• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stop. Rencana Aksi Nasional. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Stop. Rencana Aksi Nasional. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2011"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Rencana aksi nasional

Kementerian Kesehatan ri DireKtorat JenDeral PengenDalian PenyaKit Dan Penyehatan lingKungan 2011

loGisTik

PenGendalian TubeRkulosis

2011-2014

ISBN: 978-602-8937-48-1

(2)

Kata Pengantar

Tuberkulosis atau TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Indonesia merupakan negara pertama diantara negara-negara dengan beban TB yang tinggi di wilayah Asia Tenggara yang berhasil mencapai target Global untuk TB pada tahun 2006, yaitu 70% penemuan kasus baru TB BTA positif dan 85% kesembuhan. Saat ini peringkat Indonesia telah turun dari urutan ketiga menjadi kelima diantara negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Meskipun demikian, berbagai tantangan baru yang perlu menjadi perhatian yaitu TB/HIV, TB-MDR, TB pada anak dan masyarakat rentan lainnya. Hal ini memacu pengendalian TB nasional terus melakukan intensifikasi, akselerasi, ekstensifikasi dan inovasi program.

Strategi Nasional Program Pengendalian TB 2011-2014 dengan tema “Terobosan menuju Akses Universal”. Dokumen ini disusun berdasarkan kebijakan pembangunan nasional 2010-2014, rencana strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 dan strategi global dan regional. Penyusunan strategi nasional ini melibatkan partisipasi berbagai pihak pemangku kebijakan, pusat dan daerah, organisasi profesi, Gerdunas, komite ahli TB, lembaga swadaya masyarakat, Pamali serta mitra internasional. Strategi Nasional program pengendalian TB dengan visi “Menuju Masyarakat Bebas Masalah TB, Sehat, Mandiri dan Berkeadilan”. Strategi tersebut bertujuan mempertahankan kontinuitas pengendalian TB periode sebelumnya. Untuk mencapai target yang ditetapkan dalam stranas, disusun 8 Rencana Aksi Nasional yaitu : (1)

Public-Private Mix untuk TB ; (2) Programmatic Management of Drug Resistance TB; (3) Kolaborasi TB-HIV; (4) Penguatan Laboratorium; (5) Pengembangan Sumber Daya Manusia; (6) Penguatan Logistik; (7) Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial; dan (8) Informasi Strategis TB.

Pengelolaan logistik TB dilaksanakan secara terintegrasi antara Pengelola Program TB, Pengelola Kefarmasian dan BPOM, mulai dari tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat. Perencanaan kebutuhan dilaksanakan dari dan oleh Tim Perncanaan Terpadu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Pengadaan oleh Kemenkes, Dinas

(3)

ii Logistik 2011-2014 sesuai one gate policy sedangkan sistem informasi ketersediaan logistik dilaksanakan secara berjenjang dan berkala mulai dari Kabupaten/Kota ke Provinsi dan ke Pusat. Dokumen ini ditujukan untuk seluruh pelaksana program TB dan Farmasi di semua tingkatan. Diharapkan dokumen ini dapat menjadi acuan sehingga implementasi kegiatan pengelolaan Logistik di Indonesia dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan target yang telah ditetapkan

Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak terkait yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan Rencana Aksi Nasional ini. Segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikannya pada masa mendatang sangat diharapkan. Semoga buku ini bermanfaat dalam pengendalian TB di Indonesia.

Mari kita lakukan terobosan dalam perjuangan melawan TB.

Jakarta, 14 Maret 2011

Direktur Jenderal PP&PL, Kementerian Kesehatan RI

(4)

tIM PenYUSUn

Pengarah Tjandra Yoga Aditama

Yusharmen H. M. Subuh

editor Dyah Erti Mustikawati

Asik Surya Kontributor Carmelia Basri

Tiar Salman Yusuf Said Rudy Elriman Hutagalung

Nani Rizkiyati Triya Novita Dinihari

Erwinas Hasnil Randa Nadira Eka Purnamasari Mindarwati Ega Febrina

(5)

iv Logistik 2011-2014

Kata Pengantar …... i

Tim Penyusun ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... v

I. PenDaHULUan ... 1

II. anaLISIS SItUaSI ... 3

III. ISU StrategIS ... 5

IV. tUJUan, target Dan InDIKatOr ... 7

V. rUMUSan StrategI ... 12

VI. KegIatan ... 13

1. Perencanaan ... 13

2. Pengadaan ... 14

3. Penerimaan dan Penyimpanan Logistik ... 15

4. Distribusi Logistik ... 16

5. Monitoring Penggunaan OAT ... 18

6. Jaminan Kualitas ... 19

7. Manajemen Sistem Informasi ... 21

8. Peningkatan Koordinasi Antar Lembaga ... 21

9. Peningkatan Kapasitas Pelaksana ... 22

VII. MOnItOrIng Dan eVaLUaSI ... 23

VIII. Penganggaran Dan PeMBIaYaan ... 24

(6)

