• Tidak ada hasil yang ditemukan

advokasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "advokasi"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

Modul

Advokasi Kesehatan

AktivisMahasiswa

bagi

Reproduksi & Seksual

(2)

REPRODUKSI DAN SEKSUAL

BAGI AKTIVIS MAHASISWA

Penyusun Farid Husni

Eisabet Setya Asih Widyastuti Slamet Riyadi

Harry Kurniawan

Kerjasama JEN

(Jaringan Epidemiologi Nasional) Dengan

PKBI Daerah Jawa Tengah

(Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia

Didukung oleh: Ford Foundation

Jakarta

2009

(3)

Buku ini merupakan hasil kerjasama antara Jaringan Epidemiologi Nasional (JEN) dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Jawa Tengah dengan dukungan Ford Foundation. Dengan harapan buku ini bermanfaat untuk digunakan para aktivis kesehatan reproduksi di lingkungan Perguruan Tinggi.

Diterbitkan oleh : Jaringan Epidemiologi Nasional d/a Badan Litbangkes Depkes RI

Jl. Percetakan Negara 23A, Jakarta 10560 Telp: (021)426-6063 Fax: 426-6112 Ukuran Buku : 180mm x 260mm

Ukuran Tulisan : Segoe 12point

Penyusun : Farid Husni, Eisabet Setya Asih Widyastuti, Slamet Riyadi, Harry Kurniawan

Design Cover &

Layout : Ganny Yuniar ISBN : 978-979-8779-22-0

Informasi ini dapat di akses di: www.mudamudi.net

Materi dalam buku ini boleh dikutip, diterjemahkan, digandakan, baik sebagian atau seluruhnya dengan mencantumkan sumbernya secara jelas, tanpa harus membayar biaya copyright, kepada penerbit

(4)

I

stilah Advokasi dalam arti harfiah sering diartikan kegiatan bantuan hukum dalam beracara di Pengadilan. Selain itu di era orde baru Advokasi sering menjadi alat yang cukup ampuh buat para pegiat/aktivis LSM untuk menekan pemerintah. Bahkan Advokasi sering diartikan juga untuk mencapai tujuan-tujuan dengan cara yang lebih radikal, atau lebih dikenal dengan istilah revolusioner. Namun dalam perkembangannya, istilah Advokasi tidaklah seseram seperti yang dibayangkan. Advokasi lebih diartikan dengan upaya-upaya untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah agar selaras dengan tujuan-tujuan dari kelompok masyarakat yang ingin diperjuangkan.

Dalam hubungannya dengan Kesehatan Reproduksi, strategi Advokasi digunakan untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang berpengaruh langsung kepada masyarakat, khususnya para remaja, yang diutamakan kepada mahasiswa. Oleh karena itu penyusunan Modul Kesehatan Reproduksi dan Seksual bagi Aktivis Mahasiswa ini dilakukan, dengan tujuan untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan lokal di tingkat Perguruan Tinggi di lingkungan mahasiswa. Oleh karenanya stakeholder yang terlibat lebih diutamakan yang bersifat internal dari lingkungan Perguruan Tinggi, seperti Rektor, Pembantu Rektor, dan juga Dekan. Tujuan akhirnya adalah lahirnya kebijakan-kebijakan internal Perguruan Tinggi yang mampu memberikan wadah dan perlindungan bagi para mahasiswa di Perguruan Tinggi. Kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan berimplikasi kepada perilaku kesehatan reproduksi dan seksual mahasiswa yang lebih positif, dalam artian mampu mengelola organ reproduksi secara bertanggung jawab. Didalam modul ini, strategi Advokasi yang digunakan adalah melalui Executive Brief kepada para stakeholder di Perguruan Tinggi. Dengan penguatan data dan

fakta yang dikumpulkan dalam bentuk Fact Sheet, diharapkan para stakeholder dapat diyakinkan

tentang pentingnya melahirkan kebijakan-kebijakan internal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi.

Kami mengucapkan terima kasih kepada JEN (Jaringan Epidemiologi Nasional) yang telah memberikan kepercayaan dan dukungan untuk menyusun modul ini,sehingga dapat selesai menjadi buku yang tentunya sangat bermanfaat untuk digunakan para aktivis kesehatan reproduksi di lingkungan Perguruan Tinggi. Secara khusus kami mengucapkan terima kasih kepada para penyusun, mbak Lisa, mas Slam dan mas Harry. Kami meyakini, Buku Modul ini, masih sangat dimungkinkan untuk dilakukan penyempurnaan, oleh karena itu saran-sarannya sangat kami harapkan.

Semarang, 30 Juni 2009

Direktur Pelaksana Daerah PKBI Jawa Tengah

Ka

Ka

Ka

(5)

D

D

D

D

D

aftar

aftar

aftar

aftar

aftar

IIIII

si

si

si

si

si

Kata Pengantar Daftar Isi

Bagian Satu PENDAHULUAN Bab 1 Pendahuluan

A. Latar Belakang

B. Mengapa Perlu Modul Ini

Bab 2 Tujuan, Manfaar dan Sasaran Modul

A. Tujuan Modul

B. Siapa yang Perlu Menggunakannya? C. Manfaat modul bagi pengguna (fasilitator) D. Sistematika modul

E. Panduan Penggunaan Modul

Bab 3 Persiapan Pelatihan

A. Pembuatan Kerangka Acuan B. Tempat Pelatihan C. Waktu Pelatihan D. Perlengkapan E. Peserta F. Penyelenggara Pelatihan i iii 1 2 5 5 6 6 6 9 10 11 11 11 12

(6)

Bagian Dua MODUL PELATIHAN

Topik 1 Perkenalan Topik 2 Kontrak Belajar

Topik 3 Appreciative Inquiry (AI) Menuju Perubahan Positif Topik 4 Aspek Sosial Budaya Kesehatan Reproduksi

Topik 5 Situasi Kesehatan Reproduksi Mahasiswa Topik 6 Apa dan Mengapa Advokasi

Topik 7 Mengolah Data Informasi Topik 8 Merancang Executive Brief

Topik 9 Menggunakan Executive Brief Sebagai Alat Advokasi Topik 10Evaluasi

Lembar Evaluasi

Daftar Pustaka

Lampiran 1. Lembaran Kasus Lampiran 2. Bahan bacaan

Lampiran 3. Merancang Executive Brief

13 14 16 19 21 25 29 31 34 37 38 40 41 61 85

(7)

Bagian Satu

PENDAHULUAN

(8)

A. Latar Belakang

R

emaja didefinisikan sebagai siapa pun yang berusia 10-24 tahun. Kelompok usia ini perlu mendapatkan perhatian serius, paling tidak terdapat tiga alasan mengapa kelompok ini membutuhkan perhatian lebih.

Pertama, populasi remaja cukup besar, sekitar 1 milyard manusia, hampir 1

diantara 6 manusia di bumi adalah remaja, di Indonesia populasi remaja berkisar antara 28 persen dari jumlah penduduk yang ada (UNFPA, 1997 dikutip oleh PATH & UNFPA, 2000).

Kedua, pada masa ini seseorang mengalami perubahan yang bermakna baik

secara fisik, mental, maupun sosial yang sering menghadapkan mereka pada berbagai risiko kesehatan reproduksi dan seksual.

Ketiga, banyak remaja yang sudah aktif secara seksual, baik yang sudah menikah

maupun belum. Kegiatan seksual ini menempatkan mereka pada berbagai risiko kesehatan reproduksi seperti kehamilan tidak dikehendaki (KTD) yang dapat berakhir dengan aborsi tidak aman, terinfeksi penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks, HIV-AIDS serta kekerasan seksual.

Mahasiswa yang termasuk dalam kelompok usia antara remaja akhir dan dewasa awal juga merupakan kelompok yang berisiko, karena kelompok ini mempunyai ciri rasa ingin tahu yang besar sehingga sering bereksplorasi untuk memenuhi rasa ingin tahunya tersebut. Ciri yang lain, mahasiswa juga ingin menunjukkan eksistensinya terutama di lingkungannya. Namun mahasiswa juga rentan terhadap permasalahan kesehatan reproduksi karena berbagai keterbatasan misalnya masih kurangnya pengetahuan seksualitas dan kesehatan reproduksi, terpengaruh oleh teman, tekanan dari teman sebaya, kurangnya kontrol dari

BAB I

(9)

tempat kost dan jauh dari pengawasan orang tua, serta belum adanya sistem yang melembaga yang menangani kesehatan reproduksi mahasiswa.

Beberapa penelitian yang dilakukan pada komunitas mahasiswa menunjukkan bahwa mahasiswa juga mulai berpacaran. Penelitian mengenai perilaku pacaran mahasiswa yang dilakukan oleh Youth Center (YC) PILAR PKBI Jawa Tengah tahun 2006 di Kota Semarang pada 500 mahasiswa menunjukkan bahwa 69% melakukan kissing, 22% melakukan petting dan 6,2% melakukan intercourse. Oleh karenanya beberapa perguruan tinggi di Semarang, atas inisiatif JEN (Jaringan Epidemiologi Nasional) berupaya membentuk kegiatan reproduksi mahasiswa yang disebut peer educator (PE). Kegiatan ini berbasis pada mahasiswa untuk meningkatkan akses mahasiswa akan informasi dan layanan kesehatan reproduksi dan seksual. Namun lesson learnt yang diperoleh dari kegiatan PE di beberapa perguruan tinggi di Semarang dapat diketahui bahwa kegiatan PE akan berjalan dengan baik bila ada dukungan penuh dari pihak perguruan tinggi, seperti yang sudah dilaksanakan di Unika Soegijapranata Semarang. Pada kenyataannya masih ada beberapa perguruan tinggi yang belum memberikan prioritas bahkan acuh tak acuh serta menganggap program ini tidak penting. Oleh karena itu diperlukan sebuah upaya untuk menyadarkan dan meyakinkan pihak perguruan tinggi melalui kegiatan advokasi.

