• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA. 1. Bainbridge, Vanessa et.al, 2000, Transforming Bureaucracies, International Institute for Environment and Development, London

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR PUSTAKA. 1. Bainbridge, Vanessa et.al, 2000, Transforming Bureaucracies, International Institute for Environment and Development, London"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

Kelompok Buku Teks, Jurnal dan Artikel

1. Bainbridge, Vanessa et.al, 2000, Transforming Bureaucracies, International Institute for Environment and Development, London

2. Carter W.N, 1991, Disaster Management, A Disaster Manager’s Handbook, Asian Development Bank.

3. Deddy, Antung, 2001, Pemantauan dan Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan dalam Prosiding Seminar Sehari Akar Penyebab dan Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera, ICRAF South East Asia dan CIFOR, 2001, p.11-20.

4. Dunn, William, 1999, Pengantar Analisis Kebijakan Publik : edisi kedua (Terjemahan), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

5. Glover, David dan Jessup, Timothy, 2002. Mahalnya Harga Sebuah Bencana, Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap di Indonesia. Penerbit ITB

6. Israel, Arturo, 1990, Institutional Development. Washington D.C., The World Bank

7. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup RI dan UNDP, 1998, Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia, Dampak, Faktor dan Evaluasi, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.

8. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 1998, Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia : Rencana Tindak Penanggulangan Bencana, jilid 2, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.

9. Kodoatie, Robert J dan Sjarief, Roestam, 2006, Pengelolaan Bencana Terpadu (Banjir, Longsor, Kekeringan dan Tsunami), Yarsif Watampone, Jakarta.

10. Kuntjaraningrat, 1996, Metoda-Metoda Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta.

11. Muhadjir, Noeng, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin P.O Box 83 Yogyakarta

12. North, D.C., 1990, Institutions, Institutional Change and Economic Performance. Cambridge University Press, Cambridge

(2)

13. Oetomo, Andi, 2006, Hukum dan Kelembagaan dalam Metropolitan di Indonesia: Kenyataan dan Tantangan dalam Penataan Ruang, Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

14. Osborne, David dan Gaebler, Ted., 1992, Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government), Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta

15. Simorangkir, Dicky dan Sumantri, 2002, A Review of Legal, Regulatory and Institusional Aspects of Forest and Land Fires in Indonesia, Project FireFight South East Asia, Jakarta

16. Sekretariat Bakornas PBP, 2005, Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia, Biro Mitigasi Sekretariat Bakornas PBP, Jakarta

17. Sekretariat Bakornas PBP, 2002, Sektor Utama Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan

18. Subarudi, 2002, Sistem Kelembagaan Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dalam Jurnal Sosial Ekonomi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Budaya dan Ekonomi Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, p.47-64

19. Sutanto, Amin, 2007, Keefektifan Kelembagaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Propinsi Riau, Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Surakarta

20. Uphoff, N, 1986, Local Institutional Development, West Hartford, CT Kumarian Press

21. Williamson, O.E, 1995, Economic Institutions of Capitalism: Firms, markets, relational contracting. The Free Press. Macmillan, New York, London

Kelompok Tugas Akhir dan Tesis

1. Febriansyah, Indra, 2005, Evaluasi Formatif Keefektifan Proses Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Satuan Proses Pelaksanaan Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (SATKORLAK PBP) Propinsi DKI Jakarta, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Planologi ITB, Bandung.

2. Judiarto, Ervan, 2003, Studi Aspirasi Stakeholder atas Rencana Implementasi e-Government, Tesis, Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota ITB, Bandung.

3. Tarigan, Ari Krisna M, 2001, Perumusan Kriteria Seleksi Program / Proyek Pembangunan Prasarana (PSD) Perkotaan (Studi Kasus Kota Bandung),

(3)

4. Haerudin, Ihsan, 2003, Studi Assessment Penerapan Konsep Participatory Governance dalam Perencanaan Pembangunan Tahunan Daerah dan Penyusunan APBD di Kota Bandung, Tesis, Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota ITB, Bandung.

Kelompok Daftar Peraturan, Kebijakan dan Dokumen 1. Undang-undang tentang Penanggulangan Bencana

2. Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan

3. Surat Keputusan Sekretaris Bakornas PBP No.2 Tahun 2001 tentang Pedoman Nasional Penanggulangan Bencana dan Pengungsi

4. Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Padjajaran Bandung, 2002, Laporan Akhir Penguatan Kelembagaan Pemantauan dan Penegakan Hukum

5. Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Fakultas Kehutanan, IPB, 2004, Laporan Akhir Evaluasi Dampak Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan

6. Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2004, ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas)

7. Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2005, Rancangan Undang-undang Republik Indonesia Tentang pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN Tentang Pencemaran Asap Lintas Batas).

8. Dokumen ASEAN Secretariat Discussion Paper Preparatory Meeting for the First Meeting of Conference of the Parties (COP) to the ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, ASEAN Secretariat, 2004

9. Dokumen Press Release Penandatanganan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, Sekretariat ASEAN, 2002

10. Dokumen Rancangan Undang-undang Republik Indonesia tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Oktober 2005

11. Dokumen Rancangan Undang-undang Republik Indonesia tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Mei 2006

(4)

LAMPIRAN A

ASEAN AGREEMENT ON

(5)

ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION

(PERSETUJUAN ASEAN TENTANG PENCEMARAN ASAP LINTAS BATAS)

Para Pihak pada persetujuan ini,

MENGUKUHKAN komitmen dari maksud dan tujuan Association of South East Asian

Nation (ASEAN) sebagaimana ditetapkan dalam Deklarasi Bangkok pada 8 Agustus 1967, terutama untuk meningkatkan kerja sama regional di Asia Tenggara dengan semangat kebersamaan dan kemitraan untuk berkontribusi menuju perdamaian, kemajuan, dan kesejahteraan di kawasan,

MENGINGAT Persetujuan Kuala Lumpur tentangLingkungan Hidup dan Pembangunan

yang diadopsi oleh para Menteri Lingkungan hidup Hidup ASEAN pada 19 Juni 1990 yang menghimbau, inter alia, upaya menuju harmonisasi pencegahan pencemaran lintas batas dan praktek mitigasi,

MENGINGAT PULA adopsi Rencana Kerja sama ASEAN tentang Pencemaran Lintas

Batas tahun 1995, yang khusus ditujukan pada pencemaran atmosfir lintas batas dan dihimbau, inter alia, menetapkan prosedur dan mekanisme untuk kerja sama antar Negara Anggota ASEAN dalam pencegahan dan mitigasi kebakaran lahan/ atau hutan dan asap,

MENETAPKAN untuk memberi pengaruh pada Rencana Aksi Asap Regional tahun

1997 dan Rencana Aksi Hanoi yang menghimbau untuk melaksanakan sepenuhnya Rencana Kerja sama ASEAN tentang Pencemaran Lintas Batas tahun 1995, dengan penekanan khusus pada Rencana Aksi Asap Regional sampai tahun 2001,

MENGAKUI adanya kemungkinan pengaruh yang merugikan dari pencemaran asap

lintas batas,

MEMPERHATIKAN bahwa suatu kenaikan pada tingkat emisi dari pencemar udara

dalam suatu kawasan sebagaimana prakiraan dapat meningkatkan pengaruh yang merugikan tersebut,

MENGAKUI kebutuhan untuk mengkaji akar penyebab dan implikasi dari pencemaran

asap lintas batas serta kebutuhan untuk mencari penyelesaian bagi permasalahan yang diidentifikasi,

MENEGASKAN keinginannya untuk lebih menguatkan kerjasama internasional untuk

mengembangkan kebijakan nasional guna pencegahan dan pemantauan pencemaran asap lintas batas,

MENEGASKAN PULA keinginannya untuk mengkoordinasikan aksi nasional untuk

pencegahan dan pemantauan pencemaran asap lintas batas melalui pertukaran informasi, konsultasi, penelitian, dan pemantauan,

(6)

BERKEINGINAN untuk mengambil langkah secara sendiri-sendiri dan bersama-sama untuk menilai asal, sebab, sifat, dan luas dari kebakaran lahan dan/atau hutan serta asap yang ditimbulkan, untuk mencegah dan mengendalikan sumber kebakaran lahan dan/atau hutan tersebut serta asap yang ditimbulkan dengan menerapkan kebijakan praktek dan teknologi berwawasan lingkungan hidup serta memperkuat kemampuan nasional dan regional dan kerja sama dalam penilaian, pencegahan, mitigasi, dan pengelolaan kebakaran lahan dan/atau hutan serta asap yang ditimbulkan,

MEYAKINI bahwa suatu cara terpenting untuk mencapai aksi bersama adalah suatu

hasil akhir dan pelaksanaan yang efektif dari suatu Persetujuan,

Telah menyetujui sebagai berikut:

BAB I. KETENTUAN UMUM Pasal 1

Penggunaan Istilah

Untuk tujuan Persetujuan ini:

1. “Pihak yang membantu” berarti suatu Negara, organisasi internasional, setiap badan lain atau orang yang menawarkan dan/atau memberikan bantuan kepada suatu Pihak Pemohon atau suatu Pihak Penerima dalam hal kebakaran lahan dan/atau hutan atau pencemaran asap.

2. “Otoritas yang kompeten” berarti satu atau lebih badan yang ditunjuk dan diberi wewenang oleh masing-masing Pihak untuk bertindak atas namanya dalam pelaksanaan Persetujuan ini.

3. “Pembakaran terkendali” berarti setiap kebakaran, pembakaran, atau pembakaran kecil yang terjadi di udara terbuka, yang diatur oleh hukum nasional, peraturan, peraturan perundang-undangan, atau pedoman dan tidak menyebabkan timbulnya kebakaran dan pencemaran asap lintas batas.

