JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA (JKPK), Vol 1, No 3, Desember .2016 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/jkpk
halaman 186-193 ISSN 2503-4146
RENDEMEN TAR DALAM PIROLISIS SAMPAH KOTA DENGAN
KOMPOSISI ORGANIK/ANORGANIK (50/50% w/w)
Anggreini Beta Citra Dewi
1, Dwi Aries Himawanto
2, Mohammad Masykuri
1*,31Program StudiIlmu Lingkungan, UNS, Surakarta, Indonesia
2 Program StudiTeknik Mesin, Fakultas Teknik, UNS, Surakarta, Indonesia
3 Program Studi Pendidikan Kimia,Pascasarjana, UNS, Surakarta, Indonesia
Keperluan korespondensi, email: dwi_ah@yahoo.com
Received: 27 July 2016 Accepted: December 6, 2016 Online Published: December 30, 2016
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui rendemen tar yang dihasilkan dalam pirolisis sampah kota terseleksi 50/50 % organik/anorganik. Penelitian diawali dengan pengumpulan dan penyiapan bahan baku. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampah kota terseleksi yang terdiri dari styrofoam, komponen berbahan dasar biomass (daun pisang), komponen berbahan dasar bomass (bambu), dan pembungkus makanan ringan, dimana jenis sampah yang digunakan adalah sampah yang belum terolah secara maksimal di TPA Putri Cempo Surakarta. bahan baku tersebut kemudian dikeringkan sehingga memiliki kadar air maksimal 10 % dan dihaluskan hingga lolos ukuran 20 mesh.Pencampuran bahan baku dengan variasi persentase berat sampah organik dan sampah anorganik, 50 % sampah organik : 50 % sampah anorganik seberat 200 gram. Tahap selanjutnya adalah proses pyrolysis yang dilakukan dalam sebuah fixed bed pyrolyser dengan temperatur akhir yang digunakan adalah 550 0C, 650 0C dan 750 0C . Untuk swept gas digunakan nitrogen dengan
laju aliran sebesar 100 ml/menit. Adapun variasi heating yang digunakan 15 0C/menit, 25 0C/menit, 35 0C/menit dan 45 0C/menit.Hasil analisis menunjukkan bahwa pada perlakuan
heating rate 25 0C/menit dan 35 0C/menit perlakuan suhu mempengaruhi jumlah rendemen
tar. Akan tetapi, Hasil analisis pada heating rate 15 0C/menit dan 45 0C/menit menunjukkan
bahwa interaksi perlakuan suhu dan heating rate tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen tar yang dihasilkan, hal ini dikarenakan terjadinya secondary cracking. secondary cracking merupakan reaksi yang tidak diharapkan dalam pembentukan tar. Karena pada reaksi ini senyawa pembentuk tar cenderung mengalami cracking pada suhu tinggi. Hasilnya adalah pembentukan gas. Selain itu Persentase rendemen yang diperoleh juga sangat bergantung pada sistim kondensasi yang di-pakai. Proses kondensasi akan berlangsung optimal apabila air di dalam sistim pendingin dialiri secara konti-nyu sehingga suhu dalam sistim tersebut tidak meningkat.
Kata Kunci: Tar, Rendemen, Pirolisis,sampah kota terseleksi
ABSTRACT
raw materials. Raw materials used in this study is a municipal solid waste selected consisting of styrofoam, component-based biomass (banana leaf), a component-based biomass (bamboo), and wrapping snacks, where the type of waste used by sthe waste that has not been treated to the maximum at of TPA putri cempo surakarta. The raw material is then dried so as to have a maximum moisture content of 10% and pulverized to pass the size of 20 mesh. The ratio of raw materials of organic and inorganic waste at 50:50 (w/w) in 200 grams. The next stage is the process of pyrolysis conducted in a fixed bed pyrolyzed with a final temperature that is used is 550 ºC, 650 ºC and 750 ºC. For swept use nitrogen gas at a flow rate of 100 ml / min. The variations in heating use 15 ºC / min, 25 ºC / min, 35 ºC / min and 45 ºC / min.The analysis showed that the treatment of the heating rate of 25 ºC / min and 35 ºC / min temperature treatment affects the amount of tar yield. However, results of the analysis on the heating rate of 15 ºC / min and 45 ºC / minute showed that the interaction of temperature and heating rate is not affected significant the yield of tar produced, this is due to the occurrence of secondary cracking. Secondary cracking an unexpected reaction in the formation of tar. Because in this reaction tar-forming compounds tend to cracking at high temperatures. The result is the formation of gas. Additionally, percentage yield obtained are also very dependent on the condensing system in-use. Optimal condensation process will take place when the water in the cooling system powered by continue so that the temperature in the system is not increased.
