• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Pengupahan di Indonesia (Studi Analisis : Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebijakan Pengupahan di Indonesia (Studi Analisis : Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam sejarah hukum perkembangan masyarakat, munculnya masyarakat Industri telah membuka lembar baru dalam hubungan dan corak produksi dalam masyarakat. Hubungan produksi dalam masyarakat industri telah menggantikan posisi tuan tanah dan raja dengan tani hamba di masa Feodalisme1 menjadi pemilik modal atau borjuasi2 dengan buruh sebagai kelas pekerja atau proletar3. Karl Marx seorang tokoh ekonomi politik dari Jerman mengatakan kedua kelas sosial ini berada dalam suatu hierarki dalam stratifikasi sosial di era Kapitalisme4. Kaum borjuis yang memiliki alat produksi memerlukan pekerja atau buruh untuk dapat memproduksi komoditas menjadi barang baru yang lebih tinggi nilainya. Sementara buruh yang tidak memiliki alat produksi memerlukan upah yang didapatkan dari pengusaha untuk memenuhi kebutuhannya sebagai ganti dari hasil kerjanya dalam perusahaan. Akan tetapi dalam perkembangannya era kapitalisme tidak lagi menjadikan industri sebagai sebuah sistem modern untuk memenuhi kebutuhan manusia akan tetapi sudah berubah menjadi instrumen untuk akumulasi kapital bagi borjuasi atau pengusaha.

Akumulasi kapital yang dilakukan oleh pemilik modal pada hakikatnya lahir dari penghisapan nilai lebih dari hasil kerja buruh yang telahmelahirkan nilai baru dari suatu komoditas. Nilai baru yang dimaksud adalah ketika suatu barang yang nilainya bertambah menjadi barang baru yang nilainya lebih tinggi. Contohnya adalah kapas, pada awalnya nilai dari kapas adalah rendah karena nilai

1

Feodalisme adalah Sistem sosial yang memberikan kekuasaan pada segolongan besar bangsawan atau Raja yang disebut tuan tanah dengan bersandarkan pada penguasaan tanah (Feod berasal dari bahasa Perancis yang berarti tanah)

2Dalam perspektif kelas Marx mengatakan bahwa “Borjuasi” ad

alah kelas yang lahir di era Kapitalisme sebagai kelas yang memiliki alat produksi

3Proletar adalah kelas yang tidak memiliki alat produksi, di era kapitalisme Buruh telah menjadi kelas yang

tidak memiliki alat produksi. 4

(2)

gunanya rendah. Sementara ketika kapas sudah dipintal menjadi benang, maka nilai guna dari benang akan jauh lebih tinggi daripada sebuah kapas. Begitu juga halnya ketika benang sudah di produksi menjadi pakaian yang mampu memenuhi kebutuhan manusia, maka nilai gunanya semakin tinggi dan hal inil terjadi akibat dari adanya kerja produksi yang mengubah kapas menjadi benang dan mengubah benang menjadi pakaian. Dan dari kerja produksi inilah lahir nilai baru. Sehingga terjadi pertambahan nilai terhadap suatu barang tersebut dari bentuk mulanya5.Dan yang terlibat dalam kerja produksi dalam industri adalah klas buruh sementara klas pemilik modal hanya mengatur berlangsungnya produksi dalam industri. Sementara dalam pembagian keuntungan dari hasil produksi dimonopoli oleh klas pemilik modal. Karena upah yang didapatkan buruh adalah sebagai ganti dari kerja yang dilakukannya untuk pemilik modal. Dan inilah yang dikatakan Marx sebagai perampasan nilai lebih.

Dalam hubungan kerja produksi buruh adalah mereka yang bekerja pada orang lain dengan menjual tenaga kerjanya dalam bentuk menerima upah dan tidak mempunyai apa-apa kecuali tenaga kerjanya6, buruh terlahir karena monopoli modal, dimana orang yang tidak memiliki modal harus bekerja kepada yang memiliki modal, buruh tidak memiliki potensi lain selain tenaganya yang di gunakan untuk memproduksi barang-barang dan sebagai gantinya buruh mendapatkan upah/uang atas kerjanya memproduksi barang-barang untuk didistribusikan ke pasar.

Hubungan kerja yang terjadi dalam era kapitalisme menempatkan pemilik modal dan buruh memiliki kepentingan yang berbeda satu sama lain terhadap orientasi produksi. Borjuasi atau pengusahabertujuan untuk memperbesar sebanyak-banyak keuntungan dari hasil produksi dengan menekan biaya produksi dari upah buruh atau pekerja. Sementara disisi lain buruh ingin upahnya layak, maka upah yang diterima buruh harus sesuai dengan kebutuhan si

5

Frederick Engels. 1982. Tentang Das Kapital Marx. Jakarta: Hasta Mitra . hal 39

(3)

buruh dan keluarganya7. Maka disini dapat dilihat secara konkret ada dua kepentingan yang berbeda yaitu antara si pengusaha dengan keuntungannya dan buruh dengan upahnya.Upah merupakan hak buruh, upah diterima saat adanya hubungan produksi dan berakhir pada saat kerja berakhir. Sementara upah buruh tidak dibayar jika buruh tidak bekerja. Sehingga keduanya akan saling berbenturan satu sama lain dalam penentuan upah jika tidak ditangani dengan aturan yang menjamin kepentingan kedua belah pihak.

Dalam penetapan upah sudah seharusnya dibutuhkan peran pemerintah dalam memberikan sebuah solusi yang konkret dan objektif tanpa ada keberpihakan pemerintah , artinya penetapan upah buruh harus sesuai dengan kerja dan kebutuhan hidup buruh beserta keluarganya. Pemerintah sebagai representatif dari negara berperan penting untuk mengatur persoalan upah untuk mengantisipasi adanya benturan antara pengusaha dan buruh. Kebijakan pengupahan yang ditetapkan dalam suatu negara mempunyai garis lurus dengan tingkat kesejahteraaan buruh, artinya semakin tinggi upah buruh maka semakin tinggi pula kesejahteraan buruh.

Dalam situasi kebijakan pengupahan di beberapa negara di dunia Australia merupakan negara dengan upah minimun terbaik di dunia. Demikian laporan Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dari 27 negara maju yang didata. Upah minimum pekerja Australia usia 21 tahun ke atas- sebesar 15,96 dollar Australia per jam. Setelah pajak dan pengurangan lainnya, nilai tersebut equivalen dengan 9,54 per dollar AS atau sekitar Rp 124.000 (kurs Rp 13.000 per dollar AS)..Dan yang lebih menarik lagi, beban pajak mereka juga rendah. Laporan OECD juga menunjukkan, upah minimum pekerja Australia yang merupakan ibu (single) dengan dua anak dapat bekerja hanya enam jam per

7

(4)

minggu sehingga mereka dapat keluar dari garis kemiskinan. Selain itu mereka juga menerima tunjangan dari negara.8

Sementara di Perancis Upah minimum US$ 8,24 per jam setara Rp 107.120. Akan tetapi di Perancis harga bahan pokok relatif mahal bahkan untuk membeli sebotol air Minum seharga 2,80 US$ atau Rp 37.440. Amerika Serikat yang merupakan salah satu negara dengan industri terbesar didunia menempati peringkat ke-11 dengan tingkat upah minimum sebesar 7,25 dollar AS per jam. Sedangkan jumlah take home pay (gaji bersih)nya sebesar 6,26 dollar AS per jam. Akan tetapi di beberapa negara berkembang dan negara miskin di dunia seperti di India Upah minimum: US$ 0,28 per jam setara Rp3.080 Seorang pekerja di India berhak mendapatkan upah minimum US$ 0,28 per jam atau setara dengan Rp 3.640. Hal ini membuat para pekerja India mendapatkan upah US$ 2 dan US$ 3 per hari dan kurang dari US$ 700 per tahun atau setara dengan Rp 9.100.000 . Akan tetapi Biaya hidup di India juga rendah. Sebotol air di India dijual seharga US$ 0,25, sekarton susu US$ 0,50 dan selusin telur US$ 1 setara dengan Rp 13.000.

