• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau flour albus (aliran putih) merupakan salah satu bentuk dari vaginal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau flour albus (aliran putih) merupakan salah satu bentuk dari vaginal"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Keputihan 1. Definisi Keputihan

Keputihan yang istilah medisnya disebut leukore (leucorrehoea) atau flour albus (aliran putih) merupakan salah satu bentuk dari vaginal

discharge yaitu cairan yang keluar dari vagina. Keputihan bukan merupakan

penyakit melainkan suatu gejala. Gejala tersebut dapat disebabkan oleh faktor fisiologis maupun patologis. Disebut keputihan bila pengeluaran cairan yang berlebihan namun bukan darah dari vagina. Keputihan bisa terjadi tidak hanya pada perempuan dewasa. Tetapi juga pada bayi, anak-anak, maupun setelah usia lanjut (Dalimartha, 2002, p.1).

Pada vagina wanita dewasa terdapat bakteri yang baik yang disebut dengan basil Doderlein. Dalam keadaan normal, jumlah basil ini cukup dominan dan membuat lingkungan vagina bersifat asam sehingga vagina mempunyai daya proteksi yang cukup kuat. Selain itu vagina juga mengeluarkan sejumlah cairan yang berfungsi untuk melindungi dari infeksi (Indarti, 2005, p.34).

Keputihan merupakan istilah yang lazim digunakan oleh masyarakat untuk menyebut penyakit kandidiasis vaginal yang terjadi pada daerah kewanitaan. Penyakit keputihan merupakan masalah kesehatan yang spesifik pada wanita. Keputihan paling umum disebabkan oleh jamur

(2)

Candida, terutama Candida Albicans yang menginfeksi secara superfisial

atau terlokalisasi. Penyakit ini dalam istilah medis sering kali disebut

kandidiasis vaginal, vulvovaginal candidiasis, atau vaginitis candida albicans (Manan, 2011, p.70-71).

2. Klasifikasi Keputihan

Menurut Kasdu (2008, p.37), keputihan dibedakan menjadi keputihan fisiolgis dan patologis. Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:

a. Keputihan fisologis

Pada daerah sekitar vagina, vagina, dan mulut rahim dilengkapi dengan sel-sel dan kelenjar yang menghasilkan lendir. Lendir ini secara alamiah diperlukan sebagai pelumas. Dalam keadaan normal, lendir ini berwarna jernih, tidak berbau, dan tidak gatal atau pedih. Produksinya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor hormonal, rangsangan birahi, kelelahan fisik dan kejiwaan serta adanya benda asing dalam organ reproduksi. Oleh karena itu lendir ini akan meningkat saat-saat menjelang dan sesudah haid, pada rangsangan birahi dan ibu-ibu yang menggunakan kontrasepsi IUD. Keputihan fisiologis juga dapat ditemukan pada bayi perempuan yang baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari.

b. Keputihan patologis

Keputihan patologis disebut keputihan dengan ciri-ciri jumlahnya banyak, warnanya putih seperti susu basi, kuning atau

(3)

kehijauan, disertai dengan rasa gatal atau pedih, terkadang berbau busuk atau amis. Keputihan menjadi salah satu tanda atau gejala adanya kelainan pada organ reproduksi wanita. Kelainan tersebut dapat berupa infeksi, polip leher rahim, keganasan (tumor dan kanker), serta adanya benda asing. Namun tidak semua infeksi pada saluran reproduksi wanita memberikan gejala keputihan.

3. Ciri-ciri Keputihan Fisiologis dan Patologis

Ciri-ciri keputihan fisiologis dan patologis berdasarkan infeksinya adalah sebagai berikut :

Tabel 2 Ciri-ciri Keputihan Berdasarkan Infeksinya

Tanpa Infeksi

Infeksi Jamur Haemophilus

Vaginalis

Infeksi Trikomonas Infeksi

Flora Campuran

Jumlah Normal Normal/

meningkat

Meningkat Meningkat Meningkat

Warna Putih/

bening

Putih Putih

keabu-abuan Hijau kekuningan dengan gelembung Kekuninga n dengan purulen Bisa berwarna kecokelatan atau terwarnai dengan darah Sifat khas Seperti krim Kental dengan plak

Sangat banyak Berbusa Purulen

atau lengket

Bau Tidak

ada

Tidak ada Sering sangat

menusuk

Agak menusuk Sangat

menusuk

Gejala Tidak

ada

Pruritas yang

nyata

Tidak ada Nyeri dan

kadang-kadang pruritas

Nyeri dan pruritas

Sumber : Manuaba (2002, p.184). Buku Saku Ilmu Kandungan.

