• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Metanil Yellow

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisa Metanil Yellow"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

analisa metanil yellow

analisa metanil yellow

LAPORAN KIMIA MAKANAN LAPORAN KIMIA MAKANAN

IDENTIFIKASI METANIL YELLOW PADA SAMPEL SARI BUAH IDENTIFIKASI METANIL YELLOW PADA SAMPEL SARI BUAH

Nama

Nama : : Dicky Dicky FangidaeFangidae Nim Nim : : Po Po 530333312 530333312 12221222 Tingkat Tingkat : : II II BB ANALIS KESEHATAN ANALIS KESEHATAN

POLTEKES KEMENKES KUPANG POLTEKES KEMENKES KUPANG

2014 2014 BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A.

A. Latar belakangLatar belakang

Di zaman modern sekarang ini begitu banyak terjadi perkembangan di Di zaman modern sekarang ini begitu banyak terjadi perkembangan di bidang industri makanan dan minuman yang bertujuan untuk menarik perhatian para bidang industri makanan dan minuman yang bertujuan untuk menarik perhatian para konsumen. Oleh karena itu, produsen makanan dan minuman menambahkan zat konsumen. Oleh karena itu, produsen makanan dan minuman menambahkan zat tambahan makanan atau yang sering disebut sebagai food additive

tambahan makanan atau yang sering disebut sebagai food additive

Dalam persaingan untuk mendapatkan konsumen, tentunya sebuah Dalam persaingan untuk mendapatkan konsumen, tentunya sebuah produk minuman harus mempunyai daya tarik tersendiri. Daya tarik tersebut ada yang produk minuman harus mempunyai daya tarik tersendiri. Daya tarik tersebut ada yang memang asli, namun ada juga yang sengaja diberi tambahan agar terlihat lebih memang asli, namun ada juga yang sengaja diberi tambahan agar terlihat lebih menarik. Salah satunya dengan penambahan zat pewarna. Penambahan zat pewarna menarik. Salah satunya dengan penambahan zat pewarna. Penambahan zat pewarna bertujuan untuk memperbaiki kenampakan minuman, memperoleh warna yang bertujuan untuk memperbaiki kenampakan minuman, memperoleh warna yang seragam dan menarik selera konsumen. Pewarna telah lama digunakan pada bahan seragam dan menarik selera konsumen. Pewarna telah lama digunakan pada bahan makanan dan minuman untuk memperbaiki tampilan produk pangan. Pada mulanya zat makanan dan minuman untuk memperbaiki tampilan produk pangan. Pada mulanya zat warna yang digunakanan adalah zat warna alami dari tumbuhan dan hewan. Semakin warna yang digunakanan adalah zat warna alami dari tumbuhan dan hewan. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, penggunaan teknologi saat ini, penggunaan zat zat warna alamiwarna alami semakin berkurang dalam industri pangan yang digantikan lebih banyak oleh zat warna semakin berkurang dalam industri pangan yang digantikan lebih banyak oleh zat warna

(2)

sintetik. Hal ini disebabkan bahan-bahan pewarna sintetik lebih murah dan memberikan warna yang lebih stabil dibandingkan pewarna alami. Penggunaan pewarna sintetik untuk bahan pangan sebenarnya bukanlah hal yang dilarang. Namun demikian, ketika harga pewarna sintetik dianggap cukup mahal bagi produsen kecil, maka produsen beralih ke pewarna tekstil yang lebih murah dan lebih cerah warnanya.

Bahan pewarna pada dasarnya ada dua jenis yaitu pewarna alami dan sintetis, zat pewarna alami contohnya Anato dan Klorofil. Sedangkan zat pewarna sintetis yang diizinkan penggunaannya contohnya Brilliant Blue dan Eritrosin. Dan zat pewarna yang dilarang penggunaanya contohnya Rhodamin B dan Metanil Yellow. Bahan pewarna sintetis mempunyai banyak kelebihan yaitu beraneka ragam warna dan penyimpanannya lebih mudah dan tahan lama.

