• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku dalam Meminimumkan Biaya Persediaan dengan Metode EOQ (Studi Kasus: PT. Sinar Sosro Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku dalam Meminimumkan Biaya Persediaan dengan Metode EOQ (Studi Kasus: PT. Sinar Sosro Medan)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Peramalan

Menurut Sofyan Assauri (1984) dalam melakukan kegiatan usaha, setiap perusahaan

harus memperkirakan semua yang akan terjadi dalam bidang ekonomi atau dalam dunia

usaha pada masa yang akan datang. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan

terjadi di masa yang akan datang, kita kenal dengan apa yang disebut peramalan. Secara

lengkap dikatakan bahwa peramalan adalah usaha untuk melihat situasi dan kondisi

pada masa yang akan datang dengan memperkirakan hasil masa lampau dan pengaruh

situasi secara kondisi terhadap perkembangan yang akan datang.

2.2 Jenis-Jenis Peramalan

Menurut Sofyan Assauri (1984), pada umumnya peramalan dapat dibedakan dari

beberapa segi tergantung dari cara melihatnya. Apabila dilihat berdasarkan sifat

ramalan yang telah disusun, maka peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:

a. Peramalan kualitatif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data kualitatif pada

masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada orang yang

menyusunnya. Hal ini penting karena hasil peramalan tersebut ditentukan

berdasarkan pemikiran yang bersifat intuisi, judgement atau pendapat, dan

pengetahuan serta pengalaman dari penyusunnya.

b. Peramalan kuantitatif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif

pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada metode

(2)

berbeda akan didapat hasil peramalan yang berbeda pula. Peramalan kuantitatif

hanya dapat digunakan apabila terdapat tiga kondisi sebagai berikut:

1. Tersedianya informasi tentang masa lalu.

2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik.

3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus

berlanjut di masa mendatang.

Langkah penting dalam memilih metode deret berkala yang tepat adalah dengan

mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode paling tepat dengan pola tersebut

dapat diuji.

2.3 Metode Peramalan Kuantitatif

Metode adalah cara berpikir yang sistematis dan pragmatis atas pemecahan sebuah

masalah. Dengan dasar ini, maka metode peramalan kuantitatif merupakan cara

memperkirakan secara kuantitatif mengenai apa yang akan terjadi di masa depan

berdasarkan data yang relevan pada masa lalu melalui tahapan-tahapan pengerjaan yang

teratur, sistematis, dan terarah.

Metode Peramalan yang bersifat kuantitatif dibedakan menjadi dua yaitu, metode

deret waktu (time series) dan metode sebab akibat (korelasi). Metode deret waktu

dipakai untuk menganalisa hubungan antara variabel waktu dengan variabel lainnya.

Metode korelasi dipakai untuk menganalisa hubungan antar variabel yang bukan waktu.

2.4 Metode Time Series

Metode time series adalah metode yang dipergunakan untuk menganalisis serangkaian

data yang merupakan fungsi dari waktu. Metode ini mengasumsikan beberapa pola atau

kombinasi pola selalu berulang sepanjang waktu, dan pola dasarnya dapat diidentifikasi

(3)

Dengan analisis deret waktu dapat ditunjukkan bagaimana permintaan terhadap

suatu produk tertentu bervariasi terhadap waktu. Sifat dari perubahan permintaan dari

tahun ke tahun dirumuskan untuk meramalkan penjualan pada masa yang akan datang.

Menurut Makridakis, dkk (1999), langkah penting dalam memilih suatu metode

deret waktu yang tepat adalah dengan mempertimbangkan jenis pola datanya. Pola data

dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu:

a. Pola horizontal (H) terjadi bilamana nilai data berfluktuasi di sekitar nilai

rata-rata yang konstan. Suatu produk yang penjualannya tidak meningkat dan

menurun selama waktu tertentu.

Gambar 2.1 Pola Horizontal

b. Pola musiman (S) terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman

(misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu).

Gambar 2.2 Pola Musiman

c. Pola siklis (C) terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi

jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis atau ekonomi. y

Waktu

y

(4)

Gambar 2.3 Pola Siklis

d. Pola Trend (T) terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler

jangka panjang dalam data.

