• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENURUNAN JUMLAH SEL SPERMATOGONIA, SPERMATOSIT DAN SERTOLI MENCIT (Mus musculus) JANTAN AKIBAT PAPARAN ETILEN GLIKOL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENURUNAN JUMLAH SEL SPERMATOGONIA, SPERMATOSIT DAN SERTOLI MENCIT (Mus musculus) JANTAN AKIBAT PAPARAN ETILEN GLIKOL"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENURUNAN JUMLAH SEL SPERMATOGONIA, SPERMATOSIT DAN SERTOLI

MENCIT (

Mus musculus

) JANTAN AKIBAT PAPARAN ETILEN GLIKOL

Decrease of Spermatogonia, Spermatocytes and Sertoli Cell Counts Male Mice (Mus musculus) Induced by Ethylene Glycol

Nuraini Latif

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui efek pemberian etilen glikol (EG) terhadap

gangguan proses spermatogenesis mencit (Mus musculus) jantan. Dalam penelitian ini

digunakan 16 ekor mencit jantan yang berumur 2 bulan dengan berat badan berkisar 20-30 gram yang dikelompokkan secara acak ke dalam 4 kelompok perlakuan dengan 4 kali ulangan. Kelompok kontrol (KO) diberi air minum tanpa EG sedang kelompok KP1, KP2, dan KP3 mencit masing-masing diberi EG dengan dosis 5, 10, dan 15 ml/liter air minum setiap hari

selama 30 hari. Pada hari ke-31 setelah perlakuan semua mencit dibunuh secara dislocatio

cervicalis untuk diambil organ testisnya lalu diproses secara mikroteknik untuk mendapatkan sediaan histologis dengan metode pewarnaan Haematoxyline-Eosin (HE). Pengamatan histologis terhadap jumlah sel spermatogonia, spermatosit dan Sertoli dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 10x40 lalu dilanjutkan dengan pembuatan fotomikrograf. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EG dengan dosis 5, 10, dan 15 ml/liter air minum setiap hari selama 30 hari dapat menyebabkan terjadinya gangguan proses spermatogenesis yang diindikasikan dengan penurunan jumlah sel spermatogonia, spermatosit

dan Sertolisecara sangat nyata (P<0,01).

Kata kunci: spermatogonia, spermatosit, Sertoli, etilen glikol

ABSTRACT

The experiment was conducted to study the effect of ethylene glycol (EG) on disturbance of spermatogenesis process of the male mice. Sixteen mice at the age of 2 months were randomly into 4 groups of 4 each. The mice of control group were only given drinking water without EG. Group KPI, KP2, and KP3 were given EG 5, 10, and 15 ml/liter drinking water, respectively. On day 31 of post treatment, all mice were killed for their testis. The testis were collected and processed for microscopic examination and haematoxylin-eosin staining. The result showed that EG given orally for 30 days on male mice have negative effect on the process of spermatogenesis as the numbers of spermatogonia, spermatocyte and Sertoli cells decreased significantly (P<0.01)

Keywords: spermatogonia, spermatosit, Sertoli, ethylene glycol

(2)

PENDAHULUAN

Etilen glikol (EG) merupakan bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan, keracunan dan kematian pada hewan dan

manusia (Riddell et al., 1967). Setiap

tahunnya terdapat 60 kasus kematian akibat keracunan EG (Dreisbach, 1980). Kematian karena EG dewasa ini dilaporkan akibat dari ingesti, inhalasi, absorbsi kulit, kejadian insidental dan tertelan secara sengaja maupun tidak sengaja (Klaassen, 2001). Laporan yang dibuat pada tahun 1940 oleh Dokter Hewan Angkatan Darat Jerman menyatakan adanya kematian pada ayam, burung merpati dan angsa pada peternakan kecil di sekitar komplek tentara, setelah tentara mengganti bahan anti beku kendaraan bermotor mereka dengan bahan yang mengandung EG (Kersting dan Nielsen, 1965).

Etilen glikol digunakan sebagai bahan anti beku pada mobil (Riddell et al., 1967; Klaassen, 2001). Selain sebagai bahan anti beku pada mobil, EG juga digunakan sebagai alat pendingin dan pemanas, kondensor listrik, bahan pelarut cat, pembuatan polimer film dan dacron (Johnson dan Rubart, 1967).

Penyebaran EG ke dalam lingkungan terjadi melalui hasil pembuangan pabrik-pabrik industri dan pemakaian produk

yang berisi bahan kimia (Anonymous cit.

