• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

Naskah Publikasi

Diajukan Guna Menyelesaikan Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

Disusun oleh :

RATIH DWI PUSPANINGTYAS J 100 120 033

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

(2)
(3)

iii

PHYSIOTHERAPY MANAGEMENT IN CASE OF BELL’S PALSY IN RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

(Ratih Dwi Puspaningtyas, 2015, 42 pages)

ABSTRACT

Background: Bell’s Palsy is a weakness of facial muscle with the type of lower

motor neurons causes by idiopathic facial nerve involvement outside the central nervous system, in the absence of other neurologic disease. Which can lead to a problem of physical capasity in the form of Infra Red (IR), Faradic (electrical

Stimulation), Massage, and Exercise Mirror which can increase the strength of

muscle of the face and can restore functional ability of facial muscles on the condititon of Bell’s Palsy.

Objective: Benefits ans purpose in granting Infra Red (IR), Faradic (electrical Stimulation), Massage, and Exercise Mirror can improve strength facial muscles

and restore functional ability of facial muscles on the condition of Bell’s Palsy.

Result: After the therapy 6 times in getting the result increas examination of the

facial muscles to scale Ugo Fisch rest position (T1= 14 – T6=14), Frowning (T1= 3 – T6= 7), Blinfolding (T1= 9 – T6= 21), Smiling (T1= 9 – T6= 21), Whistling (T1= 3 – T6= 3) and the functional ability (T1= 38 – T6= 66).

Conclusion: Ny. SS with the case of Bell’s Palsy, After treatment for 6 times with

modalities Infrared (IR), Faradic (Electrical Stimulation), massage, and exercise

Mirror an increase in facial muscle strength and functional abilities Increase in

facial muscles.

Keywords: Management of physicaltherapy in the case of Bell’s Palsy, Infra Red (IR), Faradic (electrical Stimulation), Massage, and Exercise Mirror.

(4)

1

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG MASALAH

Bell’s palsy merupakan kelemahan wajah dengan tipe lower motor neuron

yang disebabkan oleh keterlibatan saraf fasialis idiopatik di luar sistem saraf pusat, tanpa adanya penyakit neurologik lainnya (Lowis, 2012).

Menururt Munilson dkk. (2012) insiden bell’s palsy dilaporkan sekitar 40-70% dari semua kelumpuhan saraf fasialis perifer akut. Prevalensi rata-rata berkisar antara 10-30 pasien per 100.000 populasi per tahun dan meningkat sesuai pertambahan umur. Insiden meningkat pada penderita diabetes dan wanita hamil. Sekitar 8-10% kasus berhubungan dengan riwayat keluarga pernah menderita penyakit ini. Biasanya penderita mengetahui ketidaksimetrisan wajah dari teman atau keluarga atau pada saat bercermin atau berkumur. Pada saat penderita menyadari bahwa ia mengalami kelemahan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu, rendah diri, dan kadangkala jiwanya tertekan terutama pada penderita yang masih aktif dalam bersosialisasi. Seringkali timbul pertanyaan di dalam hatinya, apakah wajahnya bisa secepatnya kembali secara normal atau tidak.

Peran fisioterapi untuk mengatasi kasus pada kondisi Bell’s Palsy berupa (1) Infrared (IR) yang bertujuan untuk memperlancar peredaran darah, sehingga peradangan dapat berkurang dan mengurangi spasme otot-otot wajah, (2) Faradic

(Electrical Stimulation) yang bertujuan untuk merangsang sistem saraf melalui

permukaan kulit, (3) Massage yang bertujuan untuk memelihara fisiologi otot dan memberikan efek rileksasi, (4) Mirror exercise yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot wajah dan melatih kembali gerakan fungsional otot-otot wajah.

(5)

2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan permasalahan yang muncul pada kasus Bell’s Palsy, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1) Apakah pemberian Infrared

(IR), Faradic (Electrical Stimulation), Massage, dan Mirror exercise dapat

meningkatkan kekuatan otot-otot wajah pada kondisi bell’s palsy ?, 2) Apakah pemberian Infrared (IR), Faradic (Electrical Stimulation), Massage, dan Mirror

exercise dapat meningkatkan kemampuan fungsional otot-otot wajah pada kondisi bell’s palsy ?

Tujuan Penulisan

Tujuan dari penyusunan rumusan masalah tersebut adalah Untuk mengetahui pengaruh Infrared (IR), Faradic (Electrical Stimulation), Massage,

dan Mirror exercise dapat meningkatkan kekuatan otot-otot wajah dan dapat

meningkatkan kemampuan fungsional otot-otot wajah.