4. “Daerah rawan kebakaran” berarti daerah yang ditentukan oleh lembaga nasional yang berwenang sebagai daerah yang kebakaran kemungkinan besar terjadi atau memiliki suatu kecenderungan lebih tinggi terjadi.

5. “Focal point” berarti badan yang ditunjuk dan diberi wewenang oleh masing-masing Pihak untuk menerima dan meneruskan komunikasi dan data sesuai dengan ketentuan Persetujuan ini.

6. “Pencemaran asap” berarti asap yang dihasilkan dari kebakaran lahan dan/atau hutan yang menyebabkan pengaruh yang mengganggu dari suatu keadaan alaminya seperti membahayakan kesehatan manusia, merusak sumber daya kehidupan dan ekosistem serta kekayaan materi, dan merusak atau mengganggu kenyamanan dan pemanfaatan yang sah lainnya dari lingkungan hidup hidup.

7. “Kebakaran lahan dan/atau hutan” berarti kebakaran seperti kebakaran lapisan batubara, kebakaran gambut, dan kebakaran lahan budi daya.

8. “Negara Anggota” berarti suatu Negara Anggota dari Organisasi Negara Asia Tenggara.

(7)

9. “Pembakaran terbuka” berarti setiap kebakaran, pembakaran, atau pembakaran kecil yang terjadi di udara terbuka.

10. “Pihak” berarti suatu Negara Anggota ASEAN yang telah menyetujui untuk terikat pada Persetujuan ini dan bilamana Persetujuan ini berlaku.

11. “Pihak Penerima” berarti suatu Pihak yang menerima bantuan yang ditawarkan oleh Pihak atau para Pihak yang Membantu dalam peristiwa kebakaran lahan dan/atau hutan atau pencemaran asap.

12. “Pihak Pemohon” berarti suatu Pihak yang memohon bantuan dari Pihak atau para Pihak lainnya dalam peristiwa kebakaran lahan dan/atau hutan atau pencemaran asap.

13. “Pencemaran asap lintas batas” berarti pencemaran asap yang sumber secara fisika ditemukan baik secara keseluruhan atau sebagian berasal dari suatu daerah di bawah yurisdiksi nasional satu Negara Anggota dan yang terbawa ke dalam daerah yurisdiksi Negara Anggota lainnya.

14. “Kebijakan Pembukaan lahan tanpa bakar” berarti suatu kebijakan yang melarang pembakaran terbuka tetapi masih memperbolehkan beberapa bentuk pembakaran terkendali.

Pasal 2 Tujuan

Tujuan dari Persetujuan ini adalah untuk mencegah dan memantau pencemaran asap lintas batas sebagai suatu akibat dari kebakaran lahan dan/atau hutan yang harus dimitigasi, melalui upaya nasional secara bersama-sama dan mengintensifkan kerja sama regional dan internasional. Tujuan ini harus dicapai dalam konteks yang menyeluruh dari pembangunan berkelanjutan dan sesuai dengan ketentuan Persetujuan ini.

Pasal 3 Prinsip

Para Pihak wajib dipandu dengan prinsip sebagai berikut dalam pelaksanaan Persetujuan ini:

1. Para Pihak mempunyai, menurut Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan prinsip hukum internasional, hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber dayanya sesuai kebijakan lingkungan hidup hidup dan pembangunannya sendiri, dan tanggung jawab untuk menjamin bahwa kegiatan dalam yurisdiksi dan kendalinya tidak menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan hidup dan membahayakan kesehatan manusia dari Negara lain atau daerah di luar batas yurisdiksi nasional.

2. Para Pihak wajib, dengan semangat kesetiakawanan dan kemitraan dan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan situasi masing-masing, memperkuat kerja sama dan koordinasi untuk mencegah dan memantau pencemaran asap lintas batas sebagai akibat dari kebakaran lahan dan/atau hutan yang harus dimitigasi.

3. Para Pihak harus mengambil langkah berhati-hati untuk mengantisipasi, mencegah, dan memantau pencemaran asap lintas batas sebagai akibat dari kebakaran lahan dan/atau hutan yang harus dimitigasi, untuk meminimalkan pengaruh yang merugikannya. Apabila terjadi ancaman serius atau kerusakan yang tidak dapat

(8)

diperbaiki dari pencemaran asap lintas batas, walaupun tanpa kepastian ilmiah yang penuh, langkah berhati-hati wajib diambil oleh Pihak yang berkepentingan.

4. Para Pihak harus mengelola dan memanfaatkan sumber daya alamnya, yang mencakupi sumber daya hutan dan lahan, dengan suatu cara yang berwawasan ekologi dan berkelanjutan.

5. Para Pihak, dalam mengatasi pencemaran asap lintas batas, harus melibatkan, apabila perlu, semua pemangku kepantingan, yang mencakupi masyarakat lokal, lembaga swadaya masyarakat, petani, dan perusahaan swasta.

Pasal 4 Kewajiban Umum

Dalam mencapai tujuan Persetujuan ini, para Pihak wajib:

1. Bekerja sama dalam mengembangkan dan melaksanakan langkah untuk mencegah dan memantau pencemaran asap lintas batas sebagai akibat kebakaran lahan dan/atau hutan yang harus dimitigasi, dan untuk mengendalikan sumber kebakaran, yang mencakupi identifikasi kebakaran, pengembangan pemantauan, penilaian dan sistem peringatan dini, pertukaran informasi dan teknologi, dan ketentuan bantuan yang saling menguntungkan.

2. Apabila pencemaran asap lintas batas berasal dari teritorial mereka, menanggapi secara cepat untuk meminta informasi atau konsultasi yang relevan yang dicari oleh Negara atau Negara-Negara yang dipengaruhi atau mungkin dipengaruhi oleh pencemaran asap lintas batas tersebut, dengan tujuan untuk meminimalkan konsekuensi dari pencemaran asap lintas batas.

3. Mengambil langkah legislatif, administratif dan/atau langkah lainnya untuk melaksanakan kewajibannya berdasarkan Persetujuan ini.

BAB II. PEMANTAUAN, PENILAIAN, PENCEGAHAN DAN TANGGAPAN

Pasal 5

Pusat Koordinasi ASEAN untuk Pengendalian Pencemaran Asap Lintas Batas

1. Pusat Koordinasi ASEAN untuk Pengendalian Pencemaran Asap Lintas Batas, yang selanjutnya disebut sebagai “ASEAN Centre”, dengan ini didirikan untuk tujuan memfasilitasi kerja sama dan koordinasi antar para Pihak dalam mengelola dampak dari kebakaran lahan dan/atau hutan khususnya pencemaran asap yang timbul dari kebakaran tersebut.

2. ASEAN Centre wajib bekerja atas dasar bahwa otoritas nasional akan bertindak terlebih dahulu untuk memadamkan kebakaran. Apabila otoritas nasional menyatakan suatu keadaan darurat, lembaga tersebut dapat memohon kepada ASEAN Centre untuk menyediakan bantuan.

3. Suatu Komite yang terdiri dari perwakilan dari otoritas nasional dari para Pihak wajib mengawasi pelaksanaan ASEAN Centre.

4. ASEAN Centre wajib melaksanakan fungsi seperti tercantum dalam Lampiran dan setiap fungsi lain sebagaimana yang diarahkan oleh Konferensi para Pihak.

(9)

Pasal 6

Otoritas yang Berkompeten dan Focal Point

1. Setiap Pihak wajib menunjuk satu atau lebih Otoritas yang Berkompeten dan Focal Point yang wajib diberi wewenang untuk bertindak atas namanya di dalam kinerja fungsi administratif yang disyaratkan oleh Persetujuan ini.

2. Setiap Pihak wajib memberitahukan para Pihak lain dan ASEAN Centre, mengenai Otoritas yang Berkompeten dan Focal Point-nya, serta dari setiap perubahan atas penunjukan selanjutnya.

3. ASEAN Centre wajib memberikan informasi secara teratur dan cepat kepada para Pihak dan organisasi internasional yang relevan yang diacu dalam ayat (2) di atas.

Pasal 7 Pemantauan

1. Setiap Pihak wajib mengambil langkah yang sesuai untuk memantau: a. semua daerah rawan kebakaran,

b. semua kebakaran lahan dan/atau hutan,

c. kondisi lingkungan hidup yang kondusif terhadap kebakaran lahan dan/atau hutan tersebut,

d. pencemaran asap yang ditimbulkan dari kebakaran lahan dan/atau hutan tersebut 2. Setiap Pihak wajib menunjuk satu atau lebih badan yang berfungsi sebagai Pusat

Pemantauan Nasional, untuk melaksanakan pemantauan yang diacu dalam ayat (1) di atas sesuai dengan prosedur nasionalnya masing-masing.

3. Para Pihak, pada peristiwa kebakaran, wajib segera memprakarsai tindakan untuk mengendalikan atau memadamkan kebakaran.

Pasal 8 Penilaian

1. Setiap Pihak wajib menjamin bahwa Pusat Pemantauan Nasionalnya, dalam jangka waktu yang disetujui, berkomunikasi dengan ASEAN Centre, secara langsung atau melalui Focal Point-nya, data yang diperoleh berkaitan dengan daerah rawan kebakaran, kebakaran lahan dan/atau hutan, kondisi lingkungan hidup yang kondusif terhadap kebakaran lahan dan/atau hutan, dan pencemaran asap yang ditimbulkan oleh kebakaran lahan dan/atau hutan tersebut.