Gambar 2.4 Pola Trend

Metode-metode peramalan dengan menggunakan analisa pola hubungan antara

variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu, atau analisa deret waktu, terdiri

dari:

a. Metode pemulusan (smoothing) yang diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu

metode rata-rata (moving average) dan metode pemulusan eksponensial (single

Exponential smooting)

b. Metode dekomposisi juga diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu dekomposisi

aditif dan multiplikatif.

c. Metode Box Jenkis

(5)

2.5 Metode Dekomposisi

Metode dekomposisi biasanya mencoba memisahkan tiga komponen terpisah dari pola

dasar yang cenderung mencirikan deret data ekonomi dan bisnis. Komponen tersebut

adalah faktor kecenderungan (trend), siklus, dan musiman. Faktor kecenderungan

menggambarkan perilaku data dalam jangka panjang, dan dapat meningkat, menurun,

atau tidak berubah. Faktor siklus menggambarkan baik turunnya ekonomi atau industri

tertentu dan sering terdapat pada deret data seperti Produk Nasional Bruto (PNB),

indeks produksi industri, permintaan untuk perumahan, penjualan barang industri

seperti mobil, harga saham, tingkat obligasi, penawaran uang, dan tingkat bunga.

Faktor musiman berkaitan dengan fluktuasi periodik dengan panjang konstan

yang disebabkan oleh hal-hal seperti temperatur, curah hujan, bulan pada suatu tahun,

saat liburan, dan kebijaksanaan perusahaan. Perbedaan antara musiman dan siklus

adalah bahwa musiman itu berulang dengan sendirinya pada interval yang tetap seperti

tahun, bulan, atau minggu, sedangkan faktor siklus mempunyai jangka waktu yang lebih

lama dan lamanya berbeda dari siklus yang satu ke siklus yang lain.

Dekomposisi mempunyai asumsi bahwa data itu tersusun sebagai berikut:

Data = pola + kesalahan (error)

= f (trend, siklus, musim) + kesalahan

Jadi di samping komponen pola, terdapat pula unsur kesalahan atau kerandoman.

Kesalahan ini dianggap merupakan perbedaan antara pengaruh gabungan dari tiga pola

deret tersebut dengan data yang sebenarnya. Penulisan matematis umum dari

pendekatan dekomposisi adalah:

(I )

t t t t t Xf  T CE

dengan:

Xt = nilai deret waktu pada periode t

It = komponen musiman pada periode t

Tt = komponen trend pada periode t

Ct = komponen siklus pada periode t

(6)

Dalam metode dekomposisi terdapat model dekomposisi aditif dan

multiplikatif. Model dekomposisi aditif dan multiplikatif dapat digunakan untuk

meramalkan faktor trend, musiman, dan siklus. Menurut Makridakis, Wheelwright dan

McGee (1992), metode dekomposisi rata-rata sederhana berasumsi pada model aditif:

I

t t t t t X   T CE

Sedangkan metode dekomposisi rasio rata-rata bergerak (dekomposisi klasik)

berasumsi pada model multiplikatif dalam bentuk:

t t t t t

X    I T C E (2,1)

Metode rasio rata-rata bergerak mula-mula memisahkan unsur trend-siklus dari

data dengan menghitung rata-rata bergerak yang jumlah unsurnya sama dengan panjang

musiman. Rata-rata bergerak dengan panjang seperti ini tidak mengandung unsur

musiman dan tanpa atau sedikit sekali unsur acak.

Rata-rata bergerak yang dihasilkan, Mt, adalah

t t t

M  T C (2,2)

Persamaan (2,2) hanya mengandung faktor trend dan siklus, karena faktor musiman dan

keacakan telah dieliminasi dengan pemerataan.

Persamaan (2,1) dapat dibagi dengan (2,2) untuk memperoleh persamaan

t t t t t

Persamaan (2,3) merupakan rasio dari data yang sebenarnya dengan rata-rata

bergerak dan mengisolasi dua komponen deret berkala lainnya. Nilai ratio tersebut

berkisar di antara 100, menunjukkan pengaruh musiman pada nilai rata-rata data yang

telah dihilangkan faktor musimannya (deseasionalized). Langkah selanjutnya dalam

metode ini adalah menghilangkan keacakan dari nilai-nilai yang diperoleh persamaan

(2,3) dengan menggunakan suatu bentuk rata-rata pada bulan yang sama atau disebut

dengan metode rata-rata medial pada saat ini. Rata-rata medial adalah nilai rata-rata

untuk setiap bulan setelah dikeluarkan nilai terbesar dan terkecil. Indeks musiman dapat

diperoleh dengan mengalikan setiap rata-rata medial dengan faktor penyesuaian dari

(7)

Indeks musiman ini memperlihatkan pola musiman dari data yang terjadi dalam setiap

periodenya. Sehingga kita dapat menganalisa adanya pola yang berbeda di setiap

bulannya berdasarkan indeks musiman ini.

Sedangkan untuk melakukan proyeksi di masa depan maka dapat menggunakan

regresi linear dengan data yang telah di deseasionalized atau seasonally adjusted series.

