• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gagal Nafas Ppt

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gagal Nafas Ppt"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

GAGAL NAFAS

Pembimbing : dr. Tunggul Hutapea, sp.P

disusun oleh :

Sandriolahdisa

Syarifah Nur Ezzati

Eka Putra Anto

▸ Baca selengkapnya: perbedaan pola nafas dan gangguan pertukaran gas

(2)

Definisi

Gagal nafas adalah suatu sindrom dimana paru

tidak mampu menjalankan fungsi utamanya

sebagai pengatur pertukaran gas yang adekuat

selama istirahat ataupun saat beraktifitas yang

menyebabkan terjadinya hipoksemia bersamaan

dengan atau tanpa hiperkarbia

Campbell mendefinisikan gagal nafas sebagai

suatu kejadian dimana PaO

2

<8 kPa (60mmHg) dan

PaCO

2

>6.5 kPa (49 mmHg).

1

(3)

Etiologi

1.Obstruksi

saluran napas

Crush Injury

Cidera

benturan

PPOK

asma

Benda asing ,

tumor

2.Kelainan

dinding dada

kifoskoliosis

(4)

3.Kelainan

pada

Parenkim

Paru

• Fibrosis • Emfisema • Pneumonia • Reseksi paru • Pneumothora x • Atelectasis • NRDS/ARDS

4.Ganggua

n pada

pusat

kontrol

nafas

• Pemakaian obat-obatan depressan SSP • Cedera kepala • Cedera cerebrovas cular • Hipoventila si alveolar primer

5.Gangguan

pada otot

respirasi

6.Gangguan

Medula

Spinalis

7.Cidera

saraf perifer

8.

Lain-lain

• Emboli paru • Edema paru • Penyakit jantung kongenital sianotik

(5)

Klasifikasi gagal nafas

1. Gagal Nafas Tipe 1 (hipoksemia)

PaO2 kurang dari atau sama dengan 60 mmHg,SaO2

rendah kurang dari 90 %, namun PaCO2 dapat normal

45 mmHg atau kurang. Jadi mekanisme primer pada

tipe kegagalan ini adalah mekanismeoksigenasi yang

tidak adekuat atau hipoksemia.

A. Fraksi oksigen inspirasi rendah

Konsentrasi O2 alveolar (PaO2) akan jatuh jika konsentrasi O2 yang terinspirasi (FIO2) jatuh,

sebagaimana ditentukan oleh persamaan gas alveolar .Hal ini dapat disebabkan oleh administrasi sengaja gas hipoksia, terlepasnya sirkuit pernafasan selama ventilasi mekanik, atau peningkatan ruang mati dan penghirupan kembali gas ekspirasi.

(6)

B. Tekanan udara rendah

Jika tekanan udara (Pb) jatuh (misalnya pada ketinggian

tinggi), O2 tekanan parsial terinspirasi (PIO2) jatuh dan

PaO2 akan jatuh, sebagaimana ditentukan oleh

persamaan gas alveolar . Pada 3000 m, PIO2 adalah

13,3 kPa (100 mmHg) dan PaO2 adalah 6.7 kPa (50

mmHg).

C. Hipoventilasi Alveolar

Hipoventilasi harus parah menyebabkan hipoksia pada

pasien dengan paru-paru normal. Sebagai persamaan

gas alveolar menunjukkan, bagaimanapun, untuk setiap

kenaikan unit PaCO2, PaO2 akan jatuh dengan jumlah

yang konstan. Persamaan ini juga menunjukkan bahwa

hipoksia akibat hipoventilasi dapat diperbaiki dengan

meningkatkan FIO2.

D. Gangguan difusi

Efisiensi pertukaran gas tergantung pada permukaan

alveoli dengan aliran darah. Penyakit yang melibatkan

permukaan alveoli ini menyebabkan gangguan pada

difusi. Semakin besar solubilitas gas nya, semakin kecil

kemungkinan terjadi defisit difusi. Co2 20 kali lebih

larut pada air dibanding o2 maka dari itu defisit difusi

yang dapat menyebabkan hipoksemia tidak selalu

(7)

E. Right-to-left shunt

Right-to-left shunt terjadi ketika aliran darah vena

pulmonal yang menyuplai oksigen ke alveoli tidak

teroksigenasi. aliran darah ini mengandung saturasi

dari O2 campuran vena. (70-80% pada individu yang

sehat). Darah kemudian bercampur dengan O2 pada

darah yang tidah ter-shunted,ini menyebabkan turun

nya PaO2. Pada orang sehat, shunt berkisar 2% dari

Cardiac Output dikarenakan aliran dari sirkulasi darah

vena dari kiri (arteri) menuju ke Thebesian dan vena

bronkial. Shunt fisiologis ini dapat di toleransi dengan

baik pada orang dengan normal cardiac output.