Di Indonesia kebijakan tentang penetapan upah masih juga tergolong rendah, Di antara 10 negara Asean, Indonesia menduduki peringkat ke delapan dengan gaji buruh terendah , sementara di peringkat pertama ada Singapura dengan upah USD2.951 atau Rp35,8 juta. Berdasarkan data dari Numbeo, gaji rata-rata per bulan buruh di Indonesia tercatat sebesar Rp3,67 juta. Pada umumnya, seluruh pegawai di Indonesia menerima gaji di kisaran Rp2,5 juta-Rp5 juta per bulan. Masih sangat ketinggalan jauh dengan Malaysia, upah buruh

8

10 Negara dengan upah minimum terbaik di dunia berdasarkan tingkat pendapatan masyarakat:

(5)

ratanya nyaris empat kali lipat lebih tinggi dari Indonesia. Pekerja di Malaysia rata-rata memperoleh gaji sebesar USD979,2 atau Rp 11,87 juta per bulan.9.

Begitu rendahnya upah di Indonesia mengakibatkan rendahnya kesejahteraan penduduknya karena persoalan upah adalah salah satu persoalan tentang hajat hidup orang banyak, karena dilansir oleh berdasarkan data BPS tahun 2015 jumlah pekerja di Indonesia 120,8 juta tenaga kerja di Indonesia atau sekitar 53 % dari jumlah penduduk Indonesia. Hal inilah yang membuktikan bahwa begitu besar pengaruh besaran upah dalam menentukan keberlangsungan hidup buruh. Dan hal yang sewajarnya jika buruh diberi upah yang layak untuk memenuhi kebutuhan dan peningkatan kesejahterahannya. Dan prinsip yang harus dijalankan dalam membuat kebijakan adalah adanya prinsip keadilan dalam menentukan upah buruh.

Kebijakan dan aturan terkait skema pengupahan buruh di Indonesia hingga saat ini belum mampu melahirkan solusi untuk memberikan win-win solution kepada kedua belah pihak. Hal ini disebabkan adanya keberpihakan pemerintah dalam menerapkan kebijakan pengupahan tersebut. Di masa Orde baru kebijakan tentang pengupahan semata-mata hanya untuk menggerakan kembali roda ekonomi yang bertumpu pada pasar, sehingga lebih melindungi para investor ketimbang buruh. Rezim pemerintahan Soeharto menerapkan strategi modernisasi defensif (defensive modernisatiton) dimana penguasa berusaha mengatur segalanya dan mengontrol organisasi buruh untuk mengejar pertumbuhan ekonomi10 .

Sementara dalam pemerintahan Megawati Soekarno Putri ditetapkan UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang didalamnya terdapat aturan untuk menentukan Upah minimum buruh. Upah minimum artinya sebagai jaring

9Gaji buruh di Indonesia nomor 8 terendah di Asia Tenggara dilihat dari rata rata upah minimumnya :

http://economy.okezone.com.read.2015/gaji-buruh-di-Indonesia-nomor8-terendah-se-Asia-Tenggara diakses pada tanggal 1 juni 2016 Pukul 11:30 Wib

10

(6)

pengaman untuk pengusaha ,artinya upah minimum hanya upah terendah yang didasarkan pada kriteria tertentu. Seperti upah ditetapkan masih berdasarkan kebutuhan hidup seorang buruh/pekerja lajang, pertimbangan penetapan upah tidak semata-mata survey komponen hidup layak atau disingkat dengan KHL. KHL adalah standart kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk memenuhi kehidupannya tetapi juga tingkat pertumbuhan ekonomi, sehingga sering terjadi ketimpangan dalam survei. Filosopi dari upah minimum adalah sebagai jaring pengamanan. Berarti pengusaha tidak boleh membayar upah buruh lebih rendah dari upah minimum yang ditetapkan. Arti minimum berarti tarif paling bawah, kurang dari itu berarti timpang. Oleh karena itu ketika pengusaha membayar upah buruh dibawah upah minimum maka kehidupan buruh akan melarat.

Pada bab X bagian kedua UU no 13 Tahun 2003 diterangkan dimana upah minimum yang berlaku adalah Upah Minimum Provinsi ( UMP ), Upah Minimum Kabupaten/Kota ( UMK ) yang tiap tahunnya ditentukan oleh Gubernur untuk UMP dan Bupati/Walikota untuk UMK atas usulan dari Dewan Pengupahan Daerah ataupun Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota dengan proses tahapan pembahasan dan survey terlebih dahulu. Sementara Penetapan upah minimum provinsi di dasarkan pada permenakertrans no 13 tahun 2012 dipemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang direvisi dari permenakertrans no 17 tahun 2005, namun esensi dasarnya masih tetap sama dengan permen no 17 tahun 2005, dimana kebutuhan hidup yang menjadi dasar survei harga hanyalah untuk kebutuhan hidup buruh lajang. Artinya, kebutuhan hidup bagi para buruh yang sudah berkeluarga, sampai sejauh ini tidak masuk dalam hitungan. Dalam permenakertrans no 13 Tahun 2012 yang di maksud dengan “kebutuhan hidup layak” adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat memenuhi kebutuhan fisik dalam kurun waktu 1 (satu) bulan.

(7)

melalui survei harga. Secara normatif, yang dimaksud dengan “hidup layak” adalah standar kebutuhan hidup seorang buruh secara fisik dan non-fisik untuk 1 (satu) bulan.Ketentuan ini menjelaskan hanya untuk memenuhi kehidupan pekerja lajang. Sehingga keberadaan keluarga tidak dihitung oleh pengusaha keberadaannya dalam menentukan pengupahan. Hal ini sangat bertentangan dengan UU no. 13 tahun 2003 pasal 88 yang mengatakan, “setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi manusia”. Sehingga jelas bahwasannya sebagai seorang manusia hidup berkeluarga merupakan hak semua manusia dan pengusaha harus memperhatikan upah layak buruh untuk dapat memenuhi kebutuhan buruh dan keluargannya secara wajar yang meliputi pangan, sandang dan papan serta jaminan hari tua.Seperti itu juga peranan dari pemerintah yang berkelanjutan pada Pasal 4 No.17/MenVII/2005 yang mengatakan penetapan Upah minimum provinsi didasarkan pada nilai KHL kabupaten/kota terendah di propinsi yang bersangkutan dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti tidak menjadi rata-rata nilai KHL dari kabupaten/kota dalam menetapkan Upah. Akan tetapi dari KHL terendah.

(8)

buruh di hadapan pengusaha. Maka yang terkandung dalam sistem upah minimum di Indonesia adalah ; upah minimum sebagai jaring pengamanan, upah minimum hanya untuk lajang, dan pengusaha diijinkan melakukan penundaan atau penangguhan11.

