• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Obesitas terhadap Prestasi Akademik Remaja di Sekolah Menengah Pertama Santo Thomas 1 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Obesitas terhadap Prestasi Akademik Remaja di Sekolah Menengah Pertama Santo Thomas 1 Medan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Remaja

2.1.1. Definisi Remaja

Remaja adalah periode pertumbuhan dan perkembangan fisik, emosi,

kognitif dan sosial. Secara umum, remaja dimulai pada usia 11-12 tahun dan

berakhir pada usia antara 18–21 tahun(Kaplan dan Love-Osborne, 2009).

Seringkali dalam pembahasan soal remaja digunakan istilah pubertas dan

adolesen. Istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis yang

meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi dengan pesat dari masa anak ke masa

dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap

anak ke dewasa. Sedangkan yang dimaksud dengan adolesen, dulu merupakan

sinonim dari pubertas, sekarang lebih ditekankan untuk menyatakan perubahan

psikososial yang menyertai pubertas (Soetjiningsih, 2004).

Mengenai umur kronologis berapa seorang anak dapat dikatakan remaja,

masih terdapat berbagai pendapat (Pardede, 2002). Berikut berbagai definisi

tentang remaja, yaitu:

1. Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefinisikan remaja adalah:

bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun untuk anak perempuan

dan 12-20 tahun untuk anak laki-laki.

2. Menurut undang-undang No 4 tahun 1979 mengenai Kesejahteraan Anak,

remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.

3. Menurut WHO, remaja bila anak telah mencapai umur 10-19 tahun.

Menurut Pardede (2002) masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan yang

masing-masing ditandai dengan isu-isu bilogik, psikologik, dan sosial, yaitu:

1. Masa remaja awal (10-14 tahun)

2. Masa remaja pertengahan (15-16 tahun)

3. Masa remaja lanjut (17-20 tahun)

(2)

yang jelas, karena proses tumbuh kembang berjalan secara berkesinambungan

(Soetjiningsih, 2004).

Menurut Kaplan dan Love-Osborne (2009) perkembangan dari anak menuju

dewasa dapat disimpulkan dalam beberapa tahapan sebagai berikut:

1. menyelesaikan pubertas dan pertumbuhan somatik

2. perkembangan sosial, emosional dan kognitif serta perubahan pemikiran

abstrak menjadi pemikiran konkrit

3. membangun identitas independen dan berpisah dari keluarga

4. mempersiapkan diri untuk karir atau pekerjaan

2.1.2. Perkembangan Psikososial Remaja

Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh sangat

berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja. Kematangan seksual yang terlalu

cepat atau lambat juga dapat mempengaruhi kehidupan psikososialnya, yaitu

status mereka di dalam kelompok sebayanya (Marheni, 2004). Berikut pembagian

perkembangan psikososial menurut tahapan masa remaja:

1. Masa Remaja Awal

Seorang anak pada masa adolesensi awal ini harus berfungsi dalam 3 arena:

keluarga, kelompok sebaya (peer group) dan sekolah. Dalam setiap arena

terdapat suatu interaksi yang kompleks dari faktor-faktor penentu untuk

dapat berfungsi dengan baik. Di dalam keluarga, perkembangan yang utama

pada masa adolesensi awal ini adalah memulai ketidaktergantungan

terhadap keluarga. Dengan kelompok sebayanya biasanya seorang remaja

pada masa ini akan berkumpul dengan teman sejenis. Penerimaan oleh

kelompok sebaya merupakan hal yang sangat penting. Perkembangan fisik

pada masa pubertas yang sinkron dengan teman sebaya merupakan faktor

yang penting dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolahnya

(Pardede, 2002).

(3)

yang ideal. Pada saat itu mereka mulai memperhatikan tubuhnya dan

penampilan dirinya dan sering membandingkan dirinya dengan orang lain

(Marheni, 2004).

Masalah self-image (jati diri) cenderung muncul pada remaja yang

menganggap perkembangan pubertasnya bermasalah. Setiap perbedaan

dengan rata-rata teman sebayanya akan menimbulkan kecemasan.