Manfaat penulisan

Manfaat dari penyusunan rumusan masalah tersebut adalah Untuk mengetahui manfaat Infrared (IR), Faradic (Electrical Stimulation), Massage,

dan Mirror exercise dapat meningkatkan kekuatan otot-otot wajah dan dapat

meningkatkan kemampuan fungsional otot-otot wajah.

TINJAUAN PUSTAKA Definisi

Menurut Lumbantobing (2012), istilah Bell’s Palsy (kelumpuhan Bell) biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus VII jenis perifer yang timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainan neurologik lain.

Etiologi

Pranata (2008) penyebab bell’s palsy yaitu angin dingin yang masuk ke dalam foramen stilomastoideus mengakibatkan nervus fasialis bisa sembab lalu membengkak. Pembengkakan saraf fasialis ini mengakibatkan pasokan darah ke saraf tersebut terhambat. Hal ini menyebabkan iskemik bahkan nekrosis sehingga

(6)

3

fungsi penghantar impuls akan rangsangnya terganggu dan menimbulkan kelumpuhan fasialis.

Patologi

Menurut Sidharta (2008), patologi saraf VII karena kelumpuhan fasialis dapat disebabkan karena :

1) Lesi di korteks lobus frontalis, 2) Lesi di korteks somatomotorik, 3) Lesi jenis nuklearis,

4) Lesi di radiks nervus fasialis dekat inti nervus abdusens,

5) Lesi saraf VII di sekitar meatus akustikus internus sampai genu kanalis

fasialis

6) Lesi saraf VII di kanalis fasialis sekitar tabling lateral tebing os petrosum, 7) Lesi saraf VII di kanalis fasialis sekitar mastoid dan membrane timpani,

dan

8) Lesi saraf VII disekitar foramen stilomastoideus baik yang masih berada

di kanalis fasialis maupun setelah melewati foramen sampai ke otot-otot wajah.

Tanda dan Gejala

Bell’s palsy dapat berupa kelumpuhan wajah pada satu sisi berupa gangguan

pengecapan pada pengecapan pada lidah, hilangnya kerutan dahi, kesulitan menutup mata, mulut perot atau mencong (Harsono, 2011).

Komplikasi

1. Kontraktur 2. Synkinesis 3. Spasme spontan

Diagnosis Banding a. Herpes Zoster Otikus

(7)

4

c. Syndrome Guillain Bare d. Tumor

Teknologi Intervensi Fisioterapi

1. Infra Red (IR)

2. Electrical Stimulation 3. Massage 4. Mirror exercise PROSES FISIOTERAPI Pengkajian Fisioterapi Identitas Pasien

Dari hasil anamnesis yang berhubungan dengan kasus ini di dapatkan hasil sebagai berikut, nama Ny. SS, usia 73 tahun, jenis kelamin perempuan, agama islam, pekerjaan pensiunan dengan alamat Candi gebang no.4 beran, tridadi-sleman, kab. Kodya, tridadi-sleman, kec. Sleman.

Keluhan Utama

keluhan utama yang dirasakan pasien adalah mengeluh wajah kanan mencong ke sisi kiri.

Pemeriksaan Fisioterapi

Pemeriksaan fisioterapi pada kasus ini meliputi Inspeksi (statis dan dinamis), pemeriksaan gerak aktif, pemeriksaan Manual Muscle Testing (MMT),

Ugo Fisch Scale, dan rasa pada 2/3 anterior lidah. Problematika Fisioterapi

Adanya kelemahan otot wajah, tidak bisa mengerutkan dahi secara

maksimal, tidak bisa mengangkat alis, tersenyum mulai simetris dan bersiul/mecucu asimetris.

(8)

5

Keterbatasan fungsi yang dirasakan oleh pasien dengan kondisi bell’s

palsy ini adalah : (1) adanya gangguan saat makan karena makanan terkumpul di

sisi kanan, (2) adanya gangguan ekspresi.

Pasien masih sering ikut acara pengajian dan masih aktif dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

Tujuan Fisioterapi

(1)memelihara fisiologi otot, (2) meningkatkan kekuatan otot-otot wajah pada sisi yang lesi, (3) mengembalikan gerak fungsional yang melibatkan otot - otot wajah, seperti mengunyah, menutup kelopak mata, mengangkat alis dan berkumur.

