• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN KOTA DAN TRANSPORTASI KASUS KOTA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERENCANAAN KOTA DAN TRANSPORTASI KASUS KOTA MEDAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN KOTA DAN TRANSPORTASI

KASUS KOTA MEDAN

Moehammed Nawawiy Loebis

*)

, Wahyu Abdillah

**) *) Staf Pengajar Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik USU

**) Staf Pengajar Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik USU Abstrak

Masalah transportasi umumnya selalu disederhanakan sehingga sering dilihat hanya sebagai kurangnya luasan jalan dan jumlah angkutan, sehingga penyelesaian yang diusulkan umumnya adalah menambah ruas dan melebarkan jalan serta menambah armada angkutan. Sehingga saat penambahan tersebut menjadi padat kembali maka usulannya adalah kembali menambah, sehingga menjadi proses yang tak kunjung selesai yang berarti permasalahannya juga tidak pernah selesai. Sedang setiap ulangan penambahan yang dilakukan akan juga melipat gandakan biaya yang diperlukan sehingga akhirnya melampaui kesanggupan pemerintah kota. Makalah ini akan menjelaskan bahwa transportasi tidak dapat dipisahkan dari masalah perkotaan yang sangat kompleks dan menyangkut semua faktor kehidupan baik sosial, ekonomi, fisik, dan engineering, yang pananganannya harus serentak dan bersinergi.

Kata-kata kunci: Perencanaan kota, Transportasi

1. Pendahuluan

Untuk sekedar mendapatkan gambaran tentang kompleksitas permasalahan transportasi, penulis menyajikan beberapa ilustrasi berikut:

1.1 Ilustrasi Pertama

Jaultop Siputar-putar adalah imigran baru di Kota Medan yang datang dari pegunungan menyusul pamannya yang mendahuluinya hijrah dari kampung halaman dan bekerja di sektor transportasi modern yaitu sebagai supir taksi. Untuk kehidupan di kota metropolitan, sang paman mendidik Jaultop menjadi supir, berikut kebiasaan yang sering dilakukannya sehari-hari, pada setiap lampu merah sang paman selalu menambah laju kendaraannya agar tidak tertahan dalam antrian, meskipun tidak lupa mengajarkan bahwa pada saat lampu merah seyogianya mereka berhenti. Tidak lama kemudian, Jaultop dipercayakan mengendarai sendiri taksi untuk mengantar penumpang, hanya saja setiap penumpang yang menumpang taksinya selalu heran karena pada saat lampu hijau malah Jaultop menginjak rem dengan tiba-tiba sehingga kendaraannya selalu berhenti, ketika penumpang menanyakan apakah sang supir tidak mengerti bahwa kendaraan seyogianya melaju pada lampu hijau, Jaultop menjawab dengan ringan bahwa dia tahu tetapi khawatir sang paman akan melaju karena kebiasaannya melanggar lampu merah.

1.2 Ilustrasi Kedua

Karena banyaknya pelanggaran lampu merah oleh pengguna lalu lintas, maka alat pengatur lalu lintas modern ini terpaksa dijaga oleh polisi lalu lintas, demi untuk menegakkan peraturan yang berlaku terutama penggunaan lampu lalu lintas. Hanya saja seringkali bapak polisi ini berdiri di tempat yang tersembunyi, sehingga banyak pengguna lalu lintas yang harus berdamai dengan pak polisi sesudah ditangkap. terutama pengendara mobil dan sepeda motor. Tetapi anehnya becak terutama becak dayung selalu dibiarkan lewat.

1.3 Ilustrasi Ketiga

Seorang pakar transportasi menawarkan jasa kepada Pak Wali Kota untuk membuat pengaturan lalu lintas dengan menggunakan statistik dan matematik serta model-model transportasi supaya antrian tidak lama dan agar kendaraan yang lewat selalu mendapatkan lampu hijau seperti yang telah dilihat dan dipelajari pakar tersebut di negara maju. Karena tertarik maka sang pakar ditugaskan dengan imbalan biaya yang cukup besar, meskipun sebagian harus didonasikan kepada teman-teman pimpinan proyek. Akhirnya studi tersebut selesai dan dicoba dilaksanakan, namun hasilnya tidak seperti yang diharapkan oleh semua orang, karena kemacetan tetap saja berlangsung seperti biasanya. Tentu dengan ketiga ilustrasi tersebut kita dengan mudah menjawab di mana kesalahannya.

2. Disiplin Transportasi

Dari uraian di atas terlihat bahwa disiplin transportasi meliputi disiplin yang sangat luas, dan menyangkut berbagai disiplin ilmu yang harus dipertimbangkan bagi keberhasilan rencana

(2)

maupun kebijaksanaan yang akan diambil dalam menyelesaikan masalah transportasi antara lain adalah sebagai berikut; hukum, perundang-undangan, dan peraturan lalu lintas, ekonomi transportasi yang masuk dalam cabang ilmu ekonomi, town and country planning, highway engineering, transportation and traffict engineering, mechanical engineering menyangkut kendaraan, electrical engineering, kedokteran yang berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas, sosiologi dan budaya, geografi transportasi, statistik, dan permodelan.

3. Permasalahan Transportasi

Permasalahan transportasi sesuai dengan uraian di atas merupakan masalah yang sangat kompleks yang tidak dapat dilihat secara terpisah dan sepotong-sepotong. Setiap daerah memiliki permasalahan yang berbeda dan sangat tergantung pada lokalitas dan geografi dari daerah yang bersangkutan. Menurut survai yang dilakukan oleh asosiasi pabrik mobil Jepang, terdapat 837 juta kendaraan di jalan raya di seluruh dunia menyebabkan permasalahan bagi lingkungan maupun masyarakat seperti polusi, global warming, biaya sosial, dan ekonomi akibat kecelakaan dan kemacetan lalu lintas yang kronis. Untuk itu diperlukan “Environmental Sustainability Transport (EBS)” sistem salah satu di antaranya adalah mengembangkan kendaraan generasi baru yang menggunakan teknologi tinggi seperti “fuel cell” .Selanjutnya untuk negara maju seperti Jepang, Jerman, dan Perancis yang sudah memiliki kereta api cepat dengan kelajuan sekitar 300 km/jam adalah mengurangi suara, getaran, dan tekanan udara di sekitar kendaraan ini saat melaju, konservasi energi serta meningkatkan kecepatannya seperti yang telah diuji coba oleh Spanyol sampai mencapai 350 km/jam.

Hampir di seluruh negara di dunia memiliki fenomena pertumbuhan kota yang berlebihan yang terbatas hanya beberapa kota, termasuk negara berkembang. Sebagai konsekuensi pemusatan kekuasaan dan politik hanya di pusat negara yang diikuti oleh konsentrasi uang maka ibu kota negara di negara berkembang telah tumbuh berlebihan sehingga menimbulkan masalah kepadatan penduduk yang sangat tinggi, transportasi, serta infrastruktur lainnya. Perluasan kota dan perbaikan transportasi

serta infrastruktur yang dimaksud untuk menyelesaikan masalah tersebut justru telah membuka peluang bagi pendatang tambahan yang akan menambah konsentrasi penduduk dan membuat permasalahan semakin rumit. Secara analogi, konsentrasi yang demikian juga terjadi di kota-kota kedua seperti Medan. Sangat diharapkan, otonomi yang akan mendelegasikan kekuasaan dan politik serta keuangan akan mengurangi tekanan ke ibu kota negara dan menghidupkan daerah kabupaten dan kota. Permasalahan transportasi menurut pemerintah Kota Medan sudah demikian krusialnya sehingga sudah saatnya ditangani secara serius. Namun dari sudut pandang tersebut jelas terlihat, bahwa pemerintah daerah masih melihat masalah transportasi sebagai masalah yang terpisah dari masalah perkotaan yang lain seperti disajikan pada Tabel 3.1 Permasalahan Kota Medan.

Sejalan dengan konsep berpikir yang menyederhanakan masalah transportasi seperti di atas, panitia seminar seolah telah mengarahkan kajian dan topik seminar terhadap penyelesaian masalah transportasi dengan penggunaan sistem transportasi yang handal dan terpadu, karena transportasi memegang peranan penting dalam pembangunan kota sebagai urat nadi kegiatan sosial ekonomi masyarakat. seperti selanjutnya dikutip sebagai berikut:

Berbagai persoalan perkotaan yang dihadapi saat ini maupun masa depan, juga sangat terikat dengan sistem transportasi yang terbangun, termasuk upaya mendorong percepatan pembangunan wilayah kota, sangat dibutuhkan koridor transportasi terpadu, untuk meningkatkan perekonomian wilayah tersebut.

Sebagai kota orde I nasional, Kota Medan sebenarnya memiliki sistem transportasi yang cukup lengkap meliputi seluruh matra pergerakan (darat, laut, udara) dan hampir seluruh jenis moda. Namun harus diakui masih belum merata secara sosial (maksudnya melayani seluruh lapisan masyarakat: penulis), adakalanya muncul kesan diskriminasi pelayanan transportasi.

Peningkatan sarana transportasi dan peningkatan kebutuhan pergerakan orang dan barang secara umum, sering berbenturan dengan kemampuan pengembangan sarana dan prasarana transportasi. Peningkatan jumlah kendaraan tidak seimbang dengan kemampuan pengembangan jaringan jalan. Berbagai pengamat berpendapat untuk mengatasi berbagai masalah transportasi di kota ini dibutuhkan interkoneksi dan peningkatan kualitas pelayanan moda angkutan umum massal, monorel, kereta api dalam kota, dan lain-lain. Hal ini akan dicoba dikupas, dalam diskusi yang bersifat interaktif tersebut.

(3)

Tabel 3.1: Permasalahan Kota Medan

No Masalah Uraian Permasalahan Kendala Alternatif Solusi Program

1. Tata Ruang • Rencana tara ruang masih mengacu pada RIK (Rencana Induk Kota) 1974

• Bentuk kota tidak ideal sehingga kawasan utara dan selatan saja yang eksis • Keberadaan Bandara

Polonia

• Kawasan industri di luar wilayah Kota Medan yang berada di pinggir Kota Medan • Daerah konservasi di

selatan kota berkembang jadi permukiman. • Ruang terbuka hijau

paru-paru kota terbatas • Peruntukan lahan tidak relevan dengan kebutuhan. • Aksebilitas

utara-selatan sulit dan menggangu pelayanan administrasi. • Terbatasnya jaringan jalan • Pertumbuhan bangunan arah vertikal terbatas sehingga berkembang horizontal • Kurang menarik

bagi investor “high

rise building” • Limbah industri mencemari lingkungan • Daerah konservasi di selatan tidak berfungsi dan menimbulkan banjir. • Sungai sebagai

sumber air minum tercemar akibat limbah.

• Permukiman liar di sepanjang DAS dan jalur kereta api.

• Keterbatasan ruang terbuka, tempat bermain dan taman.

• Revisi RUTR (Rencana Umum Tata ruang) yang komprehensif dengan RUTR Provinsi • Perluasan wilayah Kota • Memindahkan lokasi Industri dipinggiran kota kekawasan industri yang tersedia. • Menjaga koefisien dasar bangunan. • Relokasi Pemukiman Liar • Membuat Penghijauan di atas gedung dan bangunan • Penataan menuju Kota Metropolitan • Studi kebutuhan luas kota Metropolitan • Dukungan Dana oleh Pemerintah Pusat • Tidak memperpanjan g ijin industri di luar kawasan industri. • Mengendalikan Pembangunan di daerah Selatan . • Membangun rumah murah bagi masyarakat miskin. • Diterapkan dalam satu peraturan yang tegas

2 Fungsi Kota Medan

sebagai Pusat: • Pemerintah Sumatera Utara • Pelayanan sosial Ekonomi • Perkantoran • Pariwisata • Pendidikan Tinggi • Pintu gerbang ekspor

impor • Dinamistor dan lokomotif bagi pertumbuhan Hinterland • Batas Administrasi

kota tidak tegas karena didasarkan pada riwayat tanah Perkebunan masa lalu • Aspirisasi penduduk

pinggiran Kab. Deli

• Sulit membangun kota karena keterbatasan lahan menuju kota Metropolitan • Penduduk pinggiran tidak terlayani karena jauh ke pusat kota pemerintah Kab. Deli Serdang. • Timbul kawasan kumuh mengganggu keamanan. • Adanya kantong-kantong daerah Kab. Deli Serdang dalam wilayah Kota Medan. • Tambahan lahan Perkotaan • Penyatuan wilayah pinggiran ke Kota Medan. • Penyedian fasilitas sarana dan prasarana • Batas administrative yang jelas dan tegas.

• Dukungan dari Pemerintah Deli Serdang dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara bagi perluasan kawasan kota Medan

(4)

Serdang untuk menjadi warga Kota Medan.

Lanjutan…

3 Manajemen

Lalu Lintas • Permasalahan Ruas

• Permasalahan Simpang • On street parking • Manuver angkutan umum • Angkutan campuran (mix traffic) • Kurangnya lebar ruas jalan • Lokasi pemberhentian angkutan umum • Simpang kurang diatur • Pangkalan becak • Pengaturan setting lampu • Geometric persimpangan tidak menguntungkan. • Optimasi jumlah armada angkutan umum dengan pertukaran jumlah/sudako dengan bus sedang • Penataan lokasi parkir • Optimasi trayek agr tidak tumpang tindih

• Pembuatan/ penerapan lajur atau jalur khusus bus atau kenderaan tidak bermotor • Perbaikan geometric Persimpangan • Setting lampu

lalu lintas sesuai dengan tingkat pertumbuhan lalu lintas • Manajemen lalu lintas, dukungan transportasi terhadap perbaikan tata guna lahan secara komperhensip dan terkendali

Sumber: Diolah dari makalah Walikota Medan pada Seminar yang diadakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Medan di Garuda Plaza tanggal 19 Oktober 2002.

Berbagai porsoalan makro dan mikro lainnya, yang menjadi isu Medan sebagai kota metropolitan, di bidang transportasi, merupakan motivasi kuat bagi panitia, untuk mengajak pemerhati dan pemangku kepentingan di bidang transportasi, mencari solusi tepat mewujudkan sistem transportasi yang handal, modern, terpadu yang mendukung kebutuhan pelayanan transportasi bagi seluruh warga kota, yang berarti tak ada diskriminasi pelayanan transportasi, atau dengan kata lain “transportasi untuk semua”.

4. Perencanaan dan Transportasi Kota

Medan

Medan memiliki luas Wilayah sekitar 26.510 ha, yang secara administratif berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang di bagian barat, timur dan selatan, serta Selat Malakadibagian utara.

Hinterland Medan merupakan daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam sedang Selat Malaka adalah salah satu jalur lalu lintas laut paling sibuk di dunia. sehingga kedua potensi alam tersebut ikut mempengaruhi perkembangan fisik Kota Medan dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik. Jumlah

penduduk tetap diperkirakan sekitar 2 juta jiwa, dan jumlah penduduk tidak tetap sekitar 3 juta jiwa (Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 dengan pertumbuhan sekitar 1,17% per tahun). Dengan konsentrasi penduduk yang demikian maka seyogianya tersedia sumber tenaga kerja yang besar yang sekaligus merupakan potensi pemasaran potensial. Pada tahun 2001, PDRB Kota Medan adalah sebesar Rp 14,2 Triliun sedang income per kapita penduduk adalah sebesar Rp 7.378.159 di mana pertumbuhan ekonomi sebesar 3,5% sedang inflasi mencapai 15,5% dengan pertumbuhan penduduk sebesar 1,17% per tahun.

5. Perencanaan Kota Medan

Perencanaan kota modern telah dilaksanakan oleh Belanda untuk pertama kali tahun 1930 di Polonia; yang kedua dilaksanakan oleh pemerintah daerah tahun 1974. Rentang waktu perencanaan kota yang dibuat tahun 1974 adalah 20-30 tahun dan telah dimodifikasi tahun 1991 tetapi tidak sempat dibuat sebagai peraturan daerah yang mengikat. Tujuan utama dari perencanaan kota ini adalah memperbaiki kualitas hidup penduduk kota

(5)

dengan jalan menyediakan lapangan pekerjaan, fasilitas, dan utilitas kota yang lebih baik. Di samping itu, Medan diharapkan befungsi sebagai pusat pengembangan wilayah Sumatera Utara dan bagian barat Indonesia dengan kata lain akan dijadikan sebagai salah satu kutub pertumbuhan.

6. Konsep Perencanaan

Konsep perencanaan kota Medan 1974 pada prinsipnya merujuk pada “central place theory” yang dikemukakan oleh Christaller pada tahun 1933 berdasarkan asumsi bahwa kota akan berfungsi sebagai pusat (central place) pelayananan dan kehidupan bagi daerah pinggiran di sekitarnya (The Countryside/ Hinterland), yang terbentuk karena pencapaiannya yang mudah dari segala sisi karena terletak di tengah.

Christaller mengatakan bahwa asumsi ini diperoleh dan dikembangkan berdasarkan pendapat Gradman (1916), yang menyatakan peran yang menonjol dari sebuah kota adalah menjadi pusat dari daerah pedesaan di sekitarnya, menjadi mediator perdagangan lokal dengan dunia luar, mengumpulkan dan mengekspor produksi lokal, mengimpor dan mendistribusikan barang dan jasa yang diperlukan oleh pedesaan di sekitarnya.

Peran dan sentralitas yang dimiliki oleh sebuah kota tidak ditentukan oleh jumlah penduduknya, yang dimaksud dengan sentralitas dalam hal ini adalah tingkat pelayanan yang diberikan kepada daerah tangkapannya yang diukur dengan jumlah barang dan jasa yang dapat ditawarkan. Terdapat variasi kualitas dan kuantitas serta perbedaan tingkat dari barang dan jasa yang ditawarkan, beberapa di antaranya mahal dan pembeliannya jarang dan memerlukan jumlah populasi yang besar untuk menjamin jumlah pembeliannya; jenis yang lain diperlukan sehari-hari dan hanya menunutut jumlah populasi yang kecil untuk mempertahankan keberadaannya.

Dari karakter barang tersebut timbul dua konsep. Yang pertama, jumlah ambang penduduk minimal yang diperlukan untuk mendukung penjualan barang atau pelayanan tertentu sehingga penawarannya bertahan, dalam istilah ekonomi permintaan minimum agar supply barang tersebut dapat dipertahankan. Jika penduduk pendukungnya kurang dari batas minimum tersebut maka barang tersebut tidak dapat lagi disediakan. Yang kedua, rentang jangkauan atas sebuah barang dan pelayanan, yaitu jarak maksimum yang akan ditempuh oleh penduduk untuk dapat membelinya di tempat yang memiliki sentralitas, jika lebih jauh dari jarak tersebut maka kenikmatan berperjalanan dari segi waktu, biaya dan kesulitan yang timbul akan melebihi nilai dan tingkat keperluan dari barang yang akan dibeli, dengan kata lain tidak akan terjadi pembelian.

Rujukan lain dari rencana Kota Medan 1974 adalah konsep Garden City dari Howard yang memusatkan perhatian pada pembagian (de-concentration), sehingga Kota Medan kemudian dibagi menjadi enam satelit yang berdekatan. Konsep tersebut diperjelas lagi kemudian pada perencanaan Medan yang lebih luas yang mencakup Medan, Binjai dan Deli Serdang pada tahun 1993. Menurut Howard keuntungan dari kota dan kehidupan di dalamnya dapat ditingkatkan secara maksimal dan kerugian yang ditimbulkannya dapat dibuat minimal jika pembangunannya didasarkan pada koperasi serta besarnya kota tersebut dibatasi hanya sampai 32.000 penduduk. Penduduk ini akan menggantungkan dirinya pada makanan dan sumber daya alam dari tanah pertanian yang ada di sekelilingnya, mereka akan membuat sendiri pelayanan dan industri yang integral dengan jalur transportasi yang secara rasional telah direncanakan sebelumnya. Jika diperlukan perluasan, tidak diizinkan mengembang-tumbuhkan kota yang sudah ada, atau memperluas pinggirannya tetapi membuat kota satelit baru yang serupa besarnya pada jarak yang optimal untuk tidak saling mengganggu. Pada praktiknya prinsip perencanaan kota tersebut selalu menyimpang dan dikhianati (flouted and deceptive).

The garden cities akhirnya diterjemahkan sebagai kota pinggiran yang dilengkapi dengan taman, dengan kepadatan penduduk yang rendah, direncanakan dengan baik, dan pada umumnya ditempati golongan penduduk kelas menengah dan sangat tergantung pada kota induk yang sudah ada sebelumnya sehingga akhirnya telah menciptakan kota yang sudah ada sampai terlalu luas sampai melewati batas toleransi.

Dekonsentrasi Kota Medan dalam Konteks Kebijakan Anti-kota

Dalam usaha mengatasi konsentrasi dan pertumbuhan penduduk yang begitu tinggi di kawasan inti kota yang telah menyebabkan berbagai macam masalah genting maka perencanaan kota 1974 memberikan rekomendasi agar Medan dibagi menjadi sub-region tiga yang terdiri dari Belawan, koridor Medan-Belawan, dan Medan yang ketiga region ini selanjutnya dibagi lagi menjadi tujuh sub-sub region di mana salah satu di antaranya menjadi pusat kota. Setiap sub-sub region akan mengakomodasi penduduk sebesar 60.000 sampai 120.000 populasi yang kemudian dipecah-pecah lagi menjadi neighborhood yang dihuni oleh 5.000 sampai 10.000 orang.

Kawasan Belawan dan koridor Belawan- Medan akan dipacu pertumbuhannya agar tekanan pada pusat kota dapat dikurangi. Daerah industri dikonsentrasikan di dua daerah, industri menengah dan kecil di distrik Maryland dan industri berat di

(6)

distrik Titipapan dan Timbang Deli. Kecuali zoning, rencana kota Medan 1974 tidak memperinci lebih lanjut dengan floor area ratio, building set back, building coverage, ruang terbuka dan pola-pola jalan sekunder, namun seleruhnya dapat dinegoisasi dan diubah antara pemerintahan legislatif dan para pengusaha pemilik modal tanpa memperhitungkan kemaslahatan rakyat banyak. Hampir dapat dikatakan perencanaan ini hanya alat untuk membuat negoisasi agar dapat diubah kembali.

7. Pola Jalan dan Transportasi

Sejalan dengan rekomendasi desentralisasi dan dalam usaha membuat sistem transportasi di dalam kota maka dikembangkan sistem jalan melingkar sebanyak tiga lapis, masing masing jalan lingkar dalam, tengah dan luar, jalan lingkar ini kemudian dihubungkan oleh beberapa jalan radial yang bergerak dari pinggiran sampai ke inti kota. Dengan pola jalan seperti itu, paling tidak terdapat tiga keuntungan yang diharapkan, yang pertama, perkembangan kota dan perumahan akan berkembang merata tidak hanya di satu daerah, dan yang kedua, lalu lintas yang langsung dari pinggiran ke pinggiran yang lain tidak lagi harus melewati kota dan yang ketiga, kemudahan pencapaian ke segala arah akan lebih mudah.

8.

Kota Medan dalam Konteks

Mebidang Metropolitan Area (MMA)

Kota Medan dinyatakan berfungsi sebagai kota Orde I menurut RSTP Provinsi Sumatera Utara. Selain memiliki arti ekonomi, fungsi itu memberi juga arti sosial, teknologi, dan fisik. Jika pemenuhan fungsi itu tak tertampug secara fisik oleh Kota Medan saja, maka diperlukan pemikiran membagi beban fungsi kepada kota-kota di sekitarnya yang langsung berhubungan. Inilah salah satu pengertian dari perkotaan “metropolitan”.

Selanjutnya disebutkan strategi ini pada jangka menengah digunakan untuk menghadapi segitiga pertumbuhan Medan-Penang-Phuket dan AFTA yang memerlukan segera penetapan strategi-strategi investasi di Mebidang dalam rangka usaha mengambil manfaat sebesar-besarnya dari kerjasama negara-negara ASEAN ini.

9. Tujuan dan Strategi MMA

Tujuan metropolitan Mebidang ini dapat dicapai dengan selalu mengupayakan perbaikan, perluasan, dan peningkatan pada komponen-kompnen terpentingnya, yaitu; pertama, pencapaian pasar internasional dan nasional oleh produk MMA. Kedua, pembinaan sumber daya manusia (penduduk) MMA. Ketiga, pemupukan dan penarikan modal bagi investasi ke MMA. Keempat,

peningkatan efisiensi pemanfaatan sarana dan prasarana kekotaan, dan terakhir, pengembangan sumber daya alam MMA secara lestari. Dasar Penyusunan Prioritas Pengembangan MMA.

Strategi demikian itu dalam praktiknya berarti mengadopsi suatu sistem prioritas pengembangan perkotaan dengan tekanan yang berbeda dari waktu ke waktu, jadi bukan “frontal attack”.

Pada masa-masa permulaan ditekankan peningkatan sumber daya manusia, pemanfaatan sumber daya alam dengan tetap menjaga kelestariannya, dan peningkatan efisiensi pemanfaatan prasarana dan sarana. Sedangkan usaha pencapaian pasar internasional maupun pemupukan modal akan menjadi arah bagi kegiatan tersebut, dengan memperhatikan “comparative advantage” yang dimiliki. Pada jangka menengah akan ditekankan peningkatan usaha-usaha pencapaian pasar internasional dan pemupukan modal di dalam MMA, bertumpu pada hasil-hasil fase pertama dan dengan tujuan semakin meningkatkan sumber daya manusia dan sumber daya alam domestik. Untuk jangka panjang, ditekankan usaha integrasi, di mana peningkatan sumber daya manusia, sumber daya alam, dan investasi prasarana/sarana, keseluruhannya diintegrasikan dengan pencapaian pasar internasional dan pemupukan ketersediaan modal di MMA. Dengan kata lain, membina mekanisme pertumbuhan kehidupan perkotaan metropolitan yang sehat dan mandiri.

10. Skenario

Perkembangan

Ruang

Kota dan Kawasan MMA

Peta “Strategi Pengembangan Kawasan Perkotaan Mebidang” menggambarkan pokok-pokok skenario perkembangan yang terpilih dari 8 opsi yang ada, yakni yang dianggap paling mungkin terlaksana menuju tahun 2008. Tercatat acuan khusus kepada UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, terutama Pasal 8 ayat 3, yang mendasari kewajiban dan kewenangan pihak provinsi daerah tingkat I untuk menetapkan rencana umum yang bersifat antar-daerah dan integratif semacam itu yang digambarkan sebagai berikut:

1. Pusat-Pusat Pertumbuhan

Sejumlah studi di tahun 1980-an menunjuk pentingnya mengurangi tekanan urbanisasi ke Kota Medan dengan menyediakan alternatif pusat-pusat pertumbuhan di dalam kota MMA. Meskipun ternyata pada beberapa tahun terakhir ini pertumbuhan pusat Kota Medan meningkat dengan tajam.

2. Pokok-Pokok Strategi Pemanfaatan

Kawasan Strategis Regional

Wilayah Mebidang untuk waktu yang cukup lama di masa depan diarahkan tetap mampu mendukung kombinasi dua macam kehidupan

(7)

perkotaan: perkotaan yang padat dan pertanian yang berlandaskan lahan ekstensif. Alasan utama, perlu memetik hasil investasi sistem irigasi Sungai Percut dan Sungai Ular yang beroperasi di bagian timur laut MMA; tingginya nilai ekonomis, sosial, dan historis dari perkebunan; dan munculnya keperluan menjaga kelestarian lingkungan serta optimasi penggunaan sumber daya air. Perlu diberlakukan kebijaksanaan positif, termasuk alokasi penduduk kepada tiap pusat pertumbuhan, yang sesungguhnya kota mandiri. Yaitu, arahan

alokasi menggantikan projeksi trend. Alasan

utama, perlunya pemerataan sasaran pembangunan, yang selama dekade terakhir justru mengakibatkan Kota Medan menjadi berdaya tarik semakin besar. Dapat dikatakan kini Medan sudah “over invested”, relatif jika dibandingkan dengan permukiman sekitarnya.

3. Daya Dukung Lahan Potensial Urban

Sebagai akibat dari strategi di atas, maka dari sudut semata-mata daya dukung lahan potensial urban diketahui bahwa Pancur Batu dan Deli Tua sebaiknya tidak dijadikan perkotaan padat c.q. pusat pertumbuhan. Sedangkan Lubuk Pakam menjadi pusat kota secara terbatas, karena limitasi daya dukungnya. Kota Binjai, Tanjung Morawa, dan Simpang Sunggal ternyata surplus daya dukung urban yang jauh lebih besar dari semua perkiraan. Demikian pula Batang Kuis/Serdang di sebelah timur laut, serta Belawan dan Labuhan di Kota Medan, menyediakan potensi kelebihan daya dukung yang cukup besar. Semua lokasi itu, dengan kombinasi investasi yang tepat dapat dikembangkan sebagai kota mandiri atau pusat pertumbuhan.

