• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterpaduan IPTEK dan Islam CAHAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keterpaduan IPTEK dan Islam CAHAYA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Keterpaduan IPTEK dan Islam

CAHAYA

Oleh:

1. Yusuf Arif Rohmaan (133611059) 2. Yuliana Dewi Indah M (133611061) 3. Lathifah Nor Hidayah (133611072) 4. Farida Yuliani (133611076)

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG 2016

(2)

CAHAYA

Kesadaran seseorang untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sesungguhnya ditentukan sejauhmana kondisi intelektualitasnya. Al-qur‟an sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa terus memancing-mancing manusia untuk melakukan penelitian mendalam dan melebar tentang segala sesuatu sampai menemukan kehadiran Tuhan di depan pandangannya. Pada zaman sekarang sudah terjadi kemajuan Ilmu pengetahuan yang seharusnya sebanding dengan tingkat kesadaran manusia sebagai hamba Allah dan sebagai Khalifah di Bumi. Fisika sebagai Ilmu alam seharusnya menjadi ilmu yang cukup untuk berjumpa dengan Tuhan, dengan mempelajari Energi dan materi sampai antimateri menguak sedikit demi sedikit eksistensi tuhan di alam semesta ini.

Salah satu bahasan fisika yang mendapati perhatian lebih adalah cahaya, yang dipandang mempunyai dualisme yang mempunyai sifat sebagai materi dan disisi lain mempunyai sifat gelombang. Menarik sekali pembahasan mengenai cahaya ini, dan begitu dianjurkannya manusia meneliti tentang cahaya sehingga dalam Al-Qur‟an surat ke-24 dianamakan An-Nur, Cahaya. selain itu banyak juga ayat kitab suci yang membahas tentang cahaya, bohong jika tidak tertarik untuk memahami lebih tentang cahaya. Apa sebenarnya cahaya ini? apa keindahannya? hal apa saja yang berkaitan dengan cahaya? apa hikmah penciptaan cahaya? mengapa perlu cahaya?

Manusia dapat melihat suatu benda karena adanya cahaya. Cahaya memantul ke mata sehingga benda terlihat. Dalam keadaan tanpa cahaya (gelap), manusia tidak bisa melihat benda. Sumber cahaya adalah benda-benda yang dapat menghasilkan cahaya. Menurut asal-usul terjadinya cahaya, sumber cahaya dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Sumber cahaya alami, yaitu sumber cahaya yang terjadi secara alami. Contohnya adalah matahari, bintang, dan kunang-kunang. Sedangkan bulan dan planet-planet tampak bercahaya karena pantuklan sinar matahari, bukan karena planet itu sendiri.

2. Sumber cahaya buatan, yaitu sumber cahaya yang dibuat manusia. Misalnya senter, lampu pijar, nyala lilin, dan petromaks.

Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata. Sifat-sifat cahaya antara lain:

(3)

1. Dapat dipantulkan. Apabila cahaya dipantulkan ke sebuah benda, maka dua peristiwa mungkin terjadi, yaitu cahaya akan diteruskan mengenai benda yang mengenainya (tembus) atau cahaya dipantulkan kembali (memantul).

2. Merambat lurus. Cahaya yang keluar dari lampu senter merambat lurus melalui udara. Garis-garis yang menggambarkan cahaya disebut sinar cahaya. Kum[pulan sinar cahaya disebut berkas cahaya.