Data ini didapat dari rasio atau pembagian antara data asli/aktual dengan seasonal

factornya. Data inilah yang akan dilakukan regresi linear yang akan menghasilkan

persamaan:

Y  a bt

t merupakan periode yang akan dilakukan proyeksi dengan terlebih dahulu dengan

melakukan coding secara berurutan sesuai dengan proyeksi. Hasil Y proyeksi yang

diperoleh dikalikan dengan indeksi musimannya untuk memperoleh hasil prediksi yang

lebih akurat. Dari metode ini dapat dihitung proyeksi bulanan yang dapat dijadikan

pedoman untuk menganalisa hasil yang akan diperoleh di bulan tertentu di masa

mendatang.

2.6 Ketepatan Metode Peramalan

Keakuratan keseluruhan dari setiap model peramalan baik itu rata-rata bergerak,

eksponensial smoothing atau lainnya dapat dijelaskan dengan membandingkan nilai

yang diproyeksikan dengan nilai aktual atau nilai yang diamati. Untuk tingkat akurasi

peramalan dapat diukur dari nilai berikut:

1. Mean Squared Error (MSE). Merupakan rata-rata jumlah kuadrat kesalahan

peramalan.

(8)

'

3. Mean Absolute Deviation (MAD) = adalah mengukur dengan mengambil jumlah

nilai absolut dari tiap kesalahan peramalan dibagi dengan jumlah periode data.

'

Y = Nilai ramalan pada periode ke- i

n = Banyaknya periode waktu

Keakuratan sebuah model peramalan dalam melakukan prediksi ditentukan oleh

nilai terkecil dari masing-masing metode akurasi data, semakin kecil nilai tersebut

semakin akurat sebuah model melakukan prediksi.

2.7 Uji Kolmogorov – Smirnov

Metode ini merupakan sebuah alternatif penting untuk menguji kesesuaian distribusi.

Uji ini ditemukan oleh dua matematikawan Rusia, yaitu Kolmogorov dan Smirnov pada

akhir dekade 1930. Dengan uji Kolmogorov-Smirnov dapat diperiksa apakah distribusi

nilai-nilai sampel yang teramati sesuai dengan distribusi teoritis tertentu.

Uji Kolmogorov-Smirnov dapat diterapkan pada dua keadaan, yaitu:

1. Menguji apakah suatu sampel mengikuti bentuk distribusi populasi teoritis.

2. Menguji apakah kedua buah sampel berasal dari dua populasi yang identik.

Prinsip uji Kolmogorov-Smirnov ialah menghitung selisih absolut antara fungsi

(9)

kumulatif teoritis [Fe(x)]. Statistik uji Kolmogorov-Smirnov merupakan selisih absolut

terbesar antara Fa(x) dan Fe(x), yang disebut deviasi maksimum D. Persamaannya ialah

sebagai berikut:

D = Maksimum Fa x

 

Fe x

 

Keterangan:

Fa(x) = Fungsi distribusi frekuensi kumulatif observasi

Fe(x) = Fungsi distribusi frekuensi kumulatif teoritis

Nilai D kemudian dibandingkan dengan nilai kritis pada tabel Kolmogorov-Smirnov

dengan ukuran sampel n dan tingkat signifikan α. Aturan keputusannya ialah sebagai berikut:

1. Ho diterima apabila D ≤ Dα 2. Ho ditolak apabila D > Dα

Langkah-langkah pengujian dalam uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut:

1. Susun frekuensi-frekuensi dari tiap nilai yang teramati, berurutan dari nilai

terkecil sampai terbesar.

2. Susun frekuensi kumulatif relatif dari nilai-nilai teramati tersebut.

3. Konversikan frekuensi kumulatif tersebut ke dalam probabilitas, yaitu ke dalam

fungsi distribusi frekuensi kumulatif [Fa(x)].

4. Hitung nilai Z untuk masing-masing nilai teramati diatas dengan rumus :

i

berlaku jika berdistribusi normal, sedangkan jika bukan berdistribusi normal

maka rumusnya akan berbeda).

6. Susun Fa(x) berdampingan dengan Fe(x). Hitung selisih absolut antara Fa(x) dan

Fe(x) pada masing-masing nilai teramati.

7. Statistik uji Kolmogorov-Smirnov ialah selisih absolut terbesar Fa(x) dan Fe(x)

(10)

2.8 Pengertian Pengendalian Persediaan

Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang di simpan untuk digunakan atau

dijual pada masa atau periode yang akan datang. Persediaan terdiri dari persediaan

bahan baku, persediaan bahan setengah jadi dan persediaan barang jadi. Persediaan

bahan baku dan bahan setengah jadi di simpan sebelum digunakan atau di masukkan ke

dalam proses produksi, sedangkan persediaan barang jadi atau barang dagangan di

simpan sebelum dijual atau dipasarkan.

