BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Kepatuhan
Kepatuhan berasal dari kata patuh. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), patuh berarti suka menurut perintah, ketaatan, tunduk, patuh pada
ajaran dan aturan. Terori kepatuhan telah diteliti pada ilmu-ilmu sosial khususnya
dibidang psikologis dan sosiologi yang lebih menekankan pada pentingnya proses
sosialisasi dalam mempengaruhi perilaku kepatuhan seorang individu (Fachrurozi,
2014).
Seorang individu cenderung mematuhi hukum yang mereka anggap
sesuai dan konsisten dengan norma-norma internal mereka. Komitmen normatif
melalui moralitas personal (normative commitment through morality) berarti mematuhi hukum karena hukum tersebut dianggap sebagai suatu keharusan,
sedangkan komitmen normatif melalui legitimasi (normative commitment through ligitimaty) berarti mematuhi peraturan karena otoritas penyusun hukum tersebut memiliki hak untuk mendikte perilaku.
Pemerintah daerah dituntut untuk mempertanggungjawabkan keuangan
daerahnya secara tepat waktu. Pemerintah daerah terikat pada peraturan-peraturan
perundangan dalam hal ini UU No. 17 Tahun 2003 Tenang Keuangan Negara, UU
Tentang Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Oleh karena itu
dalam aspek ini pemerintah daerah dikatakan berkomitem melalui legitimasi.
2.1.2 Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan suatu bentuk informasi yang relevan
mengenai posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas pada suatu periode
dan disajikan secara terstruktur. Laporan keuangan disajikan dengan tujuan
memenuhi kebutuhan penggunanya agar dapat dijadikan pijakan dalam
pengambilan keputusan, dan juga sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen
dalam mengelola entitas yang telah dipercayakan.
Mardiasmo (2009:175) mengemukakan bahwa akuntansi sektor publik
memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan keuangan sebagai salah satu
bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik. Dilihat dari sisi internal organisasi,
laporan keuangan sektor publik merupakan alat pengendalian dan evaluasi kinerja
manajerial dan organisasi. Sedangkan dari sisi eksternal, laporan keuangan
merupakan alat pertanggungjawaban kepada publik dan sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan. Akuntansi sektor publik bertujuan untuk memberikan
yang bertujuan untuk pengambilan keputusan ekonimi, sosial, dan sebagai bukti
pertanggungjawaban pengelolaan; serta memberi informasi yang digunakan untuk
mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasi.
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) menyebutkan bahwa laporan
keuangan terdiri dari:
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL)
3. Neraca
4. Laporan Operasional (LO)
5. Laporan Arus Kas (LAK)
6. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
7. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
Selain itu, Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) juga telah menetapkan
karakteristik yang diperlukan dalam laporan keuangan pemerintah, yaitu:
1. Relevan
Laporan keuangan dikatakan relevan apabila informasi yang
termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna
dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau
masa kini dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau
mengkoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Informasi yang
relevan yaitu memiliki manfaat umpan balik, memilki manfaat
prediktif, tepat waktu dan lengkap.
2. Andal
Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang
menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta
3. Dapat dibandingkan
Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih
berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan pada
periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain
pada umumnya.
4. Dapat dipahami
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami
oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang
disesuaikan dengan pemahaman para pengguna.
2.1.3 Audit dan Audit Keuangan Negara
Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh
dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pertanyaan-pertanyaan tentang
kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat
kesesuaian antara pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan (Mulyadi, 2002:9).
Tujuan khusus auditing adalah pemeriksaan laporan keuangan oleh
akuntan independen demi memperoleh pernyataan pendapat atas kewajaran
apakah kondisi keuangan, hal operasi dan perubahan posisi keuangan disajikan
sesuai dengan prinsip akuntansi diterima umum (Putra, 2014).
Defenisi audit (pemeriksaan) seperti yang tertera dalam UU No 15 Tahun
Negara adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan
seacara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan,
untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi
mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 23E ayat (1) , pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) yang bebas dan mandiri. Dan seperti yang diuraikan
dalam UU No. 15 Tahun 2004, pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK adalah
pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan
tertentu.
