• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENDEMEN TAR DALAM PIROLISIS SAMPAH KOTA DENGAN KOMPOSISI ORGANIK ANORGANIK (50 50% w w) | dewi | Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia 8784 21134 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RENDEMEN TAR DALAM PIROLISIS SAMPAH KOTA DENGAN KOMPOSISI ORGANIK ANORGANIK (50 50% w w) | dewi | Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia 8784 21134 1 PB"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA (JKPK), Vol 1, No 3, Desember .2016 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret

http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/jkpk

halaman 186-193 ISSN 2503-4146

RENDEMEN TAR DALAM PIROLISIS SAMPAH KOTA DENGAN

KOMPOSISI ORGANIK/ANORGANIK (50/50% w/w)

Anggreini Beta Citra Dewi

1

, Dwi Aries Himawanto

2

, Mohammad Masykuri

1*,3

1Program StudiIlmu Lingkungan, UNS, Surakarta, Indonesia

2 Program StudiTeknik Mesin, Fakultas Teknik, UNS, Surakarta, Indonesia

3 Program Studi Pendidikan Kimia,Pascasarjana, UNS, Surakarta, Indonesia

Keperluan korespondensi, email: dwi_ah@yahoo.com

Received: 27 July 2016 Accepted: December 6, 2016 Online Published: December 30, 2016

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui rendemen tar yang dihasilkan dalam pirolisis sampah kota terseleksi 50/50 % organik/anorganik. Penelitian diawali dengan pengumpulan dan penyiapan bahan baku. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampah kota terseleksi yang terdiri dari styrofoam, komponen berbahan dasar biomass (daun pisang), komponen berbahan dasar bomass (bambu), dan pembungkus makanan ringan, dimana jenis sampah yang digunakan adalah sampah yang belum terolah secara maksimal di TPA Putri Cempo Surakarta. bahan baku tersebut kemudian dikeringkan sehingga memiliki kadar air maksimal 10 % dan dihaluskan hingga lolos ukuran 20 mesh.Pencampuran bahan baku dengan variasi persentase berat sampah organik dan sampah anorganik, 50 % sampah organik : 50 % sampah anorganik seberat 200 gram. Tahap selanjutnya adalah proses pyrolysis yang dilakukan dalam sebuah fixed bed pyrolyser dengan temperatur akhir yang digunakan adalah 550 0C, 650 0C dan 750 0C . Untuk swept gas digunakan nitrogen dengan

laju aliran sebesar 100 ml/menit. Adapun variasi heating yang digunakan 15 0C/menit, 25 0C/menit, 35 0C/menit dan 45 0C/menit.Hasil analisis menunjukkan bahwa pada perlakuan

heating rate 25 0C/menit dan 35 0C/menit perlakuan suhu mempengaruhi jumlah rendemen

tar. Akan tetapi, Hasil analisis pada heating rate 15 0C/menit dan 45 0C/menit menunjukkan

bahwa interaksi perlakuan suhu dan heating rate tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen tar yang dihasilkan, hal ini dikarenakan terjadinya secondary cracking. secondary cracking merupakan reaksi yang tidak diharapkan dalam pembentukan tar. Karena pada reaksi ini senyawa pembentuk tar cenderung mengalami cracking pada suhu tinggi. Hasilnya adalah pembentukan gas. Selain itu Persentase rendemen yang diperoleh juga sangat bergantung pada sistim kondensasi yang di-pakai. Proses kondensasi akan berlangsung optimal apabila air di dalam sistim pendingin dialiri secara konti-nyu sehingga suhu dalam sistim tersebut tidak meningkat.