Pelaksanaan Terapi

Pelaksanaan pada kondisi bell’s palsy ini dilakukan pada tanggal 06 januari 2015 (hari pertama terapi), dengan modalitas Infra Red, Faradik

(Electrical Stimulation), Massage Dan Mirror Exercise. Evaluasi

1. Evaluasi kekeuatan otot-otot wajah dengan Manual Muscle Testing

(MMT)

Tabel 1 Hasil evaluasi kekuatan otot-otot wajah

MMT T1 T2 T3 T4 T5 T6

Mengangkat alis 1 1 3 3 3 3

Mendekatkan kedua alis 1 1 1 3 3 3 Mengerinyitkan hidung 1 1 1 1 1 1

Menutup mata 1 1 3 3 3 3

Tersenyum 1 1 1 3 3 3

(9)

6

2. Evaluasi kemampuan fungsional otot-otot wajah dengan skala Ugo Fisch

Tabel 2 Hasil evaluasi kemampuan fungsional otot-otot wajah

-

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

1. Kekuatan otot-otot wajah

Setelah menjalani terapi sebanyak 6 kali dan dilakukan evaluasi dengan menggunakan Manual Muscle Testing (MMT), terdapat adanya peningkatan kekuatan otot wajah.

Grafik 1 Hasil kekuatan otot wajah dengan Manual Muscle Testing (MMT)

Peningkatan kekuatan otot wajah didapatkan hasil dari didapatkan hasil dari mengangkat alis (T1= 1 – T6= 3), mendekatkan kedua alis (T1= 1 – T6= 3), menutup mata (T1= 1 – T6= 3), tersenyum (T1= 1 – T6= 3).

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Mengangkat alis Mendekatkan kedua alis Mengerinyitkan hidung Menutup mata UGO FISCH T1 T2 T3 T4 T5 T6 Istirahat 14 14 14 14 14 14 Mengerutkan dahi 3 3 3 7 7 7 Menutup mata 9 9 21 21 21 21 Tersenyum 9 9 9 9 9 21 Bersiul/mecucu 3 3 3 3 3 3 Jumlah 38 38 50 54 54 66

(10)

7

2. Kemampuan fungsional otot-otot wajah

Setelah menjalani terapi sebanyak 6 kali dan dilakukan evaluasi dengan menggunakan Ugo Fisch Scale terdapat adanya peningkatan kemampuan fungsional otot wajah.

Grafik 2 Hasil kemampuan fungsional otot wajah dengan skala Ugo Fisch

Peningkatan kemampuan fungsional otot wajah didapatkan hasil dari mengerutkan dahi (T1= 3 – T6= 7), menutup mata (T1= 9 – T6= 21), tersenyum (T1= 9 – T6= 21).

Pembahasan

1. Kekuatan Otot Wajah

Peningkatan kekuatan otot wajah setelah dilakukan 6 kali terapi didapatkan hasil dari mengangkat alis (T1= 1 – T6= 3), mendekatkan kedua alis (T1= 1 – T6= 3), menutup mata (T1= 1 – T6= 3), tersenyum (T1= 1 – T6= 3). Dari hasil tersebut ada peningkatan kekuatan otot wajah karena diberikan modalitas Infrared (IR), Faradic (Electrical Stimulation),

Massage, dan Mirror exercise.

Infra Red mempunyai efek fisiologis untuk meningkatkan metabolisme

pada lapisan superfisial kulit sehingga suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan akan meningkat sehingga akan membantu rileksasi otot dan meningkatkan kemampuan otot untuk berkontraksi (Sujatno, 2002).

0 5 10 15 20 25 Terapi 1 Terapi 2 Terapi 3 Terapi 4 Terapi 5 Terapi 6 Istirahat Mengerutkan dahi Menutup mata Tersenyum Bersiul

(11)

8

Infra Red juga mempunyai efek terapiutik untuk relaksai otot karena

efek sedatif akan mudah dicapai bila jaringan otot dalam keadaan hangat (Sujatno, 2002).

Faradik (electrical stimulation) merupakan intervensi fisioterapi yang

bertujuan untuk memberikan stimulasi pada otot yang titik rangsangnya terletak pada kulit dan untuk meningkatkan kerja otot baik yang letaknya diluar maupun bagian dalam (Singh, 2005).

Faradik (electrical stimulation) akan menimbulkan efek terapiutik

berupa fasilitasi kontraksi otot, melatih kerja otot, dan melatih kerja otot baru (Singh, 2005).