4. Penyebab Keputihan

Menurut Ayuningsih, Teviningrum dan Krisnawati (2010, p.28-29), ada sejumlah penyebab keputihan patologis :

a. Perilaku tidak hygienis : air cebok tidak bersih, celana dalam tidak menyerap keringat, penggunaan pembalut yang kurang baik.

(4)

b. Stres sehingga daya tahan tubuh rendah. Terdapat kuman pelindung di dalam vagina yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem vagina. Jika wanita mengalami kondisi yang stress, daya tahan tubuh rendah biasanya menyebabkan cairan ini keluar sedikit lebih banyak. c. Keputihan karena kelelahan dapat terjadi karena karena kuman-kuman

penyebab infeksi yang menyebabkan keasaman daerah sekitar vagina terganggu.

d. Diabetes tidak terkontrol sehingga kadar gula yang tinggi menyebabkan adanya gula dalam urin dan darah dan mengakibatkan bakteri tumbuh subur.

e. Pada saat hamil karena terjadi perubahan hormonal yang salah satu dampaknya adalah peningkatan jumlah produksi cairan dan penurunan keasaman vagina.

f. Pemakaian pil KB karena keseimbangan hormon terpengaruh dan terjadi ketidakseimbangan pH.

g. Alergi pada benda-benda yang dimasukkan secara sengaja atau tidak ke dalam vagina misalnya tampon, obat atau alat kontrasepsi, rambut kemaluan, serta benang dari selimut, celana dan lainnya.

h. Luka, misalnya : tusukan, benturan, tekanan atau iritasi yang berlangsung lama.

i. Infeksi yang dipicu oleh bakteri, kuman, atau parasit.

j. Penggunaan antibiotik yang berlebihan : ini menyebabkan populasi bakteri di daerah vagina ikut mati. Bila bakteri mati, jamur akan tumbuh

(5)

subur. Kebiasaan menggunakan produk pencuci kewanitaan yang umumnya bersifat alkalis juga menurunkan keasaman daerah vagina.

Sedangkan menurut Dalimartha (2002, p.3-10), penyebab keputihan sangat bervariasi. Berikut ini beberapa penyebab yang bisa menimbulkan gejala keputihan :

a. Infeksi

Keputihan karena infeksi dapat disebabkan oleh beberapa jenis jasad renik yaitu bakteri, jamur, parasit, dan virus.

1) Bakteri (kuman)

a) Gonococcus

Ada beberapa macam bakteri golongan coccus. Salah satunya Neisseria Gonorrhea, suatu bakteri yang dilihat dengan mikroskop tampak diplokok (berbentuk biji) intraseluler dan ekstraseluler, bersifat tahan asam dan bersifat “gram negatif”. Bakteri ini menyebabkan penyakit akibat hubungan seksual (PHS/PMS/STD) yang paling sering ditemukan yaitu gonore. Pada laki-laki, penyakit ini menyebabkan kencing nanah. Sedangkan pada perempuan menyababkan keputihan (Dalimartha, 2002, p.4).

b) Chlamydia Trachomatis

Bakteri ini sudah lebih dahulu dikenal sebagai penyebab penyakit mata yang disebut trakoma, namun ternyata bisa juga ditemukan dalam cairan vagina yang menyebabkan penyakit uretritis non-spesifik (non-gonore). Keputihan yang ditimbulkan

(6)

bakteri ini tidak begitu banyak dan lebih encer bila dibandingkan dengan gonore. Namun, bila infeksinya terjadi bersamaan dengan bakteri gonococcus, bisa menyebabkan peradangan panggul yang berat, kemandulan, hingga kehamilan diluar kandungan (Dalimartha, 2002, p.4-5).

c) Gardnerella Vaginalis

Bakteri ini sering ditemukan dalam vagina, maka kerap dianggap sebagai bagian dari jasad renik normal. Peradangan yang ditimbulkan oleh bakteri ini disebut vaginosis bakterial. Keputihan yang timbul warnanya putih keruh keabu-abuan, agak lengket dan berbau amis seperti ikan, disertai rasa gatal dan panas pada vagina. Sering kali infeksi ini tanpa gejala (Dalimartha, 2002, p.5).