Zat pewarna sintesis merupakan zat pewarna buatan manusia. Zat pewarna sintetis seharusnya telah melalui suatu pengujian secara intensif untuk menjamin keamanannya. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memilliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Di samping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Para konsumen pun hendaknya selalu mendapatkan informasi tentang komponen-komponen yang terkandung dalam zat pewarna sintetis tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan praktikum analisa zat pewarna sintetis Metanil Yellow pada sampel sari buah yang beredar dipasaran, yang dilakukan di ruang laboratorium Analis Kesehatan Poltekes Kemenkes Kupang pada tanggal 28 maret 2014.

(3)

B. Tujuan

Mengidentifikasi ada tidaknya zat pewaran metanil yellow pada sampel sari buah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Zat pewarna

Pewarna adalah bahan tambahan makanan atau minuman yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan dan minuman (Peraturan menkes RI No.722/Menkes/Per/ix/1988).

Pewarna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan, baik tidaknya pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai adanya warna yang seragam dan merata.

Penambahan bahan pewarna pada pangan dilakukan untuk beberapa tujuan antara lain memberi kesan menarik, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan.

Kualitas bahan makanan ditentukan antara lain oleh cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizi. Akan tetapi sebagian besar konsumen sebelum mempertimbangkan cita rasa dan nilai gizi akan lebih tertarik pada tampilan atau warna makanan serta pengolahan bahan makanan.

(4)

2. Jenis Zat Pewarna

Bahan pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok besar yakni pewarna alami dan pewarna buatan. Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan. Akan tetapi seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan.

1. Pewarna Alami

Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya.

Beberapa pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam pangan diantaranya : a. Karamel

Pewarna alami berwarna cokelat yang dapat digunakan untuk mewarnai jeli (200 mg/Kg), acar ketimun dalam botol (300 mg/Kg) dan yogurt beraroma (150 mg/kg)

b. Beta karoten

Pewarna alami berwarna merah – orange yang dapat digunakan untuk mewarnai acar ketimun dalam botol (300 mg/Kg), es krim (100 mg/Kg), keju (600 mg/Kg), lemak dan minyak makan (secukupnya)

c. Klorofil

Pewarna alami berwarna hijau yang dapat digunakan untuk mewarnai jeli (200 mg/kg) atau keju (secukupnya)

d. Kurkumin

Pewarna alami berwarna kuning – orange yang dapat digunakan untuk mewarnai es krim dan sejenisnya (50 mg/Kg) atau lemak dan minyak ikan secukupnya.

(5)

Pewarna makanan yang didapatkan secara alami dibedakan menjadi empat kelompok yaitu :

a. Senyawa tetrapyrole yang meliputi chlorofil, heme, dan bilin b. Derivat isoprenoid meliputi kartenoid

c. Derivat benzopyran meliputi anthocianin dan flavonoid d.  Artefak meliputi melanodine dan karamel.

2. Pewarna buatan

Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,0004 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,0001 sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada.

Batasan bahan pewarna makanan adalah semua bahan warna, pigmen, atau bahan yang dibuat dengan proses sintetis, ekstraksi dan pemisahan dari sumber sayuran, binatang, dan mineral. Bila bahan aditif ditambahkan atau diaplikasikan pada makanan, obat, kosmetik, dan pada tubuh, maka bahan pewarna tersebut akan mampu memberikan perubahan tetentu. Bahan pewarna tambahan yang diaplikasikan pada makanan akan mempunyai beberapa fungsi di antaranya adalah, untuk mencegah kehilangan warna selama penyimpanan dan untuk memperbaiki warna pada makanan.

Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan yaitu :

(6)

b. Warna merah : allura, eritrosin, dan amaranth. c. Warna biru : biru berlian

Bahan pewarna sintetis yang diijinkan di Indonesia

(S(sumber : Peraturan Menkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988) Nama (Indonesia)

Nama (Inggris) Batas

Maksimum Penggunaan Biru berlian Brilliant blue FCF :CI 100 mg/kg Coklat HT Chocolate brown HT 300 mg/kg Eritrosin Food red 2 Erithrosin : CI 300 mg/kg Hijau FCF Food red 14 Fast green

FCF :CI

100 mg/kg

Hijau S Food green 3 Green S : CI Food

300 mg/kg

Indigotin Green 4 Indigon : CI Food

300 mg/kg

Ponceau 4R Blue I Ponceau 4R : CI 300 mg/kg

Karmoisin Carmoisine 300 mg/kg

Merah alura Allura red 300 mg/kg

Kuning Kuinolin Quinoline yellow CI Food yellow 13

300 mg/kg

Kuning FCF Sunset yellow FCF CI Food yellow 3

300 mg/kg

(7)

Bahan pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia

Bahan Pewarna

Nomor Indeks Warna (C.I.No)

Citrus red No.2 12156

Ponceau 3 R (Red G) 16155

Ponceau Sx (Food Red No.1) 14700

Rhodamin B (Food Red No.5) 45170

Guinea Green B (Acid Green No.3) 42085 Magentha (Basic Violet N0.14) 42510 Chrysoidine (Basic Orange No.2) 11270 Butter yellow (Solvent Oranges

No.2)

11020

Sudan I (Food yellow No.2) 12055

Methanil Yellow (Food yellow No.14) 13065  Auramine (Ext.D & C Yellow

No.1)

41000

Oil Orange SS (Basic Yellow No.2) 12100 Oil Oranges XO (Solvent Oranges

No.7)

12140

Oil Yellow AB (Solvent Oranges No.5)

11380

Oil Yellow OB (Solvent Oranges No.6)

11390

(Sumber: Peraturan Menkes RI.Nomor 722/Menkes/Per/IX/88)

3. Metanil yellow

Metanil Yellow adalah pewarna sintetis yang digunakan pada industri tekstil dan cat berbentuk serbuk atau padat yang berwarna kuning kecoklatan. Pewarna kuning metanil yellow sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan tertelan.

(8)

Penyalahgunaan pewarna metanil yellow antara lain pada mie, kerupuk dan jajanan lain yang berwarna kuning mencolok berpendar. Pewarna ini digunakan untuk pewarna tekstil, kertas dan cat. Methanil Yellow merupakan zat pewarna sintetis yang dilarang untuk produk makanan karena dalam bahan tersebut mengandung residu logam berat yang sangat membahayakan bagi kesehatan.

1. Sifat kimia metanil yellow

Metanil yellow merupakan pewarna golongan azo, dimana dalam strukturnya terdapat ikatan N=N. Metanil yellow dengan warna kuning dibuat dari asam metanilat dan difenilamin

No Keterangan Penjelasan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 BM Rumus molekul Nomor CAS RTECS Kelarutan Sinonim Warna Bentuk fisik Titik lebur  Lain – lain 452.37 g/mol C18H14N3NaO3S 587-98-4 DB 7329500

Larut dalam air dingin

 Acid Yellow 36 Tropacolin G 3-{(4-(Phenylamino)phenil)azo}

benzenesulfonic acid monosodium salt Kuning

Serbuk atau padat 390℃ (dec.)

Produk degradasi lebih toksik

2. Bahaya metanil yellow terhadap kesehatan

Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandung kemih. Apabila tertelan dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. Bahaya lebih lanjut yakni menyebabkan kanker pada kandung dan saluran kemih.

(9)

Metanil yellow juga bisa menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, hidung, dan usus. Efek zat warna Metanil yellow ialah selain bersifat karsinogenik, zat warna ini dapat merusak hati pada binatang percobaan, berbahaya pada anak kecil yang hypersensitive dan dapat mengakibatkan gejala-gejala akut seperti kulit menjadi merah, meradang, bengkak, timbul noda-noda ungu pada kulit, pandangan menjadi kabur pada penderita asma dan alergi lainnya.