Advokasi secara umum sering diartikan sebagai upaya untuk mengubah kebijakan publik seperti mengubah undang-undang, peraturan daerah atau kebijakan lainnya. Namun, dalam modul ini advokasi yang dimaksud lebih difokuskan di lingkungan perguruan tinggi untuk mengubah cara pandang penentu kebijakan di lingkungan perguruan tinggi seperti rektor, dekan maupun pihak lainnya agar lebih peduli terhadap permasalahan kesehatan reproduksi mahasiswa serta mendukung adanya kegiatan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual bagi mahasiswa.

B. Mengapa perlu modul ini?

Kepustakaan di Indonesia di bidang advokasi saat ini sudah cukup beragam, namun pada umumnya lebih mengedepankan mengenai jenis advokasi, alur advokasi dan apa saja yang perlu dilakukan dalam gerakan advokasi. Bidang advokasinya pun beragam namun belum banyak yang membahas di area kesehatan reproduksi khususnya pada mahasiswa. Modul Advokasi Kesehatan

(10)

Reproduksi Mahasiswa ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kepustakaan di Indonesia, khususnya di bidang advokasi kesehatan reproduksi mahasiswa.

Secara khusus modul ini dirancang sebagai panduan pelatihan advokasi kesehatan reproduksi bagi aktivis mahasiswa. Bahwa pada beberapa perguruan tinggi di Indonesia saat ini telah banyak dikembangkan kegiatan pendidik sebaya (peer educator) yang beranggotakan para mahasiswa yang tertarik dengan isu kesehatan reproduksi.

Modul ini merupakan panduan teknis pelatihan untuk meningkatkan kapasitas aktivis mahasiswa dalam menyusun langkah-langkah strategis kegiatan advokasi di perguruan tinggi. Seusai pelatihan, diharapkan peserta dapat melakukan kegiatan advokasi internal di lingkungan perguruan tinggi untuk meyakinkan para pemangku kebijakan di lingkungan perguruan tinggi seperti rektor, dekan dan dosen akan pentingnya program kesehatan reproduksi di kalangan mahasiswa, sehingga diharapkan pihak perguruan tinggi memberikan dukungan terhadap program kesehatan reproduksi di lingkungannya.

(11)

A. Tujuan Modul

M

odul ini disususun sebagai pegangan bagi para fasilitator yang akan memberikan pelatihan bagi aktivis mahasiswa, dengan harapan dapat:

1. Memberikan pemahaman mengenai situasi kesehatan reproduksi mahasiswa termasuk dalam kaitannya dengan aspek sosial budaya, sebagai bahan advokasi

2. Memberikan pemahaman mengenai apa dan mengapa advokasi serta bagaimana langkah-langkah advokasi di lingkungan perguruan tinggi

3. Meningkatkan ketrampilan membuat executive brief sebagai salah satu alat untuk melakukan kegiatan advokasi di perguruan tinggi 4. Sebagai acuan dasar dalam mengadvokasi dan mengembangkan

kinerja di kelompok peer educator

B. Siapa yang Perlu Menggunakannya?

Modul ini dirancang untuk digunakan oleh fasilitator yang akan memberikan pelatihan kepada aktivis mahasiswa di perguruan tinggi. Fasilitator tersebut bisa berasal dari kalangan dosen, mahasiswa, Lembaga Suadaya Masyarakat (LSM), maupun pihak-pihak lain yang memahami permasalahan kesehatan reproduksi mahasiswa.

Peserta pelatihan adalah aktivis mahasiswa yang peduli terhadap kesehatan reproduksi. Akan lebih baik bila mereka sudah tergabung dalam kegiatan peer educator kesehatan reproduksi. Peserta diharapkan sudah mempunyai pemahaman dasar mengenai kesehatan reproduksi remaja.

BAB 2

(12)

C. Manfaat Modul Bagi Pengguna (Fasilitator)

Secara umum dapat memberikan kemudahan bagi fasilitator untuk menyelenggarakan pelatihan advokasi kesehatan reproduksi bagi aktivis mahasiswa, sehingga pelatihan lebih terencana dan profesional.

D. Sistematika Modul

Modul ini terdiri dari tiga bagian, dengan perincian sebagai berikut:

Bagian Satu

Terdiri dari dua bab, yaitu Bab 1 yang berisi latar belakang dan mengapa perlu modul advokasi kesehatan reproduksi bagi aktivis mahasiswa. Sedangkan Bab 2 berisi tujuan, siapa yang perlu mengunakan modul ini, manfaat bagi pengguna, sistematika modul dan panduan penggunaan modul.

Bagian Dua

Modul Advokasi Kesehatan Reproduksi Pada modul ini terdapat sepuluh topik yaitu

1. Perkenalan 2. Kontrak belajar

3. Appreciative inquiry menuju perubahan positif 4. Aspek sosial budaya kesehatan reproduksi 5. Situasi kesehatan reproduksi mahasiswa 6. Apa dan mengapa advokasi

7. Merancang agenda advokasi 8. Merancang executive brief

9. Menggunakan executive brief sebagai alat advokasi 10. Evaluasi Pelatihan

Lampiran

Lampiran berisi lembar bacaan dan lembar studi kasus.

E. Panduan Penggunaan Modul

Modul ini hanyalah salah satu alternatif panduan untuk menyelenggarakan pelatihan advokasi kesehatan reproduksi di kalangan mahasiswa. Fasilitator

(13)

Untuk mendapatkan manfaat yang lebih banyak maka disarankan setiap fasilitor yang akan menyelenggarakan pelatihan agar:

1. Sebaiknya fasilitator sudah membaca buku panduan pelatihan jauh-jauh hari sebelum menyelenggarakan pelatihan. Hal ini penting untuk membantu fasilitator memahami secara utuh sehingga akan lebih mudah untuk membawakan materi ketika kegiatan dilaksanakan

2. Meskipun pengetahuan fasilitator mengenai kesehatan reproduksi sudah baik namun tetap disarankan untuk membaca lembar bacaan

3. Cobalah setiap studi kasus dan role play pada diri anda sendiri, atau secara simulatif dengan teman-teman untuk memprediksi kemungkinan reaksi dan pertanyaan dari peserta. Fasilitator dapat melakukan modifikasi dari masing-masing modul asal tujuannya tercapai.

4. Untuk menghindari kejenuhan dan kebosanan pada saat penyelenggaraan pelatihan, fasilitator dapat meyisipkan ice breaking atau

energizing untuk membangun suasana. Dalam hal ini fasilitator perlu mempertimbangkan unsur waktu dan kondisi peserta

(14)

Y

ang dimaksud dengan persiapan pelatihan adalah, bagaimana penggagas, penyelenggara maupun fasilitator pelatihan mempersiapkan segala sesuatunya sehingga pelatihan dapat berjalan sesuai dengan harapan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan pelatihan advokasi ini yang secara detail diuraikan berikut ini.

A. Pembuatan Kerangka Acuan

Pembuatan kerangka acuan atau term of reference (TOR) merupakan tahap awal dari persiapan pelatihan. Kerangka acuan adalah panduan teknis pelaksanaan kegiatan yang berisi tujuan yang akan dicapai, hasil yang diharapkan serta hal-hal teknis lainnya. Oleh karena itu para penggagas pelatihan sebaiknya melakukan pertemuan-pertemuan kecil untuk menyusun kerangka acuan ini. Kerangka acuan yang sudah disusun akan digunakan untuk berbagai kepentingan seperti: mengurus perijinan, mengundang narasumber, fasilitator maupun peserta serta penggalangan dana.

Secara umum sistimatika pembuatan TOR sebagai berikut : a. Judul Kegiatan

b. Pendahuluan; Berisi uraian masalah dan mengapa pelatihan ini perlu dilaksanakan. Panjang tulisan kurang lebih 2-3 paragraf.

c. Tujuan; Berisi tujuan yang akan dicapai dengan melaksanakan kegiatan tersebut, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

d. Hasil yang diharapkan

Berisi hasil yang ingin dicapai dengan proses pelatihan. Perlu diuraikan secara jelas agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda.

e. Waktu dan tempat; Perlu disebutkan secara rinci dan jelas. Bila ada peserta yang berasal dari luar daerah, maka perlu dijelaskan bagaimana mencapai tempat tersebut, dengan menggunakan transportasi apa, serta berapa biaya yang dibutuhkan. Bila kegiatan diselenggarakan di hotel,

BAB 3

(15)

g. Peserta; Berisi jumlah, kriteria dan tata cara untuk menjadi peserta h. Susunan Kepanitiaan; Bila menggunakan panitia pengarah (steering

committee) dan panitia pelaksana (organizing committee), perlu disebutkan secara jelas nama dan jabatannya dalam kepanitian tersebut. i. Susunan Acara; Susunan acara biasanya dibuat dalam bentuk tabel berisi

waktu, kegiatan dan penanggung jawab atau pengisi materi

j. Anggaran; Berisi uraian rinci dan jelas mengenai rencana anggaran kegiatan tersebut yang akan digunakan untuk apa saja serta darimana sumbernya. Penjelasan sumber dana ini menjadi penting, karena akan berimplikasi pada kesiapan dana lokal, bila dana tersebut disepakati bersumber dari pengusul proyek

B. Tempat Pelatihan

Pelatihan dapat diselenggarakan di kampus, hotel maupun tempat pertemuan lainnya yang memiliki daya tampung untuk seluruh peserta dan panitia. Idealnya tempat pelatihan tersebut juga terdapat area untuk diskusi kelompok, serta ada ruangan untuk sekretariat panitia. Bila pelatihan dirancang bagi peserta untuk menginap, maka sebaiknya ruang pelatihan berlokasi di tempat yang mudah dijangkau bagi seluruh peserta.

Tata letak dan peralatan ruang pelatihan.