3. Menembus benda bening. Benda yang dapat ditembus cahaya misalnya air dan kaca. 4. Dapat dibiaskan. Cahaya dapat mengalami pembiasan apabila melewati dua medium (zat

perantara yang berbeda.1

Berikut ayat-ayat Al-Qur‟an yang membahas tentang cahaya: • Sifat cahaya bulan dan matahari: (25:61), (10:5)

• Rangsangan tentang cahaya dalam berbagai medannya: (57:13), (66:8), (9:31),1

• Arti spiritual dan material dari cahaya: (2:17), (2:20)

• Keajaiban tentang penglihatan manusia: (33:19), (36:66), (8:44), (5:83), (9:92), (28:13), (20:39),

(25:74), (12:84),

• Jarak menurut pengertian tahun sinar: (32:5), (22:47)

• Hitungan tahun dengan lamanya waktu di ruang alam semesta: (10:3), (32:4), (50:38)

• Ide tentang waktu di ruang alam semesta: (2:259), (23: 112-114), (18:19), (10:102), (3:140)

• Dimensi mikroskopis pada unsur waktu: (16:77), (54:50), (50:16), (56:85), (27: 38-40)

• Diatas semua kadar waktu dari cahaya: (6:103), (2:96)‟ (3:15), (35:31)

• Penggambaran tentang bayangan-banyangan yang selalu ada: (16:48), (25:45), (13:15), (13:35)

• Adanya spektrum dari sinar: (30:22), (16:13), (35:27-28), (39:21), (10:24), (22:63)

1

Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta Sisi-Sisi Lain Al-Qur‟an yang Terlupakan (Bandung : PT. Mizan Pustaka, 2008), hlm. 48-49.

(4)

ALLAH PEMBERI CAHAYA BAGI LANGIT DAN BUMI



































“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus[1039], yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya)[1040], yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

[1039] Yang dimaksud lubang yang tidak tembus (misykat) ialah suatu lobang di dinding rumah yang tidak tembus sampai kesebelahnya, biasanya digunakan untuk tempat lampu, atau barang-barang lain.

[1040] Maksudnya: pohon zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat sinar matahari baik di waktu matahari terbit maupun di waktu matahari akan terbenam, sehingga pohonnya subur dan buahnya menghasilkan minyak yang baik.

Kosa kata

Kata )تاومسلارون(, Nur pada mulanya berarti cahaya yang memancar yang bisa menolong mata untuk melihat sesuatu. Namun kata ini juga bisa digunakan sesuatu yang bersifat immaterial, seperti ungkapan “perkataan itu bercahaya” dan “Si Fulan adalah cahaya

(5)

desanya”. Ragib menjelaskan bahwa al-qur‟an menggunakan kata an-Nur untuk dua hal, yaitu cahaya duniawi dan ukhrawi. Yang bersifat duniawi terbagi lagi menjadi dua yaitu cahaya Ilahi yang bisa dirasakan oleh hati, dan yang kedua adalah cahaya yang bersifat hissi

(material) atau yang bisa dilihat oleh mata seperti cahaya bulan. Sedangkan nur ukhrawi adalah seperti cahaya yang memancar daru kaum Mukminin di akhirat nanti. Ahli tafsir berbeda pandangan dalam menafsirkan ayat ini. Sebagian mengatakan bahwa Allah adalah pemberi cahaya (munawwir) di langit dan bumi. Yang lainnya mengatakan bahwa Allah adalah pemberi pentunjuk (hadi) penduduk langit dan bumi. Yang lain mengatakan bahwa Allah adalah pengatur (mudabbir) langit dan bumi. Al-Qurtubi lebih cenderung untuk mengartikan bahwa Allah dengan kekuasaanNya mampu memancarkan cahaya di langit dan di bumi, seluruh urusan menjadi beres dan terkendali, dan seluruh ciptaannya menjadi tegak dan mantap.