DaFtar taBeL

Tabel 1. Indikator Pengelolaan Logistik ... 8

Tabel 2. Anggota Tim Logistik ... 9

Tabel 3. Tugas dan Tanggungjawab ... 9

Tabel 4. Tabel Perencanaan OAT ... 13

(7)

vi Logistik 2011-2014

Askes : Asuransi Kesehatan

Alkes : Alat kesehatan

Binfar : Bina Farmasi

BPOM : Badan Pengawasan Obat dan Makanan

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

Ditjen : Direktorat Jenderal

DPS : Dokter Praktek Swasta

DOT : Directly Observe Treatment

DOTS : Directly Observe Treatment Shortcourse FPK : Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Gerdunas TB : Gerakan Terpadu Penanggulangan Tuberkulosis GF-ATM : Global Fund for AIDS, Tuberculosis and Malaria IFK : Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota

IFP : Instalasi Farmasi Provinsi Jamkesda : Jaminan Kesehatan Daerah Jamkesmas : Jaminan kesehatan Masyarakat Jamsostek : Jaminan Sosial Tenaga Kerja

KOMLI : Komite Ahli

MDR-TB/TB-MDR : Multi Drug Resistant Tuberculosis

PP&PL/P2PL : Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan POLRI : Kepolisian Republik Indonesia

Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat

OAT : Obat Anti Tuberculosis

Oblik : Obat Publik

RS : Rumah Sakit

Subdit TB : Sub Direktorat Tuberkulosis

TB : Tuberculosis

TB-HIV : Tuberculosis/Human Immunodeficiency Virus

TNI : Tentara Nasional Indonesia

Wasor TB : Pengelola Program TB

WHO : World Health Organization

(8)

PENDAHULUAN

esia telah menerapkaan strategi DOTS sejak tahun 1995 sebagai strategi nasional penanggulangan TB di seluruh Indonesia. Pada tahun 2010 jumlah pasien TB di Indonesia menempati posisi ke lima terbanyak di seluruh dunia dimana sebelumnya menempati posisi ketiga setelah India dan Cina. Kenyataan ini menunjukkan bahwa program penanggulangan TB di Indonesia telah dilaksanakan dengan arah yang benar. Namun, banyak tantangan yang masih harus dihadapi untuk memastikan bahwa pelaksanaan program selanjutnya dapat dilaksanakan dengan lebih baik dan cukup kuat untuk menghadapi semua tantangan baru seperti MDR TB dan koinfeksi TB-HIV.

Seperti diketahui bahwa Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci yaitu : 1) Komitmen politis

2) Pemeriksaan mikroskopis dahak yang terjamin mutunya.

3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan. 4) Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.

5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

Strategi DOTS di atas telah dikembangkan oleh Kemitraan Global dalam penanggulangan TB (stop TB partnership) dengan memperluas Strategi DOTS sebagai berikut:

1) Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS 2) Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya 3) Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan

4) Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.

5) Memberdayakan pasien dan masyarakat 6) Melaksanakan dan mengembangkan riset

(9)

2 Logistik 2011-2014 Hasil dari Joint External Monitoring Mission pada tahun 2011 merekomendasikan bahwa perluasan program penanggulangan yang cepat harus didukung oleh sumber daya manusia yang memadai dan dukungan logistik yang cuklup. Rekomendasi JEMM tersebut dituangkan dalam 6 area dan salah satu rekomendasi tersebut adalah penguatan sistem pengelolaan logistik.

Tujuan penyusunan rencana aksi nasional Logistik adalah untuk mendukung program penanggulangan TB khususnya pengelolaan logistic, sehingga didapatkan logistik yang terjamin kualitas dan jumlahnya serta jenisnya yang cukup.

Pengelolaan logistik yang baik merupakan komponen yang sangat penting dalam mensukseskan program TB Nasional. Pengelolaan logistik meliputi seleksi, pengadaan, pendistribusian, penyimpanan dan penggunaan yang rasional.

(10)

ANALISIS SITUASI

Analisis situasi diperlukan untuk melihat pengaruh faktor eksternal dan internal dalam pengelolaan logistik di Kementerian Kesehatan. Analisis menggunakan SWOT yaitu metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats).

Kekuatan:

1. Adanya Panduan Pengelolaan Logistik TB dan modul pelatihan logistik yang telah terakreditasi.

2. Jejaring antar sektor pemerintahan yang kuat, mulai dari Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.

3. Kebijakan Kemenkes tentang pengelolaan obat satu pintu (one gate policy). . 4. Komitmen dari Kemenkes dalam peningkatan kualitas .

5. Komitmen Kementerian Kesehatan untuk memenuhi kebutuhan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dan Reagent.

6. Komitmen partners untuk memberikan kontribusi dalam memenuhi kebutuhan OAT, seperti dari Jamsostek, Jamkesmas, Jamkesda, Askes dan TNI/POLRI. 7. Tersedianya Pengelolaan dana bantuan hibah yang dikoordinasikan oleh

Pusat. Kelemahan:

1. Terbatasnya sumber daya manusia dalam pengelolaan logistik TB. 2. Terbatasnya fasilitas penyimpanan OAT pada tingkat Pusat dan Propinsi. 3. Sistem jaminan kualitas OAT yang belum dilaksanakan dengan baik. 4. Obat yang diproduksi dalam negeri belum ter prequalifikasi WHO.