Keywords: Tar, Yield, Pyrolysis, selected municipal waste
Pendahuluan
Kota Surakarta merupakan salah
satu kota besar di Propinsi di Jawa Tengah
dan menjadi daerah pelayanan bagi
kawa-san hinterland yang meliputi Kabupaten
Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen,
Wonogiri, dan Klaten. Kota Surakarta juga
ditetapkan sebagai pusat kegiatan nasional
dan kawasan andalan propinsi Jawa
Tengah, yang menjadi pusat pertumbuhan
wilayah Jawa Tengah bagian selatan.
Dam-pak langsung yang dirasakan dari kondisi di
atas yaitu adanya berbagai aktifitas sosial
maupun ekonomi yang menyebabkan
tim-bulan sampah mencapai rata rata sebesar
265 ton perhari yang bersumber dari
sam-pah rumah tangga, Industri, area
perda-gangan, pasar, taman dan fasilitas umum
lainnya [1].
Sampah merupakan bahan
bua-ngan dari kegiatan rumah tangga,
komer-sial, industri atau aktivitas-aktivitas yang
dilakukan oleh manusia lainnya. Sampah
juga merupakan hasil sampingan dari
ak-tivitas manusia yang sudah tidak terpakai
[2].
Sampah kota terseleksi merupakan
sampah kota yang tidak terolah secara
mak-simal di TPA (Tempat Pembuangan Ak-hir
Sampah), yang terbagi atas sampah
orga-nik dan anorgaorga-nik, yang terdiri dari
stero-form, komponen berbahan dasar biomass
(daun pisang), komponen berbahan dasar
bomass (bambu), dan pembungkus
maka-nan ringan.
Kendala dalam pengolahan sampah
itu sendiri selain jumlah sampah yang
sema-kin meningkat, lamanya proses pengolahan
juga menjadi salah satu faktor. Dari
berba-gai alternatif pengolahan sampah kota yang
dimunculkan, teknologi pirolisis meru-pakan
salah satu alternatif yang layak
dipertim-bangkan. Proses pirolisis atau proses
kar-bonisasi didefinisikan sebagai proses
kon-versi energi secara termokimia (thermal
decomposition) tanpa ada oksigen, hasil
akhir yang diperoleh adalah tar, char dan
JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA (JKPK), Vol. 1, No. 3, Bulan Desember 2016., hal. 186-193 188
Pirolisis merupakan proses
de-komposisi suatu bahan pada suhu tinggi
tanpa adanya udara atau dengan udara
terbatas. Proses dekomposisi pada
piro-lisis ini juga sering disebut dengan
devola-tilisasi. Produk utama dari pirolisis yang
da-pat dihasilkan adalah arang (char),
mi-nyak, dan gas. Arang yang terbentuk
da-pat digunakan untuk bahan bakar ataupun
digunakan sebagai karbon aktif. Sedangkan
minyak yang dihasilkan dapat digunakan
sebagai zat additif atau campuran dalam
ba-han bakar. Sedangkan gas yang terbentuk
dapat dibakar secara langsung [4].
Biomassa adalah campuran dari
konstituen struktural (hemiselulosa,
selu-losa dan lignin) dan sejumlah kecil ekstraktif
yang masing-masing pyrolyze pada tingkat
yang berbeda dan dengan mekanisme dan
jalur yang berbeda. Hal ini diyakini bahwa
selama reaksi ini berlangsung karbon
men-jadi kurang reaktif dan membentuk struktur
kimia yang stabil, dan akibatnya meningkat
energi aktivasi sebagai tingkat konversi
bio-massa meningkat [5].
Bio-oil atau tar merupakan
cam-puran cairan senyawa oksigen yang
me-ngandung berbagai bahan kimia kelompok
fungsional, seperti karbonil, karboksil dan
fenolik. Hal ini terdiri dari konstituen be-rupa:
air, 25-30% air larut lignin pirolitik, 5-12%
asam organik 20-25%, 5-10% hidro-karbon
non-polar, 5-10% anhydrosugars, dan
10-25% senyawa oksigen lainnya. Bio-Oil
memiliki sifat polar yang tidak mudah
ber-campur dengan hidrokarbon. Bio-Oil berisi
nitrogen kurang dari minyak bumi, dan
hampir tidak mengandung komponen logam
dan belerang [6].
Produksi bio oil sangat
mengun-tungkan karena dengan pengorvensian bio
oil maka akan didapatkan produk berupa
bahan bakar minyak bio, misalnya:
bio-kerosene, biodiesel dan lain-lain [6].