2. ASEAN Centre wajib menerima, berkonsolidasi dan menganalisis data yang dikomunikasikan oleh masing-masing Pusat Pemantauan Nasional atau Focal Point. 3. Atas dasar analisis data yang diperoleh, ASEAN Centre wajib, bila memungkinkan,

memberikan kepada setiap Pihak, melalui Focal Point-nya, suatu penilaian risiko terhadap kesehatan manusia atau lingkungan hidup yang timbul dari kebakaran lahan dan/atau hutan dan akibat pencemaran asap lintas batas.

Pasal 9 Pencegahan

Setiap Pihak wajib mengambil langkah untuk kegiatan mencegah dan mengendalikan yang berkaitan dengan kebakaran lahan dan/atau hutan yang dapat mengarah kepada pencemaran asap lintas batas, yang mencakupi:

a. mengembangkan dan melaksanakan langkah legislatif dan peraturan lainnya, serta program dan strategi untuk mempromosikan kebijakan pembukaan lahan tanpa bakar

(10)

sehubungan dengan kebakaran lahan dan/atau hutan yang mengakibatkan pencemaran asap lintas batas;

b. mengembangkan kebijakan yang layak lainnya untuk menghambat kegiatan yang dapat mengarah pada kebakaran lahan dan/atau hutan;

c. mengidentifikasi dan memantau daerah rawan terhadap kejadian kebakaran lahan dan/atau hutan;

d. menguatkan pengelolaan kebakaran lokal dan kemampuan dan koordinasi memadamkan kebakaran untuk mencegah kejadian kebakaran lahan dan/atau hutan; e. mempromosikan pendidikan dan kampanye pembangunan kesadaran masyarakat

serta menguatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan kebakaran guna mencegah kebakaran lahan dan/atau hutan serta pencemaran asap yang timbul dari kebakaran tersebut;

f. mempromosikan dan memanfaatkan pengetahuan dan praktek kearifan tradisional dalam pencegahan dan pengelolaan kebakaran; dan

g. menjamin bahwa langkah legislatif, administratif dan/atau lainnya yang relevan diambil untuk mengendalikan pembakaran terbuka serta untuk mencegah pembukaan lahan dengan membakar;

Pasal 10 Kesiapsiagaan

1. Para Pihak wajib, secara bersama-sama atau sendiri-sendiri, mengembangkan rencana strategi dan tanggapan untuk mengidentifikasi, mengelola, dan mengendalikan risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup yang timbul dari kebakaran lahan dan/atau hutan serta pencemaran asap terkait yang timbul dari kebakaran tersebut.

2. Para Pihak wajib, apabila perlu, menyiapkan prosedur standar pelaksanaan untuk kerjasama regional dan langkah nasional yang disyaratkan berdasarkan Persetujuan ini.

Pasal 11 Tanggap Darurat Nasional

1. Setiap Pihak wajib menjamin bahwa langkah legislatif, administratif dan pendanaan yang sesuai telah diambil untuk memobilisasi peralatan, bahan-bahan, sumber daya manusia dan keuangan yang disyaratkan untuk menanggapi dan memitigasi dampak dari kebakaran lahan dan/atau hutan serta pencemaran asap yang timbul dari kebakaran tersebut.

2. Setiap Pihak wajib segera memberitahu Pihak lain dan ASEAN Centre mengenai langkah tersebut.

Pasal 12

Tanggap Darurat Bersama melalui Ketentuan Bantuan

1. Bila suatu Pihak membutuhkan bantuan dalam peristiwa kebakaran lahan dan/atau hutan atau pencemaran asap yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut di teritorialnya, Pihak tersebut dapat memohon bantuan tersebut dari Pihak lain, secara langsung atau melalui ASEAN Centre, atau, bila perlu, dari Negara atau organisasi internasional lain.

2. Bantuan hanya dapat digunakan atas permohonan dari dan dengan persetujuan dari Pihak pemohon, atau, bila ditawarkan oleh Pihak atau para Pihak lain, dengan persetujuan dari Pihak penerima.

(11)

3. Setiap Pihak yang kepadanya permohonan bantuan ditujukan wajib segera memutuskan dan memberitahukan Pihak pemohon, secara langsung atau melalui ASEAN Centre, apakah Pihak tersebut dalam posisi memberikan bantuan yang diminta, dan dalam ruang lingkup serta syarat bantuan tersebut.

4. Setiap Pihak yang kepadanya tawaran bantuan ditujukan wajib segera memutuskan dan memberitahukan Pihak yang membantu, secara langsung maupun melalui ASEAN Centre, apakah Pihak tersebut dalam posisi menerima bantuan yang ditawarkan, dan dalam ruang lingkup serta syarat bantuan tersebut.

5. Pihak Pemohon wajib memerinci ruang lingkup dan jenis bantuan yang diperlukan dan, jika dapat dilaksanakan, menyediakan kepada Pihak yang membantu mengenai informasi yang mungkin diperlukan oleh Pihak tersebut guna menentukan bantuan yang sesuai dengan permintaan. Dalam peristiwa yang tidak dapat dilaksanakan bagi Pihak pemohon untuk memerinci ruang lingkup dan jenis bantuan yang diminta, Pihak pemohon dan Pihak yang membantu wajib, melalui konsultasi, secara bersama-sama menilai dan memutuskan atas ruang lingkup serta jenis bantuan yang diminta.

6. Para Pihak wajib, dalam batas kemampuannya, mengidentifikasi dan memberitahukan ASEAN Centre mengenai tenaga ahli, peralatan, dan bahan yang dapat disediakan sesuai dengan ketentuan bantuan kepada para Pihak lain dalam hal kebakaran lahan dan/atau hutan atau pencemaran asap yang diakibatkan dari kebakaran tersebut demikian juga syarat, khususnya keuangan, berdasarkan bantuan tersebut yang dapat diberikan.

Pasal 13

Petunjuk dan Pengendalian Bantuan

Kecuali disetujui sebaliknya:

1. Pihak pemohon atau penerima wajib melakukan semua petunjuk, pengendalian, koordinasi, dan pengawasan atas bantuan dalam teritorialnya. Pihak yang membantu harus, bila bantuan melibatkan personel, menunjuk melalui konsultasi dengan Pihak pemohon atau penerima, orang atau badan yang seharusnya berwenang dan melaksanakan pengawasan pelaksanaan langsung atas personel dan peralatan yang disediakan olehnya. Orang atau badan yang ditunjuk harus melaksanakan pengawasan tersebut dalam kerja sama dengan badan yang berwenang dari Pihak pemohon atau penerima.

2. Pihak pemohon atau penerima wajib menyediakan, sepanjang memungkinkan, fasilitas dan jasa lokal untuk administrasi bantuan yang layak dan efektif. Pihak tersebut wajib pula menjamin perlindungan bagi personel, peralatan, dan bahan yang dibawa ke dalam teritorialnya oleh atau atas nama Pihak yang membantu sesuai dengan tujuan.

3. Suatu Pihak yang menyediakan atau menerima bantuan sebagai tanggapan terhadap permohonan yang diacu dalam ayat (1) di atas wajib mengkoordinasikan bantuan tersebut dalam teritorialnya.

Pasal 14

Pengecualian dan Fasilitas mengenai Ketentuan Bantuan

1. Pihak pemohon dan penerima wajib memberikan kepada personel dari Pihak yang membantu dan personel yang bertindak atas namanya, pengecualian dan fasilitas yang perlu guna melaksanakan fungsinya.

2. Pihak pemohon atau penerima wajib memberikan kepada Pihak yang membantu pembebasan atas pajak, cukai, atau biaya lainnya yang dikenakan terhadap peralatan

(12)

dan bahan yang dibawa masuk ke dalam teritorial Pihak pemohon atau penerima untuk tujuan bantuan.

3. Pihak pemohon atau penerima wajib memfasilitasi kedatangan, keberadaan, dan keberangkatan dari teritorialnya atas personel dan peralatan serta bahan yang dilibatkan atau digunakan dalam bantuan.

Pasal 15

Transit Personel, Peralatan, dan Bahan mengenai Ketentuan Bantuan

Setiap Pihak wajib, atas permohonan dari Pihak yang berkepentingan, berupaya memfasilitasi transit melalui teritrorialnya terhadap personel, peralatan, dan bahan yang dilibatkan atau digunakan dalam bantuan kepada Pihak pemohon atau penerima.

BAB III. KERJA SAMA TEKNIS DAN PENELITIAN ILMIAH Pasal 16

Kerja Sama Teknis

1. Untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan memitigasi risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup yang timbul dari kebakaran lahan dan/atau hutan atau pencemaran asap yang timbul dari kebakaran tersebut, para Pihak wajib melakukan kerja sama teknis di bidang ini, yang mencakupi sebagai berikut:

a. memfasilitasi mobilisasi sumber daya yang tepat di dalam dan di luar para Pihak; b. mempromosikan standarisasi format laporan data dan informasi;

c. mempromosikan pertukaran informasi, tenaga ahli, teknologi, teknik, dan keterampilan yang relevan;

d. menyediakan atau membuat rancangan untuk pelatihan, pendidikan, dan kampanye peningkatan kesadaran yang relevan, khususnya yang berkaitan dengan promosi praktik pembukaan lahan tanpa bakar serta dampak pencemaran asap terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup;

e. mengembangkan dan menciptakan teknik mengenai pembakaran terkendali khususnya bagi peladang berpindah dan petani kecil, dan bertukar serta berbagi pengalaman mengenai praktik pembakaran terkendali;

f. memfasilitasi pertukaran pengalaman dan informasi yang relevan antar badan penegak hukum dari para Pihak;

g. mempromosikan pengembangan pasar untuk pemanfaatan biomassa dan metode yang tepat untuk pembuangan limbah pertanian;

h. mengembangkan program pelatihan bagi para pemadam kebakaran dan pelatih untuk dilatih di tingkat lokal, nasional, dan regional; dan

i. menguatkan dan meningkatkan kapasitas teknis para pihak untuk melaksanakan Persetujuan ini.

2. ASEAN Centre wajib memfasilitasi kegiatan kerjasama teknis yang diacu dalam ayat (1) di atas.

Pasal 17 Penelitian Ilmiah

Para Pihak wajib secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, yang mencakupi dalam kerjasama dengan organisasi internasional yang tepat, mempromosikan dan, jika memungkinkan, mendukung program penelitian ilmiah dan teknis yang berkaitan dengan

(13)

teknik, dan peralatan untuk pengendalian kebakaran lahan dan/atau hutan, yang mencakupi pemadaman kebakaran.

BAB IV. PENGATURAN KELEMBAGAAN Pasal 18

Konferensi para Pihak

1. Konferensi para Pihak dengan ini ditetapkan. Sidang pertama Konferensi para Pihak wajib diselenggarakan oleh Sekretariat tidak lewat dari satu tahun setelah berlakunya Persetujuan ini. Setelah itu, sidang biasa dari Konferensi para Pihak wajib diadakan sekurang-kurangnya sekali setiap setahun, sejauh memungkinkan dalam kaitan dengan sidang ASEAN yang tepat.

2. Sidang luar biasa wajib diadakan pada setiap waktu lain atas permintaan satu Pihak dengan syarat permintaan tersebut didukung sekurang-kurangnya satu Pihak lain. 3. Konferensi para Pihak wajib secara terus menerus meninjau dan mengevaluasi

pelaksanaan Persetujuan ini dan untuk tujuan ini wajib:

a. mengambil langkah tertentu yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaan yang efektif dari Persetujuan ini;

b. mempertimbangkan laporan dan informasi lain yang mungkin disampaikan oleh suatu Pihak secara langsung atau melalui Sekretariat;

c. mempertimbangkan dan mengadopsi protokol sesuai dengan Pasal 21 dari Persetujuan ini;

d. mempertimbangkan dan mengadopsi setiap amendemen atas Persetujuan ini; e. mengadopsi, meninjau, dan mengamendemen sebagaimana disyaratkan setiap

Lampiran atas Persetujuan ini;

f. mendirikan badan pendukung yang mungkin disyaratkan untuk pelaksanaan Persetujuan ini;

g. mempertimbangkan dan mengambil setiap langkah tambahan yang mungkin disyaratkan untuk pencapaian tujuan Persetujuan ini.

Pasal 19 Sekretariat

1. Suatu Sekretariat dengan ini ditetapkan. 2. Fungsi Sekretariat wajib mencakupi:

a. merancang untuk mempersiapkan sidang Konferensi para Pihak dan badan lain yang dibentuk oleh Persetujuan ini;

b. menyampaikan kepada para Pihak notifikasi, laporan, dan informasi lain yang diterima sesuai dengan Persetujuan ini;

c. mempertimbangkan pertanyaan oleh, dan informasi dari, para Pihak, dan berkonsultasi dengannya mengenai pertanyaan yang berkaitan dengan Persetujuan ini;

d. menjamin koordinasi yang diperlukan dengan badan internasional lain yang relevan dan khususnya memasukkan ke dalam pengaturan administrasi yang mungkin disyaratkan untuk pelaksanaan yang efektif dari fungsi Sekretariat; dan e. melakukan fungsi lain tersebut sebagaimana mungkin ditugaskan kepadanya

oleh para Pihak

(14)

Pasal 20 Pengaturan Keuangan

1. Dana dengan ini ditetapkan untuk pelaksanaan Persetujuan ini.

2. Dana tersebut wajib disebut sebagai Dana Pengendalian Pencemaran Asap Lintas Batas ASEAN.

3. Dana tersebut wajib dikelola oleh Sekretariat ASEAN berdasarkan pedoman Konferensi para Pihak.

4. Para Pihak wajib, sesuai dengan keputusan Konferensi para Pihak, memberikan kontribusi sukarela untuk dana tersebut.

5. Dana tersebut wajib terbuka untuk menerima kontribusi dari sumber lain yang tunduk pada persetujuan atau penyetujuan oleh para Pihak.

6. Para Pihak dapat, jika perlu, memobilisasi sumber daya tambahan yang disyaratkan untuk pelaksanaan Persetujuan ini dari organisasi internasional yang relevan, khususnya lembaga keuangan regional dan masyarakat donor internasional.

BAB V. PROSEDUR Pasal 21 Protokol

1. Para Pihak wajib bekerjasama dalam memformulasikan dan mengadopsi protokol atas Persetujuan ini, menentukan langkah yang sudah disetujui, prosedur, serta standar untuk pelaksanaan Persetujuan ini.

2. Konferensi para Pihak dapat, pada saat pertemuan biasa, mengadopsi protokol atas Persetujuan ini melalui konsensus dari semua Pihak.

3. Naskah dari setiap protokol yang diusulkan wajib dikomunikasikan kepada para Pihak melalui Sekretariat sekurang-kurangnya enam bulan sebelum pertemuan tersebut.

4. Persyaratan untuk pemberlakuan dari setiap protokol wajib dibentuk oleh instrumen tersebut.

Pasal 22

Amendemen atas Persetujuan

1. Setiap Pihak dapat mengusulkan amendemen atas Persetujuan.

2. Naskah setiap amendemen yang diusulkan wajib dikomunikasikan kepada para Pihak oleh Sekretariat sekurang-kurangnya enam bulan sebelum Konferensi para Pihak pada saat diusulkan untuk adopsi. Sekretariat wajib juga mengkomunikasikan amendemen yang diusulkan kepada para penandatangan dari Persetujuan.

3. Amendemen wajib diadopsi melalui konsensus pada sidang biasa Konferensi para Pihak.

4. Amendemen atas Persetujuan ini wajib tunduk untuk penerimaan. Depositari wajib mengedarkan amendemen yang diadopsi kepada semua Pihak untuk penerimaannya. Amendemen wajib berlaku pada hari ke tiga puluh setelah disimpan oleh Depositari dari instrumen penerimana dari semua Pihak.

5. Setelah pemberlakuan amendemen atas Persetujuan ini setiap Pihak baru atas Persetujuan ini wajib menjadi Pihak atas Persetujuan ini sebagaimana diamendemen.

(15)

Pasal 23

Adopsi dan Amendemen Lampiran

1. Lampiran atas Persetujuan ini wajib merupakan bagian integral dari Persetujuan dan, jika dinyatakan sebaliknya, acuan pada Persetujuan pada saat yang sama juga merupakan acuan pada lampirannya.

2. Lampiran wajib diadopsi melalui konsensus pada sidang biasa Konferensi para Pihak.

3. Setiap Pihak dapat mengusulkan amendemen atas suatu Lampiran.

4. Amendemen atas suatu Lampiran wajib diadopsi melalui konsensus pada sidang biasa Konferensi para Pihak.

5. Lampiran atas Persetujuan ini dan amendemen atas Lampiran wajib tunduk pada penerimaan. Depositari wajib mengedarkan Lampiran yang diadopsi atau amendemen yang diadopsi terhadap suatu Lampiran kepada semua Pihak untuk penerimaannya. Lampiran atau amendemen atas suatu Lampiran wajib berlaku pada hari tiga puluh setelah disimpan oleh Depositari dari instrumen penerimaan dari semua Pihak.

Pasal 24

Aturan Prosedur dan Aturan Keuangan

Konferensi para Pihak pertama wajib melalui konsensus mengadopsi aturan untuknya dan aturan keuangan untuk Pendanaan Pengendalian Pencemaran Asap Lintas Batas ASEAN untuk menentukan terutama partisipasi keuangan dari setiap Pihak atas Persetujuan ini.

Pasal 25 Pelaporan

Para Pihak wajib meneruskan kepada Sekretariat laporan mengenai langkah yang diambil untuk pelaksanaan Persetujuan ini menurut format dan jangka waktu sebagaimana ditentukan oleh Konferensi para Pihak.

Pasal 26

Hubungan dengan Persetujuan Lain

Ketentuan pada Persetujuan ini tidak boleh mempengaruhi hak dan kewajiban dari setiap Pihak demi menghormati setiap kesepakatan, konvensi, atau persetujuan yang ada yang mereka merupakan para Pihak.

Pasal 27 Penyelesaian Sengketa

Setiap sengketa di antara para Pihak mengenai interpretasi atau penerapan, atau penaatan, Persetujuan ini atau setiap Protokolnya, wajib diselesaikan secara damai melalui konsultasi atau negosiasi.

(16)

BAB VI. KETENTUAN FINAL Pasal 28

Ratifikasi, Penerimaan, Penyetujuan dan Aksesi

Persetujuan ini wajib tunduk pada ratifikasi, penerimaan, penyetujuan atau aksesi oleh Negara Anggota. Persetujuan ini wajib dibuka untuk aksesi sejak hari setelah tanggal Persetujuan ini ditutup untuk tandatangan. Instrumen ratifikasi, penerimaan, penyetujuan, atau aksesi wajib disimpan pada Depositari.

Pasal 29 Pemberlakuan

1. Persetujuan ini wajib berlaku pada hari keenam puluh setelah penyimpanan keenam instrumen ratifikasi, penerimaan, penyetujuan, atau aksesi.

2. Untuk setiap Negara Anggota yang meratifikasi, menerima, menyetujui atau mengaksesi atas Persetujuan setelah penyimpanan keenam instrumen ratifikasi, penerimaan, penyetujuan, atau aksesi, Persetujuan wajib mulai berlaku pada hari keenam puluh setelah penyimpanan oleh Negara anggota tersebut dari instrumen ratifikasi, penerimaan, penyetujuan, atau aksesinya.

Pasal 30 Pensyaratan

Jika dinyatakan sebaliknya yang diberikan oleh Persetujuan ini tidak ada persyaratan yang dapat dibuat terhadap Persetujuan.

Pasal 31 Depositari

Persetujuan ini wajib disimpan di Sekretaris Jenderal ASEAN, yang wajib segera menyalurkan setiap Negara anggota suatu salinan yang disertifikasi atasnya.

Pasal 32 Naskah Otentik

Persetujuan ini wajib dirancang dalam Bahasa Inggris, dan wajib menjadi naskah otentik.

DENGAN KESAKSIAN INI yang bertandatangan di bawah ini, sebagaimana

diberi kewenangan penuh oleh masing-masing Pemerintahnya, telah menandatangani Persetujuan ini.

Dibuat di Kuala Lumpur, Malaysia pada hari kesepuluh Juni pada tahun dua ribu dua.

(17)

Pemerintah Brunei Darussalam

H.E. Dato Seri Paduka Dr. Awang Haji Ahmad bin Haji Jumat Menteri Pembangunan

Pemerintah Kerajaan Kamboja H.E. Mr. Keo Puth Reasmey Duta Besar

Kedutaan Besar Kerajaan Kamboja di Malaysia

Pemerintah Republik Indonesia Ms. Liana Bratasida

Deputi Perlindungan Lingkungan hidup Kementerian Lingkungan hidup Hidup

Pemerintah Republik Rakyak Demokrasi Laos H.E. Prof. Dr. Bountiem Phissamay

Menteri untuk Kantor Perdana Menteri

Kepala Badan Ilmu, Teknologi dan Lingkungan hidup

Pemerintah Malaysia

H.E. Dato Seri Law Hieng Ding

Menteri Ilmu, Teknologi dan Lingkungan hidup

Pemerintah Serikat Myanmar U Thane Myint

Sekretaris, Komisi Nasional untuk Lingkungan hidup Direktor Umum Menteri Luar Negeri

Pemerintah Republik Filipina H.E. Mr. Heherson T. Alvarez

Sekretaris, Departemen Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam

Pemerintah Republik Singapura H.E. Mr. Lim Swee Say Menteri Lingkungan Hidup

(18)

Pemerintah Kerajaan Thailand H.E. Mr. Chaisiri Anamarn

Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Kedutaan Besar Kerajaan Thailand di Malaysia

Pemerintah Republik Sosialis Vietnam H.E. Mr. Nguyen Van Dang

(19)

Lampiran

Kerangka Acuan Pusat Koordinasi ASEAN untuk Pengendalian Pencemaran Asap Lintas Batas

ASEAN Centre wajib:

1. Membentuk dan memelihara hubungan yang teratur dengan Pusat Pemantauan Nasional masing-masing mengenai data, yang mencakupi hal-hal yang berasal dari citra satelit dan pengamatan meteorologi, yang berkaitan dengan:

a. kebakaran lahan dan/atau hutan;

b. kondisi lingkungan hidup yang kondusif terhadap kebakaran tersebut;

c. kualitas udara dan tingkat pencemaran, terutama asap yang timbul dari kebakaran tersebut;

2. menerima dari Pusat Pemantauan Nasional atau Focal Point masing-masing mengenai data di atas, berkonsolidasi, menganalisis, dan memproses data tersebut ke dalam suatu format yang mudah dapat dipahami dan dapat diakses;

3. memfasilitasi kerja sama dan koordinasi antar para Pihak untuk meningkatkan kesiapsiagaannya dan merespon kebakaran lahan dan/atau hutan atau pencemaran asap yang timbul dari kebakaran tersebut;

4. memfasilitasi koordinasi antarpara Pihak, negara lain dan organisasi yang relevan dalam pengambilan langkah efektif untuk memitigasi dampak kebakaran lahan dan/atau hutan atau pencemaran asap yang timbul dari kebakaran tersebut ;

5. menyusun dan memelihara suatu daftar para ahli di dalam dan luar kawasan ASEAN yang mungkin dimanfaatkan pada saat mengambil langkah untuk memitigasi dampak kebakaran lahan dan/atau hutan atau pencemaran asap yang timbul dari kebakaran tersebut, dan membuat daftar tersebut tersedia bagi para Pihak;

6. menyusun dan memelihara daftar perlengkapan dan fasilitas teknis di dalam dan luar ASEAN yang mungkin tersedia pada saat mengambil langkah untuk memitigasi dampak kebakaran lahan dan/atau hutan atau pencemaran asap yang timbul dari kebakaran tersebut, dan membuat daftar tersebut tersedia bagi para Pihak ;

7. menyusun dan memelihara daftar para ahli di dalam dan luar kawasan ASEAN untuk tujuan pelatihan, pendidikan, dan kampanye peningkatan kesadaran yang relevan, dan membuat daftar tersebut tersedia bagi para Pihak ;

8. menyusun dan memelihara hubungan dengan calon Negara donor dan organisasi untuk memobilisasi keuangan dan sumber lain yang disyaratkan untuk pencegahan dan mitigasi kebakaran lahan dan/atau hutan atau pencemaran asap yang timbul dari kebakaran tersebut dan kesiapsiagaan para Pihak, yang mencakupi kemampuan pemadaman kebakaran;

9. menyusun dan memelihara daftar donor, dan membuat daftar tersebut tersedia bagi para Pihak;

10. menanggapi atas suatu permohonan atau penawaran bantuan dalam peristiwa kebakaran lahan dan/atau hutan atau pencemaran asap yang timbul dari kebakaran tersebut dengan:

a. meneruskan dengan segera permohonan bantuan kepada Negara dan organisasi lain;

b. mengkoordinasikan bantuan tersebut, jika diminta oleh Pihak pemohon atau ditawarkan oleh Pihak yang membantu;

11. menyusun dan memelihara suatu sistem alih informasi guna pertukaran informasi, keahlian, teknologi, teknik dan keterampilan yang relevan, dan membuatnya tersedia bagi para Pihak dalam suatu format yang mudah dapat diakses;

12. mengumpulkan dan menyebarluaskan kepada para Pihak informasi mengenai pengalaman dan informasi praktis lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan Persetujuan;

(20)

LAMPIRAN B

(21)

Check List Wawancara Eksploratif No. Pertanyaan 1 2 Identitas Responden Instansi/Lembaga/Organisasi : Nama : Jabatan : No Telp. / Fax :

1. Apakah dengan pemberlakuan AATHP maka akan memberikan implikasi bagi perbaikan koordinasi antar institusi terkait (karena ketentuan dalam Pasal 9 : Pencegahan, huruf d menghendaki adanya penguatan koodinasi dalam pemadaman) ?

2. Apakah dengan pemberlakukan AATHP akan memberikan implikasi terhadap peningkatan kapasitas dan manajemen sumberdaya manusia dan peralatan (seperti yang disyaratkan dalam ketentuan Pasal 11 : Tanggap Darurat Nasional, ayat 1, Pasal 12 : Tanggap Darurat Bersama melalui Ketentuan Bantuan, ayat 1, dan Pasal 16 : Kerjasama Teknis huruf c dan h) ?

3. Apakah dengan pemberlakuan AATHP yang mengatur ketentuan atau mekanisme dalam AATHP seperti :

a.memastikan informasi seperti yang dibutuhkan dalam ketentuan dalam Persetujuan (Pasal 7 : Pemantauan ayat 1, dan Pasal 8 : Penilaian ayat 1 ) dapat dikomunikasikan secara teratur dengan ASEAN Centre b.perlunya standarisasi format laporan data dan informasi seperti yang

disyaratkan dalam ketentuan Persetujuan, dan

c.perlunya mekanisme komunikasi antara NFP, NMC, CA dan ASEAN Centre

dapat memberikan implikasi terhadap perbaikan pengelolaan informasi kebakaran hutan dan lahan ?

(22)

4. Apakah dengan pembentukan atau penunjukkan NFP (National Focal Point), NMC (National Monitoring Centre) dan CA (Competent Authorities) seperti yang disyaratkan dalam ketentuan AATHP maka akan memberikan implikasi terhadap pembagian peran, tanggung jawab dan kewenangan yang lebih jelas antar institusi terkait di Indonesia ? 5. Apakah dengan pemberlakuan AATHP yang mensyaratkan ketentuan

seperti:

a. menjamin bahwa langkah legislatif, administratif dan/atau lainnya yang relevan diambil untuk mengendalikan pembakaran terbuka (Pasal 9 huruf g)

b. melakukan kerjasama teknis untuk menyediakan atau membuat rancangan untuk pelatihan, pendidikan, dan kampanye peningkatan kesadaran yang relevan, khususnya yang berkaitan dengan promosi praktik pembukaan lahan tanpa bakar serta dampak pencemaran asap terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Pasal 16, huruf d) dapat berimplikasi dalam meningkatkan kepedulian masyarakat serta dunia usaha (perusahaan) dalam memenuhi ketentuan Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) ?

6. Apakah dengan pemberlakuan AATHP maka akan memacu pemerintah untuk membuat SOP Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan di tingkat nasional yang juga bila perlu dikaitkan dengan kerjasama regional (seperti yang tercantum dalam Pasal 10 : Kesiapsiagaan, ayat 2) ?

7. Apakah dengan pemberlakuan AATHP maka akan mendorong pemerintah untuk lebih memberikan alokasi dana yang lebih memadai dalam menanggapi dan memitigasi dampak kebakaran hutan dan lahan (seperti ketentuan Pasal 11 : Tanggap Darurat, ayat 1) ?