5. Kebijakan desentralisasi pemerintahan, sehingga ruang gerak Pusat terbatas. 6. Ketergantungan sumber pendanaan dari donor.

(11)

4 Logistik 2011-2014 Peluang:

1. Banyaknya sumber pendanaan kebutuhan logistik dari sumber pendanaan lain selain pemerintah.

2. Banyaknya lokal manufaktur yang menyediakan obat TB.

3. Komitmen perusahaan farmasi dalam meningkatkan kualitas OAT.

4. Banyaknya pihak ketiga yang mampu menyediakan jasa Tecnical Assistance peningkatan pengelolaan logistik.

Ancaman:

1. Berhentinya bantuan dana dari donor dalam pengelolaan logistik. 2. Gagalnya pelaksanaan tender dalam pengadaan OAT.

3. Terbatasnya ketersediaan OAT untuk pengobatan TB-MDR. 4. Proses pengeluran OAT impor relatif lama.

5. Kurangnya terjaminnya kualitas OAT impor karena terlalu lama di simpan di tempat yang tidak sesuai persyaratan pada saat menunggu pengeluaran obat dari pelabuhan/bandara.

(12)

ISU STRATEGIS

Implementasi strategi DOTS di Indonesia pada mulanya difokuskan pada Puskesmas. Puskesmas merupakan ujung tombak program penanggulangan TB sampai dengan saat ini namun dikarenakan masih banyak unit pelayanan kesehatan yang belum mengimplementasikan strategi DOTS maka Kemenkes memperluas pelayanan penanggulangan TB di Rumah Sakit, dokter praktek swasta, penjara, tempat kerja atau lebih dan ditempat tempat yang sulit terjangkau. Pelibatan berbagai sektor dalam memberikan pelayanan sesuai dengan strategi DOTS dengan kualitas yang baik merupakan langkah yang dilaksanakan saat ini.

Tantangan dalam implementasi strategi DOT yang dihadapi oleh Kementerian Kesehatan saat ini seperti:

• Melambatnya angka penemuan kasus TB baru yang salah satu penyebabnya yaitu terlambatnya penegakan diagnosis TB.

• Terbatasnya jangkauan dalam memberikan pelayanan dalam kelompok risiko tertentu seperti pasien TB di pulau-pulau terpencil, penjara, wanita hamil dengan TB dan pasien TB anak.

• Kasus MDR/XDR yang semakin banyak sedangkan pasien TB-MDR yang diobati masih terbatas.

• Terbatasnya kemajuan dalam memperluas kegiatan kolaborasi TB-HIV. Sedangkan tantangan yang berkaitan dengan sistem Kesehatan dan pengelolaan logistik yaitu:

• Secara keseluruhan, sistem logistik obat belum berjalan dengan optimal dalam menjamin ketersediaan obat TB secara berkesinambungan di IFK. Data nasional stock-out obat kategori 1 menunjukkan tingkat ketersediaan obat yang tidak stabil pada bulan-bulan tertentu. Demikian pula halnya dengan buffer stock yang tidak memadai berdasarkan situasi ketersediaan obat pada awal tahun 2010.

(13)

6 Logistik 2011-2014 • Kurang optimalnya sistem informasi manajemen logistik yang menyebabkan

pengelolaan logistik tidak efektif.

• Masih besarnya ketergantungan pendanaan kepada donor dalam penanggulangan TB.

• Lokal manufaktur penyedia OAT di Indonesia belum terprequalifikasi WHO.

• Penyediaan OAT TB MDR yang masih diimpor sedangkan proses pengeluaran obat dari bandara lama.

(14)

TUJUAN, TARGET DAN INDIKATOR

Tujuan Umum : Terlaksananya lima komponen dalam pelayanan DOTS secara bermutu bagi seluruh pasien TB tanpa terkecuali, akses masyarakat miskin, rentan dan yang belum terjangkau terhadap pelayanan DOTS terjamin serta upaya peningkatan mutu dalam memberikan pelayanan DOTS yang berkesinambungan. Tujuan Khusus : Tersedianya sarana dan prasaran yang cukup dan berkualitas dalam memenuhi kebutuhan pelaksanaan program penanggulangan TB.

Target :

• Terpenuhinya kebutuhan OAT secara berkesinambungan diseluruh unit pelayanan kesehatan TB DOTS.

• Terpenuhinya kebutuhan peralatan dan bahan penunjang labolatorium untuk penegakan diagnosis TB diseluruh unit pelayanan kesehatan.

• Meminimalkan jumlah OAT yang kadaluarsa.

• Meningkatnya kompetensi petugas TB dan Farmasi di seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pengelolaan logistik TB.

Ruang lingkup penyediaan barang logistik yaitu diseluruh unit pelayanan kesehatan di Indonesia khususnya di Puskesmas dan unit pelayanan kesehatan yang telah mengimplementasikan strategi DOTS.