3. Pencegahan bahaya keracunan akibat metanil yellow

Mengkonsumsi pangan yang mengandung pewarna dapat berisiko membahayakan kesehatan. Agar terhindar dari bahaya keracunan pangan akibat metanil yellow ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh konsumen, yaitu:

a. Kenali dan hindari pangan yang mengandung metanil yellow

Beberapa ciri pangan yang mengandung metanil yellow adalah produk pangan berwarna kuning mencolok dan berpendar. Selain itu, terdapat titik-titik warna akibat pewarna tidak tercampur secara homogen, misalnya pada kerupuk.

b. Cerdas dan selektif dalam memilih produk pangan.

Banyak produk pangan yang diberi pewarna agar tampilannya lebih menarik. Namun, sebaiknya konsumen waspada jika hendak membeli pangan yang warnanya terlalu mencolok. Beberapa pangan yang seringkali ditemukan mengandung pewarna berbahaya seperti metanil yellow adalah tahu dan mie. Tahu yang berwarna kuning mengkilat sebaiknya tidak dibeli dan dikonsumsi karena dikhawatirkan menggunakan pewarna terlarang untuk pangan. Tahu yang diberi pewarna alami dari kunyit biasanya berwarna kuning kusam dan warnanya tidak merata sampai ke bagian dalam. Selain itu, sebaiknya hindarkan pula mengkonsumsi mie yang berwarna kuning mengkilat atau pangan jajanan lain yang berwarna kuning mencolok.

c. Mencermati label kemasan produk pangan yang akan dibeli.

Sebaiknya konsumen memilih produk pangan olahan yang memiliki nomor izin edar, baik itu dari Dinas Kesehatan (PIRT) atau dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (MD/ ML).

(10)

Produk pangan yang mengandung BTP harus memenuhi persyaratan label pangan sesuai ketentuan perundang-undangan. Pada label pangan yang mengandung pewarna harus tercantum nama jenis pewarnanya dan nomor indeks khusus untuk pewarna.

4. Kromatografi lapis tipis

1. Pelaksanaaan Kromatografi lapis tipis

Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Bila fase diam berupa zat padat yang aktif, maka dikenal istilah kromatografi penyerapan (adsorption chromatography). Bila fase diam berupa zat cair, maka teknik ini disebut kromatografi pembagian (partition chromatography).

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan pada tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schraiber. Adsorben dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Ini dikenal juga sebagai kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan.

Pada dasarnya kromatografi lapis tipis sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara melakukannya. Perbedaannya terlihat pada media pemisahannya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada papan kaca, aluminium atau plastic sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis adsorben ini pada proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam.

a. Fase Diam

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penyerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya.

Penyerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi .

(11)

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :

1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.

2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.

Beberapa Sistem Pemisahan dengan KLT dari Bahan Alam

Eluen Fase Diam Keterangan

Heksan : Etil asetat

Silika Gel Sistem umum yang digunakan

Petrol : Dietileter  Silika Gel Sistem umum yang digunakan untuk senyawa nonpolar seperti terpen dan asam lemak

Petrol : Kloroform Silika Gel Berguna untuk pemisahan derivat asam sinamat dan kumarin

Toluen : Etil asetat : Asam asetat (TEA)

Silika Gel Komposisi 80:18:2 v/v atau 60:38:2 v/v baik untuk pemisahan metabolit asam

Kloroform : Aseton Silika Gel Sistem umum untuk produk dengan polaritas sedang

n-Butanol : Asam  Asetat : Air 

Silika Gel Sistem polar untuk flavonoid dan glikosida

(12)

dilanjutkan dengan penambahan konsentrasi air 

 Asetonitril : Air  C18 Sistem umum Reverse phase Metanol : Air  Selulosa Memisahkan senyawa dengan

kepolaran tinggi seperti gula dan glikosida

(sumber pustaka Gibbons, 2006)

2. Penotolan Sampel

Untuk memperoleh roprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 μl. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 μl, maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan.

