• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pembiayaan Bank Syariah 1. Pengertian Pembiayaan

Banyak defenisi mengenai pembiayaan yang dikemukakan oleh para ahli. Dari setiap defenisi tersebut tidaklah berbeda antara ahli yang satu dengan ahli yang lainnya.

Muhammad (2005:17) pembiayaan adalah :

“Pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga”.

Muhammad Syafi‟i Antonio (2004:165) pembiayaan adalah :

“Pembiayaan merupakan salah satu tugas bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisi unit”.

Kasmir (2006:73) pembiayaan adalah :

“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.

(2)

Berdasarkan uraian pengertian dari beberapa ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Pembiayaan adalah pemberian (pinjaman) dana dari pihak yg mempunyai kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana dan harus dikembalikan setelah masa jatuh tempo oleh pihak peminjam (yang membutuhkan dana).

2. Jenis Pembiayaan

Jenis pembiayaan pada Bank Syariah sebagaimana yang dikutip dari Muhammad (2005:22) diwujudkan dalam bentuk aktiva produktif dan aktiva tidak produktif, yaitu :

a. Jenis aktiva produktif pada bank syariah, dialokasikan dalam bentuk pembiayaan sebagai berikut :

1) Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, meliputi pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah.

2) Pembiayaan dengan prinsip jual beli, meliputi pembiayaan murabahah, pembiayaan salam, pembiayaan istishna‟.

3) Pembiayaan dengan prinsip sewa, meliputi pembiayaan ijarah, dan pembiayaan ijarah muntahiyah bittamlik/wa iqtina.

4) Surat berharga syariah. 5) Penempatan.

6) Penyertaan modal.

7) Penyertaan modal sementara. 8) Transaksi rekening administratif.

(3)

b. Jenis aktiva tidak produktif yang berkaitan dengan aktivitas pembiayaan adalah berbentuk pinjaman, seperti pinjaman Qardh.

Menurut sifat penggunaannya dan menurut keperluannya, Muhammad S. Antonio (2001:160) mengemukakan, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal berikut :

a. Menurut sifat penggunaannya :

1) Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.

2) Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

b. Menurut keperluannya :

1) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan seperti, meningkatkan produksi baik secara kaulitatif maupun kuantitatif.

2) Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (Capital Goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.

Dari sekian banyak produk pembiayaan bank syariah, tiga produk pembiayaan utama yang mendominasi portofolio pembiayaan bank syariah adalah pembiayaan modal kerja, pembiayaan investasi, dan pembiayaan konsumtif. Akad-akad yang digunakan dalam aplikasi pembiayaan tersebut

(4)

sangat bervariasi dari pola bagi hasil (mudharabah, musyarakah, musyarakah mutanaqisah), pola jual beli (murabahah, salam, istishna), ataupun pola sewa (ijarah, ijarah muntahiyah bit tamlik).

Tabel 2. 1

Produk-Produk Pembiayaan dan Prinsipnya

No. Produk Pembiayaan Prinsip

1 Modal Kerja Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam

2 Investasi

Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Istishna, Ijarah, Ijarah Muntahiyah Bittamlik

3

Pengadaan Barang Investasi, Aneka Barang

Murabahah, Ijarah Muntahiyah Bittamlik, Musyarakah Muntanaqisah

4

Perumahan, Properti (Konsumtif)

Murabahah, Ijarah Muntahiyah Bittamlik, Musyarakah Muntanaqisah

5 Proyek Mudharabah, Musyarakah

6 Ekspor Mudharabah, Musyarakah, Murabahah 7 Produk Agribisnis/Sejenis Salam, Salam Paralel

8 Manufaktur, Kontruksi Istishna, Istishna Paralel 9 Penyertaan Musyarakah

10 Surat Berharga Mudharabah, Qardh 11 Sewa beli Ijarah Muntahiyah Bittamlik 12 Akuisisi aset Ijarah Muntahiyah Bittamlik Sumber : Ascarya (2008), Akad dan Produk Bank Syariah