Upah minimum hanya untuk lajang artinya pengusaha hanya menanggung kebutuhan seorang buruh tanpa mempertimbangkan keluarga buruh. Penghitungan harga kebutuhan sangat ketat berdasarkan harga pasar.Berarti terjadi kesulitan buruh dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dan bagaimana jika si buruh mempunyai keluarga sehingga harus membagi upahnya untuk kebutuhan istrinya dan anaknya. Kondisi ini yang membuat maraknya anak-anak buruh tidak mengecap dunia pendidikan serta tingkat kesejahteraan yang rendah. Seperti pada masa orde baru yang didasarkan pada kebutuhan fisik minimum ( KFM) yang pencapaiannya hanya berkisar 80-90 persen dari KFM. Sehingga buruh hanya sekedar hidup mencari makan dengan hidup serba kekurangan. Sementara pengusaha mendapatkan nilai lebih dari hasil kerja buruh.

Kebijakan pengupahan bertambah rumit setelah keluarnya keputusan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI Nomor kep-23/Men/2003. Pengusaha berhak melakukan penangguhan upah. Dimana upah minimum hukumnya tidak wajib bagi dari pengusaha untuk membayar jika memang pengusaha keberatan dapat mengajukan penangguhan/penundaan dalam pelaksanaan pembayaraan upah minimum. Atas dasar peraturan ini penguasaha dapat menunda membayar upah minimum paling lambat 10 hari sebelum upah minimum disepakati oleh buruh/serikat buruh. Dan persoalan seperti ini semakin berdampak pada tingkat kesejahterahan buruh. Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah. Tetapi hal ini belum terlaksana dimana tingkat kesejahteraan buruh masih dibawah standart karena tidak sesuai pemberian Upah dengan KHL. Setiap akhir tahun buruh selalu

11

(9)

menanti persentase kenaikan UMP-nya. Tentu harapannya sangat besar terhadap pemerintahan untuk menetapkan upah yang layak.

Dalam UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan juga diatur tentang dewan pengupahan sebagai salah satu aktor dalam penetuan upah minimum, dewan pengupahan bertugas untuk mensurvei harga-harga komoditas untuk pemenuhan kebutuhan hidup seorang buruh, yang kemudian diakumulasikan guna menetapkan nilai upah yang kemudian direkomendasikan kepada pemerintah. Dewan pengupahan terdiri dari organisasi pengusaha, serikat pekerja/Serikat buruh dengan komposisi 2:1:1. Sehingga dapat kita lihat dari komposisi dewan pengupahan sudah ada intervensi dari pengusaha sangat besar dalam menentukan UMP/UMK. Sehingga dalam perkembangan sistem pengupahan diIndonesia kerap terjadi disparitas antara pihak buruh dan pihak pengusaha.

Belum sampai disitu pemerintah mengeluarkan Inpres No.9 Tahun 2013 tentang penetapan upah yang diinstruksikan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans), dimana “untuk daerah yang Upah Minimumnya masih berada di bawah nilai KHL, kenaikan Upah Minimum dibedakan antara Industri Padat Karya tertentu dengan industri lainnya.” Artinya, di daerah yang upah minimumnya masih di bawah Kebutuhan Hidup Layak (KHL), tidak boleh ada kenaikan Upah Minimum Provinsi/Kabupaten/Kota (UMP/K) yang bersifat umum atau lintas-sektoral, hanya boleh ada kenaikan upah minimum sektoral (UMSP/K). besaran kenaikan upah pada provinsi dan/atau kabupaten/kota yang upah minimumnya telah mencapai KHL atau lebih, ditetapkan secara bipartit antara pemberi kerja dan pekerja dalam perusahaan masing-masing12.” Artinya, untuk daerah yang upah minimumnya telah mencapai KHL atau lebih, tidak boleh ada kenaikan UMP/K, hanya boleh ada kenaikan upah aktual di tingkat perusahaan yang ditetapkan secara bipartit.

12

Peraturan Pemerintah yang tertuang dalam Inpres no.9 tahun 2013 tentang upah minimum harus dicabut :

(10)

UMP/K sendiri, menurut UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UUK), “ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota” (Pasal 89).Jadi, UMP/K mustahil ditetapkan secara bipartit, karena harus dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur. Ditambah lagi Inpres ini menginstruksikan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk “memantau proses penentuan dan pelaksanaan kebijakan penetapan Upah Minimum.” Artinya, Inpres ini bukan hanya membolehkan keterlibatan kepolisian dalam proses penentuan upah minimum, tetapi malah mengharuskannya. Hal ini membuka peluang lebih besar bagi kepolisian untuk melakukan pembatasan terhadap aksi demonstrasi yang dilakukan buruh dalam proses penentuan upah minimum.

Di akhir tahun 2015 tepat di bulan oktober pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan baru tentang sistem pengupahan yaitu Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 Tentang sistem pengupahan buruh. Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 atau dikenal dengan PP Pengupahan merupakan salah satu kebijakan yang lahir dari paket ekonomi IV pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla tentang ketenagakerjaan. Paket kebijakan ekonomi Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla adalah salah satu cara untuk menangani krisis ekonomi global yang berdampak pada krisis ekonomi nasional. Begitu juga halnya dengan Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 yang dikeluarkan oleh pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla adalah untuk memberikan suatu kekondusifan atas iklim investasi bagi pemilik modal asing untuk menanamkan sahamnya di Indonesia yang menurut pemerintah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi ditengah terpaan krisis global.

(11)

dipangkas oleh perusahaan maka keuntungan yang didapat juga akan semakin besar. Dan inilah salah satu pelayanan pemerintah terhadap para investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia.

Didalam Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 mekanisme penetapan upah yang diatur dalam pasal 44 yaitu berdasarkan fomulasi;

UMt + (UMt X (Inflasit + Δ % PDBt)

Artinya kenaikan upah tahunan buruh akan berdasarkan upah tahun berjalan dikali dengan inflasi yang ditambah dengan persentasi pertumbuhan ekonomi atau PDBt (pendapatan domestik bruto). Sehingga dapat dikatakan bahwasanya penetapan upah buruh dipengaruhi oleh tingkat inflasi dan persentase pertumbuhan ekonomi. Sementara dalam Pasal 43 ayat (5) dinyatakan bahwa untuk peninjauan komponen kebutuhan hidup layak dilakukan setiap lima tahun sekali. Dengan kata lain, pemerintah hanya akan melakukan peninjauan atas komponen kebutuhan hidup layak yang digunakan sebagai dasar penghitungan upah hanya sekali selama lima tahun.

(12)

bagaimana klas buruh di Indonesia bisa mendapatkan upah yang lebih baik jika inflasi dijadikan parameter untuk penetapan upah. Jika inflasinya tinggi, sudah pasti kenaikan harga juga lebih tinggi. Jika kenaikan harga tinggi, seberapapun kenaikan upah tentu akan terampas kembali oleh harga barang13.