Untuk lebih memahami dan mengerti arti pengendalian persediaan, maka akan

dijelaskan definisi persediaan.

Pengertian persediaan akan dijelaskan dari beberapa definisi berikut;

Freddy Rangkuti (1996; 1) mengatakan bahwa persediaan sebagai suatu aktiva yang

meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu

periode usaha tertentu, persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/ proses

produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu

proses produksi.

Sofjan Assauri (1993), menjelaskan bahwa persediaan adalah “Suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu

periode usaha yang normal”.

2.9 Jenis-Jenis Persediaan

Jenis-jenis persediaan menurut Handoko (1984):

1. Persediaan bahan mentah (raw materials), yaitu persediaan barang-barang

berujud seperti baja, kayu, dan komponen komponen lainnya yang digunakan

dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam

atau dibeli dari para supplier atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk

(11)

2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components), yaitu

persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang

diperoleh dari perusahaan lain, di mana secara langsung dapat dirakit menjadi

suatu produk.

3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan

barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi merupakan bagian atau

komponen barang jadi.

4. Persediaan barang dalam proses (work in proses), yaitu persediaan

barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi

atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih

lanjut menjadi barang jadi.

5. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang

telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim

kepada langganan.

2.10 Biaya-Biaya Persediaan

Biaya persediaan menurut Baroto (2002) adalah semua pengeluaran dan kerugian yang

timbul sebagai akibat adanya persediaan.

Biaya tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Harga pembelian, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang, besarnya

sama dengan harga persediaan itu sendiri atau harga belinya. Pada beberapa

model pengendalian sistem persediaan, biaya tidak dimasukkan sebagai dasar

untuk membuat keputusan.

2. Biaya pemesanan, yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan

(12)

Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan

barang dari pemasok. Biaya ini meliputi biaya pemrosesan pesanan, biaya

ekspedisi, upah, biaya telekomunikasi, biaya dokumentasi/transaksi, biaya

pengepakan, biaya pemeriksaan, dan biaya lainnya yang tidak tergantung jumlah

pesanan.

3. Biaya penyiapan (setup cost) adalah semua pengeluaran yang timbul dalam

mempersiapkan produksi. Biaya ini terjadi bila item persediaan diproduksi

sendiri dan tidak membeli dari pemasok. Biaya ini meliputi biaya persiapan

peralatan produksi, biaya mempersiapkan mesin (set up), biaya mempersiapkan

tenaga kerja langsung, biaya perencanaan dan penjadwalan produksi, dan biaya

biaya lain yang besarnya tidak tergantung pada jumlah itemyang diproduksi.

4. Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan dalam penanganan atau

penyimpanan material, semi finished product, sub assembly, atau pun produk

jadi. Biaya ini besarnya tergantung dari lamanya penyimpanan dan jumlah yang

disimpan. Biaya simpan biasanya dinyatakan dalam biaya per unit per periode.

Biaya penyimpanan ini meliputi :

a) Biaya fasilitas penyimpanan (penerangan, pemanas atau pendingin).

b) Biaya modal (opportunity cost of capital), yaitu alternatif pendapatan atas

dana yang di investasikan dalam persediaan).

c) Biaya keusangan

d) Biaya perhitungan fisik dan konsiliasi laporan.

e) Biaya asuransi dan pajak

f) Biaya penanganan persediaan dan biaya-biaya lainnya yang bersifat variabel

tergantung pada jumlah item.

5. Biaya kekurangan persediaan. Bila perusahaan kehabisan barang saat ada

permintaan, maka akan terjadi stock out. Stock out menimbulkan kerugian berupa

biaya akibat kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan atau kehilangan

pelanggan yang kecewa dan beralih ke pesaing. Biaya ini sulit diukur karena

(13)

2.11 Tujuan Pengelolaan Persediaan

Adapun yang menjadi tujuan dari pengelolaan persediaan adalah:

1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat

(memuaskan konsumen).

2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak

mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses

produksi, hal ini dikarenakan alasan :

a. Kemungkinan barang (bahan baku dan penolong) menjadi langka sehingga

sulit untuk diperoleh.

b. Kemungkinan supplier terlambat mengirimkan barang yang dipesan.

3. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan laba

perusahaan.

4. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat

mengakibatkan ongkos pesan menjadi besar.

5. Menjaga supaya penyimpanan dan emplacement tidak besar- besaran, karena

akan mengakibatkan biaya menjadi besar.