3. Pengembangan

Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan sampel.

Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin, akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh.

4. Deteksi Bercak

Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan cara pencacahan radioaktif dan

(13)

fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas.

Deteksi senyawa dilakukan dengan menggunakan detektor UV di bawah sinar UV 254 nm, indikator pada plat KLT akan memancarkan warna hijau dan pada UV 366 nm akan memancarkan warna ungu. Komponen yang menyerap cahaya pada 254 atau 366 nm akan tampak sebagai bercak gelap pada plat yang bercahaya.

BAB III

METODE KERJA

A. Alat Dan Bahan a.  Alat

1. Beaker gelas 50 ml

2. Benang wol bebas lemak (30 cm) 3. Chamber 

4. Erlenmeyar 250 ml

5. Gelas ukur 10 ml dan 50 ml 6. Labu ukur 50 ml dan 100 ml 7. Penangas air 

8. Pipet micro 50 ul

9. Pipet volume 5 ml dan 10 ml 10. Plate silica gel GF. 254 11. Whatman

(14)

1.  Ammonia 10 % 2.  Aquadest

3.  Asam asetat encer 6 % 4.  Asam asetat glacial 5. Baku metanil yellow 6. Etanol

7. N- butanol

8. Sampel sari buah

B. Prosedur Kerja a. Larutan uji

1. Masukan 30 ml cuplikan dalam tabung 100 ml, asamkan sedikit dengan asam asetat glacial encer 6 % dan masukan benang wol bebas lemak

2. Panaskan diatas tangas air sampai semua warna terisolasi

3. Benang wol yang telah berwarna, dipisahkan dan dicuci dengan air dan dimasukan dalam labu 50 ml

4. Tambahkan 10 ml ammonia secukupnya, panaskan diatas penangas air sampai benang wol tidak berwarna. Setelah benang wol dipisahkan, laritan dipekatkan (A)

b. Larutan baku (B)

1. Timbang saksama metanil yellow 50 mg 2. Larutkan dengan aquadest secukupnya

3. Tambahkan lagi aquadest sampai batas tanda labu 100 ml. c. Prosedur identifikasi

(15)

1. Larutan A dan B ditotolkan secara terpisah dan kromatografi lapis tipis, sebagai berikut : Fase diam : plate silica gel

Fase gerak :

1) N- butanol : aquadest : asam asetat glacial = 20 : 12 : 5 2) N- butanol : etanol : aquadest : ammonia = 42 : 28 : 28 : 1 2. Dilakukan penjenuhan dengan kertas saring

3. Pengukuran volume penotolan larutan A dab B masing-masing 10 ul 4. Ukur jarak rambat sepanjang 15 cm

(16)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perhitungan

Rumus :

a. Larutan uji

Jarak yang ditempuh eluen = 10 cm Jarak noda sampel = 1 cm

= 1cm/10cm = 0,1 cm b. Larutan baku

Jarak yang ditempuh eluen =10 cm Jarak noda sampel = 2 cm

= 2cm/ 10 cm = 0,2 cm

B. Hasil pemeriksaan

Berdasarkan perhitungan diatas, Nilai Rf yang diperoleh dari larutan sampel sari buah dan Larutan baku Metanil Yellow adalah berbeda, sehingga diperoleh hasil negatif   untuk pemeriksaan Metanil Yellow dalam sampel sari buah. Hasil dikatakan positif jika nilai Rf larutan uji sama dengan nilai Rf larutan baku.

C. Pembahasan

Penentuan mutu dan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Faktor

(17)

warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan menyimpang dari warna yang seharusnnya. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan.