8. Menurut Bapak/Ibu apakah ada implikasi kelembagaan lainnya yang dapat diperoleh dari pemberlakuan AATHP selain yang sudah disebutkan sebelumnya ?

(23)

LAMPIRAN C

(24)

Tabel Hasil Olahan Kuisioner Tahap I

No. Responden Implikasi Kelembagaan

1. Anggota DPR 1 • Keberadaaan ASEAN Centre memacu perbaikan koordinasi

Keberadaaan Pusat Koordinasi ASEAN untuk Pencemaran Asap Lintas Batas (ASEAN Centre) yang dapat membantu dalam upaya pengelolaan perbantuan, informasi, dsb. yang direncanakan berada di Indonesia dapat memacu perbaikan koordinasi antar stakeholder yang ada, baik di dalam internal Indonesia sendiri maupun antar negara regional ASEAN dalam upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan

• Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan peralatan penanggulangen bencana kebakan hutan dan lahan

Mekanisme perbantuan dan kerjasama teknis dalam ketentuan AATHP akan berimplikasi terhadap peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan peralatan dalam upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia

• Perbaikan pengelolaan informasi kebakaran hutan dan lahan

Keberadaan ASEAN Centre (yang nantinya akan berada di Indonesia) akan memacu koordinasi yang lebih efektif dalam pengelolaan informasi untuk mendukung upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia 2. Anggota DPR 2 • Keberadaaan ASEAN Centre memacu perbaikan

koordinasi

AATHP akan memacu perbaikan koordinasi antar institusi terkait baik secara internal (Indonesia) maupun di tingkat regional ASEAN dengan adanya ASEAN Centre (ASEAN Coordinating Centre for Transboundary Haze Pollution Control) yang direncanakan akan berada di Indonesia

• Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan peralatan penanggulangen bencana kebakaran hutan dan lahan

AATHP memberikan implikasi terhadap peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan peralatan karena Indonesia dapat memanfaatkan sumberdaya manusia dan peralatan yang ada di negara ASEAN maupun di luar ASEAN dalam upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan

• Perbaikan pengelolaan informasi dan data kebakaran hutan dan lahan

Adanya mekanisme pemantauan dan pelaporan yang diberikan oleh Indonesia kepada ASEAN Centre dapat memacu pengelolaan informasi kebakaran hutan dan lahan yang lebih baik di Indonesia.

(25)

No. Responden Implikasi Kelembagaan

• Perbaikan alokasi dana penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan

AATHP dapat lebih mendorong perbaikan alokasi dana penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan selain yang sudah dijaminkan dalam UU Penanggulangan Bencana yang baru disahkan beberapa waktu yang lalu untuk menjamin adanya alokasi dana yang lebih memadai untuk penanggulangan bencana

• Penguatan kelembagaan penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan di daerah

Adanya bantuan teknis yang diberikan oleh negara ASEAN lainnya kepada daerah rawan kebakaran di Indonesia dapat memacu penguatan kelembagaan di daerah dalam upaya pegendalian kebakaran hutan dan lahan

3. Departemen Kehutanan

• Perbaikan pengelolaan informasi dan data kebakaran hutan dan lahan

Adanya mekanisme pemberian informasi dan pelaporan kepada ASEAN Centre dapat memberikan implikasi terhadap perbaikan pengelolaan informasi kebakaran, paling tidak dalam hal pelaporan dari tingkat nasional ke tingkat regional

• Pembagian peran, tanggung jawab dan kewenangan yang lebih jelas antar institusi dalam upaya penanggulangan bencana kebakaran

Penunjukan atau pembentukan NFP, NMC dan CA yang disesuaikan dengan peran dan fungsi yang sudah diemban sebelumnya akan memberikan implikasi terhadap perbaikan kejelasan pembagian peran, tanggung jawab dan kewenangan antar institusi dalam penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia

• Pembuatan SOP (Standard Operating Procedures) penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan

AATHP dapat memacu pembuatan SOP Penanggulangan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan yang bersifat lintas sektoral (nasional) yang selanjutnya berimplikasi terhadap penetapan lembaga yang bersifat lintas sektoral di dalam upaya penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan

4. Bakornas PBP • Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan peralatan penanggulangen bencana kebakan hutan dan lahan

Mekanisme perbantuan yang ada dalam AATHP dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dalam upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan terutama pada saat bencana kebakaran atau asap sudah tidak dapat ditanggulangi oleh Indonesia meskipun secara teknis kemampuan

(26)

No. Responden Implikasi Kelembagaan

sumberdaya manusia maupun peralatan di negara ASEAN lainnya tidak lebih baik dan tidak lebih mampu dibandingkan yang dimiliki oleh Indonesia

• Pembagian peran, tanggung jawab dan kewenangan yang lebih jelas antar institusi dalam upaya penanggulangan bencana kebakaran

Ada dampak positif dari AATHP karena dengan adanya penunjukkan NFP, NMC dan CA maka antar institusi tersebut akan membangun struktur dan tanggung jawab yang lebih jelas dan baik untuk pelaksanaan tugas dan fungsi dalam penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia

• Pembuatan SOP (Standard Operating Procedures) penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan

Untuk merespon mekanisme perbantuan yang ada dalam Ketentuan Persetujuan (AATHP) maka perlu membuat SOP Penanggulangan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di tingkat nasional yang juga dikaitkan dengan kerjasama regional

• Pembangunan ASEAN Centre memudahkan kerjasama dan koordinasi antar Pihak

Pembangunan ASEAN Centre memudahkan kerjasama untuk alih pengetahuan dan teknologi serta penelitian guna meminimalkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia serta koordinasi antar Pihak (antar negara ASEAN dan dunia internasional) dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia 5. Kementerian

Lingkungan Hidup

• Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan peralatan penanggulangen bencana kebakan hutan dan lahan

AATHP dapat meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dan peralatan karena AATHP dapat digunakan sebagai landasan oleh instansi untuk menyusun program dan kegiatan untuk mendapatkan pendanaan dari dalam negeri guna keperluan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan peralatan penanggulangan bencana kebakaran, selain sebagai landasan untuk menyusun proposal guna memperoleh bantuan yang tidak mengikat dari luar negeri maupun melakukan kerjasama dalam upaya peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan peralatan

• Perbaikan pengelolaan informasi dan data kebakaran hutan dan lahan

AATHP dapat berimplikasi terhadap perbaikan pengelolaan informasi di Indonesia karena ketentuan yang ada pada AATHP seperti adanya mekanisme pemantauan, pelaporan dan komunikasi tentang semua daerah rawan kebakaran, semua kebakaran hutan dan lahan, kondisi lingkungan yang mengakibatkan

(27)

No. Responden Implikasi Kelembagaan

kebakaran hutan dan lahan, maupun pencemaran asap yang ditimbulkan oleh kebakaran harus sejauh mungkin dapat dipenuhi untuk dilaporkan dan dikomunikasikan dengan negara ASEAN lainnya melalui ASEAN Centre

• Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan

Meskipun tidak signifikan hasil yang didapatkan, AATHP dapat digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan pendidikan dan kesadaran masyarakat dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan, misalnya melalui kerjasama teknis di tingkat regional dalam pendidikan dan kampanye peningkatan kesadaran masyarakat terutama yang berkaitan dengan promosi praktek-praktek pembukaan lahan tanpa bakar

• Perbaikan alokasi dana penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan

AATHP dapat menjadi dasar usulan bagi alokasi dana yang lebih memadai dalam upaya penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan khususnya pada kegiatan-kegiatan yang ada pada ketentuan Persetujuan (AATHP)

6. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI)

• Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan peralatan penanggulangen bencana kebakan hutan dan lahan

AATHP akan memudahkan mobilitas sumberdaya dari negara ASEAN serta mendapatkan bantuan teknis dan non teknis baik dari negara ASEAN maupun di luar ASEAN (internasional) bagi upaya peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan peralatan

• Perbaikan pengelolaan informasi dan data kebakaran hutan dan lahan

Adanya mekanisme pemantauan dan pelaporan kejadian kebakaran hutan dan lahan oleh National Monitoring Centre (NMC) kepada ASEAN Centre dapat memacu perbaikan pengelolaan informasi karena akan mendorong NMC untuk membangun sistem (jaringan) dan komunikasi yang lebih baik dengan berbagai instansi baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka penyiapan data dan informasi tentang kebakaran hutan dan lahan

• Pembagian peran, tanggung jawab dan kewenangan yang lebih jelas antar institusi dalam upaya penanggulangan bencana kebakaran

Penunjukkan atau pembentukan NFP, NMC dan CA berdasarkan substansi Persetujuan (AATHP) dapat mendorong dan memberikan implikasi positif bagi pembagian peran, tanggung jawab dan kewenangan yang lebih jelas antar institusi guna penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia

(28)

No. Responden Implikasi Kelembagaan

• Pengembangan penerapan pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB)

AATHP dapat digunakan untuk lebih mengembangkan peraturan, program dan strategi untuk mempromosikan praktek-praktek pembukaan lahan tanpa bakar serta dampak pencemaran asap terhadap kesehatan dan lingkungan

7. Wahanan Lingkungan Hidup Indonesia

(WALHI)

• Perbaikan koordinasi di tingkat pusat (nasional)

AATHP dapat memacu perbaikan koordinasi antar institusi di tingkat nasional (pada tingkat top level karena mekanisme Persetujuan (AATHP) ini memerlukan koordinasi yang lebih intensif di tingkat nasional (pusat)

• Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan peralatan penanggulangen bencana kebakan hutan dan lahan