2.12 Faktor- Faktor yang Menentukan Persediaan

Yang menjadi masalah bagi perusahaan adalah bagaimana menentukan persediaan yang

optimal, oleh karena itu perlu diketahui faktor- faktor yang mempengaruhi besar

kecilnya persediaan. Sebenarnya perlu dibedakan antara persediaan bahan baku dan

barang jadi, namun yang dimaksud dengan persediaan dalam kaitannya dengan kegiatan

produksi adalah persediaan bahan baku/penolong.

Besar kecilnya persediaan bahan baku dan bahan penolong dipengaruhi oleh

faktor:

1. Volume atau jumlah yang dibutuhkan, yaitu yang dimaksudkan untuk menjaga

kelangsungan (kontinuitas) proses produksi. Semakin banyak jumlah bahan

(14)

Volume produksi yang direncanakan, hal ini ditentukan oleh penjualan

terdahulu dan ramalan penjualan. Semakin tinggi volume produksi yang di

rencanakan berarti membutuhkan bahan baku yang lebih banyak yang berakibat

pada tingginya tingkat persediaan bahan baku.

2. Kontinuitas produksi tidak terhenti, diperlukan tingkat persediaan bahan baku

yang tinggi dan sebaliknya.

3. Sifat bahan baku/penolong, apakah cepat rusak (durable good) atau tahan lama

(undurable good). Barang yang tidak tahan lama tidak dapat disimpan lama,

oleh karena itu bila bahan baku yang diperlukan tergolong barang yang tidak

tahan lama maka tidak perlu disimpan dalam jumlah banyak.

4. Sedangkan untuk bahan baku yang memiliki sifat tahan lama, maka tidak ada

salahnya perusahaan menyimpannya dalam jumlah besar. Agar kontinuitas

produksi tetap terjaga, maka untuk berjaga jaga perusahaan sebaiknya memiliki

apa yang dinamakan dengan persediaan cadangan (safety stock). Persediaan

cadangan atau disebut pula persediaan pengaman adalah persediaan minimal

bahan baku /penolong yang harus dipertahankan untuk menjaga kontinuitas

produksi.

2.13 Model – Model Persediaan

Model persediaan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (Taha, 1982)

a. Model Deterministik

Model deterministik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode kedatangan

pesanan yang dapat diketahui secara pasti sebelumnya. Model ini dibedakan

menjadi dua yaitu:

1. Deterministik Statis

Pada model ini tingkat permintaan setiap unit barang untuk tiap periode

diketahui secara pasti dan bersifat konstan.

(15)

Pada model ini tingkat permintaan setiap unit barang untuk tiap periode

diketahui secara pasti, tetapi bervariasi dari satu periode ke periode lainnya.

b. Model Probabilistik

Model probabilistik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode kedatangan

pesanan yang tidak dapat diketahui secara pasti sebelumnya, sehingga perlu

didekati dengan distribusi probabilitas. Model ini dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Probabilistik Stationary

Pada model ini tingkat permintaan bersifat random, di mana probability density

function dari permintaan tidak dipengaruhi oleh waktu setiap periode.

2. Probabilistik Nonstationary

Pada model ini tingkat permintaan bersifat random, di mana probability density

function dari permintaan bervariasi dari satu periode ke periode lainnya

2.14 Metode Ekonomic Order Quantity (EOQ)

Metode manajemen persediaan yang paling terkenal adalah model-model economic

order quantitiy (EOQ). Metode ini dapat digunakan untuk barang-barang yang dibeli

maupun yang diproduksi sendiri. Dalam teori, konsep EOQ adalah sederhana.

Model Persediaan ini memakai asumsi – asumsi sebagai berikut: a. Hanya satu item barang (produk) yang diperhitungkan

b. Kebutuhan (permintaan) setiap periode diketahui (tertentu)

c. Barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia (instaneously) atau

tingkat produksi (production rate) barang yang dipesan berlimpah (tak

terhingga)

d. Waktu ancang-ancang (lead time) bersifat konstan

e. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat digunakan

f. Tidak ada pesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaan (storage)

(16)

Tujuan model ini adalah untuk menentukan jumlah (Q) setiap kali pemesanan (EOQ)

sehingga meminimasi biaya total persediaan

Parameter-parameter yang dipakai dalam model ini adalah

D = Jumlah kebutuhan barang selama satu periode

Cc = Biaya penyimpanan (carrying cost) per unit per tahun

Cs = Biaya pemesanan (ordering cost)

Q = Pemesanan optimal

t = Waktu antara satu pemesanan ke pemesanan berikutnya

TC = Total biaya persediaan

Q = Jumlah pemesanan optimal

Secara grafis, model dasar persediaan ini dapat digambarkan sebagai berikut (Nasution,

2008; 135)

Gambar 2.5 Model Persediaan EOQ Sederhana

Gambar 2.5 di atas dapat membantu kita memahami pembentukan model matematisnya.