2) Jamur Candida

Candida merupakan penghuni normal rongga mulut. Usus besar dan vagina. Bila jamur Candida di vagina terdapat dalam jumlah banyak, dapat menyebabkan keputihan yang dinamakan kandidosis

vaginalis. Kira-kira 40% keputihan disebabkan oleh jamur Candida,

paling sering spesies albicans. Jamur ini bisa menyerang semua umur, mulai dari bayi, dewasa, hingga usia lanjut. Namun perempuan di usia subur lebih sering terkena jamur ini. Suasana asam vagina yang berubah menjadi basa memudahkan terjadinya infeksi dengan jamur candida karena pertumbuhannya menjadi lebih cepat. Beberapa faktor

(7)

juga dapat mempermudah seseorang terinfeksi jamur ini, seperti saat haid, hamil, minum antibiotika dalam jangka waktu lama, kontrasepsi oral (pil KB), obat kortikosteroid, dan penyakit kencing manis (diabetes mellitus) (Dalimartha, 2002, p.5).

3) Parasit

Banyak parasit yang bisa hidup ditubuh manusia. Satu diantaranya protozoa dari kelas Mastigophora yang bernama

Trichomonas Vaginalis. Parasit ini hidup dalam vagina dan uretra baik

pada laki-laki maupun perempuan. Penyakit ini menimbulkan penyakit yang dinamakan Trichomoniasis. Kira-kira 15% keluhan keputihan disebabkan oleh parasit ini. Penularannya sebagian besar melalui senggama. Infeksi akut akibat parasit ini meyebabkan keputihan yang ditandai oleh banyaknya keluar cairan yang encer, berwarna kuning kehijauan, berbuih menyerupai air sabun, dan baunya apek. Meskipun sudah dibilas air cairan ini tetap keluar. Keputihan akibat parasit ini tidak begitu gatal, namun vagina tampak merah, nyeri bila kencing. Kadang-kadang terlihat bintik-bintik perdarahan seperti buah stroberi. Bila keputihan sangat banyak bisa timbul iritasi di lipat paha dan sekitar bibir kemaluan. Pada infeksi yang telah menjadi kronis, cairan yang keluar biasanya telah berkurang dan warnanya menjadi abu-abu atau hijau muda sampai kuning (Dalimartha, 2002, p.6-7).

(8)

4) Virus

Keputihan akibat infeksi virus sering disebabkan oleh Virus

Herpes Simplex (VHS) tipe-2 dan Human Papilloma Virus (HPV).

Infeksi HPV telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis, dan vulva. Sedangkan HPV tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping. HPV dapat menimbulkan penyakit kondiloma akuminata yang disebut juga genital warts, kutil kelamin, veneral warts, atau jengger ayam (Dalimartha, 2002, p.7-8).

b. Benda Asing dalam Vagina

Benda asing dalam vagina akan merangsang produksi cairan berlebihan. Pada anak-anak benda asing dalam vagina dapat berupa biji-bijian atau kotoran yang berasal dari tanah. Pada wanita dewasa benda asing bisa berupa tampon, kondom yang berada di dalam akibat lepas saat melakukan senggama, cincin pesarium yang dipasang pada penderita hernia organ kandungan (prolaps uteri), atau adanya alat kontrsepsi dalam rahim (IUD) pada perempuan yang ber-KB spiral (Dalimartha, 2002, p.8).

c. Penyakit Organ Kandungan

Keputihan juga bisa timbul bila ada penyakit di organ kandungan, misalnya peradangan, tumor, atau pun kanker. Pada tumor misalnya papilloma, sering menyebabkan keluarnya cairan encer, jernih dan tidak berbau. Pada kanker rahim atau kanker leher rahim (serviks),

(9)

cairan yang keluar bisa banyak dan disertai bau busuk dan kadang disertai darah (Dalimartha, 2002, p.9).

