• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Perawat Di RSU Restu Ibu Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Perawat Di RSU Restu Ibu Medan Tahun 2015"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Organisasi

2.1.1. Pengertian Organisasi

Robbins (2006), menyatakan bahwa budaya organisasi sebagai suatu sistem pemahaman bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain. Sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk oleh warganya yang sekalian menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi.

Gibson,dkk (1997), merumuskan kultur organisasi mengandung bauran nilai-nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan dan pola perilaku. Kreitner dan Kinicki (2006), memberi batasan budaya organisasi sebagai nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas organisasi yang berfungsi sebagai pemberi rasa identitas kepada anggota mempromosikan komitmen kolektif, meningkatkan stabilitas sistem sosial, serta mengendalikan perilaku para anggota.

2.1.2. Teori Budaya Organisasi

Kata budaya organisasi (organization culture) sebagai suatu konsep berakar dari kajian atau disiplin ilmu antropologi kilmann, Simbolon (2012) diartikan sebagai

(2)

anggapan, keyakinan, harapan, sikap, dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat). Sekarang konsep tersebut telah mendapat tempat dalam

perkembangan ilmu perilaku organisasi dan menjadi bagian bahasan yang penting dalam literatur ilmiah di bidang manajemen dan perilaku organisasi dengan memakai

rubrik budaya organisasi. together (falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap, dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat). Sekarang konsep tersebut telah mendapat tempat dalam perkembangan

ilmu perilaku organisasi dan menjadi bagian bahasan yang penting dalam literatur ilmiah di bidang manajemen dan perilaku organisasi dengan memakai rubrik budaya

organisasi.

Budaya berasal dari bahasa sansekerta ”budhayah” sebagai bentuk jamak dari dasar ”budhi” yang artinya akal segala sesuatu yang berkaitan dengan akal pikiran,

nilai-nilai dan sikap mental, dan ”daya” yang artinya segala sesuatu mengenai kegiatan, perilaku, kemampuan sehingga budaya adalah cara hidup manusia yang

didasari pandangan hidup yang bertumpu pada nilai perilaku terpuji yang berlaku umum dan telah menjadi sifat, kebiasaan serta kekuatan pendorong yang memberikan daya positif pada manusia untuk senantiasa berhasil.

Robbin (1993) menyatakan budaya organisasi merupakan suatu sistem pengertian bersama yang dipegang oleh anggota suatu organisasi yang membedakan

(3)

budaya organisasi dan pada umumnya anggota organisasi dipengaruhi oleh beraneka ragamnya sumber daya yang ada.

Gibson (1997), budaya organisasi adalah ”what the employes perceives and how this perception creates a pattern of believies, values, and expectation”.

Maknanya bahwa budaya organisasi adalah apa yang ditanggapi oleh pegawai dan bagaimana persepsi tersebut menimbulkan bentuk kepercayaan, nilai dan harapan.

Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah sebuah

keyakinan, sikap dan nilai yang umumnya dimiliki, yang timbul dalam organisasi, dikemukakan lebih sederhana, budaya adalah cara kita melakukan sesuatu disini.

Budaya organisasi merupakan aspek subyektif dari apa yang terjadi didalam organisasi.

Schein (2005) dalam Sutrisno (2007) mendefinisikan budaya sebagai suatu

pola dari asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu saat belajar menghadapi masalah adaptasi eksternal dan integrasi

internal yang telah berjalan cukup baik untuk dianggap valid, dan oleh karena itu, untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan berperasaan sehubungan dengan masalah yang dihadapinya.

Definisi Schein (2005) Sutrisno (2007) menunjukkan bahwa budaya melibatkan asumsi, adaptasi, persepsi dan pembelajaran. Lebih lanjut dijelaskan

(4)

Nilai merupakan kesadaran, hasrat afektif, atau keinginan. Pada lapisan ketiga merupakan asumsi dasar yang diciptakan orang untuk memandu perilaku mereka.

Termasuk dalam lapisan ini adalah asumsi yang mengatakan kepada individu bagaimana berpersepsi, berpikir, dan berperasaan mengenai pekerjaan, tujuan kinerja,

hubungan manusia, dan kinerja rekan kerja.