Hal tersebut yang menjadi dasar bahwa laporan keuangan yang setiap
tahunnya diterbitkan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah
haruslah diperiksa terlebih dahulu oleh BPK. Pemeriksaan ini bertujuan agar BPK
dapat memberikan opini kewajaran atas informasi yang tersaji dalam laporan
keuangan. Dalam menjalankan audit (pemeriksaan) BPK bekerja berdasarkan
pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
SPKN terdiri dari tujuh Pernyataan Standart Pemerikasaan (PSP) yaitu
sebagai berikut:
a. PSP 01 : Standar Umum
b. PSP 02 : Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan
c. PSP 03 : Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan
d. PSP 04 : Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja
f. PSP 06 : Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan
Tertentu
g. PSP 07 : Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
2.1.4 Audit Delay
Audit delay dapat diartikan sebagai rentang waktu antara akhir periode
akuntansi hingga tanggal terbitnya laporan auditor independen. Fachrurozi (2014)
mengemukakan audit delay sebagai rentang waktu penyelesaian laporan audit laporan keuangan tahunan, diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan
untuk memperoleh laporan keuangan auditor independen atas audit laporan
keuangan perusahaan sejak tanggal tutup buku perusahaan, yaitu per 31 desember
sampai tanggal yang tertetera pada laporan auditor independen.
Carslaw dan kaplan (Muladi, 2014) mengemukakan bahwa audit delay
dapat dipengaruhi oleh dua hal yaitu kapan audit dimulai dan berapa lama waktu
yang dibutuhkan untuk melaksanakan audit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin lama pemerintah pusat atau pemerintah daerah menyerahkan laporan
keuangan kepada BPK maka kemungkinan untuk muncul audit delay yang semakin panjang.
Dalam instansi pemerintahan di indonesia proses audit hanya dapat
dilakukan jika pemerintah daerah yang telah menyerahkan laporan keuangannya
kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK selanjutnya akan mengeluarkan
lapangan pada pemerintah daerah yang bersangkutan. Surat tugas audit ini berisi
lamanya waktu yang diberikan oleh auditor dalam melakukan pekerjaan lapangan.
2.1.5 Akuntabilitas Kinerja
Akuntabilitas itu sendiri merupakan suatu kewajiban untuk
menyampaikan pertanggungjawaban untuk menjawab dan menerangkan kinerja
dan tindakan seseorang atau badan hukum dan pimpinan kolektif suatu organisasi
kepada pihak yang memilki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban (Hardini, 2015).
Mardiasmo (2009:20-21) mengemukakan bahwa akuntabilitas publik
adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala
aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi
amanah yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawban
tersebut. Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah
pemberi informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam laporan tersebut. pemerintah, baik
pusat maupun daerah, harus bisa menjadi subjek pemberi informasi dalam rangka
pemenuhan hak-hak publik.
Pemerintah yang akuntabel memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Mampu
menyajikan informasi penyelenggaraan secara terbuka, cepat, tepat kepada
masyarakat, (2) Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik,
pembangunan dan pemerintahan, (4) Mampu menjelaskan dan
mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara proporsional, dan (5)
adanya sarana bagi publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian
pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah (Fachrurozi, 2014).
Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu (1) akuntabilitas
vertikal dan (2) akuntabilitas horisontal. Akuntabilitas vertikal adalah
pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi,
misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah,
pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pemerintah
pusat kepada MPR. Akuntabilitas horisontal adalah pertanggungjawaban kepada
masyarakat luas (Mardiasmo, 2002:21).
Indonesia adalah negara yang demokratis yang berarti kedaulatan berada
di tangan rakyat. Untuk itu, pemerintah wajib memberikan pertanggungjawbannya
atas semua aktivitasnya kepada masyarakat. Oleh karenanya, pada tahun 1999
dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 7 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah. Seperti yang tercantum di dalamnya, Inpres ini dikeluarkan dalam
rangka lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintah yang lebih berdaya guna,
bersih dan bertanggung jawab.
Indikator penilaian Akuntabilitas Instansi Pemerintah terdiri dari lima
komponen, yaitu:
a. Perencanaan kinerja (Bobot 35%)
Penilaian perencanaan kinerja terdiri atas penilaian terhadap rencana
b. Pengukuran kinerja (Bobot 20%)
Penilaian pengukuran kinerja terdiri atas penilaian terhadap
pemenuhan pengukuran, kualitas pengukuran dan implementasi
pengukuran.
c. Pelaporan kinerja (Bobot 15%)
Penilaian pelaporan kinerja terdiri atas penilaian terhadap pemenuhan
pelaporan, penyajian informasi kinerja dan pemanfaatan informasi
kinerja.
d. Evaluasi kinerja (Bobot 10%)
Penilaian evaluasi kinerja terdiri atas penilaian terhadap pemenuhan
evaluasi, kualitas evaluasi dan pemanfaatan hasil evaluasi.
e. Capaian kinerja (Bobot 20%) penilain pencapaian kinerja terdiri atas
penilaian terhadap kinerja yang dilaporkan (output) , kinerja yang
Dilaporkan (outcome) , kinerja tahun berjalan dan kinerja lainnya.