Kata Kunci: Tar, Rendemen, Pirolisis,sampah kota terseleksi

ABSTRACT

(2)

raw materials. Raw materials used in this study is a municipal solid waste selected consisting of styrofoam, component-based biomass (banana leaf), a component-based biomass (bamboo), and wrapping snacks, where the type of waste used by sthe waste that has not been treated to the maximum at of TPA putri cempo surakarta. The raw material is then dried so as to have a maximum moisture content of 10% and pulverized to pass the size of 20 mesh. The ratio of raw materials of organic and inorganic waste at 50:50 (w/w) in 200 grams. The next stage is the process of pyrolysis conducted in a fixed bed pyrolyzed with a final temperature that is used is 550 ºC, 650 ºC and 750 ºC. For swept use nitrogen gas at a flow rate of 100 ml / min. The variations in heating use 15 ºC / min, 25 ºC / min, 35 ºC / min and 45 ºC / min.The analysis showed that the treatment of the heating rate of 25 ºC / min and 35 ºC / min temperature treatment affects the amount of tar yield. However, results of the analysis on the heating rate of 15 ºC / min and 45 ºC / minute showed that the interaction of temperature and heating rate is not affected significant the yield of tar produced, this is due to the occurrence of secondary cracking. Secondary cracking an unexpected reaction in the formation of tar. Because in this reaction tar-forming compounds tend to cracking at high temperatures. The result is the formation of gas. Additionally, percentage yield obtained are also very dependent on the condensing system in-use. Optimal condensation process will take place when the water in the cooling system powered by continue so that the temperature in the system is not increased.

Keywords: Tar, Yield, Pyrolysis, selected municipal waste

Pendahuluan

Kota Surakarta merupakan salah

satu kota besar di Propinsi di Jawa Tengah

dan menjadi daerah pelayanan bagi

kawa-san hinterland yang meliputi Kabupaten

Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen,

Wonogiri, dan Klaten. Kota Surakarta juga

ditetapkan sebagai pusat kegiatan nasional

dan kawasan andalan propinsi Jawa

Tengah, yang menjadi pusat pertumbuhan

wilayah Jawa Tengah bagian selatan.

Dam-pak langsung yang dirasakan dari kondisi di

atas yaitu adanya berbagai aktifitas sosial

maupun ekonomi yang menyebabkan

tim-bulan sampah mencapai rata rata sebesar

265 ton perhari yang bersumber dari

sam-pah rumah tangga, Industri, area

perda-gangan, pasar, taman dan fasilitas umum

lainnya [1].

Sampah merupakan bahan

bua-ngan dari kegiatan rumah tangga,

komer-sial, industri atau aktivitas-aktivitas yang

dilakukan oleh manusia lainnya. Sampah

juga merupakan hasil sampingan dari

ak-tivitas manusia yang sudah tidak terpakai

[2].

Sampah kota terseleksi merupakan

sampah kota yang tidak terolah secara

mak-simal di TPA (Tempat Pembuangan Ak-hir

Sampah), yang terbagi atas sampah

orga-nik dan anorgaorga-nik, yang terdiri dari

stero-form, komponen berbahan dasar biomass

(daun pisang), komponen berbahan dasar

bomass (bambu), dan pembungkus

maka-nan ringan.

Kendala dalam pengolahan sampah

itu sendiri selain jumlah sampah yang

sema-kin meningkat, lamanya proses pengolahan

juga menjadi salah satu faktor. Dari

berba-gai alternatif pengolahan sampah kota yang

dimunculkan, teknologi pirolisis meru-pakan

salah satu alternatif yang layak

dipertim-bangkan. Proses pirolisis atau proses

kar-bonisasi didefinisikan sebagai proses

kon-versi energi secara termokimia (thermal

decomposition) tanpa ada oksigen, hasil

akhir yang diperoleh adalah tar, char dan

(3)

JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA (JKPK), Vol. 1, No. 3, Bulan Desember 2016., hal. 186-193 188

Pirolisis merupakan proses

de-komposisi suatu bahan pada suhu tinggi

tanpa adanya udara atau dengan udara

terbatas. Proses dekomposisi pada

piro-lisis ini juga sering disebut dengan

devola-tilisasi. Produk utama dari pirolisis yang

da-pat dihasilkan adalah arang (char),

mi-nyak, dan gas. Arang yang terbentuk

da-pat digunakan untuk bahan bakar ataupun

digunakan sebagai karbon aktif. Sedangkan

minyak yang dihasilkan dapat digunakan

sebagai zat additif atau campuran dalam

ba-han bakar. Sedangkan gas yang terbentuk

dapat dibakar secara langsung [4].

