• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Morse (dalam Denzin dkk, 2009: 279), menjelaskan bahwa perencanaan penelitian mencakup banyak elemen (unsur), termasuk pemilihan lokasi. Menentukan lokasi merupakan tahapan penting dalam penelitian, dan karena biasanya melakukan negosiasi tempat menyita banyak waktu (sering kali melibatkan para tetua dan pamong sebagai penilai apa saja dampaknya terhadap institusi setempat).

Penelitian ini dilakukan di Vihara Maitreya Jalan Hang Tuah 16, Madras Hulu, Medan. Merupakan salah satu Vihara dari golongan Mahayana yang hingga saat ini masih menjadi tempat pelaksanaan ritual kong tek (公德). Dengan suasana tradisional yang religius maka tentunya berpengaruh juga terhadap materi keagamaan masyarakatnya dalam hal ini di khususkan untuk masyarakat etnik Tionghoa golongan Mahayana. Disamping itu, Vihara ini juga berlokasi disebelah sungai, dimana diakhir ritual ini diadakan acara bakar-bakaran yang di anjurkan dilakukan di tepi sungai atau lautan.

Sebenarnya ritual kong tek (公德) dilaksanakan setelah tujuh hari pasca kematian, namun dikarenakan ritual kong tek ( 公 德 ) dalam pelaksanaannya memakan biaya yang sangat besar maka ritual ini boleh dilakukan sampai keluarga tersebut memiliki kemampuan dalam finansial. Di dalam penelitian

(2)

ini,peneliti melakukan analisis ritual kong tek (公德) pada satu keluarga tionghoa yang mengadakan ritual ini setelah lima tahun kematiankerabatnya.

Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrumen utama, yaitu sebagai pelaksa, pengamat, dan sekaligus sebagai pengumpul data. Sebagai pelaksana, peneliti melaksanakan penelitian ini di Vihara Maitreya Medan. Peneliti berperan sebagai pengamat untuk mengamati bagaimana ritual kong tek (公德)dilakukan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama.

Kedudukan peneliti dalam penelitian kulitatif cukup rumit karena peneliti harus meminta izin terlebih dahulu kepada keluarga Tionghoa yang melakukan ritual kong tek (公德). Perlu diketahui bahwa masyarakat etnik Tionghoa sangat berhati-hati dan cenderung tertutup dengan pribumi sehingga peneliti melakukan penelitian dengan pendekatan individual dan secara kekeluargaan sampai akhirnya informan dengan senang hati menceritakan ritual kong tek (公德),bagaimana tata cara ritual kong tek ( 公 德 )dilakukan, instrumen apa saja yang digunakan, bagaimana pemahaman masyarakat Tionghoa dikota medan mengenai tradisi (公 德).

Dalam proses penelitian kualitatif peneliti secara intensif mengamati kegiatan dan aktifitas sasaran dalam proses kegiatan yang dilakukan, sehingga peneliti memperoleh informasi pengamatan dan wawancara yang diperlukan mengenai kegiatan ritual kong tek( 公 德 )yang dilakukan di Vihara Maitreya Medan. Hal ini sesuai dengan kutipan Mulyana dari Denzin yaitu ― pengamat berperan serta merupakan strategi lapangan memadukan analisis dokumen,

(3)

wawancara dengan responden dan informan, partisipasi dan observasi langsung dan instropeksi‖.

3.2 Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor(1992: 21-22), penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati.

Menurut Denzin dan Lincoln (Moleong, 2000) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada dalam penelitian kualitatif, metode yang biasa dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen.

Dari kajian beberapa pendapat tersebut, Moleong menyimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Pada dasarnya penelitian ini adalah penelitian lapangan, yang dilaksanakan di Vihara Maitreya Medan Sumatera Utara. Peneliti terlibat langsung dalam proses penelitian mulai dari awal sampai akhir penelitian, yang melibatkan seorang biksu sebagai pemimpin ritual dan beberapa tokoh masyarakat etnik Tionghoa yang masih mengerti tentang ritual kong tek ( 公 德 ). Untuk

(4)

mendukung penelitian ini diperlukan data-data yang berhubungan dengan situasi umum kebudayaan tradisional etnik Tionghoa dalam hal ini dikhususkan pada golongan Mahayana karena hanya golongan ini yang melakukan ritual kong tek (公德).Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi secara langsung di lapangan.

3.3 Data dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa hasil wawancara dari informan yang memaparkan bagaimana performansi, partisipasi dan indeksikalitas ritual kong tek(公德). Penelitian ini menggunakan data primer yang memiliki fungsi dan kedudukan sebagai data utama (pokok) di dalam sumber analisis.

Berkenaan dengan hal itu, yang dijadikan sumber data primer dalam penelitian ini adalah sumber data lisan, yakni sumber data dari hasil wawancara yang didapat langsung di lapangan yang dituturkan oleh informan. Data lisan bersumber dari informan yang merupakan biksu danketua pembina masyarakat Tionghoa Medan. Informan menjelaskan performansi, indeksikalitas, dan partisipasi di dalam ritual kong tek(公德) . Data yang dikumpulkan tergolong valid dan reliabel dalam menunjang analisis yang dilakukan sebab disajikan oleh informan yang dipilih dengan kriteria tertentu.

(5)

1. Nama : Bapak Ho Boen Boe / He Wen Bin Profesi : Guru

Usia : 56 tahun Agama : Islam

Alamat : Jl. Flores No.2B Pematangsiantar 2. Nama : Biksu Zheng Yuan

Profesi : Biksu Usia : 35 tahun Agama : Buddha Alamat : China 3. Nama : Erbin

Profesi : Ketua Pembina Masyarakat Tionghoa Medan Usia : 45 tahun

Agama : Buddha

Alamat : Jl. Hang Tuah Medan

Data tulis diperoleh dari mantera doa, foto-foto perlengkapan ritual, dan wawancara dari informan. Mantera doadiperoleh dari buku doa yang dibagikan saat upacara berlangsung.Mantera doa dalam ritual kong tek ( 公 德 ) menggabungkan budaya dan agama secara universal sedangkan dialog terhadap arwah leluhur menggambarkan sikap masyarakat Tionghoa yang masih mempercayai keterkaitan antara dunia dan alam gaib. Foto alat-alat primer dan sekunder yang digunakan saat ritual kong tek(公德) diperoleh dari dokumentasi pribadi peneliti, dan data tulis dari hasil wawancara dari informan. Tujuannya untuk melengkapi data dan data intuisi juga digunakan untuk menguji keberterimaan yang disediakan oleh narasumber.

(6)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Tidak ada satu penelitian pun yang tidak melewati proses pengumpulan data. Banyak metode yang dapat digunakan dan biasanya disesuaikan dengan jenis penelitianya. Dalam penelitian ritual kong tek ( 公 德 ) sesuai dengan penelitian kualitatif, maka dalam penelitian ini mengumpulkan data dengan cara :

3.4.1 Metode Partisipatoris

Metode partisipatoris adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini memerlukan kemampuan peneliti untuk terjun langsung ke lapangan bergabung dengan masyarakat yang hendak diteliti, pada penelitian ini peneliti langsung dan berbaur dengan masyarakat Tionghoa yang melakukan ritual kong tek (公德).Peneliti mengalami kesulitan untuk berbaur dengan masyarakat Tionghoa asli karena sifat mereka yang menutup diri terhadap masyarakat pribumi. Dengan pendekatan secara kekeluargaan akhirnya masyarakat Tionghoa dengan sukacita memberikan informasi. Mereka menceritakan dari awal hingga akhir tentang ritual kong tek (公德)serta mengizinkan peneliti untuk menyaksikan prosesi ritual kong tek ( 公德 ). Dalam hal ini peneliti berkedudukan sebagai audiens dalam ritual kong tek ( 公 德 ). Dengan demikian, peneliti dapat menggambarkan dan menemukan fenomena unik ritual kong tek ( 公 德 ) sehingga peneliti dapat mengambil data sesuai dengan kehidupan masyarakat etnik Tionghoa secara mendetail berdasarkan data yang objektif.

(7)

3.4.2 Metode Observasi

Menurut Arikunto (dalam Triswanto, 2010:32) menjelaskan bahwa observasi disebut pengamatan atau peninjauan secara cermat. Pengamatan adalah pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan semua kemampuan pancaindra. Biasanya observasi dapat dilakukan dengan cara melihat, mendengar, meraba, mencium, dan merasakan.

Sedangkan menurut Poerlvanto (dalam Triswanto, 2010:32) mengatakan, observasi ialah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Data berupa informasi faktual secara cermat dan terinci mengenai keadaan lapangan, kegiatan, dan situasi sosial sesuai dengan konteks tempat kegiatan-kegiatan itu terjadi.

Observasi yaitu menatap kejadian, gerak dan proses. Metode ini sebagai alat pengumpulan data dimaksud observasi yang dilakukan secara sistematis bukan observasi secara kebetulan saja. Dalam hal ini peneliti mengamati pelaksanaan ritual kong tek (公德)di Vihara Maitreya Medan yaitu berupa proses kegiatan, sikap dan perilaku yang dilakukan oleh keluarga etnik Tionghoa.Sehingga dengan menggunakan metode ini akan diperoleh data mengenai ritual kong tek (公德), tempat upacara, alat-alat yang digunakan dan siapa saja yang terlibat dalam ritual kong tek (公德). Penelitian ini dianalisis dengan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai prosesi ritual kong tek (公德)serta mengamati semua pola tingkah laku masyarakatetnik Tionghoa yang masih melakukan tradisi kong tek (公德).