Biasanya budaya diasosiasikan dengan tradisi dan cara berprilaku yang berbeda-beda. Organisasi juga punya budayanya sendiri. Memperdayakan budaya

mengandung pengertian perlu dilakukan perubahan paradigma dari keadaan sekarang menjadi keadaan yang diharapkan. Dengan perubahan paradigma pemberdayan,

hal-hal yang semula bersifat negative dapat diubah menjadi positif.

Menurut Robin (2006) nilai budaya organisasi mengimplikasikan adanya dimensi atau karateristik. Lebih lanjut Robin merangkum 5 (lima) karateristik yang

jika dicampur dan dicocokkan akan mengambil esensi dari sebuah budaya organisasi sebagai karateristik utama yang menjadi pembeda budaya organisasi, yaitu:

1. Disiplin, yaitu ketaatan seorang staf dalam melaksanakan tugasnya sehingga memberikan hasil kerja yang maksimal.

2. Kerjasama, yaitu sistem yang terbentuk dalam suatu unit kerja dalam bentuk kesepahaman pola pikir untuk mencapai tujuan organisasi.

3. Responsif, yaitu sikap positif yang diberikan oleh seorang staf untuk melaksanakan tugasnya secara maksimal.

(5)

5. Inisiatif, yaitu kemampuan berfikir secara kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pekerjaanya.

2.1.3. Tipe Budaya Organisasi

Menurut Handy dalam Sedarmayanti (2009), budaya organisasi mempunyai beberapa tipe antara lain:

1. Budaya kekuatan : merupakan sumber kekuatan inti yang menjalankan kontrol 2. Budaya peran: pekerjaan dikontrol oleh prosedur dan peraturan serta peran atau

deskripsi jabatan

3. Budaya tugas: tujuannya membawa bersama orang yang tepat dan membiarkan mereka melakukan tugas

4. Budaya orang : individu adalah titik utama.

2.1.4. Fungsi Budaya Organisasi

Budaya menampilkan “perekat sosial” dan menghasilkan “perasaan

kekamian” sehingga meniadakan proses pembedaan yang merupakan bagian dari kehidupan organisasi yang tidak dapat dihindari. Budaya organisasi menawarkan

suatu sistem bersama mengenai arti, dimana menjadi dasar untuk komunikasi dan pemahaman bersama. Jika fungsi ini tidak direalisasikan dalam suatu cara yang layak, budaya mungkin secara signifikan mengurangi efisiensi kerja organisasi.

Budaya menjalankan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi yaitu:

(6)

c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan pribadi seseorang.

d. Budaya memantapkan sistem sosial, yang artinya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan suatu organisasi dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para anggotanya

e. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para anggotanya

Secara alami budaya sukar dipahami, tidak berwujud, implisit dan dianggap biasa saja. Tetapi semua organisasi mengembangkan seperangkat inti pengandaian,

pemahaman, dan aturan implisit yang mengatur perilaku sehari-hari dalam tempat kerja. Peran budaya dalam mempengaruhi perilaku anggotanya semakin penting bagi organisasi.

Dengan dilebarkannya rentang kendali, didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim, dikuranginya formalisasi, dan diberdayakannya pegawai

(7)

2.1.5. Penerapan Budaya Organisasi

Budaya organisasi melibatkan ekspektasi, nilai, dan sikap bersama, hal

tersebut memberikan pengaruh pada individu, kelompok, dan proses organisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak dari budaya terhadap pegawai menunjukkan

bahwa budaya menyediakan dan mendorong suatu bentuk stabilitas. Terdapat perasaan stabilitas, selain perasaan identitas organisasi yang disediakan oleh budaya organisasi.

Organisasi yang memiliki budaya yang kuat dicirikan oleh adanya pegawai yang memiliki nilai inti bersama. Semakin banyak pegawai yang berbagi dan

menerima nilai inti, semakin kuat budaya, dan semakin besar pengaruhnya terhadap perilaku. Dalam suatu budaya kuat, nilai inti organisasi dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas.

2.1.6. Penciptaan Budaya Organisasi

Para pendiri suatu organisasi secara tradisional mempunyai dampak yang

besar pada pembentukan budaya organisasi. Para pendiri mempunyai suatu visi mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu. Para pendiri tidak dikendalikan oleh kebiasaan ataupun ideologi sebelumnya.

Proses pembetukan budaya terjadi dalam tiga cara yaitu:

a. Para pendiri hanya mempekerjakan dan menjaga anggota yang berpikir dan merasakan cara yang mereka tempuh.