B. Musyarakah

1. Pengertian Musyarakah

Instrumen penting lain yang digunakan oleh perbankan Islam untuk menyediakan pembiayaan selain mudharabah adalah musyarakah atau syirkah atau penyertaan modal (equity participation). Musyarakah atau syirkah secara etimologi bermakna ikhtilath (percampuran) antara satu bagian dengan bagian lainnya sehingga sulit dipisahkan, atau penggabungan

(5)

antara dua harta atau lebih, yang tidak bisa dibedakan lagi antara satu harta dengan lainnya. Syirkah menurut syara’ adalah transaksi antara dua orang atau lebih yang kedua-duanya bersepakat untuk melakukan kerjasama usaha dengan tujuan mencari keuntungan melalui persyaratan dan rukun tertentu.

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.106 (2007:4) Musyarakah adalah :

“Akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset nonkas yang diperkenankan oleh syariah”.

Muhammad Syafi‟i Antonio (2001:90) musyarakah adalah :

“Akad kerja sama atau pencampuran antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan risiko akan ditanggung sesuai porsi kerja sama”.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua belah pihak atau lebih, di mana masing-masing pihak menyetorkan dananya untuk mendapat keuntungan yang akan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati

(6)

bersama sedangkan kerugian akan ditanggung bersama pula sesuai porsi kesepakatan.

2. Jenis - Jenis Musyarakah

Menurut Slamet Wiyono (2005:51) Musyarakah dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Musyarakah Kepemilikan

Musyarakah kepemilikan tercipta karena warisan. Wasiat atau kondisi lainnya mengakibatkan pemilikan suatu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam Musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.

b. Musyarakah Akad

Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju bahwa setiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah, merekapun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi lima jenis, yaitu :

1) Syirkah Al-„Inan

Adalah perserikatan dalam modal (harta) dalam suatu perdagangan yang dilakukan dua orang atau lebih dan keuntungan dibagi bersama dengan jumlah modal yang tidak sama porsinya. Misalnya Tuan A = 60% dan Tuan B = 40%.

(7)

Adalah perserikatan atau kerjasama dua orang atau lebih pada suatu objek dengan syarat tiap-tiap pihak memasukkan modal yang sama jumlahnya serta melakukan tindakan hukum (kerja) yang sama, sehingga tiap-tiap pihak dapat melakukan perbuatan hukum atas nama orang-orang yang berserikat/kerjasama itu. Misalnya, Tuan A menyetor 50% dan Tuan B menyetor juga 50%.

3) Syirkah Al-Abdan/A‟mal

Adalah yang dilakukan dua pihak untuk memenuhi suatu pekerjaan, seperti pandai besi, servis alat-alat elektronik, binatu, dan tukang jahit. Hasil atau imbalan yang diterima dari pekerjaan itu dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan mereka berdua. Syirkah Al-Abdan adalah kerjasama atau pencampuran tenaga atau profesionalisme antara dua pihak atau lebih (kerjasama profesi). 4) Syirkah Wujuh

Adalah serikat/kerjasama yang dilakukan dua orang atau lebih yang tidak punya modal sama sekali dan mereka melakukan suatu pembelian dengan kredit serta menjualnya dengan harga tunai, sedangkan keuntungannya dibagi bersama.

5) Syirkah Al-Mudharabah

Adalah persetujuan antara pemilik modal dengan seorang pekerja untuk mengelola uang dari pemilik modal dalam perdagangan tertentu, yang keuntungannya dibagi sesuai kesepakatan bersama, sedangkan kerugian yang diderita menjadi tanggungan pemilik modal.

(8)

3. Karakteristik dan Ketentuan Umum Pembiayaan Musyarakah

a. Karakteristik Pembiayaan Musyarakah

Firdaus Furywardhana (2009:43) menguraikan beberapa karakteristik dari pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut :

1) Kerjasama diantara para pemilik dana yang mencampurkan dana mereka untuk tujuan mencari keuntungan.

2) Untuk membiayai suatu proyek tertentu, di mana mitra dapat mengembalikan dana tersebut berikut bagi hasil yang disepakati baik secara bertahap maupun sekaligus.