(8)

3.4.3 Wawancara

Semula istilah wawancara diartikan sebagai tukar-menukar pandangan antara dua orang atau lebih. Kemudian, istilah ini diartikan lebih lanjut, yaitu sebagai metode pengumpulan data atau informasi dengan cara tanya jawab sepihak, dikerjakan secara sistemik dan berlandaskan pada tujuan penyelidikan. Tujuan wawancara sendiri adalah mengumpulkan data atau informasi (keadaan, gagasan/pendapat, sikap/tanggapan, keterangan dan sebagainya) dari suatu pihak tertentu. (Subyantoro, dkk, 2006:97)

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam kepada seorang biksu Mahayana, ketua pembina masyarakat Tionghoa, dan masyarakat Tionghoa. Pada saat wawancara dilakukan, peneliti menanyakan segala hal tentang ritual kong tek(公德)dan tata cara pelaksanaannya (daftar pertanyaan terlampir). Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan tiga orang informan. Informan ini berasal dari pembina, biksu, dan tokoh masyarakat.Biasanya mereka adalah orang-orang yang memiliki hubungan langsung dengan ritual kong tek (公德)dan menguasai tradisi dan budaya Tionghoa, dan informan yang dipilih memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Masyarakat asli Tionghoa. 2. Berusia antara 35-56 tahun.

3. Memahami dan mengerti tradisi Tionghoa terutama ritual kong tek (公德).

4. Masih menjalani tradisi kong tek(公德). 5. Sehat jasmani dan rohani.

(9)

Wawancara dilakukan pada pagi hari pukul 09.00-17.00 pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu. Wawancara dilakukan di Vihara tempat dilaksanakannya ritual kong tek ( 公 德 ) . Peneliti menanyakan dan mencatat semua hal yang berhubungan dengan ritual kong tek(公德). Peneliti melakukan percakapan dan tatap muka secara langsung dengan informan. Dalam hal ini peneliti memberikan beberapa pertanyaan dan mengarahkan topik pembicaraan sesuai dengan kepentingan untuk memperoleh data tentang tradisi kong tek (公德).

3.4.4 Kajian Dokumen

Metode pengumpulan data selanjutnya pada penelitian ini adalah kajian dokumen. Berbagai data baik fakta yang terkumpul yaitu (1) artikel dari penelitian-penelitian terdahulu, (2) foto-foto peralatan yang di gunakan saat ritual kong tek, foto-foto diperoleh dari dokumentasi pribadi peneliti, (3) buku doa yang dibagikan oleh keluarga yang melaksanakan ritual kepada seluruh partisipan saat ritual kong tek (公德)berlangsung. Dalam hal ini peneliti mengumpulkan data-data yang diperlukan yang terkait dengan permasalahan penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data

Miles dan Hubermen (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Ukuran kejenuhan data ditandai dengan tidak diperolehnya lagi data atau informasi baru. Aktivitas dalam analisis meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing / verification).

(10)

1. Tahap Reduksi Data

Sejumlah langkah analisis selama pengumpulan data menurut Miles dan Huberman adalah :

Pertama, meringkaskan data kontak langsung dengan orang, kejadian dan situasi di lokasi penelitian. Pada langkah pertama ini termasuk pula memilih dan meringkas dokumen yang relevan. Kedua, dalam analisis selama pengumpulan data adalah pembuatan catatan obyektif.Peneliti perlu mencatat sekaligus mengklasifikasikan dan mengedit jawaban atau situasi sebagaimana adanya, faktual atau obyektif-deskriptif. Ketiga, membuat catatan reflektif. Menuliskan apa yang terangan dan terfikir oleh peneliti dalam sangkut paut dengan catatan obyektif tersebut diatas. Keempat, mencermati penjelasan di atas, seorang peneliti dituntut memiliki kemampuan berfikir sensitif dengan kecerdasan, keluasan serta kedalaman wawasan yang tertinggi.

Berdasarkan kemampuan tersebut peneliti dapat melakukan aktivitas reduksi data secara mandiri untuk mendapatkan data yang mampu menjawab pertanyaan penelitian. Proses reduksi data dilakukan dengan mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui diskusi tersebut diharapkan wawasan peneliti akan berkembang dan data hasil reduksi lebih bermakna dalam menjawab pertanyaan penelitian.

Reduksi data dalam penelitian ritual kong tek (公德):

a. Peneliti mengumpulkan semua data baik sekunder maupun primer yang berhubungan dengan ritual kong tek ( 公 德 ) . Data primer berupa wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan. Sebelum melakukan wawancara peneliti membuat pedoman sesuai dengan wawancara yang

(11)

diberikan kepada ketua pembina masyarakat Tionghoa, peneliti datang ke vihara untuk bertanya langsung tentang religi tradisional ini. Kemudian sang informan menjelaskan secara keseluruhan tentang religi tradisional Tionghoa ritual kong tek(公德).

b. Peneliti menerjemahkan data lisan dan tulisan dalam bahasa Mandarin yang diucapkan penutur kedalam bahasa Indonesia untuk kemudian data tersebut dianalisis maknanya. Data ini didapat dari teks doa dan tuturan dari biksu dan keluarga Tionghoa ketika melakukan dialog dengan arwah leluhur pada saat ritual dijalankan.

c. Peneliti menganalisis performansi, partisipasi, dan indeksikalitas ritual kong tek(公德)berdasarkanTeori Antropolinguistik. kong tek (公德) adalah ritual duka yang dipercaya sebagai perjalanan arwah dari hidup setelah mati. Dari awal hingga akhir penelitian, peneliti terus melakukan pengamatan ritual kong tek ( 公 德 ). Peneliti menganalisis performansi dengan menggunakan Teori Antropolinguistik, dari performansi diperoleh data ritual kong tek (公德) yaitu bagaimana ritual ini dilakukan, melalui indeksikalitas ditemukan alat-alat yang digunakan pada ritual kong tek (公 德), melalui partisipasi diketahuisiapa saja yang terlibat dalan ritual kong tek (公德).

1. Performansi

Prosesi ritual kong tek (公德) Dimulai dari prosesi ritual, peralatan apa saja yang digunakan, dan siapa saja yang terlibat dalam ritual tradisional kong tek (公德).Dengan objek penelitian miniatur rumah dari kertas yang sangat megah

(12)

dan mewah yang didalamnya terdapat berbagai macam barang elektronik, pakaian, perabot rumah tangga dalam bentuk replika. Lengkap dengan mobil dan halaman yang sangat indah. Di dalamnya terdapat patung dua belas pelayan dan dua gunung perak dan emas yang diajaga oleh penjaga yang akan dianalisis fungsi dan maknanya. Melalui performansi, peneliti akan menganalisis struktur ritual kong tek(公德), bagaimana ritual berlangsung dari awal sampai akhir.

2. Partisipasi

Penelitian ini juga menganalisis siapa saja participant yang terlibat dalam ritual kong tek (公德)yaitu anggota keluarga Tionghoa, yakni adik, anak laki-laki, anak perempuan, beserta cucu. Selain itu yang menjadi partisipan di dalam ritual kong tek(公德)ialah para biksu yang memimpin ritual dan para audiens yang menyaksikan ritual dari awal sampai akhir.

3. Indeksikalitas

Dalam ritual kong tek(公德)ditemukan pula peralatan-peralatan ritual kong tek(公德)yang akan dianalisis menggunakan indeksikalitas dalam kajian antropolinguistik. Di dalam indeksikalitas ditemukan bentuk, tanda, dan simbol yang akan diperoleh fungsi dan makna dari setiap peralatan sebagai berikut:

- Rumah Kertas

Kertas dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai rumah asli ditambah pondasi bangunan dari bambu yang kokoh. Dengan design utama berbahan kertas rumah dibuat dengan sangat megah di hiasi dengan lampu berwarna-warni. Di depan rumah dibuat taman yang sangat indah. Menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa, rumah kertas ini berfungsi sebagai tempat

(13)

tinggal leluhur di dalam baka. Rumah kertas dalam ritual kong tek ( 公 德 ) menyimbolkan strata sosial leluhur yang meninggal. Semakin besar dan megah rumahnya menandakan semakin sukses dan berhasil anak dan keluarga yang ditinggalkan. Di dalam rumah kertas ini terdapat barang-barang mewah seperti perabotan rumah tangga, di dalamnya terdapat beberapa kamar tidur dan ruang tamu. Di ruang tamu rumah kertas ini terdapat barang-barang elektronik seperti figura, Televisi, DVD, sofa. Barang-barang ini berfungsi sebagai alat-alat yang dipercaya akan membuat leluhur nyaman dan senang karena barang-barang ini juga ada di rumah leluhur sebelum leluhurnya meninggal.

- Sesajian/Persembahan untuk leluhur

Sesajian yang yang terlihat dalam upacara ritual kong tek (公德) yaitu tiga jenis hewan dari babi, ayam dan ikan bandeng, yang dikenal dengan sebutan Sam Seng/San Sheng (三牲)atau dari bunyi kata dapat diartikan sebagai Kehidupan Tiga (alam). Ketiga jenis hewan tersebut mewakili kehidupan di darat (babi), kehidupan di air (ikan bandeng) dan kehidupan di udara (ayam, yang tergolong unggas). Kehidupan di tiga alam menyiratkan agar di manapun berada seseorang harus dapat menyesuaikan diri dengan alam lingkungannya sehingga dia mampu bertahan untuk melangsungkan kehidupannya. Selain makanan pokok, persembahyangan dalam ritual kong tek (公德) juga menggunakan buah-buahan dan sayur-sayuran segar yang memiliki makna simbolik seperti. Kue Cang atau Bacang, kue apem, buah pir, buah apel, buah pisang, jeruk dan air dalam cawan. Apabila dikaji secara indesikalitas bermakna untuk menyampaikan harapan, permohonan, selain pujian kepada Sang Pencipta.

(14)

Berdasarkan penjelasan tersebut maka performansi, indeksikalitas dan partisipasi dalam ritual kong tek ( 公 德 ) dikaji dengan menggunakan tiga parameter antropolinguistik yaitu , keterhubungan, kebernilaian, dan keberlanjutan yang memperlihatkan keadaan objek yang diteliti yaitu bagaimana pemahaman masyarakat Tionghoa kini tentang tradisi kong tek (公德)serta bagaimana pewarisan tradisi ke generasi selanjutnya sebagai pelestarian terhadap kebudayaan lampau.

d. Peneliti menganalisis dan mendeskripsikan fungsi, makna, nilai-nilai serta kearifan lokal yang terdapat didalam ritual kong tek (公德). Terdapat nilai-nilai luhur dalam tradisi kong tek (公德)yaitu nilai moral agar selalu berbakti kepada kedua orangtua serta kearifan lokal sebagai bentuk solidaritas antar sesama keluarga, kearifan lokal tentang hubungannya dengan manusia, alam, dan mahluk gaib yang memiliki keterkaitan dan saling membutuhkan satu sama lain, serta kearifan lokal terhadap kepercayaan dan kesejahteraan hidup.

2. Tahap Penyajian Data/ Analisis Data Setelah Pengumpulan Data

Pada tahap ini peneliti banyak terlibat dalam kegiatan penyajian atau penampilan (display) dari data yang dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya, mengingat bahwa peneliti kualitatif banyak menyusun teks naratif. Display adalah format yang menyajikan informasi secara tematik kepada pembaca.

Penelitian kualitatif biasanya difokuskan pada kata-kata, tindakan- tindakan orang yang terjadi pada konteks tertentu. Konteks tersebut dapat dilihat sebagai aspek relevan segera dari situasi yang bersangkutan, maupun sebagai

(15)

departemen, keluarga, agen, masyarakat lokal), sebagai ilustrasi dapat dibaca Miles dan Huberman (1984:133).

Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisirkan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga makin mudah dipahami dan merencanakan kerja penelitian selanjutnya. Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang yang relevan sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu. Prosesnya dapat dilakukan dengan cara menampilkan data, membuat hubungan antar fenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapi tujuan penelitian. Penyajian data yang baik merupakan satu langkah penting menuju tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal.

3.Tahap Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Langkah selanjutnya adalah tahap penarikan kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti buat yang mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Proses untuk mendapatkan bukti-bukti inilah yang disebut sebagai verifikasi data. Apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang kuat dalam arti konsisten dengan kondisi yang ditemukan saat peneliti kembali ke lapangan maka kesimpulan yang diperoleh merupakan kesimpulan yang kredibel.

Langkah verifikasi yang dilakukan peneliti sebaiknya masih tetap terbuka untuk menerima masukan data, walaupun data tersebut adalah data yang tergolong tidak bermakna. Namun demikian peneliti pada tahap ini sebaiknya telah memutuskan anara data yang mempunyai makna dengan data yang tidak

(16)

diperlukan atau tidak bermakna. Data yang dapat diproses dalam analisis lebih lanjut seperti absah, berbobot, dan kuat sedang data lain yang tidak menunjang, lemah, dan menyimpang jauh dari kebiasaan harus dipisahkan.

Kualitas suatu data dapat dinilai melalui beberapa metode, yaitu :

- mengecek representativeness atau keterwakilan data - mengecek data dari pengaruh peneliti

- mengecek melalui triangulasi

- melakukan pembobotan bukti dari sumber data-data yang dapat dipercaya

- membuat perbandingan atau mengkontraskan data

- menggunakan kasus ekstrim yang direalisasi dengan memaknai data negatif

Dengan mengkonfirmasi makna setiap data yang diperoleh dengan menggunakan satu cara atau lebih, diharapkan peneliti memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian. Penarikan kesimpulan penelitian kualitatif diharapkan merupakan temuan baru yang belum pernah ada. Temuan tersebut dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya remang-remang atau gelap menjadi jelas setelah diteliti. Temuan tersebut berupa hubungan kausal atau interaktif, bisa juga berupa hipotesis atau teori.

(17)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan

Ritual kong tek (公德)dipercaya sebagai perjalanan arwah dari hidup setelah mati. Keadaan arwah seperti ini perlu mendapat penghiburan, bimbingan dan perlindungan agar arwah menjadi tenang dan pasrah menerima keadaannya. Untuk itu dibutuhkan beberapa ritual duka yang sudah dikenal, sesuai dengan aliran kepercayaan atau agama yang dianut oleh almarhum atau oleh keluarganya. Banyak upacara ritual untuk arwah yang masih dilakukan oleh keluarga Tionghoa. Seperti yang masih banyak dilakukan oleh ummat Konghucu dan Taois adalah ritual kong tek (公德).

Gambar 1. Replika Rumah Kertas

Pada bab ini diuraikan secara luas mengenai ritual kong tek (公德) pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan. Yang menjadi fokus utama dalam penelitian iniadalah kajian antropolinguistik yang meliputi (1) performansi, (2) partisipasi (3) indeksikalitas ritual kong tek ( 公 德 ),sehingga dapat diketahui hubungan struktur teks, koteks dan konteks (budaya, ideologi, sosial, dan situasi).

(18)

Bab ini juga akan menganalisis dan membahas makna, fungsi, nilai-nilai dan norma yang terdapat pada ritual kong tek (公德),dan kearifan lokal yang terdapat di dalamnya.

4.2 Hasil Penelitian

Untuk memahami budaya masyarakat Tionghoa penulis berfokus pada kajian antropolinguistik. Kandungan yang tersirat dalam mantra dan komunikasi dengan arwah di dalam tradisi kong tek (公德), memperlihatkan nilai-nilai yang rapi dan terstruktur dari budaya masyarakat Tionghoa. Ideologi mampu menerka secara mendalam maksud yang terdapat di dalam tradisi kong tek (公德), sistem nilai, dan sistem sosial masyarakat Tionghoa serta hubungan mereka dengan masyarakat lain.

Mengetahui tradisi masyarakat Tionghoa ini, artinya mengetahui peristiwa budaya yang berlaku dari pemikiran mereka. Setidaknya gambaran sedemikian diungkapkan dengan meneruskan tradisi lama. Tradisi kong tek ( 公 德 ) juga mengandung medium interaksi dengan alam gaib yaitu alam arwah dan sang pencipta. Adanya hubungan alam yang ditampilkan dari konteks budaya dan konteks situasi mempunyai makna ideologi tersendiri. Secara tersirat tradisi kong tek (公德) mampu menyampaikan interpretasi seperti norma-norma masyarakat Tionghoa sebagai penanda identitas sosial dan solidaritas.

4.2.1 Performansi (Performance)

(19)

德).Ritual kong tek (公德)biasanya dilakukan di kelenteng. Kelenteng atau Vihara adalah rumah bagi orang-orang Tionghoa yang merupakan perkumpulan klen dimana aggotanya adalah orang-orang Tionghoa yang berasal dari sub suku bangsa mana saja asalkan mempunyai nama keluarga yang sama.

Sebelum dimulainya acara ritual ada prosesi yang dilakukan para biksu maupun keluarga Tionghoa mempersiapkan segala kebutuhan yang akan diperlukan selama ritual dilaksanakan. Adapun kegiatan yang dilakukan sebelum upacara adalah: (1)sembahyang, (2)membakar dupa, (3) membakar lilin, (4) membakar uang kertas, (5) memberikan persembahan/sesajian, (6) membaca mantera, (7) membakar rumah replika, (8) berkomunikasi dengan arwah. Berikut adalah pembahasan tentang tahapan-tahapan yang dilakukan dalam performansi ritual kong tek sebagai berikut:

1. Sembahyang

Asal mula sembahyang leluhur orang Tionghoa berasal dari kepercayaan masyarakat dahulu yang berpendapat bahwa setelah seseorang meninggal, arwah orang tersebut dapat meninggalkan tubuhnya dan tetap terus hidup. Konsep mengenai arwah ini menimbulkan ketakutan dalam diri mereka. Arwah yang telah meninggalkan tubuh dapat lebih bebas untuk pergi kemanapun. Kemampuan untuk mempengaruhi hal yang membahagiakan dan merugikan manusia lebih besar dibandingkan sewaktu dia hidup. Oleh karena itu munculah persembahyangan terhadap orang yang telah meninggal.

Sebelum ritual kong tek (公德)dilaksanakan, keluarga Tionghoa melakukan sembahyang untuk para leluhur. Bagi mereka praktik itu merupakan suatu hal

(20)

yang penting dan wajib untuk dilakukan. Kewajiban itu tampak bukan sekedar sebagai penerusan tradisi masa lampau, tetapi lebih merupakan bagian dari penghayatan dan pengamalan iman mereka.Adanya aturan-aturan yang ketat dan harus diikuti dengan benar dalam melaksanakan kegiatan sembahyang untuk leluhur, menunjukkan bahwa sembahyang untuk leluhur bukanlah suatu kegiatan yang bisa dilakukan secara sembarangan, dan juga bukan suatu kegiatan yang tidak memiliki makna. Ada ketentuan-ketentuan menyangkut tempat, waktu, perlengkapan dan cara pelaksanaannya. Upacara ini dilaksanakan secara perorangan dan bersama-sama.

2. Membakar Hio/Dupa (香炉)

Masyarakat Tionghoa sangat mementingkan kesinambungan sukunya, mereka selalu mengingatkan agar tidak lupa membakar dupa dan menyediakan persembahan untuk leluhurnya. Masyarakat Tionghoa juga percaya bahwa arwah leluhur yang berada di akhirat bergantung pada sanak saudara dan sahabat mereka di dunia ini, sehingga mereka dapat hidup dengan nyaman di alam baka.