Klaassen, 2001). Pemakaian EG yang semakin meluas mengakibatkan semakin meluasnya pencemaran lingkungan. Hal ini tentu memperbesar resiko yang kurang menguntungkan terhadap hewan dan manusia.

Johnson dan Poni (1962) mengemu-kakan bahwa pemeriksaan histopatologis pada ayam yang mati akibat keracunan EG memperlihatkan adanya endapan kristal

oksalat pada ginjal, duodenum dan otak. Hasil penelitian Calabrese dan Kenyon (1990) pada mencit jantan menunjukkan bahwa setelah pemberian EG terjadi peningkatan BUN, kreatinin, jumlah netrofil, volume urin serta menurunnya jumlah eritrosit, hematokrit, hemoglobin dan gangguan fertilitas. Hasil penelitian

Yoon et al. (2001) pada tikus jantan dewasa

akibat pemberian EG menunjukkan

terjadinya penurunan sel-sel haploid spermatogenik, sedangkan pada tikus pubertas menunjukkan perubahan tipe-tipe sel spermatogenik. Selain itu, pemberian EG dapat menyebabkan atropi testis, infertilitas dan morfologi spermatozoa yang abnormal.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui efek keracunan EG terhadap gangguan proses spermatogenesis mencit jantan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang efek keracunan EG terhadap kesehatan hewan dan manusia khususnya terhadap proses spermatogenesis dengan mengguna-kan mencit jantan sebagai hewan model.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini menggunakan 16 ekor

mencit jantan yang dikelompokkan secara acak ke dalam 3 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol dengan 4 kali ulangan. Tiap kelompok perlakuan dan kontrol ditempatkan dalam kandang yang terpisah

dan diberi pakan dan air minum secara ad

libitum. Pembagian kelompok hewan

percobaan adalah sebagai berikut,

kelompok kontrol (KO) adalah kelompok tanpa perlakuan dan kelompok KPI, KP2, dan KP3 mencit tiap-tiap perlakuan diberi EG masing-masing dengan dosis 5, 10, dan 15 ml/liter air minum setiap hari selama 30

(3)

hari. Pada hari ke-31 setelah perlakuan, semua mencit tiap perlakuan dibunuh

secara dislocatio cervicalis. Kemudian

testisnya diambil, lalu diproses secara mikroteknik yang lazim dilakukan di laboratorium Histologi FKH Unsyiah dengan metode pewarnaan HE. Pengamatan preparat histologis dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya 10x40 dan dilanjutkan dengan pembuatan fotomikrograf.

Parameter yang diamati pada pene-litian ini adalah jumlah sel spermatogonia, spermatosit dan jumlah sel Sertoli (Barratt,

1995). Perhitungan jumlah sel

spermatogonia, spermatosit dan Sertoli adalah dengan cara menghitungnya dari 10 buah tubulus seminiferus pada tiap-tiap mencit ulangan.

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah. Data hasil pengamatan terhadap jumlah sel spermatogonia, spermatosit dan Sertoli dianalisis dengan analisis varians. (Steel dan Torrie, 1981).

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Sel Spermatogonia

Hasil perhitungan terhadap jumlah sel spermatogonia, spermatosit dan sel Sertoli mencit pada tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata jumlah sel spermatogonia tertinggi terdapat pada kelompok KO (37,9±0,37), sedangkan rata-rata jumlah sel spermatogonia terendah terdapat pada kelompok KP3 (19,3±0,80). Hasil uji statistik dengan analisis varians

pada semua kelompok perlakuan

menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

Jumlah Sel Spermatosit

Hasil perhitungan terhadap jumlah sel spermatosit mencit pada tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata jumlah sel

spermatosit tertinggi terdapat pada

kelompok KO (43,95±3,19), sedangkan rata-rata jumlah sel spermatosit terdapat pada kelompok KP3 (30,67±0,99). Hasil uji stastistik dengan analisis varians pada semua kelompok perlakuan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

Jumlah Sel Sertoli

Hasil perhitungan terhadap jumlah sel Sertoli mencit pada tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata jumlah sel Sertoli tertinggi terdapat pada kelompok KO (7,975±0,15), sedangkan rata-rata jumlah sel Sertoli terendah terdapat pada kelompok KP3 (0,025±0,05). Hasil uji statistik dengan analisis varians pada semua kelompok perlakuan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