Tujuan dari penelitian ini adalah
me-nganalisis Rendemen Tar Dalam Pirolisis
Sampah Kota Terseleksi 0rganik/anorganik
(50/50 % w/w).
Metodologi
Penelitian telah dilakukan pada
bu-lan Desember 2015 Sampai Febuari 2016
di Laboratorium Material Jurusan Teknik
Me-sin Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Ma-ret Surakarta.
Alat yang digunakan dalam produksi
tar yaitu Alat uji pirolisis model fixed bed,
yang dilengkapi dengan thermocontroller
berdaya 1000 W dengan kisaran temperatur
thermocontroller sampai dengan 1000 0C.
Alat ukur untuk pengambilan data yang
meli-puti timbangan digital dengan ketelitian 0,01
gram, thermocouple reader, thermocouple
tipe K, anemometer. Serta alat pendukung,
yang meliputi mesin penghalus bahan baku
bertipe disc mill berdaya 2 HP dan mesin
pengayak bahan baku bertipe eksentrik dan
dapat diatur kehalusan pengayakannya
dengan daya ¼ HP . seperti yang
ditunjuk-kan pada gambar 2 [7].
Gambar 1. Produk Biomasa
Biomassa
Gas
Tar
Bahan yang digunakan dalam
pene-litian ini adalah sampah kota terseleksi yang
terdiri dari styrofoam, komponen berbahan
dasar biomass (daun pisang), komponen
berbahan dasar bomass (bambu), dan
pem-bungkus makanan ringan, dimana jenis
sampah yang digunakan adalah sampah
yang belum terolah secara maksimal di TPA
Putri Cempo Surakarta.
Sampah kota terseleksi yang telah
dicuci dan dikeringkan hingga kadar airnya
tidak lebih dari 10 %, untuk kemudian diuji
nilai kalor dengan menggunakan ASTM
2015 untuk uji nilai kalor, setelah itu
diha-luskan hingga lolos Ukuran saringan 20
mesh.
Gambar 2. Skema Alat penelitian (Himawanto, dkk ; 2011)
Tahap selanjutnya adalah
pencam-puran bahan baku dengan variasi
presen-tase berat sampah organik dan sampah
anorganik, dengan komposisi sampah 50 %
sampah organik : 50 % sampah anorganik.
Sampah kota terseleksi tersebut kemudian
dipirolisis dengan heating rate 15 o
C/me-nit, 25 oC/menit, 35 oC/menit dan 45 oC/
menit sampai pada temperatur akhir 550 0C,
650 0C dan 750 0C. Hasil proses piro-lisis
dilakukan analisa terhadap rendemen tar.
Untuk menghitung rendemen tar hasil
piro-lisis dengan cara ditimbang bobot botol
warna gelap yang bersih, lalu diisi asap
cair. Kemudian botol yang berisi asap cair
ditimbang lagi dengan teliti. Selanjutnya
ditentukan rendemennya dengan formula
berikut :
JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA (JKPK), Vol. 1, No. 3, Bulan Desember 2016., hal. 186-193 190
Dimana A adalah berat Tar setelah pirolisis,
dan B adalah berat bahan baku sebelum
pirolisis [8].
Hasil dan Pembahasan
Setelah dilakukan proses pirolisis
Sampah Kota Terseleksi dengan Variasi
Heating rate (15 0C/menit, 25 0C/menit, 35 0C/menit dan 45 0C/menit ) dan temperatur
akhir (550 0C, 650 0C dan 750 0C), maka
didapatkan massa tar sebagai berikut pada
tabel 1. Rendemen merupakan salah satu
parameter yang penting untuk
menge-tahui hasil dari suatu proses. Setelah
dila-kukan proses pirolisis sampah kota
terse-leksi pada suhu reaktor 550 0C, 650 0C
dan 750 0C dan didapatkan massa tar
se-perti yang disajikan pada tabel 1, maka
da-pat dihitung rendemen tar seperti gambar 3.