d. Penyakit Menahun atau Kelelahan Kronis

Kelelahan, kurang darah (anemia), sakit yang telah berlangsung lama, perasaan cemas, kurang gizi, usia lanjut, terlalu lama berdiri di lingkungan yang panas, peranakan turun (prolaps uteri), dan dorongan seks yang tidak terpuaskan, dapat menimbulkan keputihan. Keputihan juga berhubungan dengan keadaan lain seperti penyakit kencing manis (diabetes mellitus), kehamilan, memakai kontrasepsi yang mengandung estrogen-progesteron seperti pil KB atau memakai obat steroid jangka panjang (Dalimartha, 2002, p.9).

e. Gangguan Keseimbangan Hormon

Hormon estrogen diperlukan untuk menjaga keasaman vagina. Kehidupan Lactobacilli Doderlein, dan ketebalan (proliferasi) sel epitel skuamosa vagina sehingga membran mukosa vagina membentuk barier terhadap invasi bakteri. Dengan demikian tidak mudah terkena infeksi. Hal-hal di atas bisa terjadi karena sel epitel vagina yang menebal banyak mengandung glikogen. Lactobacilli doderlein yang dalam keadaan normal hidup di vagina akan memanfaatkan glikogen tadi selama pertumbuhannya dan hasil metabolismenya akan menghasilkan asam laktat. Timbulnya suasana asam akibat asam laktat, akan menyuburkan pertumbuhan Lactobacilli dan Corrinebacteria acidogenetic, tetapi mencegah pertumbuhan bakteri lainnya. Proses ini akan mempertahankan

(10)

vagina yang dalam keadaan normal memang bersifat asam yaitu sekitar 3,5 - 4,5. Keluarnya cairan lendir rahim (mukus seviks) sehingga vagina tidak terasa kering juga dipengaruhi oleh stimulasi estrogen (Dalimartha, 2002, p.9).

f. Fistel di Vagina

Terbentuknya fistel (saluran patologis) yang menghubungkan vagina dengan kandung kencing atau usus, bisa terjadi akibat cacat bawaan, cidera persalinan, kanker, atau akibat penyinaran pada pengobatan kanker serviks. Kelainan ini akan menyebabkan timbulnya cairan di vagina yang bercampur feses atau air kencing. Biasanya bisa dikenali karena bau dan warnanya (Dalimartha, 2002, p.10).

5. Pencegahan

Pencegahan keputihan tergantung penyebabnya. Di bawah ini beberapa hal yang perlu diperhatikan supaya terhindar dari keputihan (Ayuningsih, Teviningrum dan Krisnawati, 2010, p.31-32) :

a. Selalu menjaga kebersihan diri, terutama kebersihan alat kelamin. Bersihkan rambut vagina atau pubis yang terlampau tebal, karena dapat menjadi tempat sembunyi kuman.

b. Cara membilas harus dilakukan dengan benar, yaitu dengan gerakan dari depan ke belakang. Cuci dengan air bersih setiap buang air dan mandi. Selalu jaga vagina dalam keadaan kering.

c. Hindari suasana vagina yang lembab berkepanjangan. Ini bisa karena memakai celana dalam yang basah, jarang diganti dan tidak menyerap

(11)

keringat. Kenakan celana dalam dari bahan katun yang menyerap keringat. Pemakaian celana jeans terlalu ketat juga meningkatkan kelembapan daerah vagina. Ganti tampon atau panty liner pada waktunya.

d. Tidak membiasakan memakai bedak/talk di sekitar vagina, tisu harum, atau tisu toilet. Ini akan membuat vagina kerap teriritasi.

e. Perhatikan kebersihan lingkungan. Bersihkan bak mandi, ember, gayung, tangki air, dan bibir kloset dengan antiseptik untuk menghindari menjamurnya kuman.

f. Setia kepada pasangan merupakan langkah awal menghindari keputihan akibat infeksi yang menular melalui hubungan seks.

g. Keputihan dapat dicegah dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan olahraga.