Selain inflasi, formulasi upah didalam PP Pengupahan juga dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi. Ditengah situasi krisis global yang melanda seluruh negeri, tren pertumbuhan ekonomi juga akan mengalami pelambatan. Sejak lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi global angkanya tidak pernah melebihi 4%, bahkan di Amerika sendiri pertumbuhan ekonominya mendekati nol persen, atau tidak tumbuh sama sekali. Jika pemerintah Indonesia selalu mengklaim memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi hingga 6%, tentu hal ini patut dipertanyakan. Jikapun benar terjadi pertumbuhan ekonomi, pertanyaan selanjutnya adalah siapa yang menikmati pertumbuhan ekonomi ini.. Bahkan pada semester kedua tahun ini, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali dikoreksi pada angka 4,9%. Artinya, kontribusi pertumbuhan ekonomi untuk kenaikan upah buruh tahun 2016 kemungkinan hanya akan berada pada kisaran 5%. Jika diasumsikan inflasi berada pada angka 5%, maka upah tahun 2016 hanya akan naik sebesar 10% saja.

Hasil survei KHL yang dilakukan oleh GSBI dan beberapa serikat buruh lain dibeberapa kota/kabupaten menunjukkan bahwa seharusnya kenaikan upah untuk tahun 2016 berada pada kisaran 25-30%, akan tetapi apabila kenaikan upah tahun 2016 didasarkan pada formula penetapan kenaikan upah sebagaimana diatur didalam PP No. 78/2015, hampir dapat dipastikan kenaikan upah hanya berkisar 10%.

Diaspek politik, Formulasi yang telah ditetapkan melalui peraturan ini akan membatasi kesempatan bagi buruh untuk berjuang menentukan upahnya.

13

DPP GSBI,Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 sebuah skema politik upah murah Jokowi-JK :

(13)

Dalam pernyataan yang sama paska Paket Kebijakan Ekonomi IV diluncurkan, pemerintah menyatakan bahwa formulasi upah ini akan meredam “kegaduhan” yang selama ini terjadi setiap tahun menjelang kenaikan upah. Ini sejalan dengan Paket Kebijakan Ekonomi I yang secara tegas memberikan jaminan kepastian bagi investor atau pengusaha. Jaminan kepastian yang disebut dalam hal ini adalah, investasi yang ditanamkan tidak mengalami gangguan, karena situasi keamanan yang kondusif.

Berdasarkan Latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisis permasalahan dengan judul: “Kebijakan Pengupahan Di Indonesia (Studi Analisis: Peraturan Pemerintah

No.78 Tahun 2015)”

1.2 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Kebijakan Pengupahan Di Indonesia dalam Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015?

1.3Pembatasan Masalah

Penelitian ini adalah analisis terhadap kebijakan pengupahan di Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015, maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keterlibatan buruh dalam penetapan upah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015?

2. Dalam penelitian ini akan mengkaji bagaimana dampak yang muncul dari Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 baik secara ekonomi, sosial dan bagaimana dampaknya terhadap perusahaan?

(14)

Penelitian ini mempunyai tujuan :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis tentang sistem penetapan upah di Indonesia khususnya sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015. Dan bagaimana keterlibatan buruh dalam penetapan upah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015.

2. Untuk meneliti bagaimana dampak ekonomi, sosial ,dan politik yang dialami buruh dari lahirnya Peraturan Pemerintah No.78 tentang Sistem pengupahan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini sungguh diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang sungguh diharapkan mampu memberikan sebuah sumbangsih mengenai konsep dan analisis tentang sistem pengupahan buruh di Indonesia.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi serta pisau analisis bagi buruh untuk mengkaji kebijakan pengupahan di Indonesia khususnya PP No.78 Tahun 2015.

3. Secara akademis, penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

(15)

1.6.1. Teori Kebijakan Publik

1.6.1.1 Konsep Kebijakan Publik

Dalam proses berjalannya sebuah negara dibutuhkan sebuah peran dari pemerintah untuk menata kehidupan masyarakat yang dipimpinnya. Peran pemerintah dalam hal ini adalah bagaimana pemerintah yang memiliki otoritas mengeluarkan sebuah aturan yang dapat menyelesaikan persoalan persoalan yang dialami oleh negara maupun masyarakat. Proses penyelesaian permasalahan biasanya dilakukan dengan mengeluarkan sebuah kebijakan publik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan. Banyak sekali definisi tentang kebijakan publik yang dikemukakan oleh para ahli:

William N. Dunn merumuskan kebijakan publik sebagai berikut : Kebijakan Publik (Public Policy) adalah pedoman yang berisi nilai-nilai dan norma norma yang mempunyai kewenangan untuk mendukung tindakan-tindakan pemerintah dalam wilayah yurisdiksinya.14 Sementara Konsep kebijakan publik menurut David Easton sebagai berikut : Alokasi nilai yang otoritatif untuk seluruh masyarakat akan tetapi hanya pemerintahlah yang dapat berbuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari alokasi nilai-nilai tersebut.15

Carl Frederich memandang kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seorang kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan - kesempatan

14

Wiliiam N. Dunn dalam Ibnu Syamsi. 1993. Diktat Kuliah Kebijaksanaan Publik dan Pengambilan Keputusan. Fisipol UGM: Yogyakarta. hal 5

15

(16)

terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan atau suatu maksud tertentu16.

Pembagian kebijakan publik sangat banyak macamnya dari dasar pemikiran, dan jenis kebijakan publik namun demikian secara sederhana dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu:

1. Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau mendasar, yaitu: Undang-Undang dasar Negara Reoublik Indonesia tahun 1945, Undang – Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,Peraturan Pemeirntah,Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah.

2. Kebijakan publik yang bersifat mesoatau menengah berupa penjelasan pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berbentuk peraturan menteri, Surat Edaran Kebijakanya dapat pula berbentuk Surat Keputusan Bersama atau SKB antar Menteri, Gubernur dan Bupati atau Walikota.

3. Kebijakan Publik yang bersifat mikro adalah kebijakan yang mengatur kebijakanya adalah peraturan yang dikeluarkan oleh aparat publik di bawah Menteri, Gubernur ,Bupati atau Wali Kota17.

Ditinjau dari sifat kebijakannya, Lowi membagi kebijakan umum empat tipe, yaitu18 :

1. Kebijakan regulatif: kebijakan ini terjadi apabila mengandung paksaan dan akan diterapkan secara langsung terhadap individu. Artinya adalah bahwa kebijakan ini dibuat agar individu tidak melakukan suatu tindakan yang tidak diperbolehkan. Seperti undang-undang hukum pidana, undang-undang antimonopoli dan kompetisi yang tidak sehat dan berbagai ketentuan yang menyangkut keselamatan umum.

16

Budi Winarno. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publi. Jogjakara : Media Presindo. hal 16. 17

Riant Nugroho D. 2006. Kebijakan Publik Untuk negara -negara berkembang. Jakarta. Hal 31 18

(17)

2. Kebijakan redistributif: kebijakan yang bersifat paksaan secara langsung kepada warga negara, tetapi penerapannya melalui lingkungan. Seperti pengenaan pajak secara progresif kepada sejumlah orang yang termasuk kategori wajib pajak untuk memberikan manfaat bagi orang lain melalui berbagai program pemerintah.

3. Kebijakan distributif: kebijakan yang pengenaannya dilakukan secara tidak langsung (jauh dari pengenaan paksaan secara fisik), tetapi kebijakan tersebut diterapkan secara langsung terhadap individu. Dalam kebijakan ini penggunaan anggaran belanja negara atau daerah untuk memberikan manfaat secara langsung kepada individu, seperti pendidikan dasar bebas biaya, subsidi energi BBM dan sebagainya. 4. Kebijakan konstituen: kemungkinan paksaan secara fisik sangat jauh

dari kebijakan tersebut. Kebijakan ini dapat dikatakan sebagai kebijakan sisa dari ketiga kebijakan diatas. Kebijakan ini mencakup dua lingkup bidang yaitu urusan keamanan nasional dan keamanan dan luar negeri.

