• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Jus Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Terhadap Kadar Kolesterol Dan Tingkat Oksidasi Plasma Darah Tikus Wistar Jantan Hiperkolesterolemik Yang Diinduksi Dengan Kuning Telur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Jus Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Terhadap Kadar Kolesterol Dan Tingkat Oksidasi Plasma Darah Tikus Wistar Jantan Hiperkolesterolemik Yang Diinduksi Dengan Kuning Telur"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Kardiovakular

Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, pembuluh darah, dan darah (Aeronson et al. 2007).

Secara sederhana, fungsi utama sistem kardiovaskular adalah :

1. Distribusi O2 dan nutrien (misalnya glukosa, asam amino) ke seluruh tubuh.

2. Transportasi CO2 dan produk sisa metabolik (misalnya urea) dari jaringan tubuh ke paru-paru dan organ eksresi.

3. Distribusi air, elektrolit, dan hormon ke seluruh tubuh. 4. Berperan dalam infrastruktur sistem imun.

5. Termoregulasi. (Aeronson et al. 2007)

(2)

Gambar 2.1 Ilustrasi sistem kardiovaskular manusia (Mader, 1997, dimodifikasi).

2.2 Jantung

(3)

ventrikel menurun sampai di bawah tekanan arteri. Kedua katup semilunaris memiliki tiga tonjolan katup (Aeronson et al. 2007).

Kekuatan kontraksi dihasilkan oleh otot jantung, yaitu miokardium. Atrium memiliki dinding yang tipis. Tekanan yang lebih besar dihasilkan oleh ventrikel kiri dibandingkan dengan ventrikel kanan yang tercermin dari ketebalan dindingnya yang lebih besar. Sisi dalam jantung dilapisi oleh lapisan tipis sel yang disebut endokardium, yang serupa dengan endotel pembuluh darah. Permukaan luar miokardium dilapisi oleh epikardium, yang merupakan lapisan sel mesotel. Keseluruhan jantung terselubung dalam perikardium, yang merupakan suatu selubung atau kantung fibrosa tipis, yang mencegah pelebaran jantung secara berlebihan. Rongga perikardium mengadung cairan interstisial sebagai pelumas (Aeronson et al. 2007).

Gambar 2.2 Anatomi jantung manusia (materisekolah.com, dimodifikasi).

2.3 Pembuluh Darah

(4)

suatu tight junction (taut erat), yang membatasi difusi molekul besar melewati endotelium. Sel-sel endotel memiliki peran krusial dalam mengendalikan permeabilitas vaskular, vasokonstriksi, angiogenesis (pembuluh darah baru), dan regulasi hemostasis (Mudau et al. 2012). Sel-sel endotel tunika intima juga dapat dijadikan sebagai prediksi terjadinya aterosklerosis (Ogeng’o et al. 2010). Intima relatif lebih tebal pada arteri yang lebih besar, dan mengandung beberapa sel otot polos dalam arteri dan vena yang berukuran besar dan sedang (Aeronson et al. 2007).

Sel-sel endotel melepaskan sekelompok senyawa yang menjaga keutuhan dari dinding pembuluh darah substansi tersebut di tunjukan dalam tabel berikut :

Tabel 2.1 Senyawa-senyawa yang dilepaskan oleh sel-sel endotel.

Substansi Contoh-contoh

Vasodilators Nitric oxide; Bradykinin; Prostacyclin; Endothelium-derived hyperpolarizing factor; Serotonin; Histamine; Substance P Vasoconstrictors Angiotensin II (AII); Endothelin (ET-1); Thromboxane A2; Serotonin; Arachidonic acid; Prostaglandin H2; Thrombin Promoters Platelet derived growth factor (PDGF); Basic fibroblast growth

factor (PGF); Insulin-like growth factor – I (IGF-I); Endothelin (ET1); Angiotensin

Inhibitors Nitric oxide; Prostacyclin; Bradykinin; Heparin sulfate; Transforming growth factor I (TGFB)

Adhesion molecules Endotheial leukocyte adhesion molecule; Intercellular adhesion molecule (ICAM); Vascular cell adhesion molecule (VCAM) Thrombolitic factors Tissue-type plasminogen activator; Plasminogen activator

inhibitor-1 (PAI-I); Thrombomodulin

Disfungsi endotel sekarang dianggap sebagai suatu keadaan dini dari proses terjadinya aterosklerosis (Mudau et al. 2012). Disfungsi endotel dapat didefinisikan sebagai “hilangnya keseimbangan sebagian atau secara keseluruhan antara vasocontrictor dan vasodilators factor, growth promoting dan growth inhibiting factor, proaterogenic dan anti-atherogenic factor” (Mudau et al. 2012).