• Disarankan tata letak ruangan berbentuk tapal kuda atau U-shape, sehingga ada space yang luas di tengah bagi peserta maupun fasilitator untuk beraktivitas

• Ruangan sebaiknya tidak silau dari sinar matahari, sehingga dapat dilakukan pengaturan cahaya. Hal ini berguna ketika menggunakan slide

atau pemutaran film

• Disarankan peserta menggunakan kursi yang ada papan penulis, tidak menggunakan meja sama sekali. Sebisa mungkin kursi yang ringan sehingga mudah digeser-geser

• Disarankan fasilitator menggunakan wireless mic sehingga dapat menghemat energi fisik dan memungkinkan mobilitas tinggi

• Perlu disediakan 4 papan flip chart yang masing-masing berisi 10 lembar kertas flipchart dan spidol, untuk kegiatan diskusi kelompok

• Idealnya dinding ruang pelatihan terdapat space yang dapat ditempeli kertas flipchart hasil kesepakatan dan diskusi para peserta

(16)

C. Waktu Pelatihan

Pelatihan ini terdiri dari 10 topik yang membutuhkan waktu 19 sesi, masing-masing sesi 60 menit ditambah acara pembukaan dan penutup. Jumlah hari pelatihan dapat disesuaikan dengan kondisi penyelenggara maupun peserta, namun disarankan peserta pelatihan menginap sehingga ada waktu untuk istirahat, dan menghindari keterlambatan di hari kedua dan selanjutnya. Sebaiknya di malam hari tidak ada sesi, namun dapat diganti dengan penugasan atau malam keakraban. Sehingga pelatihan dapat diselenggarakan selama 3 hari dua malam. Pada lampiran dapat berikan contoh jadual pelatihan.

D. Perlengkapan

Bahan perlengkapan yang perlu disediakan oleh Panitia adalah; Papan Flip chart,

White board, Kertas Plano, Selotip/Lakban, Spidol aneka warna, sejumlah peserta, gunting. Akan lebih baik bila tersedia fasilitas Overhead Projector (OHP), atau Liquid Crystal Display (LCD) beserta Laptop/Notebook/Personal Komputer, dengan layar.

E. Peserta

a. Kriteria Peserta

• Mahasiswa aktivis dari organisasi di perguruan tingginya

• Mempunyai minat terhadap persoalan-persoalan kesehatan reproduksi remaja

• Bersedia melakukan kegiatan tindak lanjut dari hasil pelatihan • Bersedia menjadi relawan/aktivis kesehatan reproduksi remaja di

kampusnya

• Menunjukkan action setelah pelatihan dengan indikator mampu memberikan advokasi/ informasi melalui media kampus

b. Jumlah Peserta

Minimal 20 orang maksimal 30 orang. Mereka itu utusan dari perguruan tinggi masing-masing 5 orang. Sehingga dalam pelatihan ini perguruan tinggi yang mengikuti minimal 4 lembaga, maksimal 6 lembaga.

(17)

c. Seleksi Peserta

Penyelenggara sebaiknya mengirimkan undangan peserta kepada perguruan tinggi paling tidak dua kali lipat dari jumlah peserta yang direncanakan. Semisal, penyelenggara menentukan jumlah peserta adalah 30 orang dari 6 perguruan tinggi, maka undangan peserta harus dikirimkan kepada dua belas Perguruan Tinggi. Seleksi peserta perlu dilakukan, dengan cara meminta kepada seluruh peserta yang diundang, untuk mengirimkan;

• Karangan satu halaman mengenai motivasi peserta, mengapa tertarik mengikuti pelatihan ini, dan

• Daftar riwayat hidup

Panitia menentukan batas waktu penerimaan dokumen-dokumen yang sudah ditentukan, dan menentukan kriteria penilaian atas dokumen yang sudah masuk. Kriteria yang digunakan untuk meyeleksi peserta adalah berdasarkan kriteria-kriteria yang sudah ditetapkan oleh panitia yang dapat dilihat dalam TOR.

F. Penyelenggara Pelatihan

Pelatihan ini dikhususkan untuk diikuti oleh mahasiswa, karena itu sebaiknya penyelenggara kegiatan pelatihan ini, juga dari lingkungan kampus, karena dianggap sudah cukup mengenal karakteristik mahasiswa yang akan menjadi peserta. Oleh karena itu kriteria penyelenggara untuk kegiatan pelatihan ini adalah:

a. Penyelenggara dari lingkungan kampus perguruan tinggi, bisa di lingkungan rektorat ataupun di tingkat fakultas atau bisa juga unit-unit lain di lingkungan kampus seperti lembaga penelitian

b. Bersedia meluangkan waktu untuk mengelola atau menjadi penyelenggara kegiatan pelatihan

c. Bersedia menugaskan/menyediakan 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) orang yang akan bertugas sebagai panitia penyelenggara

d. Personil yang ditugaskan sebaiknya memilki pengalaman dalam mengelola sebuah pelatihan

e. Bersedia membuat laporan secara lengkap (narasi dan keuangan) setelah pelatihan selesai

(18)

Bagian Dua

(19)

Tujuan

• Mencairkan suasana

• Mengakrabkan hubungan diantara peserta dan peserta dengan fasilitator • Membuat peserta lebih sensitif terhadap permasalahan reproduksi remaja

Metode

Permainan; Bola Reproduksi

Alat Bantu

Bola tenis atau gulungan bola dari kertas

Waktu

20 menit

Langkah-langkah

a. Buka sesi dengan mengucapkan salam dan membangun semangat peserta b. Ajak peserta untuk bermain “bola reproduksi”. Fasilitator akan melempar bola kepada salah seorang peserta. Peserta yang mendapat bola harus menyebutkan nama panggilan dan masalah kesehatan reproduksi yang pernah dialami atau diketahui (Misal: Bunga - Keputihan ). Berikutnya peserta diminta melempar bola kepada peserta lainnya, hingga semua peserta mendapat giliran

c. Jelaskan tujuan dan makna dari permainan ini. Inti permainan adalah agar peserta saling mengenal satu sama lain serta membiasakan diri untuk membicarakan permasalahan kesehatan reproduksi remaja

TOPIK 1

(20)

Tujuan

• Menggali harapan dan kekhawatiran peserta terhadap pelatihan yang akan diselenggarakan

• Membangun kesepakatan antar peserta dan fasilitator mengenai hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama proses pelatihan, sehingga kegiatan dapat berjalan dengan baik dan lancar

Metode

Curah pendapat

Alat Bantu

Kertas plano, spidol, plaster, meta plan.

Waktu

70 menit

Langkah-langkah

a. Menggali harapan dan kekhawatiran peserta

• Tanyakan kepada peserta “apa yang menjadi tujuan mengikuti pelatihan advokasi kesehatan reproduksi? adakah kekhawatiran dalam diri anda untuk mengikuti pelatihan ini?”

• Bagikan dua kertas metaplan yang berbeda warna serta spidol besar kepada masing peserta, dan minta mereka menulis masing-masing satu harapan dan satu kekhawatiran pada masing-masing-masing-masing kertas

• Minta peserta menempel harapan ke papan harapan dan kekhawatiran pada papan kekhawatiran

• Ajak peserta untuk meringkas dan menyimpulkan harapan dan kekhawatiran peserta dari metaplan yang tertempel

TOPIK 2

(21)

b. Menyusun kesepakatan selama proses belajar

• Tanyakan kepada peserta apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan serta aturan-aturan yang ingin dibangun selama proses pelatihan berlangsung agar proses pelatihan berjalan sesuai dengan tujuan • Susun kesepakatan bersama

• Tanyakan kepada peserta apakah perlu ada sangsi bila ada peserta maupun fasilitator yang melanggar kesepakatan. Bila perlu, susun sangsi secara bersama-sama

• Tekankan kepada peserta bahwa kesepakatan tersebut mengikat bagi semua peserta dan hendaknya ditaati

• Tempel kesepakatan di dinding yang dapat dibaca peserta dengan mudah

c. Pembagian tugas

• Sampaikan kepada peserta mengenai tujuan pembagian tugas untuk memperlancar proses pelatihan. Kelompok yang bertugas dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan misalnya time keeper, ice breaker

dan reviewer

• Bagi peserta sesuai dengan tugas dan jadual yang disepakati • Tekankan kepada semua peserta untuk melakukan tugas dengan

(22)

P

engalaman masing-masing peserta tentu beragam dan merupakan hal yang menarik untuk diungkap serta mendapat apresiasi. Oleh karena itu pada awal pembelajaran dilakukan proses apresiasi inti positif pengalaman terbaik hidup bersama antar komunitas mahasiswa. Kemudian dari pengalaman-pengalaman tersebut, diciptakan mimpi bersama serta merancang apa yang harus dilakukan dan apa yang dapat dilakukan.

Tujuan

• Menggali pengalaman peserta tentang kegiatan kesehatan reproduksi remaja

• Merumuskan gagasan-gagasan program kesehatan reproduksi

Pokok Bahasan

• Memahami data kasus-kasus kesehatan reproduksi mahasiswa. • Upaya-upaya yang harus dilakukan mahasiswa

• Posisi strategis mahasiswa untuk perubahan

Metode dan Media

Diskusi kelompok, berbagi pengalaman

Waktu

Tiga sesi pembelajaran (180 menit)

Peralatan dan Bahan

a. Peralatan

Papan tulis, kertas plano, spidol, LCD (bila ada)

TOPIK 3

APPRECIATIVE INQUIRY (AI) MENUJU

PERUBAHAN POSITIF

(23)

b. Bahan bacaan Bahan bacaan 1

Husni, Farid, 2008. “Mengembangkan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Mahasiswa: Studi Kasus di Jawa Tengah”. Makalah disampaikan pada Konggres Jaringan Epidemiologi Nasional (JEN) XII di Semarang tahun 20-21 Juli 2007, sesi Seminar Nasional Kesehatan Seksual Mahasiswa.

Langkah-langkah

a. Menjelaskan tujuan sesi ini

Jelaskan tujuan sesi ini kepada seluruh peserta (15 menit) b. Bagi peserta berdasarkan kelompok asal perguruan tinggi.