2.1.6 Tingkat Ketergantungan Daerah
Dalam rangka pemerataan pembangunan nasional, pemerintah pusat
memberikan batuan kepada pemerintah daerah setiap tahun berupa Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Penggunaan DAU dan DAK
oleh pemerintah daerah telah diatur oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah
yang tingkat ketergantung yang tinggi terhadap pemerintah pusat akan semakin
tunduk untuk mematuhi peraturan pemerintah pusat termasuk peraturan terkait
sanksi kepada pemerintah daerah berupa penundaan pemberian bantuan apabila
pemerintah daerah terlambat menyampaikan laporan kepada pemerintah pusat.
Dengan demikian, penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah akan lebih
tepat waktu dan audit delay akan berkurang.
2.1.7 Temuan Audit
Hasil audit atas laporan keuangan pemerintah daerah oleh BPK berupa
opini dan temuan audit. Temuan audit adalah permasalahan-permasalahan yang
ditemukan oleh auditor di lapangan. Jumlah temuan audit berpengaruh pada
lamanya penyelesaian audit. Komunikasi antara auditan dengan auditor menjadi
lebih intens dan menjadi lebih lama ketika terdapat permasalahan akuntansi.
Permasalahan akutansi yang dimaksud adalah temuan audit yang material.
Banyaknya temuan audit akan menambah waktu diskusi temuan baik di internal
BPK antara tim audit lapangan dengan penanggung jawab audit maupun diskusi
temuan dengan pemerintah daerah selaku auditan sebelum temuan tersebut layak
untuk diangkat dalam laporan hasl audit. Selain itu, banyaknya temuan audit akan
menambah waktu bagi auditan dalam memberikan tanggapan atas temuan
tersebut.
2.1.8 Opini Audit
Tahap akhir dari proses audit adalah dikeluarkannya opini auditor. Opini
audit adalah pernyataan profesional pemeriksaan atas tingkat kewajaran informasi
pada UU No.15 Tahun 2004 Pasal 16 Ayat (1) , terdapat 4 (empat) opini yang
diberikan oleh pemerika (BPK) , yakni (i) opini wajar tanpa pengecualian
(unqualified opinion) , (ii) opini wajar dengan pengecualian(qualified opinion) , (iii) opini tidak wajar (adversed opinion) , dan (iv) pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).
2.2 Penelitian Terdahulu
Menurut Muladi (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Audit Delay pada Pemerintah Kota/Kabupaten di Indonesia
menyimpulkan bahwa penggunaan aplikasi sistem informasi keuangan daerah,
pengalaman pemerintah dalam menerapkan Standar Akuntansi Pemerintah,
jumlah temuan audit dan jenis opini audit berpengaruh signifikan terhadap
lamanya audit delay. Penggunaan aplikasi sistem informasi keuangan daerah dan pengalaman pemerintah dalam menerapkan SAP terbukti berpengaruh negatif
terhadap audit delay. Jumlah temuan audit dan jenis opini audit terbukti berpengaruh positif terhadap audit delay.
Menurut Fachrurozi (2014) dalam judul penelitian Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Audit Delay pada Pemerintah Daerah di Indonesia,
pengujian secara simultan menyimpulkan bahwa semua variabel independen
mempengaruhi variable dependen sebesar 25 persen. Pengujian secara parsial
memperlihatkan hasil bahwa ada lima dari delapan faktor yang berpengaruh
Menurut Hardini (2015) dalam Pengaruh Akuntabilitas Kinerja, Ukuran
Daerah dan Opini Auditor Terhadap Audit Delay Pada Pemerintah
Kabupaten/Kota di Indonesia, menunjukan bahwa audit delay rata-rata terjadi
sebesar 137 hari. Akuntabilitas kinerja tidak berpengaruh terhadap audit delay,
sedangkan ukuran daerah dan opini auditor berpengaruh signifikan terhadap audit
delay pada pemerintah kabupaten/kota di indoneia. Secara simultan variabel
independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Menurut Kartiko dan N.P Siregar (2015) dalam penelitian berjudul
Pengaruh Opini Audit, Kualitas auditor, dan Sistem Informasi Akuntansi
Terhadap Keterlambatan Penerbitan Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah menyimpulkan bahwa secara umum opini auditor
WTP, kualitas auditor, dan sistem informasi akuntansi yang terintegrasi mampu
mengurangi waktu keterlambatan penerbitan laporan hasil pemeriksaan keuangan
pemda (LHP LKPD) oleh BPK. Kualitas auditor berdasarkan jenjang strata 2 di
bidang akuntansi dan sertifkikasi audit yang diperoleh oleh manajer audit turut
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Tahun Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
2014 Aris Muladi Faktor-Faktor yang
2.3 Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini akan menguji faktor-faktor yang akan
mempengaruhi audit delay (variabel dependen) dengan variabel independen yaitu: Akuntabilitas kinerja pemerintah daerah, Tingkat ketergangungan daerah, Temuan
audit, dan Opini audit.