(5)

ekstraseluler yang terutama tersusun atas kolagen, elastin, dan proteoglikan, sel-sel tersebut berbentuk seperti gelendong atau silinder yang memanjang dan irreguler dengan ujung tumpul, dan memiliki panjang 15-100 µm (Aeronson et al. 2007).

Dalam sistem arterial, sel-sel ini tersusun secara sirkular atau dalam spiral bersusun rendah, sehingga lumen vaskular menyempit saat sel-sel berkontraksi. Masing-masing sel cukup panjang untuk melapisi sekeliling arteriol kecil beberapa kali (Aeronson et al. 2007).

Sel-sel otot polos yang berdekatan membentuk gap juction. Ini merupakan area dari kontak selular yang berdekatan di mana susunan kanal besar yang disebut konekson menghubungkan kedua membran sel, memungkinkan ion mengalir dari satu sel ke sel lain. Oleh sebab itu, sel otot polos membentuk sinsitium, di mana depolariasi menyebar dari satu sel ke sel di sebelahnya(Aeronson et al. 2007).

Lamina elastika eksterna memisahkan tunika media dari lapisan bagian luar, tunika adventisia. Lapisan ini mengandung jaringan kolagen yang menyokong fibroblast dan saraf. Pada arteri dan vena besar, adventisia mengandung vasa vasorum, yaitu pembuluh darah kecil yang juga menembus ke dalam bagian luar media dan mensuplai dinding vaskular dengan oksigen dan nutrien (Aeronson et al. 2007). Ketiga lapisan ini juga terdapat dalam sistem vena, namun sedikit berbeda. Dibandingkan dengan arteri, vena memiliki tunika media yang lebih tipis yang mengandung jumlah sel otot polos lebih sedikit, yang juga cenderung memiliki orientasi lebih acak (Aeronson et al. 2007).

(6)

Protein fibrosa kolagen terdapat dalam ketiga lapisan dinding vaskular, dan berfungsi sebagai kerangka yang menahan sel otot polos tetap pada tempatnya. Pada tekanan internal yang tinggi, jalinan kolagen menjadi sangat kaku, yang membatasi pelebaran pembuluh darah. Hal ini sangat penting untuk vena, yang memiliki kandungan kolagen lebih banyak dibandingkan arteri (Aeronson et al. 2007).

Gambar 2.3 Anatomi pembuluh darah (Ambulance technician study, 2006, dimodifikasi).

2.4 Kolesterol

(7)

Kolesterol berasal dari dua sumber : yaitu dalam tubuh kita sendiri dan dari makanan yang kita makan, hati dan sel-sel lain di dalam tubuh menghasilkan sekitar 75 persen dari total kolesterol dalam darah dan 25 persen sisanya dihasilkan dari makanan (AHA, 2012). Sebagai produk tipikal metabolisme hewan, kolesterol terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan misalnya kuning telur, daging, hati, dan otak (Bothman et al. 2006).

Kolesterol termasuk dalam lipid plasma, agar lipid plasma dapat diangkut dalam sirkulasi, maka susunan molekul lipid tersebut perlu dimodifikasi, yaitu dalam bentuk lipoprotein yang bersifat larut dalam air (Suyatna, 2008). Struktur lipoprotein pada intinya terdapat trigliserida dan ester kolesterol yang dikelilingi oleh fosfolipid, kolesterol non ester dan apolipoprotein (Suyatna, 2008). Lipoprotein berdensitas rendah (LDL) plasma adalah kendaraan untuk membawa kolesterol dan ester kolesterol ke banyak jaringan. Kolesterol bebas dikeluarkan dari jaringan oleh protein berdensitas tinggi (HDL) plasma dan diangkut ke hati, tempat senyawa ini dieliminasi dari tubuh tanpa diubah atau setelah diubah menjadi asam empedu dalam proses yang dikenal sebagai transport kolesterol terbalik (Bothman et al. 2006).