Massage merupakan stimulasi pada jaringan lunak untuk meningkatkan

fleksibilitas, merangsang reseptor sensoris jaringan pada kulit sehingga memberikan efek rileksasi, dan mengurangi spasme pada wajah (Prentice, 2012).

Pemberian massage secara halus (gentle) pada wajah dapat mengurangi rasa kaku atau rasa tebal pada wajah yang terkena lesi, juga meningkatkan proses metabolisme sehingga sifat fisiologi otot terpelihara serta untuk rileksasi otot-otot wajah (Prentice, 2012).

Mirror exercise merupakan latihan yang menggunakan cermin agar

dapat memberikan ”biofeedback” yang dilakukan dengan tenang agar pasien bisa lebih berkonsentrasi dalam melakukan latihan gerakan pada wajah (Raj, 2006).

Pemberian Mirror Exercise yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot wajah dan melatih kembali gerakan fungsional otot-otot wajah (Raj, 2006).

2. Kemampuan Fungsional Otot Wajah

Peningkatan kemampuan fungsional otot wajah setelah dilakukan 6 kali terapi didapatkan hasil dari mengerutkan dahi (T1= 3 – T6= 7), menutup mata (T1= 9 – T6= 21), tersenyum (T1= 9 – T6= 21). Dari hasil tersebut ada peningkatan kemampuan fungsional otot wajah karena diberikan

(12)

9

modalitas Infrared (IR), Faradic (Electrical Stimulation), Massage, dan

Mirror exercise.

Infra Red mempunyai efek fisiologis untuk meningkatkan metabolisme

pada lapisan superfisial kulit sehingga suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan akan meningkat sehingga akan membantu rileksasi otot dan meningkatkan kemampuan otot untuk berkontraksi (Sujatno, 2002).

Infra Red juga mempunyai efek terapiutik untuk relaksai otot karena efek

sedatif akan mudah dicapai bila jaringan otot dalam keadaan hangat (Sujatno, 2002).

Faradik (electrical stimulation) merupakan intervensi fisioterapi yang

bertujuan untuk memberikan stimulasi pada otot yang titik rangsangnya terletak pada kulit dan untuk meningkatkan kerja otot baik yang letaknya diluar maupun bagian dalam (Singh, 2005).

Faradik (electrical stimulation) akan menimbulkan efek terapiutik

berupa fasilitasi kontraksi otot, melatih kerja otot, dan melatih kerja otot baru (Singh, 2005).

Massage merupakan stimulasi pada jaringan lunak untuk meningkatkan

fleksibilitas, merangsang reseptor sensoris jaringan pada kulit sehingga memberikan efek rileksasi, dan mengurangi spasme pada wajah (Prentice, 2012).

Pemberian massage secara halus (gentle) pada wajah dapat mengurangi rasa kaku atau rasa tebal pada wajah yang terkena lesi, juga meningkatkan proses metabolisme sehingga sifat fisiologi otot terpelihara serta untuk rileksasi otot-otot wajah (Prentice, 2012).

Mirror exercise merupakan latihan yang menggunakan cermin agar dapat

memberikan ”biofeedback” yang dilakukan dengan tenang agar pasien bisa lebih berkonsentrasi dalam melakukan latihan gerakan pada wajah (Raj, 2006).

Pemberian Mirror Exercise yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot wajah dan melatih kembali gerakan fungsional otot-otot wajah (Raj, 2006).

(13)

10 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali secara teratur dan rutin pada pasien bernama Ny. SS, usia 73 tahun, dengan diagnosa Bell’s palsy didapatkan hasil berupa :

1. Adanya peningkatan kekuatan otot-otot wajah.

2. Adanya peningkatan kemampuan fungsional otot-otot wajah.

Saran

Setelah melakukan proses fisioterapi dengan menggunakan modalitas fisioterapi berupa terapi latihan pada pasien Bell’s Palsy, maka penulis memberikan saran :

1. Saran kepada pasien, yaitu bagi penderita diharapkan kerjasama yang baik dengan terapis selama proses terapi berlangsung. Pasien diharapkan tetap selalu rutin menjalani program - program terapi yang telah diberikan dan ditentukan serta tetap menjalani home program seperti yang telah diedukasikan oleh fisioterapis mengangkat alis dan mengerutkan dahi, menutup mata, mengembang kempiskan cuping hidung, tersenyum menarik sudut mulut kesamping kanan, mecucu.

