SCHISTOSOMIASIS
(Bilharziasis, Demam Keong)
1. Identifikasi
Adalah infeksi oleh sejenis cacing trematoda baik oleh cacing jantan maupun cacing betina yang hidup dalam pembuluh darah vena mesenterica atau pembuluh darah venakandung kemih dari inang selama siklus hidup bertahun-tahun. Telur membentuk granulomata dan jaringan parut pada organ dimana telur diletakkan. Gejala klinis yang timbul tergantung pada jumlah dan letak telur pada tubuh manusia sebagai inang. Schistosoma mansoni dan S. japonicum gejala utamanya adalah pada hati dan saluran pencernaan dengan gejala-gejala seperti diare, sakit perut da pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegaly); pada S. haemotobium gejala klinis pada saluran kencing, seperti dysuria, sering kencing dan kencing darah pada akhir kencing.
Akibat patologis terpenting adalah komplikasi yang timbul dari infeksi kronis berupa pembentukan jaringan fibrosis di hati, hipertensi portal dengan segala akibatnya dan mungkin saja diikuti dengan timbulnya keganasan pada colon dan rectum; obstruksi uropati, yang mendorong terjadinya infeksi oleh bakteri, kemandulan dan juga kemungkinan timbul kanker kandung kemih pada schistosomiasis saluran kencing.
Telur dari ketiga jenis Schistosoma dapat diletakkan pada daerah diluar usus, seperti otak, sumsum tulang belakang, kulit, pelvis dan di daerah vulvovaginal. Larva schistosoma tertentu pada burung dan hewan menyusui dapat menembus kulit manusia dan mangakibatkan penyakit kulit (dermatitis), yang dikenal sebagai “Swimmer’s itch”; jenis ini tidak bisa berkembang pada manusia. Infeksi jenis ini bisa ditemukan diantara para perenang di danau dibanyak tempat di dunia, termasuk Great lakes di Amerika Utara dan di pesisir pantai tertentu di
California. Namun apa yang disebut dengan “sea bather’s eruption” merupakan pruritic dermatitis yang sering muncul sehabis memakai baju renang (sering terjadi diantara perenang di pantai Florida Selatan, Karibia dan Long Island dan New York) ternyata hal itu disebabkan oleh larva dari beberapa spesies ubur-ubur.
Diagnosa pasti schistosomiasis tergantung dari ditemukannya telur dibawah mikroskop pada preparat hapus langsung atau preparat hapus tebal Kato dari spesimen urin dengan filtrasi nuclearpore atau dari spesimen biopsi. Filtrasi nuclearpore pada urin biasanya digunakan pada infeksi S. haematobium. Test immunology yang bermanfaat untuk menegakkan diagnosa antara lain analisis immunoblot, test precipitin, IFA dan ELISA dengan antigen telur dan cacing dewasa dan RIA dengan antigen telur yang sudah dimurnikan atau dengan antigen cacing dewasa; hasil positif pada test serologis sebagai bukti adanya infeksi sebelumnya dan tidak membuktikan infeksi yang sedang berlangsung.
2. Penyebab Penyakit
Schistisoma mansoni, S. haematobium dan S. japonicum merupakan spesies utama yang menyebabkan penyakit pada manusia. S. mekongi, S. malayensis, S. mattheei dan S. intercalatum, hanya sebagai penyebab penyakit di daerah tertentu.
3. Distribusi penyakit
S. mansoni ditemukan di Afrika (termasuk Madagaskar); Semenanjung Arab; Brazil; Suriname dan Venezuela di Amerika Selatan dan di beberapa kepulauan Karibia.
S. haematobium ditemukan di Afrika termasuk Madagaskar dan Mauritius dan Timur Tengah.
S. japonicum ditemukan di Cina, Taiwan, Philipna dan Sulawesi (Indonesia); Jepang (tidak ada kasus baru yang ditemukan sejak tahun 1978 setelah program pemberantasan secara intensif).
S. Mekongi ditemukan pada daerah aliran Sungai Mekong di Laos, kamboja dan Thailand.
S. intercalatum ditemukan di beberapa bagian Afrika Barat, termasuk Kamerun, Republik Afrika Tengah, Chad, gabon, Sao Tome dan Kongo. S. mattheei ditemukan di Afrika Selatan.
S. malayensis hanya dikenal dari Semenanjung Malayia. Tidak ada satupun dari jenis spesies ini yang ditemukan di Amerika Utara.
4. Reservoir
Manusia merupakan reservoir utama untuk S. haematobium, S. intercalatum dan S. mansoni. Manusia, anjing, kucing, babi, ternak sapi, kerbau air, kuda dan binatang pengerat liar merupakan hospes potensial dari S. Japonicum; gambaran epidemiologis relatif berbeda pada daerah yang berbeda. S. malayensis merupakan parasit rodentia yang terkadang menginfeksi manusia.
Secara epidemiologis bertahannya siklus parasit tergantung adanya keong yang tepat
berperan sebagai inang antara, contohnya spesies dari genus : Biomphalaria untuk S. mansoni
Bulinus untuk S. haematobium, S. intercalatum dan S, matteei Oncomelania untuk S. japonicum
Neotricula untuk S. mekongi dan Robertsiella untuk S. malayensis 5. Cara-cara penularan
Infeksi didapat melalui air yang mengandung bentuk larva yang berenang bebas (serkaria) yang sebelumnya berkembang di tubuh keong. Telur S. haematobium dikeluarkan dari tubuh mamalia, umumnya melalui urin, sedangkan spesies lain melalui feces. Telur menetas di air dan melepaskan larva (mirasidium) memasuki tubuh keong air tawar yang cocok sebagai inang.
