : Syamsu Thamrin, S.H., M.H
ABSTRAK
Secara khusus penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit motor dengan jaminan fidusia, 1. Wanprestasi yaitu suatu bentuk ingkar janji yang dilakukan oleh konsumen dalam hal ini debitur kepada kreditur dengan tidak melakukan hal-hal yang telah disepakati oleh kedua belah pihak antara lain: sama sekali tidak memenuhi prestasi, tidak sempurna prestasi, dan terlambat berprestasi. Pada pelaksanaannya jika terjadi wanprestasi maka barang yang menjadi objek perjanjian maka haruslah disita atau dititipkan kepada pihak kreditur. Akibat yang akan ditimbulkan dari tindakan wanprestasi tersebut yaitu pihak kreditur memberikan surat peringatan kepada debitur, namun sesuai batas yang telah ditentukan tidak ada tanggapan positif dari debitur maka kreditur dapat menuntut debitur kepada pihak yang berwenang yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Perjanjian dengan Jaminan Fidusia memiliki resiko yang cukup besar, diantaranya kerugian yang akan dialami jika terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh debitur. Tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh debitur dan mengakibatkan kerugian yang dialami kreditur, maka dasar hukumnya merujuk pada pasal 1238 KUHPerdata, sementara itu mengenai ganti rugi a tas tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh debitur diatur dalam pasal 1234 KUHPerdata. 2. Upaya wanprestasi kredit macet dapat ditempuh dengan dua jalan yaitu upaya litigasi melaluli jalur pengadilan dan upaya non-litigasi melalui upaya preventif yaitu tindakan untuk mengantisipasi munculnya kredit macet, early warning, dan upaya negosiasi. Kendala yang sering dihadapi dalam menyelesaikan kredit macet adalah adanya debitur yang tidak beretikad baik, di mana dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya dalam menyelesaikan masalah kreditnya.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status hukum dalam perjanjian kredit motor dengan jaminan fidusia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang menitik beratkan pada penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dari bahan-bahan hukum. Pendekatan normatif dilakukan dengan cara mengkaji ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1 I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, kegiatan usaha
pembiayaan konsumen (Consumer Finance) berkembang begitu pesat. Konsumen bisa mendapatkan barang
yang diinginkan dengan cara kredit,
mencicil hingga jangka waktu tertentu.
Tanpa di dukung lembaga pembiayaan,
rasanya sulit bagi konsumen kebetulan
tidak memiliki dana Cash untuk memiliki kendaraan bermotor.
Pembiayaan konsumen merupakan
model pembiayaan yang dilakukan oleh
lembaga keuangan dalam bentuk
pemberian bantuan dana untuk pembeli
produk-produk tertentu. Bantuan dana
diartikan sebagai pemberian kredit
yang bukan pemberian uang secara
tunai untuk pembelian suatu barang
dan nasabah, melainkan konsumen
akan menerima barang yang
diinginkan.1
Dengan kehadiran berbagai
lembaga pembiayaan tersebut sangat
berperan bagi masyarakat, sebagaimana
kita ketahui bahwa tidak semua orang
dalam masyarakat mempunyai cukup
dana untuk memenuhi kebutuhan
1
Miranda Nasihin, Segala Hal Tentang Hukum Lembaga Pembiayaan,Buku Pintar, 2012, hlm 80
hidupnya, oleh karena itu
lembaga pembiayaan sangatlah memba
ntu menjalankan roda perekonomian
Negara ini.
Pembiayaan konsumen merupakan
model pembiayaan yang dilakukan
oleh perusahaan finansial dalam bentuk
pemberian bantuan dana untuk pembel
ian produk-produk tertentu. Bantuan da
na diartikan sebagai pemberian kredit
yang bukan pemberian uang secara
tunai untuk pembelian suatu
barang dan nasabah hanya akan meneri
ma barang tersebut, “pembiayaan
konsumen ini di sale creditkarena konsumen tidak menerima uang tunai
tapi hanya menerima barang yang
dibeli dari kredit tersebut”.2
Sementara pihak konsumen
berkewajiban untuk membayar kembali
uang tersebut secara angsuran (cicilan)
kepada pihak perusahaan pembiayaan.