Kerangka pemikiran berdasarkan variabel-variabel di ats dapat di
gambarkan sebagai berikut.
H1 H2
H3
H4
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis
2.4.1 Pengaruh Akuntabilitas Kinerja Terhadap Audit Delay
Fokus akuntabilitas adalah pelaporan yang akurat dan tepat tentang
penggunaan dana publik, yang biasanya dilakukan melalui laporan yang telah
Akuntabilitas Kinerja Pemerintah
Tingkat Ketergantungan
Daerah
Temuan Audit
Opini Audit
diaudit secara profesional. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa
dana publik telah digunakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan secara
efisien dan efektif. Daerah yang memilki akuntabilitas yang baik diharapkan akan
melaporkan penggunaan dana publik secara tepat waktu sehingga dapat
meminimalisasi audit delay.
Hasil penilaian baik dari masyarakat maupun pusat data dalam hal ini
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara diharapkan menjadi motivasi dan
pendorong pemerintah daerah dalam melakukan pelaporan keuangan secara tepat
waktu. Berdasarkan hal diatas hipotesis yang akan diuji adalah :
H1 : Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Daerah Berpengaruh Negatif Terhadap Audit Delay.
2.4.2 Pengaruh Tingkat Ketergantungan Daerah Terhadap Audit Delay
Semakin tinggi tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap
bantuan pemerintah pusat, pemerintah daerah semakin tunduk untuk mematuhi
perintah pemerintah pusat. Sebagai akibatnya, penyusunan laporan keuangan
pemerintah daerah akan lebih cepat dan tepat waktu sehingga mengurangi audit delay. Hal tersebut dimotivasi adanya sanksi kepada pemerintah daerah berupa penundaan pemberian bantuan apabila pemerintah daerah terlambat
menyampaikan laporan keuangan kepada pusat. Berdasarkan hal tersebut,
hipotesis yang akan diuji adalah
2.4.3 Pengaruh Temuan Audit Terhadap Audit Delay
Keberadaan temuan dalam laporan audit merupakan persyaratan dalam
regulasi audit. Temuan muncul dalam opini audit akibat terdapat penyimpangan
terhadap SAP dan penyimpangan lain terhadap kepatuhan atas peraturan
perundang-undangan.
Hasil penelitain Cohen dan Leventis (2013) menyebutkan bahwa
banyaknya temuan audit berpengaruh positif terhadap audit delay. Banyaknya temuan audit akan menambah waktu diskusi temuan baik dalam internal BPK
antara tim audit lapangan dengan penanggung jawab audit maupun diskusi dengan
pemerintah daerah selaku auditan sebelum temuan tersebut layak diangkat dalam
laporan audit. Selain itu, banyaknya temuan auit akan menambah waktu bagi
auditan dalam memberikan tanggapan atas temuan tersebut. Berdasarkan hal
tersebut, hipotesis yang akan diuji adalah:
H3 : Temuan Audit Berpengaruh Positif Terhadap Audit Delay
2.4.4 Pengaruh Opini Audit Terhadap Audit Delay
Daerah yang mendapat opini selain wajar tanpa pengecualian (WTP)
akan cenderung mengalami audit delay yang lebih singkat. Hal ini dikarenakan opini WTP dapat menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki tata kelola
pemerintahan yang baik. Daerah yang memiliki tata kelola pemerintahan yang
baik tentunya akan dapat menyusun laporan keuangannya dengan lebih cepat
sehingga daerah tersebut akan lebih cepat dalam menyampaikan laporan
laporan keuangannya untuk di audit maka audit delay yang terjadipun akan semakin pendek. Namun sebaliknya, apabila daerah mendapatkan opini lain yang
kemudian menimbulkan pertanyaan akibat opini yang dikemukakan oleh auditor
maka waktu audit delay akan semakin lama. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang akan diuji: