Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman
Tahun 2013
DISIAPKAN OLEH:
POKJA SANITASI KABUPATEN
KOTAWARINGIN TIMUR
LAPORAN STUDI EHRA
(Environmental Health Risk Assesment)
Kabupaten Kotawaringin Timur
Provinsi Kalimantan Tengah
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas taufik dan hidayah-Nya, sehingga pelaksanaan studi EHRA Kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2013 serta penulisan Laporan Studi EHRA dapat kami selesaikan dengan baik.
Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan atau Environmental Health Risk Assessment (EHRA) adalah studi untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku- perilaku yang memiliki resiko pada kesehatan warga. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup : sumber air minum, layanan pembuangan sampah, jamban, saluran air limbah dan saluran lingkungan. Pada aspek perilaku, hal-hal yang terkait dengan higinitas dan sanitasi, antara lain : cuci tangan pakai sabun, buang air besar, pembuangan kotoran anak dan pemilahan sampah, serta kondisi drainase atau saluran limbah domestik.
Pelaksanaan Studi EHRA tahun 2013 ditangani dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kabupaten Kotawaringin Timur yang terdiri dari Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Kebersihan dan Tata Kota, Setda Kabupaten Kotawaringin Timur. Sedangkan Tim Pelaksana Survei lapangan terdiri atas koordinator dan supervisor dari petugas kesehatan, enumerator dari Sanitarian dan kader kesehatan yang ada di masing-masing lokasi survei. Pelaksanaan Studi EHRA dimulai dengan pembekalan kepada tim EHRA kemudian survei lapangan terhadap responden, sampai entri data dan pengolahan data dilaksanakan selama bulan Juni 2013.
Penyusunan Laporan Studi EHRA Kabupaten Kotawaringin Timur telah mengakomodasi seluruh masukan berbagai pihak, khususnya Pokja Sanitasi dan umumnya para stakeholders yang ada yaitu SKPD terkait, kelompok/masyarakat peduli sanitasi, pihak desa dan kecamatan.
Semoga Laporan Studi EHRA ini dapat bermanfaat dan memperkaya materi Buku Putih Sanitasi (BPS) dan juga menjadi masukan utama dalam penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Kotawaringin Timur.
Sampit, Desember 2013
Ketua Pokja Sanitasi Kabupaten Kotawaringin Timur
PUTU SUDARSANA, SH, MH Pembina Utama Muda NIP 19570627 198703 1 004
1
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
DAFTAR ISI Ringkasan Eksekutif Bab 1 : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan dan Mamfaat
1.3 Waktu Pelaksanaan Studi EHRA
Bab 2 : Metodologi dan Langkah Studi EHRA
2.1 Penentuan Target Area Survei (Klastering Kecamatan dan Desa/Kelurahan) 2.2 Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan Survei
2.3 Penentuan Jumlah/besar responden
2.4 Penentuan RT/RW dan responden di lokasi survei
2.5 Karakteristik Enumerator dan supervisor serta Wilayah Tugasnya Bab 3 : Hasil Studi EHRA
3.1 Informasi Responden
3.2 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
3.3 Pembuangan Air Kotor/Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja 3.4 Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah dan Banjir
3.5 Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga 3.6 Perilaku Higiene
3.7 Kejadian Penyakit Diare 3.8 Indeks Risiko Sanitasi (IRS) Bab 4 : Penutup 4.1 Kesimpulan 4.2 Hambatan/Kendala 4.3 Saran Daftar Istilah Daftar Tabel Daftar Grafik Daftar Foto
2
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
RINGKASAN EKSEKUTIF
Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment = EHRA) adalah sebuah survei partisipatif di Kabupaten/Kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higienitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Dalam pelaksanaan studi EHRA menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah enumerator yaitu sanitarian Puskesmas. Sementara Supervisor selama pelaksanaan survei adalah rekan/Kepala Puskesmas.
Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah minimal 40 responden. Metoda penentuan target area survei dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Kriteria utama penetapan klaster tersebut adalah kepadatan penduduk, angka kemiskinan, daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi, daerah terkena banjir. Dari 183 desa/kelurahan terbagi 5 kluster yaitu kluster 0 sebesar 8,7 % (16 desa/kelurahan), kluster 2 sebesar 39,9% (73 desa/kelurahan), kluster 3 sebesar 33,9% (26 desa/kelurahan) dan kluster 4 sebesar 3,3% (6 desa/kelurahan). Pokja Sanitasi Kabupaten Kotawaringin Timur metetapkan jumlah desa/kelurahan yang akan dijadikan target area survei sebanyak 19 (sembilan belas) desa / kelurahan sehingga jumlah sampel yang harus diambil sebanyak 19 X 40 = 760 responden.
Dari masing-masing kluster tersebut, kluster 0 diwakili oleh 2 desa yaitu desa Sari Harapan (Kecamatan Parenggean) dan desa Cempaka Putih (Kecamatan Tualan Hulu). Kluster 1 diwakili oleh 7 desa, yaitu; desa Kuin Permai (Kecamatan Teluk Sampit), desa Hanaut (kecamatan Pulau Hanaut), desa Terantang (Kecamatan Mentaya Seberang), desa Cempaka Mulia Timur (kecamatan Cempaga), desa Eka Bahurui (kecamatan MB Ketapang), desa Gunung Makmur (kecamatan Antang Kalang) dan desa Sumber Makmur(Kecamatan Telawang). Kluster 2 diwakili 6 desa, yaitu desa Jaya Kelapa (Kecamatan Mentaya Hilir Selatan), desa Bagendang Tengah (Kecamatan Mentaya Hilir Utara), kelurahan Baamang Barat (Kecamatan Baamang), desa Kota Besi Hilir (Kecamatan Kota Besi) dan desa Bukit Batu (Kecamatan Bukit Santuei). Kluster 3 diwakili 3 desa/kelurahan yaitu kelurahan MB Hulu (Kecamatan MB Ketapang), kelurahan Baamang Tengah (Kecamatan Baamang) dan desa Tumbang Sangai (Kecamatan Telaga Antang). Sedangkan kluster 4 diwakili 1 desa yaitu desa Kuala Kuayan (Kecamatan Mentaya Hulu).
Di Kabupaten Kotawaringin Timur responden yang status di dalam rumah tangga sebagai istri sejumlah 7.13 (93,8%) dan status sebagai anak perempuan yang sudah menikah sejumlah 47 (6,2% ). Kondisi sampah di Kabupaten Kotawaringin Timur 49,1% banyak nyamuk, Pengelolan sampah rumah tangga dapat dilakukan dengan cara dibakar yaitu sebesar 59,1 %. Untuk pengangkutan sampah dari rumah yang dilakukan oleh petugas pengangkut sampah yaitu 40,0% sekali dalam seminggu sedangkan layanan pengangkutan
3
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
sampah 73,3% dilakukan oleh petugas sampah. Sedangkan Rumah Tangga 87,6% tidak melakukan pemilahan sampah.
Sarana kepemilikan jamban pribadi sebesar 64,1%, terdapat 37 % rumah tangga yang memiliki saluran akhir pembuangan akhir isi tinja berupa cubluk dan 69,1% rumah tangga yang memiliki tangki septik umumnya tidak pernah mengosongkan tangki septik. Persentase rumah tangga yang memiliki saluran pengelolaan air limbah hanya sebesar 43,2%. Sumber air keperluan minum, masak dan mencuci peralatan dari hasil pengamatan tertinggi 34,1% bersumber dari lainnya seperti PAH dan Sungai, 23,7% bersumber dari ledeng dan 86,2% rumah tangga mengolah air minum dengan cara direbus. Persentase tertinggi praktek Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dilakukan setelah makan yaitu 72,9%, setelah dari buang air besar 70,7%, sebelum makan 70,0%. Kebiasaan responden cuci tangan terbanyak dilakukan di dapur 49,5%, ditempat cuci piring 48,3%, di kamar mandi 32,5.
Responden menggunaan sabun sebagian besar untuk mandi sebesar 99,1%, mencuci peralatan 95,4%, mencuci pakaian 93%, mencuci tangan sendiri 72,6%, memandikan anak 49,9%, mencuci tangan anak 42,6%, menceboki anak 35,6%, lainnya 3,4% dan tidak tahu 2,6%.
Hasil analisa indeks risiko sanitasi adalah sebagai berikut:
1. Masalah persampahan terutama pengolahan sampah setempat yang tidak diolah (89,5%), pengolahan sampah yang tidak memadai (86,8%) dan frekuensi pengangkutan sampah yang tidak memadai 66,7%. 2. Masalah air limbah domestik terutama pencemaran karena SPAL pada kategori tidak aman 65,4%, diikuti
variabel pencemaran karena pembuangan isi tangki septik yang tidak aman 54%. 3. Masalah Banjir/genangan air hanya 36,8% dibanding tidak ada genangan 75,9%.
4. Masalah sumber air terutama pada penggunaan sumber air tidak terlindungi yang tidak aman (72,7%). 5. Masalah perilaku Hygiene dan Sanitasi yaitu terutama CTPS di lima waktu penting 88,3 %, tidak
keberfungsian penggelontor 51,6%, dan perilaku BABS 53,6%.
Dari hasil analisis indeks risiko sanitasi EHRA Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun 2013 maka prioritas permasalahan mendesak adalah yang pertama adalah masalah persampahan, kedua masalah perilaku hygiene dan sanitasi, ketiga masalah banjir/genangan air, keempat masalah sumber air, dan kelima masalah limbah domestik.
4
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
BAB 1 : P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang
Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment = EHRA) adalah sebuah survey partisipatif di Kabupaten/Kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higienitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Data yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di Kabupaten/Kota sampai dengan kelurahan. Data yang dikumpulkan dari studi EHRA akan digunakan Pokja Kabupaten/Kota sebagai salah satu bahan untuk menyusun Buku Putih, penetapan area beresiko dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SKK).
Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten/Kota karena: 1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat
2. Data terkait dengan sanitasi dan higiene terbatas dan data sanitasi umumnya tidak bisa dipecah sampai kelurahan/desa serta data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda
3. Isu sanitasi dan higiene masih dipandang kurang penting sebagaimana terlihat dalam prioritas usulan melalui Musrenbang
4. Terbatasnya kesempatan untuk dialog antara masyarakat dan pihak pengambil keputusan.
5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan masyarakat di desa/kelurahan untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama masyarakat atau stakeholders kelurahan/desa
6. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa
Studi EHRA berfokus pada fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat, seperti: 1. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup:
a. Sumber air minum,
b. Layanan pembuangan sampah, c. Jamban,
d. Saluran pembuangan air limbah rumah tangga.
2. Perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan higienitas dan sanitasi dengan mengacu kepada STBM:
a. Buang air besar
b. Cuci tangan pakai sabun,
c. Pengelolaan air minum rumah tangga, d. Pengelolaan sampah dengan 3R
5
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Studi EHRA dilaksanakan secara penuh oleh Pokja Kabupaten Kotawaringin Timur dibantu oleh City Facillitator (CF). Tim Pelaksana Studi EHRA dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama anggota Pokja Sanitasi Kabupaten Kotawaringin Timur dan tertuang pada Surat Keputusan Ketua Pokja Sanitasi Kabupaten Kotawaringin Timur Nomor : 02/Pokja-Sanitasi/V/2013 Tentang Pembentukan Tim Studi EHRA Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun 2013.
B. Tujuan dan Manfaat
Studi EHRA bertujuan untuk mengumpulkan data primer, untuk mengetahui :
1. Mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan
2. Menyediakan informasi dasar yang valid dalam penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan 3. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi
Manfaat
Hasil survey digunakan sebagai salah satu bahan penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten/Kota dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK).
C. Waktu Pelaksanaan Studi EHRA
Studi EHRA dilaksanakan pada bulan Mei 2013 s/d Juni 2013. Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kabupaten Kotawaringin Timur. Selanjutnya, data EHRA menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program-program sanitasi di Kabupaten Kotawaringin Timur.
6
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
BAB 2 : METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA 2013
EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah enumerator yang dipilih secara kolaboratif oleh Pokja PPSP dan Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Timur. Sementara rekan sanitarian bertugas menjadi supervisor selama pelaksanaan survey. Sebelum turun ke lapangan, para sanitarian dan enumerator diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 2 (dua) hari berturut-turut. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen.
Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Desa/Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah 40 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu atau anak yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun.
Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 30-45 menit. Panduan diuji kembali dalam hari kedua pelatihan enumerator dengan try out ke lapangan. Untuk mengikuti standar etika, informed consent wajib dibacakan oleh sanitarian sehingga responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar.
Pekerjaan entri data dikoordinir oleh Tim dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Timur. Sebelum melakukan entri data, tim data entri terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data entry EHRA yang difasilitasi oleh Tim Fasilitator yang telah terlatih dari PIU Advokasi dan Pemberdayaan. Selama pelatihan itu, tim data entri dikenalkan pada struktur kuesioner dan perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi yakni program EPI Info dan SPSS.
Untuk quality control, tim spot check mendatangi 5% rumah yang telah disurvei. Tim spot check secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan di tahap data entri. Hasil entri dire-check kembali oleh tim Pokja PPSP. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali.
Kegiatan Studi EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan tidak hanya bisa dilaksanakan oleh Pokja Kabupaten/Kota semata. Agar efektif, Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota diharapkan bisa mengorganisir pelaksanaan secara menyeluruh.
Adapun susunan Tim EHRA Kabupaten Kotawaringin Timur sebagai berikut:
1. Penanggungjawab : Pokja Kabupaten Kabupaten Kotawaringin Timur 2. Koordinator Survey : Pokja - Dinas Kesehatan
3. Anggota : BAPPEDA, PU, BLHD, DisPerTaSih, dll 4. Koordinator wilayah/kecamatan : Kepala Puskesmas
7
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
6. Tim Entry data : Dinas Kesehatan, Bappeda, PU, Dispertasih 7. Tim Analisis data : Pokja Kabupaten Kotawaringin Timur
8. Enumerator : Sanitarian Puskesmas, Petugas yang ditunjuk Kepala Puskesmas 2.1 Penentuan Target Area SurveI (Klastering Kecamatan dan Desa/Kelurahan)
Metoda penentuan target area surveI dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kabupaten Kotawaringin Timur mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan.
Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai berikut:
a. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah tertentu. Studi EHRA di Kabupaten Kotawaringin Timur yang kepadatan penduduknya tidak merata akan diutamakan di kecamatan dan desa/kelurahan dengan kepadatan lebih dari 25 jiwa per Ha.
b. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:
(∑ Pra-KS + ∑ KS-1)
Angka kemiskinan = --- X 100%
∑ KK
Persentase angka kemiskinan disesuaikan dengan data angka kemiskinan masing-masing desa/kelurahan dengan kesepakatan Pokja.
c. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat.
d. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut yang bisa ditentukan oleh Pokja atau mengacu SPM PU dengan ketinggian genangan lebih dari 30 cm dan lamanya genangan lebih dari 2 jam. Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada tabel 1. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survei pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang
8
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko Kabupaten Kotawaringin Timur.
Tabel 1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko
Katagori Klaster Kriteria
Klaster 0 Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko.
Klaster 1 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 2 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 3 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 4 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klastering wilayah di Kabupaten Kotawaringin Timur menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada tabel 2. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama.
Tabel 2. Hasil klastering desa/ kelurahan di Kabupaten Kotawaringin Timur Klaster Jumlah Desa /
Kelurahan Kecamatan Desa / Kelurahan 0 16 Desa /Kelurahan
( 6 Kecamatan ) Sebabi Parenggean Tualan Kuala Kuayan Tumbang Sangai Tumbang Kalang 1.Penyang 2. Sari Harapan 3. Bukit Harapan 4.Karang Tunggal 5.Bandar Agung 6. Karang Sari 7.Bukit Makmur 8. Wono Sari 9. Damar Makmur 10.Cempaka Putih 11.Tanjung Harapan 12. Buana Mustika 13. Batu Agung 14. Tribuana 15.Bakti Karya 16.Mulya Agung
9
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
1 73 desa/kelurahan
17 kecamatan Teluk Sampit Mentaya Hilir Selatan Pulau Hanaut
Mentawa Baru Ketapang Seranau
Mentaya Hilir Utara Kota Besi Telawang Baamang Cempaga Cempaga Hulu Parenggean 1. Parebok 2. Rege Lestari 3. Kuin Permai 4. Sebamban 5. Samuda Besar 6. Sei Ijum 7. Makarti jaya 8. Rawa sari 9. Babirah 10.Hanaut 11.Serambut 12.Bebaung 13.Bamadu 14.Panyaguan 15.Bantian 16.Hantipan 17.Eka Bahurui 18.Telaga baru 19.Benkuang Makmur 20.Bapanggang Raya 21.Terantang Hilir 22.Terantang 23.Seragam Jaya 24.Pondok Damar 25.Natai Baru 26.Sumber Makmur 27.Palangan 28.Hanjalipan 29.Simpur 30.Pamalian 31.Bajarum 32.Rasau Tumbuh 33.Soren 34.Tanah Putih 35.Sumber Makmur 36.Biru Maju 37.Tanah Mas 38.Luwuk Buntet 39.Sungai Paring 40.Cempaka Mulia Timur 41.Jemaras 42.Keruing 43.Bukit Batu 44.Bukit Raya 45.Selucing 46.Sungai Ubar 47.Tehang 48.Mekar Jaya
10
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
1 Tualan Mentaya Hulu Bukit Santuai Telaga Antang Antang Kalang 49.Bajarau 50.BeringinTunggal Jaya 51.Sumber Makmur 52.Tanjung Jorong 53.Mekar Sari 54.Cempaka Putih 55.Tangar 56.Satiung 57.Satilik 58.Pemantang 59.Tumbang Tilap 60.Tanah haluan 61.Tumbang Saluang 62.Tewei Hara 63.Rantau Tampang 64.Agung Mulya 65.Tumbang Bajanei 66.Tumbang Boloi 67.Sungai hanya 68.Sungai Puring 69.Tumbang Ramei 70.Tumbang Hejan 71.Buntut Nusa 72.Tumbang Gagu 73.Gunung Makmur 2 62 desa/Kelurahan
17 Kecamatan Teluk Sampit Mentaya Hilir Selatan
Pulau Hanaut
Mentawa Baru Ketapang Seranau
Mentaya Hilir Utara Kota Besi Telawang Baamang Cempaga 1. Ujung Pandaran 2. Basawang 3. Samuda Kecil 4. Jaya Kelapa 5. Jaya Karet 6. Handil Sohor 7. Satiruk 8. Bapinang Hilir 9. Bapeang 10.Pasir Putih 11. Batuah 12. Ganepo 13. Bagendang Tengah 14. Bagendang Hilir 15. Bagendang Permai 16. Camba 17. Kandan 18. Kota Besi Hilir 19. Sebabi 20. Kenyala 21. Tinduk
11
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Cempaga Hulu Parenggean Tualan Mentaya Hulu Bukit Santuai 22. Baamang Barat 23. Lubuk Rangan 24. Rubung Buyung 25. Parit 26. Pelantaran 27. Tumbang Kuling 28. Sudan 29. Kabuau 30. Barunang Miri 31. Tumbang Mujam 32. Merah 33. Luwuk Sampun 34. Baampah 35. Kawan Batu 36. Tanjung Bantur 37. Penda Durian 38. Pahirangan 39. Tumbang Sapiri 40. Bawan 41. Tanjung Jariangau 42. Kapuk 43. Tumbang Sapia 44. Tumbang Getas 45. Tumbang Turung 46. Tumbang Batu Telaga Antang Antang Kalang 47. Lunuk Bagantung 48. Tumbang Tawan 49. Tumbang Kania 50. Tukang Langit 51. Rantau Katang 52. Tumbang Mangkup 53. Beringin Agung 54. Luwuk Kuwan 55. Bukit Indah 56. Tumbang Puan 57. Rantau Sawang 58. Rantau Suang 59. Tumbang Manya 60. Kuluk Telawang 61. Tumbang Ngahan 62. Waringin Agung 3 26 Desa/Kelurahan
15 Kecamatan Teluk Sampit Mentaya Hilir Selatan
Pulau Hanaut
Mentawa Baru Ketapang
1. Lampuyang 2. Samuda Kota 3. Samuda Kecil 4. Basirih Hilir 5. Bapinang Hilir Laut 6. Bapinang Hulu 7. MB. Hilir 8. MB.Hulu 9. Sawahan 10. Pelangsian
12
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Seranau
Mentaya Hilir Utara Kota Besi Baamang Cempaga Cempaga Hulu Parenggean Tualan Bukit Santuai Telaga Antang Antang Kalang 11. Ketapang 12. Mentaya Seberang 13. Bagendang Hulu 14. Kota Besi Hulu 15. Baamang Hilir 16. Baamang Tengah 17. Baamang Hulu 18. Cempaka Mulia Barat 19. Patai 20. Pantai Harapan 21. Parenggean 22. Sebungsu 23. Tumbang Keminting 24. Tumbang Sangai 25. Tanjung Harapan 26. Tumbang Sepayang 4444
44 6 Desa / Kelurahan 4 Kecamatan Cempaga Hulu Mentaya Hulu Bukit Santuai Antang Kalang 1. Pundu 2. Tangkarobah 3. Kuala Kuayan 4. Tumbang Panyahuan 5. Tumbang Payang 6. Tumbang Kalang Hasil klastering wilayah desa/kelurahan di Kabupaten Kotawaringin Timur yang terdiri atas 183 desa menghasilkan distribusi sebagai berikut :
1. Klaster 0 sebanyak 8,7 % 2. Klaster 1 sebanyak 39,7 %, 3. Klaster 2 sebanyak 33,9 %, 4. Klaster 3 sebanyak 14,2 %, dan 5. Klaster 4 sebanyak 3,3 %
Untuk lebih jelasnya distribusi desa kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Grafik 2.1 Distribusi Desa Perklaster Untuk Penetapan Lokasi Studi EHRA
13
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
2.2 Penentuan Jumlah/Besar Responden
Jumlah sampel untuk tiap kelurahan/desa diambil sebesar 40 responden. Sementara itu jumlah sampel RT per Kelurahan/Desa minimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada dalam Kelurahan/Desa tersebut. Jumlah responden per Kelurahan/Desa minimal 40 rumah tangga harus tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per RT
Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota digunakan “Rumus Slovin” sebagai berikut:
Dimana:
n adalah jumlah sampel
N adalah jumlah populasi
d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir 5% (d = 0,05) Asumsi tingkat kepercayaan 95%, karena menggunakan α=0,05, sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2.
Dengan jumlah populasi rumah tangga sebanyak 103.911 KK maka jumlah sampel minimum yang harus dipenuhi adalah sebanyak 398 orang. Namun demikian untuk keperluan keterwakilan desa/ kelurahan berdasarkan hasil klastering, Pokja Sanitasi Kabupaten Kotawaringin Tmur metetapkan jumlah kelurahan yang akan dijadikan target area survei sebanyak 19 (Sembilan belas ) desa / kelurahan sehingga jumlah sampel yang harus diambil sebanyak 19 X 40 = 760 responden.
2.3 Penentuan Desa/Kelurahan Area Survei
Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin di atas maka selanjutnya ditentukan lokasi studi EHRA dengan cara memilih sebanyak 19 desa/ kelurahan secara random. Hasil pemilihan ke-19 desa/kelurahan disajikan dalam tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 3. Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2013 No Klaster Banyaknya
desa/Kel Kecamatan Desa/Kel Terpilih Jumlah RT RT terpilih Jml Responden Jumlah
1 0 2 Parenggean 1. Sari harapan 10 8 40
Tualan 2. Cempaka Putih 10 8 40
2. 1 7 Teluk Sampit 1. Kuin Permai 16 8 40
Pulau Hanaut 2. Hanaut 13 8 40
Mentaya
14
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Cempaga 4. Cempaka Mulia
Timur 10 8 40
MB Ketapang 5. Eka Bahurui 13 8 40
Antang
Kalang 6. Gunung Makmur 13 8 40
Telawang 7. Sumber Makmur 12 8 40
3 2 6 Mentaya Hilir
Selatan 1. Jaya Kelapa 10 8 40
Mentaya Hilir
Utara 2. Bagendang Tengah 8 8 40
Baamang 3. Baamang Barat 17 8 40
Kota Besi 4. Kota Besi Hilir 14 8 40
Cempaga
Hulu 5. Bukit Batu 8 8 40
Bukit Santuei 6. Tumbang Batu 8 8 40
4. 3 3 MB Ketapang 1. MB Hulu 32 8 40
Baamang 2. Baamang Tengah 24 8 40
Telaga
Antang 3. Tumbang Sangai 14 8 40
5. 4 1 Mentaya Hulu 1. Kuala Kuayan 14 8 40
2.4 Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survei
Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri.
Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per RW per kelurahan mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT. Jumlah RT per kelurahan adalah 8 (delapan) RT. Untuk menentukan RT terpilih, bila jumlah RT lebih dari 8 RT diikuti panduan berikut.
Urutkan RT per RW per kelurahan.
Tentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT total dan jumlah yang akan diambil.
Jumlah total RT desa/kelurahan : 25
Jumlah RT yang akan diambil : 8
Maka angka interval (AI) = jumlah total RT kelurahan / jumlah RT yang diambil. AI = 25/8=3,1 (dibulatkan menjadi 3) maka AI = 3
Untuk menentukan RT pertama, kocoklah atau ambilah secara acak angka antara 1 – 3 (angka random). Sebagai contoh, angka random (RT 1) yang diperoleh adalah 2.
Untuk memilih RT berikutnya adalah 2 + 2 = ... dst sampai terpilih jumlah 8 RT.
Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya,
15
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri. Tahapannya adalah sbb:
Pergi ke RT terpilih. Minta daftar rumah tangga atau bila tidak tersedia, buat daftar rumah tangga berdasarkan pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk langsung.
Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal 5 (lima), maka diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5.
Ambil/kocok angka secara random antara 1 – 5 (AI) untuk menentukan Angka Mulai (AM), misal angka mulai di dapatkan angka 2 berarti rumah tersebut menjadi angka pertama responden.
Menentukan rumah selanjutnya, adalah tinggal menambahkan angka 2 + 5 (AI) = 7, begitu seterusnya sampai tercapai 5 responden/RT.