2.5 Aterosklerosis dan Hiperkolesterolemia

(8)
(9)

Gambar 2.4 Proses terjadinya aterosklerosis (Herman, 2005).

2.6 Plasma Malondialdehyde sebagai Biomarker Stres Oksidatif

Sel secara terus menerus memproduksi radikal-radikal bebas dan reactive oxygen species (ROS) sebagai bagian dari proses metabolik. ROS juga dapat dihasilkan oleh rusaknya ikatan kovalen lainya, bertambahnya elektron ke sebuah molekul ataupun hilangnya hydrogen oleh radikal lainnya. Hal yang terpenting dari radikal atau molekul-molekul pro-oxidant yang terlibat dalam proses terjadinya penyakit adalah superoxida (O2¯ ), Hydroxyl

radical (OH+), hydrogen peroksida (H2O2) dan beberapa okidasi nitrogen, seperti nitric oxide

(NO) dan peroxynitrite (ONOO¯ ) (Grotto et al. 2009).

(10)

Peningkatan stres oksidatif merupakan suatu hasil dari ketidakseimbangan antara reaktif oksigen spesies (termasuk didalamnya anion superoxida, hidrogen peroksida, dan hidroksil radikal) dan mekanisme pertahanan antioksidan endogen (Braunwald, 2008). Ketidakseimbangan ini menyebabkan efek yang sangat buruk pada fungsi endotelial. Stres oksidatif dapat merusak protein seluler dan menyebabkan terjadinya myocyte apoptosis dan nekrosis (Braunwald, 2008). Karena sulitnya untuk mengukur kadar reaktive oxygen species secara langsung pada tubuh manusia, penanda tak langsung dari stres oksidatif telah dicari. Penanda tersebut termasuk di dalamnya plasma-oxidized low-density lipoprotein, malondialdehyde dan myeloperoxidase (Braunwald, 2008). Malondialdehyde dapat kita ukur kadarnya di dalam plasma, serum, saliva, urin dan exhaled breath condensate yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan colorimetry, spectrophotometry, HPLC+fluorescene (Janicki, 2010).

2.7 Lipid Peroksida dan Malondialdehyde

Peroksidasi lipid adalah rantai radikal bebas yang merupakan hasil dari kerusakan oksidatif lipid polyunsaturated. Umumnya target-targetnya adalah komponen dari membran-membran biologis. Penyebarannya dalam membran-membran biologis dapat dipicu atau ditingkatkan oleh sejumlah produk toksik, termasuk didalamnya endoperoxide and aldehyde.

Konsep dari mekanisme terbentuknya malondialdehyde didasarkan atas fakta bahwa hanya peroksidasi yang dimiliki α atau β unsaturations terhadap grup peroksida yang

(11)

R CH CH CH2 R I = Polyunsaturated fatty acid

Gambar 2.5 Proses pembentukan Malondialdehyde (Grotto et al. 2009).

2.8 Sampel Biologis untuk Pengukuran Malondialdehyde

Pengukuran terhadap kadar malondialdehyde dapat diperoleh dari berbagai sampel biologis. Penggunaan dari Tiobarbituric acid reactive substance (TBARS) assay dapat diperiksa dari plasma, serum, jaringan lain dan kadang-kadang dari urin, namun penggunaan plasma merupakan hal yang paling sering digunakan (Grotto et al. 2009).

Plasma merupakan sampel biologis yang sering digunakan, data literatur mengindikasikan bahwa berbagai anti-koagulan dapat digunakan dalam pemeriksaan MDA assay seperti: sodium heparin, sodium citrat dan tripotasium EDTA (Grotto et al. 2009).

2.9 Metode Pengukuran Malondialdehyde

(12)

secara tidak langsung dinilai dengan kadar peroksidasi lipid. Pengukuran kadar MDA plasma dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu sebagai berikut :

1. Tes thiobarbituric acid-reactive subtance (TBARS)

Dasar pemeriksaan adalah reaksi spektrofotometrik sederhana, dimana satu molekul MDA akan terpecah menjadi 2 molekul asam thiobarbiturat. Reaksi ini berjalan pada pH 2-3. TBA akan memberikan warna pink-chromogen yang dapat diperiksa secara spektrofotometer. Tes TBA selain mengukur kadar MDA yang terbentuk karena proses peroksidasi lipid juga mengukur produk aldehid lainnya termasuk produk non-volatil yang terjadi akibat panas yang ditimbulkan pada saat pengukuran kadar MDA plasma yang sebenarnya. Kadar MDA dapat diperiksa baik di plasma, jaringan maupun urin (Grotto el al. 2009; Nwk-mda n.d. 2013; Devasagayam et al. 2003).

