BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Financial distress pertama kali dikenal melalui penelitian oleh Beaver (1966). Beaver mendefinisikan financial distress sebagai kebangkrutan, ketidakmampuan melunasi hutang. Dari riset ini, Beaver menyimpulkan rasio arus kas terhadap hutang merupakan indikator terbaik dalam memprediksi financial distress. Menurut Platt dan Platt (2002) financial distress merupakan suatu kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau mengalami krisis. Financial Distress didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya terhadap kreditur. Jika
financial distress tidak dapat diatasi maka hal tersebut dapat memicu terjadinya kebangkrutan.
Pada tahun 2014, perekonomian Indonesia dihadapkan kepada kondisi yang sulit akibat dari krisis ekonomi global yang semakin akut. Sektor yang mengalami dampak paling buruk adalah perusahaan di bidang pertambangan dan perkebunan. Selain hal tersebut, perusahaan pertambangan batubara di Indonesia juga mendapat tekanan akibat menurunnya harga komoditas batubara dunia. Krisis ekonomi global ini mengakibatkan beberapa perusahaan batubara masuk dalam kondisi keuangan bermasalah yang dikenal sebagai financial distress.
sangat penting bagi investor, institusi peminjaman dana, maupun perusahaan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dapat menyebabkan kondisi financial distress. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka banyak peneliti-peneliti berupaya untuk meneliti faktor-faktor yang dapat memicu financial distress.
Meskipun telah banyak riset mengenai financial distress, namun belum ada definisi yang dapat diterima secara baku yang muncul dari penelitian-penelitian tersebut (Platt dan Platt, 2006). Platt dan Platt (2006) mengadopsi interpretasi multidimensional dari financial distress, dimana mereka mengindikasikan perusahaan mengalami financial distress hanya apabila perusahaan memenuhi tiga kriteria, yaitu
Negatif EBITDA interest coverage (Seperti Asquith, Gertner, dan
Scharfstein, 1994)
Negatif EBIT (seperti John, Lang, dan Netter, 1992).
Laba bersih negatif sebelum perkiraan khusus. (seperti hofer, 1980).
Prediksi financial distress digunakanuntuk berbagai tujuan. Sebagaimana dikutip dari Ohlson (1980), Shumway (2001), Altman (2001) and Duffie-Singleton (2003) bahwa tujuan dari dilakukannya prediksi financial distress
mencakup pengawasan terhadap kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutangnya, penilaian terhadap pinjaman sekuritas, evaluasi atas opini going concern auditor, dan penilaian risiko portofolio (Dalam Platt dan Platt, 2006).
likuiditas, rasio profitabilitas, dan rasio solvensibilitas, dan juga termasuk efisiensi manajemen dalam rancangan dan implementasi dari kebijakan pendanaan dan investasi ( Mohhamed, 1997). Rasio keuangan mampu mengilustrasikan performa atas kondisi keuangan perusahaan dalam peridode lalu, kini, dan mendatang, dan merupakan indikator yang sangat berguna. Sebagian besar rasio – rasio keuangan dapat didapatkan melalui laporan keuangan (Khaliq et al, 2014). Selain menggunakan rasio-rasio keuangan, kondisi financial distress juga dapat diidentifikasi melalui evaluasi atas kemampuan manajerial dalam menerapkan kebijakan dalam perusahaan.
Upper Echelons Theory menyatakan bahwa performa perusahaan secara umum merupakan refleksi dari kemampuan pihak manajemen yang dimiliki perusahaan. Menurut D’Aveni (1990) kapabilitas manajemen (management
Selain variabel-variabel yang telah disebutkan diatas, kondisi keuangan perusahaan juga dapat dipengaruhi oleh praktik Corporate Governance yang diterapkan oleh perusahaan. Sukrisno Agoes (2014) mengatakan bahwa beberapa perusahaan di Indonesia mengalami permasalahan dan bahkan tidak mampu lagi meneruskan kegiaatan usahanya akibat menjalankan praktik tata kelola yang buruk (bad corporate governance). Contohnya antara lain: PT Indorayon (sebuah perusahaan pabrik kertas di Sumatera Utara). Oleh karena itu, Corporate governance dinilai sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi keuangan perusahan.
Berdasarkan permasalahan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “ANALISIS PENGARUH MANAGEMENT CAPABILITY
DAN CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP FINANCIAL
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka penulis menyimpulkan perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Apakah management capability dan Corporate Governance berpengaruh positif terhadap financial distress pada perusahaan pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) ?
2. Apakah Leverage berpengaruh terhadap hubungan antara management capability dengan financial distress, dan hubungan antara Corporate Governance dengan financial distress pada perusahaan pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) ?
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh management capability dan corporate governance
terhadap financial distress pada perusahaan pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
A. Bagi Investor
Penelitian ini diharap dapat memberikan informasi yang berguna bagi investor sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan kegiatan investasi pada suatu perusahaan.
B. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan dan sebagai tinjauan perusahaan dalam mengevaluasi kemampuan manajerial perusahaan menangani
financial distress.
C. Bagi Akademisi lain
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan sehubungan dengan management capability dan corporate governance, serta dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.
D. Bagi peneliti
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan dari peneliti mengenai pengaruh dari management capability dan