Biomassa adalah campuran dari

konstituen struktural (hemiselulosa,

selu-losa dan lignin) dan sejumlah kecil ekstraktif

yang masing-masing pyrolyze pada tingkat

yang berbeda dan dengan mekanisme dan

jalur yang berbeda. Hal ini diyakini bahwa

selama reaksi ini berlangsung karbon

men-jadi kurang reaktif dan membentuk struktur

kimia yang stabil, dan akibatnya meningkat

energi aktivasi sebagai tingkat konversi

bio-massa meningkat [5].

Bio-oil atau tar merupakan

cam-puran cairan senyawa oksigen yang

me-ngandung berbagai bahan kimia kelompok

fungsional, seperti karbonil, karboksil dan

fenolik. Hal ini terdiri dari konstituen be-rupa:

air, 25-30% air larut lignin pirolitik, 5-12%

asam organik 20-25%, 5-10% hidro-karbon

non-polar, 5-10% anhydrosugars, dan

10-25% senyawa oksigen lainnya. Bio-Oil

memiliki sifat polar yang tidak mudah

ber-campur dengan hidrokarbon. Bio-Oil berisi

nitrogen kurang dari minyak bumi, dan

hampir tidak mengandung komponen logam

dan belerang [6].

Produksi bio oil sangat

mengun-tungkan karena dengan pengorvensian bio

oil maka akan didapatkan produk berupa

bahan bakar minyak bio, misalnya:

bio-kerosene, biodiesel dan lain-lain [6].

Tujuan dari penelitian ini adalah

me-nganalisis Rendemen Tar Dalam Pirolisis

Sampah Kota Terseleksi 0rganik/anorganik

(50/50 % w/w).

Metodologi

Penelitian telah dilakukan pada

bu-lan Desember 2015 Sampai Febuari 2016

di Laboratorium Material Jurusan Teknik

Me-sin Fakultas Teknik Universitas Sebelas

Ma-ret Surakarta.

Alat yang digunakan dalam produksi

tar yaitu Alat uji pirolisis model fixed bed,

yang dilengkapi dengan thermocontroller

berdaya 1000 W dengan kisaran temperatur

thermocontroller sampai dengan 1000 0C.

Alat ukur untuk pengambilan data yang

meli-puti timbangan digital dengan ketelitian 0,01

gram, thermocouple reader, thermocouple

tipe K, anemometer. Serta alat pendukung,

yang meliputi mesin penghalus bahan baku

bertipe disc mill berdaya 2 HP dan mesin

pengayak bahan baku bertipe eksentrik dan

dapat diatur kehalusan pengayakannya

dengan daya ¼ HP . seperti yang

ditunjuk-kan pada gambar 2 [7].

Gambar 1. Produk Biomasa

Biomassa

Gas

Tar

(4)

Bahan yang digunakan dalam

pene-litian ini adalah sampah kota terseleksi yang

terdiri dari styrofoam, komponen berbahan

dasar biomass (daun pisang), komponen

berbahan dasar bomass (bambu), dan

pem-bungkus makanan ringan, dimana jenis

sampah yang digunakan adalah sampah

yang belum terolah secara maksimal di TPA

Putri Cempo Surakarta.

Sampah kota terseleksi yang telah

dicuci dan dikeringkan hingga kadar airnya

tidak lebih dari 10 %, untuk kemudian diuji

nilai kalor dengan menggunakan ASTM

2015 untuk uji nilai kalor, setelah itu

diha-luskan hingga lolos Ukuran saringan 20

mesh.

Gambar 2. Skema Alat penelitian (Himawanto, dkk ; 2011)

Tahap selanjutnya adalah

pencam-puran bahan baku dengan variasi

presen-tase berat sampah organik dan sampah

anorganik, dengan komposisi sampah 50 %

sampah organik : 50 % sampah anorganik.

Sampah kota terseleksi tersebut kemudian

dipirolisis dengan heating rate 15 o

C/me-nit, 25 oC/menit, 35 oC/menit dan 45 oC/

menit sampai pada temperatur akhir 550 0C,

650 0C dan 750 0C. Hasil proses piro-lisis

dilakukan analisa terhadap rendemen tar.