Dari Tabel 1 terlihat bahwa EG dalam berbagai dosis dapat menurunkan secara sangat nyata (P<0,01) jumlah sel spermatogonia, sel spermatosit dan sel Sertoli. Hal ini berarti bahwa pemberian EG dengan dosis 5, 10, dan 15 ml/liter air minum menyebabkan terjadinya gangguan proses spermatogenesis pada mencit. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Calabrese dan Kenyon (1991) yang menunjukkan adanya gangguan proses spermatogenesis pada tikus akibat pemberian 1% EG. Hasil

penelitian Yoon et al. (2001) menunjukkan

(4)

pubertas dan tikus dewasa dengan dosis 400mg/kg bb menyebabkan terjadinya

perubahan sebagian besar sel-sel

spermatogenik. Selain itu, Donald (1983) menyatakan bahwa pemberian EG pada tikus jantan dapat menyebabkan terjadinya atropi testis, degenerasi sel-sel germinal epitelium, infertilitas dan abnormalitas morfologi spermatozoa.

Dari Tabel 1 tersebut terlihat bahwa semakin besar dosis EG yang diberikan menyebabkan terjadinya penurunan jumlah sel Sertoli. Hal ini menunjukkan bahwa

pemberian EG dapat menyebabkan

kematian (nekrosis) sel Sertoli yang berdampak terhadap penurunan jumlah sel Sertoli tersebut. Aksi dari zat kimia yang bersifat merusak seperti EG, akan

mengakibatkan terjadinya destruksi

sebagian sampai menyeluruh bagian sel tanpa kecuali. Selain itu, EG juga dapat menyebabkan kematian sel yang bersifat

irreversibel dan menghentikan

pertumbuhan-nya, serta menghambat proliferasi sel tersebut sehingga perkembangan selnya terganggu atau terhenti sama sekali.

Penurunan jumlah sel Sertoli memberikan dampak yang besar terhadap berlangsungnya proses spermatogenesis. Menurut Barratt (1995) sel Sertoli berperan penting dalam menjaga lingkungan yang sesuai dan mempengaruhi sel-sel Leydig untuk merangsang perkembangan sel-sel

spermatogenik. Apabila sel-sel Sertoli terganggu maka dapat menyebabkan gangguan pada sel-sel Leydig untuk menghasilkan hormon testosteron dalam jumlah yang cukup. Apabila sintesis hormon testosteron terganggu, maka

kemampuan proliferasi dari sel-sel

spermatogonia untuk berkembang ke tahap lebih lanjut akan ikut terganggu. Djakiew dan Dym (1988) menyatakan bahwa sel-sel Sertoli mempengaruhi kemampuan sel-sel Leydig untuk menghasilkan hormon testosteron dan efeknya dapat mempengaruhi rangsangan sel-sel spermatogenik untuk berkembang. Ditambahkan lagi, bahwa sel-sel Sertoli dapat merangsang pembentukan

androgen binding protein dan merangsang

aktivitas enzim adenylate cyclase yang

berpengaruh terhadap perkembangan sel-sel spermatid. Selain itu, sel-sel-sel-sel Sertoli

memproduksi protein including transferrin

dan insulin-like growth factor yang mengatur proses-proses pada ruang intratesticular selama berlangsungnya proses spermato-genesis. Itulah sebabnya penurunan jumlah sel Sertoli sangat berpengaruh terhadap penurunan jumlah sel spermatogonia dan sel spermatosit (Tabel 1).

Pada dasarnya spermatogenesis

dikendalikan oleh hormon follicle

stimulating hormone (FSH) yang bekerja pada sel Sertoli yang mampu merangsang

pembentukan androgen binding protein yang

Tabel 1. Rata-rata jumlah sel spermatogonia mencit pada tiap-tiap perlakuan yang dihitung dari sepuluh tubulus seminiferus

Kelompok

(mg/ml) EG Spermatogonia Rata-rata jumlah sel (x ± SD) Spermatosit Sertoli

0 (K0) 37,9±0,37a 43,95±3,19a 7,975±0,15a

5 (KP1) 31,5±1,06b 42,27±2,01b 0,325±0,26b

10 (KP2) 24,7±1,67c 39,06±1,67c 0,125±0,05c

15 KP3) 19,3±0,80d 30,67±0,99d 0,025±0,05d

a,b,c,d Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata

(5)

mampu mengikat androgen (testosteron)

dan hormon lutheinizing hormone (LH) yang

berpengaruh terhadap sel Leydig untuk mensintesis hormon testosteron yang akan

bekerja sama dengan FSH untuk

mendorong pembentukan spermatozoa (Hafez dan Hafez, 2000).