h. Hindari makanan yang terlalu banyak mengandung tepung dan gula. 6. Pengobatan

Menurut Ayuningsih, Teviningrum dan Krisnawati (2010, p.26), pengobatan untuk keputihan meliputi :

a. Jika keputihan masih ringan, bisa menggunakan sabun atau larutan antiseptik khusus pembilas vagina seperlunya. Penggunaan berlebihan justru akan mematikan flora normal dan mengganggu keasaman vagina. Konsultasi ke dokter, sehingga akan diperoleh cara pengobatan paling tepat untuk mengatasi gangguan keputihan patologis dan infeksi sesuai dengan penyebabnya. Jenis obat dapat berupa sediaan oral berupa tablet

(12)

atau kapsul, topical seperti krim yang dioleskan, dan uvula yang dimasukkan langsung ke dalam liang vagina. Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual, terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan untuk tidak berhubungan seksual selama pengobatan.

b. Bagi yang sudah berkeluarga, lakukan pemeriksaan bersama pasangan. Jika masih belum sembuh juga, lakukan uji resistensi obat dan mengganti dengan obat yang lain. Ada kemungkinan bahwa kuman ternyata resisten terhadap obat yang diberikan.

c. Bagi penderita yang sudah menikah, apalagi berusia lebih dari 5 tahun, lakukan pap smear. Idealnya pap smear dilakukan setahun sekali.

d. Jika positif terkena virus, bisa dilanjutkan dengan pemeriksaan mulut rahim. Sebagai penunjang dilakukan pula tes urin dan tes darah.

B. Konsep Dasar Remaja 1. Pengertian

Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata lain yaitu

adolescere (kata bendanya), adolescentia yang berarti remaja atau dimana

mempunyai arti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Bangsa primitif, demikian pula orang-orang jaman purbakala, memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan, anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini,

(13)

mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, nd, p.206).

Dalam islam, secara etimologi, kalimat remaja berasal dari

murahaqoh, kata kerjanya adalah raahaqo yang berarti al-iqrirab (dekat).

Secara terminologi, berarti mendekati kematangan baik secara fisik, akal, dan jiwa serta sosial. Permulaan adolescence tidak berarti telah sempurnanya kematangan, karena di hadapan adolescence, dari 7-10 ada tahun-tahun untuk menyempurnakan kematangan (Al-Mighwar, 2006, p. 55-56).

Remaja adalah individu antara umur 10-19 tahun. Istilah yang lebih luas “kaum remaja” meliputi umur 15-24 tahun (Prawirohardjo, 2005, p.318).

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi, psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah masa peralihan dan masa anak ke masa dewasa (Widyastuti, dkk, 2009, p.11).

2. Batasan Usia

Menurut Soetjiningsih (2004, p.2), batasan usia remaja awal adalah 11-13 tahun, masa remaja pertengahan adalah 14-16 tahun, sedangkan masa remaja lanjut adalah 17-20 tahun.

Rentangan usia remaja berada dalam usia 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi laki-laki. Jika dibagi

(14)

atas remaja awal dan akhir, remaja awal berada dalam usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun, dan remaja akhir dalam rentangan usia 17/18 tahun sampai 21/22 tahun. Adapun periode sebelum masa remaja ini disebut sebagai ambang pintu masa remaja atau sering disebut sebagai periode pubertas (Al-Mighwar, 2006, p.62).

Menurut WHO batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun. Sedangkan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan BKKBN adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum menikah (Widyastuti, dkk, 2009, p.11).

3. Karakteristik Remaja

Menurut Arya (2003), karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja terbagi menjadi 3 macam, antara lain :

a. Transisi biologis, yaitu pertumbuhan dan perkembangan fisik.

b. Transisi kognitif, yaitu perkembangan kognitif remaja pada lingkungan sosial dan juga proses sosio emosional.

c. Transisi sosial, yaitu hubungan dengan orang tua, teman sebaya serta masyarakat sekitar.

C. Konsep Dasar Pendidikan Kesehatan 1. Definisi Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis, dimana perubahan tersebut bukan sekedar proses transfer materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat

(15)

prosedur, akan tetapi perubahan tersebut terjadi karena adanya kesadaran dari dalam diri individu, kelompok, atau masyarakat sendiri (Mubarak dan Chayatin, 2009, p.358).

2. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Tujuan utama pendidikan kesehatan (Mubarak dan Chayatin, 2009, p.358) adalah :

a. Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri.

b. Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar. c. Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan taraf

hidup sehat dan sejahtera masyarakat.