Kecemasan sering juga timbul karena merasa tidak aman dalam berteman

dan ketakutan akan ditolak dalam pergaulan (Pardede, 2002).

3. Masa Remaja Akhir

Ciri khas pada masa ini adalah orientasinya ke masa depan. Hubungan

dengan orangtua mulai stabil. Pergaulan dengan kelompok sebaya mulai

mengarah kepada membina keintiman dengan jenis kelamin berbeda. Mulai

dapat menerima adanya perbedaan di antara teman (Pardede, 2002).

2.1.3. Kemampuan Prestasi Remaja di Sekolah

Prestasi yang buruk merupakan problem yang cukup menggejala di

kalangan remaja. Istilah underachiever, masalah sosial, dan emosional ternyata

ditemukan sebagai sumber permasalahannya (Kusuma, 2004). Menurut observasi

Haditono (1994) keadaan underachiever di Indonesia sendiri cukup kompleks,

suatu kombinasi dari faktor yang cukup banyak, yaitu:

1. Kurangnya faktor belajar secara luas di sekolah, terutama di

pelosok-pelosok maupun di rumah.

2. Kurangnya stimulasi belajar dan stimulasi mental. Hal ini terutama berlaku

bagi orangtua dengan pendidikan yang rendah sehingga mereka kurang

mengerti bagaimana membantu anak-anak mereka agar lebih berhasil.

Sementara pada orangtua dengan pendidikan tinggi, kesibukan bekerja

menjadi kendalanya.

3. Kecukupan gizi, yang bilamana dapat mencapai tingkat yang lebih baik

maka secara fisik anakpun akan menggunakan kapasitas otak secara

(4)

4. Perubahan sistem belajar yang terlalu sering bahkan pada setiap periode

pergantian pemerintahan, dengan dalih untuk mencapai sistem yang baik.

Permasalahan belajar dapat diintrepretasikan melalui prestasi akademik atau

aktivitas sehari-hari yang membutuhkan kemampuan membaca, matematika atau

kemampuan menulis (Kardana dan Soetjiningsih, 2004). Menurut Kardana dan

Soetjiningsih (2004) masalah-masalah yang berhubungan dengan gangguan

belajar adalah:

1. Masalah – masalah emosi dan perilaku

Dalam sistim pendidikan seorang remaja dikatakan mengalami masalah

perilaku jika mereka sulit belajar di dalam kelas. Remaja dikatakan

memiliki masalah emosi jika mereka memiliki gangguan psikiatri yang

mempengaruhi kehadiran dan penampilan di sekolah.

2. Masalah-masalah keluarga, sosial dan budaya

Sistim keluarga, masyarakat, lingkungan sekolah berpengaruh terhadap

motivasi remaja, dan penampilan di sekolah. Masing-masing faktor tersebut

perlu mendapat perhatian bila seorang individu mengalami prestasi yang

kurang. Stres ekonomi, lingkungan, emosi dalam keluarga dapat

mengakibatkan seorang remaja mengalami disfungsi di sekolah. Minat

orang tua terhadap keberhasilan pendidikan remaja dapat juga mempunyai

pengaruh yang besar pada perjalanan dan motivasi remaja di sekolah.

2.2.Obesitas

2.2.1. Definisi Obesitas

Obes berasal dari bahasa Latin obdere, yang berarti “to devour”, makan

dengan sangat rakus. Obesitas merupakan keadaan patologis sebagai akibat dari

konsumsi makanan yang jauh melebihi kebutuhannya (psychobiological cues for

eating) sehingga terdapat penimbunan lemak yang berlebihan dari yang

(5)

2.2.2. Definisi Obesitas pada Remaja

Obesitas pada anak dan remaja usia 2-20 tahun ditentukan dengan

menggunakan kurva persentil Indeks Massa Tubuh berdasarkan umur dan jenis

kelamin (lihat Gambar 2.1. dan Gambar 2.2.). Indeks Masa Tubuh didefinisikan

sebagai berat badan/tinggi badan kwadrat (kilogram per meter persegi),

merupakan indeks yang paling berguna yang digunakan untuk skrining populasi

remaja obesitas karena indeks ini berkolerasi secara bermakna dengan lemak

subkutan maupun lemak tubuh total pada remaja, terutama mereka dengan

proporsi terbesar lemak tubuh (Behrman, Kliegman, dan Arvin, 1996).

