• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisitik Penderita Mioma Uteri Rawat Inap di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013-2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisitik Penderita Mioma Uteri Rawat Inap di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013-2015"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Definisi Mioma Uteri

Mioma uteri yang dikenal juga dengan sebutan fibromioma,fibroid, atau

leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan

jaringan ikat yang menumpanginya. Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul,

dan berasal dari otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat

berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan dan berkonsistensi lunak jika

otot rahimnya yang dominan (Joedosapoetro, 2009). Kejadian mioma uteri sukar

ditetapkan karena tidak semua mioma uteri menimbulkan keluhan dan

memerlukan tindakan operasi. Sebagian penderita mioma uteri tidak menunjukkan

keluhan apapun dan ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan

(Manuaba dkk, 2009).

2.2 Anatomi Uterus

Uterus adalah suatu organ muscular berongga dan berdinding tebal, terletak pada rongga panggul antara kandung kemih di anterior dan rektum di

posterior dan berbentuk seperti bola lampu pijar atau buah pir terbalik. Besarnya

uterus berbeda-beda, bergantung pada usia wanita dan paritas. Ukuran uterus pada

anak-anak adalah 2-3 cm, pada wanita yang belum pernah melahirkan (nulipara)

(2)

Uterus berfungsi untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama

perkembangan dan menyediakan lingkungan yang cocok untuk tumbuh-kembang

janin. Ovum yang telah keluar dari ovarium akan menuju tuba uterina dan

kemudian begerak menuju uterus dan tertanam (nidasi) pada endometrium uterus.

Segera setelah persalinan otot rahim dapat menutup pembuluh darah untuk

menghindari perdarahan. Setelah persalinan, rahim dalam waktu 42 hari dapat

mengecil seperti semula (Manuaba dkk, 2009).

Uterus terdiri dari :

a. Fundus Uteri (dasar rahim) merupakan bagian uterus proksimal yang

terletak antara kedua pangkal saluran telur.

b. Korpus uteri(badan rahim) merupakan bagian uterus yang terbesar dan

berbentuk segitiga. Pada kehamilan, bagian ini berfungsi sebagai

tempatutama bagi janin untuk hidup dan berkembang. Rongga yang

terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim.

c. Serviks uteri (leher rahim) berbentuk silinder yang merupakan ujung

serviks menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan antara kavum

uteri dan kanalis servikalis disebut ostum uteri internum. Bagian rahim

antara serviks dan korpus disebut isthmus atau segmen bawah rahim yang

akan mengalami peregangan pada masa kehamilan dan persalinan

(3)

2.2.1 Pembagian Dinding Uterus

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu :

a. Peritoneum (lapisan serosa) meliputi dinding uterus bagian luar, menutupi

bagian luar uterus, dan merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan

pembuluh darah limfe dan urat saraf. Bagian ini meliputi tuba dan

mencapai dinding abdomen.

b. Miometrium (lapisan otot) merupakan otot polos berlapis tiga; yang

sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang diantara

kedua lapisan ini saling beranyaman. Miometrium secara keseluruhannya

dapat berkontraksi dan relaksasi (Prawirohardjo, 2007).

c. Endometrium (lapisan mukosa), merupakan lapisan dinding bagian dalam

(lining). Kavum uterus dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar, disebut endometrium yang terdiri atas epitel kubik,

kelenjar-kelenjar dan stroma yang kaya dengan pembuluh darah (Saifuddin, 2002).

2.3 Patologi Anatomi Mioma Uteri

Pada pemeriksaan dengan mikroskop, kelompok-kelompok sel otot

berbentuk kumparan dengan inti panjang dipisahkan menjadi berkas-berkas oleh

jaringan ikat. Hal tersebut dapat terjadi karena seluruh suplai darah mioma berasal

dari beberapa pembuluh darah yang masuk dari pseudokapsul, yang dapat

mengakibatkan pertumbuhan tumor tersebut selalu melampaui suplai darahnya.

