BAB I
PENDAHULUAN
Defisiensi Glucose-6-phosphate dehidrogenase (G6PD) adalah kelainan enzim herediter tersering pada manusia, dengan penderita lebih dari 400 juta di seluruh dunia.1 Penyakit ini diwariskan secara X-linked, oleh karena itu mutasi pada gen G6PD ditemukan lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan.2
Glucose-6-phosphate dehidrogenase (G6PD) adalah enzim pertama jalur pentosafosfat, yang
merubah glucose-6-phosphate menjadi 6-fosfo-gluconolactone pada proses glikolisis yang menghasilkan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH), mereduksi glutation teroksidasi (GSSG) menjadi glutation tereduksi (GSH). Enzim GSH berfungsi sebagai pemecah peroksida dan oksigen radikal (H2O2) yang menjaga keutuhan eritrosit sekaligus mencegah hemolitik.1,3
Populasi terbanyak penderita defisiensi G6PD terdapat di daerah Mediterania, melewati Timur Tengah, India, Indocina, dan Cina Selatan serta Afrika.4 Prevalensi bervariasi di seluruh dunia, mulai 3.9% di India, 12.8% di USA dan 50% di Timur Tengah. Di Nigeria diperkirakan 21% populasi laki-laki menderita defisiensi G6PD,
dan prevalensi pada bayi dengan ikterus neonatorum 30.9%-50%.2 Umumnya bayi dengan defisiensi G6PD tidak bergejala. Manifestasi klinis yang paling sering pada defisiensi G6PD adalah ikterus neonatorum dan hemolitik akut, yang biasanya dipicu oleh agen eksogen yang potensial menimbulkan kerusakan oksidatif antara lain obat-obatan, bahan kimia (naftalen, benzena) dan infeksi.3