Kata )ةاكشم berasal dari kata لا( syaka yang arti asalnya adalah memunculkan kesusahan. Syakwa artinya pengaduan terhadap sesuatu yang tidak disenangi. Dalam Yusuf/12:86, Nabi yakub disebutkan “innama asykuu bassi” (hanya kepada Allah-lah aku

mengadukan kesusahanku). Misykat dalam ayat ini diartikan dengan tembok atau lobang yang tidak tembus sampai ke sebelahnya. Kata ini adalah salah satu kata non Arab yang digunakan al-Qur‟an. Sementara ulama berpendapat bahwa ia berasal dari baha Habasyah/Ethiopia. Ada pula yang berpendapat bahwa maknanya adalah tiang yang di puncaknya diletakkan lampu. Pendapat lain mengatakan bahwa ia adalah besi tempat meletakkan sumbu dalam lampu semprong.namun pendapat pertama itulah yang paling masyhur, karena lubang yang tidak tidak tembus menjadikan nyala lampu lebih terang karena cahaya lampu tidak bertebaran kemana-mana, tapi terfokus, lampu juga tidak diterpa angin yang dapat memadamkannya. Inilah perumpamaan yang digambarkan mengenai Nur

(cahaya) Allah, seperti sebuah lubang yang tidak tembus (misykat) yang di dalamnya ada sebuah pelita besar yang terdapat dalam sebuah kaca seakan-akan sebuah mutiara yang dinyalakan dengan minyak dari pohon zaitun yang banyak berkahnya yang hampir menerangi walaupun tidak disentuh oleh api. Allah akan membimbing hamba-Nya menuju cahaya tersebut bagi siapa yang Dia kehendaki.2

2

Departemen Agama RI, Al-QUR‟AN DAN TAFSIRNYA (Edisi yang Disempurnakan), (jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm. 604-607.

(6)

Kata (حابصم) mishbah adalah alat berupa wadah atau tempat menyalakan sumbu atau tabung, sedang kata () zujajah adalah kaca penutup nyala lampu itu (semprong). Ayat

di atas mendahulukan menyebutkan kata misykah karena yang hendak dilukiskan adalah keadaan mishbah itu dengan cahaya lampu, yang disini sangat kait berkait dengan hal-hal lain yang disebut sesudahnya.

Kata (بكوك ) kaukab digunakan al-Qur‟an untuk bintang yang bercahaya. Sementara ulama‟ membatasinya dalam arti bintang Mars.

Kata )دقوي( terambil dari kata )دوقو( yakni bahan bakar. Dengan demikian, kata tersebut mengandung makna bahwa bahan bakar yang digunakan untuk menyalakan pelita itu adalah yang bersumber dari pohon yang penuh berkat (pohon zaitun). Penggunaan bentuk kata kerja masa kini dan datang (mudlori‟) pada kata tersebut mengisyaratkan bahwa bahan bakarnya tidak pernah habis, selalu ditambah dan ditambah sehingga cahaya pelita itu bersinambung tidak henti-hentinya.

Kata )رون( Nur jika dikemukakan dalam konteks uraian tentang manusia , baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat mengandung makna hidayah dan petunjuk allah atau dampak dan hasilnya. Adapun jika kata itu atau aneka bentuknya menyifati benda-benda langit, ia mengandung makna cahaya, tetapi cahaya yang merupakan pantulan dari benda langit lainnya yang bercahaya. Ulama-ulama merujuk kepada ayat ini untuk menyatakan bahwa Nur adalah salah satu sifat/nama allah, tetapi mereka berbeda pendapat tentang maksudnya. Ibn al-„Arabi mengemukakan enam pendapat ulama tentang maknanya, yaitu :

Pemberi hidayah (penghuni langit dan bumi), Pemberi cahaya, Penghias, Yang zhahir/tampak jelas,Pemilik cahaya, dan Cahaya tetapi bukan seperti cahaya yang dikenal.3

Tafsir

Ayat ini menerangkan bahwa Allah adalah pemberi cahaya, kepada langit dan bumi dan semua yang ada pada keduanya. Dengan cahaya itu segala sesuatu berjalan dengan tertib dan teratur, tak ada yang menyimpang dari jalan yang telah ditentukan baginya, ibarat orang yang berjalan di tengah malam yang gelap gulita dan di tengahnya ada sebuah lampu yang terang benderang yang menerangi apa yang ada di sekitarnya. Tentu dia akan aman dalam

3

M. Quraisy Shihab, TAFSIR AL-MISHBAH pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, (Jakarta: Lentera hati, 2002), hal. 549-551.

(7)

perjalanannya tidak akan tersesat atau terperosok ke jurang yang dalam, walau bagaimanapun banyak liku-liku yang dilaluinya.

Allah memberikan perumpamaan bagi cahayaNya dengan sesuatu yang dapat digunakan dan dirasakan oleh manusia pada waktu diturunkannya ayat ini, yaitu dengan cahaya lampu yang dianggap pada masa itu merupakan cahaya yang paling cemerlang. Mungkin bagi kita sekarang ini cahaya lampu itu kurang artinya bila dibandingkan dengan cahaya lampu listrik 1000 watt apalagi cahaya yang dapat menembus lapisan-lapisan yang ada di depannya. Sebenarnya cahaya ya g menjadi sumber kekuatan bagi alam semesta tidak dapat diserupakan dengan cahaya apapun yang dapat ditemukan manusia seperti cahaya laser umpamanya.

Di samping cahaya lampu itu sendiri yang amat cemerlang, cahaya itu juga dipantulkan oleh tempat letaknya, maka cahaya yang dipantulkan lampu itu menjadi berlipat ganda. Demikianlah perumpamaan bagi cahaya Allah meskipun amat jauh perbedaan antara cahaya Allah dan cahaya yang dijadikan perumpamaan.

Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang dikehendakinya untuk emndapat cahaya itu sendiri dia selalu menempuh jalan yang lurus yang menyampaikannya kepada cita-citanya yang baik dan selalu bertindak bijaksana dalam menghadapi berbagai macam persoalan dalam hidupnya. Berbahagialah orang yang mendapatkan pancaran Nur Ilahi itu, karena dia telah mempunyai pedoman yang tepat yang tidak akan membawanya kepada hal-hal yang tidak benar dan menyesatkan. Untuk memperoleh Nur Ilahi itu seseorang harus benar-benar beriman dan taat kepada perintah Allah serta menjauhi segala perbuatan maksiat.

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu.

(8)

Listrik Thales seorang pemikir dari Miletos Yunani pada abad ke-6 SM mengamati perilaku dan sifat batu ambar yang dapat menarik bulu dan benang. Penyelidikan lebih lanjut dilakukan kembali oleh William Gilbert dokter Kerajaan Inggris Ratu Elizabeth 1. Pada tahun 1600, Gilbert mempelajari berbagai bahan yang bersifat seperti batu ambar. Bahan seperti itu dikatakan bersifat elektrik, dari kata Yunani elektron yang berarti batu ambar. Dalam bahasa Indonesia, kita katakan bersifat listrik sedangkan bahan yang tak bersifat listrik disebut nonelektrik. Kemudian pada tahun 1785, Charles Augustiin de Coulomb melakukan pengukuran kuantitatif gaya tolak maupun gaya tarik listrik. Diperoleh bahwa gaya listrik berbanding terbalik dengan jarak kuadrat antar-muatan. Selang beberapa eksperimen tentang listrik yang mempunyai kontribusi yang tak kalah penting, pada tahun 1827, ahli matematika Jerman George Simon Ohm mempelajari aliran listrik dari sumber yang sama, tetapi dilewatkan pada aliran yang berlainan. Hasilnya, pada bahan konduktor arus besar, pada konduktor yang buruk arus kecil sedangkan pada nonkonduktor tidak mengalir arus sama sekali. Ohm menyatakan bahwa pada setiap bahan tedapat resistansi dan ditetapkan sebagai rasio gaya gerak listrik, volt terhadap arus. Bahan khusus resistansi disebut resistor dan satuan resistensi diberi istilah ohm.