Ini menyebabkan degenerasi, terutama pada bagian tengah mioma. Mula-mula

terjadi degenerasi hialin, dan kemungkinan menjadi degenerasi kistik

(4)

2.3.1 Klasifikasi Mioma Uteri

Menurut letak pertumbuhannya, mioma uteri dapat diklasifikasikan

menjadi 3 jenis yaitu :

a. Mioma Subserosa

Berada diluar rahim (serosa) dan berlanjut tumbuh keluar dinding rahim

sehingga menonjol pada permukaan uterus. Dapat tumbuh diantara kedua

lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter dan juga dapat

tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum

dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wandering atau

parasitic fibroid ( Manuaba dkk, 2009).

b. Mioma Intramular

Berada di dinding uterus diantara serabut miometrium dan biasanya

multiple. Mioma jenis ini sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti

kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor didaerah perut sebelah

bawah. Di dalam otot rahim, mioma ini dapat besar dan padat jika jaringan

ikat yang dominan juga lunak jika jaringan otot rahim dominan.

c. Mioma Submukosa

Berada dibawah endometrium dan menonjol kedalam rongga uterus yang

menyebabkan peregangan pada endometrium dan menghambat pembuluh

darah lokal berkontraksi selama menstruasi. Mioma semacam ini dapat

menyebabkan menstruasi yang berat, lama dan hebat dan menyebabkan

(5)

menjadi polip kemudian dilahirkan melalui saluran serviks yang disebut

myom geburt (Wiknjosastro, 2008).

Sumber : https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/8608.htm

Gambar 1. Anatomi Uterus Normal

Sumber : http://www.webmd.com/women/uterine-fibroids/ss/slideshow-fibroid

(6)

2.4 Gejala Mioma Uteri

Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada

pemeriksaan ginekologik karena tidak semua mioma uteri mengganggu dan

menimbulkan keluhan. Gejala yang disebabkan oleh mioma uteri bergantung

pada ukuran mioma, letak mioma dan komplikasinya. Berikut gejala yang

paling sering terjadi :

2.4.1 Perdarahan abnormal

Perdarahan abnormal merupaka gejala yang paling sering dijumpai.

Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia, dan dapat juga terjadi metroragia. Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan mioma uteri. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini adalah :

a. Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasanya.

b. Atrofi endometrium diatas mioma submukosa.

c. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang

mioma diantara serabut miometrium sehingga tidak dapat menjepit

pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.

2.4.2 Rasa nyeri

Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena

gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan nekrosis

setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan

dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat

meyebabkan dismenorrhoe. Mioma uteri juga dapat menimbulkan nyeri

(7)

yang bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium yang disebabkan mioma

subserosa ( Decherney et.al. 2007). 2.4.3 Gejala dan tanda penekanan

Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan

rahim karena pembesaran mioma uteri dapat meyebabkan terasa berat

diabdomen bagian bawah sehingga penderita mengeluh merasakan adanya

massa atau benjolan diperut bagian bawah. Penekanan pada kandung kemih

akan meyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada

ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat

meyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe

dipanggul dapat meyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.

2.4.4 Infertilitas dan Abortus

Hubungan antara mioma uteri dan kesuburuan belum diketahui secara

pasti (Edmonds, 2007). Menurut Wiknjosastro (2008) infertilitas dapat terjadi

apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstialis tuba yang

mengakibatkan gangguan migrasi sel telur dan spermatozoa, sedangkan mioma

submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga

uterus.

2.5 Perubahan Sekunder Mioma Uteri

Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar

bersifat degenerasi. Hal ini dapat terjadi karena berkurangnya pemberian darah

pada sarang mioma.

(8)

Berikut perubahan sekunder pada mioma uteri.

a. Atrofi : sesudah menopause maupun sesudah kehamilan, mioma uteri

menjadi kecil.

b. Degenerasi hialin : perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita

berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen.

c. Degenerasi kistik : dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana

sebagian dari mioma menjadi cair sehingga terbentuk ruangan-ruangan

yang tidak teratur berisi seperti agar-agar. Dengan konsistensi yang lunak

ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan

(Manuaba dkk, 2010).

d. Degenerasi membatu (calcireous degeneration) : terutama terjadi pada wanita berusia lanjut karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan

adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma

menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.

e. Degenerasi merah (carneous degeneration) : perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Diperkirakan ini dapat terjadi karena

suatu nekrosis sub akut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada

pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna

merah disebabkan oleh pigmen himosiderin dan hemofusin. Degenerasi

merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis,

haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri

pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor

(9)

2.6 Komplikasi Mioma Uteri a. Degenerasi ganas

Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6%

dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.

Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang

telah diangkat (Prawirohrdjo, 2007). Menurut Manuaba I.A.C dan Manuaba

I.B.G (2009) bila pada masa menopause tumor yang berasal dari mioma uteri

masih tetap besar atau bertambah besar, kemungkinan degenerasi ganas

menjadi sarkoma uteri.

b. Torsi (Putaran Tangkai)

Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan

sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis yang dapat menyebabkan sindrom

abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.