(21)

Hio (Hokkian) atau Hsiang 香(Mandarin)artinya adalah harum. Harum yang dimaksudkan disini adalah dupa, yaitu bahan pembakar yang dapat mengeluarkan asap yang berbau sedap dan harum. Dupa berfungsi sebagai alat untuk menentramkan pikiran, memudahkan konsentrasi dan meditasi. Makna yang terdapat dalam budaya membakar dupa ialah untuk menyampaikan dan mengirimkan doa melalui asap wewangian dalam segala arah. Dupa/hio yang digunakan dalam ritual kong tek (公德)berjumlah ganjil menggunakan satu atau tiga batang hio. Cara menggunakan hio yaitu dengan dibakar, tangan mengepal lalu memberikan penghormatan untuk membalas jasa langit, bumi dan orangtua yang telah meninggal.

3. Membakar Lilin

Lilin memiliki makna sebagai penerang dalam kegelapan. Lilin yang dinyalakan ini adalah lambang dari kesucian, ketulusan, dan pengabdian. Dalam kebudayaan Tionghoa selalu disebutkan ―bertindaklah sebagai lilin‖, yaitu rela berkorban untuk menjadi penerang kepada seluruh alam dan manusia. Dalam konteks yang lebih luas, diajarkan kepada orang Tionghoa agar selalu berlaku dermawan dan sosial dengan cara menyantuni orang yang kurang mampu dan semoga menjadi penerang kepada semua orang di dunia ini, bukan hanya sekedar berguna kepada sesama agama atau religi tetapi kepada semua mahluk.

Pada saat menuju prosesi acara dalam ritual kong tek ( 公 德 ) , ada beberapa tahapan-tahapan ritual yang harus dilakukan yakni, 1) Membakar Uang Kertas, 2)Memberikan Sesaji, 3)Membakar rumah replika untuk leluhur, 4) Berdialog dengan arwah leluhur, 5) Berdoa.

(22)

Budaya yang dimiliki oleh masyarakat Tionghoa memiliki unsur magis baik dari mulai pembuatan sampai kepada pelaksanaan ritualnya. Berikut penjelasan tahapan budaya tradisi kong tek (公德):

1. Membakar UangKertas

Membakar uang kertasemas adalah suatu kegiatan yang dilakukan pada saat ritual dimulai. Keluarga yang melakukan ritual kong tek (公德)membakar uang kertas emas dihalaman vihara. Menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa bahwa manusia setelah meninggal akan menuju ke alam baka. Namun bagi manusia yang mempunyai jasa besar saat di dunia dapat pengecualian untuk berdomisili di alam langit. Alam langit dipercaya mempunyai pemerintahan yang mirip dengan alam manusia. Atas dasar kepercayaan inilah, uang emas dan uang perak diciptakan. Uang emas diperuntukan kepada dewa-dewi di alam langit. Uang perak diperuntukkan kepada roh manusia di alam baka. Uang perak juga diperuntukan bagi roh manusia yang gentayangan di alam manusia (hantu).

(23)

Budaya bakar uang emas ini dilakukan atas kepercayaan bahwa dewa api adalah penghubung antara tiga alam yaitu alam langit, alam baka, dan alam manusia. Makna dari tradisi bakar-bakaran adalah semacam simbolisasi saja. Yaitu, Simbolisasi atas penghormatan leluhur dan dewa-dewi. Dewa-dewi di dalam kebudayaan Tionghoa adalah mahluk adikodrat yang dimanusiakan, dianggap hidup dan bertindak seperti manusia.

Saat uang kertas dibakar keluarga tionghoa yang melakukan ritual kong tek (公德) mengucapkan doa kepada leluhur, doa ini merupakan doa pelimpahan jasa. Uang kertas adalah ‘uang akhirat’yang disediakan untuk digunakan oleh orang yang telah meninggal. Oleh karena itu, dalam sembahyang leluhur sering ditemukan pembakaran uang kertas. Mereka percaya bahwa uang kertas adalah uang yang digunakan orang yang telah meninggal di akhirat. Hal ini menandakan bahwa mereka masih percaya kehidupan di akhirat menyerupai kehidupan yang mereka jalani saat ini. Kehidupan di dunia membutuhkan uang, di akhirat pun pasti juga membutuhkan uang. Oleh karena itu mereka berharap dengan membakar uang kertas, leluhur dapat memiliki kehidupan yang baik.

Jenis uang kertas bukan hanya ada satu, tetapi ada tiga. Yang pertama adalah daqian (打钱), yaitu menggunakan palu dan cetakan uang yang terbuat dari besi; cetakan uang tersebut diletakkan di atas kertas tanah lalu menggunakan palu untuk memukulnya sehingga bentuk uang terbentuk di kertas tanah tersebut. Yang kedua adalah jianqian (剪钱), yaitu kertas tanah yang dibentuk menjadi kotak lalu ditempel dengan kertas foil emas dan perak; juga dibentuk menjadi seperti batang emas atau perak berbentuk sepatu pada zaman feodal di Tiongkok.

(24)

Yang ketiga adalah yinqian (印钱), yaitu uang kertas yang menirukan uang zaman modern, terdapat cetakan tulisan ‘Bank Dunia Akhirat’ dan berbagai macam angka yang menandakan jumlah uang, layaknya seperti uang kertas yang ada di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, uang kertas modern menjadi cukup populer. Sedangkan kemunculan ‗Kartu Kredit Dunia Akhirat‘ dan ‗Cek Dunia Akhirat‘ dapat mencerminkan perubahan zaman.

Meskipun demikian, sebagian dari mereka juga melihat kondisi mereka sendiri untuk melakukan tradisi kebiasaan membakar uang kertas ini. Apalagi harga uang kertas sekarang tergolong tidak murah yang terpenting adalah terus melakukan sembahyang leluhur meski secara sederhana tetapi dengan hati yang ikhlas.

2. Memberikan Persembahan/Sesaji

Gambar 4. Sesajian Leluhur

Memberikan persembahan yang ditujukan bagi leluhur dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu persembahan yang dibakar dan tidak dibakar. Persembahan tersebut berbentuk sajian makanan, minuman serta benda-benda yang terbuat dari kertas. Persembahan yang tidak dibakar, yang berupa

(25)

berbagai jenis makanan dan minuman akan tetap utuh selama ritual berlangsung dan pada akhir upacara akan menjadi santapan bagi seluruh keluarga. Persembahan yang dibakar terdiri dari rumah tiruanbeserta isinya dan uang-uang kertas tiruan. Kedua bentuk persembahan ini memiliki arti simbolis. Jika ditelusuri menurut dasar pemikiran orang Tionghoa seperti yang telah diterangkan sebelumnya, persembahan saji-sajian makanan dan minuman tersebut merupakan tindakan pengucapan syukur yang ditujukan bagi Po (material soul) oleh karena jenis persembahan ini tidak dibakar. Sedangkan jenis persembahan yang menggunakan api (dibakar) ditujukan bagi qi (immaterial soul).

3. Membaca Mantra

Membacamantra dilakukan setelah semuanya sudah lengkap, biksu yang memimpin ritual membakar kertas doa sambil bergerak dan menggoyang-goyangkan kertas doa sambil mengucapkan mantra. Budaya membaca mantra ini untuk memanggil roh leluhur dan dewa agar memberkati ritual tersebut. Mantra yang diucapkan adalah mantera dari sutera yang di pakai untuk memanggil arwah para dewa dan leluhur yang bertujuan untuk melenyapkan karma buruk pada leluhur dari masa lampau. Mantera untuk menghilangkan karma buruk yang diucapkan pada tradisi kong tek (公德)adalah sebagai berikut:

觀世音菩薩◦ Guan Shi Yin Pu Sa ◦

Terpujilah Avalokiteshvara Bodhisattva. 南無佛◦

Na Mo Fo◦

(26)

南無法◦ Na Mo Fa ◦ Terpujilah Dharma, 南無僧◦ Na Mo Seng ◦ Terpujilah Sangha

Mantra ini diucapkan sebagai bentuk puji-pujian untuk memuji Buddha agar sang Buddha Bodhissatva datang pada ritual kong tek(公德)untuk memberkati upacara serta arwah leluhur. Mantra ini memiliki ideologi keyakinan masyarakat Tionghoa kepada Tuhan yang Maha Esa (Buddha) sebagai penolong mereka yang mampu melenyapkan takdir-takdir buruk di dalam hidup.

佛國有緣, 佛法相因◦

Fo Guo You Yuan, Fo Fa Xiang Yin ◦

Bagi siapa yang ingin mencapai loka Buddha,maka Buddha Dharma akan menjadi penolongnya. 常樂我淨, 有緣佛法◦

Chang Le Wo Jing, You Yuan Fo Fa ◦

Jika senantiasa senang berlaku suci dan bersih dari ―keakuan‖,pasti dapat membantu diperolehnya Buddha Dharma.

Mantera diatas memiliki ideologi apabila orang Tionghoa beriman kepada Buddha Darma dan ingin mencapai keimanan tertinggi (loka Buddha), mereka harus menerapkan hidup yang suci dan bersih serta tidak sombong dan tidak memikirkan diri sendiri. Buddha akan selalu menjadi penolong di dalam hidup mereka.

南無摩訶般若波羅蜜, 是大神咒◦

Na Mo Mo Ho Bo Re Bo Luo Mi Shi Da Shen Zhou ◦

Namo Maha Prajnaparamita adalah Mantra Yang Maha Agung. 南無摩訶般若波羅蜜, 是大明咒◦

(27)

Na Mo Mo He Bo Ruo Bo Luo Mi Shi Da Ming Zhou ◦

Namo Maha Prajnaparamita adalah Mantra Yang Sempurna Pengetahuannya. 南無摩訶般若波羅蜜, 是無上咒◦

Na Mo Mo He Bo Ruo Bo Luo Mi Shi Wu Shang Zhou ◦ Namo Maha Prajnaparamita adalah Mantra Yang Tertinggi. 南無摩訶般若波羅蜜, 是無等等咒◦

Na Mo Mo He Bo Ruo Bo Luo Mi Shi Wu Deng Deng Zhou ◦ Namo Maha Prajnaparamita adalah Mantra Yang Tiada Bandingnya. 南無淨光秘密佛◦

Na Mo Jing Guang Mi Mi Fo◦ Namo Cing Kuang Mi Mi Fo. 法藏佛◦Fa Zang Fo◦

Fa Cang Fo. 獅子吼神足幽王佛◦

Shi Zi Hou Shen Zu You Wang Fo ◦ She Ce Hou Shen Cu You Wang Fo. 佛告須彌燈王佛◦

Fo Gao Xu Mi Deng Wang Fo ◦ Fo Kao Si Mi Teng Wang Fo 法護佛◦

Fa Hu Fo ◦ Fa Hu Fo.

金剛藏獅子遊戲佛◦

Jin Gang Zang Shi Zi You Xi Fo ◦ Cin Kang Cang She Ce You Si Fo. 寳勝佛◦

Bao Sheng Fo ◦ Pao Sheng Fo. 神通佛◦ Shen Tong Fo ◦ Sen Thung Fo

(28)

藥師琉璃光王佛◦

Yao Shi Liu Li Guang Wang Fo ◦ Yao She Lui Li Kuang Wang Fo. 普光功德山王佛◦

Pu Guang Gong De Shan Wang Fo ◦ Phu Kuang Kung Te Shan Wang Fo. 善住功德寳王佛◦

Shan Zhu Gong De Bao Wang Fo ◦ Shan Cu Kung Te Pao Wang Fo. 過去七佛◦

Guo Qu Qi Fo ◦

Tujuh Buddha Masa Lampau, 未來賢劫千佛◦

Wei Lai Xian Jie Qian Fo ◦

Ribuan Buddha dari Bhadra Kalpa sekarang dan yang akan datang 千五百佛◦

Qian Wu Bai Fo ◦ Seribu lima ratus Buddha 萬五千佛◦

Wan Wu Qian Fo ◦ lima belas ribu Buddha. 五百花勝佛◦

Wu Bai Hua Sheng Fo ◦

Lima ratus Buddha Kemenangan Bunga, 百億金剛藏佛◦

Bai Yi Jin Gang Zang Fo ◦ Seratus Juta Buddha Harta Vajra. 定光佛◦

Ding Guang Fo ◦ Buddha Cahaya Tetap.

(29)

六方六佛名號◦

Liu Fang Liu Fo Ming Hao:

Enam Buddha dari enam penjuru, yakni:, 東方寳光月殿月妙尊音王佛◦

Dong Fang Bao Guang Yue Dian Yue Miao Zun Yin Wang Fo ◦ Buddha Pao Kuang Ye Tien Ye Miao Cun Yin Wang Fo dari Timur. 南方樹根華王佛◦

Nan Fang Shu Gen Hua Wang Fo ◦

Buddha Shu Ken Hua Wang Fo dari Selatan. 西方皂王神通燄花王佛◦

Xi Fang Zao Wang Shen Tong Yan Hua Wang Fo ◦

Buddha Cao Wang Shen Thung Yen Hua Wang Fo dari Barat. 北方月殿情淨佛◦

Bei Fang Yue Dian Qing Jing Fo ◦

Buddha Ye Tien Ching Cing Fo dari Utara. 上方無數精進寳首佛◦

Shang Fang Wu Shu Jing Jin Bao Shou Fo ◦ Buddha Wu Su Cing Cin Pao Sou Fo dari Atas. 下方善寂月音王佛◦

Xia Fang Shan Ji Yue Yin Wang Fo ◦

Buddha Shan Ci Ye Yin Wang Fo dari Bawah. 無量諸佛◦

Wu Liang Zhu Fo ◦

Semua Buddha yang tak terhitung jumlahnya. 多寳佛◦

Duo Bao Fo ◦ Para Buddha Permata 釋迦牟尼佛◦ Shi Jia Mou Ni Fo ◦ Buddha Sakyamuni,

(30)

彌勒佛◦ Mi Le Fo ◦ Buddha Maitreya, 阿閦佛◦ Ah Chu Fo ◦ Buddha Akhsobya, 彌陀佛◦ Mi Tuo Fo ◦ Buddha Amitabha.

Mantera diatas memiliki ideologi sebagai puji-pujian terhadap Buddha, mantera ini dituturkan untuk memanggil leluhur dan dewa agar berkumpul pada ritual kong tek (公德).Mantera ini dituturkan biksu dan pemuka agama untuk melenyapkan karma buruk. Agar karma buruk yang ada pada leluhur pada kehidupan yang lampau dapat dihilangkan atau diringankan.Mantera tersebut juga bermaksud agar membangkitkan tekad untuk tidak berbuat jahat, perbanyak perbuatan baik, mensucikan hati dan pikiran agar tidak terbeban kepada penderitaan. Tujuh Buddha, ribuan Buddha, seribu lima ratus Buddha bermaksud sebagai pemujaan kepada Buddha untuk menghapus kesalahan agar lebih sukses di dunia.

中央一切眾生◦

Zhong Yang Yi Qie Zhong Sheng ◦ Semua makhluk di dunia tengah. 在佛世界中者◦

Zai Fo Shi Jie Zhong Zhe ◦ Dan yang berada di Tanah Suci, 行住於地上, 及在虛空中◦

(31)

Yang berjalan di bumi maupun yang terang di angkasa. 慈憂於一切眾生◦

Ci You Yu Yi Qie Zhong Sheng ◦

Melimpahi belas kasih tak terbatas kepada semua makhluk. 各令安穩休息◦

Ge Ling An Wen Xiu Xi ◦

Menitahkan agar masing-masing diasuh dengan aman dan tenang, 晝夜修持◦

Zhou Ye Xiu Chi ◦

Setiap siang dan malam senantiasa membina diri 心常求誦此經◦

Xin Chang Qiu Song Ci Jing ◦

Dalam hati senantiasa melafalkan sutra ini. 能滅生死苦, 消除諸毒害◦

Neng Mie Sheng Si Ku, Xiao Chu Zhu Du Hai ◦

Dengan berbuat demikian, dapat memadamkan api penderitaan dari kehidupan dan kematian, 南無大明觀世音◦

Na Mo Da Ming Guan Shi Yin ◦ serta memusnahkan segala marabahaya. 觀明觀世音◦

Guan Ming Guan Shi Yin ◦

Namo Avalokiteshvara yang Maha Cemerlang, 高明觀世音◦

Gao Ming Guan Shi Yin ◦

Avalokiteshvara Bodhisattva sebagai Pengawas Yang Cemerlang, 開明觀世音◦

Kai Ming Guan Shi Yin ◦

Avalokiteshvara Bodhisattva sebagai Pelindung Maha Agung Yang Cemerlang, 藥王菩薩◦

Yao Wang Pu Sa ◦

(32)

藥上菩薩◦ Yao Shang Pu Sa ◦

Kebahagiaan yang Cemerlang. 文殊師利菩薩◦

Wen Shu Shi Li Pu Sa ◦ Bodhisattva Raja Pengobatan, 普賢菩薩◦

Pu Xian Pu Sa ◦

Bodhisattva Pengobatan Tertinggi, 虛空藏菩薩◦ Xu Kong Zang Pu Sa ◦ Manjushri Bodhisattva, 地藏王菩薩◦ Di Zang Wang Pu Sa ◦ Samantabhadra Bodhisattva, 清涼寶山億萬菩薩◦

Qing Liang Bao Shan Yi Wan Pu Sa ◦

Akasagarbha Bodhisattva, Ksitigarbha Bodhisattva 普光王如來化勝菩薩◦

Pu Guang Wang Ru Lai Hua Sheng Pu Sa ◦, para Bodhisattva di Gunung Ching Liang Pao Shan, 念念誦此經◦七佛世尊, 即說咒曰◦

Nian Nian Song Ci Jing ◦

Isi teks mantra berarti mendatangkan karma yang baik yaitu bila seseorang berhasil mencapai titik penyatuan tubuh, ucapan, dan pikiran sewaktu menuturkan mantra atau membaca sutra. Menurut orang Tionghoa getaran dari pembacaan sutra atau mantra itu berubah menjadi kilatan sinar putih yang berputar putar dan memancar dari mulut, kepala, dan seluruh pori pori tubuh, semuanya bergabung membentuk sinar yang cemerlang. Ketika sinar ini menyatu dengan sinar Buddha

(33)

yang bersangkutan dengan mantra atau sutra yang dibaca, sang Buddha atau Bodhisattva itu akan segera datang. Sinar putih yang berputar putar itu adalah berputarnya roda Dharma. Seseorang yang melafal mantra atau membaca sutra sampai pada titik terputarnya roda Dharma dapat dikatakan telah dapat mengendalikan tubuhnya. Ia akan terlahir sebagai sekuntum teratai di surga Sukhawati, mencapai keBudhaan atau suciwan, dan tidak perlu lagi mengalami reinkarnasi.

Qi Fo Shi Zun, Ji Shou Zhou Yue:

離婆離婆帝, 求訶求訶帝, 陀羅尼帝, 你訶羅帝, 毗黎尼帝, 摩訶迦帝, 真陵乾帝, 梭哈 (7x) Li Po Li Po Di, Qiu He Qiu He Di, Tuo Luo Ni Di, Ni He Luo Di, Pi Li Ni Di, Mo He Jia Di, Zhen Ling Qian Di, Suo Ha. (7x)

Terus-menerus melafalkan sutra ini, tujuh Buddha Lokadjyechtha melafal mantra ini: Li Pho Li Pho Ti, Ciu Ho Ciu Ho Ti, Thuo Lo Ni Ti, Ni Ho Lo Ti, Pi Li NI Ti, Mo Ho Chie Ti, Cen Ling Chien Ti, Svaha.

Dengan demikian dari struktural religi dan budaya, teks mantra ritual kong tek (公德) ini diambil dari ajaran Mahayana yaitu kitab Gao Huang Guan Shi Yin Jing (高皇觀世音經) . Dapatlah dikatakan bahwa orang-orang Tionghoa dalam ritual kong tek ( 公 德 )ini mencoba membumikan ajaran Buddha dalam kebudayaan mereka, tanpa harus menghapus unsur-unsur budaya yang ada. Mereka mencoba meyatukan budaya dan agama secara universal.

Setelah syarat-syarat ritual kong tek (公德)dirasa sudah cukup dilakukan ada tahapan yang harus dilakukan oleh biksu dan anggota keluarga Tionghoa yaitu sebagai berikut:

(34)

1. Membakar Rumah Replika

Menurut sejarah dari kebudayaan Tionghoa, budaya membakar rumah replika dimulai pada zaman pemerintahan Kaisar Lie Sie Bien (Lie She Min) dari Kerajaan Tang di Tiongkok. Lie Sie Bien adalah seorang kaisar yang adil dan bijaksana serta pemeluk Agama Buddha yang taat sehingga beliau dicintai oleh rakyatnya. Dalam pandangan Kaisar sendiri, beliau puas dengan kemakmuran yang ada disekeliling beliau. Masyarakat dikota raja semuanya hidup bahagia, tenteram dan damai.

Suatu ketika sang raja pergi keluar kota dan melihat keadaan masyarakatnya yang sesungguhnya. Keadaan diluar kota sungguh menyedihkan. Mereka hanya cukup untuk makan, namun mereka tidak punya apa-apa dan hidup dalam kemiskinan. Yang ada hanyalah pohon-pohonan bambu saja dihalaman rumah mereka.

Sekembalinya ke kota raja, sang kaisar murung dan terus berpikir keras bagaimana caranya untuk menyeimbangkan kesejahteraan rakyatnya baik yang dikota maupun diluar kota raja. Akhirnya kemudian dikisahkan sang raja mendapatkan ide untuk berpura-pura mangkat, dengan demikian maka seluruh orang kaya di kota raja akan berkumpul untuk melayat beliau. Disebarkan kabar bahwa Kaisar menderita sakit yang cukup parah, mendengar kabar ini rakyat menjadi sedih. Beberapa hari kemudian secara resmi keluar pengumuman dari Kerajaan bahwa Kaisar Lie Sie Bien meninggal dunia. Rakyat benar benar berduka- cita karena merasa kehilangan seorang Kaisar yang dicintai, sebagai ungkapan rasa duka cita ini penduduk memasang kain putih di depan pintu

(35)

Sebagaimana tradisi pada waktu itu, jenazah Kaisar tidak langsung dikebumikan, melainkan disemayamkan selama beberapa minggu untuk memberi kesempatan pada para pejabat istana dan rakyat untuk memberikan penghormatan terakhir.

Alkisah, setelah beberapa hari kemudian Kaisar Lie Sie Bien hidup kembali atau bangkit kembali dari kematiannya. Dan kemudian beliau bercerita mengenai perjalanan panjangnya menuju alam neraka, yang dialaminya selama saat kematiannya. Dimana salah satu cerita beliau, adalah ketika beliau dalam perjalanan menuju alam neraka, sang Kaisar bertemu dengan ayah bunda, dan sanak keluarga, serta teman-temannya yang telah lama meninggal dunia. Dimana dikisahkan bahwa kebanyakan dari mereka berada dalam keadaan menderita kelaparan, kehausan, dan serba kekurangan walaupun dulu semasa hidupnya mereka hidup senang dan mewah.

Keadaan mereka sangat menyedihkan, walaupun saat ini anak-anak dan keturunannya yang masih hidup berada dalam keadaan senang dan bahagia. Makhluk-makhluk yang menderita ini berteriak memanggil Lie Sie Bien untuk minta pertolongan dan bantuannya untuk mengurangi penderitaan mereka. Menurut Kaisar mereka ini sangat mengharapkan bantuan dan pemberian dari keturunan dan sanak-keluarganya yangmasih hidup. Lalu sang Kaisar menghimbau dan menganjurkan agar keturunan dan sanakkeluarga yang masih hidup jangan sampai melupakan leluhur dan keluarganya yang telah meninggal. Bahwasannya yang masih hidup wajib mengingat dan memberikan bantuan kepada mereka yang menderita di alam sana, sebagai balas budi kepada leluhur. Untuk itu keluarga yang masih hidup dianjurkan untuk mengirimkan bantuan dana/uang kepada mereka yang berada di alam penderitaan. Dan dana bantuan itu

(36)

adalah salah satunya berupa "Rumah- rumahan" dan uang-uangan untuk dibakar yang terbuat dari bambu-bambu (yang juga merupakan bahan dasar pembuatan kertas saat itu).

Rumah-rumahan ini yang kemudian dibakar dan akan menjelma menjadi rumah beserta isinya di alam sana, sehingga dapat dipergunakan oleh ayah bunda, leluhur, dan sanak keluarga yang berada di alam sana untuk meringankan penderitaan mereka. Karena yang berkisah ini adalah seorang Kaisar yang sangat dihormati dan dicintai segenap rakyatnya, maka tentu saja cerita ini dipercayai, dan himbauan kaisar langsung mendapatkan tanggapan yang baik dari para pejabat, bangsawan, dan seluruh rakyat kerajaan Tang. Dengan demikian maka masyarakat kota raja akan berbondong-bondong membeli bambu untuk kebutuhan rumah-rumahan yang akan dibakar serta pembuatan kertas kepada masyarakat luar kota raja yang hidup dalam kemiskinan.

Gambar 5. Rumah Replika Akan Dibakar

Hingga saat ini sebagian masyarakat Tionghoa masih melakukan pembakaran rumah-rumahan, ada yang melengkapi dengan fasilitas replika perabot rumah tangga, televisi, mobil disertai dengan pembantu rumah tangga,

(37)

dalam upacara duka. Konon agar yang meninggal dunia itu, ‗di alam baka‘ memiliki fasilitas seperti yang dimilikinya ketika masih berada di dunia.

Umat Khonghucu dan Tao-Is yang masih mengikuti kebudayaan membakar replika rumah mengadakan upacara pengiriman "rumah " atau apa saja yang sifatnya keduniawian kepada arwah keluarganya yang meninggal. Seperti rumah beserta perlengkapannya, mobil, uang bahkan ada gunung emas dan gunung perak. Semuanya terbuat dari kertas yang kemudian dibakar dengan suatu upacara ritual agar benda-benda tersebut dapat berwujud dan memasuki dimensi gaib kemudian dapat diterima oleh arwah almarhum.

Menurut pemahaman masyarakat Tionghoa yang masih melakukan ritual kong tek (公德), ritual ini memiliki manfaat untuk arwah yang masih berada di alam transisi atau alam arwah gentayangan. Dengan syarat bahwa upacara ritual ini dilakukan oleh orang yang benar-benar mempunyai kemampuan untuk keperluan tersebut, kalau tidak, maka semua yang dikirimkan itu tidak mampu menembus alam transisi arwah, sehingga tidak sampai dan tidak dapat diterima oleh arwah sehingga mereka melakukan pekerjaan yang mubazir.

Biasanya rumah-rumah yang di kirim untuk arwah sesuai dengan perlengkapan yang disenangi keluarga di masa hidupnya. Ada taman, uang, mobil, gunung emas, perabotan dan lain-lain. Rumah dengan semua perlengkapan ini akan dikirimkan dan keluarga yang masih hidup menyalurkan kekuatan spiritual kedalam rumah-rumahan untuk diwujudkan ke alam transisi arwah, sampai keluarga yakin bahwa arwah keluarganya memasuki ―rumah‖ tersebut dan tidak

(38)

keluar lagi. Dan mereka yakin bahwa arwah yang sudah meninggal merasa sangat senang dengan rumah yang di kirimkan.

2. Berkomunikasi Dengan Arwah

Perjalanan arwah merupakan perjalanan dari hidup setelah mati. Walau seseorang meninggal, butuh waktu beberapa jam sampai beberapa hari baru dia tahu kalau sudah meninggal. Setelah dia mengetahui sudah meninggal, dia akan panik, bigung, resah dan takut menghadapi kondisi dan situasi yang begitu asing baginya. Dia tidak tahu harus berbuat apa dan harus bagaimana. Keadaan arwah seperti ini perlu mendapat penghiburan, bimbingan dan perlindungan agar arwah menjadi tenang dan pasrah menerima keadaannya. Untuk itu dibutuhkan beberapa upacara ritual duka yang sudah dikenal, sesuai dengan aliran kepercayaan atau agama yang dianut oleh almarhum atau oleh keluarganya.

Arwah orang yang baru meninggal biasanya masih berada dirumah bersama keluarganya atau masih berada di alam kehidupan dunia untuk beberapa lama, ada yang selama beberapa hari sampai beberapa tahun baru dapat "naik" ke alam arwah. Arwah yang belum naik ini memang masih dapat gentayangan kemana saja yang dia mau. Dia dapat gentayangan kemana saja dia berkunjung di alam transisi atau alam peralihan dari alam dunia ke alam arwah, yang juga disebut alam arwah gentayangan. Arwah yang belum dapat naik ini perlu ditolong dan dibimbing untuk "dinaikkan" atau "diseberangkan" atau juga disebut "disempurnakan".