Berdasarkan definisi-definisi kebijakan publik yang disebutkan di atas

termasuk ke dalam klasifikasi kebijakan sebagai keputusan karena definisi di atas menitikberatkan kepada pemerintah sebagai aktor yang memiliki otoritas untuk

membuat keputusan, baik keputusan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang berdampak pada kehidupan masyarakat.

1.6.1.2 Proses Pembuatan Kebijakan Publik

(18)

biasanya berkaitan dengan bagian politik dikarenakan lembaga – lembaga politik sangat sering bersinggungan dengan proses ini. Proses pembuatan kebijakan ditunjukkan melalui serangkaian tahap yang saling bergantung satu dengan yang lain yang diatur menurut sesuai dengan urutan waktu, antara lain19 :

1. Penyusunan agenda

2. Penyusunan formulasi kebijakan 3. Pengadopsian kebijakan

4. Implementasi kebijakan 5. Penilaian/Evaluasi kebijakan.

Proses – proses tersebut diataslah yang kemudian menjadi rangkaian kritis yang mengantarkan pembuatan kebijakan menjadi bisa diterima dan dilaksanakan oleh semua kalangan dalam jangka waktu yang sesuai dengan kondisi serta dalam lingkungan yang berbeda.

1.6.1.3 Analisis Kebijakan Publik

Suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupanya sehingga dapat memberi landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan20. Didalam menganalisis sebuah kebijakan publik dapat diproses melalui sebuah proses untuk menguraikan dan mengkaji unsur-unsur penting dalam sebuah kebijakan. Selain itu analisis kebijakan publik juga untuk melahirkan sebuah alternatif baru yang dapat memberikan sebuah solusi atas persoalan persoalan yang belum diselesaikan dari kebijakan tersebut. Tindakan tindakan yang diambil dalam analisis kebijakan mungkin dapat dimulai dengan menguraikan isu-isu seputar permasalahan yang ada sampai dengan melakukan evaluasi terhadap suatu program kebijakan publik secara lengkap.Kebijakan publik diharapkam dapat menghasilkan informasi dan

19

Ibid. Hal 7

20William.N.Dunn. 2003.

(19)

argumen-argumen yang memiliki dasar logika yang jelas dan mengandung 3 macam tolak ukur utama yaitu :

1. Nilai yang pencapainya mertupakan tolak ukur utama untuk melihat apakah masalah telah teratasi

2. fakta yang keberadaanya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai-nilai

3. tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai21.

Adapun pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan sesorang dalam menganalisis sehingga memiliki dasar logika yang kuat yaitu pendekatan empiris,valuatif dan normatif.

Pendekatan Dalam Analisis Kebijakan Publik

Tabel 1.1

Pendekatan Pertanyan Utama Tipe Informasi Empiris Adakah dan adakah

(fakta)

Deskriptif dan prediktif

Valuatif Apa manfaatnya (nilai) Valuatif Normatif Apakah yang harus di

perbuat (aksi)

Preskriptif

Sumber : Analisis Kebijakan Publik. Wiliam N. Dunn Hal 98

Tabel diatas menjelaskan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam menganalisis sebuah kebijakan publik. Pendekatan empirisi menekankan penjelasan berbagai sebab dan akibat dari sebuah kebijakan publik. Pertanyaan utama di dalam pendekatan empiris bersifat faktual dan informasi yang dihasilkan bersifat deskriptif. Contohnya meramalkan, menjelaskan pengeluaran publik

21

(20)

untuk kesehatan, pendidikan atau jalan raya22. Sebaliknya, pendekatan valuatif lebih menekankan terhadap penentuan bobot atau nilai yang terkandung didalam kebijakan. Adapun pertanyaan dalam analisisnya adalah berapa nilai dan bobot yang terkandung di dalam kebijakan tersebut, sehingga informasi yang dihasilkan bersifat valuatif. Sebagai contoh, setelah memberikan informasi deskriptif mengenai berbagai macam kebijakan perpajakan, analisis dapat mengevaluasi berbagai cara yang berbeda dalam mendistribusikan beban pajak menurut konsekuensi etis dan moral mereka. Dan yang terakhir adalah pendekatan normatif yang menekankan terhadap rekomendasi serangkaian tindakan-tindakan yang akan datang yang dapat menyelesaikan masalah publik, pertanyaan dalam pendekatan ini adalah yang berkenaan dengan tindakan yang diaplilkasikan dari kebijakan publik tersebut. Sebagai contoh, kebijakan jaminan terhadap upah minimum tahunan buruh yang dapat direkomendasikan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah kesejahterahan buruh saat ini.

1.6.1.4. Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Pembuatan Kebijakan

Dalam perumusan kebijakan publik paling tidak terdapat sebanyak enam faktor strategis yang biasanya mempengaruhi, factor-faktor tersebut meliputi :

1. Faktor Politik. Faktor ini perlu dipertimbangkan dalam perumusan suatu kebijakan publik, karena dalam perumusan suatu kebijakan diperlukan dukungan dari berbagai actor kebijakan (policy actors), baik aktor-aktor dari pemerintah maupun dari kalangan bukan pemerintah (pengusaha, LSM, asosiasi profesi, media massa, dan lain-lain).

2. Faktor ekonomi/financial. Faktro ini pun perlu dipertimbangkan terutama apabila kebijakan tersebut akan menggunakan atau menyerap dana yang cukup besar atau akan berpengaruh pada situasi ekonomi dalam suatu daerah.

22

(21)

3. Faktor administratif/organisatoris. Dalam perumusan kebijakan perlu pula dipertimbangkan faktor administratif atau organisatoris yaitu apakah dalam pelaksanaan kebijakan itu benar-benar akan didukung oleh kemampuan administratif yang memadai, atau apakan sudah ada organisasi yang akan melaksanakan kebijakan itu.

4. Faktor teknologi. Dalam perumusan kebijakan publik perlu mempertimbangkan teknologi yaitu apakah teknologi yang ada dapat mendukung apabila kebijakan tersebut diimplementasikan.

5. Faktor sosial, budaya dan agama. Faktor ini pun perlu dipertimbangkan, misalnya apakah kebijakan tersebut tidak menimbulkan benturan sosial, budaya, dan agama atau yang sering disebut masalah SARA.

6. Faktor pertahanan dan keamanan. Faktor pertahanan dan keamanan ini pun akan berpengaruh dalam perumusan kebijakan, misalnya apakah kebijakan yang akan dikeluarkan tidak mengganggu stabilitas keamanan suatu daerah. .

1.6.2. Teori Upah

Upah adalah jumlah uang dari pengusaha yang dibayar kepada pekerja/buruh sesuai dengan ketentuan perundang-undang. Upah sudah menjadi pembahasaan yang hangat di Indonesia. Terbukti bagaimana pekerja melalui serikat pekerja/buruh atau bahkan sektor rakyat lainnya tiap melakukan aksi massa selalu mengeluh terkait rendahnya upah buruh yang membuat penghidupan buruh semakin merosot.