Peserta dibagi menjadi 4 atau 5 kelompok berdasarkan asal perguruan tinggi. Setiap kelompok diharapkan menunjuk pelapor (15 menit) c. Peserta diminta melakukan diskusi kelompok (pengalaman, mimpi

bersama, dan merancang desain program)

1. Peserta diminta menuliskan pengalaman pribadi masing-masing yang terkait dengan kegiatan kesehatan reproduksi. Informasi ini dapat berupa pengalaman melaksanakan kegiatan kesehatan reproduksi remaja untuk pertama kali (kapan, dimana, bagaimana perasaannya). Atau bisa juga peristiwa melaksanakan kegiatan ceramah, diskusi, siaran radio, seminar, pelatihan kesehatan reproduksi atau sejenisnya (kapan, dimana dan bagaimana tanggapanya). Dari pengalaman masing-masing itu, kemudian menjadi tugas kelompok untuk melakukan rangkuman dari pendapat pribadi. Dari pendapat kelompok ini diharapkan dapat memunculkan informasi mengenai hal-hal yang mendukung dan hal-hal yang menghambat kegiatan kesehatan reproduksi tersebut. (20 menit)

2. Masih dalam kelompok yang sama, peserta diminta merumuskan mimpi bersama mengenai pemberian informasi kesehatan reproduksi remaja kepada mahasiswa. Apa yang menjadi cita-cita dari masing-masing kelompok. Diharapkan dalam diskusi kelompok ini akan menghasilkan mengenai visi kelompok, strategi yang akan dikembangkan dan upaya-upaya dukungan yang akan dilakukan. (20 menit)

(24)

3. Masih dalam kelompok yang sama, berdasar hasil mimpi bersama setiap kelompok kemudian diminta menyusun rancangan desain program. Misalnya strategi penguatan kapasitas mahasiswa dalam kesehatan reproduksi, maka rancangan desain programnya adalah melakukan pelatihan, studi banding dan lain-lain. Selain itu juga memunculkan informasi mengenai frekuensi kegiatan yang akan dilaksanakan dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. (20 menit)

d. Peserta diminta mempresentasikan hasil diskusi kelompok

Masing-masing kelompok diminta mempresentasikan hasilnya diskusi mengenai mimpi bersama dan desain rancangan program. (60menit) e. Ajak peserta untuk merumuskan hasil-hasil penting diskusi kelompok

Hal penting untuk perumusan yaitu:

• Pengalaman melaksankan program kesehatan reproduksi di lingkungan mahasiswa?

• Peran apa yang bisa dilakukan oleh mahasiswa?

Catat seluruh jawaban peserta, kemudian ajak peserta untuk merumuskan bersama-sama. (20menit)

f. Pertanyaan evaluasi

Apa yang harus dilakukan oleh mahasiswa melihat meningkatnya perilaku seksual beresiko yang dilakukan oleh para mahasiswa?

• Kegiatan PE untuk mahasiswa • Kegiatan konseling mahasiswa

• Kegiatan edutainment yang menggabungkan unsur pendidikan dan

entertain untuk pemberian informasi kesehatan reproduksi. • Untuk yang seksual aktif perlu diberikan pendidikan dan pemberian

kontrasepsi.

(25)

Tujuan

• Untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi

• Untuk meningkatkan komitmen terhadap isu kesehatan reproduksi

Pokok Bahasan

• Pengertian kesehatan reproduksi • Sepuluh domain kesehatan reproduksi • Kontroversi kesehatan reproduksi

Metode dan Media

• Ceramah • Diskusi

• Berbagi pengalaman

Waktu

Satu setengah sesi pembelajaran (90 menit)

Peralatan dan Bahan

a. Peralatan

Papan tulis, kertas plano, spidol, LCD (jika ada) b. Bahan Bacaan

Bahan bacaan 2

Husni, Farid, 2005. “Isu Kesehatan Reproduksi dalam Pilkada”, Suara Merdeka, Semarang, Selasa 7 Juni 2005.

Langkah-langkah

a. Menjelaskan tujuan sesi ini (15 menit)

Jelaskan secara singkat tujuan dari sessi ini kepada seluruh peserta

TOPIK 4

ASPEK SOSIAL BUDAYA KESEHATAN

REPRODUKSI

(26)

b. Menjelaskan isi sub pokok bahasan (45 menit)

International Conference on Population and Development (ICPD) Kairo tahun 1994

Pengertian Kesehatan Reproduksi

Kesehatan fisik mental dan sosial seseorang, bukan saja terbebas dari penyakit maupun kelemahan tetapi berkaitan pula dengan sistim reproduksi, fungsi, dan prosesnya

Pengertian 10 Domain Kesehatan Reproduksi

Ranah Kesehatan Reproduksi meliputi mulai dari dalam kandungan sampai dengan Lanjut usia (Lansia)

Hak-hak Kesehatan Reproduksi vs Nilai Sosial Budaya

Kesehatan Reproduksi ranahnya adalah berbasiskan hak-hak asasi manusia, sementara masyarakat memandang berbasiskan nilai-nilai moral. Benturan/konflik keduanya antara hak melawan nilai moral merupakan fenomena yang sering terjadi dalam memperjuangkan hak-hak kesehatan reproduksi di masyarakat.

c. Bagikan lembar kasus 1 yaitu kliping koran mengenai kasus aborsi yang dilakukan oleh mahasiswi. Ajak para peserta untuk memberikan komentar tentang kasus tersebut. Pembahasan difokuskan kepada bagaimana konflik hak asasi manusia dengan nilai-nilai moral. (30 menit)

d. Simpulkan dan tegaskan kembali tentang perlunya memahami realitas permasalahan kesehatan reproduksi di lingkungan masyarakat, dan kemudian diharapkan dapat memahami pentingnya keselarasan/ kesesuaian antara hak-hak kesehatan reproduksi dengan nilai-nilai moral di masyarakat (10 menit)

e. Pertanyaan evaluasi

Mengapa isyu kesehatan reproduksi belum mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah?

Jawaban:

• Kesehatan reproduksi merupakan investasi jangka panjang • Program kesehatan reproduksi membutuhkan anggaran yang

cukup besar

(27)

P

ada sesi sebelumnya telah dibahas mengenai isu kesehatan reproduksi secara umum dalam kaitannya dengan aspek sosial dan budaya. Namun dalam rangka merumuskan kegiatan advokasi, mahasiswa juga perlu memahami isu kesehatan reproduksi remaja yang lebih mendasar menyangkut perilaku seksual dan kesehatan reproduksi serta implikasinya terhadap kesehatan masyarakat. Selain itu peserta juga perlu memahami bahwa remaja merupakan kelompok strategis dalam memutus berbagai mata rantai permasalahan kesehatan reproduksi.

Tujuan

• Meningkatkan pengetahuan peserta mengenai perilaku seksual berisiko serta dampaknya bagi kesehatan

• Meningkatkan pemahaman akan pentingnya posisi mahasiswa sebagai kelompok kunci dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan reproduksi

Pokok Bahasan

• Perilaku seksual dan kesehatan reproduksi remaja

• Dampak perilaku seksual bagi kesehatan reproduksi remaja

Metode dan Media

a. Berbagi pendapat b. Diskusi kelompok c. Ceramah

Waktu

Satu setengah sesi pembelajaran (90 menit)

TOPIK 5

SITUASI KESEHATAN REPRODUKSI

MAHASISWA

(28)

Peralatan dan Bahan

a. Peralatan

Kertas plano, spidol, isolasi kertas, LCD, lembar studi kasus dari kliping media. b. Bahan bacaan

Sebelum sesi dimulai, peserta diharapkan sudah membaca bahan bacaan di bawah ini:

• DKT Indonesia, 2005. “Ringkasan Riset: Studi Mengenai Perilaku Seksual Kawula Muda di Empat Kota Besar Indonesia”, Jakarta

• Hasil penelitian JEN mengenai seksualitas mahasiswa • Path dan UNFPA, 2000. “Kesehatan Reproduksi Remaja:

Membangun Perubahan yang Bermakna”, Out Look, Vol 16 hal.1-8.

Langkah-langkah

a. Pengantar menuju sesi 3 (10 menit)

Jelaskan secara singkat tujuan pembelajaran sesi 3, hasil yang ingin diperoleh di akhir sesi, manfaat sesi ini dalam kaitannya dengan materi yang sudah dan akan diterima selama proses pelatihan serta sekilas metode belajar yang akan dilakukan. (dapat disampaikan dengan presentasi menggunakan power point)

b. Identifikasi permasalahan kesehatan reproduksi mahasiswa (15 menit) • Ajak peserta untuk sejenak mereview kehidupan mahasiswa di

lingkungan kampusnya, apa saja aktivitasnya, apa ciri khasnya serta bagaimana pola pergaulannya terutama yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi

• Ajukan pertanyaan kepada peserta:

“Apa sajakah permasalahan kesehatan reproduksi yang sering dialami oleh mahasiswa di lingkungan kampus masing-masing?” “Adakah pengalaman yang menarik berkaitan dengan hal tersebut?” • Minta masing-masing peserta menulis di kertas 5 masalah kesehatan reproduksi yang pernah dijumpai atau dialami di lingkungan kampusnya

(29)

• Minta peserta berpasangan dengan teman sebelahnya untuk mendiskusikan masalah kesehatan reproduksi yang sudah ditulis dan memilih 3 masalah yang paling sering dijumpai

• Tanyakan kepada peserta hasil diskusi, catat dan kelompokkan jawaban peserta di papan tulis. Gali bila ada pengalaman unik peserta, kemudian simpulkan

Key messages: bahwa mahasiswa rentan terhadap berbagai permasalahan kesehatan reproduksi diantaranya: kehamilan tidak dikehendaki, IMS dan HIV/AIDS, kekerasan seksual dan narkoba. Hasil identifikasi ini akan menjadi pengantar untuk masuk ke tahap berikutnya, yaitu memahami permasalahan kesehatan reproduksi mahasiswa

c. Memahami permasalahan kesehatan reproduksi mahasiswa

• Bagi peserta menjadi 4 kelompok secara acak (bisa dengan cara masing-masing peserta berhitung 1 sampai 4 kemudian kelompokkan peserta berdasarkan nomor yang diperoleh atau menggunakan teknik lain)

• Masing-masing kelompok diminta memberi nama kelompok serta memilih pelapor

• Bagikan lembar studi kasus 2-5 kepada masing-masing kelompok. Terdapat 4 jenis studi kasus yang berbeda meliputi: kehamilan tidak dikehendaki, Infeksi Menular Seksual (IMS), dan HIV-AIDS, kekerasan seksual dan narkoba di kalangan mahasiswa. (5 menit)

• Peserta diminta mendiskusikan hal-hal berikut: (30 menit)

1) Permasalahan kesehatan reproduksi apakah yang muncul pada studi kasus tersebut?