Sejumlah Q unit barang dipesan secara periodik. Order point merupakan saat siklus

persediaan (inventory cycle) yang baru dimulai dan yang lama berakhir karena pesanan

diterima. Setiap siklus persediaan berlangsung selama siklus waktu t, artinya setiap t

hari (atau mingguan, bulanan dan sebagainya) dilakukan pemesanan kembali. Lamanya

(17)

sehingga dapat ditulis t = �

�. Gradien negatif Dt (-Dt) dapat dipakai untuk menunjukkan

jumlah persediaan dari waktu ke waktu. Karena barang yang dipesan diasumsikan dapat

segera tersedia (instaneously), maka setiap siklus persediaan dapat dilukiskan dalam

bentuk segitiga dengan alas t dan Q.

Tujuan secara matematis model ini kita mulai dengan komponen biaya ordering

cost yang tergantung pada jumlah (frekuensi) pemesanan dalam 1 periode, di mana

frekuensi pemesanan tergantung pada:

a. Jumlah kebutuhan barang selama 1 periode (D)

b.Jumlah setiap kali pemesanan (Q)

Dari keterangan di atas, kita bisa tuliskan bahwa frekuensi pemesanan = �

.

Ordering

cost setiap periode diperoleh dengan mengalikan �

�dengan biaya setiap kali pesan (Cs),

sehingga:

Biaya Pemesanan per-periode = �

� Cs

Komponen biaya kedua, yaitu biaya penyimpanan (holding cost) dipengaruhi

oleh jumlah barang yang disimpan dan lamanya barang disimpan. Setiap hari jumlah

barang yang disimpan akan berkurang karena dipakai/terjual, sehingga lama

penyimpanan antara satu unit barang yang lain juga berbeda. Oleh karena itu, yang perlu

diperhatikan adalah tingkat persediaan rata-rata. Karena persediaan bergerak dari Q unit

ke nol unit dengan tingkat pengurangan konstan (gradien –D) selama t waktu, maka

persediaan rata-rata untuk setiap siklus adalah: �+

=

Biaya penyimpanan per-periode adalah mengalikan� dengan biaya penyimpanan per

unit (Cc), sehingga:

Biaya penyimpanan per periode

=

� Cc

Biaya penyimpanan dapat pula dicari dengan bantuan gambar 2.5 sebagai berikut:

Luas segitiga = alas x tinggi

= t x Q

(18)

Bila t = �

Bila biaya penyimpanan per unit barang adalah Cc, maka

Biaya penyimpanan (per siklus) = �

2

� Cc

Apabila �

� adalah jumlah siklus persediaan dalam 1 periode (tahun) maka:

Biaya penyimpanan per periode = �

Dengan menggabungkan kedua komponen biaya persediaan di atas, maka:

Biaya Total Persediaan (TC)

2

biaya total persediaan dengan komponen biaya ordering cost dan holding cost.

Persamaan TC di atas merupakan sebuah ekspresi secara matematis. Besarnya TC

tergantung pada besarnya “order quantity” atau Q, yang dipilih. Gambar 2.6 menunjukkan bagaimana TC dinyatakan secara grafis dengan sumbu tegak mewakili

(19)

Gambar 2.6 Hubungan Antara Kedua Jenis Biaya Persediaan

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa biaya penyimpanan berbanding lurus dengan

tingkat persediaan artinya semakin besar jumlah barang yang dipesan (Q)

mengakibatkan makin besarnya biaya penyimpanan yang dikeluarkan karena

bertambahnya persediaan rata-rata, sedangkan biaya pemesanan berbanding terbalik

dengan tingkat persediaan artinya makin kecil Q berarti makin sering pemesanan

dilakukan, dan makin besar pula biaya pemesanan yang dikeluarkan. TC adalah hasil

dari penjumlahan kedua komponen biaya pemesanan dan penyimpanan sehingga total

biaya minimum terjadi pada saat kurva total biaya (TC) mencapai titik terendah.

Jumlah pemesanan yang optimal (EOQ) secara matematis dihitung dengan

mendeferensialkan persamaan TC terhadap Q, dan persamaan diferensial itu diberi

(20)

2.15 Persediaan Pengaman

Persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk

melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan baku (stock out).