Upacara ritual untuk arwah hanya bermanfaat untuk arwah yang belum naik atau arwah yang masih berada dalam alam arwah gentayangan. Seperti

(39)

upacara "pengiriman rumah dan uang(kertas)" untuk arwah, yang dilakukan umat Konghucu dan Taois. Kiriman rumah, uang dan macam-macam barang duniawi ini hanya bermanfaat atau berguna bagi arwah yang belum naik. Setelah arwah naik ke alam arwah dan mulai menempuh perjalanan arwah, semua kiriman sudah tidak ada gunanya. Semuanya harus ditinggalkan, tidak ada yang dapat dibawa masuk ke alam arwah.

Komunikasi di alam arwah mempergunakan batin atau yang lebih dikenal dengan telepati. Komunikasi secara telepati ini hanya berlaku untuk arwah dengan atasannya saja. Untuk menerima intruksi dari arwah atasannya. Jadi antara arwah tidak dapat berkomunikasi atau tidak dapat berbicara. Hanya saling pandang dengan expresi wajah yang berbeda-beda dan salam tanpa sentuh. Yang dapat berkomunikasi dengan arwah adalah guru roh, yaitu orang yang dapat melihat alam gaib dengan kasat mata.

Semua arwah yang masih ―terikat‖ di alam arwah gentayangan, dan sudah waktunya untuk naik memasuki alam arwah perlu ditolong untuk menemukan jalan agar dapat masuk ke alam arwah. Atau dalam istilah Budhis dikenal sebagai ―diseberangkan‖ atau ―menyeberangkan‖ arwah. Untuk ―menyeberangkan‖ arwah perlu bantuan orang yang mempunyai kemampuan untuk keperluan tersebut.

Melalui guru roh setelah prosesi membakar rumah replika, keluarga Tionghoa melakukan komunikasi kepada leluhurnya untuk mengetahui apakah segala sesuatu yang telah dibakar tersebut sampai kepada leluhur atau tidak. Adapun dialog komunikasi antara guru roh (A) dengan arwah leluhur keluarga Tionghoa (B)setelah melakukan tradisi kong tek (公德)adalah sebagai berikut:

(40)

Dialog komunikasi dengan arwah:

jendela rumah maupun dari jembatan di taman rumahku, aku melihat 2 titik cahaya berkelip-kelip. Dalam hatiku timbul pertanyaan, apakah gerangan 2 titik cahaya kecil yang berkelip-kelip itu? Sampai suatu hari ada yang datang kepadaku dan bertanya, apakah kamu mau melihat dua titik cahaya itu? Mari kuantar ke bawah menuju dua titik cahaya kecil yang selalu berkelip-kelip itu. Ternyata setelah sampai, kutemukan kalian berdua.

(arwah leluhur menjawab pertanyaan anaknya yang masih hidup tentang bagaimana keadaan di alam arwah sehingga sang kakek sampai kerumah anaknya)

A: Kakek sekarang tinggal di tempat seperti apa?

(keluarga mempertanyakan kehidupan arwah leluhur setelah dilaksanakan tradisi kong tek)

B: Aku tinggal di sebuah rumah besar, aku dilayani oleh 12 pembantu, ada yang laki-laki dan perempuan.

(leluhur menjelaskan kehidupannya di alam baka, bahwa semua yang dipersembahkan anak cucunya telah sampai kepadanya)

A: Apa saja yang dikerjakan 12 pelayan Kakek?

(cucu menanyakan apa saja yang dilakukan pelayan tersebut untuk leluhurnya) B: Macam-macam, ada yang mengurus makanan, pakaian, kebersihan rumah, kebun dan tanaman, mengecat gedung, dan lain-lain.

(leluhur menjelaskan tugas-tugas yang dilakukan pelayan-pelayan di akhirat) A: Apakah Kakek yang mengatur dan memerintahkan mereka semua?

(cucu menanyakan apakah leluhurnya dapat memberikan perintah terhadap pelayan-pelayan yang dikirim anak cucu)

B: Tidak, ada yang mejadi kepalanya yang mengatur, mengawasi dan mencatat kegiatan mereka. Aku tidak tahu untuk apa itu. Yang aneh adalah kalau aku ingin makan sesuatu, tidak lama kemudian, ada yang datang membawakan makanan yang Kakek inginkan. Kalau aku ingin dipijit, tahu-tahu ada yang datang memijit kakek, dan lain-lain. Semua yang aku inginkan tidak selang lama sudah ada yang datang membawakan untukku. Jadi aku tidak pernah meminta atau memerintah, mereka sudah tahu dan datang menyediakan.

(arwah leluhur menjelaskan bahwa semua keinginannya terpenuhi, urusannya di akhirat menjadi sangat mudah)

A: Apa yang kakek kerjakan sehari-hari? Apa kakek tiap hari masih berdoa seperti waktu masih hidup dulu?

(cucu menanyakan apakah leluhurnya masih melakukan aktifitas yang sama seperti sebelum kematiannya)

B: Sehari-hari Kakek tidak bekerja apa-apa, semuanya sudah ada yang mengerjakan dan menyediakan kebutuhanku. Setiap hari aku masih berdoa , mendoakan anak cucuku dan buyutku.

(leluhur menjelaskan bahwa ia masih melakukan aktifitas seperti masih hidup didunia walau sudah ada yang menolongnya)

A: Kek, kakek sekarang sudah tidak perlu mendoakan anak cucu dan buyut. Mereka semua sudah punya garis hidup masing-masing. Mereka semua sudah ada yang mengatur, kakek tidak usah memikirkan mereka lagi. Yang kakek pikirkan adalah berdoa untuk diri kakek sendiri. Nanti setelah kakek pulang kakek mulai berdoa untuk diri kakek sendiri.

(cucu mengatakan bahwa leluhur tidak perlu risau memikirkan anak cucu yang masih hidup, sehingga leluhur dapat dengan tenang mendoakan dirinya sendiri)

(41)

(leluhur mengatakan bahwa semua yang dibutuhkannya telah ada sehingga ia tidak perlu mendoakan dirinya sendiri)

A: Walaupun Kakek sudah tidak butuh apa-apa lagi, dan semuanya sudah tersedia, tetapi Kakek perlu berdoa untuk diri Kakek sendiri.

(cucu mengatakan bahwa leluhur harus tetap berdoa untuk dirinya sendiri) B: Aku harus berdoa bagaimana?

(leluhur menjawab bagaimana seharusnya ia berdoa A: Apakah Kakek di rumah ada meja sembahyang (altar)?

(cucu leluhur menanyakan apakah diakhirat sang kakek memiliki altar sembahyang) B: Tidak ada. Meja sembahyang yang bagaimana?

(kakek mengatakan tidak ada)

A: Nanti kalau Kakek sampai di rumah, Kakek minta saja. Kakek menginginkan meja untuk sembahyang, dan minta juga guru untuk mengajari kakek sembahyang dan berdoa, supaya kakek dapat melanjutkan perjalanan kakek menuju tempat yang lebih tinggi.

(cucu memerintahkan kakek untuk sembahyang dan berdoa agar sang kakek dapat dengan lapang berjalan ke nirwana)

A: Oh … begitu. Baiklah, kakek akan meminta seperti yang kalian ajarkan. Sekarang aku akan pulang dulu, nanti aku akan datang lagi untuk menceritakan apa yang kakek dapat kepada kalian.

(kemudian arwah sang kakek pergi) B: Selamat jalan kek.

Melalui komunikasi dengan arwah, dialog ini memiliki makna bahwa semua yang dikirimkan anak cucu ke kakek (leluhur) ke alam gaib telah sampai. Sehingga sang leluhur telah berhasil menembus alam nirwana atau alam dewa dan telah lahir kembali sebagai jati diri baru. Ini ditandai dengan dialog yang berjalan lancar bahwasannya tidak ada karma buruk yang terhutang. Karma buruknya terbayar lunas dalam kehidupan ini. Oleh karena itu perjalanan arwah nenek mulus, langsung mencapai tingkat tertinggi di alam arwah, yang juga disebut sebagai sorga.

Pada saat ritual kong tek ( 公 德 ) berlangsungseluruh anggota klen tersebut berkumpul di kelenteng untuk melakukan upacara penghormatan leluhur bersama.Adapula kriteria khusus dalam melaksanakan ritual kong tek (公德)

(42)

yaitu vihara harus berdekatan dengan sungai atau pantai dengan tujuan agar arwah leluhur dapat pergi dengan damai.

Pada saat upacara ini berlangsung, hampir semua anggota keluarga berusaha hadir kecuali memang benar-benar berhalangan. Pertemuan-pertemuan semacam ini memiliki fungsi sosial yaitu tetap menjaga eratnya hubungan setiap anggota dan juga menjaga solidaritas keluarga.

Diawal prosesi ritual kong tek (公德) masyarakat Tionghoa melakukan pembakaran uang kertas di depan gerbang tempat ritual. Sejak zaman dulu sebenarnya ada 2 jenis kertas yang digunakan dalam tradisi ini, yaitu kertas yang bagian tengahnya berwarna keemasan (Kim Cua) dan kertas yang bagian tengahnya berwarna keperakan (Gin Cua). Menurut kebiasaan-nya Kim cua (Kertas Emas) digunakan untuk upacara sembahyang kepada dewa-dewa, sedangkan Gin Cua (Kertas Perak) untuk upacara sembahyang kepada para leluhur dan arwah-arwah orang yang sudah meninggal dunia.