Gambar 3. Rendemen tar pirolisis Sampah Kota 50% Organik
Tabel 1. Massa Tar hasil pirolisis sampah kota
No Komposisi Sampah Kota
Temperatur Akhir
Heating Rate
Tar (gram)
Char (gram)
1
50 % Organik : 50 % Anorganik
(200 gram)
550 0C
15 0 C/mnt 28,7 64,4
2 25 0C/mnt 30,9 51,4
3 35 0C/mnt 37,5 48,6
4 45 0C/mnt 27,4 75,6
5
650 0C
15 0C/mnt 50,9 59,1
6 25 0C/mnt 41,2 45,6
7 35 0C/mnt 42,6 61,9
8 45 0C/mnt 43,2 50,7
9
750 0C
15 0C/mnt 44,2 49
10 25 0C/mnt 51,37 79,99
11 35 0C/mnt 44,1 85,9
Dari Gambar 3 menunjukkan
hea-ting rate 15 0C/menit terlihat bahwa jumlah
rendemen tar paling besar pada suhu akhir
6500C jumlah rendemen tar, dimana jumlah
tar yang dihasilkan sebesar 25,45% dan
terendah pada suhu akhir 550 0C sebesar
14,35 %. Penurunan rendemen tar Pada
reaktor 750 0C disebabkan karena
secon-dary cracking. Proses seconsecon-dary cracking
yang terjadi selain diduga dikarenakan
pro-ses pirolisis dilakukan pada sampel yang
cukup banyak, dikarenakan juga
pening-katn temperatur pirolisis menghasilkan hasil
gas yang lebih banyak dan hasil tar yang
menurun. Penjelasan dari fenomena ini
adalah bahwa temperatur yang lebih tinggi
meningkarkan pemecahan tar [9].
Cracking produk utama dalam
pro-ses pirolisis lambat terjadi karena waktu
tinggal yang tinggi sehingga dapat
mem-pengaruhi kualitas dan rendemen bio-oil.
Selain itu, lamanya waktu tinggal dan
trans-fer panas yang rendah menuntut masukan
energi ekstra [ 9, 10].
Karena telah tercracking,
metap-last kembali bersifat radikal dan
bega-lainnya meningkat. Ini menandakan
bah-wa pada laju pemanasan yang lebih
tinggi cenderung menghasilkan gas
hidro-karbon.
Pada heating rate 25 0C/menit,
kenaikan jumlah rendemen tar terlihat jelas.
Pada temperatur akhir 550 0C jumlah
ren-demen tar sebesar 15,45 %, kemudian
meningkat pada temperatur akhir 650 0C
menjadi 20,6%, dan pada temperatur akhir
750 0C jumlah cairan tar tertinggi sebanyak
25,68%. Dapat dilihat bahwa semakin
tinggi temperatur akhir dinding reaktor
maka tar yang dihailkan juga semakin
meningkat.
Hal ini sesuai dengan
Karaos-monaglu, dkk menurut KaraosKaraos-monaglu, dkk
temperatur adalah faktor yang sangat
pen-ting pada hasil pirolisis [11]. Ketika laju
pemanasan bertambah maka hasil dari
char akan menurun sehingga meningkatkan
pro-duksi tar [12].
Hasil rendemen tar pada heating
rate 35 0C/menit tidak menunjukkan
perbe-daan yang signifikan pada temperatur 550
0C, 650 0C dan 750 0C hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Karaosmonaglu, dkk
bahwa variasi laju pemanasan tidak secara
langsung mempunyai pengaruh yang
khu-sus pada hasil pirolisis [11].
Akan tetapi pada heating rate 35
0C/menit tidak terjadi reaksi secondary
cracking. Hal ini dikarenakan proses
piroli-sis yang dilakukan dengan laju pemanasan
yang tinggi, membuat waktu tinggal
reaksi yang singkat dapat mencegah
pem-bentukan reaksi sekunder. Sehingga
pero-lehan gas primer yang merupakan gas
yang dapat dikondensasikan menjadi tar
semakin banyak [13].
Pada heating rate 45 0C/menit
jumlah rendemen tar terendah terjadi pada
tempe-ratur akhir 750 0C, yaitu sebesar 9,4
%.
Semakin tinggi suhu pirolisis dapat
mengakibatkan secondary cracking,
sehi-ngga gas yang dihasilkan lebih tinggi dan
JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA (JKPK), Vol. 1, No. 3, Bulan Desember 2016., hal. 186-193 192
Hal ini dikarenakan Cross-linking
atau reaksi sekunder merupakan reaksi
yang tidak diharapkan dalam pembentukan
tar. Karena pada reaksi ini senyawa
pem-bentuk tar cenderung mengalami cracking
pada suhu tinggi. Hasilnya adalah
pemben-tukan gas [14].
Retak termal adalah pemecahan
molekul tar menjadi gas ringan yang
dise-babkan oleh suhu tinggi. suhu tinggi
mem-pengaruhi stabilitas tar yang
memung-kinkan konversi menjadi zat lain. Anis &
Zainal (2011) menyimpulkan tentang
ren-tang temperatur tar untuk mengalami termal
retak adalah antara 700 dan 1250 °C.