2) Apa saja kemungkinan yang melatar belakangi masalah tersebut? Mengapa hal itu bisa terjadi?

3) Apa alternatif solusinya? Dan apa peran yang dapat dilakukan perguruan tinggi untuk mengatasi masalah tersebut?

d. Minta masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan ajak kelompok lain untuk menanggapi hasil diskusi kemudian simpulkan. (25 menit)

e. Pertanyaan evaluasi (5 menit)

Apa sajakah masalah kesehatan reproduksi remaja? Dan apa yang melatar belakangi hal tersebut?

(30)

Jawaban:

Masalah kesehatan reproduksi remaja: kehamilan tidak dikehendaki yang dapat berakhir dengan aborsi tidak aman, IMS dan HIV/AIDS, narkoba, kekerasan seksual

Penyebab permasalahan tersebut:

• Kurang pengetahuan kesehatan reproduksi • Tekanan kelompok sebaya

• Kurang kontrol dari orang tua dan lingkungan • Kesehatan reproduksi masih tabu untuk dibicarakan

• Kurangnya kemampuan untuk mengelola dorongan seksual f. Key messages:

• Mahasiswa berpotensi untuk melakukan perilaku berisiko seperti melakukan hubungan seks pranikah, berganti-ganti pasangan, tidak konsisten dalam penggunaan kondom, menyalahgunakan narkoba yang dapat menjadikan mereka rentan terhadap berbagai permasalahan kesehatan reproduksi

• Mahasiswa juga berpotensi untuk berperan aktif untuk mencegah dan membantu dalam penyelesaian masalah kesehatan reproduksi

(31)

B

agian ini akan mengajak peserta untuk memahami pengertian dasar advokasi sehingga mahasiswa mampu membuat kerangka kerja untuk mempengaruhi pengambil kebijakan di perguruan tinggi untuk peduli kesehatan reproduksi.

Tujuan

• Peserta memahami pengertian advokasi • Peserta memahami langkah-langkah advokasi

Pokok Bahasan

a. Pengertian, konsep dan kerangka kerja advokasi kesehatan reproduksi mahasiswa.

b. Langkah-langkah advokasi kesehatan reproduksi mahasiswa - Memilih isu strategis

- Mengolah data dan informasi - Menyusun executive brief

- Menggalang sekutu dan pendukung - Lancarkan tekanan

- Pengaruhi pembuat dan pelaksana kebijakan

Metode dan Media

a. Studi kasus b. Ceramah

c. Diskusi kelompok

Waktu

Tiga sesi pembelajaran (180 menit)

TOPIK 6

(32)

Peralatan dan Bahan

a. Peralatan

Papan tulis, kertas plano, spidol, metaplan, LCD, lembar kasus “Fenomena ayam kampus”

b. Bahan bacaan

Pengertian dan Strategi Advokasi Kespro di Perguruan Tinggi

Langkah-langkah

a. Menjelaskan tujuan sesi ini (10 menit) Jelaskan secara singkat tujuan sesi ini b. Memahami pengertian advokasi

• Ajukan pertanyaan secara acak kepada seluruh peserta: “Menurut kalian, apakah pengertian advokasi itu?” (10 menit)

• Catat semua pokok jawaban peserta di kertas plano tanpa diberi komentar, kecuali minta penjelasan/klarifikasi jika dianggap perlu. (15 menit)

• Ajak peserta membahas semua jawaban yang ada di kertas plano. (15 menit)

• Biarkan peserta saling berdiskusi sampai akhirnya peserta tiba pada beberapa kesimpulan mereka sendiri. Tegaskan bahwa hal itu adalah kesimpulan sementara mereka tentang pengertian advokasi. Untuk memperoleh rumusan pengertian akhir yang lebih lengkap, jelaskan melalui presentasi (10 menit)

c. Memahami langkah-langkah advokasi kesehatan reproduksi

• Bagikan lembar kasus “Fenomena ayam kampus” kepada setiap peserta, minta peserta membaca secara cermat selama 10-15 menit. (10 menit)

• Setelah semua peserta menyatakan telah selesai membaca, bagi peserta ke dalam 4 kelompok. Setiap kelompok bertugas mendiskusikan kasus tersebut dengan rincian pertanyaan sebagai berikut : (20 menit)

(33)

Kelompok I:

* Apa isu utama dalam kasus tersebut? * Mengapa isu tersebut muncul? Kelompok II:

* Apa risiko jika fenomena tersebut tidak ditanggulangi? * Siapa saja yang terkena imbas buruk dari fenomena ini? Kelompok III

* Bagaimana cara mengatasi fenomena tersebut? * Faktor-faktor pendukung dan penghambat? Kelompok IV

* Memetakan stakeholder

* Langkah-langkah advokasi

• Setelah seluruh kelompok selesai berdiskusi, bagikan setumpuk potongan kartu / metaplan kepada peserta. (5 menit)

• Minta kepada peserta untuk menuliskan hasil diskusi kelompok ke dalam metaplan. Tekankan tulisan dalam kartu harus besar dan tidak panjang.(4-5 kata) (15 menit)

• Setelah semua kelompok selesai, minta setiap kelompok secara berurutan menempelkan metaplan di papan tulis/kertas plano. (10 menit)

• Setelah semua metaplan tertempel, ajaklah peserta mendiskusikan: (20 menit)

- Apakah penyebab utama fenomena “ayam kampus”? - Apa yang terjadi jika hal ini tidak diantisipasi?

- Siapa saja stakeholders/pihak di kampus yang berkepentingan dalam masalah ini?

• Catat dan rangkum hasil diskusi. (20 menit)

• Ajak peserta untuk menyimpulkan isu strategis dan siapa saja

stakeholders di kampus perlu dilibatkan untuk mengatasi fenomena ini. (10 menit)

(34)

• Saat mengidentifikasi tentang stakeholder, jelaskan perlunya mengajak media/pers kampus untuk mendukung proses ini. Untuk melibatkan pers kampus bisa melalui langkah-langkah sebagai berikut: menghubungi kontak person, menentukan agenda dan mengemas isu di media untuk mendukung proses advokasi

d. Evaluasi (5 menit)

Tunjuk peserta secara acak, kemudian ajukan pertanyaan : Jelaskan pengertian advokasi

Jawab: Sebuah usaha sistematik dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesak terjadinya perubahan kebijakan

Susunlah langkah-langkah advokasi yang akan dilaksanakan di kampus dengan mengisi tabel berikut ini (10 menit)

(35)

S

etelah menentukan isu strategis, langkah berikutnya adalah mengumpulkan data, lalu diolah dan dikemas menjadi informasi untuk mendukung advokasi. Berbeda dengan pengumpulan data/riset akademis yan mementingkan formalitas baku dalam proses dan hasilnya, riset untuk advokasi lebih mementingkan manfaat praktis dari semua data dan informasi yang dihasilkannya.

Tujuan

Peserta memahami pengertian dan kaidah dasar pengemasan informasi untuk keperluan advokasi.

Pokok Bahasan

Pengertian dan kaidah dasar pengemasan informasi untuk keperluan advokasi

Metode dan Media

a. Ceramah

b. Berbagi pengalaman

Waktu

Satu setengah sesi pembelajaran (90 menit).

Peralatan dan Bahan

a. Peralatan

Papan tulis, kertas plano, spidol, LCD dan metaplan. b. Bahan bacaan mengolah data dan informasi

TOPIK 7

(36)

Langkah-langkah

a. Menjelaskan tujuan dari sesi ini (5 menit)

b. Tanyakan kepada peserta: apakah di antara mereka ada yang memiliki pengalaman pernah melakukan langsung atau, paling tidak, pernah membaca factsheet/lembar fakta. Jika ada, minta 1-3 orang untuk menceritakan secara singkat tentang (30 menit):

- Riset atau kajian apa?

- Siapa yang melakukan, dimana?

- Bagaimana proses dan metoda pelaksanaannya? - Apa saja data atau informasi yang dihasilkannya?

- Hasil data dan informasi tersebut disampaikan kepada siapa atau digunakan untuk apa?

c. Setelah 1-3 orang peserta menceritakan pengalamannya, langsung ajak peserta untuk mendiskusikan (30 menit):

- Apakah yang disampaikan tadi itu memang benar-benar merupakan suatu kajian yang dapat digunakan untuk advokasi

- Jadi, apa pengertian mereka sekarang tentang kajian untuk advokasi? Apa perbedaan dengan kajian akademis murni?

d. Catat pokok-pokok jawaban dan pendapat peserta pada papan tulis/kertas plano, dan atas dasar itu, ajak mereka membuat suatu rangkuman dan kesimpulan umum tentang pengertian, kaidah asas serta berbagai kemungkinan bentuk dan cara pengemasan informasi dalam kegiatan advokasi (20 menit)

(37)

Tujuan

• Untuk membangun pemahaman peserta tentang kegunaan executive brief di dalam kegiatan advokasi

• Untuk meningkatkan keterampilan peserta dalam merancang executive brief sebagai media advokasi

Pokok Bahasan

• Definisi dan kegunaan executive brief dalam kegiatan advokasi • Kiat merancang executive brief

Metoda dan Media

• Ceramah dan tanya jawab • Berbagi pengalaman • Diskusi kelompok

Waktu

Tiga sesi pembelajaran (180 menit)

Peralatan dan bahan

a. Peralatan

Papan tulis, kertas plano, spidol, LCD (jika ada) b. Bahan

Tips Merancang Executive brief

Langkah-langkah

a. Menjelaskan tujuan sesi ini (10 menit)

Jelaskan tujuan yang akan dicapai dari sesi ini secara singkat (bisa dalam bentuk presentasi power point)

TOPIK 8

(38)

b. Definisi dan kegunaan executive brief dalam kegiatan advokasi. • Ajukan pertanyaan kepada peserta (10 menit):

Bagaimana caranya agar pesan advokasi kita mudah ditangkap oleh publik atau kelompok yang kita advokasi?