2.5 Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta Wilayah Tugasnya
Pemilihan Supervisor dan enumerator untuk pelaksanaan Studi EHRA sepenuhnya merupakan kewenangan Tim Studi EHRA Kabupaten Kotawaringin TImur. Secara rinci tugas utama supervisor Studi EHRA selama pelaksanaan survey adalah :
a. Menjamin proses pelaksanaan survey sesuai dengan kaidah dan metode pelaksanaan studi EHRA yang telah ditentukan
b. Menjalankan arahan dari coordinator kecamatan dan pokja Kabupaten/Kota c. Mengkoordinasikan pekerjaan enumerator
d. Monitor pelaksanaan studi EHRA di lapangan
e. Melakukan pengecekan/pemeriksaan hasil pengisian kuesioner oleh Enumerator f. Melakukan spot check sejumlah 5% dari total responden
g. Membuat laporan harian dan rekap harian untuk disampaikan kepada koordinator kecamatan
Sedangkan tim EHRA bersama koordinator Kecamatan dan Supervisor menentukan hal-hal berikut ini antara lain :
a. Menentukan kriteria Enumerator,yaitu Sanitarian, Petugas Puskesmas, Kader kesehatan, dll b. Memilih Enumerator
c. Menentukan perencanaan sampling berdasarkan kebijakan sampling d. Tata cara memilih responden dalam satu RT
16
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Tabel 4. Enumerator dan Supervisor Untuk Survei EHRA 2013 NO NAMA
ENUMERATOR PENDIDIKAN SUPERVISOR KECAMATAN WILAYAH KERJA DESA
1 Zulkifli SMA Tamba Teluk Sampit Kuin Permai
2 Akhmad
Fauzannor DIPLOMA Purwanti Mentaya Selatan Hilir Jaya Kelapa
3 Irwan iswandi SMA Ishak Pulau Hanaut Hanaut
4 Gt. Nenie Saputri Diploma Imanudin Mentaya Hilir Utara Bagendang Tengah
5 Nur Azizah Diploma Yulhaini Ketapang MB. Hulu
6 Hartati Diploma Elly Sri Sumartati Ketapang Eka Bahurui
7 M. Yunus SMK Nurhaidah Baamang Baamang Tengah
8 M. Rosyid Diploma Nurita Baamang Baamang Barat
9 Pudjo Ananto Diploma Norhayati Mentaya Seberang Terantang
10 Isnaniah Diploma Syamsudin Kota Besi Kota Besi Hilir
11 Gilang Ramadhan Diploma M. Yusuf Cempaka Cempaka Mulia
Timur
12 Marthen T Sarjana Titin K Cempaga Hulu Bukit Batu
13 Irawati Diploma M. Syafii Parenggean Parenggean
14 Frans Yuliano Sarjana Alisnawati Mentaya Hulu Kuala Kuayan 15 Rini Deselina Sarjana Maswar Habil Antang Kalang Gunung Makmur 16 Tuti Istiawati Sarjana Fitriandi
Ranudinata Telawang Sumber Makmur
17 Cicin Diploma Tutik
Widaraningsih Tualan Cempaka Putih
18 Sri Astuti Diploma Frica Andalina Telaga Tumbang Sangai
19 Devita Selviana Diploma Emi
Wahyuningsih Bukit Santuei Tumbang Batu
Bab 3: HASIL STUDI EHRA 2013 KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR
Jumlah kuesioner yang telah di cleaning dan dapat dientri serta dianalisa adalah 760 kuesioner. Hasil studi EHRA dapat dilihat sebagai berikut.
3.1 Informasi Responden a. Karakterisitik Responden
Pelaksanaan Studi EHRA di desa/kelurahan diperlukan enumerator yaitu Sanitarian Puskesmas untuk wawancara dan observasi di rumah responden. Responden yang diambil dalam studi EHRA ini adalah berumur 18 – 60 tahun. Dalam melakukan pemilihan sampel, apabila dalam rumah bersangkutan terdapat 2 (dua) kepala keluarga, maka yang diwawancarai hanya 1 (satu) kepala keluarga dan diutamakan keluarga yang mempunyai balita dan apabila tidak mempunyai balita, yang diwawancarai adalah keluarga yang lebih lama tinggal di rumah tersebut.