4. Pembentukan Kota-Kota Mandiri

Direkomendasikan suatu komposisi perkotaan di Mebidang yang terdiri dari 9 (sembilan) Kota Mandiri. Wataknya, berperan sebagai pusat-pusat pertumbuhan yang sengaja direncanakan untuk saling melengkapi. Lokasi kesembilan Kota Mandiri ini menentukan wujud keseluruhan pola pembangunan perkotaan yang dikehendaki di MMA. Setiap kota akan tumbuh dan didorong tumbuh menjadi permukiman yang secara ekonomis dan sosial tidaklah terlalu tergantung kepada Medan Kota Inti. Dengan penyiapan sumber daya lahan secara dini pada tingkat investasi yang pantas (mungkin investasi yang pertama diperlukan hanya suatu bentuk Perda/ketentuan hukum pasti tentang peruntukan lahan bagi perkotaan ini), serentak dapat diciptakan suatu kondisi penawaran dan permintaan (supply and demand) lahan permukiman kota yang berimbang di seluruh Mebidang. Harga tanah akan mengikut harga pasar yang wajar, sehingga penyiapan prasarana dasar seperti air bersih, kemudian listrik dan

telekomunikasi, serta jaringan transpor ke segenap pintu Mebidang, ke simpul angkutan regional, dan ke Medan Kota Inti sendiri, dapat diperhitungkan secara wajar.

Dengan demikian, kumpulan kota-kota mandiri ini akan benar-benar mampu menyerap sebagian besar dari potensi pertumbuhan urbanisasi yang jika dibiarkan, akan selalu mengarah ke Medan Kota Inti.

Setiap pusat pertumbuhan atau Kota Mandiri itu akan memiliki kombinasi pembangunan industri, perumahan, pusat komersial, dan pusat jasa, beserta dengan pelayanan umum yang baik.

11. Evaluasi terhadap Perencanaan dan

Transportasi Kota Medan

Rencana Induk Kota tahun 1974 telah diberlakukan selama kurang lebih 30 tahun dan telah dicoba direvisi pada tahun 1991 dan 1995, namun rekomendasi yang diusulkan dalam rencana tersebut belum satupun yang dapat dilaksanakan sepenuhnya, dan kota berkembang secara alamiah tanpa kendali.

Kemungkinan penyebabnya adalah sebagai berikut; pertama, rencana tersebut didasarkan pada prinsip perencanaan Barat yang memerlukan beberapa prakondisi untuk mendukung keberhasilannya, seperti adanya kontrol yang ketat dari masyarakat dan adanya partisipasi masyarakat pada tingkat tertentu yang sulit diperoleh di negara-negara Asia sehingga penyimpangan mudah dilakukan oleh para elite politik. Yang kedua, kemandirian dan kemampuan pemerintah daerah untuk mencari dana bagi pelaksanaan rencana, dengan kata lain prioritas dan dana pembangunan lebih banyak ditentukan oleh pemerintahan di atasnya sebelum era reformasi dan ditentukan oleh swasta pada pasca-reformasi. Yang ketiga, perencanaan 1974 tidak mempertimbangkan preferensi dari penduduk sehingga tidak didukung, di samping lemahnya hukum dan tidak jelasnya petunjuk detail “urban guideline” pembangunan kota. Sehingga, pembangunan makin terkonsentrasi di tengah kota yang kemudian dipenuhi oleh gedung bertingkat di samping membusuknya bagian tengah kota karena timbulnya perumahan kumuh untuk menampung golongan bawah agar mereka mudah mencapai konsentrasi pembangunan di tengah kota.

Rencana tata guna tanah yang direkomen-dasikan oleh RIK tidak pernah terwujud, sedang pusat-pusat pertumbuhan tidak kunjung terbentuk. Ditambah lagi, kontrol perkembangan kota seperti distribusi penduduk dalam bentuk kepadatan penduduk (population density), kepadatan bangunan (building density), koefisien dasar bangunan (building coverage), koefisien lantai bangunan (floor area ratio), dan sempadan (set back).

(8)

Sebagai konsekuensinya, maka penyediaan infrastruktur sangat menyulitkan, termasuk air, listrik, telepon, dan akses jalan. Sebagai contoh, kompleks pertokoan yang tadinya penggunaannya untuk kawasan komersial yang hanya digunakan untuk siang hari telah digunakan sebagai tempat tinggal yang padat, sehingga menyebabkan terciptanya traffic tambahan dari dan keluar rumah, serta tuntutan tambahan air, listrik, dan telepon, dengan demikian besaran pipa distribusi air, lebar jalan, serta besaran kabel listrik dan telepon tidak sesuai lagi dengan rencana, sehingga memerlukan tambahan.

Pembangunan perumahan serta pusat-pusat perbelanjaan tidak dilakukan secara komprehensif menghasilkan ”trip-generation” dan ”trip distribution” di luar perhitungan, sehingga memerlukan penyesuaian di luar rencana. Perubahan yang sukar diramalkan seperti ini akan menyebabkan biaya tinggi yang akan merugikan seluruh ”stakeholder”.