Hal ini hendaklah dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak

sarang mioma dalam rongga peritoneum. Sarang mioma dapat mengalami

nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah

padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan

berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri (Prawirohrdjo, 2007).

2.7 Mioma Uteri dan Kehamilan

Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan

(10)

proses saling memengaruhi (Pradhan, 2006). Berikut pengaruh mioma pada

kehamilan dan persalinan.

a. Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan

letak subserosa.

b. Menghalangi lahirnya bayi, terutama mioma yang terletak pada serviks.

c. Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di

dalam dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma.

d. Mempersulit lepasnya plasenta , terutama pada mioma yang submukosa

dan intramural (Manuaba dkk, 2007)

Sedangkan, kehamilan dapat memengaruhi mioma uteri menjadi :

a. Pertumbuhan mioma uteri lebih cepat sampai usia kehamilan berkisar

4 bulan

b. Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk, dan

mudah terjadi gangguan sirkulasi di dalamnya, sehingga terjadi

pendarahan dan nekrosis. Tumor tampak merah ( degenerasi merah) atau

tampak seperti daging (degenerasi karnosa). Perubahan ini menyebabkan

rasa nyeri di perut yang disertai gejala-gejala rangsangan peritoneum dan

gejala-gejala peradangan.

c. Mioma uteri subserosa yang bertangkai dapat mengalami putaran tangkai

akibat desakan uterus yang makin lama makin besar. Torsi menyebabkan

gangguan sirkulasi dan nekrosis yng menimbulkan gambaran klinik nyeri

(11)

2.8 Epidemiologi Mioma Uteri

2.8.1 Distribusi dan Frekuensi Penderita Mioma Uteri a. Berdasarkan Orang

Kasus mioma uteri terbanyak terjadi pada kelompok umur 40-49

tahun dengan usia rata-rata 42 tahun sebanyak 51%. Risiko mioma uteri

meningkat pada wanita nullipara. Penelitian di India terdapat 150 kasus

mioma uteri, dan 77 kasus terjadi pada wanita umur 40-49 tahun dengan

prevalensi 51% dan 45 kasus terjadi pada wanita umur lebih dari 50 tahun

dengan prevalensi 30% (Bhat, 2006).

Mioma uteri hanya terjadi pada wanita karena merupakan penyakit

yang terdapat pada dinding rahim wanita. Mioma uteri lebih banyak

ditemukan pada wanita berkulit hitam, karena wanita berkulit hitam

memiliki lebih banyak hormon estrogen dibanding wanita kulit putih.

Pernah ditemukan 200 sarang mioma dalam satu uterus pada wanita kulit

hitam, dimana biasanya hanya 5-20 sarang saja.

Sampel acak dari wanita berusia 35 - 49 tahun untuk wanita

Afrika-Amerika yang menjalani pemeriksaan rutin, hasil rekam medis dan

pemeriksaan sonografi didapatkan pada usia 35 tahun insidensi terjadinya

mioma uteri adalah sebesar 60%, insidensi ini meningkat hingga 80% pada

usia 50 tahun. Wanita kaukasia mempunyai insidensi sebesar 40% pada

usia 35 tahun dan meningkat hingga 70% pada usia 50 tahun

(12)

b. Berdasarkan Tempat

Penelitian Yu Su di Taiwan dari tahun 2000 sampai dengan tahun

2003 terdapat 16.690 wanita yang didiagnosa mioma uteri. Data tersebut

diambil dari Longitudinal Health Insurance Database 2000 (LHID 2000) yang merupakan bagian dari database riset asuransi nasional yang

didirikan oleh Institut Riset Kesehatan di Taiwan (Yu Su et.al. 2012). Di Indonesia, kasus mioma uteri khususnya di Riau penelitian

Muzakir periode 1 Januari 2006 - 31 Desember 2006 melaporkan

penderita mioma uteri sebesar 37 kasus dan terbanyak pada kelompok

umur 45-49 tahun yaitu sebesar 45,94 % (Muzakir, 2008).

c. Berdasarkan Waktu

Penelitian Jung di rumah sakit Mokpo St. Columban Korea periode 1992-1996 melaporkan 282 kasus mioma uteri dari 1.371 kasus

ginekologi (proporsi 20,7 %). Penelitian Wise di Amerika Serikat periode

1997-2007 melaporkan 5.871 kasus mioma uteri dari 22.120 wanita kulit

hitam dengan prevalens 26,5% (Wise et.al. 2009).