Kemungkinan terjadinya stock out dapat disebabkan karena pemakaian bahan baku

yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan kedatangan bahan baku yang

di pesan (Assauri, 1993). Oleh karena itu persediaan pengaman berfungsi sebagai

cadangan untuk menjaga kelancaran produksi.

Menurut Assauri (1993) faktor-faktor yang menentukan besarnya persediaan

pengaman adalah pemakaian bahan baku rata-rata dan waktu tunggu (lead time).

Pemakaian bahan baku rata dan standar deviasi dari pemakaian bahan baku

rata-rata perlu diketahui untuk menentukan persediaan pengaman. Hal ini untuk mengetahui

penyimpangan penggunaan bahan baku dari rata-rata karena adanya pemakaian yang

turun naik.

Waktu tunggu (lead time) adalah lamanya waktu antara mulai dilakukannya

pemesanan bahan baku sampai dengan kedatangan bahan baku tersebut dan diterima di

gudang penerima. Lamanya waktu tersebut tidaklah sama antara satu pesanan dengan

pesanan yang lain, tetapi bervariasi. Untuk mengurangi risiko kesalahan dari perkiraan

waktu tunggu suatu pesanan digunakan rata-rata lead time dan standar deviasi lead

Time.

Dalam menentukan besarnya persediaan pengaman dapat menggunakan

beberapa pendekatan (Assauri, 1993), yaitu probabilitas of stock approach dan level

Service approach. Pemilihan pendekatan haruslah berdasarkan pertimbangan sehingga

dapat menghasilkan kebijakan yang tepat.

Pada probabilitas of stock approach (kemungkinan kekurangan bahan baku)

dipakai asumsi bahwa lead time konstan. Dengan asumsi ini stock out hanya terjadi

dengan adanya penambahan dalam permintaan bahan baku. Terjadinya stock out karena

(21)

Perusahaan melakukan pemesanan pada saat persediaan bahan baku hanya

mencukupi untuk pemakaian selama waktu tunggu. Setelah dilakukan pemesanan,

terjadi penambahan pemakaian bahan baku sehingga persediaan bahan baku habis

sebelum pesanan diterima. Hal ini menyebabkan perusahaan tidak dapat berproduksi

karena kekurangan bahan baku. Sehingga untuk mengatasinya perusahaan memerlukan

persediaan pengaman yang besarnya disesuaikan dengan kemungkinan kekurangan

bahan.

Inventory Level

Waktu

Gambar 2.7 Inventory Level dimana Terdapat Pengaruh Penambahan Pemakaian

Setelah Pemesanan Dilakukan

dengan:

O = persediaan habis

F = saat persediaan habis

A-B = waktu tunggu

E = tingkat persediaan saat pesanan diterima

C = pesanan dilakukan

D = tingkat persediaan saat melakukan pesanan

Sedangkan pada level of Service approach (tingkat pelayanan) dipakai asumsi

ketidakpastian waktu tunggu dan pemakaian bahan baku yang menyebabkan terjadinya

stock out. Tingkat pelayanan dapat diartikan dalam dua hal yang tergantung pada

keadaan penggunaannya, yaitu :

1. Tingkat pelayanan frekuensi (frequency level of service). Dalam hal ini secara

rata-rata, pelayanan x persen dalam jangka panjang, persediaan akan dapat Inventori level dengan penggunaan

sebenarnya

(22)

memenuhi seluruh permintaan langganan dalam periode pemenuhan atau

penggantian x dari setiap 100

2. Tingkat pelayanan kuantitas (quantitiy level of service) adalah perbandingan

secara rata-rata dalam jangka panjang dari seluruh pesanan langganan yang

dapat dipenuhi dengan persediaan yang ada tanpa adanya pembatalan dan

penangguhan.

Sebagaimana kita ketahui, apabila kita mengalokasikan safety stock dalam

jumlah relatif besar akan membutuhkan biaya yang cukup besar juga. Seorang manajer

harus mempertimbangkan secara hati-hati apakah biaya yang dikeluarkan untuk

penyimpanan sebanding dengan risiko kehilangan akibat kehabisan persediaan.

Siklus pemesanan dari tingkat pelayanan dapat dihitung sebagai probabilitas

suatu permintaan yang tidak melebihi suplai selama masa tenggang (misalnya jumlah

persediaan harus dapat mencukupi untuk memenuhi besarnya permintaan).

Karena itu, tingkat pelayanan disebut 95%, artinya bahwa probabilitas 95% dari

permintaan tersebut tidak akan melebihi dari permintaan selama periode masa

tenggang. Dengan kata lain permintaan akan terpenuhi dalam 95%. Risiko kehilangan

biaya berkaitan erat dengan tingkat pelayanan. Tingkat pelayanan pelanggan sebesar 95

% menunjukkan bahwa risiko kehabisan persediaan sebesar 5 %.