Menurut World Health Organization Multicentre Growth Reference Study

(WHO-MGRS) pada tahun 2007, status gizi anak usia 5-19 tahun menurut usia

dan jenis kelamin adalah:

• gizi lebih (Obesitas) : >+2SD • resiko gizi lebih (Overweight) : >+1SD

• gizi baik : <+1SD dan >-2SD • gizi kurang (Thinness) : <-2SD



(6)

Gambar 2.1. Kurva persentil IMT berdasarkan umur pada anak laki-laki 5-19 tahun (World Health Organization Multicentre Growth Reference

(7)

Gambar 2.2. Kurva persentil IMT berdasakan umur pada anak perempuan 5-19 tahun (World Health Organization Multicentre Growth Reference

Study (WHO-MGRS), 2007)

2.2.3. Faktor Resiko Obesitas

Secara sederhana timbulnya obesitas dapat diterangkan bila masukan

makanan melebihi kebutuhan faali. Seperti diketahui, bahan-bahan yang

terkandung dalam makanan sehari-hari akan menjadi penyusun tubuh selalu

melalui berbagai proses dengan mekanisme pengaturan sebagai berikut:

1. penyerapan dalam saluran pencernaan

(8)

Dengan demikian, sebetulnya tubuh mampu menyesuaikan diri terhadap berbagai

macam masukan bahan makanan. Untuk bahan makanan berupa protein, air,

mineral, dan vitamin, jumlah masukan tiga kali lipat dari kebutuhan minimum

dengan mudah akan dibuang. Tetapi untuk bahan makanan hidrat arang dan

lemak, hanya sebagian kecil yang dapat dijumpai di tinja. Apabila masukannya

melebihi kebutuhan tenaga tubuh, maka kelebihannya akan disimpan dalam

bentuk lemak dan jaringan adiposa. Untuk mengatur masukan dan keluaran

tenaga, cadangan di dalam tubuh akan melakukan mekanisme pengaturan

(Misnadiarly, 2007).

Menurut Misnadiarly (2007) beberapa faktor yang mempengaruhi

mekanisme pengaturan tersebut, antara lain:

1. Umur

Meskipun dapat terjadi pada semua umur, obesitas sering dianggap

sebagai kelainan pada umur pertengahan. Obesitas yang muncul pada

tahun pertama kehidupan biasanya disertai perkembangan rangka yang

cepat dan anak menjadi besar untuk umurnya.

2. Jenis kelamin

Selama masa pertumbuhan remaja, komposisi tubuh juga mengalami

perubahan. Pada masa pra-remaja, komposisi lemak tubuh pada anak

laki-laki dan perempuan relatif sama, masing-masing 15% dan 19%. Tetapi

pada masa remaja pertumbuhan lemak anak perempuan lebih pesat,

sehingga waktu dewasa menjadi 22% pada anak perempuan 15% pada

laki-laki (Soetjiningsih dan Suandi, 2002)

3. Tingkat sosial

Obesitas pada anak-anak muda sering dijumpai pada keluarga mampu,

tetapi akan sulit dijumpai pada keluarga miskin. Keadaan semacam ini

misalnya terlihat pada keluarga pedagang maupun pegawai atau karyawan

menengah ke atas. Jadi dalam hal ini umur bukan merupakan penentu

(9)

Aktivitas fisik yang rendah sering kali dijumpai pada anak yang memiliki

berat badan lebih dan obesitas. Anak-anak dengan berat badan lebih

(overweight) menonton televisi lebih lama, bermain video game lebih

banyak, dan lebih jarang ikut serta dalam aktivitas fisik daripada anak

yang tidak memiliki berat badan lebih (overweight) (Jansen et al., 2004).

5. Kebiasaan makan

Pola makanan tradisional yang tadinya tinggi karbohidrat, tinggi serat

kasar, dan rendah lemak berubah ke pola makan baru yang rendah

karbohidrat, rendah serat kasar, dan tinggi lemak sehingga menggeser

mutu makanan ke arah tidak seimbang. Perubahan pola makan ini

dipercepat oleh makin kuatnya arus budaya makanan asing disebabkan

oleh kemajuan teknologi informasi dan globalisasi ekonomi (Almatsier,

2009).