Penelitian Ezeama (2012) di universitas kedokteran Nnamdi

Azikiwe Nnewi, Nigeria dari Januari 2002- December 2006 melaporkan

117 kasus mioma uteri dari 1.094 kasus ginekologi yang tercatat dengan

(13)

2.8.2 Determinan

Penyebab pasti mioma uteri sampai saat ini belum diketahui. Para ahli

berpendapat bahwa mioma uteri terjadi akibat ketidakseimbangan

hormon-hormon dalam tubuh, terutama hormon-hormon estrogen. Kondisi ketidakseimbangan

sistem hormon ini yang sering memicu pertumbuhan sel-sel abnormal dalam

tubuh (Manuaba dkk, 2010).

Berikut beberapa hormon yang memengaruhi pertumbuhan mioma :

a. Estrogen

Sebagian besar mioma uteri ditemukan pada masa reproduksi, karena

adanya rangsangan estrogen. Dengan demikian mioma uteri tidak dijumpai

sebelum datang haid (menarke) dan akan mengalami pengecilan setelah mati

haid (menopause).

Belum dapat dibuktikan bahwa hormon estrogen berperan sebagai

penyebab mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan

mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsetrasi lebih tinggi

dibandingkan dari miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah

di dinding endometrium. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan

meningkatkan produksi matrik ekstraseluler.

Meyer dan De Snoo mengajukan teori cell nest atau teori genitoblast

yang menyatakan bahwa untuk terjadinya mioma uteri harus terdapat dua

komponen penting yaitu : sel nest (sel muda yang terangsang) dan estrogen

(14)

Hormon estrogen dapat diperoleh melalui alat kontrasepsi hormonal

(Pil KB, Suntikan KB dan susuk KB). Alat kontrasepsi hormonal

mengandung estrogen, progesteron dan kombinasi estrogen dan progesteron.

b. Progesteron

Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron

menghambat pertumbuhan mioma dengan dua cara, yaitu mengaktifkan

hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.

c. Hormon Pertumbuhan

Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi

hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu

Hormon Placental Lactogen (HPL), terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat mioma uteri selama kehamilan

mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen

(Setiati, 2009).

Berikut beberapa faktor risiko terjadinya mioma uteri, yaitu :

a. Umur

Risiko mioma uteri meningkat seiring dengan peningkatan umur.

Penelitian Ofori di Ghana, Afrika Barat pada tahun 2012 melaporkan

proporsi tertinggi yang mengalami mioma uteri pada kelompok umur

(15)

b.Paritas

Mioma uteri lebih sering terjadi pada nulipara atau wanita yang relatif

kurang subur, tetapi sampai saat ini belum diketehui apakah infertilitas

menyebabkan mioma uteri. Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit

kemungkinannya untuk terjadinya perkembangan mioma ini

dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu kali hamil.

Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang

tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali ( Schorge et.al. 2008 ). c. Riwayat Keluarga

Pada penelitian Parker (2007) dikatakan bahwa wanita yang

melaporkan kejadian mioma pada dua keluarga tingkat pertama

mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar memiliki strong

expression dari VEGF-α (growth factor yang berhubungan dengan

mioma) dibandingkan dengan wanita yang menderita mioma tanpa

riwayat keluarga. Riwayat keluarga tingkat pertama (ibu/kakak) yang

menderita mioma uteri akan meningkatkan risiko mioma uteri sebesar

2,5 kali.

d. Ras

Kejadian mioma uteri lebih tinggi pada wanita golongan

Afrika-Amerika (kulit hitam) dibandingkan dengan ras Kausakia (kulit putih).

Namun masih belum diketahui dengan jelas apakah perbedaan ini

adalah karena masalah genetik atau perbedaan pada kadar sirkulasi

(16)

Pada penelitian terbaru menunjukkan yang Val/Val genotype untuk enzim essensial kepada metabolisme estrogen, catechol-O-methyltransferas (COMT) ditemui sebanyak 47% pada wanita Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita

dengan genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini

menjelaskan mengapa prevalensiyang tinggi untuk menderita mioma

uteri dikalangan wanita Afrika-Amerika lebih tinggi (Parker, 2007).