Sebelum persediaan pengaman dapat ditentukan, terdapat dua faktor yang perlu

diperhatikan yaitu jarak waktu penyerahan dan waktu terlindung. Jarak waktu

penyerahan adalah jarak antara pemesanan sampai pesanan tersebut diterima. Waktu

terlindung adalah jangka waktu yang efektif di mana persediaan pengaman dapat

menutup fluktuasi permintaan tanpa dibantu oleh penambahan persediaan.

Rumus perhitungan persediaan pengaman adalah sebagai berikut:

SS = k. u

dengan k adalah policy faktor yang diambil dari tabel Policy Factors (K) pada

(23)

Dan �u adalah standar deviasi dari penggunaan bahan baku selama masa pengisian. Sedangkan standar deviasi dari penggunaan bahan baku selama masa pengisian:

 

2 2

 

2 u LT d d LT

    

dengan:

SS = persediaan pengaman (Safety stock)

k = policy factor yang nilanya tergantung pada besarnya tingkat pelayanan

d = Tingkat permintaan konstan

̅ = Rata-rata tingkat permintaan

d = Standar deviasi dari tingkat permintaan

LT = Masa tenggang (lead time)

̅̅̅̅ = Rata-rata masa tenggang LT = Standar deviasi dari lead time

Rumus tersebut dipakai untuk menentukan persediaan pengaman berdasarkan

distribusi normal yaitu untuk bahan baku yang dipakai bergerak cepat

Persediaan minimum besarnya sama dengan persediaan pengaman. Sedangkan

persediaan maksimum diperoleh dari jumlah persediaan pengaman ditambah dengan

jumlah pembelian bahan baku yang optimal

Persediaan minimum = Persediaan pengaman (SS) = k. �u Persediaan maksimum = Persediaan pengaman + pesanan optimal

= SS + Q

2.16 Titik Pemesanan Kembali

Titik pemesanan kembali adalah suatu batas dari jumlah persediaan yang ada

pada saat pesanan harus diadakan kembali. Titik ini menunjukkan kepada bagian

pembelian untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan (Assauri, 1993)

Besarnya penggunaan bahan baku selama bahan baku yang dipesan belum diterima

(24)

kembali adalah hasil perkalian antara waktu tunggu yang dibutuhkan untuk memesan

dan jumlah penggunaan rata-rata bahan baku selama waktu tunggu ditambah besarnya

persediaan pengaman.

Perhitungan titik pemesanan kembali harus memperhatikan besarnya

penggunaan bahan baku selama bahan baku yang dipesan belum datang dan persediaan

pengaman. Besarnya titik pemesanan kembali dapat diketahui melalui rumus berikut:

ROP = (. �̅) + SS

dengan:

ROP = titik pemesanan kembali

̅̅̅̅ = waktu tunggu rata-rata

Gambar

Gambar 2.2 Pola Musiman
Gambar 2.3 Pola Siklis
Gambar 2.5 Model Persediaan EOQ Sederhana
Gambar 2.6 Hubungan Antara Kedua Jenis Biaya Persediaan

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu mata kuliah di Institut Teknologi Telkom yang memiliki tingkat kebutuhan tinggi dalam menerapkan e-Learning adalah Pemrograman Berorientasi Obyek yang banyak

Dengan demikian, orientasi penelitian ini adalah untuk: (a) membuktikan apakah ada pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pedagang berdasarkan dimensi

Pimpinan redaksi kalteng Pos Heronika menyatakan dalam surat balasan kepada Pemerintah Kota Palangka Raya sesuai pasal 1 ayat (1) udang-undang tersebut pers adalah

Falabella y los proveedores tienen el mismo nivel de negociación entre ellos, Aunque Falabella tiene el poder sobre las pymes, al darles la oportunidad de vender sus productos en

Dengan melihat nilai tambah yang dihasilkan untuk per kilogram bahan baku kedelai dan tempe yang digunakan dalam agroindustri keripik tempe, jika pengusaha ingin

Untuk itu sebagai pemecahannya penulis membuat suatu program aplikasi yang dapat membantu kelancaran pengolahan data tersebut dan menampilkan laporan hasil transaksi (keluar

Melalui penulisan ilmiah yang berjudul âPenggunaan teknik OOP Dengan Operator Overloading Pada Matriks,â Penulis menjelaskan bagaimana cara pembebanlebihan operator-operator dalam

Rencana kerja Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015. memuat tujuan, sasaran, kebijakan, program prioritas dan kegiatan