Mekanisme perbantuan sumberdaya yang ada dalam AATHP (ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution) akan membantu dalam meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dan peralatan, misalnya adanya bantuan peralatan dari negara ASEAN lainnya pada saat terjadinya bencana kebakaran dan asap

• Pembuatan SOP (Standard Operating Procedures) penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan

Adanya AATHP akan memicu koordinasi untuk membuat SOP Penanggulangan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di tingkat nasional karena adanya kebutuhan untuk membuat struktur yang sifatnya lintas departemen dalam upaya penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan

• Perbaikan alokasi dana penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan

AATHP dapat memberikan implikasi terhadap perbaikan alokasi dana penanggulangan bencana kebakarankarena adanya ketentuan yang menyebutkan hal tersebut meskipun dalam dalam pelaksanaannya sangat tergantung dari APBN dan kekayaan daerah rawan kebakaran

8. Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI)

• Penetapan sumber data hotspot di tingkat nasional AATHP dapat berimplikasi dalam hal mendorong upaya penetapan sumber informasi data hot spot di tingkat nasional guna pelaporan dan komunikasi ke tingkat regional yang saat ini belum ditentukan (ditetapkan dari sumber institusi yang mana yang menjadi acuan data hot spot)

• Perbaikan alokasi dana penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan

AATHP dapat memberikan implikasi terhadap perbaikan alokasi dana yang lebih memadai dalam pengendalian

(29)

No. Responden Implikasi Kelembagaan

kebakaran hutan dan lahan namun tidak signifikan karena sebenarnya pemerintah saat ini pun sudah berkomitmen untuk memberikan alokasi dana yang lebih memadai tehadap upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan Hal ini karena kepedulian Indonesia yang berhadapan dengan masalah yang sebenarnya di lapangan

• Pembagian peran, tanggung jawab dan kewenangan yang lebih jelas antar institusi dalam upaya penanggulangan bencana kebakaran

Dengan adanya penetapan dan penunjukan NFP, NMC dan CA akan berdampak terhadap pembagian kewenangan yang lebih jelas karena Persetujuan (AATHP) bersifat Perjanjian Internasional yang harus dipenuhi dan masalah pencemaran asap akibat kebakaran hutan dan lahan akan menjadi perhatan penting sehingga akan berdampak ke arah sana

(30)

LAMPIRAN D

(31)

Tabel Hasil Olahan Kuisioner Umpan Balik Tahap II 1. Keberadaan ASEAN Centre memacu perbaikan koordinasi

No. Responden Sikap Alasan

1. Anggota DPR 1 S* Asalkan pengendalian lingkungan dilakukan secara bersama pula (tidak sektoral) artinya masalah kebakaran juga harus dikaitkan juga dengan masalah lingkungan yang terkait, seperti illegal logging

2. Anggota DPR 2 S Ya, secara eksplisit tugas ASEAN Center dapat mendorong ke arah sana, selain itu Indonesia juga harus dapat memaksimalkan dan memanfaatkan fungsi ASEAN Center tersebut dengan keberadaannya di Indonesia

3. Departemen Kehutanan

S* Perbaikan koordinasi akan diperoleh asalkan setiap institusi yang berperan mengiringinya dengan niat yang sungguh-sungguh untuk memperbaiki koordinasi, bukan sekedar politis semata

4. Bakornas PBP S Hal ini memang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Agreement tersebut

5. Kementerian Lingkungan Hidup

S Indonesia akan mendapatkan manfaat dari perbaikan koordinasi antar Pihak untuk mengatasi kebakaran, juga akan membantu Indonesia dalam menjaga hubungan baik dengan negara lain untuk mengatasi kebakaran dan dampaknya bersama-sama

6. APHI S AATHP memberikan nilai lebih, dorongan moral dan tanggung jawab yang dapat digunakan untuk perbaikan koordinasi antar institusi terkait di Indonesia maupun di tingkat regional ASEAN. Untuk Indonesia, ”nilai lebih” untuk mendorong perbaikan koordinasi antar institusi terkait ini makin besar mengingat adanya rencana keberadaan pusat koordinasinya di Indonesia

7. WALHI KS Kebakaran terjadi di Indonesia, penyelesaian seharunsya dilakukan dengan lebih meningkatkan koordinasi di tingkat gubernur dan bupati. Indonesia sudah memiliki Pusdalkarhutla (Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan), untuk itu maka Indonesia sebaiknya memperbaiki Pusdakarhutla agar tidak terdapat korupsi dan manipulasi sehingga koordinasi pun dapat lebih ditingkatkan.

8. MPBI KS Koordinasi internal lebih ditentukan oleh komitmen di dalam negeri Indonesia sendiri dan bukan karena adanya AATHP

2. Perbaikan koordinasi di tingkat pusat (nasional)

No. Responden Sikap Alasan

1. Anggota DPR 1 S Perbaikan di tingkat nasional lebih dimungkinkan akibat adanya AATHP karena karena institusi-institusi di tingkat pusat lebih sering berhubungan dengan ”orang luar” dalam menjalankan mekanisme AATHP sehingga ego sektoralnya dapat lebih ditekan

(32)

No. Responden Sikap Alasan

2. Anggota DPR 2 S Dapat berimplikasi terhadap perbaikan koordinasi di tingkat nasional, karena AATHP bersifat nasional, sehingga pengaruhnya lebih terasa di tingkat pusat. 3. Departemen

Kehutanan

KS Realitasnya banyak yang belum mempunyai komitmen untuk memperbaiki koordinasi baik di tingkat kebijakan (pusat) maupun operasionalnya (lokal)

4. Bakornas PBP S AATHP adalah kebijakan politis di tingkat pusat yang akan mempengaruhi perbaikan koordinasi terutama di tingkat pusat.

5. Kementerian Lingkungan Hidup

S Perbaikan koordinasi akan lebih terasa di tingkat pusat karena kesiapan daerah dalam usaha pengendalian kebakaran hutan dan lahan masih perlu dibangun, termasuk memperbaiki koordinasi antar insitusinya 6. APHI S Dalam penanganan kebakaran lahan dan hutan di

Indonesia beserta dampaknya salah satu titik lemahnya adalah kurangnya koordinasi antar institusi baik di tataran horizontal maupun di tataran vertikal (hubungan pusat dan daerah), padahal ”lokasi dan dampak” kebakaran lahan dan hutan semuanya terjadi di ”daerah”. Untuk itu AATHP diharapkan dapat memacu perbaikan koordinasi di tingkat pusat (nasional).

7. WALHI S Melalui AATHP, pemerintah, terutama di tingkat pusat akan lebih intensif berkoordinasi dibandingkan institusi di tingkat lokal sehingga pegaruh perbaikan koordinasi lebih terasa di tingkat pusat (nasional) 8. MPBI S AATHP memang hanya berdampak untuk high level

dan regional saja

3. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan peralatan penanggulangan

bencana kebakaran hutan dan lahan

No. Responden Sikap Alasan

1. Anggota DPR 1 S Setidaknya pada saat penanggulangan bencana dapat menambah sumberdaya baik manusia maupun peralatan

2. Anggota DPR 2 S Meskipun kapasitas sumberdaya negara Asean lainnya sebenarnya tidak lebih baik dan mampu dibandingkan Indonesia

3. Departemen Kehutanan

S Kita (Indonesia) dapat menggunakan peluang yang ada pada Persetujuan (AATHP) tersebut dengan cara menggunakan sumberdaya yang ada dari negara lain yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia serta disesuaikan pula dengan kemampuan negara pemberi bantuan tersebut sehingga mobilisasi sumberdaya tersebut dapat dipergunakan secara efektif dan efisien oleh Indonesia

(33)

No. Responden Sikap Alasan

5. Kementerian Lingkungan Hidup

S Sebagai realisasinya Indonesia telah menerima bantuan dari regional ASEAN pada tahun 1997 dan 2005 untuk mengatasi kebakaran

6. APHI S Pemanfaatan mekanisme perbantuan yang terdapat dalam AATHP oleh Indonesia akan lebih bernilai dan bermanfaat apabila juga digunakan untuk upaya pencegahan kebakaran lahan dan hutan, dan tidak hanya dimanfaatkan pada saat bencana kebakaran atau asap sudah tidak dapat ditanggulangi oleh Indonesia

7. WALHI S Bisa juga dilakukan dalam perjanjian bilateral. Selama ini jenis model bantuan seperti itu sudah ada

8. MPBI S Memang demikian, meski untuk upaya pengendalian pada saat bencana kebakaran, Indonesia dapat juga mengerahkan kemampuan dari dalam negeri atau pun pihak lain di luar negara ASEAN, seperti Rusia atau pun Canada

4. Perbaikan pengelolaan informasi dan data kebakaran hutan dan lahan

No. Responden Sikap Alasan

1. Anggota DPR 1 S Agreement ini akan memacu ke arah perbaikan pengelolaan informasi karena Indonesia akan berupaya keras memberikan data yang akurat ke tingkat regional. Oleh karena itu untuk menyiapakan data dan informasi yang akurat tersebut maka akan memacu koordinasi antar instansi baik di pusat dan daerah untuk menyediakan data dan informasi tersebut.