Un-tuk dekomposisi efektif berarti tambahan
yang diperlukan seperti meningkatkan
wak-tu tinggal gas, langsung menghubungi gas
dengan permukaan independen
dipanas-kan atau menambahdipanas-kan udara atau
oksi-45 0C/menit menunjukkan bahwa interaksi
perlakuan suhu dan heating rate tidak
berpengaruh nyata terhadap rendemen tar
yang dihasilkan, hal ini dikarenakan
terja-dinya secondary cracking. secondary
crac-king merupakan reaksi yang tidak
diharap-kan dalam pembentudiharap-kan tar. Karena pada
reaksi ini senyawa pembentuk tar
cende-rung mengalami cracking pada suhu tinggi.
Hasilnya adalah pembentukan gas. Reaksi
inilah yang dapat memicu pembentukan
coke dan meningkatkan perolehan char.
Selain itu ketika laju pemanasan dinaikan
jumlah dari gas seperti CO, CO2 , CH4 dan
lainnya meningkat. Ini menandakan
bah-wa pada laju pemanasan yang lebih
tinggi cenderung menghasilkan gas
hidro-karbon.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Teman-teman Ilmu Lingkungan
angkatan 2014 yang telah memberikan
dukungan dalam penyusunan naskah ini.
Serta kepada Kepala Laboratorium
Material Jurusan Teknik Mesin UNS, dan
Adik-adik asisten teknik mesin yang telah
memberi bantuan sehingga penelitian
dapat berjalan dengan lancar dan selesai.
DAFTAR RUJUKAN
[1] Pemerintah Kota Surakarta. 2010.
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Sampah. Dinas
Kebersihan dan Pertamanan
[5] Demirbas, Ayhan. 2004.
Determination of Calorific Values of
Bio-Chars and Pyro-Oils from Pyrolysis of Beech Trunkbarks.
[6] Journal of analytical and Aplied Pyrolysis J. Anal. Appl. Pyrolysis 72 (2004) 215–219.
[7] Hambali, E. 2007. Teknologi Bioenergi. Bogor : PT. Agromedia Pustaka.
[8] Himawanto, Dwi A., Indarto, Harwin Saptoadi dan Tri Agung Rohmat. 2011. Karakteristik dan Pendekatan Kinetika Global Pada Pirolisis Lambat Sampah Kota Terseleksi.
Reaktor, Vol. 13 No. 3, Juni 2011.
[9] Maiti,S., S. Dey, S. Purakayastha, and B. Ghosh. 2006. Physical and thermochemical characterization of rice husk char as a potential biomass energy source. Bioresour. Technol. 97(16):2065-2070.
[10] Zanzi, R., X, Bal, et al. 2001. Pyrolysis of Biomass in Presence of Steam for Preparation of Actovated Carbon, Liquid and Gaseous
[11] Product. 6th World Congress of Chemical Engineering. Melbourne, Australia. Demirbas, A.H. 2005. Yields and heating values of liquids and chars from spruce trunkbark pyrolysis. Energy Source Part A 2005, 27, 1367–1373.
[12] Tippayawong, N.; Kinorn, J.; Thavornun, S. 2008. Yields and gaseous composition from slow pyrolysis of refuse-derived fuels. Energy Source Part A 2008, 30, 1572–1578.
[13] Karaosmonaglu, F., E. Tetik, et al., 1999. Biofuel Production Using Slow Pyrolysis of the Straw and Stalk of the Rapessed Plant. Fuel Processing Technology 59:1-12.
[14] Williams, P. T. & Besler, S. (1996). The Influence of Temperature and Heating Rate on the Slow Pyrolysis
of Biomass. Renewable Energy, 1481(96), 233–250.
[15] Zhang Li, Shaoping Xu, Wei Zhao,
Shuqin Liu 2007. “Co-pyrolysis of biomass and coal in a free fall
reactor”. Fuel. Vol. 86. hal.353–
359.
[16] Speight, J.G. 2013. The Chemistry and Technology of Coal. Third Edition. CRC PressTaylor & Francis Group, New York.
[17] Anis, S. & Zainal, Z. A. (2011). Tar Reduction in Biomass Producer Gas via Mechanical, Catalytic and
Thermal Methods: A Review.
Renewable and Sustainable
Energy Reviews, 15(5), 2355– 2377.
[18] Zanzi, R., X, Bal, et al. 2001. Pyrolysis of Biomass in Presence of Steam for Preparation of Actovated Carbon, Liquid and
Gaseous Product. 6th World