Catat dan kelompokkan jawaban peserta di papan tulis. Tarik kesimpulan bahwa salah satu cara efektif adalah kita harus mengemas dan menyampaikan pesan advokasi kita melalui media sehingga mudah dipahami dan diterima. Jelaskan bahwa salah satu cara adalah dengan merancang executive brief.

• Ajukan pertanyaan kepada peserta (15 menit):

Apa itu executive brief? Apakah ada yang sudah pernah mendengar atau tahu?

Apa keuntungan menggunakan executive brief?

Apakah untuk mengubah kebijakan di kampus kita juga bias menggunakan media executive brief?

Catat jawaban peserta di papan tulis

• Jelaskan tentang definisi dan kegunaan executive brief dalam kegiatan advokasi (15 menit)

• Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya atau mendiskusikan hal-hal yang dirasa penting. Tarik kesimpulan bersama tentang definisi dan kegunaan executive brief. (10 menit) c. Tips merancang executive brief

• Ajukan pertanyaan kepada peserta (15 menit):

Bagaimana sebaiknya isi dan bentuk executive brief yang kita rancang agar dibaca dan dipahami oleh orang yang akan kita advokasi?

Catat dan kelompokkan jawaban peserta di papan tulis.

• Jelaskan tentang kriteria dan struktur penulisan executive brief yang efektif. Buka kesempatan kepada peserta untuk mendiskusikan

(39)

hal-• Bagi peserta dalam kelompok. Sebaiknya jumlah maksimal dalam satu kelompok adalah 5 orang (sesuaikan dengan situasi dan kondisi). Minta masing-masing kelompok untuk:

1. Merumuskan satu agenda perubahan yang mereka inginkan terjadi di kampus menyangkut kesehatan reproduksi dan seksual mahasiswa. (Agenda perubahan bisa diambil dari sesi advokasi sebelumnya jika ada)

2. Merancang executive brief yang efektif sesuai dengan kriteria dan struktur penulisan yang sudah dipresentasikan. (30 menit) • Minta setiap kelompok mempresentasikan hasil executive brief yang sudah mereka rancang. Minta kelompok lain untuk menanggapi dan memberikan masukan sesuai dengan kriteria dan struktur penulisan executive brief yang sudah dipresentasikan. (30 menit) • Tutup sesi dan sampaikan bahwa executive brief ini hanyalah alat

dan harus dikombinasikan dengan strategi advokasi lainnya secara efektif. (15 menit)

(40)

Tujuan

• Untuk meningkatkan ketrampilan peserta dalam merancang langkah-langkah menggunakan executive brief sebagai alat advokasi

• Untuk meningkatkan ketrampilan peserta dalam mempresentasikan

executive brief untuk mempengaruhi pengambil kebijakan di kampus

Pokok Bahasan

• Merancang langkah-langkah dalam menggunakan executive brief sebagai alat advokasi

• Mempresentasikan executive brief secara efektif

Metoda dan Media

• Ceramah dan tanya jawab • Diskusi kelompok

• Simulasi

Waktu

Tiga sesi pembelajaran (180 menit)

Peralatan dan Bahan

• Peralatan

Papan tulis, kertas plano, spidol, LCD (jika ada) • Bahan

Menggunakan executive brief sebagai alat advokasi

TOPIK 9

MENGGUNAKAN

EXECUTIVE BRIEF

SEBAGAI

ALAT ADVOKASI

(41)

Langkah-langkah

a. Menjelaskan tujuan sesi ini (10 menit)

Jelaskan tujuan yang akan dicapai dari sesi ini secara singkat (bisa dalam bentuk presentasi powerpoint)

b. Merancang langkah-langkah dalam menggunakan executive brief sebagai alat advokasi

• Bagi peserta dalam kelompok, diminta untuk berdiskusi (disarankan kelompok yang sama denga sesi sebelumnya)

Bayangkan situasi kampus anda, diskusikan peluang-peluang dan tantangan yang ada dalam mendesakkan perubahan sesuai dengan tujuan executive brief yang anda rancang

Saat ini anda sudah merancang executive brief, langkah-langkah apa yang anda lakukan agar executive brief anda diterima dan didengarkan oleh pihak kampus? (pertimbangkan peluang dan tantangan yang ada) (20 menit)

• Minta setiap kelompok mempresentasikan hasil kelompoknya. Minta kelompok lain untuk menanggapi. Tulis di papan tulis dan kelompokkan langkah-langkah yang dipresentasikan peserta secara sistematis. (30 menit)

• Jelaskan tentang langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam menggunakan executive brief sebagai alat advokasi. Sepakati bersama peserta mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan dalam menggunakan executive brief nantinya. (15 menit )

• Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya atau mendiskusikan hal-hal yang dirasa penting. Tarik kesimpulan bersama tentang definisi dan kegunaan executive brief. (10 menit) c. Mempresentasikan Executive brief Secara Efektif

• Jelaskan bagaimana teknik mempresentasikan executive brief secara efektif di depan pimpinan kampus (20 menit)

• Lakukan simulasi. Setiap kelompok diminta bertemu dengan pimpinan kampus. Mereka membawa dan mempresentasikan

(42)

executive brief yang telah mereka rancang. Fasilitator atau peserta dari kelompok lain bisa menjadi pimpinan kampus. Peragakan simulasi masing-masing kelompok 10 menit. Pandu kelompok agar memikirkan:

Jika kamu dapat kesempatan bertemu dengan pimpinan kampus dan waktu yang tersedia hanya 10 menit, apa yang akan anda sampaikan sesuai dengan tujuan dan isi dari executive brief yang sudah dirancang? (45 menit)

• Setelah semua simulasi selesai, ajukan pertanyaan kepada peserta:

Bagaimana perasaan anda saat mempresentasikan isi executive brief tadi di depan pimpinan kampus?

Apa kendala yang anda temui?

Apa pelajaran yang bisa kita ambil menyangkut cara efektif menyampaikan isi executive brief secara efektif?

Diskusikan bersama peserta dan bahas kendala yang dihadapi. (10 menit)

• Sepakati bersama peserta tentang kiat-kiat mempresentasikan

executive brief secara efektif. (10 menit menit) • Tutup sesi dan bagikan lembar bacaan

(43)

Tujuan

• Mengukur keberhasilan pelatihan baik secara proses maupun hasil. • Mendapatkan masukan untuk perbaikan pelatihan sejenis di kemudian

hari.

Pokok Bahasan

Mengidentifikasi hal-hal yang sudah bagus maupun belum berkaitan dengan pelatihan baik secara proses maupun hasil yang diperoleh dari masukan peserta untuk perbaikan pelatihan dimasa mendatang

Metoda dan Media

• Kerja mandiri

Waktu

Satu sesi pembelajaran (60 menit)

Peralatan dan bahan

• Peralatan

Papan tulis, kertas plano, spidol, LCD (jika ada) • Bahan

Lembar advokasi

Langkah-langkah

a. Jelaskan kepada peserta maksud dan tujuan kegiatan evaluasi

b. Bagikan lembar evaluasi kepada peserta, dan minta mereka untuk mengisi c. Tanyakan kembali kepada peserta apakah ada masukan, saran yang ingin

disampaikan untuk perbaikan pelatihan dikemudian hari

TOPIK 10

(44)

Lingkari angka yang menurut anda tepat sebagai penilaian terhadap aspek-aspek dibawah ini 1. MATERI

Penyajian/ penyampaian oleh fasilitator/narasumber

Sangat Buruk Sangat Baik

1. Appreciative Inqiry (AI) Menuju Perubahan Positif 1 2 3 4 5

2. Aspek Sosial Budaya Kesehatan Reproduksi 1 2 3 4 5

3. Situasi Kesehatan Reproduksi Mahasiswa 1 2 3 4 5

4. Apa dan Mengapa Advokasi 1 2 3 4 5

5. Mengolah Data Dan Informasi 1 2 3 4 5

6. Merancang Executive brief 1 2 3 4 5

7. Menggunakan Executive brief 1 2 3 4 5

Isi materi

Sgt Tdk Berguna Sgt Berguna

1. Appreciative Inqiry (AI) Menuju Perubahan Positif 1 2 3 4 5

2. Aspek Sosial Budaya Kesehatan Reproduksi 1 2 3 4 5

3. Situasi Kesehatan Reproduksi Mahasiswa 1 2 3 4 5

4. Apa dan Mengapa Advokasi 1 2 3 4 5

5. Mengolah Data Dan Informasi 1 2 3 4 5

6. Merancang Executive brief 1 2 3 4 5

7. Menggunakan Executive brief 1 2 3 4 5

Metode yang digunakan fasilitatordalam penyampaian materi

Sangat Buruk Sangat Baik

1. Appreciative Inqiry (AI) Menuju Perubahan Positif 1 2 3 4 5

2. Aspek Sosial Budaya Kesehatan Reproduksi 1 2 3 4 5

3. Situasi Kesehatan Reproduksi Mahasiswa 1 2 3 4 5

4. Apa dan Mengapa Advokasi 1 2 3 4 5

5. Mengolah Data Dan Informasi 1 2 3 4 5

6. Merancang Executive brief 1 2 3 4 5

7. Menggunakan Executive brief 1 2 3 4 5

LEMBAR EVALUASI

PELATIHAN ADVOKASI KESEHATAN

REPRODUKSI UNTUK MAHASISWA

(45)

Sangat Pasif Sangat Aktif 2. PARTISIPASI AKTIF PESERTA

DALAM PROSES PELATIHAN 1 2 3 4 5

Sangat Buruk Sangat Baik

3. PENYELENGGARAAN PELATIHAN

Akomodasi 1 2 3 4 5

Fasilitasi panitia 1 2 3 4 5

(46)

DAFTAR PUSTAKA

1 DKT Indonesia, & Synovate. (2005). Ringkasan Riset: Studi Mengenai Perilaku Seksual Kawula Muda di Empat Kota Besar Indonesia.

2 PATH, & UNFPA. (2000). Kesehatan Reproduksi Remaja: Membangun Perubahan yang

Bermakna. Out Look, 16(Kesehatan Reproduksi Remaja), 1-7.

3 Ronodirdjo, R. F., & Sjahid, A. Panduan Pelatihan Advokasi Berbasis Persuasif Pendekatan

Neuro Linguistik Programming (NLP).