(8)

c. Akhirnya perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai satu model peran yang mendorong pegawai untuk mengidentifikasikan diri dengan mereka dan oleh karenanya menginternalisasikan keyakinan, nilai, dan asumsi-asumsi mereka.

Bila organisasi yang berhasil, visi pendiri menjadi terlihat sebagai satu penentu utama keberhasilan organisasi. Pada titik ini, keseluruhan kepribadian pendiri menjadi tertanam dalam budaya organisasi.

2.1.7. Mempertahankan Budaya Organisasi

Sekali suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi bertindak

mempertahankan budaya dengan memberikan kepada para pegawai seperangkat pengalaman yang serupa. Tiga kekuatan merupakan bagian yang sangat penting dalam mempertahankan suatu budaya yaitu:

a. Praktik Seleksi

Tujuan utama dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan

individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam suatu organisasi. Proses seleksi memberikan informasi kepada para pelamar mengenai organisasi itu. Para

calon belajar mengenai organisasi yang akan dimasuki, dan jika mereka merasakan suatu konflik antara nilai mereka dengan nilai organisasi, maka

(9)

b. Manajemen Puncak

Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya

organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior menegakkan norma-norma yang mengalir ke bawah sepanjang organisasi, misalnya apakah pengambilan risiko diinginkan, berapa banyak

kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka, pakaian apakah yang pantas dan tindakan apakah akan dihargai dalam kenaikan

upah, promosi, dan ganjaran lain. c. Sosialisasi

Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan suatu organisasi dalam perekrutan

dan seleksi, pegawai baru tidak sepenuhnya diindoktrinasi dalam budaya organisasi itu. Yang paling penting, karena para pegawai baru tersebut tidak mengenal baik budaya organisasi yang ada. Oleh karena itu, organisasi

tampaknya akan berpotensi membantu anggota baru menyesuaikan diri dengan budayanya. Proses penyesuaian ini disebut sosialisasi.

Sosialisasi dapat dikonsepkan sebagai suatu proses yang terdiri atas tiga tahap yaitu :

(1) Tahap prakedatangan : yaitu periode pembelajaran di mana proses sosialisasi

yang dilakukan sebelum karyawan baru bergabung dalam organisasi.

(2) Tahap perjumpaan : yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan

(10)

(3) Tahap metamorfosis : yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana pegawai baru berubah dan menyesuaikan pekerjaan kelompok kerja dan organisasi.

2.1.8. Indikator Budaya Organisasi

Robbins (1993) menggambarkan bagaimana budaya suatu organisasi

dibangun dan dipertahankan, budaya asli ditunjukan dari filsafat pendirinya. Selanjutnya budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan karyawan atau pegawai. Tindakan dari manajemen puncak

menentukan iklim umum dari prilaku baik yang diterima maupun tidak. Bagaimana karyawan atau pegawai harus disosialisasikan, akan tergantung baik dari tingkat

sukses yang dicapai dalam mencocokan nilai nilai yang dianut oleh karyawan atau pegawai baru dengan nilai-nilai organisasi dalam proses seleksi maupun pada preferensi manajemen puncak akan metode-metode sosialisasi.

2.2. Teori Kinerja

2.2.1. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah suatu bentuk multidimensional yang sangat kompleks, dengan

banyaknya perbedaan dalam arti tergantung pada siapa yang sedang mengevaluasi, bagaimana dievaluasi dan aspek apa yang dievaluasi. Organisasi harus senantiasa berubah untuk mengembangkan efektivitasnya. .Perubahan tersebut ditujukan untuk

(11)

Wibowo (2007) mengatakan performance sering diartikan sebagai kinerja, hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan

hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang

memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Sedarmayanti (2009), kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing

dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Rivai (2005) menyatakan bahwa: “Kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.

Menurut Soeprihanto (2001), kinerja adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai standar target/sasaran atau

kriteria yang telah disepakati bersama.

Menurut Mathis dan Jackson (2002) dalam Sutrisno (2007) kinerja adalah apa yang dilakukan pegawai, sehingga ada yang mempengaruhi organisasi antara lain:

(12)

Kinerja mempunyai pengertian yang cukup luas dari ilmu pengetahuan, teknologi dan taktik manajemen yaitu suatu filosofi dan sikap mental yang timbul dan

motivasi yang kuat dari lingkungan kerja secara terus menerus. Dari pengertian atau teori diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja seorang pegawai pada

periode tertentu baik itu secara kualitas maupun kuantitasnya harus lebih baik setiap periodenya atau hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.