Magnet Thales selain mengamati batu ambar juga mencermati batu lapis (lodestone) yang banyak ditemukan di Magnesia, nama kota di Yunani kuno. Batu-batu lapis ini tidak lain adalah besi oksida dan dapat saling tarik menarik atau saling tolak. Batu-batu dengan sifat saling tarik atau saling tolak ini dikenal sebagai magnet, nama kota pertama kali bebatuan ini ditemukan. Magnet mampu menarik beberapa jenis logam. Magnet menjadi semakin menarik

ketika didapatkan bahwa jarum baja yang tidak bersifat magnetik menjadi termagnetisasi atau bersifat magnetik setelah digosok batu lapis. Lebih menarik lagi ketika diketahui bahwa jarum yang telah termagnetisasi jika diletakkan pada bidang pada bidang horizontal dan dapat bergerak bebas dan mengambil posisi akhir utara-selatan. Pada tahun 1820, fisikawan Denmark Hans Christian Oersted mengamati bahwa kawat yang dialiri arus listrik membelokkan jarum kompas yang berada didekat kawat.. .

Pada abad 19 teori fisika mengalami kesuksesan yang luar biasa, tiga teori fisika yang mendulang kesuksesan besar pada abad tersebut adalah mekanika Newton, termodinamika, dan elektromagnetika. ketiga teori tersebut kita kenal sebagai teori fisika klasik. Mekanika Newton, termasuk di dalamnya teori 3gravitasi Newton, telah teruji secara baik dan menyediakan penjelasan mengenai interaksi antar obyek. Maxwell telah berhasil menggabungkan kelistrikan

(9)

telah berhasil ditemukan oleh Hertz. Kemudian hukum termodinamika bersama teori kinetik telah berhasil memberikan penjelasan untuk berbagai fenomena, yang termasuk di dalamnya adalah kalor dan suhu.

Namun dikemudian hari ketiga teori tersebut mengalami kegagalan dalam menjelaskan berbagai fenomena yang teramati, atau mengalami inkonsistensi antara satu teori dengan teori yang lain. Sebagai contoh, di dalam mekanika Newton digunakan transformasi Galileo yang mengkaitkan hasil pengukuran di suatu kerangka dengan hasil pengukuran di kerangka lain. Mengacu pada transformasi tersebut, mekanika Newton berhasil memenuhi prinsip kovariansi yang mengharuskan semua hukum fisika dapat dinyatakan secara sama baiknya di setiap kerangka acuan inersial. Namun tidak demikian halnya dengan persamaan Maxwell dalam elektromagnetika. Contoh permasalahan lain adalah gagalnya teori elektromagnetika dan termodinamika dalam menjelaskan grafik radiasi benda hitam. Selain itu teori elektromagnet juga gagal dalam menjelaskan efek Compton, efek fotolistrik, dll.

Permasalahan-permasalahan yang gagal dijelaskan oleh fisika klasik mendorong

fisikawan untuk mencari teori baru yang dapat menjelaskan fenomena-fenomena tersebut atau menghilangkan inkonsistensi antar teori, namun masih mencakup toeri lama(fisika klasik, yang telah mampu menjelaskan fenomena dialam). Teori baru ini digolongkan kedalam teori ‟fisika

modern‟. Diantara teori-teori yang muncul untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut adalah teori relativitas khusus. Teori ini memiliki peran yang besar dalam perkembangan teori fisika saat ini, dalam teori ini meninjau kondisi dengan mempertimbangkan kecepatan cahaya.

(10)

Cahaya matahari (QS. Nuh:16)







“Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita?”

Tafsir

Nabi Nuh menerangkan kepada kaumnya bahwa Allah yang disembah itu menciptakan bulan bercahaya dan matahari bersinar. Dari ayat itu dapat dipahami bahwa :

(11)

1. Matahari memancarkan sinar sendiri, sedang bulan mendapat cahaya dari matahari. Cahaya yang dipancarkan bulan berasal dari sinar matahari yang dipantulkannya ke bumi. Oleh karena itu, sinar matahari lebih keras dan terang dari cahaya bulan.