4 Topatimasang, R., Fakih, M., & Rahardjo, T. (2004). Mengubah Kebijakan Publik. Yogyakarta:

(47)

Lampiran 1

LEMBAR KASUS

(48)
(49)
(50)

Bandung, Pelita

S

epuluh mahasiswa Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor, Kabupaten Sumedang, yang diduga melakukan pesta seks dan narkoba bersama lima wanita di Desa Cibeusi, Jatinangor sekitar Kampus STPDN, digrebeg petugas ronda malam bersama warga setempat.

Meski penggrebegan ini terjadi 27 Maret 2004 lalu, namun yang menjadi permasalahan adalah kasus ini terpaksa diambil alih Kapolres Sumedang karena diduga Kapolsek Jatinangor diduga berusaha untuk tidak menindaklanjuti perkara penggrebekan pesta narkoba ini.

Meski demikian, pihak Polsekta Jatinangor yang dihubungi Senin (19/4) petang membantah adanya dugaan untuk mem-peti-es-kan kasus ini dengan alasan belum menerima laporan atas kejadian penggerebekan rumah kos Praja STPDN oleh warga dan petugas ronda malam itu.

Diambil alih Mapolres Sumedang

Jadi, pihaknya tidak sedang memproses kasus tersebut. Malah, Mapolsek baru mendengar sekarang. Kalau memang ada kejadian seperti itu pihaknya akan minta informasi itu agar dilakukan penyelidikan, kata Kanit Reskrim Polsek Jatinangor, Aiptu A. Supriatna.

Sementara itu aparat Mapolres Sumedang sudah mengambil alih penanganan kasus penggerebekan pesta narkoba di rumah kost praja STPDN itu. Empat saksi warga Desa Cibeusi, Jatinangor akan dipanggil untuk dimintai keterangan sehubungan kasus ini.

Mahasiswa STPDN “Pesta” Narkoba

Digrebek Ronda, Warga Malah Disuruh

Tandatangani BAP Pemukulan dan Perusakan

(51)

Menurut informasi yang diperoleh, hal itu dilakukan Mapolres diduga karena terjadinya kesalahan komunikasi dalam penanganannya sehingga informasi yang berkembang tidak sesuai fakta.

Warga mengaku kasus itu sudah ditangani pihak Polsek Jatinangor. Namun demikian, sebaliknya pihak Polsek menyatakan belum menerima laporan kejadian itu dari warga.

Isi BAP Beda, Warga Terkejut

Sebelumnya, beberapa warga di lingkungan RW 01 Desa Cibeusi, Kecamatan Jatinangor, mengaku telah dipanggil oleh pihak STPDN dan Polsek Jatinangor sehubungan kasus penggrebekan itu.

Mereka (warga) diminta menandatangani berita acara kasus penggerebekan rumah kost praja STPDN di Jalan K.H. Mustofa Desa Cibeusi itu. Namun demikian warga mengaku terkejut karena isi berita acara pemeriksaan itu berbeda dengan fakta di lokasi kejadian yang dialami mereka.

Berita acara yang tandatangani warga itu ternyata berisi tentang kejadian pemukulan dan perusakan mobil Praja STPDN oleh sejumlah warga ketika berlangsung aksi penggerebekan tanggal 27 Maret 2004 lalu.

Warga merasa heran dengan isi BAP itu padahal saat itu tidak ada pemukulan yang dilakukan warga terhadap Praja STPDN. Begitu pula soal perusakan mobil, sama sekali tidak terjadi. “Kami hanya melakukan penggerebekan karena sering kali melihat wanita keluar-masuk rumah kost Praja itu,” kata seorang warga. Ada Lima Wanita

Begitu pula pada malam kejadian, lima wanita di rumah kost itu tidak juga keluar rumah, padahal sudah pukul 23.00 WIB, ujar salah seorang warga RT 004/01 Desa Cibeusi, yang tidak mau disebut namanya.

Kapolres Sumedang AKBP Drs. Yoyok Subagiono, SH, MSi, sulit dihubungi karena HP-nya non aktif. Namun diperoleh keterangan dari Mapolres Sumedang, Senin (19/4) petang bahwa pihak Mapolres membenarkan jika pihaknya mengambil alih penanganan kasus dari Mapolsek Jatinangor tentang penggrebekan pesta narkoba itu.

(52)

Aparat Kepolisan Polres Sumedang, sudah mulai melakukan pemanggilan terhadap empat saksi warga yang mengetahui kejadian itu, walau baru tahap menyampaikan surat panggilan terhadap empat warga.

Apakah benar ada penganiayaan dan perusakan mobil Praja oleh warga atau justru sebaliknya, kata sumber itu menjelaskan. Disebut sumber tadi, keberadaan Praja dan lima gadis, yang diduga mahasiswi di dalam rumah kost itu memang menimbulkan keresahan warga sekitar, apalagi karena lokasinya berdekatan dengan pondok pesantren.

Namun, pihaknya belum mendapat laporan secara pasti, apakah benar saat itu sedang terjadi perbuatan mesum atau pesta narkoba, seperti isu-isu yang berkembang.

Aparat Polsek Sumedang akan menerjunkan anggotanya untuk menyelidiki laporan kebenaran atas kasus ini. Jika memang telah terjadi tindak pidana, pihaknya tidak akan pandang bulu untuk mengambil tindakan, termasuk mereka yang berupaya menutup-nutupi kasus ini. (ksm)

(53)

17 Desember 2008

S

ebuah Kisah Nyata.. tentang seseorang yang pernah terjerat dalam penyalahgunaan Narkoba

Jika waktu bisa kembali ke masa lalu. Saya ingin sekali melihat terakhir kali wajah ayah saya sebelum meninggal. Dia adalah pahlawan bagi saya. Saya ingin meminta maaf kepadanya.

Begitulah ungkapan TPI Boyo, salah seorang pengidap HIV-AIDS saat ditemui Global kemarin. Seperti juga dengan kondisi orang yang sehat, Boyo begitu ia akrab disapa, fisiknya masih kelihatan sehat dan bugar. Tapi di balik itu, tersimpan sebuah rahasia Tuhan yang tak bisa ia hindari ialah “kematian”.

Boyo mengisahkan, sudah hampir lima tahun ini tubuhnya digerogoti virus HIV yang sampai kini belum ada obatnya.”Kalau Tuhan memutar waktu ke belakang, saya ingin melihat ayah saya terakhir kalinya. Tapi, itu tidak mungkin. Saat ini yang bisa saya lakukan adalah bagaimana bisa berbuat baik kepada orang lain,” ucapnya dengan suara yang tegas.

Kondisi keluarga yang mengalami masalah di saat dirinya masih duduk di bangku sekolah membawa Boyo ke dunia yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Ia terlibat ke dalam dunia hitam. Awalnya hanya sekedar mencoba, selanjutnya ketagihan mengkonsumsi narkoba.

“Awalnya sih hanya ingin menghilangkan rasa kesal saja. Tapi malah ketagihan. Dari mulai konsumsi ganja sampai kemudian ke putaw. Pingin melepaskan diri saja dari masalah yang ada saat itu,” jelas Boyo mengenang masa lalunya.

Virus HIV-AIDS itu

Telah Menyadarkanku

(54)

Pindah ke Bandung

Selesai menyiapkan sekolahnya di Medan, Boyo pun kemudian pindah ke Bandung. Di kota kembang ini, kehidupan yang dialaminya justru bertambah. Pergaulan bebas ala anak muda Bandung menyeretnya ke dalam dunia hitam yang lebih dalam. Ia sudah ketergantungan dengan barang haram ini.

Perkenalannya dengan seorang model, sebut saja namanya DV, yang sekarang ini menjadi salah seorang artis papan atas Indonesia, membuat dirinya mulai kenal dengan jarum suntik. Dari biasanya yang hanya mengkonsumsi narkoba dengan menghisap, kemudian beralih ke suntik.

“Nggak usah disebutkan siapa dia. Saat ini sudah jadi artis. Di Bandung keadaan saya bertambah gawat. Sampai kemudian saya dibawa pulang kembali oleh ayah. Bahkan kuliah pun saya tak tamat,” paparnya.

Sebelumnya, sang ayah tidak mengetahui jika kondisinya semakin memprihatinkan. Hingga pada suatu hari, ayahnya ingin memberikan kejutan dengan datang diam-diam di kost yang disewanya. Namun yang dilihat sang ayah, bukan Boyo yang sedang membaca buku kuliah, tapi sebuah kamar kosong yang sudah tak ada isinya lagi.

Saat membuka pintu kost, Boyo melihat sang ayah duduk terpaku di tempat tidurnya. Tak ada kata-kata, yang ada hanya linangan air mata.”Saya nggak tahu kalau ayah saya datang dari Medan. Semua yang ada di kamar sudah saya jual semua untuk beli narkoba, termasuk sebuah mobil Escudo,” kenangnya. Masuk Rehabilitasi, Jual Gas dan Blender

Sekitar tahun 1999, setiba di Medan, ia masuk pusat rehabilitasi. Hanya tiga bulan ia mampu bertahan.”Di Medan saya kuliah lagi di UMSU. Tapi itu pun nggak sampai selesai. Sekitar tiga bulan saya berhenti mengkonsumsi narkoba,” ujar anak bungsu dari tujuh bersaudara ini.

Pada tahun itu, ia sampai enam kali bolak-balik masuk rehabilitasi. Keluarganya sangat mencemaskan perilakunya. Sang ayah pun kemudian jatuh sakit. Tapi, dirinya masih belum bisa berubah total. Kebiasannya mengkonsumsi barang

(55)

Menginjak tahun 2001, sebuah peristiwa pahit menyadarkan dirinya. Sang ayah yang menderita kanker paru-paru stadium tiga dipanggil sang kuasa. Ia merasa terpukul. Dengan langkah yang tak punya arah, ia pulang ke rumah setelah beberapa bulan kabur dari rumah.