2.2.2. Penilaian Kinerja

Masalah penilaian kinerja sering kali menjadi masalah yang membingungkan bagi manajer dan supervisor. Di satu sisi, penilaian kinerja merupakan tugas yang

paling penting dan dibutuhkan untuk proses evaluasi, namun disisi lain masih banyak manajer yang gagal menerapkannya.

Penilaian kinerja dapat juga berfungsi sebagai upaya mengumpulkan

informasi tentang penetapan kompensasi/ insentif dan kemungkinan promosi serta pelatihan dan pengembangan pegawai. Penilaian kinerja yang efektif dapat

mempengaruhi dual hal, yaitu kuantitas dan kualitas kerja.

Sofyandi (2008) bahwa penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja pegawai. Dalam penilaian

kinerja dinilai kontribusi pegawai kepada organisasi selama periode waktu tertentu. Darma (2005), bahwa faktor-faktor tingkat kinerja meliputi: mutu pekerjaan,

(13)

penempatan kerja dan lingkungan kerja (rekan kerja, atasan, organisasi, penghargaan dan imbalan)

Dessler dan Gary dalam Sedarmayanti(2009), penilaian kinerja adalah prosedur apa saja yang meliputi:

1. Penetapan standart kinerja

Penilaian kinerja aktual perawat dalam hubungan dengan standar.

2. Memberi umpan balik kepada pegawai dengan tujuan memotivasi pegawai untuk menghilangkann penurunan kinerja atau terus bekerja lebih giat.

3. Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang direncanakan dengan kenyataan.

2.2.3. Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Wibowo (2007) hal-hal yang penting dari tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui ketrampilan dan kemampuan pegawai.

2. Sebagai dasar perencanan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.

3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan pegawai seoptimal mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang/rencana kariernya, kenaikan pangkat/jabatan.

4. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan. 5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dan bidang kepegawaian, khususnya

(14)

6. Secara pribadi, pegawai mengetahui kekuatan dan kelemahan sehingga dapat memacu perkembangannya.

7. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan di bidang kepegawaian.

2.2.4. Syarat-syarat dari Sistem Penilaian Kinerja

Dalam pelaksanaan pengukuran atau penilaian terhadap pelaksanaan kerja

atau prestasi kerja dibutuhkan suatu sistem penilaian yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Secara sepintas memang dengan mudah dapat menilai suatu pekerjaan, tetapi

dalam kondisi apapun sebaiknya disusun dan ditentukan kriteria-kriteria penentunya. Menurut Cascio (1992) dalam Sedarmayanti (2009) syarat-syarat dari penilaian kinerja adalah sebagai berikut:

1. Relevance, harus ada kesesuaian antara faktor penilaian dengan tujuan sistem penilaian.

2. Acceptability, dapat diterima atau disepakati pegawai.

3. Reliability, faktor penilaian harus dapat dipercaya dan diukur. 4. Sensitivity, dapat membedakan kinerja yang baik dan yang buruk.

(15)

2.2.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Menurut Simanjuntak (2005) kinerja setiap orang dipengaruhi oleh banyak

faktor yang dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu: 1. Kompetensi Individu

Kompetensi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja.

Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dikelompokkan dalam dua golongan yaitu:

a. Kemampuan dan Keterampilan Kerja. Kemampuan dan keterampilan kerja setiap orang dipengaruhi oleh kebugaran fisik dan kesehatan jiwa individu yang bersangkutan, pendidikan, akumulasi pelatihan, dan pengalaman kerjanya.

b. Motivasi dan etos kerja. Motivasi dan etos kerja sangat penting mendorong semangat kerja. Motivasi dan etos kerja dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, lingkungan masyarakat, budaya dan nilai-nilai agama yang dianutnya. Seseorang yang melihat pekerjaan sebagai beban dan keterpaksaan untuk memperoleh uang, akan mempunyai kinerja yang rendah. Sebaliknya seseorang yang memandang pekerjaan sebagai kebutuhan, pengabdian, tantangan dan prestasi, akan menghasilkan kinerja yang tinggi.