(22)

tersebut berupa upah. Sadono Sukirno membuat perbedaan diantara dua pengertian upah 23:

1. Upah Nominal (upah uang) adalah jumlah uang yang diterima para pekerja dari para pengusaha sebagai pembayaran atas tenaga mental dan fisik para pekerja yang digunakan dalam proses produksi.

2. Upah Riil adalah tingkat upah pekerja yang diukur dari sudut kemampuan upah tersebut membeli barang-barang dan jasa-jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja.

Pendapat lain dari Edwin B. Flippo menjelaskan, “a wage a price for the service human being”, yang mana artinya adalah upah merupakan harga yang diberikan oleh pemilik perusahaan kepada para karyawan atas dasar jasa yang telah diberikan oleh karyawan24.

Dari defenisi diatas upah memiliki suatu maksud sebagai pengganti jasa yang telah diserahkan kepada pihak lain atau majikan. Disini pekerja menginginkan agar pekerjaan yang telah dihasilkan dihargai oleh pihak perusahaan atau majikan

Tujuan pengupahan bagi pekerja diantaranya sebagai berikut.

1. Sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan. 2. Dengan pemberian upah dapat digunakan oleh pekerja untuk memenuhi

kebutuhannya sehari hari.

3. Dengan upah yang memadai dapat menjadi motivasi bagi karyawan untuk bekerja secara efektif dan efisien. Adapun tujuan pengupahan bagi perusahaan antara lain sebagai berikut.

a. Dengan pengupahan akan dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Hal ini dikarenakan karyawan akan dapat konsentrasi

23 Sadono Sukirno. 2008.

Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada 24 Edwin Fillipo dalam Mohammed Kazannudin. 2007. “

Pengaruh upah dan pengawasan terhadap

(23)

penuh pada pekerjaan, sehingga dalam bekerja tidak terbebani masalah tentang kelangsungan hidup mereka.

b. Dengan pengupahan akan mendapatkan keuntungan. Adapun jenis-jenis upah dapat dikemukakan sebagai berikut :25

a. Yang dimaksud dengan upah nominal ialah sejumlah uang yang dibayarkan kepada para buruh yang berhak secara tunai sebagai imbalan atas pengerahan jasa-jasa atau pelayanannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kerja dibidang industri atau perusahaan ataupun dalam suatu organisasi kerja, dimana kedalam upah tersebut tidak ada tambahan atau keuntungan yang lain yang diberikan kepadanya. Upah nominal ini sering disebut upah uang (money wages) sehubungan dengan wujudnya yang memang berupa uang secara keseluruhannya.

b. Upah nyata (Real Wages)

Yang dimaksud dengan upah nyata adalah upah uang yang nyata yang benar-benar harus diterima oleh seseorang yang berhak. Upah nyata ini ditentukan oleh daya beli upah tersebut yang akan banyak tergantung dari besar atau kecilnya jumlah uang yang diterima dan besar atau kecilnya biaya hidup yang diperlukan. Ada kalanya upah itu diterima dalam wujud uang dan fasilitas atau in natura, maka upah nyata yang diterimanya yaitu jumlah upah uang dan nilai rupiah dari fasilitas dan barang in natura

tersebut. c. Upah hidup

Dalam hal ini upah yang diterima seorang buruh itu relatif cukup untuk membiayai keperluan hidup yang lebih luas, yang tidak hanya

25

(24)

kebutuhan pokoknya saja yang dapat dipenuhi melainkan juga sebagian dari kebutuhan sosial keluarganya, misalnya bagi pendidikan, bagi bahan pangan yang memiliki nilai-nilai gizi yang lebih baik, iuran asuransi jiwa dan beberapa lainnya lagi.

d. Upah minimum (Minimum Wages)

Sebagaimana pendapatan yang dihasilkan para buruh dalam suatu perusahaan sangat berperan dalam hubungan perburuhan. Bertitik tolak dari hubungan formal ini haruslah tidak dilupakan bahwa seorang buruh adalah seorang manusia dan dilihat dari segi kemanusiaan, sewajarnyalah kalau buruh itu mendapatkan penghargaan yang wajar dan atau perlindungan yang layak. Dalam hal ini maka upah minimum sebaikya dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidup buruh tersebut dan keluarganya, walaupun dalam arti sederhana.

e. Upah wajar (Fair wages)

Upah wajar dimaksudkan sebagai upah yang secara relatif dinilai cukup wajar oleh pengusaha dan para buruhnya sebagai uang imbalan atas jasa-jasa yang diberikan buruh kepada pengusha atau perusahaan, sesuai dengan perjanjian kerja diantara mereka. Upah wajar ini tentuya bervariasi dan bergerak antara upah minimum dan upah hidup yang diperkirakan oleh pengusaha cukup untuk mengatasi kebutuhan hidup buruh beserta keluarganya.26 Upah wajar sangat bervariasi dan selalu berubah-ubah antara upah minimum upah hidup, sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu:27

1. Kondisi negara pada umumnya.

2. Nilai upah rata didaerah dimana perusahaan itu berada.

26

Ibid, hal 102 27

(25)

3. Peraturan perpajakan.

4. Standar hidup para buruh itu sendiri

5. Undang-undang mengenai upah khususnya.

6. Posisi perusahaan dilihat dari struktur perekonomian negara.

Sementara dalam PP No.78 Tahun 2015 defenisi Upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan jasa yang telah atau akan dilakukan28. Disini dapat kita pahami bahwasanya upah adalah hak yang berarti yang harus didapatkan oleh pekerja, dan dalam penetapannya bahwa upah harus segaris lurus dengan kesejahterahan buruh atau pekerja, dilihat dari tingkat upah yang didapat mampu memberikan kesejahteraan buruh dan keluarganya. Disini dapat kita tekankan bahwa perumusan dan penetapan upah yang dilakukan dalam suatu bentuk perjanjian antara pengusaha dan buruh tidak hanya upah seorang lajang (Tidakberkeluarga).

Secara tidak langsung penguasaan pengusaha atas pekerja/buruh adalah kewenangannya. Kerja buruh menghasilkan kekayaan bagi pengusaha yang mengendalikan suatu perusahaan. Hubungan antara pengusaha-pekerja/buruh tidak bias dilepaskan. Percepatan kapital di suatu negara seperti di Indonesia akan meningkatkatkan upah pekerja/buruh. Mari kita andaikan suatu keadaan yang lebih baik bila kapital produktif tumbuh maka permintaan kerja akan naik yang ikut mempengaruhi upah buruh. Tetapi karena persaingan perusahaan-perusahan ,sehingga mendorong perusahaan besar cenderung bertahan karena dipengaruhi kapital/modal. Sementara perusahaan kecil karena dampak persaingan banyak yang bangkrut, akusisi atau merger diantara empat temboknya.

(26)

Kenaikan upah yang nyata bersyarat pada pertumbuhan cepat kapital/modal produktif. Pertumbuhan cepat kapital produktif mengakibatkan pertumbuhan yang sama cepatnya dalam kekayaan, kemewahan, kebutuhan-kebutuhan sosial, kenikmatan-kenikmatan sosial. Jadi walaupun kenikmatan buruh telah meningkat, namun kepuasan sosial yang dipenuhinya telah berkurang dalam perbandingan dengan kenikmatan kaum kapitalis yang meningkat, yang tak dapat dicapai oleh buruh, dalam perbandingan dengan keadaan perkembangan masyarakat pada umumnya. Hasrat dan kesukaan kita lahir dari masyarakat; oleh sebab itu kita mengukurnya menurut masyarakat dan bukannya menurut benda-benda yang memuaskannya. Karena hasrat dan kesukaan itu bersifat sosial, maka mereka bersifat relatif. Upah tidak semata-mata dihasilkan oleh komoditas yang dapat menggantikan upah itu. Tetapi upah mengandung hubungan. Yang diterima pekerja/buruh adalah yang pertama, sejumlah uang tertentu. Apakah upah itu hanya ditentukan hanya dengan nilai uang dalam upah itu ? jadi harga uang kerja tidak sesuai dengan upah riil artinya komoditas yang dihasilkan tidak sesuai dengan upah yang diterima.