2. Sinar dan cahaya itu berguna bagi manusia, tetapi bentuk kegunaannya berbeda-beda. 4

Cahaya bulan (QS. Yunus:5)



















“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak[669]. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”

[669] Maksudnya: Allah menjadikan semua yang disebutkan itu bukanlah dengan percuma, melainkan dengan penuh hikmah.

Kosa kata

Kata diya‟a dalam Al-Qur‟an disebutkan tiga kali, yakni dalam ayat ini, dalam Surah Al-Anbiya‟/21: 48, dan Al-Qasas/28: 71. Dalam konteks Surah Al-Anbiya‟/21: 48, kata

diya‟a digunakan untuk menjelaskan mukjizat Nabi Musa a.s. yang tangannya memancarkan

“sinar.” Kata ini, dalam Surah Al-Qasas, digunakan untuk makna simbolik dengan arti siang yang terang benderang. Sedang kata diya‟a dalam Surah Yunus/10: 5 ini berarti sinar yang dipancarkan bola matahari yang sangat menyilaukan mata. Sinar berbeda dengan cahaya (nur). Jika ditatap dengan mata telanjang, sinar terang matahari dapat merusak mata yang

4

(12)

memandangnya. Sedangkan cahaya merupakan terang yang dipantulkan oleh benda lain yang terkena sinar.

Tafsir

(5) Ayat ini menerangkan bahwa Allah yang menciptakan langit dan bumi dan yang bersemayam di atas „Arsy-Nya. Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. Matahari dengan sinarnyamerupakan sumber kehidupan, sumber panas, dan tenaga yang dapat menggerakan makhluk-makhluk Allah yang diciptakan-Nya. Dengan cahaya manusia dapat berjalan dalam kegelapan malam dan beraktivitas di malam hari.

Ayat ini membedakan antara cahaya yang dipancarkan matahari dan yang dipantulkan oleh bulan. Yang dpancarkan oleh matahari disebut “diya” (sinar), sedang yang dipantulkan oleh bulan disebut “nur” (cahaya).

Dari ayat-ayat ini dipahami bahwa matahari memancarkan sinar yang berasal dari dirinya sendiri, sebagaimana pelita memancarkan sinar dari dirinya sendiri yakni dari api yang membakar pelita itu. Lain halnya dengan bulan, yang cahayanya berasal dari pantulan sinar yag dipancarkan matahari ke permukaannya, kemudian sinar itu dipantulkan kembali berupa cahaya ke permukaan bumi.

Matahari dan bulan adalah dua benda langit yang banyak disebut dalam Al-Qur‟an. Kata „bulan‟ terdapat dalam 27 ayat dan matahari disebut didalam 33 ayat. Seringkali kedua benda ini disebut secara bersamaan dalam satu ayat. Sejumlah 17 ayat menyebut matahari dan bulan secara beriringan. Biasanya ayat yang menyebut matahari dan bulan beriringan adalah ayat yang menjelaskan aspek kauniyah dari kedua benda langit ini. Di dalam 3 ayat, kedua benda langit ini disebut bersamaan dengan bintang, benda langit lainnya.

Ayat 5 Surah Yunus diatas adalah contoh ayat yang menyebutkan matahari dan bulan secara beriringan. Ayat ini mengisyaratkan tiga aspek penting dari terciptanya matahari dan bulan.

Pertama, dalam ayat ini Allah menyebut matahari dan bulan dengan sebutan yang berbeda. Meskipun kedua benda langit ini sama-sama memancarkan cahaya ke bumi, namun sebutan cahaya dari keduanya selalu disebut secara berbeda. Pada ayat ini, matahari disebut dengan sebutan diya‟ dan bulan dengan sebutan nur. Hal ini untuk membedakan sifat cahaya yang dipancarkan oleh kedua benda ini. Dewasa ini, ilmu pengetahuan telah menunjukkan

(13)

bahwa cahaya matahari berasal dari reaksi nuklir yang menghasilkan panas yang sangat tinggi dan cahaya yang terang benderang. Sementara itu cahaya bulan hanya berasal dari pantulan cahaya matahari yang dipantulkan oleh permukaan bulan ke bumi. Istilah yang berbeda ini menunjukkan bahwa memang Al-Qur‟an berasal dari sang Pencipta, karena pada waktu Al-Qur‟an diturunkan pengetahuan manusia belum mencapai pemahaman seperti ini.