2. Anggota DPR 2 S Ya akan mendorong NMC untuk membangun sistem untuk keperluan tersebut

3. Departemen Kehutanan

KS Sudah ada jaringan informasi yang dibangun untuk hal tersebut dan telah disebarluaskan melalui website serta telah berjalan dan diacu seluruh propinsi rawan kebakaran, meskipun belum sampai di tingkat kabupaten/kota seperti yang telah dilakukan oleh Departemen Kehutanan

4. Bakornas PBP S Tugas dan fungsi yang harus diemban oleh NMC (National Monitoring Centre) telah diatur di dalam Persetujan (AATHP) termasuk melakukan tugas tersebut

5. Kementerian Lingkungan Hidup

S Akan berdampak ke arah perbaikan pengelolaan informasi karena sistem dan komunikasi yang baik akan segera dibangun untuk memenuhi mekanisme pada AATHP tersebut

6. APHI S Mekanisme pemantauan dan pelaporan kejadian beserta respon dan tindak lanjutnya merupakan kunci keberhasilan penanganan kebakaran lahan dan hutan. Penanganan terhadap mekanisme ini akan mendorong perbaikan pengelolaan informasi

(34)

No. Responden Sikap Alasan

dalam berbagai bentuk dan berbagai tingkatan. 7. WALHI TS Sudah ada Pusdalkarhutla yang mengelola

informasi tersebut, sebaiknya institusi inilah yang perlu diperbaiki

8. MPBI KS Dikhawatirkan informasi akurat yang diberikan oleh Indonesia kepada ASEAN Centre dapat menjadi bumerang bagi Indonesia di kemudian hari karena tidak dapat megendalikan kebakaran hutan dan lahannya.

5. Penetapan sumber data hotspot di tingkat nasional

No. Responden Sikap Alasan

1. Anggota DPR 1 S Karena untuk pelaporan data dan informasi dari tingkat nasional ke tingkat regional harus di tetapkan satu sumber (institusi) penyedia data atas nama Indonesia

2. Anggota DPR 2 S Dapat berimplikasi kesana, meskipun sebenarnya untuk pengaturan dan penetapan sumber data dan informasi ini pada UU Penanggulangan Bencana juga sudah terakomodasi

3. Departemen Kehutanan

KS Tidak perlu ada penetapan sumber data dan informasi karena justru sumber data hot spot yang berbeda dapat menjadi sumber referensi

4. Bakornas PBP S Indonesia harus menetapkan satu sumber data hot spot guna memenuhi mekanisme pemantauan dan pelaporan informasi kebakaran tersebut

5. Kementerian Lingkungan Hidup

KS Indonesia sebaiknya melakukan penetapan sumber informasi dan data hotspot terlepas dari adanya AATHP karena keperluan kesatuan sumber data dan informasi kebakaran khususnya di tingkat nasional dan lokal.

6. APHI S Terkait dengan mekanisme pemantauan, pelaporan dan upaya respon/tindaklanjutnya, maka AATHP akan mendorong perbaikan dalam pengelolaan informasi kebakaran, misalnya : pemantauan dan pengelolaan data hot spot di berbagai tingkatan. 7. WALHI TS Sudah ada ASMC, Singapura dan NOAA yang

dikelola Departemen Kehutanan sebagai sumber data hotspot dan sudah ada Pusdalkarhutla yang mengelola informasi sampai dengan pencegahannya. Konsep inilah yang sebaiknya diperbaiki agar paling tidak jangan terlalu birokratis untuk mendukung upaya perbaikan pengelolaan informasi kebakaran guna upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, dan bukan semata upaya penetapan sumber data hot spot.

(35)

No. Responden Sikap Alasan

karena masih ada ego sektoral yang sangat tinggi. Menurut saya, LAPAN cocok sebagai lembaga resmi karena tidak berdasarkan keproyekan (based on project) dan mereka memang sudah memiliki teknologinya, baik receiver-nya, pengolahan data dsb untuk keperluan tersebut.

6. Pembagian peran, tanggung jawab dan kewenangan yang lebih jelas antar institusi dalam upaya penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan

No. Responden Sikap Alasan

1. Anggota DPR 1 S Karena lembaga-lemebaga yang ditunjuk tersebut akan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan sehingga tugas dan fungsinya akan lebih jelas

2. Anggota DPR 2 S Harapannya terhadap institusi-institusi tersebut memang demikian

3. Departemen Kehutanan

S Harapannya seperti itu, yakni NFP (National Focal Point) sebagai koordinator menyampaikan visi dan misi serta program kepada ASEAN dan dalam implementasinya dikembalikan kepada NMC dan CA (Competent Authorities)

4. Bakornas PBP S Oleh karena itu dengan adanya penunjukan tersebut, maka akan ada batasan tugas dan fungsi dari masing-masing institusi yang berperan tersebut 5. Kementerian

Lingkungan Hidup

S NFP harus mengkoordinasikan bahwa penunjukan harus sesuai dengan tupoksi masing-masing Instansi

6. APHI S Dengan adanya penunjukan NFP, NMC dan CA yang akan berdampak terhadap kejelasan peran, tanggungjawab dan pembagian tugas antar institusi terkait sesuai dengan tupoksinya dalam pengendalian kebakaran lahan dan hutan, maka ratifikasi AATHP akan memberikan dampak yang positif sebagaimana yang diharapkan dalam pengendalian kebakaran lahan dan hutan.

7. WALHI S Sesuai dengan pembagian tugas yang ada, memang harapannya demikian

8. MPBI S Penunjukan tersebut diharapkan akan memberikan implikasi ke arah perbaikan pembagain peran dan tanggung jawab yang lebih baik

7. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan

No. Responden Sikap Alasan

1. Anggota DPR 1 KS Masih sangat sulit karena pembukaan lahan dengan membakar selama ini banyak yang diinisiasi oleh pelaku illegal logging, yang nota bene merupakan rangkaian panjang dari permasalahan lingkungan di tingkat regional,

(36)

No. Responden Sikap Alasan

sehingga untuk memacu ke arah sana masih sangat panjang dan sulit.

2. Anggota DPR 2 TS Upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tersebut juga sudah diatur di dalam UU Penanggulangan Bencana. Selain itu sebaiknya upaya peningkatan kesadaran tersebut jangan bersifat kerjasama bilateral (regional) karena dikhawatirkan filosofinya berbeda

3. Departemen Kehutanan

KS Hal ini tugas kita untuk mendidik bangsa sendiri mengingat pendidikan dan pelatihan melalui pendekatan kultur semestinya kita (Indonesia) yang paling tahu, yang di perlukan adalah komitmennya karena dari segi hukum sudah cukup banyak peraturan yang melarang pembukaan lahan dengan cara membakar

4. Bakornas PBP KS Tidak ada dampak langsung yang dapat diharapkan dari AATHP untuk pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian kebakaran karena sifatnya yang hanya mendorong pemerintah untuk lebih giat lagi melakukan promosi raktek pembukaan lahan tanpa bakar, sedangkan upaya untuk melakukan hal tersebut tetap berpulang kepada bangsa Indonesia sendiri

5. Kementerian Lingkungan Hidup

KS Banyak akar permasalahan yang masih belum terjawab hanya dengan melakukan kegiatan di tingkat regional

6. APHI S Adanya AATHP diharapkan juga dapat merupakan sarana untuk perbaikan pendidikan, kesadaran, cara pandang, perilaku/kebiasaan masyarakat terhadap kebakaran lahan dan hutan melalui kerjasama teknis di tingkat regional maupun internasional dalam pelatihan, pendidikan dan kampanye peningkatan kesadaran terutama yang berkaitan dengan promosi praktek-praktek pembukaan lahan tanpa bakar serta dampak pencemaran asap terhadap kesehatan dan lingkungan

7. WALHI TS Sebenarnya sejak tahun 2001 sudah ada resolusi untuk melakukan penerapan pembukaan lahan tanpa bakar, namun pemerintah tidak serius melaksanakannya, sehingga akan sangat sulit diharapkan dari AATHP akan berdampak ke arah sana. Sebagai contohnya hingga saat ini pemerintah pusat pun belum mengeluarkan pedoman pembukaan lahan tanpa bakar di tingkat nasional yang dapat dijadikan acuan bagi pemerintah daerah untuk mengembangkannya.

8. MPBI KS Kesadaran masyarakat tidak ditentukan oleh bantuan dari luar negeri, tapi oleh kemampuan pemerintah (pusat dan daerah) Indonesia untuk terus berupaya ke arah sana

Gambar

Tabel Hasil Olahan Kuisioner Umpan Balik Tahap II  1. Keberadaan ASEAN Centre memacu perbaikan koordinasi
Tabel Hasil Olahan Kuisioner Umpan Balik Tahap III 1. Keberadaan ASEAN Centre memacu perbaikan koordinasi

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari jurnal ini ialah untuk mendapatkan suatu informasi mengenai pola pembelian konsumen yang dimana informasi tersebut ditujukan untuk membantu owner dalam membuat

Di dalam tubuh seorang yang sehat volume cairan tubuh dan komponen kimia dari cairan tubuh selalu berada dalam kondisi dan batas yang nyaman.Dalam kondisi normal intake cairan

mengingat adanya hubungan antara pekerja dengan pengusaha, yang menjadikan pekerja sebagai pihak yang lemah dan termarjinalkan dalam hubungan kerja.11 Hukum diciptakan sebagai

Injil mengajak kita untuk belajar dari pengalaman orang kaya yang tidak peduli semasa hidupnya.. Kita diajak untuk berbagi, untuk memberikan hati dan sebagian harta

Pada  (Parhusip  dan  Ayunani,2009,[1])  telah  ditunjukkan  bahwa  hijauan 

Oleh karena itu agar umat muslim tidak menyimpang dalam menjalankan wirausaha dan transaksi bisnis secara islam, maka sangat diperlukan cara untuk mengetahui konsep

Dalam soal jenis identifikasi gambar ini anda para peserta tes diminta untuk menganalisa dan mengidentifikasi gambar mana yang sesuai identik, atau sebangun atau serupa

Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Tingkat Kecamatan Monitoring dan Evaluasi Kegiatan dilaksanakan oleh Kecamatan secara berkala per empat bulan sekali dengan tujuan