Karena itu, bila kita berbicara tentang naik atau turun upah kita harus ingat tidak hanya akan harga kerja dalam bentuk uang, upah nominal. Tetapi baik upah nominal, yaitu sejumlah uang yang untuk itu buruh menjual dirinya kepada kaum kapitalis, maupun upah riil, yaitu jumlah komoditi yang dapat dibelinya dengan uang itu, tidak menghabiskan hubungan-hubungan yang terkandung didalam upah sehingga membuat keuntungan besar bagi kapitalis. Upah sangat dipengaruhi oleh perbandingan keuntungan Pengusaha/kapitalis, laba kapitalis. Melalui pergantian upah terhadap kerja, si kapitalis mendapatkan nilai baru dari pekerja/buruh sebagai akumulasi modal.

1.6.4. Tinjauan Pustaka

(27)

1. “Upah buruh di Indonesia” yang ditulis oleh Abdullah Sulaiman29 : yang didalamnya membahas dan menguraikan tentang pengupahan mulai dari permulaan kemerdekaan yang dimana upah hanya sekedar pemenuhan kebutuhan pokok seperti biaya makan, perumahan ,transportasi, kesehatan, keamanan. Didalamya juga dibahas tentang Konvensi ILO (Indonesia Labour Organization) yang pada akhirnya mendorong Indonesia untuk melakukan penetapan upah minimum dan diberlakukannya perlindungan upah bagi laki-laki dan perempuan.

Tuntutan buruh mendesak kenaikan upah tersebut juga mendorong Pemerintah meratifikasi beberapa konvensi ILO tahun 1954 antara lain UU No.49 Tahun 1954 tentang berlakunya hak-hak dasar untuk berorganisasi dan berunding bersama terkait penetapan upah. Akan tetapi hingga tahun 2003 posisi serikat buruh belum mampu mendorong secara konkret pemerintah dalam menetapkan upah yang layak, karena meskipun serikat buruh terlibat dalam penetapan upah dengan majikan atau pengusaha, akan tetapi masih saja ditentukan sepihak oleh pemerintah dengan legitimasi kebijakan yang ada. Kemudian didalam buku ini juga dibahas mengenai persoalan buruh tentang pelarangan mogok buruh berdasarkan Kepres No.123 Tahun 1963. Kemudian pada masa Industrialisasi antara rentang 1996-1997 penetapan upah dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal dimana ada hubungan antara ekspor dan impor yang berkaitan dengan permintaan produksi barang yang semakin tinggi dengan keinginan mendapatkan keuntungan yang tinggi. Ditambah lagi dengan posisi tawar buruh yang lemah karena melimpahnya tenaga kerja sementara serikat buruh yang ada tunduk pada kebiajakan pemerintah.

Kebijakan pengupahan minimum yang dikaji dalam buku ini dikatakan bermula dari Upah minimum Regional yang kemudian

29Abdullah Sulaiman. 2008.

(28)

dikhususukan lagi menjadi Upah minimum sektoral karena UMR tidak mampu mewakili kebutuhan buruh di tingkat kota dan kabupaten. UU no 13 Tahun 2013 juga belum memberikan kepastian perlindungan upah pada buruh karena tidak tegas dalam memberikan batasan batasan tentang komponen upah dan desentralisasi upah, dan tidak tegas menjelaskan kriteria-kriteria yang dihadapi pengusaha sehingga melakuakn penangguhan upah kepada buruh. Didalam buku ini juga dibahas mengenai penyelesaian perselisihan hubungan perindustrian berdasarkan UU No.13 Tahun 2013 dan UU No.2 Tahun 2004 yang mengakibatkan dualisme kebijakan yang pada akhirya menimbulkan kerancuan terhadap penyelesaian sengketa antara pengusaha dan buruh.

2. Dikriminatif dan Ekpoloitatif dalam buku yang ditulis dan diterbitkan oleh yayasan Akatiga30 : dimana dalam penelitian dibuku ini diuraikan bahwa Praktek kerja kontrak dan outsourcing buruh mulai muncul dan terus meluas sejak UU Ketenagakerjaan No. 13Tahun 2003 diberlakukan. Labour Market yang merupakan wujud dari konsep Labour Market Flexibility atau LMF yang diperlukan untuk melemaskan kekakuan peraturan ketenagakerjaan melalui kemudahan merekrut dan memecat buruh secara umum telah menguntungkan perusahaan akan tetapi dengan harga yang harus dibayar dengan memburuknya kesempatan kerja, kondisi kerja dan kesejahteraan buruh sekaligus. Hasil penelitian yang ditulis dalam buku ini menemukan berbagai pelanggaran terhadap UU dan peraturan-peraturan yang terkait dan terhadap lima konvensi ILO tentang hak dasar buruh: kebebasan berserikat, perundingan kolektif, persamaan renumerasi, perlindungan kekerasan dan anti diskriminasi. Penelitian ini mengungkapkan praktek pembedaan hak-hak buruh kontrak dan outsourcing dari buruh tetap, meskipun mereka melakukan jenis pekerjaan yang sama, dengan jam kerja yang sama dan di tempat kerja yang sama.

30Yayasan Akagita. 2010.

(29)

Kondisi semacam itu menunjukkan bahwa kebijakan LMF atau pasar kerja fleksibel dalam konteks kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia dan lemahnya penegakan hukum, perlu ditinjau ulang.

3. Jurnal Kebijakan Penetapan Upah Minimum di Indonesia (The Minimum Wage Policy in Indonesia) oleh Izzaty Rafika Sari31 : Didalam Jurnal ini dibahas bahwasanya penetapan upah minimum bertujuan untuk meningkatkan upah para pekerja yang masih berpendapatan di bawah upah minimum. Pendekatan yang diambil dalam analisis upah minimum adalah Pendekatan Pasar tenaga kerja. Pasar tenaga kerja, sama halnya dengan pasar pasar lainnya dalam perekonomian diatur oleh kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran. Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja akan menentukan tingkat upah.32Namun kebijakan upah minimum tidak hanya berdampak pada upah pekerja dengan tingkat upah di sekitar upah minimum, tetapi juga berdampak ke seluruh distribusi upah. Oleh sebab itu, kebijakan upah minimum pada akhirnya akan berdampak pada harga, iklim usaha dan penyerapan tenaga kerja. Penetapan upah minimum masih menghadapi banyak kendala yaitu mekanisme penetapan upah minimum bersifat ad hoc dan tidak pasti dan kenaikan upah minimum sulit diprediksi dan diperhitungkan. Kebijakan menaikkan UMP harusnya ditempatkan dalam kerangka kebijakan industri dan kerangka kebijakan makro yang komprehensif dan tidak parsial. Upah karyawan akan meningkat jika upah minimum dinaikkan, tetapi secara bersamaan, ketidakpatuhan terhadap aturan upah minimum pun akan meningkat sehingga mengurangi manfaat yang diharapkan. Kebijakan ini menimbulkan inefisiensi dengan menghambat pekerja informal yang ingin masuk ke sektor formal karena perusahaan tidak mampu atau tidak bersedia membayar upah minimum lebih tinggi sesuai aturan, padahal para

31

Izzaty Rafika Sari. 2013. “ Kebijakan Penetapan Upah Minimum di Indonesia (The Minimum Wage Policy in Indonesia)”. Jurnal ekonomi dan kebijakan publik. Vol IV no.2.Desember tahun 2013.