3) Dapat diberikan dalam bentuk kas atau setara kas dan aset non kas termasuk aset tidak berwujud, seperti lisensi, hak paten, dan lainnya. 4) Setiap mitra tidak dapat menjamin modal mitra lainnya, namun mitra

yang satu dapat meminta mitra yang lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja.

5) Keuntungan musyarakah dapat dibagi diantara mitra secara proporsional sesuai modal disetor atau sesuai nisbah yang disepakati. 6) Kerugian dibebankan secara proporsional sesuai dengan modal yang

yang disetor.

b. Ketentuan Umum Pembiayaan Musyarakah

Adiwarman A. Karim (2008:102) menguraikan beberapa ketentuan umum pembiayaan musyarakah sebagai berikut :

1) Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta

(9)

dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah dan tidak boleh melakukan tindakan seperti :

a) Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.

b) Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya.

c) Memberi pinjaman kepada pihak lain.

d) Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.

e) Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerja sama apabila menarik diri dari perserikatan, meninggal dunia, atau menjadi tidak cakap hukum.

2) Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan bersama sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.

3) Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan di dalam akad. Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.

4. Rukun dan Syarat Musyarakah

Kerjasama yang dilakukan dengan prinsip musyarakah menurut Wendra Yunaldi (2007:80), harus memenuhi syarat dan rukun yang telah

(10)

diatur oleh Islam. Syarat dan rukun tersebut harus dipenuhi sebagai syarat sahnya perjanjian pembiayaan yang dilakukan.

a. Rukun Musyarakah

1) Ucapan (Siqot); penawaran dan penerimaan (ijab)

Tidak ada bentuk khusus dari kontrak musyarakah. Ia dapat berbentuk pengucapan yang menunjukkan tujuan, misal, “Aku mengadakan perseroan dangan Anda dalam masalah ini”. Kemudian pihak lain menjawab, “Aku terima”. Akad dianggap sah jika diucapkan secara formal dan tulisan.

2) Pihak yang berkontrak

Pihak ini harus pandai dan tahu tentang hukum, berakal dan mampu bertransaksi.

3) Objek kesepakatan

Objek kesepakatan harus jelas, yaitu terdiri dari modal dan kerja. b. Syarat Musyarakah

1) Akad dianggap sah apabila diucapkan secara lisan atau dengan disaksikan oleh para saksi.

2) Baik pemilik maupun pengelola keduanya cakap hukum.

3) Modal harus tunai, dalam jumlah yang dapat dihitung dan modal yang diberikan haruslah memiliki nilai yang sama. Modal dapat berupa aset perdagangan seperti barang-barang properti.

4) Kerja, keikutsertaan para mitra dalam pekerjaan musyarakah adalah sebuah dasar hukum kerjasama tersebut.

(11)

5) Nisbah bagi hasil disepakati bersama.

C. Tingkat RisikoPembiayaan Bank Syariah 1. Pengertian Risiko Pembiayaan

Muhammad (2005:361) mendefenisikan risiko sebagai :

“Kemungkinan kerugian, diperhitungkan dari kemungkinan kehebatan kerugian selama periode tertentu”.

Menurut Dahlan S.(2001:92) risiko kredit didefinisikan sebagai berikut : “Risiko kredit sebagai salah satu risiko akibat kegagalan atau ketidak mampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta imbalannya sesuaidengan jangka waktuyang telah ditentukan atau dijadwalkan”.

Pembiayaan atau kredit yang dilakukan oleh bank, baik bank konvensional maupun bank dengan prinsip syariah sama-sama mengandung suatu risiko kredit/pembiayaan. Risiko kredit tersebut terbagi ke dalam kredit lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. Risiko kredit/pembiayaan tersebut sering disebut kredit/pembiayaan bermasalah atau istilah lainnya adalah Non Performing Loan (NPL).

NPL didefinisikan sebagai kredit di mana pembayaran yang dilakukan tersendat-sendat dan tidak mencukupi kewajiban minimum yang ditetapkan sampai dengan kredit yang sulit untuk memperoleh pelunasan atau bahkan tidak dapat ditagih.

(12)

Tinggi rendahnya risiko yang dihadapi bank dari seluruh jumlah pembiayaan yang diberikan ditandai dengan tinggi rendahnya persentase risiko kredit yang dapat dihitung dengan membandingkan jumlah saldo kredit atau pembiayaan bermasalah dengan jumlah harta keseluruhan.