Secara hukum, apabila kontrak
pembiayaan konsumen telah ditanda
tangani oleh para pihak dan dana suda
dicairkan serat barang sudah diserahkan
oleh supplier kepada konsumen, maka barang tersebut sudah langsung menjadi
2 hak milik konsumen, meskipun harganya
belum dibayar lunas.3
Hubungan antara pihak kreditur
dengan debitur adalah hubungan
kontraktual dalam hal ini kontrak
pembiayaan konsumen. Pada sistem
pembiayaan konsumen ini pihak
perusahaan pembiayaan konsumen
memberikan pembiayaan berupa
pinjaman dana untuk pembelian suatu
barang. Kemudian pihak konsumen akan
menerima fasilitas dana untuk pembelian
barang tertentu dan membayar
hutangnya secara berkala atau angsuran
kepada perusahaan pembiayaan
konsumen pihak penjual atau supplier menyediakan barang yang dibayar lunas
oleh perusahaan pembiayaan konsumen.4
Terkait dengan adanya jaminan
dengan transaksi kredit antara kreditur
dan debitur maka diperlukan adanya
suatu lembaga jaminan. Salah satu
lembaga jaminan yang digunakan
adalah lembaga jaminan fidusia.
Jaminan fidusia telah digunakan di
indonesia sejak jaman penjajahan
belanda sebagai suatu bentuk jaminan
3Miranda Nasihin, Op.Cit, hlm 81 4
Arie S. Hutagalung, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan Ekonomi, cet, 1, (Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1997), hlm 241
yang lahir dari yuriprudensi. Bentuk
jaminan ini digunakan secara luas
dalam transaksi pinjam-meminjam
karena proses pembebanannya
dianggap sederhana, mudah dan cepat,
walau dalam beberapa hal dianggap
kurang menjamin adanya kepastian
hukum. Dalam perjalanannya, fidusia
telah mengalami perkembangan yang
cukup berarti misalnya menyangkut
kedudukan para pihak.
Fidusia ini sendiri merupakan istilah
lama yang sudah dikenal dalam bahasa
Indonesia. Menurut undang-undang
nomor 42 tahun1999 tentang jaminan
fidusia ini disebut juga dengan istilah
penyerahan hak milik secara
kepercayaan, dari debitur kepada
kreditur.5 Penyerahan hak milik secara
kepercayaan dalam fidusia ini lazim
disebut juga dengan penyerahan
constitutum posesorium (penyerahan dengan melanjutkan penguasaannya).
“kontruksi fidusia adalah penyerahan
hak milik atas
barang-barang debitur kepada kreditur
sedang penguasaan fisik atas
barang-barang itu tetap pada debitur
(Costitutum posesorium) dengan syarat
5
3 bahwa bilamana debitur melunasi
hutangnya, maka kreditur harus
mengembalikan hak milik atas
barang-barang itu kepada debitur.6
Sehubungan dengan penjaminan
ini, apa yang harus dilakukan oleh
penerima fidusia (kreditur). Apabila
pemberi fidusia (debitur) melalaikan
kewajibannya atau cidera janji yang
berupa lalainya. Pemberi fidusia
(debitur), memenuhi kewajibannya
pada saat pelunasan utangnya sudah
matang untuk ditagih, maka dalam
peristiwa seperti itu penerima fidusia
(kreditur) bisa melaksanakan
eksekusinya atas benda jaminan
fidusia. Ketentuan ini didasarkan pada
Pasal 29 ayat 1 (a) Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia.
Eksekusi yang dilakukan pihak
lembaga pembiayaan tidak harus
dimintakan suatu putusan pengadilan,
akan tetapi lembaga pembiayaan selalu
kreditur memiliki hak secara hukum
untuk melakukan eksekusi secara
langsung apabila konsumen melakukan
wanprestasi.