Indikator : Indikator digunakan untuk mengukur sampai berapa jauh tujuan atau sasaran pengelolaan logistik telah berhasil dicapai. Tujuan lain dari penggunaan indikator adalah untuk penetapan prioritas pengambilan tindakan dan untuk pengujian strategi dari sasaran yang ditetapkan. Dalam mengukur efektifitas kinerja pengelolaan logistik, digunakan indikator sebagai berikut.

(15)

8 Logistik 2011-2014

Tabel 1 . Indikator Pengelolaan Logistik

No INDIKATOR KEGUNAAN TINGKAT WAKTU

1 Prosentasi Kabupaten/Kota Mengetahui Kab/kota yang Kabupaten Tiap triwulan yang melaporkan TB.13 melaporkan kondisi stok OAT.

setiap triwulan Target: Kab/Kota melapor 100%

2 Prosentasi Kabupaten/Kota Mengetahui Kab/kota yang tidak Kabupaten Tiap triwulan yang tidak mengalami mengalami kekosongan obat.

stokout OAT pada hari Target: Kab/Kota tidak terjadi stok terakhir setiap triwulan out minimal 85 % dari seluruh Kab/Kota.

3 Prosentasi Kabupaten Mengetahui jumlah tenaga Kabupaten Setiap Tahun dengan staf terlatih dalam pengelola logistic TB yang terlatih.

manajemen logistik dari Target: 100% seluruh Kab/Kota

4 Jumlah logistik kadaluarsa. Mengetahui tingkat ketepatan Pusat Setahun perencanaan, dan penyerapan obat Provinsi sekali sesuai target serta sistem distribusi. Kabupaten

Target: maksimal 2% dari permintaan atau pengadaan.

Organisasi Tim Logistik

Keberhasilan penanggulan TB di Indonesia tidak telepas dari dukungan tim logistik yang solid dimana dibutuhkan koordinasi, usaha, komitmen dan kontribusi dari seluruh pihak. Koordinasi pengelolaan logistik dilaksanakan oleh Subdit Tuberkulosis. Manajemen pengelolaan logistik di Kementerian Kesehatan di kelola oleh Subdit TB, kegiatan operasional dikoordinasikan oleh Tim Logistik Subdit TB. Sumber daya tim logisitk terdiri dari Subdit TB dibantu oleh staff proyek Global Fund, juga oleh Technical Officer Drug Management dari KNCV. Selain itu untuk koordinasi di tingkat pusat ada Tim Pokja Logistik TB yang terdiri dari Subdit TB, Binfar, BPOM, dan BUMN produsen obat TB.

Disamping organisasi tersebut diatas, dalam merekomendasikan suatu kebijakan logistik, program TB menyediakan wadah organisasi yang berbentuk partnership yaitu Pokja Logistik yang bernaung dibawah KOMLI Gerdunas TB.

(16)

Table 2. Anggota Tim Logistik.

INSTITUSI KETERANGAN

Kementeriaan Kesehatan Direktorat P2ML. Sub Direktorat Tuberkulosis Ditjen PP&PL

Kementeriaan Kesehatan Dit. Bina Obat Publik & Perbekalan Kesehatan Ditjen Binfar & Alkes Dit. Bina Farmasi Komunitas & Klinik

Dit. Bina Penggunaan Obat Rasional

BPOM Dit. Penilaian Obat dan Produk Biologi, BPOM

Dit. Pengawasan Distribusi Produk Terapetik, BPOM Lokal Manufaktur PT. Kimia Farma, PT. Indofarma, PT. Phapros

Partner KNCV

Tugas dan tanggungjawab setiap tingkatan pemerintahan seperti terlihat pada tabel dibawah ini:

Table 3. Tugas dan Tanggungjawab

No Tugas dan Tanggung Jawab Pusat Provinsi Kabupaten/Kota Subdit TB Binfar IF Wasor TB IF Wasor TB

A Estimasi Kebutuhan Obat

1. Merekapitulasi/menjumlahkan estimasi kebutuhan.

• Pusat V V

• Provinsi V V

• Kabupaten/Kota V V

2. Menghitung estimasi kebutuhan obat.

• Pusat V

• Provinsi V V

• Kabupaten/Kota V V

3. Estimasi akhir kebutuhan obat tahunan.

• Pusat V V

• Provinsi V V

• Kabupaten/Kota V V

(17)

10 Logistik 2011-2014 No Tugas dan Tanggung Jawab Pusat Provinsi Kabupaten/Kota Subdit TB Binfar IF Wasor TB IF Wasor TB

B Estimasi jumlah pengadaan tahunan

1. Menentukan jumlah pengadaan tahunan.

• Pusat V V

• Provinsi V V

• Kabupaten/Kota V V

2. Menetapkan jumlah pengadaan tahunan berdasarkan sumber dana

• Pusat V V

• Provinsi V V

• Kabupaten/Kota V V

3. Menetukan jumlah pengadaan OAT V V yang harus dipesan dalam keadaan

darurat.