Sedangkan tujuan dari pendidikan kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 maupun WHO dalam Mubarak (2009, p.358) adalah meningkatkan kemampuan masyarakat; baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun secara sosial, pendidikan kesehatan disemua program kesehatan; baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi, lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya.

3. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Menurut Mubarak dan Chayatin (2009, p.359), ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, yaitu :

a. Dimensi sasaran

(16)

2) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.

3) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas. b. Dimensi Pelaksana

Pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat, dengan sendirinya sasarannya berbeda pula, misalnya :

1) Pendidikan kesehatan di sekolah, dengan sasaran murid.

2) Pendidikan kesehatan di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, dengan sasaran pasien dan keluarga pasien.

3) Pendidikan kesehatan di tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan.

c. Dimensi Tingkat Pelayanan Kesehatan

Pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) menurut Leavel dan Clark, yaitu sebagai berikut :

1) Peningkatan kesehatan (Health Promontion)

Peningkatan status kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan seperti pendidikan kesehatan (health

education), penyuluhan kesehatan, pengadaan rumah sakit, konsultasi

perkawinan, pendidikan seks, pengendalian lingkungan, dan lain-lain. 2) Perlindungan umum dan khusus (General and Specific Protection)

Perlindungan umum dan khusus merupakan usaha kesehatan untuk memberikan perlindungan secara khusus atau umum kepada seseorang atau masyarakat. Bentuk perlindungan tersebut

(17)

seperti imunisasi dan hygiene perseorangan, perlindungan diri dari kecelakaan, kesehatan kerja, pengendalian sumber-sumber pencemaran, dan lain-lain.

3) Pembatasan kecacatan (Disability Limitation)

Kekurangan pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit sering membuat masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan cacat atau ketidakmampuan. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan juga diperlukan pada tahap ini dalam bentuk penyempurnaan dan intensifikasi terapi lanjutan, pencegahan komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan, penurunan beban sosial penderita, dan lain-lain. 4) Rahabilitasi (rehabilitation)

Setelah sembuh dari penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi cacat. Untuk memulihkan cacatnya tersebut diperlukan latihan-latihan tertentu. Oleh karena itu, kurangnya pengertian dan kesadaran membuat masyarakat tidak mau atau segan melakukan latihan-latihan yang dianjurkan. Di samping itu, orang cacat karena penyakit kadang-kadang malu untuk kembali ke masyarakat. Masyarakat sering tidak mau menerima mereka sebagai anggota masyarakat yang normal. Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan tidak hanya diperlukan untuk orang yang cacat tetapi juga untuk masyarakat.

(18)

D. Konsep Dasar Perilaku 1. Definisi perilaku

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadarai maupun tidak (Wawan dan Dewi, 2010, p.48).

Menurut Notoatmodjo (2010, p.43) perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau mahluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari segi biologis semua mahluk hidup termasuk binatang dan manusia, mempunyai aktivitas masing-masing. Manusia adalah sebagai salah satu mahluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang sangat luas, sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain : berjalan-jalan, berbicara, bekerja, menulis, membaca, berpikir dan seterusnya. Secara singkat aktivitas manusia tersebut dikelompokkan menjadi 2, yakni : aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain dan aktivitas-aktivitas yang tidak diamati oleh orang lain (dari luar).

Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi dalam Notoatmodjo (2010, p.43) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus  Organisme  Respons, sehingga teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” (stimulus-organisme-respons). Selanjutnya, teori Skiner menjelaskan adanya dua jenis respons, yaitu :

(19)

a. Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Respon-dent

respons juga mencakup perilaku emosional.

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau

reinforce, karena berfungsi untuk memperkuat respons.

Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Perilaku tertutup (Corvert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati oleh orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable behavior” atau “convert behavior” yang dapat diukur dari pengetahuan dan sikap.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable behavior”.

(20)

2. Faktor-faktor perilaku

Menurut Notoatmodjo (2010, p.45) perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni : stimulus merupakan faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal), dan respons merupakan faktor dari diri dalam diri orang yang bersangkutan (faktor internal). Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non-fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang itu merespons stimulus dari luar adalah : perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, dan sebagainya.

3. Perilaku kesehatan

Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010, p.46) perilaku kesehatan (health behavior) adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati

(unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan bila sakit atau terkena masalah kesehatan.