Beberapa metode pengukuran TBA adalah sebagai berikut : a. Pengukuran reaksi TBA

a.1. Pengukuran reaksi TBA dengan metode kolorimetri

Pengukuran reaksi TBA dengan metode kolorimetri dengan spektrofotometer merupakan kadar MDA yang paling sering dilakukan. Metode yang digunakan adalah metode Yagi. Metode ini mudah dilakukan akan tetapi bersifat tidak spesifik oleh karena mengukur produk aldehid lainnya.

a.2. Pengukuran reaksi TBA dengan metode fluorosensi

Metode ini memiliki keunggulan dibanding metode kolorimetri oleh karena tidak terganggu oleh beberapa substansi produk reaksi TBA yang larut air. Pemeriksaan dilakukan dengan metode spektrofluorometri (Tüközkan et al. 2006). b. Pengukuran MDA-TBA dengan HPLC (High Performance Liqiud

(13)

Metode ini secara spesifik dapat mengukur kompleks MDA-TBA, sehingga pengukuran kadar MDA lebih akurat. Namun demikian metode ini membutuhkan kondisi asam dengan suhu tinggi sehingga tetap ada kemungkinan terbentuknya MDA yang bukan karena peroksidasi lipid.

2. Pengukuran kadar MDA serum bebas dengan metode HPLC (High Performance Liqiud Chromatography).

Merupakan metode pengukuran kadar MDA serum yang paling sensitif dan spesifik. MDA bukan produk yang spesifik dari proses peroksidasi lipid sehingga dapat menimbulkan positif palsu yang berakibat nilai duga positif yang rendah, dan telah dilaporkan dapat meningkatkan spesifisitas pada pemeriksaan kadar MDA serum (Grotto et al, 2009).

2.10 Tanaman Pepaya (Carica papaya L.) 2.10.1 Taksonomi Pepaya (Carica papaya L.) Taksonomi tanaman pepaya

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub kelas : Dilleniidae

Ordo : Violales Famili : Caricaceae Genus : Carica

(14)

2.10.2 Morfologi Pepaya (Carica papaya L.)

Pepaya merupakan tanaman berbatang tunggal dan tumbuh tegak. Batang berkayu, silindris, berongga, dan berwarna putih kehijauan Tanaman ini termasuk perdu. Tinggi tanaman berkisar antara 5-10 meter, dengan perakaran yang kuat. Tanaman pepaya tidak mempunyai percabangan. Daun tersusun spiral menutupi ujung pohon. Daun termasuk tunggal, bulat, ujung meruncing, pangkal bertoreh, tepi bergerigi, berdiameter 25-75 cm. Pertulangan daun menjari dan panjang tangkai 25-100 cm. Daun pepaya berwarna hijau. Helai daun pepaya menyerupai telapak tangan manusia. Apabila daun pepaya tersebut dilipat menjadi dua bagian persis di tengah, akan nampak bahwa daun pepaya tersebut simetris. Bunga pepaya berwarna putih dan berbentuk seperti lilin. Bunga pepaya kelihatan di atas daun. Berdasarkan keberadaan bunganya, pepaya termasuk monodioesious yaitu berumah tunggal. Bunga ini berbentuk bintang, terletak di ketiak daun. Selain itu, ada tanaman yang berumah dua. Bunga jantan mempunyai kelopak kecil, berwarna kuning, mahkota berbunga terompet, Adapun bunga betina berdiri sendiri, mahkota lepas, kepala putik berjumlah lima, dan berwarna putih kekuningan. Berdasarkan bunganya, Tanaman pepaya dikenal tiga macam, yaitu pepaya jantan, betina dan lengkap atau banci (Muktiani, 2011).