C Penyimpanan

1. Menerapkan system dan prosedur penerimaan dan penyimpanan OAT yang baik.

• Pusat V V • Provinsi V

• Kabupaten/Kota V

2. Menerapkan fungsi-fungsi penyimpanan yang baik untuk meminimalkan kerugian (kadaluarsa, kerusakan, hilang, kualitas obat menurun dan penyalahgunaan obat).

• Pusat V V

• Provinsi V V

• Kabupaten/Kota V V

D Distribusi

Menggunakan system tarik/dorong (pull/push system) dan menetapkan frekuensi distribusi obat.

• Pusat V V

• Provinsi V V

(18)

No Tugas dan Tanggung Jawab Pusat Provinsi Kabupaten/Kota Subdit TB Binfar IF Wasor TB IF Wasor TB

E Persiapan pemesanan tri-bulanan dan darurat.

1. Pengawasan inventaris obat

• Provinsi V

• Kabupaten/Kota V

2. Menetapkan pemesanan obat tri-bulanan.

• Provinsi V V

• Kabupaten/Kota V V

3. Mengidentifikasi kebutuhan obat untuk pemesanan darurat.

• Provinsi V V

• Kabupaten/Kota V V

F Pencatatan dan pelaporan

1. Menyiapkan dan menyampaikan informasi obat.

• Pusat V V

• Provinsi V V

• Kabupaten/Kota V V

2. Membuat indikator pengelolaan obat.

• Pusat V V • Provinsi V V • Kabupaten/Kota V V G Supervisi • Pusat V V • Provinsi V V • Kabupaten/Kota V V

(19)

12 Logistik 2011-2014 Rumusan strategi merupakan proses penyusunan langkah-langkah ke depan yang dimaksudkan untuk mencapai visi dan misi organisasi.

Rumusan strategi logistik:

• Meningkatkan koordinasi antar departemen dalam pengelolaan logistik, melalui pertemuan reguler, memperlancar komunikasi baik formal maupun informal,dll.

• Melakukan kerjasama dengan BPOM dalam melaksanakan jaminan kualitas dengan cara melakukan perhitungan jumlah sample, pengambilan sample obat di setiap Provinsi /Kabupaten Kota.

• Melakukan kerjsama dengan Binfar dalam hal pengeluaran obat impor, pelatihan, manajemen kefarmasian.

• Melakukan kerjasama pengembangan Sistem Informasi Manajemen untuk pengelolaan logistik baik melalui partner lokal maupun internasional.

• Melaksanakan good corporate government dalam pelakasanaan pengadaan barang dan Jasa.

• Melakukan peningkatan kompetensi pengelolaan logistik bagi seluruh stake holder yang terkait.

• Melakukan pendistribusian logistik sesuai dengan tata cara distribusi barang kefarmasian yang baik.

• Melakukan monitoring yang berkelanjutan dan terjadwal dalam memonitor penggunaan barang-barang logistik sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

(20)

KEGIATAN

1. Perencanaan

a. Perencanaan OAT lini pertama

Perencanaan adalah langkah pertama dalam siklus pengelolaan logistik. Kegiatan ini meliputi proses penilaian kebutuhan, menentukan sasaran, menetapkan tujuan dan target, menentukan strategi dan sumber daya yang akan digunakan.

Tabel 4. Tabel Perencanaan OAT

Tingkat Pelaksana Perencanaan Sumber Data Usulan Perencanaan

Kabupaten Tim Perencana Obat terpadu Sasaran dan Target Dikirim ke Provinsi. Kabupaten.(Menggunakan Tahunan Program.

Tamplate Perencanaan OAT) TB.07 TB.11

TB.13

Provinsi Tim Perencana Obat terpadu Formulir Rekapitulasi Dikirim ke P2PL Provinsi Perencanaan OAT tembusan ke Binfar.

Kabupaten/ Kota

Pusat Subdit TB + Binfar Formulir Daftar Dikirim ke Binfar Rekapitulasi melalui bagian Perencanaan dan Perencanaan dan alokasi distribusi Informasi P2PL. Kab/kota,Provinsi.

Perencanaan kebutuhan logistik tersebut dilaksanakan setiap setahun sekali dan dilaksanakan pada akhir triwulan pertama tahun berjalan untuk menghitung perencanaan tahun berikutnya.

b. Perencanaan OAT lini Kedua

Perencanaan OAT TB MDR memegang peranan penting dalam menjamin ketersediaan OAT TB MDR di unit pelayanan kesehatan. Perencanan kebutuhan

(21)

14 Logistik 2011-2014 dan sisa obat yang ada. Perencanaan OAT TB MDR dilaksanakan ditingkat pusat oleh Tim Logistik pusat dan PMDT. Perencanaan OAT TB MDR dilaksanakan pada setiap awal tahun.

2. Pengadaan

Pengadaan yang efektif harus dapat memastikan ketersediaan logistik dalam jumlah yang cukup, harga yang kompetitif, memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan dan waktu pengiriman sesuai dengan yang telah ditentukan. Pengadaan logistik merupakan proses untuk penyediaan logistik yang dibutuhkan pada unit pelayanan kesehatan.

Pelaksanaan pengadaan logistik pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu pengadaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dan Non OAT (bahan laboratorium, bahan promosi, bahan penunjang operasional kantor, jasa audit,dll).