2. Jenis - jenis Risiko Pembiayaan

Secara umum, seperti yang dikutip dari Adiwarman A. Karim (2010:260) risiko-risiko yang melekat pada aktivitas fungsional bank syariah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis risiko, yaitu risiko pembiayaan, risiko pasar; terdiri dari forex risk, interest rate risk, liquidity risk, dan price risk, serta risiko operasional; terdiri dari reputation risk, compliance risk, transactional risk, strategic risk, dan legal risk.

Risiko pembiayaan merupakan salah satu jenis risiko yang sangat melekat pada aktivitas fungsional bank syariah selain risiko pasar dan risiko operasional. Risiko pembiayaan mencakup risiko terkait produk dan risiko terkait pembiayaan korporasi. Risiko terkait produk terbagi menjadi dua yaitu :

a. Risiko terkait pembiayaan berbasis Natural Certainty Contracts (NCC), yaitu mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis NCC, seperti murabahah, ijarah, ijarah muntahiyah bit tamlik, salam, dan istishna. b. Risiko terkait pembiayaan berbasis Natural Uncertainty Contracts

(13)

risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan yang berbasis NUC, seperti mudharabah dan musyarakah.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disebutkan bahwa pembiayaan berdasarkan akad musyarakah yang merupakan salah satu jenis pembiayaan berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC) memeliki tiga aspek risiko, yaitu :

a. Business Risk (risiko bisnis yang dibiayai), yakni risiko yang terjadi pada First Way Out yang dipengaruhi oleh :

1) Industry Risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan, kinerja keuangan jenis usaha yang bersangkutan (industry financial standard).

2) Faktor negatif lainnya yang mempengaruhi perusahaan nasabah, seperti kondisi group usaha, keadaan force majureI, permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off balance sheet, market risk, riwayat pembayaran, dan restrukturisasi pembiayaan.

b. Shrinking Risk (risiko berkurangnya nilai pembiayaan mudharabah/ musyarakah), yakni risiko yang terjadi pada Second Way Out yang dipengaruhi oleh :

1) Unusual Business Risk yaitu risiko bisnis yang luar biasa yang ditentukan oleh penurunan drastis tingkat penjualan bisnis yang

(14)

dibiayai, penurunan harga jual barang/jasa dari bisnis yang dibiayai, dan penurunan harga barang/jasa dari bisnis yang dibiayai.

2) Jenis bagi hasil yang dilakukan, apakah profit andloss sharing atau revenue sharing. Untuk jenis profit and loss sharing, shrinking risk muncul bila terjadi loss sharing yang harus ditanggung oleh bank, sedangkan untuk jenis revenue sharing, shrinking risk terjadi bila nasabah tidak mampu menanggung biaya yang seharusnya ditanggung nasabah, sehingga nasabah tidak bisa melanjutkan usahanya.

3) Disaster Risk yaitu keadaan force majure yang dampaknya sangat besar terhadap bisnis nasabah yang dibiayai bank.

c. Character Risk (risiko karakter buruk mudharib atau pengelola usaha), yakni risiko yang terjadi pada Third Way Out yang dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut :

1) Kelalaian nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai bank. 2) Pelanggaran ketentuan yang telah disepakati sehingga nasabah dalam

menjalankan bisnis yang dibiayai bank tidak lagi sesuai dengan kesepakatan.

3) Pengelola internal perusahaan, seperti manajemen perusahaan, organisasi, pemasaran, teknis produksi, dan keuangan, yang tidak dilakukan secara profesional sesuai standar pengelolaan yang disepakati antara bank dan nasabah.

Dengan demikian, pembiayaan berdasarkan akad musyarakah merupakan salah satu jenis pembiayaan yang memiliki risiko cukup tinggi

(15)

karena kemungkinan dihadapkan pada berbagai risiko pembiayaan seperti disebutkan di atas.