Setelah beberapa minggu, serkaria muncul dari keong dan menembus kulit manusia, biasanya ketika orang sedang bekerja,berenang atau melintasi air, serkaria kemudian memasuki aliran darah, dibawa ke pembuluh darah paru
berpindah ke hati, berkembang menjadi matang dan migrasi ke pembuluh darah vena di rongga perut.
Bentuk dewasa cacing S. mansoni, S. japonicum, S. mekongi, S. mattheei dan S. intercalatum biasanya tinggal di vena mesenterika; S. haematobium biasanya berpindah melalui anastomosis dari vena dan sampai pada plexus dari kandung kemih. Telur cacing diletakkan pada venulae dan kemudian lepas masuk ke rongga usus besar, kandung kemih atau organ lain termasuk hati dan paru-paru.
6. Masa inkubasi
Gejala sistemik akut (Demam Katayama) dapat terjadi pada infeksi primer 2 – 6 minggu setelah terpajan, yaitu sebelum atau pada saat telur diletakkan. Gejala umum akut jarang terjadi tetapi dapat saja timbul pada infeksi S. haematobium. 7. Masa penularan
Tidak terjadi penularan dari orang ke orang, namun orang yang menderita schistosomiasis kronis menyebarkan infeksi dengan dikeluarkannya telur bersama urin atau feces kedalam badan air, orang ini tetap menular selama mereka terus mengeluarkan telur; orang yang terinfeksi oleh S. mansoni dan S. haematobium masa penularan bertahan sampai lebih dari 10 tahun. Keong yang terinfeksi akan melepaskan serkaria selama keong itu hidup, yaitu dari beberapa minggu sampai dengan tiga bulan.
8. Kerentanan dan kekebalan
Semua orang rentan terhadap infeksi, terbentuknya kekebalan sebagai akibat dari infeksitidak diketahui dengan jelas
9. Cara-cara pemberantasan A. Cara-cara pencegahan
Memberi penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis tentang cara-cara penularan dan cara-cara pemberantasan penyakit ini.
Buang air besar dam buang air kecil dijamban yang saniter agar telur cacing tidakmencapai badan-badan air tawar yang mengandung keong sebagai inang antara. Pengawasan terhadap hewan yang terinfeksi S. japonicum perlu dilakukan tetapi biasanya tidak praktis.
Memperbaiki cara-cara irigasi dan pertanian; mengurangi habitat keong dengan membersihkan badan-badan air dari vegetasi atau dengan mengeringkan dan mengalirkan air
Memberantas tempat perindukan keong dengan moluskisida (biaya yang tersedia mungkin terbatas untuk penggunaan moluskisida ini)
Untuk mencegah pemajanan dengan air yang terkontaminasi (contoh : gunakan sepatu bot karet). Untuk mengurangi penetrasi serkaria setelah terpajan dengan air yang terkontaminsai dalam waktu singkat atau secara tidak sengaja yaitu kulit yang basah dengan air yang diduga terinfeksi dikeringkan segera dengan handuk. Bisa juga dengan mengoleskan alkohol 70% segera pada kulit untuk membunuh serkaria.
Persediaan air minum, air untuk mandi dan mencuci pakaian hendaknya diambil dari sumber yang bebas serkaria atau air yang sudah diberi obat untuk membunuh serkariannya. Cara yang efektif untuk membunuh serkaria yaitu air diberi iodine atau chlorine atau dengan menggunakan kertas saring. Membiarkan air selama 48– 72 jam sebelum digunakan juga dianggap efektif.
Obati penderita di daerah endemis dengan praziquantel untuk mencegah penyakit berlanjut dan mengurangi penularan dengan mengurangi pelepasan telur oleh cacing.
Para wisatawan yang mengunjungi daerah endemis harus diberitahu akan risiko penularan dan cara pencegahan
B. Penanganan penderita, kontak dan lingkungn sekitarnya
Laporan ke instansi kesehatan setempat: Di daerah endemis tertentu di kebanyakan negara, bukan merupakan penyakit yang harus dilaporkan, kelas 3C (lihat pelaporan penyakit menular)
disinfeksi serentak: Buang air besar dan buang air kecil dijamban yang saniter.
Karantina: Tidak ada.
Pemberian imunisasi: Tidak ada.
Investigasi kontak dan sumber infeksi : cari kontak untuk kemungkinan infeksi “common source”. Penemuan sumber penularan merupakan upaya yang harus dilakukan bersama masyarakat (lihat 9C, di bawah)
Pengobatan spesifik : Praziquantel (Biltricide®) adalah pilihan untuk semua spesies. Obat alternatif adalah oxamniquine untuk S. mansoni dan metrifonate untuk S. haematobium.
C. Upaya penanggulangan wabah
Cari dan temukan semua penderita schistosomiasis dan obati seluruh penduduk yang terinfeksi terutama mereka yang mengeluarkan telur dalam jumlah sedang dan banyak; berikan perhatian khusus kepada anak-anak.
Sediakan air bersih, beri peringatan kepada masyarakat untuk tidak kontak dengan air yang kemungkinan besar terkontaminasi serkaria dan cegah pencemaran air. Di daerah dengan tingkat kepadatan populasi keong yang tinggi, lakukan upaya pemberantasan dengan menggunakan moluskisida.
D. Implikasi bencana: Tidak ada
E. Tindakan Internasional :