Kebijakan mengenai Pengadaan

• Pengadaan Logistik bisa berasal dari APBN, APBD Provinsi/Kabupaten/Kota dan Bantuan Luar Negeri.

• Pengadaan OAT akan dipenuhi seluruhnya oleh Kementerian Kesehatan dan sumber pendanaan lain yang dilakukan setiap tahun.

• Pengadaan OAT yang berasal dari APBN dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan atas usulan dari Ditjen PP&PL termasuk spesifikasinya.

• Pengadaan logistik yang berasal dari APBD Provinsi/Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan masing-masing sesuai dengan peraturan yang berlaku.

• Pengadaan logistik dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dengan mengacu pada Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

(22)

Pengadaaan logistik TB dibagi menjadi dua jenis yaitu: a. Pengadaan OAT

• Pengadaan OAT lini Pertama.

Pengadaan OAT lini pertama di Indonesia berasal dari sumber pendanaan yaitu berasal dari Kementerian Kesehatan dan sumber pembiayaan potensial dalam negeri lain nya seperti ASKES, TNI/Polri, Jamsostek, swasta lain serta sumber dana ekternal lainya seperti Global Fund ATM. • Pengadaan OAT lini Kedua.

Pengadaan OAT lini kedua dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan melalui direct procurement kepada lembaga yang telah ditunjuk oleh Green light Commitee.

b. Pengadaan Logistik Non OAT

Selain pengadaan OAT dilakukan juga pengadaan logistik non OAT seperti bahan penunjang laboratorium, material advokasi, alat diagnosis TB anak, penunjang kegiatan operasional kantor, peralatan penunjang pengobatan, peralatan pengendalian infeksi, dll.

3. Penerimaan dan Penyimpanan Logistik

Penerimaan OAT yang berasal dari impor akan dikoordinasikan dengan departemen terkait seperti Binfar, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan agar proses pengeluaran dan penerimaan OAT berjalan dengan baik.

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan termasuk memelihara yang mencakup aspek tempat penyimpanan (Instalasi Farmasi atau gudang), barang dan administrasinya. Dengan dilaksanakannya penyimpanan yang baik dan benar, maka akan terpelihara mutu barang, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan.

Penyimpanan OAT dan alat kesehatan lainnya dilakukan oleh Instalasi Farmasi yang dikenal sebagai pengelolaan obat satu pintu. Penyimpanan OAT lini kedua dilakukan

(23)

16 Logistik 2011-2014

4. Distribusi Logistik

Distribusi adalah pengeluaran dan pengiriman logistik dari satu tempat ke tempat lainnya dengan memenuhi persyaratan baik administratif maupun teknis untuk memenuhi ketersediaan jenis dan jumlah logistik agar sampai di tempat tujuan. Proses distribusi ini harus memperhatikan aspek keamanan, mutu dan manfaat. Tujuan distribusi :

1. Terlaksananya pengiriman logistik secara merata dan teratur sehingga dapat diperoleh

2. pada saat dibutuhkan

3. Terjaminnya kecukupan logistik di Unit Pelayanan Kesehatan 4. Terjaminnya mutu logistik pada saat pendistribusian

Distribusi OAT dan Non OAT a. Distribusi OAT

• Distribusi OAT lini Pertama

Distribusi dilaksanakan berdasarkan permintaan secara berjenjang untuk memenuhi kebutuhan logistik di setiap jenjang penyelenggara program penanggulangan TB, seperti dibawah ini.

(24)

Distribusi OAT dari Kementerian Kesehatan dilaksanakan langsung ke Kabupaten/Kota sedangkan buffer stok di distribusikan ke Propinsi sesuai permintaan.

Distribusi OAT buffer stok dari Propinsi ke Kabupaten/kota dilaksanakan sesuai permintaan Kabupaten/kota dengan biaya dari Dinas Kesehatan Propinsi.

Alur Permintaan, Distribusi dan Pelaporan OAT Lini Pertama di Fasilitas Pelayanan

Alur distribusi OAT untuk fasilitas pelayanan dilakukan ke Rumah Sakit dan Puskesmas. Puskesmas mendistribusikan OAT ke DPS yang berada di wilayah kerjanya.

Pencatatan dan pelaporan OAT dilakukan oleh Rumah Sakit dan Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupaten.

• Distribusi OAT TB lini kedua

Distribusi OAT lini Kedua dari Kementerian Kesehatan dilaksanakan langsung ke RS Rujukan TB MDR setelah ada permintaan dari Dinas

(25)

18 Logistik 2011-2014

Alur Permintaan, Distribusi dan Pelaporan OAT lini Kedua :

Kementerian Kesehatan (Gudang Pusat)

Dinas Kesehatan Provinsi (IFP) RS RUJUKAN TB MDR

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Satelit 2

Keterangan:

Alur distribusi OAT lini Kedua

Alur permintaan dan pelaporan OAT lini Kedua

b. Distribusi Logistik Non OAT

Distribusi logistik non OAT dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan peruntukan barang tersebut.