Risiko pembiayaan membantu bank untuk mengetahui jumlah pinjaman dan investasi yang tidak bisa diperoleh bank sebagai pendapatan dan penambahan modal. Tingkat risiko pembiayaan ini dapat dinyatakan dengan rasio dengan cara membandingkan jumlah pembiayaan bermasalah (NPL) dengan jumlah pembiayaan yang disalurkan (Total Loan). Semakin tinggi tingkat rasio ini akan menunjukkan bahwa bank tersebut akan mengalami kesulitan likuiditasnya.

3. Pengukuran Tingkat Risiko Pembiayaan

Tingkat Risiko seperti yang dikutip dari Budi Untung (2000:3) adalah : “Risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan

kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari”.

Artinya, semakin lama jangka waktu kredit yang diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, sehingga dalam hal ini terdapat unsur ketidakpastian yang tidak dapat diperhitungkan yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian.

Tingkat risiko pembiayaan merupakan rasio risiko pembiayaan (NPL) yang digunakan untuk mengukur risiko gagalnya pengembalian kredit atau pembiayaan yang mengalami kemacetan. Rasio ini dihitung dengan membandingkan antara jumlah pembiayaan yang bermasalah dengan jumlah pembiayaan yang disalurkan.

(16)

D. Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Loan/NPL) 1. Pengertian Pembiayaan Bermasalah

Pembiayaan bermasalah menurut Suhardjono (2003:252) yangdikutip dari skripsi Cakhyaneu (2007:39) merupakan :

“Keadaan di mana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank sesuai dengan waktu yang telah ditentukan”.

Dengan demikian pembiayaan bermasalah (Non Performing Loan/NPL) terjadi karena nasabah tidak dapat mengembalikan pinjaman sesuai dengan waktu pengembalian yang sudah disepakati pada awal perjanjian yang dapat menurunkan mutu kredit dan menimbulkan kerugian yang potensial bagi pihak bank.

Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (Cakhyaneu 2007:22) No.31 tentang Akuntansi Perbankan (Revisi 2000) butir 24, disebutkan bahwa :

“Kredit non performing pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok dan/atau bunganya telah lewat sembilan puluh hari atau lebih setelah jatuh tempo, atau kredit yang pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan. Kredit non performing terdiri atas kredit yang digolongkan sebagai kredit kurang lancar, diragukan, dan macet”.

(17)

Sejalan dengan pernyataan yang tertuang dalam PSAK, Pedoman Akuntansi Perbankan di Indonesia menggolongkan kredit non performing menjadi kredit dengan kualitas kurang lancar (KL), kualitas diragukan (D), dan kualitas macet (M).

Kolektibilitas berdasarkan Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No.30/267/KEP/DIR Tanggal 27 Februari 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif Pasal 4 (Skripsi Rina Sri Maryana, 2007:44) bahwa kredit digolongkan ke dalam kredit lancar, kredit dalam perhatian khusus, kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Berikut kriteria bagi masing-masing kredit tersebut, sebagai berikut :

a. Lancar (Pass)

Adalah kredit yang tidak mengalami penundaan pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunga. Kriteria kredit lancar adalah :

1) Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu; dan 2) Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau

3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (Cash Collateral).

b. Dalam perhatian khusus (Special Mention) Apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang belum melampaui 90 hari karena adanya cerukan; atau

2) Mutasi rekening relatif aktif; atau

(18)

4) Didukung oleh pinjaman baru. c. Kurang lancar (Substandard)

Apabila kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama tiga bulan dari waktu yang dijanjikan. Adapun kriterianya sebagai berikut :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari karena sering terjadi cerukan; atau

2) Frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau

3) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari; atau

4) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau 5) Dokumentasi pinjaman yang lemah.

d. Diragukan (Doubtful)

Adalah kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama 6 bulan atau dua kali dari jadwal yang telah diperjanjikan. Dengan kriteria sebagai berikut :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari; atau

2) Terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau 3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau 4) Terjadi kapitalisasi bunga; atau

(19)

5) Dokumentasi yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.

e. Macet (Loss)

Adalah kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan lebih dari satu tahun sejak jatuh tempo menurut jadwal yang telah dijanjikan. Dengan kriteria sebagai berikut :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari; atau

2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau

3) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.