6
Munir Faudy, Jaminan Fidusia Revisi Kedua (Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2003), hlm 10
Dari latar belakang di atas, penulis
sangat tertarik untuk bagaimana upaya
penyelesaian wanprestasi dalam
perjanjian kredit dengan jaminan
fidusia yang mana diketahui obyek
bendanya tidak secara langsung
dikuasai oleh lembaga pembiayaan?
Yang penulis mengajukan sebagai
judul penelitian seminar hasil, yaitu :
PENYELESAIAN WANPRESTASI
DALAM PERJANJIAN KREDIT
MOTOR DENGAN JAMINAN
FIDUSIA
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,
maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Apa akibat hukum wanprestasi
dalam perjanjian kredit motor
dengan Jaminan Fidusia ?
2. Masalah-masalah apa saja yang
dihadapi dalam hal adanya
wanprestasi dalam perjanjian
kredit motor dengan Jaminan
4 II. PEMBAHASAN
A. Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Motor dengan Jaminan Fidusia
Pengertian perjanjian sewa beli
adalah jual beli barang dimana
penjual melaksanakan penjualan
barang dengan cara memperhitungkan
setiap pembayaran yang telah di
sepakati bersama dan yang di ikat
dalam suatu perjanjian serta hak milik
atas barangtersebut baru beralih dari
penjualan kepada pembeli setelah
jumlah harga di bayar lunas oleh
pembeli kepada penjual.7
Suatu perjanjian menimbulkan
hak dan kewajiban bagi para
pihaknya. Ketentuan mengenai
kewajiban penjual secara umum di
atur dalam Pasal 1512 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata. Sedangkan
kewajiban utama pembeli adalah
membayar harga pembelian pada
waktu dan tempat yang ditetapkan
dalam persetujuan. Apabila pembeli
sewa tidak melakukan melakukan
kewajiban dalam perjanjian sewa beli
sesuai dengan yang telah di sepakati
sebelumnya misalnya apabila ia
7
R.Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian,Sumur, Bandung , 1993, hlm.13.
terlambat melakukan pembayaran
angsuran, maka hal tersebut tergolong
sebagai wanprestasi.
Menurut Yahya Harahap wanprestasi
adalah sebagai pelaksanaan
kewajiban yang tidak tepat pada
waktunya atau tidak dilakukan
menurut selayaknya, sehingga
menimbulkan keharusan bagi pihak
debitur untuk memberikan atau
membayar ganti rugi, atau adanya
wanprestasi oleh salah satu pihak,
dengan pihak yang lainnya dapat
menuntut pembatalah perjanjian.8
Di dalam terjadinya sebuah
perjanjian pembeli atau debitur
seringkali melakukan wanprestasi
terhadap perjanjian karena tidak
melunasi uang pembayaran sesuai
dengan yang telah di sepakati pada
saat melakukan perjanjian yang sudah
di sepakati. Hal tersebut juga terjadi
dalam perjanjian sewa beli sepeda
motor, atas tindakan itu debitur atau
pembeli bisa mendapatkan akibat
hukum sebagai berikut :
1. Dalam perikatan untuk
memberikan suatu resiko beralih
kepada debitur sejak terjadi
8
5 wanprestasi (Pasal 1237 Kitab
Undang-undang Hukum
Perdata).
2. Debitur diwajibkan membayar
ganti kerugian yang telah
diderita oleh kreditur ( Pasal
1243 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata).
3. Apabila perikatan tersebut
timbal balik, kreditur dapat
menuntut keputusan/pembatalan
perikatan melalui hakim
(Pasal 1266 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata).
4. Debitur di wajibkan memenuhi
perikatan jika masih dapat
dilakukan, atau pembatalan yang
disertai pembayaran ganti
kerugian (Pasal 1267 Kitab
Undang-undang Hukum
Perdata).
5. Debitur wajib membayar biaya
perkara jika diperkarakan di
muka Pengadilan Negri dan
dinyatakan bersalah.
Menurut pasal 1234 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata,
ganti kerugian terjadi disebabkan
karena tidak dipenuhinya perikatan,
dan barulah mulai diwajibkan jika
debitur telah dinyatakan tidak
memenuhi perikatan, sesuatu yang
dalam tenggang waktu yang telah
dilampaukannya.