2.10.3 Unsur Gizi Buah Pepaya (Carica papaya L.)

Kandungan gizi dan unsur penting dalam pepaya per 100 gram bahan

Zat Gizi Buah Pepaya Masak

(15)

2.9.4. Pepaya Sebagai Antioksidan dan Penurun Kolesterol

Buah pepaya merupakan salah satu buah sebagai sumber antioksidan. Buah pepaya (Carica papaya L.) mengandung antioksidan yang sangat tinggi, vitamin C, A, E, B, flavanoid, folat, asam panthotenik, mineral, magnesium dan serat (Muktiani, 2011). dibanding wortel (Sunarti, 2008). Pepaya kaya akan vitamin C dan merupakan sumber antioksidan yang baik. Vitamin C dapat membantu menjaga kesehatan sel, meningkatkan penyerapan asupan zat besi dan memperbaiki sistem kekebalan tubuh (Kumalaningsih, 2006).

Selain vitamin C, buah pepaya juga mengandung betakaroten yang merupakan salah satu bentuk pigmen dari karoten (carotenoid). Karoten berfungsi sebagai antioksidan, sedangkan betakaroten merupakan salah satu bentuk senyawa karoten sebagai penawar yang kuat untuk oksigen reaktif, dan menstimulasi kemampuan tubuh untuk mengubah substansi toksik menjadi senyawa tidak berbahaya .

Menurut Kumalaningsih (2006) dengan mengkonsumsi 100 gram buah pepaya per hari sudah mampu mencukupi kebutuhan vitamin C dan betakaroten per harinya.

Sedangkan kandungan serat dalam buah pepaya berguna sebagai penstimulasi saluran cerna, mampu membersihkan saluran cerna sehingga efek jangka panjangnya dapat menurunkan kadar kolesterol di dalam darah (Sunarti, 2008; Sutomo, 2012).

(16)

reaksi berbagai macam radikal bebas sebelum mereka merusak membran sel dan berbagai komponen lain seperti DNA (Sunarti, 2008).

Vitamin E terdapat di dekat permukaan membran sel, dimana dapat bereaksi dengan radikal-radikal peroxyl sebelum mereka beraksi dengan polyunsaturated fatty acid (PUFA) pada membran sel atau komponen lain. Karena itu, vitamin E dapat menghentikan rangkaian reaksi-reaksi propagasi. Atas dasar ini, vitamin E teroksidasi untuk menyumbangkan ion hidrogen pada radikal bebas. Vitamin E yang teroksidasi harus direduksi kembali untuk digunakan kembali. Proses regenerasi ini membutuhkan agen pereduksi seperti misalnya vitamin C. Vitamin E dan C tampil untuk bekerja secara bersinergi untuk menghambat oksidasi (Sunarti, 2008; Sutomo, 2012).

Gambar

Gambar 2.1 Ilustrasi sistem kardiovaskular manusia (Mader, 1997, dimodifikasi).
Gambar 2.2 Anatomi jantung manusia (materisekolah.com, dimodifikasi).
Gambar 2.3 Anatomi pembuluh darah  (Ambulance technician study, 2006,            dimodifikasi)
Gambar 2.4 Proses terjadinya aterosklerosis (Herman, 2005).
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya pada kombinasi jus jeruk lemon+jeruk nipis yang mampu menurunkan kadar kolesterol total lebih tinggi

Perencanaan ruang wilayah adalah perencanaan penggunaan atau pemanfaatan ruang wilayah yang intinya adalah perencanaan penggunaan lahan ( land use planning ) dan

Helposti unohtuu, että vapaa- ajan asuminen on kuitenkin hyvin kansainvälinen ilmiö ja yhä useammin myös vapaa-ajan asunto omistetaan toisesta maasta.. Vapaa-ajan asumisella on

Dengan kondisi sekarang, maka setiap pengguna internet dimungkinkan untuk melakukan penyerangan ke jaringan Intranet STM IK Amikom, padahal jaringan intranet menjadi

Penulis tertarik untuk meneliti tentang penjadwalan pada proyek tersebut dengan menerapkan metode barchart, CPM, PERT dan Crashing Project dalam Penjadwalan dan

Untuk mengakomodir rasa ingin tahu anak yang tinggi, e-book dilengkapi dengan fitur interaktif yang akan membawa anak memperoleh pemahaman atas konsep keselamatan

Ada beberapa jenis media komunikasi yang biasa digunakan dalam melakukan sosialisasi dan promosi produk halal di masyarakat yang disesuaikan dengan target

[r]