12. Penyelesaian Masalah Transportasi

Dari pengalaman kota-kota besar lainnya di Indonesia serta berpedoman kepada PAD setiap daerah dan tingkat sumber daya manusia yang ada di daerah maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah kota tidak akan sanggup membiayai transportasi umum yang layak untuk penduduk dalam dekade sekarang. Sehingga sangat diharapkan investasi dari pihak swasta untuk transportasi terutama untuk monorel dan kereta api dalam kota, meskipun biaya operasi kedua moda transportasi ini lebih murah tetapi biaya investasinya sangat tinggi, dengan demikian tarifnya selalu lebih tinggi pada awal pengoperasiannya untuk mempercepat pengem-balian investasinya (Malaysia menetapkan tarif sekitar Rp 1.500/km, bandingkan dengan tarif angkutan kota sejenis Sudako dengan jarak terjauh sekitar 10 km), untuk itu pihak swasta menuntut adanya pengembalian modal yang aman dan dapat diramalkan yang didukung oleh kebijakan yang jelas dan tegas. Di samping itu pendapatan penduduk (income per capita) harus cukup tinggi untuk dapat membayar tarif angkutan yang memadai, karena tidak akan ada investor yang bersedia mensubsidi biaya angkutan kecuali pemerintah, dan pemerintah pun akan rugi kalau terus-terusan mensubsidi penduduk.

Bagi yang menentukan dan merekomendasikan jenis dan moda transportasi yang akan digunakan untuk mengatasi permasalahan transportasi di Kota Medan perlu lebih dahulu memastikan beberapa hal berikut; pertama, memastikan skenario perencanaan kota yang yang akan ditempuh, serta keterkaitannya dengan rencana yang lebih luas seperti dengan MMA, kedua, menyusun land use yang disepakati

oleh stakeholder dan memperoleh partisipasi aktif dari seluruh penduduk kota dengan mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi Kota Medan, ketiga, menyusun metode kontrol penggunaan dalam bentuk kepadatan penduduk (population density), kepadatan bangunan (building density), koefisien dasar bangunan (building coverage), koefisien lantai bangunan (floor area ratio), dan sempadan (set back). Keempat, dengan demikian, Origin and Destination pengguna jasa transportasi, Trip Generation dan Trip Distribution dapat diramalkan dengan tepat, kelima, menentukan jenis moda transportasi bersama-sama dengan seluruh stakeholder.

Dengan demikian, setiap penduduk, termasuk investor memperoleh kepastian hukum atas segala investasi yang yang akan dilakukannya. Bila skenario dekonsentrasi yang dipilih tentu angkutan massa seperti angkutan cepat jarak jauh (Mass Urban Rapid Transit System) diperlukan untuk mendukungnya. Jika ini yang ditentukan tentu konsentrasi bangunan tinggi terutama perumahan padat atau apartemen dalam kota harus dikurangi.

Kesimpulan

Untuk mewujudkan tujuan seminar, yaitu membahas persoalan makro dan mikro, demi untuk menunjang visi Kota Medan menjadi kota metropolitan, dan mencari solusi yang tepat mewujudkan sistem transportasi yang handal, modern, terpadu dan terjangkau yang akan mendukung kebutuhan pelayanan transportasi bagi seluruh warga kota tanpa diskriminasi, masih diperlukan kajian yang lebih mendalam dari berbagai disiplin ilmu dan antar-sektoral yang harus dilakukan secara intensif dengan melibatkan seluruh stakeholder.

Daftar Pustaka

Asia Pasific Perspective ”Branding Japan, Japanese Creative Genius Goes Global, Vol. 3 No. 6 Oktober 2005.

Kerangka Acuan Seminar yang disampaikan oleh Panitia Seminar.

Carter and Harold, The Study Urban Geography Third Edition 1981 ditentukan oleh Edward London.

Makalah Walokota Medan pada Seminar Pembangunan Kota Medan yang diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiah di Garuda Plaza tanggal 19 Oktober 2002.

Review Urban Development Strategy for Mebidang Metropolitan Area Toward Year 2009 (RUDS-MMA) Juni 1993. Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara.

Gambar

Tabel 3.1: Permasalahan Kota Medan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan metode Tube Dilution Test untuk membuktikan pengaruh ekstrak infusa tanaman sangket (Basilicum

Penelitian ini telah menghasilkan sistem informasi eksekutif yang dapat memberikan informasi jumlah pengguna kartu kredit berdasarkan wilayah, jenis kartu kredit

FAKTOR PENGHAMBAT PENCAPAIAN INDEKS PRESTASI PADA MAHASISWA KEBIDANAN DIII SEMESTER VI DI STIKES ‘AISYIYAH.. YOGYAKARTA TAHUN

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh peneliti dari hasil jawaban responden dengan menyebarkan kuesioner kepada responden atau

Penelitian struktur dan komposisi pohon serta karbon tersimpan di Deleng Macik Kawasan Tahura Bukit Barisan Sumatera Utara telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai Oktober

Berikut adalah contoh manfaat ilmu Fisika tentang materi dan perubahannya, cahaya, magnet, dan udara dalam kehidupan sehari-hari

Penelitian ini di latarbelakangi oleh keinginan penulis untuk memberikan sebuah pembelajaran arransemen musik Drum Band pada lagu Bangun Pemudi Pemuda dan Maju Tak Gentar di SD N