Wanprestasi pembayaran yang
terjadi dimana debitur tidak dapat
membayarkan cicilan bulanannya
yang telah disepakati sesuai dengan
masa jatuh tempo yang berlaku.
Wanprestasi pembayaran disebut non per for ming loan atau sering dikatakan sebagai kredit macet. Kredit macet
atau non perfor ming loa n (NPL).9 Hal kelalaian atau wanprestasi
pada pihak debitur harus dinyatakan
dahulu secara resmi, yaitu dengan
memperingatkan debitur, bahwa
kreditur menghendaki pembayaran
seketika atau dalam jangka waktu
yang pendek. Biasanya peringatan
(sommatie) itu dilakukan oleh seorang juru sita dari pengadilan, yang
membuat proses verbal tentang
pekerjaan itu, atau juga cukup dengan
surat tercatat atau surat kawat,
asalkan jangan sampai dengan mudah
dipungkiri si debitur.
Somasi adalah teguran keras secara
tertulis dari kreditur berupa akta
kepada debitur, supaya debitur
9
6 melakukan prestasi dengan
mencantumkan tanggal terakhir
debitur harus berprestasi dan disertai
dengan sanksi atau denda atau
hukuman yang akan ditajuhkan atau
diterapkan, apabila debitur
wanprestasi atau lalai.
Beberapa kemungkinan yang dapat
dipilih oleh seorang debitur yang
melakukan wanprestasi;
a. Kreditur dapat meminta pelaksa
naan perjanjian, meskipun
perjanjian pelaksanaan ini sudah
terlambat.
b. Kreditur dapat meminta
penggantian kerugian saja,
yaitu kerugian yang dideritanya.
Karena perjanjian tidak atau
terlambat dilaksanakan, atau
dilaksanakan tetapi tidak
sebagaimana mestinya;
c. Kreditur dapat menuntut
pelaksanaan perjanjian disertai
dengan penggantian
kerugian yang disertai
olehnya sebagai akibat
terlambatnya pelaksanaan
perjanjian;
d. Dalam hal suatu perjanjian yang
meletakkan kewajiban
timbal-balik, kelalaian saru pihak
memberikan hak kepada pihak
yang lain untuk meminta pada
hakim supaya perjanjian
dibatalkan, disertai dengan
permintaan pengganti
kerugian.10
melihat pada bentuk-bentuk
prestasi pada pasal 1234 KUHPerdata
serta pendapat J. Satrio dalam
bukunya yang berjudul hukum
perikatan, dapat kita lihat bahwa
wujud wanprestasi bisa berupa:
1. Debitur sama sekali tidak
berprestasi;
2. Debitur keliru berprestasi;
3. Debitur terlambat berprestasi.
Apabila kredit macet tersebut
terjadi karena debitur tidak
melaksanakan
prestasinya sebagaimana terdapat
dalam perjanjian kredit, maka
sebelum melakukan eksekusi barang
jaminan, debitur harus terlebih dahulu
dinyatakan wanprestasi, yang
dilakukan melalui putusan
pengadilan. Untuk itu kreditur harus
menggugat debitur atas dasar
wanprestasi. Akan tetapi sebelum
menggugat debitur, kreditur harus
10
7 melakukan somasi terlebih dahulu
yang isinya agar debitur memenuhi
prestasinya. Apabila debitur tidak
juga memenuhi prestasinya, maka
kreditur dapat menggugat debitur atas
dasar wanprestasi, dengan mana
apabila pengadilan memutuskan
bahwa debitur telah wanprestasi,
maka kreditur dapat melakukan
eksekusi atas barang jaminan yang
diberikan oleh debitur.11
Menurut pasal 1267 Kitab Undang
–undang Hukum Perdata, maka pihak yang ingkar janji atau wanprestasi
dapat dibebani untuk memenuhi
perjanjian atau dibatalkannya
perjanjian disertai dengan
penggantian biaya, kerugian dan
bunga. Dapat juga diartikan bahwa
pihak yang ingkar janji dapat hanya
dibebani kewajiban ngati kerugian
saja atau pemenuhan perjanjian
dengan ganti rugi.12
Wanprestasi adalah keadaan
dimana seorang telah lalai untuk
memenuhi kewajibannya yang
diharuskan oleh Undang-undang. Jadi
11 Internet,
hukumonline.com/klinik/detail/it50294244defe e/langkah-langkah-penyelesaian-kredit-macet
12
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Pradnya Paramita, Jakarta, 1999), hlm. 329
wanprestasi merupakan akibat dari
paada tidak dipenuhinya perikatan
hukum.