5. Monitoring Penggunaan OAT

Pengobatan tuberkulosis dengan OAT dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.

Dalam program penanggulangan TB digunakan OAT dalam bentuk paket, baik kemasan KDT maupun Kombipak. Pemakaian OAT dalam bentuk paket lebih menguntungkan dan menghindari obat tunggal.

• Pengobatan harus didampingi seorang Pengawas Menelan Obat (PMO), untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat dan menghindari resistensi. Disamping itu untuk memotivasi pasien meminum obat secara teratur dilakukan pula sistem pengawasan degan menggunakan sistem informasi yang ada.

(26)

Penggunaan OAT harus dilaksanakan secara rasional dengan memperhatikan kriteria sebagai berikut :

• Tepat diagnosis

• Pemberian Regimen OAT sesuai dengan diagnosa • Tepat pemilihan obat

• Tepat dosis

• Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat • Tepat lama pemberian obat

• Waspada terhadap efek samping

• Harus efektif, aman, bermutu dan berkhasiat • Tersedia pada saat yang dibutuhkan • Pemberian informasi kepada pasien • Tepat tindak lanjut

• Tepat penyerahan OAT • Kepatuhan Pasien.

Pelaksanaan monitoring penggunaan OAT dan barang logistik lainnya dilaksanakan secara berkala dan berjenjang oleh setiap tingkatan pemerintah. Pelaksanaan monitoring bisa dilakukan melalui pertemuan regular, laporan dan supervisi dari tingkatan pemerintah diatasnya. Pelaksanaan monitoring penggunaan obat yang rasional bekerjasama dengan Direktorat Bina Farmasi dan Alat Kesehatan.

6. Jaminan Kualitas

Berdasarkan Keputusan Presiden No. 166 tahun 2000, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden dan dikoordinasikan dengan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial.

Jaminan Kualitas OAT di Indonesia merupakan wewenang dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), berikut ini fungsi dari BPOM:

(27)

20 Logistik 2011-2014 • Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar.

Post marketing vigilance termasuk sampling dan pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, penyidikan dan penegakan hukum.

• Pre-audit dan pasca-audit iklan dan promosi produk.

• Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan. • Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan publik.

Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar ditengah masyarakat.

Untuk menekan sekecil mungkin risiko yang bisa terjadi, dilakukan pengawasan tiga lapis yakni:

a. Sub-sistem pengawasan Produsen

Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara produksi yang baik atau good manufacturing practices agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sangsi, baik administratif maupun pro-justisia.

b. Sub-sistem pengawasan Konsumen

Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu produk, di satu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi syarat dan tidak dibutuhkan sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk ekstra hati-hati dalam menjaga kualitasnya.

(28)

c. Sub-sistem pengawasan Pemerintah/Badan POM

Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi; penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi.

Pelaksanaan jaminan kualitas OAT dilaksanakan oleh BPOM namun penentuan jumlah sample dan pengambilan OAT dilakukan oleh Subdirektorat TB. Sample OAT untuk jaminan kualitas obat diambil mulai dari tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Kota, Dinas Kesehatan Propinsi dan tingkat pusat. Jaminan kualitas OAT dilaksanakan secara periodik baik OAT yang produksi dalam negeri maupun impor.

7. Manajemen Sistem Informasi

Sistem informasi Manajamen yang ada sekarang ini ada dua cara yaitu menggunakan sistem manual dan software yang berbasis internet. Pengelolaan logistik OAT lini pertama dilakukan dengan cara formulir diisi secara manual dan dikirim menggunakan internet. Sedangkan pengelolaan logistik OAT MDR dilakukan menggunakan software yang berbasis internet. Software yang digunakan yaitu eTB Manager Indonesia,yang merupakan hasil kerjasama Subdit TB dengan Management Sciences For Health.

Sistem informasi pelaporan dilakukan secara berjenjang dari tingkat Kabupaten ke Propinsi dan Pusat yang dilakukan setiap tiga bulan sekali.

Pelaksanan sistem manajemen informasi logistik TB akan diintegrasikan dengan sistem manajamen program TB secara keseluruhan.

(29)

22 Logistik 2011-2014 Lokal Manufaktur, BPOM dan Partner merupakan kegiatan supply chain management dan dilakukan secara berkala.

Kerjasama dilakukan dengan Direktorat Bina Farmasi dan Alkes dalam hal pelatihan farmasi, supervisi terintegrasi, penilaian instalasi farmasi, pembuatan pedoman logistik dan SOP. Sedangkan kerjasama dengan BPOM dikhususkan dalam pengawasan jaminan kualitas OAT. Selain itu kerjasama dilakukan pula dengan Ikatan Apoteker Indonesia dalam hal sosialisasi program penanggulangan TB mengenai OAT.

Bantuan teknis kepada tiga perusahan farmasi BUMN dan satu perusahaan farmasi swasta dilakukan oleh Kemenkes dan partner US Pharmacopea agar perusahaan tersebut mendapatkan prequalifikasi WHO. Prequalifikasi WHO tersebut sangat dibutuhkan agar obat yang diproduksi memiliki standar kualitas tinggi dan diakui secara internasional.