“Sebelum ayah meninggal, saya sempat kabur dari rumah. Karena nggak ada uang lagi, saya jual semua barang yang ada di rumah. Termasuk gas dan blender. Dari situlah, saya dihajar abang. Saya pun kabur. Tapi dari situ jugalah saya menyesal. Saya belum sempat melihat ayah terakhir kalinya,” seru Boyo. “Apalagi kata abang, pesan ayah sebelum meninggal adalah agar semua saudaranya menjaga dirinya. Ayah ternyata masih sayang sama saya. Itu yang nggak akan pernah saya lupakan,” tambahnya.

Dua tahun berikutnya, ia mencoba memeriksakan dirinya. Hasilnya? Darah yang ada di tubuhnya dinyatakan positif HIV. Mendengar hal itu, keluarganya syok. Ia pun menyesali segala perbuatannya. Ada satu titik cahaya terang yang menyinari hatinya. Ia mencoba bangkit dan mencoba untuk terus bertahan. Tahanan Pertama di Rutan Labuhan Deli yang Mengidap AIDS

Sepak terjang kehidupan Boyo sepertinya penuh dengan lika-liku. Tak hanya pernah menjadi pecandu narkoba, tapi ia pernah kena tuduhan curanmor. Hingga dirinya harus mendekam di penjara. Bahkan, ia tercatat sebagai tahanan pertama yang mengidap HIV AIDS. Yang selanjutnya dibebaskan, “Sebenarnya masa tahanan masih dua bulan lagi. Di bulan keempat, penyakit saya ketahuan. Seisi rutan pun tahu kalau saya adalah pengidap AIDS,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Boyo juga menjadi pasien pertama pengobatan terapi Metadon yang dilakukan di RS Adam Malik. Dengan melakukan terapi dan menjalankan hidup sehat, keadaan Boyo masih tetap segar bugar.

“Banyak orang yang bertanya kepada saya. Kok bisa berumur panjang. Apa rahasianya? Saya hanya menjawab hidup sehat, berpikir positif dan berdoa. Itulah yang saya lakukan. Sampai sekarang ini setiap jam 10 pagi saya harus minum Metadon, untuk memperkuat tubuh saya,” jelasnya.

(56)

Jangan Pernah Coba-coba Narkoba

Sejak divonis positif HIV, Boyo mengalami perubahan 180 derajat. Ia tak pernah lagi bersinggungan dengan narkoba. Ia pun mulai aktif di organisasi yang bergerak di HIV AIDS. Dari mulai di Center For Drugs User, Medan Plus sampai di Cordia Caritas Medan, tempatnya mengabdikan dirinya saat ini.

Dari sinilah ia ingin menyadarkan masyarakat, terutama generasi muda untuk menghindari narkoba. Selama berbincang-bincang dengannya, Boyo selalu mengatakan jangan pernah bersinggungan dengan narkoba. Sekali masuk, sulit untuk keluar.

“Saya sebenarnya bersyukur dengan ini. Kalau tidak kena HIV-AIDS, mungkin nasib saya lebih buruk lagi. Buat semuanya, tolonglah jangan sekali-kali mencicipi narkoba. Itu barang sesat. Nggak akan pernah bisa membahagiakan. Hanya sesaat saja. Lakukan hal-hal terbaik,” jelasnya.

Ia pun tak canggung untuk membantu setiap masyarakat yang terlibat dengan barang haram ini. Bahkan, beberapa pasien HIV-AIDS yang sudah kritis keadaannya dengan telaten selalu dibimbingnya.

“Saya ingin membalas semua kelakukan buruk saya dengan kebaikan. Itulah yang berharga dalam diri saya. Karena saya tidak tahu kapan Tuhan memanggil saya. Kapan saja saya sudah siap untuk itu. Meskipun begitu, saya ingin Tuhan memberikan kesempatan untuk melihat anak pertama saya nikah kelak. tapi, itu semua saya serahkan kepada Tuhan,” pungkasnya menutup pembicaraan.

(57)

Ditulis dalam Human Interest

SEMARANG—Septian Agung Setyobudi, 26, mahasiswa universitas negeri ternama di Kota Semarang kemarin ditangkap aparat Polres Semarang Barat. Pria yang menghuni sebuah rumah di Gang XIII RT 3 RW 4, Panjangan, Manyaran, Kecamatan Semarang Barat, itu, diduga menghabisi nyawa kekasihnya, Dwi Ariyani, 20, asal Desa Sendang Gawung RT 2 RW 3, Kangkung, Kabupaten Kendal. Diduga Agung membunuh korban karena tak siap dimintai pertanggungjawaban atas janin 3 bulan yang dikandung korban, buah cinta antara korban dan Agung. Sayangnya, kemarin, Polresta Semarang Barat belum bersedia blak-blakan perihal kasus ini. Ada dugaan, Kapolres Semarang Barat AKBP Sugihardi menunggu momen tepat untuk membeber kasus dugaan pembunuhan tersebut. Diperkirakan, AKBP Sugiharti akan mengekspose kasus ini ke pers pada Sabtu (20/12) hari ini.

Diperoleh keterangan dari sejumlah sumber di kepolisian, mayat Dwi Ariyani ditemukan di areal persawahan di tepi jalan lingkar perbatasan Semarang-Kendal pada Jumat (19/12) dini hari pukul 03.00. Di tubuh korban, ditemukan luka jeratan di leher dan pergelengan kaki. Juga luka serius di kepala bagian belakang akibat hantaman benda keras.

Polisi mengamankan barang bukti berupa Supra Fit nopol H 5548 MW milik Agung, batu sebesar berukuran kepala orang, tas, dan pakaian korban yang berlumuran darah. Kapolres Semarang Barat AKBP Sugihardi didampingi Kasat Reskrim AKP Garjita mengatakan, penangkapan Septian Agung berawal dari kecurigaan warga. Pada Jumat dini hari, warga melihat seorang pria memboncengkan seorang perempuan dengan sepeda motor Supra Fit. Anehnya, perempuan yang dibonceng, dalam kondisi tubuh terikat dengan si pengendara motor. Sepeda motor itu melaju dari arah Semarang menuju Kendal. Lebih mengherankan lagi, si pembonceng terlihat tak sadarkan diri.

Pacar Hamil 3 Bulan Dibantai

(58)

Kepalanya tergolek. Juga tak ada tanda-tanda gerakan seperti orang hidup. Kaki dan tangan perempuan yang belakangan diketahui sebagai Dwi Ariyani, mantan karyawan Alfamart di Jalan Untung Suroto, Manyaran, itu, juga terlihat lemas.

Warga lantas berinisiatif menguntit laju motor pria tersebut. Kecurigaan warga semakin kuat karena sesampainya di perbatasan, pengendara motor justru berbalik arah ke Semarang. Ironisnya, perempuan yang diboncengkan pria tersebut sudah tidak ada. Melihat kecurigaan itulah warga melapor ke polisi. Dari laporan itu, lanjut AKBP Sugihardi, aparat Polres Semarang Barat melakukan penyelidikan. Berbekal nomor polisi (nopol) motor yang dicatat warga, polisi berhasil melacak keberadaan dan menangkap si pengendara motor yang ternyata Septian Agung. “Untuk sementara ini, kami telah mengamankan seorang pria (Septian Agung) yang diduga pelaku pembunuhan. Kami sedang melakukan pemeriksaan dan penyelidikan intensif terhadap pria ini,” tandas Sugihardi. Keterangan yang dihimpun koran ini menyebutkan, Agung diduga tega menghabisi nyawa kekasihnya saat korban meminta pertanggungjawaban lantaran tengah hamil. Saat itulah terjadi percekcokan hebat.

Agung diduga tak siap menikahi korban dan punya anak, karena statusnya masih sebagai mahasiswa. Diduga karena panik dan jengkel, dalam kondisi cekcok, Agung khilaf dan memukul kepala korban dengan batu. Tubuh korban pun ambruk berlumuran darah. Diduga lokasi cekcok keduanya di sebuah penginapan di Sekaran, Gunungpati. Saat itu korban dalam kondisi masih hidup namun tak sadarkan diri. Agung lantas membawa kekasihnya ke rumah kosong yang dia huni di Jalan Penataran Timur Gang XIII RT 3 RW 4, Manyaran. Di rumah itulah, diduga Agung kembali mengeksekusi korban untuk kali kedua. Diduga eksekusi dilakukan dengan cara menjerat leher korban dengan seutas tali, dan kembali memukul kepalanya. Setelah memastikan korban tak bernyawa, tersangka lantas berniat membuang mayat pacarnya dengan sepeda motor. Ia lantas mengikat tubuh korban dengan tali yang diikatkan juga ke badannya agar tubuh korban tak ambruk. Kini mayat Dwi Ariyani berada di kamar mayat RS Bhayangkara Semarang untuk diotopsi. Hingga semalam Agung masih menjalani pemeriksaan intensif. Ia menjalani pemeriksaan mulai olah tempat perkara hingga kronologis pembantaian. Kepada penyidik, Agung mengaku jengkel karena dituntut terus untuk mempertanggungjawabkan

Gambar

Tabel 1. Prosentase wanita berusia 20-24 tahun yang melahirkan pada usia 20 tahun, †  menurut wilayah dan negara

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan hukuman mati ke masa depan adalah dengan mematuhi secara konsisten dan

He has authored two books, Dynamic Documents with knitr (Xie 2015 ), and bookdown: Authoring Books and Technical Documents with R Markdown (Xie 2016 ), and co-authored the book,

kekerasan Vickers baik pada sampel baja P.22 maupun pada sampel baja S.22 seiring dengan semakin besarnya temperatur proses pelapisan Hot Dip Galvanizing. Nilai kekerasan Vickers

Pembelajaran dengan model pembelajaran problem posing menekankan pada aktivitas siswa untuk melakukan penyelidikan pemecahaan suatu permasalahan berupa soal yang

Pada dasarnya paham pluralisme atau kemajemukan masyarakat tidak cukup hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan bahwa masyarakat itu bersifat majemuk,

Sasaran Penelitian Penguatan Program Studi ini adalah Dosen di lingkungan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Linda Shoes merupakan usaha home industry yang dibangun dalam dua generasi, generasi pertama pada tahun 1970 dan dikembangkan oleh anaknya pada generasi ke dua tahun 1990,

Specifically, the chapter had the objectives to enable the students to: (1) develop both one- and two-tailed null and alternative hypotheses that can be tested in a business setting