Mengenai bentuk wanprestasi ada
empat macam yaitu sebagai berikut:13
a. Tidak melakukan apa yang
disanggupi akan dilakukan;
b. Melaksanakan apa yang
dijanjikannya, tetapi tidak
sebagaimana yang dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikan
tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut
perjanjian tidak boleh
dilakukannya;
Wanprestasi dihubungkan
dengan perjanjian kredit adalah suatu
keadaan dimana seorang debitur yang
dimaksud tidak memenuhi kewajiban.
Kewajiban debitur yang dimaksud
adalah debitur harus membayar
kembali kredit telah dipinjamnya
setelah jangka waktu tertentu.
Pemberian jangka waktu itu
penting sebab jika tidak ditentukan
batas sampai tanggal berapa debitur
paling lambat harus memenuhi
prestasi maka debitur akan
beranggapan bahwa kreditur akan
8 menerima prestasi yang ditentukan
setiap waktu dan waktu tersebut dapat
diulur-ulur sampai kapan saja tanpa
adanya wanprestasi. Adanya tenggang
waktu tersebut bertujuan untuk
mencegah debitur yang beritikad
tidak baik yang hendak
menunda-nunda pemenuhan
prestasi tersebut.
Debitur jika tetap tidak mau atau
tidak mampu memenuhi perjanjian
kredit, maka debitur tersebut dapat
digugat oleh pihak kreditur melalui
pengadilan Negeri atas dasar
wanprestasi. Dalam keadaan tertentu,
pihak kreditur juga dapat melakukan
Parate eksekusi obyek jaminan tanpa
melalui penetapan ketua pengadilan
negeri. Agar parate eksekusi tersebut
bisa berjalan dengan lancar maka
pada saat membuat perjanjian
jaminan harus disertai klausul berupa
“janji” dari pihak debitur kepada
pihak kreditur yang menyatakan
bahwa pihak debitur tidak akan
keberatan terhadap pelaksanaan
Parate Eksekusi apabila terjadi kredit
macet atau wanprestasi. Aturan
tentang Parate Eksekusi di bidang
Jaminan Fidusia diatur dalam pasal
15 Undang-undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia.
Jadi, dalam perjanjian kredit
dengan jaminan fidusia apabila pihak
debitur cidera janji atau wanprestasi
dan mengalami kredit macet maka
dalam pasal 29 Undang-undang
Nomor 42 tahun 1999 Tentang
Jaminan Fidusia pihak kreditur dapat
melakukan eksekusi terhadap benda
yang menjadi objek jaminan fidusia
dengan cara pelaksanaan titel
eksekutorial sebagaimana dimaksud
dalam pasal 15 ayat (2) oleh penerima
fidusia atau kreditur.
B. masalah-masalah Yang
Dihadapi Dalam Hal Adanya Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Motor
Kredit macet atau non per for ming loan (NPL), menjadi salah satu penyakit yang bisa menghambat
perkembangan sektor jasa keuangan.
Apa yang menjadi penyebab
terjadinya hal tersebut. Kredit macet
disebabkan oleh berbagai faktor, baik
faktor internal maupun ekternal.
1. Faktor internal
Penyebab timbulnya kredit macet
adalah penyimpanan dalam
9 itikad kurang baik dari pemilik,
pengurus, atau pengawai bank,
lemahnya sistem administrasi dan
pengawasan kredit serta lemahnya
sistem informasi kredit macet.