6. Faktor psikologis

Faktor stabilitas emosi diketahui berkaitan dengan obesitas. Keadaan

obesitas dapat merupakan dampak dari pemecahan masalah emosi yang

dalam, dan ini merupakan suatu pelindung penting bagi yang

bersangkutan. Dalam keadaan seperti ini menghilangkan obesitas tanpa

menyediakan pemecahan alternatif yang memuaskan, justru akan

memperberat masalah.

7. Faktor genetis

Gen memiliki pengaruh yang kuat dalam perkembangan obesitas untuk

anak-anak. Cara gen mempengaruhi pembentukan jaringan adiposa masih

belum dapat dibuktikan dengan jelas, sementara pengaruh spesifik gen

berbeda pada setiap anak. Menurut Haugaard (2008) gen dapat

berpengaruh secara langsung dan tidak langsung. Gen berpengaruh secara

langsung melalui frekuensi dari pembentukan sel adiposa baru yang

mengakibatkan peningkatan simpanan energi menjadi lemak. Gen

mempengaruhi secara tidak langsung melalui seorang bayi yang tingkat

(10)

pula dikarenakan rasa lapar yang lebih pada anak tersebut. Makanan yang

berlebih yang dikonsumsi anak merupakan penyebab langsung

pembentukan lemak tubuh, namun ia menerima makanan berlebih

sebagian karena ia memiliki rasa lapar yang tinggi dan yang dipengaruhi

oleh gen yang dimilikinya.

2.2.4. Efek Klinis Obesitas pada Remaja

Obesitas menimbulkan bermacam efek terhadap pertumbuhan,

perkembangan psikososial, dan timbulnya penyakit. Kelebihan timbunan lemak

menimbulkan efek paling ringan terhadap pertumbuhan. Remaja yang obes

umumnya lebih tinggi pada setiap usia daripada remaja lain dari usia dan jenis

kelamin sama, atau lebih tinggi dari perkiraan potensial genetiknya. Perkecualian

pada beberapa sindrom kongenital atau sindrom Prader-Willi dan sindroma

Cushing: ditemukan TB lebih rendah dari persentil ke-50 atau lebih rendah dari

TB yang diperkirakan menurut potensial genetiknya (Suandi, 2004).

Menurut Unger, Ariza, dan Sentongo (2005), efek klinis yang berhubungan

dengan kelebihan berat badan, adalah:

• Toleransi glukosa dan peningkatan prevalensi diabetes tipe 2. Anak yang didiagnosa dengan diabetes tipe 2 memiliki resiko sebagai dewasa muda

dengan penyakit gagal ginjal, keguguran, kebutaan, amputasi, bahkan

kematian.

• Peningkatan resiko hiperlipidemia (peningkatan kolesterol serum, HDL (high-density lipoprotein), dan hipertrigliseridemia) yang berhubungan

dengan penyakit jantung dan pembuluh darah (hipertensi dan

aterosklerosis). Fatty streaks telah ditemukan di arteri koroner pada anak

dengan kelebihan berat badan pada usia 10 tahun.

• Anak dengan kelebihan berat badan memiliki resiko mengalami steatosis hepatis, penyakit empedu, gastroesophageal reflux, penyakit pernafasan,

(11)

Gangguan tidur seperti kelainan bernafas saat tidur, mengorok, sleep apnea, mengantuk, tidur tidak pulas, dan mengompol. Hal ini didiagnosa dari gejala

klinis dalam beberapa kasus penelitian mengenai tidur.

• Dispnea saat ekspirasi juga sering dialami anak dengan kelebihan berat badan. Gejala yang muncul adalah batuk, respiratory distress, nyeri dada,

dan pallor dengan peningkatan aktifitas fisik.

Social ostracism, gangguan emosional, dan gangguan sosial sering muncul

dan dapat sangat mempengaruhi anak dengan kelebihan berat badan dari

remaja sampai dewasa.