e. Usia Menarche

Beberapa penelitian mengemukakan bahwa peningkatan pertumbuhan

mioma uteri merupakan respon dari stimulus estrogen. Menarche dini

sebelum umur 12 tahun dapat meningkatkan risiko seseorang dapat

mengalami mioma uteri (Baird, 2003). Paparan estrogen yang semakin

lama akan meningkatkan faktor risiko terkena mioma uteri. Menarche

dini (< 12 tahun) ditemukan meningkatkan resiko relatif mioma uteri

dan menarche yang lambat (> 16 tahun) menurunkan resiko relatif

mioma uteri. Penelitian Anbualagan (2014) di RSUP Haji Adam Malik

Medan yang menemukan dari 140 kasus, jumlah penderita dengan usia

menarche 11-16 tahun merupakan kelompok tertinggi yaitu sebanyak

139 orang (99.3%) sedangkan penderita yang mempunyai riwayat

menarche lambat usia 16 tahun adalah kelompok paling rendah yaitu

(17)

f. Berat Badan

Menurut Salinas (2014) yang mengutip pendapat Dorgan, peningkatan

IMT dihubungkan dengan penurunan sex hormone-binding globulin

yang akan meningkatkan jumlah estrogen bebas pada jaringan perifer

(kulit dan jaringan lemak) dan ovarium. Satu studi prospektif dijalankan

dan dijumpai kemungkinan risiko menderita mioma uteri adalah

setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10 kg berat badan dan dengan

peningkatan indeks massa tubuh. Pada penelitian Salinas di Rumah

Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Pada Tahun 2014 didapati

pasien Mioma Uteri dengan IMT normal (<23) sebesar 39 orang

(41,1%) dan jumlah pasien dengan IMT di atas normal (>23) sebesar 56

orang (58,9%) (Salinas, 2014).

2.9 Upaya Pencegahan 2.9.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer dilakukan untuk mengurangi insidensi mioma uteri

dengan cara mengendalikan faktor risiko sebelum seseorang terkena penyakit

(Budiarto, 2002). Berikut beberapa upaya pencegahan primer yang dapat

dilakukan :

a. Upaya pencegahan primer dapat dilakukan dengan penyuluhan mengenai

faktor-faktor risiko terjadinya mioma uteri khususnya pada kelompok

berisiko yaitu wanita pada masa reproduktif.

b. Adanya pengawasan pemberian hormon estrogen dan progesteron dengan

(18)

rendah dibandingkan dengan pil sekuensil, oleh karena pertumbuhan

mioma uteri berhubungan dengan kadar estrogen.

2.9.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan ini dapat dilakukan dengan diagnosa dini dan pengobatan

yang cepat dan tepat.

a. Diagnosa dini

Beberapa upaya yang dilakukan oleh ahli medis dalam menegakkan

diagnosa mioma uteri adalah sebagai berikut.

a.1 Anamnesis

Dari proses tanya jawab dokter dan pasien dapat ditemukan penderita

seringkali mengeluh rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian

bawah,kadang mempunyai gangguan haid, buang air kecil maupun buang air

besar juga ada rasa nyeri.

a.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan bimanual akan mengungkap tumor pada uterus, yang

umumnya terletak di garis tengah maupun ke samping, seringkali teraba

adanya benjolan-benjolan. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai

yang berhubung dengan uterus (Prawirohardjo, 2007).

a.3 Pemeriksaan Penunjang a.3.1 Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam

menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transabdominal baik

(19)

ultrasonografi transvaginal bermanfaat untuk observasi uterus yang berukuran

kecil. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang

mendemonstrasikan iregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya

klasifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperkoik (gambaran padat) dengan

bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik

(gambaran lunak).

a.3.2 Magnetic Resonance Imagine (MRI)

Mioma uteri lebih baik didiagnosa dengan MRI daripada USG tetapi

biayanya lebih mahal. MRI mampu menentukan ukuran, lokasi dan bilangan

mioma uteri serta bisa mengevaluasi jarak penembusan mioma submukosa di

dalam dinding miometrium (Parker, 2007).

b. Penatalaksanaan Medis

Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, paritas, lokasi, dan

ukuran tumor. Oleh karena itu, penanganan mioma uteri terbagi atas:

b.1 Penanganan Konservatif

Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan

pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan

mengurangi produksi estrogen dari ovarium.