Untuk menghitung rendemen tar hasil

piro-lisis dengan cara ditimbang bobot botol

warna gelap yang bersih, lalu diisi asap

cair. Kemudian botol yang berisi asap cair

ditimbang lagi dengan teliti. Selanjutnya

ditentukan rendemennya dengan formula

berikut :

(5)

JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA (JKPK), Vol. 1, No. 3, Bulan Desember 2016., hal. 186-193 190

Dimana A adalah berat Tar setelah pirolisis,

dan B adalah berat bahan baku sebelum

pirolisis [8].

Hasil dan Pembahasan

Setelah dilakukan proses pirolisis

Sampah Kota Terseleksi dengan Variasi

Heating rate (15 0C/menit, 25 0C/menit, 35 0C/menit dan 45 0C/menit ) dan temperatur

akhir (550 0C, 650 0C dan 750 0C), maka

didapatkan massa tar sebagai berikut pada

tabel 1. Rendemen merupakan salah satu

parameter yang penting untuk

menge-tahui hasil dari suatu proses. Setelah

dila-kukan proses pirolisis sampah kota

terse-leksi pada suhu reaktor 550 0C, 650 0C

dan 750 0C dan didapatkan massa tar

se-perti yang disajikan pada tabel 1, maka

da-pat dihitung rendemen tar seperti gambar 3.

Gambar 3. Rendemen tar pirolisis Sampah Kota 50% Organik

Tabel 1. Massa Tar hasil pirolisis sampah kota

No Komposisi Sampah Kota

Temperatur Akhir

Heating Rate

Tar (gram)

Char (gram)

1

50 % Organik : 50 % Anorganik

(200 gram)

550 0C

15 0 C/mnt 28,7 64,4

2 25 0C/mnt 30,9 51,4

3 35 0C/mnt 37,5 48,6

4 45 0C/mnt 27,4 75,6

5

650 0C

15 0C/mnt 50,9 59,1

6 25 0C/mnt 41,2 45,6

7 35 0C/mnt 42,6 61,9

8 45 0C/mnt 43,2 50,7

9

750 0C

15 0C/mnt 44,2 49

10 25 0C/mnt 51,37 79,99

11 35 0C/mnt 44,1 85,9

(6)

Dari Gambar 3 menunjukkan

hea-ting rate 15 0C/menit terlihat bahwa jumlah

rendemen tar paling besar pada suhu akhir

6500C jumlah rendemen tar, dimana jumlah

tar yang dihasilkan sebesar 25,45% dan

terendah pada suhu akhir 550 0C sebesar

14,35 %. Penurunan rendemen tar Pada

reaktor 750 0C disebabkan karena

secon-dary cracking. Proses seconsecon-dary cracking

yang terjadi selain diduga dikarenakan

pro-ses pirolisis dilakukan pada sampel yang

cukup banyak, dikarenakan juga

pening-katn temperatur pirolisis menghasilkan hasil

gas yang lebih banyak dan hasil tar yang

menurun. Penjelasan dari fenomena ini

adalah bahwa temperatur yang lebih tinggi

meningkarkan pemecahan tar [9].

Cracking produk utama dalam

pro-ses pirolisis lambat terjadi karena waktu

tinggal yang tinggi sehingga dapat

mem-pengaruhi kualitas dan rendemen bio-oil.

Selain itu, lamanya waktu tinggal dan

trans-fer panas yang rendah menuntut masukan

energi ekstra [ 9, 10].

Karena telah tercracking,

metap-last kembali bersifat radikal dan

bega-lainnya meningkat. Ini menandakan

bah-wa pada laju pemanasan yang lebih

tinggi cenderung menghasilkan gas

hidro-karbon.

Pada heating rate 25 0C/menit,

kenaikan jumlah rendemen tar terlihat jelas.

Pada temperatur akhir 550 0C jumlah

ren-demen tar sebesar 15,45 %, kemudian

meningkat pada temperatur akhir 650 0C

menjadi 20,6%, dan pada temperatur akhir

750 0C jumlah cairan tar tertinggi sebanyak

25,68%. Dapat dilihat bahwa semakin

tinggi temperatur akhir dinding reaktor

maka tar yang dihailkan juga semakin

meningkat.