Menurut Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007, p.139) perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan.

(21)

4. Determinan perilaku kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2003, p.13-18) dalam bidang perilaku kesehatan, ada 3 teori yang sering menjadi acuan dalam penelitian-penelitian kesehatan masyarakat. Ketiga teori tersebut adalah :

a. Teori Lawrence Green

Green membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan, yakni behavior factors (faktor perilaku), dan non-behavior

factors atau faktor non-perilaku. Faktor perilaku tersebut telah ditentukan

oleh 3 faktor utama, yaitu:

1) Faktor-faktor predisposisi (pre disposing faktors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain, pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya. Dalam hal ini pendidikan kesehatan ditujukan untuk menggugah kesadaran, memberikan atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun masyarakat. Bentuk pendidikan ini antara lain : penyuluhan kesehatan, pameran kesehatan, iklan-iklan layanan kesehatan, spanduk, billboard, dan sebagainya.

2) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) adalah faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor pemungkin merupakan sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan. Pemberian fasilitas ini dimungkinkan

(22)

hanya sebagai percontohan (pilot project). Prinsip pendidikan kesehatan dalam kondisi ini adalah give a man to fish, but not give a

man a fish (memberikan pancingnya untuk memperoleh ikan, bukan

memberikan ikannya). Bentuk pendidikan yang sesuai dengan prinsip ini antara lain : Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat (PPM), upaya peningkatan pendapatan keluarga (incoming

generating), bimbingan koperasi, dan sebagainya, yang memungkinkan tersedianya polindes, pos obat desa, dana sehat, dan sebagainya.

3) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Karena faktor ini menyangkut sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma) dan tokoh agama (toga), serta petugas termasuk petugas kesehatan, maka pendidikan kesehatan yang paling tepat adalah dalam bentuk pelatihan-pelatihan bagi toga, toma, dan petugas kesehatan sendiri b. Teori Snehandu B. Karr

Karr mengidentifikasi adanya 5 determinan perilaku, yaitu: 1) Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan

objek atau stimulus dari luar dirinya.

2) Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support).

3) Terjangkaunya informasi (accessibility of information), adalah tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang.

(23)

4) Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personal autonomy) untuk mengambil keputusan.

5) Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation). c. Teori WHO

WHO merumuskan determinan perilaku sangat sederhana. Seseorang berperilaku karena adanya 4 alasan pokok (determinan), yaitu: 1) Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling). Hasil pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku.

2) Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai (personal reference).

3) Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.

4) Sosio budaya (culture) biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang.

E. Konsep Dasar Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007, p.143-144) pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior).

(24)

Suatu perbuatan yang didasari oleh pengetahuan, dan orang yang mengadopsi perbuatan dalam diri seseorang tersebut akan terjadi proses sebagai berikut :

a. Kesadaran (Awareness) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap obyek (stimulus).

b. Merasa Tertarik (Interest) terhadap stimulus atau obyek tertentu. Disini sikap obyek sudah mulai timbul.

c. Menimbang-nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya terhadap stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah tidak baik lagi.

d. Trial, dimana subyek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adopsi (Adoption), dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulus.

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2010, p.60) pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling

(25)

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat menginterprestasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap suatu obyek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi apapun kondisi

riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prisip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

(26)

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005, p.10-18), terdapat 2 cara untuk memperoleh suatu pengetahuan, antara lain :

a. Cara tradisional

1) Cara coba salah (Trial and Error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini tidak berhasil, maka dicoba lagi dengan kemungkinan yang ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal, dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.

(27)

2) Cara kekuasaan atau Otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini seolah-olah diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama pemegang pemerintahan, dan sebagainya. Dengan kata lain pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan. 3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau merupakan salah satu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk memecahkan masalah orang lain sama, orang

(28)

dapat pula menggunakan cara tersebut. Tetapi bila gagal menggunakan cara tersebut, ia tidak akan mengulangi cara itu, dan berusaha mencari cara yang lain, sehingga dapat berhasi memecahkannya.

4) Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan berkembangnya kebudayaan manusia cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya dengan kata lain dalam memperoleh pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya

b. Cara Modern

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau metodelogi penelitian.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Wawan dan Dewi (2010, p.16-18) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah :

a. Faktor Internal 1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita – cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan

(29)

untuk mendapat informasi misalnya hal – hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoadmodjo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalan memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (Nursalam, 2003) pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.

2) Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu, sehingga pengetahuan mereka tidak bertambah padahal ilmu semakin berkembang. Bekerja bagi ibu – ibu juga akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarganya.

3) Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Daris segi kepercayaan masyarakat

(30)

seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hali ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.

b. Faktor Eksternal 1) Faktor Lingkungan

Menurut Ann. Mariner yang dikutip dari Nursalam : 3 lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

2) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

5. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau kuesioner yang berisi pertanyaan sesuai materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden yang disesuaikan dengan tingkat pengetahuan yang diukur (Notoadmodjo, 2003, p.124).

6. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Adapun kriteria yang digunakan peneliti dalam penelitian ini mengacu pada teori Nursalam (2008, p.123-124) yaitu:

a. Baik : bila pertanyaan dijawab benar oleh responden 76% - 100% (skor pengetahuan ≥ 19).

(31)

b. Cukup : bila pertanyaan dijawab benar oleh responden 56%-75% (skor pengetahuan 14-18).

c. Kurang : bila pertanyaan dijawab benar oleh responden ≤ 56% (skor pengetahuan <14)

F. Konsep Dasar Sikap 1. Definisi Sikap

Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010, p.52).

Menurut Campbell (1950) dalam Notoatmodjo (2010, p. 52) dikatakan bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.

2. Komponen Sikap

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010, p.53) sikap itu terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu:

a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian orang tersebut terhadap objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

(32)

3. Tingkatan Sikap

Menurut (Notoadmodjo, 2005, p.54) sikap mempunyai tingkat – tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).

b. Menanggapi (responding)

Menanggapi disini diaartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia haru berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain.

(33)

G. Kerangka Teori

Gambar 1 Faktor-faktor Peningkatan Pengetahuan

Sumber : Modifikasi Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003, p.164).

Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.

H. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Penyuluhan tentang keputihan Pengetahuan tentang keputihan Proses Perubahan Faktor Penguat Dukungan keluarga, pengetahuan, sikap dari keluarga , petugas kesehatan dan tokoh masyarakat Faktor Pemungkin Ketersediaan sarana dan prasarana/fasilitas Faktor Predisposisi 1. Pengetahuan dasar 2. Kepercayaan pada pengajar 3. Sikap Pemberdayaan masyarakat Pemberdayaan sosial Komunikasi penyuluhan Training Pendidikan kesehatan (promosi kesehatan) Perilaku

(34)

I. Hipotesis

1. Ada perbedaan pengetahuan tentang keputihan sebelum dan sesudah penyuluhan.

2. Ada perbedaan pengetahuan kelompok yang diberi penyuluhan dengan kelompok kontrol yang tidak diberi penyuluhan.

Gambar

Tabel 2 Ciri-ciri Keputihan Berdasarkan Infeksinya  Tanpa
Gambar 1 Faktor-faktor Peningkatan Pengetahuan

Referensi

Dokumen terkait

a) Meningkatkan keadaan umum penderita. b) Mengurangi faktor Predisposisi infeksi kala nifas. b) Merawat perlukaan plasenta sebaik-baiknya. c) Mencegah terjadinya

Faktor predisposisi merupakan faktok-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, persepsi yang

Kerangka konsep yang tertera di atas sesuai dengan teori Andersen (1975) yang menggambarkan bahwa faktor predisposisi (jenis kelamin, umur, pengetahuan tentang Poliklinik

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu: 1) Faktor predisposisi ( predisposing factors ),

Berbagai kondisi yang menyebabkan perubahan struktur dan fungsi dari ventrikel kiri dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya gagal jantung pada seorang pasien,

Beberapa faktor yang mendorong terjadinya ganggua gizi terutama pada anak balita antara lain: 1) Pengetahuan, masalah gizi karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan

Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) perilaku terbentuk karena tiga faktor, yaitu faktor predisposisi (Predisposing Factors), yang terwujud dalam pengetahuan,

Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan medical checkup pada dasarnya berhubungan dengan faktor terjadinya perilaku kesehatan, dimana seseorang akan mengambil suatu