KESIMPULAN

Pemberian EG dengan dosis 5, 10, dan 15 ml/liter air minum pada mencit jantan setiap hari selama 30 hari dapat mempengaruhi proses spermatogenesis yang diindikasikan dengan penurunan jumlah sel spermatogonia, spermatosit dan Sertoli.

UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan selesainya kegiatan pene-litian ini kami menyampaikan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya ke-pada Bapak Rektor dan Ketua Lembaga Penelitian Unsyiah atas kepercayaan yang diberikan kepada kami. Terimakasih juga disampaikan kepada saudara drh. Cut Dahlia Iskandar, Hijrah Al-Muharram dan Iwan Firdaus yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aiello, S. E., and A. Mays. 1997. The Merck

Veterinary Manual. 8th ed. Merck &

Co., Inc. White House Station, N. J. USA.

Barratt, C.L.R. 1995. Spermatogenesis. In

Gametes-the Spermatozoon. Edites by J.G. Grudzinskas & J.L Yovich, Cambridge University Press.

Calabrese, E.J. and E.M. Kenyon. 1990. Air

Toxics and Risk Assesment. Lewis Publishers.

Djakiew, D. and M. Dym. 1988. Pachytene spermatocyte proteins influence

Sertoli cell function. Biol Reprod. 39:

1193-1205.

Donald, M.J. 1983. Glycol Ethers,

2-Methoxyethanol and 2-Ethoxy-ethanol. DHHS Publications, Canada.

Dreisbach, R.H. 1980. Hand Book of

Poisoning 10th ed. Maruzen Asian

edition. Large Medical Publication, Canada.

Johnson, L. and S. Rubarth. 1967. Ethylene

glycol poisoning in dog and cats.

Nord. Vet. Med. 19:265-351.

Johnson, L. and S. Poni. 1962. Ethylene

glycol poisoning in dog and cats.

Nord. Vet. Med. 19:265-267.

Kersting, L and S. W. Nielsen. Ethylene

glycol poisoining in small animals.

J.A.V.M.A. 146:113-118.

Klaassen, C.D. 2001. Toxicology, the Basic

Science of Poisons. 6th.ed.

McGraw-Hill Company, Inc. New York. Hafez, B. and E.S.E. Hafez. 2000.

Reproduction in Farm Animals. 7th

ed., Lea & Febiger, Philadelphia. Riddell, C., S. W. Nielsen, and J. Kersting.

1967. Ethylene Glycol Poisoning in

Poultry. Departement of Animals Diseases. University of Connecticut, Stors, Conn.

Steel, R.G.D and J.H. Torrie. 1981.

Principles Procedure of Statistics. A Biometrical Approach. 2nd Edition.

McGrew-Hill International Book. Company. Tokyo Japan.

(6)

Yoon, C.Y., C.M. Hong., J.Y. Song.,Y.Y.Cho., K.S. Choi., B.J. Lee, and C.K. Kim. 2001. Effect of ethylene glycol

monoethyl ether on the

spermatogenesis in pubertal and adult rats. J. Vet. Sci. 2(1):47-51.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itulah, penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan Kecamatan Balaraja sebagai PKWp Kabupaten Tangerang berbasis industri namun tetap mempertahankan sektor

Kemudian kesimpulan yang dapat ditarik dari sub masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Kesulitan belajar siswa kelas XI IPS 1 pada mata pelajaran sosiologi di SMA

http://www.coregroup.org/working_groups/ South_Asia Hearth Workshop.pdf). Peran positive deviance guru itu sendiri membantu anak berkebutuhan khusus agar mampu

Dari hasil wawancara yang diperoleh dari anak-anak cacat sumbing di Desa Curup, mereka merasa tidak kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya hanya

Prinsip-prinsip pendidikan life skill education menurut Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2002) adalah: Pertama; Etika sosial religius bangsa yang berdasarkan nilai-nilai

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar pada peserta didik mata pelajaran matematika materi mengidentifikasi sifat bangun ruang

Esto se mani iesta incluso en la diversidad de sus escalas: lugar puede ser un espacio interior, un valle entre montañas, una isla o una ciudad; por paisaje cabe entender un

Hasil analisis statistik deskriptif pengamalan ajaran Islam masyarakat Dusun Paku yaitu, dari keseluruhan sampel diperoleh jawaban dengan persentase tertinggi sebesar