Hal ini sesuai dengan

Karaos-monaglu, dkk menurut KaraosKaraos-monaglu, dkk

temperatur adalah faktor yang sangat

pen-ting pada hasil pirolisis [11]. Ketika laju

pemanasan bertambah maka hasil dari

char akan menurun sehingga meningkatkan

pro-duksi tar [12].

Hasil rendemen tar pada heating

rate 35 0C/menit tidak menunjukkan

perbe-daan yang signifikan pada temperatur 550

0C, 650 0C dan 750 0C hal tersebut sesuai

dengan pernyataan Karaosmonaglu, dkk

bahwa variasi laju pemanasan tidak secara

langsung mempunyai pengaruh yang

khu-sus pada hasil pirolisis [11].

Akan tetapi pada heating rate 35

0C/menit tidak terjadi reaksi secondary

cracking. Hal ini dikarenakan proses

piroli-sis yang dilakukan dengan laju pemanasan

yang tinggi, membuat waktu tinggal

reaksi yang singkat dapat mencegah

pem-bentukan reaksi sekunder. Sehingga

pero-lehan gas primer yang merupakan gas

yang dapat dikondensasikan menjadi tar

semakin banyak [13].

Pada heating rate 45 0C/menit

jumlah rendemen tar terendah terjadi pada

tempe-ratur akhir 750 0C, yaitu sebesar 9,4

%.

Semakin tinggi suhu pirolisis dapat

mengakibatkan secondary cracking,

sehi-ngga gas yang dihasilkan lebih tinggi dan

(7)

JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA (JKPK), Vol. 1, No. 3, Bulan Desember 2016., hal. 186-193 192

Hal ini dikarenakan Cross-linking

atau reaksi sekunder merupakan reaksi

yang tidak diharapkan dalam pembentukan

tar. Karena pada reaksi ini senyawa

pem-bentuk tar cenderung mengalami cracking

pada suhu tinggi. Hasilnya adalah

pemben-tukan gas [14].

Retak termal adalah pemecahan

molekul tar menjadi gas ringan yang

dise-babkan oleh suhu tinggi. suhu tinggi

mem-pengaruhi stabilitas tar yang

memung-kinkan konversi menjadi zat lain. Anis &

Zainal (2011) menyimpulkan tentang

ren-tang temperatur tar untuk mengalami termal

retak adalah antara 700 dan 1250 °C.

Un-tuk dekomposisi efektif berarti tambahan

yang diperlukan seperti meningkatkan

wak-tu tinggal gas, langsung menghubungi gas

dengan permukaan independen

dipanas-kan atau menambahdipanas-kan udara atau

oksi-45 0C/menit menunjukkan bahwa interaksi

perlakuan suhu dan heating rate tidak

berpengaruh nyata terhadap rendemen tar

yang dihasilkan, hal ini dikarenakan

terja-dinya secondary cracking. secondary

crac-king merupakan reaksi yang tidak

diharap-kan dalam pembentudiharap-kan tar. Karena pada

reaksi ini senyawa pembentuk tar

cende-rung mengalami cracking pada suhu tinggi.

Hasilnya adalah pembentukan gas. Reaksi

inilah yang dapat memicu pembentukan

coke dan meningkatkan perolehan char.

Selain itu ketika laju pemanasan dinaikan

jumlah dari gas seperti CO, CO2 , CH4 dan

lainnya meningkat. Ini menandakan

bah-wa pada laju pemanasan yang lebih

tinggi cenderung menghasilkan gas

hidro-karbon.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih

kepada Teman-teman Ilmu Lingkungan

angkatan 2014 yang telah memberikan

dukungan dalam penyusunan naskah ini.

Serta kepada Kepala Laboratorium

Material Jurusan Teknik Mesin UNS, dan

Adik-adik asisten teknik mesin yang telah

memberi bantuan sehingga penelitian

dapat berjalan dengan lancar dan selesai.

DAFTAR RUJUKAN

[1] Pemerintah Kota Surakarta. 2010.

Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Sampah. Dinas

Kebersihan dan Pertamanan

(8)

[5] Demirbas, Ayhan. 2004.

Determination of Calorific Values of

Bio-Chars and Pyro-Oils from Pyrolysis of Beech Trunkbarks.

[6] Journal of analytical and Aplied Pyrolysis J. Anal. Appl. Pyrolysis 72 (2004) 215–219.