2. Faktor ekternal
Penyebab timbulnya kredit macet
adalah kegagalan usaha debitur,
musibah terhadap debitur atau
terhadap kegiatan usaha debitur,
serta menurunnya kegiatan
ekonomi dan tingginya suku bunga
kredit.14
Kewajiban ganti rugi ( Schade
Vergoeding ) tidak dengan sendirinya
timbul pada saat kelalaian. Ganti rugi
baru efektif menjadi kemestian debitur
setelah debitur dinyatakan lalai dan
harus ada pernyataan lain yang
diberikan oleh kreditur. Jika
wanprestasi benar-benar
mengakibatkan kerugian yang akan
diderita oleh kreditur, maka konsumen
selaku debitur berkewajiban untuk
memberikan ganti kerugian yang
timbul.
Sebagai konsekuensinya yuridis
dari terjadinya wanprestasi, adalah
tuntutan ganti rugi sebagaimana diatur
14
Internet, Kreditgogo.com/artikel/kredit- tanpa-agunan/penyebab-kredit-macet-dan-penyelesaiannya.html
dalam Buku III KUHPerdata, mulai
pasal 1246 sampai degan pasal 1252
KUHPerdata. Ganti rugi karena
wanprestasi adalah suatu bentuk ganti
rugi yang dibebankan kepada debitur
yang tidak memenuhi isi perjanjian
yang telah dibuat antara kreditur
dengan debitur. Ganti rugi yang dapat
dituntut oleh kreditur pada debitur
adalah sebagai berikut:
1. Kerugian yang telah dideritanya,
yaitu berupa penggantian
biaya-biaya dan kerugian.
2. Keuntungan yang sedianya akan
diperoleh ( pasal 1246 KUHPerdata
), ini ditujukan kepada bunga.
Yang diartikan dengan biaya-biaya
(ongkos), yaitu ongkos yang telah
dikeluarkan oleh kreditur untuk
mengurus obyek perjanjian. Kerugian
adalah berkurangnya harta kekayaan
yang disebabkan karena adanya
kerusakan kerugian. Sedangkan bunga
adalah keuntungan yang akan dinikmati
oleh kreditur. Penggantian biaya-biaya,
kerugian dan bunga itu harus
merupakan akibat langsung dari
wanprestasi dan dapat diduga pada saat
sebelum terjadinya perjanjian.
Ada berbagai model bagi para pihak
10 walaupun sebelumnya ada persetujuan
untuk melaksanakan prestasinya
tersebut. Model-model prestasi tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Wanprestasi berupa tidak
memenuhi prestasi
b. Wanprestasi berupa terlambat
memenuhi prestasi
c. Wanprestasi berupa tidak
sempurna memenuhi prestasi15
Perlu dipahami bahwa dalam
suatu transaksi dan atau perjanjian
dalam bentuk apapun kedua belah
pihak saling mengikatkan dirinya
untuk melaksanakan sesuatu yang
telah diperjanjikan (prestasi), namun
pada kenyataannya tidak menutup
kemungkinan dapat terjadi bahwa
salah satu pihak tidak melaksanakan
apa yang telah diperjanjikan. Suatu
perjanjian apabila debitur tidak
melaksanakan apa yang telah
diperjanjikan, maka dapat dikatakan
telah melakukan wanprestasi.
wanprestasi disebabkan oleh
karena salah satu pihak lalai, cidera
janji atau melanggar perjanjian, yang
mungkin dilakukan pihak debitur dan
bisa juga dilakukan oleh pihak
15 Zaeni asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip Dan Pelaksanaannya Di Indonesia,(Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005), hlm 122
kreditur. Debitur dikatan telah
wanprestasi karena debitur
melakukan apa yang dijanjikannya
tetapi terlambat.
Langkah-langkah yang diambil
dalam menghadapi debitur yang
wanprestasi/ingkar janji dalam
memenuhi kewajiban pengembalian
sesuai dengan perjanjian kredit yaitu
dengan upaya preventi yaitu dengan
tahap pendekatan, pendekatan ini
dilakukan oleh pihak kreditur setelah
melihat adanya tanda-tanda bahwa
debitur akan mengalami wanprestasi,
kemudian petugas akan melakukan
pendekatan kepada debitur dengan
cara memberikan pengarahan,
bimbingan, pembinaan.16
Pada umumnya, kreditur tidak
akan langsung menarik kendaraan
ketika terjadi kredit bermasalah .
kreditur akan mencoba untuk
memberikan beberapa surat
peringatan atau menelefon debitur
untuk mengigatkan mengenai cicilan
yang belum dibayar. Jika sampai
batas waktu yang sudah ditentukan
pihak debitur masih belum melakukan
16
11 pembayaran cicilan, tindakantegaspun
akan diambil oleh pihak kreditur
untuk menyelesaikan masalah.
Eksekusi Jaminan Fidusia adalah
penyitaan dan penjualan benda yang
menjadi objek jaminan fidusia. Yang
menjadi penyebab timbulnya eksekusi
adalah karena debitur cidera janji atau
tidak memenuhi prestasinya tepat
pada waktunya kepada penerima
fidusia, walaupun pihak debitur telah
diberikan somasi. Namun demikian
pelaksanaan eksekusi harus tetap
mengikuti prosedur pelaksanaan suatu
keputusan pengadilan,17 objek yang
disita tersebut kemudian akan dijual
dengan cara dilelang dimuka umum
dan hasilnya digunakan untuk
melunasi utang kepada perusahaan
leasing.
Soal pelelangan di depan umum
ini menjadi hak sepenuhnya dari
perusahaan (kreditur) berdasarkan
Pasal 29 UU Fidusia. Artinya kreditur melaksanakan penjualan atau
eksekusi berdasarkan kekuasaannya
sendiri atau parate eksekusi dan tidak
lagi melibatkan pengadilan maupun
17 J. Satrio, Hukum Perikatan-Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku II, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995), hlm 320
jurusita untuk melakukan penjualan
dimuka umum atau lelang.18
Jadi prinsipnya adalah bahwa
penjualan benda yang menjadi objek
jaminan fidusia harus melalui
pelelangan umum, karena dengan cara
ini diharapkan dapat diperoleh harga
yang paling tinggi. Namun demikian
dalam hal penjualan melalui
pelelangan umum diperkirakan tidak
akan menghasilkan harga tertinggi
yang menguntungkan baik pemberi
fidusia dan penerima fidusia, maka
dimungkinkan penjualan dibawah
tangan asalkan hal tersebut disepakati
oleh pemberi fidusia dan penerima
fidusia dan syarat jangka waktu
pelaksanaan penjualan tersebut
dipenuhi.19
III PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
sebagaimana telah diuraikan diatas,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagax
vi berikut:
12 1. Akibat hukum jika debitur
Wanprestasi dalam pembiayaan
konsumen dengan jaminan fidusia
yaitu suatu bentuk ingkar janji yang
dilakukan oleh konsumen dalam hal
ini menurut ketentuan Pasal 1267
KUHPerdata menyebutkan bahwa: “
pihak terhadap siapa perikatan tidak
dipenuhi, dapat memilih apakah ia,
jika hal itu masih dilakukan, akan
memaksa pihak yang lain untuk
memenuhi perjanjian, ataukah ia
akan menuntut pembatalan
perjanjian, disertai penggantian
biaya kerugian dan bunga”. Hal
dimaksudkan bahwa, wanprestasi
kreditur dapat menuntut berupa: 1).
Pemenuhan prestasi, 2). Pemutusan
prestasi, 3). Ganti rugi. Sanksi
kepada debitur yang mealukan
wanprestasi, yaitu: membayar
kerugian yang diderita oleh kreditur
atau ganti rugi. Dan pembatalan
perjanjian.
2. Adapun masalah yang timbul dalam
pelaksanaan perjanjian kredit motor
adalah keterlambatan dan atau
penunggakan pembayaran angsuran
oleh debitur. Masalah keterlambatan
dan atau penunggakan pembayaran
angsuran ini menjadi resiko yang
harus dipikul oleh pihak kreditur
selaku perusahaan yang memberikan
kredit motor kepada debitur. Dalam
perjanjian kredit jual beli apabila
pihak konsumen (debitur)
melakukan salah satu dari bentuk
wanprestasi, maka untuk
pelaksanaan hukumnya
Undang-undang menghendaki kreditur untuk
memberikan pernyataan lalai kepada
pihak debitur. Wanprestasi oleh
pihak konsumen (debitur) yang
berhutang ini pokoknya harus secara
formal dinyatakan telah lalai lebih
dahulu, yaitu dengan memperingati
pembayaran seketika atau jangka
waktu pendek yang telah ditentukan.
B.Saran
ada beberapa hal yang dapat di
sarankan dalam tulisan ini, antara lain:
1. Untuk menyelesaikan kredit macet
akibat debitur wanprestasi agar
mendapatkan hasil yang adil untuk
kedua belah pihak, maka bagi
debitur apabila kemampuan
melunasi angsuran pokok hutang
tidak memadai, maka sebaiknya
debitur mengembalikan kendaraan
bermotor roda dua sebagai
pembiayaan. Akan tetapi apabila
13 memadai, maka debitur diwajibkan
melakukan pembayaran angsuran
pokok hutang sesuai waktu yang
telah ditetapkan didalam perjanjian
pembiayaan konsumen.
2. Cara penyelesaian kredit macet yang
dilakukan oleh debitur atas tindakan
wanprestasi yang dilakukan
sehingga mengakibatkan kerugian
yang dialami oleh kreditur dapat
dilakukan dengan cara memberikan
teguran, kemudia memberikan surat
peringatan kepada debitur, namun
jika debitur tetap tidak
memenuhinya maka kreditur dapat
melalakukan tindakan selanjutnya
yaitu melalui cara litigasi dan non
litigasi. Penyelesaian sengketa
dengan cara litigasi maksudnya
adalah pihak kreditur melakukan
gugatan terhadap debitur melalui
peradilan yang berada dilingkungan
peradilan umum, sedangkan
mengenai penyelesaian sengketa
dengan cara non litigasi maksudnya
adalah dalam menyelesaikan
permasalahan yang terdiri kreditur
dengan debitur dilakukan dengan
cara negosiasi, mediasi dan
14 DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Arie S. Hutagalung, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan Ekonomi, cet, 1, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997),
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2000, Jaminan Fidusia, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,
H. Martin Roestamy, Hukum Jaminan Fidusia, (Jakarta :Percetakan Penebar Swadaya, 2009),
IswI Hariyani, dan R. Serfianto D.P, Bebas Jeratan Utang Piutang,(Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010),
Munir Faudy, Jaminan Fidusia Revisi Kedua (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2003), __________, Hukum Tentang Pembiayaan Konsumen, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2002),
Miranda Nasihin, Segala Hal Tentang Hukum Lembaga Pembiayaan, 2012, Buku
Pintar,
M. Yahya Harahap, 1990, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, R.Wirjono Projodikoro, 1993, Asas-Asas Hukum Perjanjian,Sumur, Bandung ,
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1999),
Siamat,2003, serba Serbi Kredit,Graha Press, Jakarta,
Zaeni asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip Dan Pelaksanaannya Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2005,
2. Undang-Undang
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
3. Skripsi
15 4. Internet
https://konsultanhukum.web.id/bisa-tidak-perusahaan-leasing-langsung-mengeksekusi-barang -yang-jadi-objek-jaminan-fidusia/
Internet,
hukumonline.com/klinik/detail/it50294244defee/langkah-langkah-penyelesaian-kredit-macet
Internet, Kreditgogo.com/artikel/kredit-tanpa-agunan/penyebab-kredit-macet-dan-penyelesaiannya.html
5. Lain-lain
16 BIODATA PENULIS
NAMA : MELIANTI
TEMPAT TANGGAL LAHIR : BATU LICIN, 03 JUNI 1994
ALAMAT : JL. PADAT KARYA
EMAIL : melyyanty970@yahoo.com