2. Kepada keluarga hendaknya selalu memberikan motivasi kepada pasien untuk latihan dan membantu dalam proses latihan. Dengan kerjasama yang baik antara terapis, pasien dan keluarga pasien diharapkan akan dapat tercapai keberhasilan terapi.

3. Kepada fisioterapi dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan standar yang telah baku dan prosedur yang berlaku agar mendapatkan hasil yang memuaskan.

4. Saran kepada pembaca, yaitu apabila sekiranya pembaca mendapati suatu kondisi seperti yang telah dipaparkan oleh penulis pada Karya Tulis Ilmiah ini, maka diharapkan untuk segera memeriksakan diri ke dokter atau rumah sakit terdekat untuk mengikuti program fisioterapi selama satu bulan ditambah pemberian sejumlah obat dan vitamin. Jika penyakit

(14)

11

initidak segera ditangani, maka dapat menimbulkan komplikasi lebih lanjut terutama pada bagian mata karena akan terjadi iritasi pada mata dan otomatis penglihatanpun terganggu. Penyakit ini tidak akan memicu penyakit lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bachr, Frontcher. 2005. Duus Tropical Diagnosis in Neurologi: Anatomy,

Fisiologi, Sign, Symptom (4th ed). Mc-Graw Hill Companies, New York

Djamil, Yulius., A, Basjirrudin. 2003. Kapita Selekta Neurologi; Cetakan Ketiga, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Fuller, Geraint. 2008. Panduan Praktis Pemeriksaan Neurologis; Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis; Cetakan kelima, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Lowis, Handoko. 2012. Bell’s Palsy, Diagnosis dan Tata Laksana di Pelayanan

Primer. Universitas Pelita Harapan, Tangerang

Lumbantobing, S.M. 2012. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Martini, Frederick H. Et all. 2012. Fundamental of Anatomy and Physiology (9th

ed.) Pearson Education Inc, USA

Munilson, Jacky., Yan, Edward, dan Wahyu, Triana. 2012. Diagnosis dan

penatalaksanaan Bell’s Palsy. Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas/RSUP. Dr.M. Djamil Padang

Putz, R & Pabst, R, 2005. Sobotta Atlas Anatomi Manusia; Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Pranata, Hardi. 2008. Bell’s Palsy. Retrieved April, 26, 2015, from

http://www.republika.co.id/korandetail.asp?id=287657&kat_id=13

Prentice, William E. 2012. Therapiutic Modalities in Rehabilitation; Mc Graw Hill Medical, New York

(15)

12

Raj, Glady Samuel. 2006. Physiotherapy in Neuro-conditions: Jaype Brothers Medical Published, Delhi

Sidharta, Priguna. 2008. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Praktek Umum; edisi ke – 15, Dian Rakyat, Jakarta

Singh, Jagmohan. 2005. Textbook of Electrotherapy; Jaype Brothers Medical Published, Delhi

Sujatno. 2002. Sumber Fisis; Akademi Fisioterapi Surakarta Depkes RI, Surakarta

Trisnowiyanto, Bambang. 2012. Instrumen Pemeriksaan Fisioterapi dan

Gambar

Tabel 1 Hasil evaluasi kekuatan otot-otot wajah
Grafik 2 Hasil kemampuan fungsional otot wajah dengan skala Ugo Fisch

Referensi

Dokumen terkait

Kepada teman-teman THP 2013 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu terimakasih atas persabatan, dan ilmu yang dibagi pada penulis selama kita bersama, semoga kelak kita

This study using a retrospective space-time permutation scan statistic for detecting measles disease hotspot in West Java that utilized only case numbers, with no need

kreditur dapat memberikan dasar untuk keputusan yang menyangkut jaminan. kepastian pembayaran pinjaman oleh debitur sesuai dengan

Logam Cu dan Pb (terlarut dan tersuspensi) masuk ke dalam air sungai dan mengalir ke arah muara saat perairan surut, namun tertahan saat terjadi pasang, sehinga

a) Kemudahan melakukan prosedur pinjaman dan tidak berbelit-belit (Atribut 3). Dengan demikian kinerja swamitra terhadap atribut ini dianggap debitur sudah memuaskan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merencanakan fasilitas umum dan ruang terbuka hijau (RTH) di Taman Techno Park Sragen dan untuk mengetahui besar anggaran

Setelah melalui perjuangan panjang, akhirnya telah sampai pada tahapan akhir penyusunan skripsi, yang berjudul ”Kontribusi Tingkat Ekonomi Dan Tanggungjawab Orang Tua

[r]