2. Penyebab Pembiayaan Bermasalah

Pembiayaan bermasalah timbul karena nasabah tidak mampu membayar kewajibannya sesuai dengan waktu yang telah disepakati di awal perjanjian. Adapun faktor-faktor penyebab munculnya pembiayaan bermasalah ini dapat disebabkan dari dua pihak yaitu pihak bank sebagai pemberi pinjaman dan pihak nasabah selaku penerima pinjaman.

Adapun faktor-faktor penyebab pembiayaan bermasalah menurut Siswanto (1997:333) sebagaimana dikutip dari skripsi Cakhyaneu (2007:41), diantaranya adalah sebagai berikut :

(20)

a. Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan dan adanya pengelolaan bisnis perusahaan yang kurang baik.

b. Permasalahan keluarga, seperti kematian, sakit, perceraian dan bencana yang tidak terduga.

c. Kesulitan likuiditas keuangan perusahaan yang serius. d. Watak buruk nasabah.

e. Lemahnya bank dalam mematuhi peraturan pemberian kredit. f. Kurang selektifnya bank dalam pemberian kredit.

g. Konsentrasi dana kredit pada debitur yang berisiko kredit. h. Lemahnya manajemen bank dalam pengelolaan kredit.

i. Jumlah penerimaan kredit yang melampaui batas dari kemampuan bank. j. Bank tidak mampu bersaing sehingga terpaksa menerima debitur yang

kurang baik.

k. Kurang memadainya sistem pengawasan dan pembinaan kredit dari Bank Indonesia.

Pembiayaan bermasalah tidak timbul secara sekaligus tetapi terjadi secara perlahan-lahan yang ditandai dengan beberapa penyimpangan yang harus segera ditindaklanjuti karena berpotensi menimbulkan kerugian bagi bank.

3. Dampak Pembiayaan Bermasalah

Implikasi dari pembiayaan bermasalah menurut Lukman Dendawijaya (2003:86) dalam skripsi Cakhyaneu (2007:43) diantaranya adalah sebagai berikut :

(21)

a. Hilangnya kesempatan bank untuk memperoleh pendapatan dari kredit yang diberikan, sehingga mengurangi laba dan berpengaruh buruk pada profitabilitas bank.

b. ROA (Return on Asset) mengalami penurunan.

c. Rasio kualitas aktiva produktif (Bad Debt Ratio) menjadi semakin besar yang menggambarkan terjadinya situasi yang buruk.

d. Penyisihan untuk cadangan aktiva produktif meningkat sehingga akan mengurangi besarnya modal bank.

e. Dapat menurunkan tingkat kesehatan bank salah satunya menurunkan kinerja keuangan bank.

Dengan demikian, kredit bermasalah yang tidak dapat tertangani dengan baik akan dapat menurunkan kinerja keuangan, salah satunya adalah penurunan tingkat keuntungan dari bagi hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Namun adakalanya ketika kredit bermasalah ini dapat tertangani dengan baik, bank akan tetap memperoleh bagi hasil atas pembiayaan yang disalurkannya meskipun telah melewati dari waktu pembayaran yang seharusnya.

4. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah

Untuk menghindari terjadinya pembiayaan bermasalah, bank perlu melakukan upaya penyelamatan dan penyelesaian kredit secara sistematis dan berkesinambungan. Adapun upaya penyelamatan kredit yang dapat dilakukan jika timbul pembiayaan bermasalah sesuai Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.23/12/BPPP Tanggal 28 Februari 1991 sebagaimana

(22)

yang diuraikan oleh Budi Untung (2000:132-133) dan pendapat Lukman Dendawijaya (2005:83-86) diintisarikan sebagai berikut :

a. Rescheduling (Penjadwalan Kembali)

Yaitu upaya penyelamatan kredit yang dilakukan dengan memberi keringanan kepada nasabah berupa penjadwalan kembali pembayaran-pembayaran utang pokok/angsuran pokok, jangka waktu dan masa tenggang kredit serta menurunkan jumlah pembayaran angsuran sehingga nasabah memilki waktu dan kekuatan baru untuk dapat segera menyelesaikan kewajibannya kepada bank.