Kedua, penegasan dari Allah bahwa matahari dan bulan senantiasa berada pada garis edar tertentu (wa qaddarahu manazila). Garis edar ini tunduk pada hukum yang telah dibuat Allah, yaitu hukum gravitasi yang mengatakan bahwa ada gaya tarik menarik antara dua benda yang memiliki massa. Besarnya gaya tarik menarik berbanding lurus dengan massa dari kedua benda tersebut dan berbanding terbalik dengan jarak antara keduanya.

Adalah Newton yang memformulasikan hukum gravitasi pada abad ke 18. Perhitungan mengunakan hukum gravitasi ini telah berhasil menghitung secara akurat garis edar yang dilalui oleh bulan ketika mengelilingi bumi, maupun bumi ketika mengelilingi matahari.

Ketiga, ketentuan Allah tentang garis edar yang teratur dari bulan dan matahari dimaksudkan agar supaya manusia mengetahui perhitungan tahun dan ilmu hisab (lita‟lamu

„adad as-sinina walhisab). Bisa dibayangkan, seandainya bulan dan matahari tidak berada pada garis edar yang teratur, atau dengan kata lain beredar secara acak, bagaimana kita dapat menghitung berapa lama waktu satu tahun atau satu bulan? Maha suci Allah yang Maha Pengasih yang telah menetapkan segalanya bagi kemudahan manusia.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. 2010. Al-QUR‟AN DAN TAFSIRNYA (Edisi yang Disempurnakan). Jakarta: Lentera Abadi

Purwanto, Agus. 2008. Ayat-Ayat Semesta Sisi-Sisi Lain Al-Qur‟an yang Terlupakan. Bandung : PT. Mizan Pustaka

Shihab, M. Quraisy. 2002. TAFSIR AL-MISHBAH pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran.

Jakarta: Lentera hati

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi jika pada penelitian sebelumnya variabel yang digunakan dihubungkan per karakteristik dengan pemilihan moda, untuk variabel pada penelitian ini beberapa variabel tidak

❖ Pengembangan dan pelatihan dari perusahaan ❖ Perusahaan menciptakan pengalaman belajar ❖ Orang belajar di kelas ❖ Pembelajaran mikro, ruang kelas, kelompok ❖ Universitas

Persepsi sosial pria transgender terhadap pekerja seks komersial secara umum adalah seorang wanita yang bekerja memberi layanan seks komersial yang berpenampilan

Kertas Konsep Pertandingan Karnival STEM 2021 (Solar Oven Challenge Sekolah Menengah) Peringkat Negeri Sarawak sah digunakan mulai Julai 2021 sehingga pemberitahuan

Pada penelitian ini, data yang digunakan untuk menganalisa perubahan kecepatan pergeseran adalah data dari stasiun pengamatan SuGar, sehingga dari tugas akhir ini

Penelitian ini menurut peneliti sangat menarik karena didalam penelitian ini peneliti ingin mengkaji serta menganalisa bagaimana strategi kampanye sosial yang dilaksanakan

Penerapan program PNPM-MPK lebih diarahkan pada upaya pemberdayaan masyarakat perdesaan yang dijalankan oleh Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dalam rangka meningkatkan kualitas

PENGUASAAN PENGETAHUAN KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR SEBAGAI KESIAPAN PRAKTIK PROGRAM PENGALAMAN LAPANGAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN.. Universitas Pendidikan Indonesia