[7] Hambali, E. 2007. Teknologi Bioenergi. Bogor : PT. Agromedia Pustaka.

[8] Himawanto, Dwi A., Indarto, Harwin Saptoadi dan Tri Agung Rohmat. 2011. Karakteristik dan Pendekatan Kinetika Global Pada Pirolisis Lambat Sampah Kota Terseleksi.

Reaktor, Vol. 13 No. 3, Juni 2011.

[9] Maiti,S., S. Dey, S. Purakayastha, and B. Ghosh. 2006. Physical and thermochemical characterization of rice husk char as a potential biomass energy source. Bioresour. Technol. 97(16):2065-2070.

[10] Zanzi, R., X, Bal, et al. 2001. Pyrolysis of Biomass in Presence of Steam for Preparation of Actovated Carbon, Liquid and Gaseous

[11] Product. 6th World Congress of Chemical Engineering. Melbourne, Australia. Demirbas, A.H. 2005. Yields and heating values of liquids and chars from spruce trunkbark pyrolysis. Energy Source Part A 2005, 27, 1367–1373.

[12] Tippayawong, N.; Kinorn, J.; Thavornun, S. 2008. Yields and gaseous composition from slow pyrolysis of refuse-derived fuels. Energy Source Part A 2008, 30, 1572–1578.

[13] Karaosmonaglu, F., E. Tetik, et al., 1999. Biofuel Production Using Slow Pyrolysis of the Straw and Stalk of the Rapessed Plant. Fuel Processing Technology 59:1-12.

[14] Williams, P. T. & Besler, S. (1996). The Influence of Temperature and Heating Rate on the Slow Pyrolysis

of Biomass. Renewable Energy, 1481(96), 233–250.

[15] Zhang Li, Shaoping Xu, Wei Zhao,

Shuqin Liu 2007. “Co-pyrolysis of biomass and coal in a free fall

reactor”. Fuel. Vol. 86. hal.353–

359.

[16] Speight, J.G. 2013. The Chemistry and Technology of Coal. Third Edition. CRC PressTaylor & Francis Group, New York.

[17] Anis, S. & Zainal, Z. A. (2011). Tar Reduction in Biomass Producer Gas via Mechanical, Catalytic and

Thermal Methods: A Review.

Renewable and Sustainable

Energy Reviews, 15(5), 2355– 2377.

[18] Zanzi, R., X, Bal, et al. 2001. Pyrolysis of Biomass in Presence of Steam for Preparation of Actovated Carbon, Liquid and

Gaseous Product. 6th World

Gambar

Gambar 1. Produk Biomasa
Gambar 2. Skema Alat penelitian (Himawanto, dkk ; 2011)
Gambar 3. Rendemen tar pirolisis Sampah Kota 50% Organik

Referensi

Dokumen terkait

Kertas kerja ini membincangkan peranan yang dimainkan oleh universiti khususnya oleh Kolej Kediaman, Bahagian Hal Ehwal Pelajar dan Alumni dari perspektif Universiti Teknologi

Terdapat pelbagai teori dan model yang dikemukakan oleh pengkaji-pengkaji reka bentuk instruksional, namun model ADDIE menjadi pilihan dalam reka bentuk modul pengajaran kursus

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, sehingga penulis dapat merampungkan proposal skiripsi dengan judul Konstruksi Realitas Sosial

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan analisis data yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa konsentrasi SO 2 terendah adalah 58,63 µg/m 3 yaitu pengukuran pada

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan teknik make- a match untuk meningkatkan high order thinking siswa pada pembelajaran Ilmu

Selanjutnya pada bagian kedua artikel ini akan membahas tentang bagaimana konstruksi makna yang dibangun oleh masyarakat pemilih kota Bandung dalam membandingkan

maka dapat dihasilkan sebuah website Pemesanan Ayam yang berfungsi sebagai media untuk mempermudah bagi para penggunab. untuk mencari maupun memesan Ayam yang ada pada

Pantai Sundak sendiri bermula dari pertarungan antara asu (anjing) dan landak. Pergelutan yang meninggalkan jejak bagi penduduk sekitar dengan adanya sebuah gua