b. Reconditioning (Persyaratan Kembali)

Yaitu peninjauan kembali seluruh atau sebagian isi perjanjian kredit yang dilakukan seiring dengan keputusan bank menjadwalkan kembali pembayaran kredit. Tujuannya adalah untuk memperkuat kedudukan bank dalam ikatan perjanjian dengan debitur.

c. Restructuring (Penataan Kembali)

Yaitu upaya penyelamatan kredit yang dilakukan setelah strategi rescheduling dan reconditioning kurang memperlihatkan hasil positif atas perkembangan usaha nasabah. Strategi ini dilakukan dengan meninjau kembali isi perjanjian kredit, penataan kembali struktur kepemilikan, organisasi dan operasi bisnis perusahaan debitur secara profesional. d. Kombinasi 3-R

Upaya penyelamatan kredit dengan cara melakukan berbagai kombinasi dari tindakan rescheduling, reconditioning, dan restructuring.

(23)

e. Eksekusi

Merupakan jalan terakhir dalam upaya penyelamatan kredit yang dilakukan dengan cara menyerahkan kewajiban kepada BUPN (Badan Urusan Piutang Negara) atau menyelesaikannya dengan pengadilan negeri.

E. Pengaruh Sistem Pembiayaan Musyarakah Terhadap Tingkat Risiko Pembiayaan

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.106(2007:1) Paragraf 4, Musyarakah adalah :

“Akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usahatertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset nonkas yang diperkenankan oleh syariah”.

Pembiayaan musyarakah termasuk pembiayaan berbasis NUC (Natural Uncertainty Contracts), karena disatu sisi dapat memberikan keuntungan namun sekaligus mengandung kemungkinan untuk mendapatkan kerugian akibat adanya risiko pembiayaan.

Dalam pembiayaan musyarakah, mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal

(24)

tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank.

Pembiayaan atau kredit yang dilakukan bank, baik bank konvensional maupun bank dengan prinsip syariah sama-sama mengandung suatu risiko kredit/pembiayaan. Risiko kredit/pembiayaan tersebut memiliki kolektibilitas berdasarkan ketentuan Bank Indonesia (BI), seperti kredit lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. Risiko kredit/pembiayaan sering disebut kredit/pembiayaan bermasalah atau istilah lainnya adalah Non Performing Loan (NPL).

Semakin lama jangka waktu pembiayaan yang diberikan kepada debitur (nasabah) semakin tinggi pula tingkat risikonya, sehingga dalam hal ini terdapat unsur ketidakpastian yang tidak dapat diperhitungkan yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan (bank).

Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa pembiayaan syariah dapat mempengaruhi tingkat risiko pembiayaan bank untuk memperoleh penghasilan atau pendapatan. Artinya, tingkat risiko pembiayaan bank akan tergantung pada tingkat pembiayaan musyarakah yang disalurkan oleh bank.

Referensi

Dokumen terkait

Pembangunan Menara Telekomunikasi yang berada dikawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, apabila dimungkinkan menurut hasil kajian secara teknis dari Pemerintah Daerah,

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan mengangkat judul : ” Analisis Diferensiasi Produk pada

Berdasarkan hasil penelitian terhadap mata pelajaran biologi dengan media pembelajaran dapat ditarik kesimpulan ada keefektifan hasil belajar siswa dengan

Hasil analisis prediksi respon siswa mendasari analisis tahapan pengajaran guru, alur belajar siswa dan perangkat mengajar (skenario, LKS, alat peraga, soal/evaluasi)

Hasil penelitian atas hipotesis ketiga membuktikan bahwa kompleksitas perusahaan berpengaruh secara positif terhadap abnormal audit delays , sehingga perusahaan yang

Memberikan motivasi kepada orang tua untuk bekerjasama melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan sesuai prosedur Memberikan informasi tentang Teknik penilaian yang

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Suspek Tb Paru yang terdiri dari umur, pendidikan, pendapatan, status gizi, kebiasaan

Nilai probabilitas sebesar 0,15 >0,05 dan convidence interval 95% (0,790-4,144), artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat kepuasan pasien ASKES