Menurut Misnadiarly (2007) kelebihan berat badan juga dapat menyebabkan

terjadinya masalah yang menyangkut perkembangan sosial dan emosional anak

seperti:

1. Percaya diri rendah dan rawan diganggu anak lain

Anak-anak sering kali mengganggu atau mencela kawan mereka yang

kelebihan berat badan, dan sering kali mengakibatkan anak tersebut

kehilangan rasa percaya diri dan meningkatkan risiko terjadinya depresi.

2. Problem pada tingkah laku dan pola belajar

Anak-anak yang kelebihan berat badan cenderung lebih sering merasa

cemas dan memiliki kemampuan bersosialisasi lebih rendah daripada

anak-anak dengan berat normal. Masalah-masalah ini mengakibatkan anak-anak

tersebut:

• meledak dan mengganggu ruang • menarik diri dari pergaulan sosial

Stres dan cemas juga akan mengganggu proses belajar. Kecemasan yang

berhubungan dengan masalah sekolah dapat menimbulkan rasa khawatir

yang terus meningkat akan menyebabkan menurunnya pencapaian

(12)

Hasil penelitian di Portugal oleh Miguel (2008), remaja yang menganggap

dirinya “gemuk” adalah mereka dengan pencapaian akademis yang buruk

dan remaja yang mengganggap dirinya “kurus” adalah mereka dengan

pencapaian akademis yang baik. Situasi yang sama ketika menganalisis

hubungan depresi dan obesitas, remaja yang obes memiliki prestasi

akademik yang lebih buruk dibandingkan dengan remaja yang non-obes.

Menurut penelitian di Korea oleh Young dan Finkelstein (2011) pun

memiliki hasil yang sama. Dimana antara remaja di Korea, anak dengan

overweight dan obesitas memiliki kecenderungan lebih besar memiliki

prestasi akademik yang lebih rendah.

3. Depresi

Isolasi sosial dan rendahnya rasa percaya diri menimbulkan rasa perasaan

tidak berdaya pada sebagian anak yang kelebihan berat. Bila anak-anak

kehilangan harapan bahwa hidup mereka akan menjadi lebih baik, pada

akhirnya mereka akan mengalami depresi. Seorang anak yang mengalami

depresi akan kehilangan rasa tertarik pada aktivitas normal, lebih banyak

tidur dari biasanya atau sering kali menangis.

Kebanyakan anak yang mengalami depresi mengalami kesulitan dalam

bidang akademis. Penarikan diri yang dilakukan mengakibatkan

ketidakmampuan mengikuti aktifitas akademik di sekolah. Hal ini

mengakibatkan kesulitan konsentrasi dan kelelahan dalam menyelesaikan

pekerjaan rumah dan tugas di kelas. Hasilnya, anak-anak tersebut akan

memiliki prestasi akademik yang kurang baik, dimana akan meningkatkan

Gambar

Gambar 2.1.  Kurva persentil IMT berdasarkan umur pada anak laki-laki 5-19

Referensi

Dokumen terkait

Di samping itu, hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sunyono (2003) menunjukkan bahwa pembelajaran kimia dengan eksperimen menggunakan bahan sehari -hari

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 3 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan korelasi tidak nyata positif antara tinggi tanaman, jumlah

Dengan ini diumumkan berdasarkan Surat Penetapan Femenang Pengadaan Langsung Paket PekerjaanPengadaanTerpalrKegiatat PendampinganPada Kelompok Tani Pembadrdaya lkan, Nomor

Buku Profil Daerah ini diharapkan menjadi salah satu media informasi yang aktual kepada pemerintah daerah, masyarakat maupun pihak swasta untuk dapat melihat informasi

Kepada yang bersangkutan diharapkan hadir sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh Pokja / panitia dan apabila saudara tidak hadir dalam batas waktu yang ditentukan,

Sekretariat : Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Klaten Jalan Sulawesi No.. Bersama ini kami umumkan Pemenang Lelang

Hardcopy Softcopy 1 Kejadian luar biasa keracunan Pangan Segar Asal Tumbuhan Bidang Konsumsi dan Kewaspadaan Pangan saat ada kejadian 521 5 tahun. 2 Informasi masuknya

[r]