1,2,3,4,5

(8)

2. Gagal Nafas Tipe 2 (hiperkapnea):

Kegagalan ini menunjukan abnormalitas oksigenasi darah dan ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mengeliminasi

karbondioksida.Pada tipe ini PaO2 60 mmHg atau kurang, sedangkan PaCO2 dapat naik lebih dari 45 mmHg.Dengan demikian,kegagalan tipe 2 merupakan kombinasi retensi CO2 (hiperkapnea) dengan oksigenasi yang tidak adekuat

hipoksemia.

a. Abnormalitas dari Central Respiratori Drive

Berkurangnya Central Respiratory Drive akan menurunkan ventilasi permenit. Hal ini biasanya

dihasilkan oleh efek obat-obatan sedative dan mungkin menjadi lebih buruk akibat interaksi obat yang

mempunyai kerja yang sama, metabolism obat (gagal ginjal / hepar), overdosis obat yang disengaja atau iatrogenic. Penyebab lain termasuk cedera kepala,

peningkatan tekanan intracranial dan infeksi system saraf pusat. Hiperkapnia berat atau hipoksemia dapat juga

menekan pusat pernafasan , dapat mengerah ke

perburukan klinis. Factor-faktor yang menekan pusat pernafasan juga cenderung menekan fungsi serebral secara keseluruhan, memicu terjadi penurunan tingkat kesadaran, ketidakmampuan melindungi jalan nafas dan resiko obstruksi pernafas dan aspirasi pulmonal.

(9)

b. Abnormalitas batang otak

Cedera batang otak akan mempengaruhi persarafan

pada diafragma dan muskulus interkostalis torakalis dan menyebabkan hipoventilasi dan retensi cairan. Kegagalan ventilasi berat akan terjadi bersamaan dengan lesi

batang diatas tempat keluarnya nervus (c3,4,5), karena fungsi diafragma hilang dan ventilasi tergantung dari muskulus aksesorius dari respirasi. Pasien ini akan

memerlukan ventilasi mekanik dalam jangka panjang, meskipun beberapa fungsi batang otak dapat kembali dan otot aksesorius akan berkembang seiringnya waktu. Spasme dan atrofi otot disebabkan oleh penyakit motor neuron yang biasanya menyebabkan kematian dari gagal nafas dan aspirasi dalam waktu 5 tahun. Poliomielitis

merusak anterior (motor) horn cell pada batang otak, saraf-saraf cranial dan bahkan pusat pernafasan.

 

c. Abnormalitas saraf motorik

Meningkatnya polineuropati pada Guillain-Barre sindrom dapat mengarah ke terjadinya kelemahan otot

pernafasan dengan menurunnya kapasitas vital dan peningkatan frekuensi nafas. Pasien dapat mengalami disfungsi bulbar dengan resiko aspirasi. Hipoventilasi dan asidosis respiratorik terjadi secara tiba-tiba dan dapat terjadi respiratori arrest pada pasien karena keparahan dari keadaan mereka yang belum tertangani.

(10)

d. Abnormalitas dari otot

Kelemahan otot disebabkan oleh miopati congenital (misalnya muscular distropi) yang akhirnya akan

mengarah ke kegagalan ventilasi. Myasthenia gravis, sebuah kelainan neuromuscular junction, menyebabkan kelemahan secara menyeluruh, dan kegagalan ventilasi terjadi pada gawat miastenia. Eksaserbasi akut sering dikaitkan dengan infeksi, keadaan lain yang

mengakibatkan gangguan transmisi di neuromuskular

junction juga dapat menyebabkan gagal nafas. Kegagalan mengembalikan blokade neuromuskular secara adekuat pada akhir pembedahan juga menyebabkan ventilasi tidak adekuat.

e. Abnormalitas pada dinding dada (kifoskoliosis)

Mengganggu mekanisme dari ventilasi, ini merupakan faktor risiko terjadinya gagal nafas. Pasien dengan fraktur iga akan mengalami hipoventilasi jika tidak diberikan

analgesik yang adekuat. Hal ini bersamaan dengan menurunnya kemampuan batuk yang disebabkan oleh rasa nyeri akan mengakibatkan retensi sputum dan ini merupakan predisposisi terjadinya pneumonia. Ini akan tereksaserbasi apabila dinding dada tidak stabil

disebabkan oleh segmen yang mengalami trauma atau oleh memar paru yang mendasari. Pnemotoraks,

hemotoraks, dan efusi pleura dapat berakhir kepada kegagalan ventilasi dan oksigenasi.

(11)

f. Abnormalitas jalan nafas dan paru-paru.

Penyakit-penyakit parenkim paru dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyebab gagal nafas tipe 1. Hal ini dapat berlanjut menjadi tipe 2 jika pasien menjadi kelelahan dapat berlanjut menjadi gagal nafas tipe campuran. Meningkatnya dead space akan mengurangi keefektivan ventilasi areolar permenit. Banyak penyakit yang berhubungan dengan

peningkatan dead space ( misalnya emphisema,

embolus pulmonal) dapat menyebabkan hiperkapni, tapi biasanya terdapat kompensasi peningkatan ventilasi

semenit.

g. Peningkatan produksi CO2

Demam, meningkatnya kerja pernafasan, atau intake karbohidrat yang terlalu banyak akan meningkatkan PaCO2 untuk ventilasi permenit dan dapat memicu hiperkapni dan gagal nafas.1,2,4,5

(12)

Gambaran klinis

Hiperkapnia Hipoksemia Somnolen Ansietas Letargi Takikardia Koma Takipnea Asteriks Diaforeses

Tidak dapat tenang Aritmia

Tremor Perubahan status mental

Bicara Kacau Bingung

Sakit kepala Sianosis

Edema papil Hipertensi

  Hipotensi

  Kejang

  Asidosis laktat

(13)

Penatalaksanaan

Gagal nafas hiperkapnia. Karena hiperkapnia

berarti adanya hipoventilasi alveolar, tata laksana

suportif bertujuan memperbaiki ventilasi alveolar

menjadi normal, hingga penyakit dasar dapat

diobati. Kadang-kadang ventilasi alveolar dapat

ditingkatkan dengan mengusahakan tetap

terbukanya jalan nafas yang efektif. Penyedotan

sekret, stimulasi batuk, drainase postural,atau

perkusi dada atau dengan membuat jalan nafas

artifiasl dengan selang endotrakeal atau

(14)

Bronkodilator. Bronkodilator mempengaruhi

langsung terhadap kontraksi otot polos, tetapi

beberapa mempunyai efek tidak langsung

terhadap edema dan inflamasi. Bronkodilator

merupakan terapi utama untuk penyakit paru

obstruktif, tetapi peningkatan resistensi jalan

nafas juga ditemukan pada banyak penyakit paru

lainnya, seperti edema paru, ARDS, dan mungkin

pneumonia.

Agonis Beta-adrenergik / simpatomimetik.

Obat-obat ini lebih efektif bila diberikan dalam bentuk

inhalasi dibandingkan secra parenteral atau oral

(15)

Antikolinergik direkomendasikan terutama untuk

bronkodilatasi pasien dengan bronkitis akut. Pada gagal

nafas, antikolinergik harus selalu digunakan dalam

kombinasi dengan agonis beta-a

Kortikosteroid. Mekanisme kortikosteroid dalam

menurunkan inflamasi jalan nafas tidak diketahui pasti,

tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel inflamasi

telah didemonstrasikan setelah pemberian sistemik dan

topikal.

Ekspektoran dan mukolitik. Obat mukolitik dapat

diberikan langsung pada sekret jalan nafas, terutama

pada pasien dengan ETT. Sedikit (3-5 ml) NaCl 0,9%,

salin hipertonik, dan natrium bikarbonat hipertonik juga

dapat diteteskan sebelum penyedotan (suctioning) dan

bila berhasil akan keluar sekret yang lebih banyak.