Sari buah dengan warna yang mencolok dan indah, dikhawatirkan menggunakan zat pewarna tekstil dan pewarna kulit. Bila itu terjadi, sangat membahayakan kesehatan pemakainya, karena zat pewarna tekstil mengandung residu logam berat yang dapat merusak organ hati dan ginjal. Oleh sebab itu, sedapat mungkin hindari mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat warna sintetik. Untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan akibat penggunaan zat warna alami misalnya daun suji (pewarna hijau) atau zat sintetik yang dibeli di apotek tertentu yang telah disahkan oleh Depkes. RI. Untuk mengetahui kandungan pewarna makanan baik atau tidak dapat dilakukan pemeriksaan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis.

Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian menggunakan metode kromatografi lapis tipis terhadap sampel sari buah. Sampel sari buah diasamkan sedikit dengan asam asetat glacial 6 % dan dimasukan benang wol bebas lemak. Kemudian digambarkan garis pembatas pada lempengan. Panjang lempengan yang digunakan adalah 12 cm. Diberi garis yang berjarak 1 cm dari dasar lempengan, Sedangkan untuk bagian atas lempengan juga diberi garis yang berjarak 1 cm. Setelah diberi garis, ditetesi atau ditempeli sampel dan larutan standar pada garis bawah lempengan. Penetesan atau penotolan sampel dinamakan dengan pembuatan noda. Pembuatan noda sebaikanya menggunakan micropipet agar noda yang dibuat memiliki diameter yang sesuai dengan diameter titik pada garis. Setelah dilakukan pembuatan noda, dimasukkan lempengan kedalam wadah chamber yang telah berisi larutan standar dimana batas pencelupannya adalah ketika permukaan larutan sejajar dengan garis bawah lempengan.

Setelah dihitung, jarak yang ditempuh antara sampel terhadap pelarutan dapat dinyatakan sebagai Rf. Rf atau Retardation Factor merupakan parameter berapa  jauh zat yang akan dipisahkan bergerak dibandingkan dengan gerakan dari fase mobile

(18)

Dari hasil praktikum yang kami lakukan, hasil Rf dari larutan sari buah menunjukan bahwa hasil pemeriksaan adalah negatif. Pemeriksaan dinyatakan positif apabila Rf antara larutan baku metanil Yellow dan lautan sampel sari buah mempunyai nilai yang sama.

BAB V PENUTUP

(19)

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Sampel Sari buah dinyatakan negatif atau tidak mengandung zat Metanil Yellow.

B. Saran

Metanil yellow sebaiknya tidak digunakan sebagai pewarna makanan atau minuman karena dapat menyebabkan penyakit bagi tubuh manusia.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisa ini diketahui bahwa Sunset Yellow dan Ponceau adalah zat pewarna sintetis yang diizinkan untuk makanan dan minuman.. Sehingga saus cabe naga telah memenuhi

Dari hasil pemeriksaan terhadap tujuh sampel kosmetik, terdapat tiga sampel kosmetik positif mengandung zat pewarna berbahaya yang dilarang seperti Ponceau 3R dan Metanil

Dari hasil pemeriksaan terhadap tujuh sampel kosmetik, terdapat tiga sampel kosmetik positif mengandung zat pewarna berbahaya yang dilarang seperti Ponceau 3R dan Metanil

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penerapan hygiene sanitasi pengolahan dan pemeriksaan zat pewarna Metanil Yellow pada hasil industri pengolahan mie aceh

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penerapan hygiene sanitasi pengolahan dan pemeriksaan zat pewarna Metanil Yellow pada hasil industri pengolahan mie aceh

dan sanitasi pengolahan setra pemeriksaan zat pewarna metanil yellow pada mie aceh yang dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015. 1.3

Untuk melihat pengaruh kondisi reaksi, dilakukan uji degradasi terhadap larutan zat warna metanil yellow dengan konsentrasi 10 ppm pada kondisi : (1) Tanpa radiasi sinar

Degradasi dengan variasi potensial, pH dan waktu dilakukan pada larutan metanil yellow yang mengandung elektrolit pendukung NaCl 0,1 M. Hasil analisis diperoleh kondisi optimum