32Gregory Mankiw. 2003.

(30)

pekerja tersebut bersedia menerima upah lebih rendah. Kehati-hatian diperlukan dalam menaikkan upah minimum untuk menghindari sejumlah masalah yang terkait dengan kebijakan penetapan upah tinggi. Masalah tingkat ketidakpatuhan yang tinggi, pertambahan pekerjaan formal yang lebih lambat ketika upah minimum naik, dan pekerja miskin yang tidak beranjak dari ekonomi informal. Bila kebijakan upah minimum yang kaku di sektor modern ini terus dilanjutkan dengan akibat mengurangi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja hingga di bawah angka pertumbuhan angkatan kerja, akan lebih banyak pekerja yang dipaksa bekerja pada pekerjaan dengan bayaran rendah serta kondisi kerja yang lebih buruk, atau masuk ke sektor informal yang akan menambah jumlah kelompok pekerja yang saat ini merupakan kelompok pekerja terbesar di Indonesia.

1.7. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara yang dipergunakan

untuk mencapai tujuan penelitian yang dilakukan.Dalam penelitian ini penulis menerapkan metode deskriptif kualitatif yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang33. Tujuan dari penelitian dengan metode deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki berdasarkan data data yang tekumpul.

1.7.1. Jenis Penelitian

Menurut Hadari Nawawi, metode penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat, dan

33Nazir mohammad.

(31)

lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagai mana adanya. Penelitian deskriptif melakukan analisis dan menyajikan data-data dan fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat dipahami dan disimpulkan.34

Penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan kebijakan pengupahan buruh di Indonesia dan bagaiamana keterlibatan buruh dalam penetapan upah sekaligus menguraikan dampak ekonomi, sosial dan politik yang ditimbulkan terhadap kehidupan klas buruh. Tentunya penelitian menggunakan data-data, konsep-konsep yang berguna sebagai kerangka acuan untuk menjelaskan hasil penelitian, menganalisis dan sekaligus untuk menjawab persoalan yang diteliti.

1.7.2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini sumber data di bedakan atas dua sumber yaitu:

1. Pengumpulan data primer dalam penelitian ini yakni melalui metode wawancara (interview). Teknik pengumpulan data melalui wawancara ialah dengan bertanya langsung kepada informan ataupun narasumber yang dianggap sesuai dengan objek penelitian serta melakukan tanya jawab secara langsung kepada informan yang terkait dengan penelitian ini. sebagai narasumber dalam penelitian ini antara lain :

a. Pihak buruh yaitu Yogi Saputra yang bekerja di PT.Oleo Champ Kawasan Industri Medan II dan Fahmi Nurdinhah yang bekerja di PT.Pasifik Medan Industri.

b. Pihak Organisasi/Serikat buruh yaitu Rudi HB Daman selaku ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) dan Nicholas Sutrisman SH selaku Ketua kordinator wilayah Serikat Buruh Sejahterah Indonesia (SBSI) Sumatera Utara.

34

(32)

c. Dinas tenaga kerja dan transmigrasi Sumatera Utara yaitu Ririn Bidasari SH, M.Hum sebagai kepala seksi persyaratan kerja, pengupahan, dan jaminan sosial. Juga merangkap sebagai sekretaris dewan pengupahan Sumatera Utara.

2. Sumber data sekunder yang diperoleh dari Undang-undang, Buku-buku, Jurnal, tabloid, literatur serta majalah terkait pengupahan di Indonesia.

1.7.3. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan Penulis dalam penelitian ini adalah Menggunakan analisis kualitatif , yang menekankan analisis pada sebuah peroses pengambilan kesimpulan secara induktif dan deduktif serta analisis pada fenomena yang sedang diamati dengan metode ilmiah35. Dalam menganalisis konteks Politik Pengupahan di Indonesia, akan menggunakan Teori Kebijakan publik, teori evaluasi kebijakan publik , dan teori tentang upah. Kolaborasi dari teori diatas diharapkan mampu menjadi pisau analisis untuk mengkaji secara konkret tentang kebijakan pengupahan berdasarkan PP No.78 tahun 2015.

1.8. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan terperinci, serta mempermudah isi dari skripsi ini, maka penulis membagi penulisan skripsi ini dalam empat bab. Adapun susuna sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut ;

BAB I : PENDAHULUAN

35Burhan Bungin. 2001

(33)

Bab Satu ini akan menguraikan dan membahas latar belakang masalah, pokok permasalahan yang akan dibahas dan tujuan mengapa diadakan penelitian ini dan metode penelitian serta kerangka teori yang akan menjadi landasan pembahasan masalah tentang sistem pengupahan di Indonesia.

BAB II : KEADAAN PENGUPAHAN DI INDONESIA SECARA UMUM

Bab Kedua ini akan menguraikan sistem pengupahan secara umum di Indonesia baik dari orde lama, orde baru sampai pada era reformasi dan membahas tinjauan kebijakan yang tetuang dalam Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015..

BAB III : ANALISIS KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA YANG

TERTUANG DALAM PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015

Di dalam Bab Ketiga akan memuat analisis kebijakan pengupahan buruh yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 tentang bagaimana keterlibatan buruh dalam proses penetapan upah dan bagaimana dampak yang muncul baik secara ekonomi, sosial,yang dialami buruh. Dalam sub bagiannya membahas tentang bagaimana mekanisme penetapan upah dalam PP NO.78 Tahun 2015.

BAB IV : PENUTUP

Gambar

Tabel 1.1 Pendekatan  Pertanyan Utama

Referensi

Dokumen terkait

Memberikan wewenang kepada Dewan Komisaris Perseroan untuk menunjuk Akuntan Publik yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam

sehingga ρ value > 0,05 maka Ha ditolak, hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara konsep diri (harga diri) pada antara remaja laki-laki dan perempuan

atau dokumen lain, papan tanda, kad, surat, risalah, lembaran, notis, kelengkapan, peralatan atau barang telah disita di bawah Akta ini, pegawai diberi kuasa

Aspek yang sangat penting dalam mempengaruhi keberhasilan sebuah proses belajar adalah minat. Minat sendiri juga merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan

Prinsip ini berarti bahwa segala sesuatu materi (benda) yang berbahaya, sementara tidak terdapat nash syar’i tertentu yang melarang, memerintah, atau membolehkan, maka

Setiap Pemegang saham public DVLA yang secara tegas memberikan suara tidak setuju atas rencana Penggabungan Usaha pada saat RUPSLB DVLA dan bermaksud untuk menjual saham

Sesuai dengan indikator penelitian ini, peranan Kepala Dinas Kesehatan dalam pengawasan program jamkesmas baik pengawasan secara langsung maupun tidak langsung di Kabupaten

b. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Pembelajaran yang