Uang kertas dibakar didepan gerbang vihara oleh anggota keluarga. Pembakaran kertas ini bertujuan untuk memanggil arwah serta merupakan pesan yang disampaikan untuk roh leluhur. Tradisi bakar kertas ini menuai pro dan kontra, apakah sesuai dengan ajaran agama Buddha atau tidak, bahkan ada juga yang menentang sama sekali. Menurut pandangan masyarakat Tionghoa, agama Buddha adalah agama yang penuh dengan toleransi, dalam arti agama Buddha dapat menerima pengaruh tradisi atau budaya manapun selama hal itu tidak bertentangan dengan prinsip dasar ajaran Agama Buddha (Buddha Dharma) dan bermanfaat bagi perkembangan spiritual mereka. Ritual ini pada mulanya

(43)

bermanfaat, yaitu agar anak dan sanak keluarga yang masih hidup senantiasa ingat pada leluhur/ keluarga yang telah mendahului sekaligus sebagai ungkapan balas budi atas jasa dan kebaikan mereka, dan selalu berdoa serta mengharapkan kebahagiaan mereka di alam sana.

Dahulu upacara "Bakar Kertas" itu selalu diiringi dengan doa dan harapan untuk kebahagiaan para leluhur dan sanak keluarga yang telah meninggal, namun saat ini makna ini sudah semakin kabur karena tidak banyak lagi orang yang tahu asal mula tradisi ini, maksud dan tujuan yang sebenarnya dari tradisi "Bakar Kertas" ini. Bahkan sekarang ada yang beranggapan bahwa semakin banyak "kertas emas dan perak" ini dibakar adalah semakin baik, dan membuat leluhur dan sanak keluarga semakin kaya dan semakin senang di alam sana.Ditambah lagi dengan berbagai ide yang menurut mereka menyesatkan, seperti membuat uang kertas "Hell Bank Note", peralatan-peralatan modern/ canggih dari kertas (seperti pesawat televisi, hand phone, mobil mewah, televisi, parabola, dll) untuk dibakar guna dikirimkan pada leluhur dan sanak keluarga di alam sana, tentunya akan semakin mengaburkan maksud dan tujuan tradisi "Bakar Kertas" ini.

(44)

gambar 7. Miniatur Rumah Replika

Gambar 8. Koper Replika berisi baju

(45)

Gambar 10. Replika Gunung Perak

Gambar 11. Replika uang

Setelah prosesi pembakaran kertas, kemudian keluarga dan biksu melakukan sembahyang didepan sesajian. Tiga orang biksu yang memimpin ritual membunyikan suara dari alat musik yang dipegangnya berupa lonceng dan gendang kecil yang terbuat dari bambu. Seluruh keluarga bersujud didepan sesajian sambil bersoja tujuh kali dengan memegang dupa dan mengangkat dupa sebanyak tiga kali sebagai lambang pemberian penghormatan kepada leluhur.

(46)

Gambar 12. Sesajian untuk leluhur

Gambar 1.13 Sesajian untuk leluhur

Sesajian yang dipersembahkan dalam persembahyangan, merupakan simbolis (sebagai lambang) yang mengandung nilai-nilai luhur atau petuah dari leluhur. Sesajian yang dipersembahkan dalam persembahyangan dinilai sangat bermanfaat dan menjadi perlakuan berbakti apabila sesajian itu disukai oleh almarhum semasa hidupnya. Sesuai dengan petunjuk tentang makna sembahyang maka persembahan bakti harus dilakukan dengan hati yang tulus, bukan dilihat dari mewahnya yang disajikan. Ada beberapa hal yang diperhatikan dalam melakukan sembahyang dalam kepercayaan Tionghoa yaitu:

(47)

a. Sikap ketika bersembahyang adalah berdiri sempurna dengan khidmat.

b. Bersoja atau bersujud dengan membungkukkan badan 45 derajat.

c. Menyesuaikan jumlah hio yang digunakan. Angka ganjil adalah sifat Yang. Angka genap bersifat Yin.

Sembahyang terhadap leluhur tidak harus selalu Yin. Lewat periode 25 bulan setelah yang bersangkutan meninggal. Maka jumlah hio menjadi Yang atau ganjil. Ritual sembahyang dalam ritual kong tek (公德)memiliki filosofi dari kosmologi Tionghoa tentang sembahyang yaitu:

a. Hio yang berkualitas baik itu mahal dan setiap digunakan asapnya tidak membuat mata perih.

b. Ketika bersembahyang ingatlah selalu harus tulus dan hormat. c. Memegang hio memiliki aturan yaitu keluarga tionghoa yang

sedang bersembahyang memegang hio dengan posisi berdiri tegap. Bara api hio harus berada ditingkat yang sejajar dengan titik tengah di antara kedua alis mata. Hio dipegang tegak lurus, badan tegak lurus dan membungkuk mendalam secara sempurna.

d. Menancapkan hio dengan tangan kiri karena tangan kiri perlambang Yang. Dengan tangan kiri sifat Yang, yang memiliki arti masyarakat Tionghoa yang melakukan

(48)

sembahyang menghargai yang disembahyangi dengan pemikiran positif.

e. menancapkan hio di bagian setengah mungkin. Hio ditancapkan tegak lurus. Hio ditancapkan satu per satu.

f. Jarak antar batang hio pedomannya adalah 1 inchi. 2,5 cm. g. tidak boleh menancapkan hio sekaligus dan menancapkan hio

secara sembarangan, ini bertujuan melatih diri agar tertib dan membangun kebersamaan dan bukan egoisme. Orang Tionghoa menganggap mereka yg kebiasaan menancapkan hio sembarangan artinya sudah menanamkan pemikiran seenaknya dan tidak perduli dengan orang lain.

h. mengucapkan doa dalam hati dengan menyebutkan nama yang disembahyangi.

Setelah prosesi sembahyang untuk leluhur. Biksu sebagai pemimpin ritual, membimbing keluarga almarhum menjalankan ritual kong tek (公德). Mereka mengelilingi replika seperti tembok dengan membawa bendera yang diiringi dengan musik dan lagu-lagu. Tembok dan jembatan replika dibuat sebagai simbol perjalanan leluhur ketempat yang lebih penting. Jembatan dan tembok ini dilalui sebanyak tujuh kali. Seluruh keluarga yang mengikuti ritual ini memakai baju putih dari kain belacu sebagai simbol duka. Sambil mengelilingi tembok dan jembatan tiruan. Biksu sebagai pemimpin ritual membacakan doa yang bersifat sumpah atau janji sebagai berikut:

(49)

Mantera Guan Shi Yin Pu Sa 觀世音菩薩发愿偈 (Koan Si Im Po Sat – Hokkian) atau secara umum disebut Gaun Yin (Koan Im – Hokkian), mantera ini diucapkan sebagai sumpah atau janji:

《觀世音菩薩发愿偈》 “Guānshìyīn púsà fāyuàn jì.” Sumpah kepada Guanshiyin Pusa 南無大悲觀世音愿我速知一切法

Ná mó dàbēi guānshìyīn yuàn wǒ sù zhī yīqiè fǎ

Terpujilah Guanshiyin yang Maha Pengasih, aku bersumpah untuk segera memahami dharma seutuhnya.

南無大悲觀世音愿我早得智慧眼

Ná mó dàbēi guānshìyīn yuàn wǒ zǎo dé zhìhuì yǎn

Terpujilah Guanshiyin yang Maha Pengasih, aku bersumpah untuk segera memiliki pandangan kebijaksanaan.

南無大悲觀世音愿我速度一切众

Ná mó dàbēi guānshìyīn yuàn wǒ sùdù yīqiè zhòng

Terpujilah Guanshiyin yang Maha Pengasih, aku bersumpah untuk segera menyeberangkan seluruh makhluk.

南無大悲觀世音愿我早得善方便

Ná mó dàbēi guānshìyīn yuàn wǒ zǎo dé shàn fāngbiàn

Terpujilah Guanshiyin yang Maha Pengasih, aku bersumpah untuk segera memiliki kebiasaan (perilaku keseharian) yang baik dengan leluasana (berbuat baik tanpa dibebani konsep pahala-karma).

南無大悲觀世音愿我速乘般若船

Ná mó dàbēi guānshìyīn yuàn wǒ sù chéng bōrě chuán

Terpujilah Guanshiyin yang Maha Pengasih, aku bersumpah untuk segera menaiki perahu kebijaksanaan.

南無大悲觀世音愿我早得越苦海

Ná mó dàbēi guānshìyīn yuàn wǒ zǎo dé yuè kǔhǎi

Terpujilah Guanshiyin yang Maha Pengasih, aku bersumpah untuk segera menyeberangi lautan penderitaan (samsara).

Gambar

Gambar 1. Replika Rumah Kertas
Gambar 2. Pembakaran Hio/ Dupa
Gambar 3.  Pembakaran Uang Kertas
Gambar 5. Rumah Replika Akan Dibakar
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif di mana peneliti berpendapat bahwa dengan zaman globalisasi saat ini, maka setiap negara pasti

Sesuai dengan pendekatan penelitian ini, yaitu pendekatan kualitatif, maka kehadiran peneliti dilapangan sangat penting dan diperlukan secara optimal, kehadiran

Pendekatan yang digunakan peneliti adalah melalui pendekatan kuantitatif, yaitu mengukur data dengan angka-angka yang diolah dengan metode statistik untuk mengetahui ada

Desain penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif di mana untuk mengetahui dan mengamati suatu hal, oleh karena itu peneliti memutuskan menggunakan pendekatan

Adapun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan metode ekplanasi survei, karena dengan menggunakan pendekatan dan metode tersebut akan

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti untuk penelitian ini ialah pendekatan secara kualitatif dengan menekankan persepsi penelitian dan pengertiannya untuk dapat memberikan

Adapun pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti

35 pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan kualitatif, maka penerepan dalam menganalisis data lebih menggunakan data-data bukan rumusan seperti penelitian