Penggunaan GnRH agonis leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari

pertama sampai ketiga mentruasi setiap minggu, sebanyak tiga kali. Obat ini

(20)

periode postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor

diobservasi dalam 12 minggu. Terapi GnRH agonis dapat juga diberikan

sebelum pembedahan karena memberikan beberapa keuntungan, antara lain

mengurangi hilangnya darah selama pembedahan dan mengurangi kebutuhan

akan transfusi darah (Setiati, 2009).

b.2 Penanganan Operatif

Tindakan operatif dilakukan terhadap mioma yang menimbulkan

gejala yang tidak dapat ditangani dengan penaganan konservatif. Indikasi

terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine (ASRM) adalah:

a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif

b. Sangkaan adanya keganasan

c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause

d.Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba

e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu

f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius

g. Anemia akibat perdarahan

Tindakan operatif yang dilakukan antara lain :

b.2.1 Miomektomi

Miomektomi adalah tindakan pembedahan dimana hanya sarang mioma

saja yang diangkat dan rahim tetap dibiarkan. Tindakan ini dapat dikerjakan

(21)

lewat vagina. Langkah ini merupakan pilihan yang paling sesuai untuk wanita

yang masih ingin mempunyai anak. Kemungkinan terjadinya kehamilan

setelah miomektomi adalah 30-50 %.

b.2.2 Histerektomi

Histerektomi atau pengangkatan rahim merupakan tindakan medis yang

dilakukan jika ditemukan adanya indikasi kuat yang mengarah pada beberapa

jenis gangguan pada sistem reproduksi yang dapat mengganggu jiwa.

Adapun jenis-jenis histerektomi yang dilakukan antar lain:

a. Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, rahim

diangkat tetapi mulut rahim (serviks) tetap dibiarkan.

b. Histerektomi total. Pada histerektomi jenis ini, uterus dan serviks

diangkat secara keseluruhan.

c. Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral. Histerektomi jenis ini

mengangkat uterus, serviks, kedua tuba faloppi dan kedua ovarium.

d. Histerektomi radikal. Histerektomi jenis ini mengangkat uterus,ovarium,

tuba faloppi, jaringan yang berdekatan dengan panggul, saluran limfe dan

sepertiga atas vagina.

b.3 Embolisasi

(22)

2.9.3 Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier merupakan upaya untuk membatasi atau mencegah

terjadinya komplikasi serta tindakan rehabilitasi agar penderita secepat

mungkin dapat beraktivitas kembali (Budiarto, 2002).

Upaya rehabilitasi dilakukan baik secara fisik maupun psikis seperti

pemberian transfusi darah untuk penderita yang mengalami anemia, mendapat

asupan gizi yang baik, serta dukungan dari keluarga terhadap pasien pasca

(23)

2.10 Kerangka Konsep

Berdasarkan studi kepustakaan dan latar belakang di atas, maka dapat

dibuat kerangka konsep penelitian mengenai karakteristik penderita rawat inap di

RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam tahun 2013-2015 sebagai berikut.

Karakteristik Penderita Mioma Uteri:

1. Sosiodemografi

Umur

Suku

Pendidikan

Pekerjaan

Status Perkawinan

2. Usia Menarche

3. Paritas

4. Jenis Mioma Uteri

5. Keluhan

6. Kadar Hemoglobin(Hb)

7. Penatalaksanaan Medis

8. Lama Rawatan Rata-Rata

9. Keadaan Sewaktu Pulang

Gambar

Gambar 1. Anatomi Uterus Normal

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan Bidang Kajian Pusat Studi Olahraga untuk Penelitian dan Pengabdian M asa

Panitia Pengadaan Peralatan dan Fasilitas Perkantoran Balai Diklat KKB Bogor, Cirebon dan Garut TA 2013 pada Satuan Kerja Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat akan

Pada hari ini Jumat tanggal Satu bulan November tahun Dua Ribu Tiga Belas, Panitia Pengadaan Peralatan dan Fasilitas Perkantoran Balai Diklat KKB Bogor, Cirebon Dan Garut

[r]

Pokja ULP/Panitia Pengadaan Sarana Pendukung Pelayanan Kontrasepsi pada Satuan Kerja Perwakilan BkkbN Provinsi Jawa Barat akan melaksanakan Pelelangan Sederhana (Lelang

Kepada masyarakat dan Penyedia Barang/Jasa yang akan mengajukan pengaduan dan sanggahan kami tungguselambat-lambatnya3 (tiga) hari kerja setelah pengumuman ini diterbitkan. Denpasar,

Untuk lebih mengoptimalkan sistem keamanan jaringan di universitas Bina Darma maka Pada penelitian ini penulis akan mengimplementasikan Intrusion Detection System pada

Pertama, penganalisisan kondisi sosiokultural yang tercermin pada antologi cerita pendek Seribu Impian Perempuan Buru yang melatarbelakangi perjuangan perempuan dalam