(16)

Kesimpulan

Gagal nafas adalah suatu sindrom dimana paru tidak mampu menjalankan fungsi utamanya sebagai pengatur pertukaran gas yang adekuat selama istirahat ataupun saat beraktifitas yang menyebabkan terjadinya hipoksemia bersamaan dengan atau tanpa hiperkarbia.

Klasifikasi gagal nafas yaitu. Gagal Nafas Tipe 1 (hipoksemia). Mekanisme primer pada tipe kegagalan ini adalah

mekanismeoksigenasi yang tidak adekuat atau hipoksemia.

Gagal Nafas Tipe 2 (hiperkapnea): Kegagalan ini menunjukan abnormalitas oksigenasi darah dan ketidakmampuan sistem

pernafasan untuk mengeliminasi karbondioksida.Pada tipe ini PaO2 60 mmHg atau kurang, sedangkan PaCO2 dapat naik lebih dari 45 mmHg.

Gejala hiperkapnia dapat tumpang tindih dengan gejala hipoksemia.

(17)

References

1. Macnee, William. Respiratory Failure. In, Seaton Anthony, Seaton Douglas, Leitch A. Gordon (Editors). Crofton and

Douglas Respiratory Diseases. 5th Edition, Volume 1. 2000.

London: Blackwell Science, Ltd. Pages: 696-714

2. Amin Zulkifli, Purwoto Johanes. Gagal Nafas Akut. Dalam,

Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata Marcellus K, Setiati Siti (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam, Edisi V, Jilid 1. 2010.Jakarta: Interna Publishing. Hlm.

218-226

3. Khilnani* GC, Bammigatti C. Acute Respiratory Failure -

Algorithmic Approach – Diagnosis and Management In, Al

India Institute of Medical Sciences Journals. 2010 New Delhi: Department of Medical of India Institute of Medical Sciences. Page: 547-552

4. Neema, Praveen Kumar. Respiratory Failure. In, Indian Journal of Anaesthesia 47 (5). 2003 New Delhi: Indian Society of

Anaesthesiologist. Page: 360-366

5. Blieux PD.Resiratory failure. In: Ali J, Summer WR, Levitzky MG, editors. Pulmonary Pathophysiology. 2th ed. 2005 New Orleans: The McGraw Hill companies. p. 232-48

6. Roussos C., Koutsoukou A. Respiratory failure. In, European Respiratory Journals 22: Suppl. 47.2003. United Kingdom: ERS Journals, Ltd. Page 3s – 14s.

7. Kreit JW, Rogers RM. Approach to the patient with respiratory

failure. In Shoemaker, Ayres, Grenvik. 1995. Holbrook (Ed) Textbook of Critical Care. WB Saunders, Philadelphia

Referensi

Dokumen terkait

Pasien ini dengan gejala gagal jantung akut disertai dada terasa berat yang mana pada awal diperkirakan suatu NSTEMI dengan edema paru akut diberikan terapi isosorbid dinitrat

menyelesaikan tesis saya yang berjudul “ NT-proBNP Sebagai Parameter.. Awal Untuk Membedakan Sesak Nafas Akibat Gagal

Pengukuran NT-proBNP pada darah ini merupakan tes yang spesifik dan sentitif untuk pasien gagal jantung dengan sesak nafas akut, yaitu membedakan sesak nafas kardiak dan non

Dalam hal ini sesak nafas dapat berupa : exertional dyspnea dimana sesak muncul jika pasien beraktifitas, orthopnea dimana sesak yang muncul berkurang dengan mengambil posisi

Berdasarkan hasil penelitian dengan judul pemahaman perawat tentang pemberian oksigen dan humidifikasi pada pasien dengan gagal nafas yang dilakukan pada 12

Berdasarkan hasil penelitian dengan judul pemahaman perawat tentang pemberian oksigen dan humidifikasi pada pasien dengan gagal nafas yang dilakukan pada 12

Berdasarkan fenomena di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan kelelahan pasien gagal ginjal kronik

Analisa Bivariat Analisa bivariat dalam penelitian ini meneliti pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap frekuensi nafas pada pasien gagal ginjal kronik dengan menggunakan