2. Dukungan Organisasi

Kinerja setiap orang juga tergantung dari dukungan organisasi dalam bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja, pemilihan teknologi, kenyamanan lingkungan kerja, serta kondisi dan syarat kerja. Pengorganisasian

(16)

tentang sasaran yang harus dicapai dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut.

3. Dukungan Manajemen

Kinerja perusahaan dan kinerja setiap orang sangat tergantung pada kemampuan manajerial para manajemen atau pimpinan, baik dengan membangun sistem kerja

dan hubungan industrial yang aman dan harmonis, maupun dengan mengembangkan kompetensi pekerja, demikian juga dengan menumbuhkan

motivasi dan memobilisasi seluruh anggota untuk bekerja secara optimal. Menurut Davis (2003) dalam Marlina (2014), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

Secara psikologis, kemampuan perawat terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya perawat yang memiliki IQ diatas

rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatanya dan keterampilan dalam mengerjakan pekerjaan, maka akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seseorang dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini ada hubungan yang positif antara

positif berprestasi dengan pencapaian kinerja.

Robbin (2001) menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja

(17)

seseorang yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan yang tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung, prosedur

yang tidak jelas dan lainnya.

2.3. Landasan Teori

Budaya organisasi merupakan nilai dan norma yang berlaku disuatu organisasi

dan dianut secara bersama-sama oleh para anggotanya, yang merupakan fakor penting dalam menentukan keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Semakin kuat suatu budaya, semakin besar pengaruhnya terhadap perilaku dan kinerja seorang pegawai.

Menurut Robin (2006) nilai budaya organisasi mengimplikasikan adanya dimensi atau karateristik. Lebih lanjut Robin merangkum 5 (lima) karateristik yang

jika dicampur dan dicocokkan akan mengambil esensi dari sebuah budaya organisasi sebagai karateristik utama yang menjadi pembeda budaya organisasi, yaitu: Disiplin, yaitu ketaatan seorang staf dalam melaksanakan tugasnya sehingga memberikan hasil

kerja yang maksimal, kerjasama, yaitu koordinasi yang terbentuk dalam suatu unit kerja dalam bentuk kesepahaman pola pikir untuk mencapai tujuan organisasi.

responsif, yaitu sikap positif yang diberikan oleh seorang staf untuk melaksanakan tugasnya secara maksimal , komunikatif yaitu kemampuan melaksanakan komunikasi dan hubungan interpersonal yang dapat mendukung pekerjaanya dan inisiatif, yaitu

kemampuan berfikir secara kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pekerjaanya. Bernadin dan Russel (2000) dalam Marlina (2014) mengajukan enam kinerja

(18)

Timeliness, Cost effectiveness, Need for supervision, dan Interpersonal impact. Kinerja dalam penelitian ini diukur berdasarkan 4 (empat) indikator yaitu diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

2.4. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Budaya Organisasi :

- Disiplin - Kerja Sama - Responsif

- Komunikatif - Inisiatif

Kinerja Perawat Pelaksana Ruang

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

“Bu, Jiwa malam ini tidak akan meminta Bapak bercerita. Jiwa cuma mau menunjukkan kalau Jiwa

Hanya peserta yang dinyatakan lulus seleksi administrasi dan membawa Kartu Ujian serta bukti identitas diri asli berupa KTP (sesuai dengan data saat registrasi online) yang

Penggunaan metoda demontrasi dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tentang perubahan benda yang telah dilaksanakan selama kegiatan Penelitian sangat baik, hal ini

Pelaksanaan kebijakan pengendalian penyakit demam berdarah dengue di kota Semarang dilakukan secara menyeluruh di setiap tingatan pemerintah dan lapisan

Kisah-kisah ini sepatutnya menjadi pengajaran bagi semua kaum muslimin untuk tetap dapat istiqomah di jalan dakwah serta ikhlas menegakkan deenullah (Agama Allah) ,

Emulator 1 Form Tampilan Awal Berjalan Baik 2 Form Kriptografi DES Berjalan Baik 3 Form Enkripsi dan Dekripsi Kriptografi DES Berjalan Baik 4 Form Contoh Kriptografi DES

Hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi generasi muda dalam rangka mengetahui tingkat kualitas pendidikan di Indonesia serta melaksanakan solusi yang di berikan oleh

Sistem anggaran tradisional ( Traditional budgeting system) adalah suatu cara menyusun anggaran yang tidak didasarkan atas pemikiran dan analisa rangkaian kegiatan yang