Kerjasama juga dilakukan dengan instansi TNI, Polri, Askes, Jamsostek dalam hal kegiatan pemberian bantuan teknis spesifikasi OAT dan penyediaan OAT.

9. Peningkatan Kapasitas Pelaksana

Peningkatan kompetensi sumber daya manusia khususnya dalam pengelolaan logistik dilakukan secara periodik dan terus menerus. Pengingkatan kompetensi dilakukan melalui pelatihan dan pembinaan. Pelatihan logistik di bagi menjadi dua yaitu untuk manajemen program dan Pelayanan Kesehatan. Pelatihan logistik manajemen untuk staff di tingkat Pusat, Propinsi dan Kabupaten sedangkan pelatihan ditingkat Pelayanan Kesehatan untuk Puskesmas, Rumah Sakit, Dokter Praktek Swasta. Materi pelatihan sebagai berikut: pengelolaan logistik untuk OAT lini pertama dan lini kedua, pelatihan etb Manager, Pelatihan Supply Chain Management,dll. Kegiatan pelatihan dan pembinaan dikoordinasikan dengan HRD Subdit TB. Materi pelatihan ditingkat Pelayanan Kesehatan untuk pengelolaan OAT lini pertama pelaksanaanya menyatu dengan pelatihan program DOTS. Selain itu peningkatan kompetensi SDM dilaksanakan pula dengan adanya bantuan Technical Assistance Drug Management yang di fasilitasi oleh proyek TBCARE.

(30)

MONITORING DAN EVALUASI

Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk memonitor kecukupan logistik program TB.

Pemantauan merupakan kegiatan rutin untuk memantau tatalaksanan penyimpanan, ketersediaan logistik, dan penggunaannya. Pemantauan bertujuan agar dapat segera diketahui bila ada masalah atau kekurangan dalam pelaksanaannya, sehingga dapat diatasi permasalahan tersebut.

Pemantauan dilakukan oleh penanggungjawab program secara berjenjang dan berkala melalui:

a. Menelaah laporan rutin yang berkaitan dengan pengelolaan logistik di setiap tingkatan.

b. Melalui pertemuan.

c. Supervisi yang efektif dan berkualitas.

Evaluasi adalah penilaian secara berkala terhadap seluruh aspek manajemen logistik, dilaksanakan minimal satu tahun sekali.

Cara melakukan evaluasi:

a. Mengkaji atau menganalisa seluruh laporan yang berkaitan dengan logistik. b. Pertemuan berkala.

(31)

24 Logistik 2011-2014

PEMBIAYAAN

Penganggaran kegiatan logistik disediakan melalui APBN, APBD dan sumber dana lainnya termasuk dana bantuan luar negeri. Untuk mendukung seluruh kegiatan logistik diperlukan pembiayaan sebagai berikut:

PENDANAAN LOGISTIK PROGRAM TB TAHUN 2011-2014

APBN GF-R8 GF-R10 TB-CARE

OAT 673.641.044.437 91.157.494.007 153.185.076.000 -NON OAT 133.275.837.000 17.017.305.901 16.567.551.000 -OPERASIONAL - 1.837.500.000 57.332.646.000 2.761.500.000

(32)
(33)

26 Logistik 2011-2014 Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2008, Departemen Kesehatan RI. Panduan Pengelolaan Logistik, 2010, Kementerian Kesehatan.

Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia Tahun 2010-2014, (2010), Jakarta.

Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2011, Website www.pom.go.id, WHO, Global TB Report 2010, www.who.int

(34)

Rencana aksi nasional

loGisTik

PenGendalian TubeRkulosis

2011-2014

Gambar

Table 3. Tugas dan Tanggungjawab
Tabel 4. Tabel Perencanaan OAT

Referensi

Dokumen terkait

Selama Undang-undang mengenai hak milik sebagai tersebut dalam pasal 50 ayat (1) belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan- ketentuan hukum adat setempat

Patroli pengawasan sangat dibutuhkan pada masa-masa larangan penangkapan ikan terubuk untuk memberikan efek jera terhadap nelayan yang masih melakukan kegiatan

Hasil Temuan: Hasil penelitian yang diperoleh yaitu dari tiga indikator kesenangan belajar IPA, ketertarikan memperbanyak waktu belajar IPA, dan ketertarikan berkarir

Biaya yang dikeluarkan PT Alove Bali dalam pelaksanaan kegiatannya dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yakni biaya investasi, dan biaya operasional.Biaya investasi merupakan

Dari data tersebut maka dapat diketahui kemampuan awal siswa dalam melakukan pembelajaran PJOK pada materi lompat jauh, sehingga pada nantinya dapat dijadikan untuk

mengkomu nikasikan.. 104 membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak

untuk ineksi ".ay, 5aharda&, 0#, maka sediaan dibuat dalam bentuk ineksi& Sediaan ineksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi

Kesulitan dalam pelaksanaan praktikum yaitu saat mencari embrio dengan ukuran yang sangat kecil dan hampir tidak bisa dilihat kalau kita tidak mengamatinya secara teliti,