Hasil dari studi EHRA diketahui umur responden terbanyak > 45 tahun (21,6%), sedangkan paling sedikit umur ≤ 20 tahun (3,7%). Status rumah terbanyak milik sendiri (81,6%), dan paling sedikit lainnya :
17
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
menempati sementara (0,4%). Pendidikan responden umumnya masih pendidikan dasar terutama terbanyak Sekolah Dasar (50,5%) dan paling sedikit SMK (3,3%). Untuk lebih jelasnya mengenai karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Informasi Responden Studi EHRA Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun 2013
KARAKTERISTIK JUMLAH PERSENTASE (%)
a. UMUR <= 20 tahun 21 - 25 tahun 26 - 30 tahun 31 - 35 tahun 36 - 40 tahun 41 - 45 tahun > 45 tahun Jumlah b. STATUS RUMAH Milik sendiri Rumah dinas
Berbagi dengan keluarga lain Sewa
Kontrak Milik orang tua Lainnya
Jumlah c. PENDIDIKAN
Tidak sekolah formal SD SMP SMA SMK Universitas/Akademi Jumlah 28 88 109 140 131 98 166 760 620 8 9 22 9 89 3 760 59 384 154 103 25 35 760 3,7 11,6 14,4 18,5 17,3 12,9 21,6 100,0 81,6 1,1 1,2 2,9 1,2 11,7 0,4 100,0 7,8 50,5 20,3 13,6 3,3 4,6 100,0
b. Status Kepemilikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM)
Dari grafik 3.1 diketahui kepemilikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) sebanyak 84% responden mengaku tidak memiliki, sedangkan yang memiliki hanya 16 %.
18
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.1 Kepemilikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM)
c. Kepemilikan Kartu Jaminan Kesehatan Daerah (JamKesDa).
Tabel 3.2 menunjukkan bahwa, kepemilikan Kartu Jaminan Kesehatan Daerah (JamKesDa) sebanyak 55% responden mengaku memilki JamKesDa, dan 45 % mengaku tidak memilki.
Grafik 3.2 Kepemilikan Kartu Jaminan Kesehatan Daerah (JamKesDa)
d. Status Memiliki Anak
Grafik 3.3 menunjukkan bahwa, 92 % responden memiliki anak sedangkan 8% tidak memiliki anak.
19
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.3 Status Kepemilikan Anak
e. Status Responden Punya Anak Balita
Grafik 3.4 menunjukkan bahwa, responden yang memiliki anak balita (0-5 Tahun) diketahui 47% memilki balita sedangkan 53% tidak memiliki balita.
Grafik 3.4 Status Mempunyai Balita
3.2 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
a. Kondisi Sampah di Lingkungan RT/RW Skala Kabupaten
Kondisi sampah dilingkungan menggambarkan apakah masyarakat sudah melakukan pengelolaan sampah dengan baik dan benar. Lingkungan yang bersih menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan salah satunya adalah pengelolaan sampah yang baik dan
20
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
benar dirumah. Dari hasil analisa data studi EHRA skala Kabupaten dapat terlihat pada grafik 3.5 dibawah ini.
Grafik 3.5 Kondisi Sampah di Lingkungan RT/RW
Grafik 3.5 menunjukkan bahwa, 49,1% kondisi sampah di lingkungannya banyak nyamuk, 40,9% banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar lingkungan, 30,9% banyak tikus berkeliaran, 20,7% banyak lalat di sekitar tumpukan sampah, 16,6% banyak kucing dan anjing mendatangi tumpukan sampah, 13,0% ada anak-anak yang bermain disekitarnya, 8,0% lainnya, 7,4% bau busuk yang mengganggu, dan 2,6% menyumbat saluran drainase.
Kondisi sampah di lingkungan RT/RW berdasarkan kluster umumnya banyak nyamuk terutama di kluster 4 (100%), dan paling sedikit kluster 2 (35%). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi sampah dilingkungan kemungkinan menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk, karena tidak terbakar sempurna sehingga menjadi tempat genangan air.
21
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.6 Kondisi Sampah di Lingkungan RT/RW Berdasarkan Kluster
b. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung, untuk itu pengelolaan sampah rumah tangga sangatlah penting. Dari hasil analisa pengelolaan sampah rumah tangga terlihat pada grafik berikut.
22
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.7 Pengelolaan Sampah Tangga
Grafik 3.7 menunjukkan bahwa pengelolan sampah rumah tangga skala Kabupaten umumnya dengan cara di bakar 59,1 %, dibuang kesungai/kali/laut/danau 18,4%, dibuang dilubang tetapi tidak ditutup dengan tanah 1,9%. Hal ini menunjukkan pengelolaan sampah paling banyak dengan cara yang tidak memadai sedangkan dikelola dengan dikumpulkan dan dibuang ke TPS hanya 11,4%. Cara pengelolaan sampah yang dikumpulkan dan dibuang ke TPS terbanyak di kluster 3 sebesar 54,2%.
Pengangkutan sampah didefinisikan sebagai bentuk membawa sampah dari sumber dan atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari TPS menuju ke tempat pengolahan sampah terpadu atau tempat pemrosesan akhir. Dari hasil studi EHRA 2013 diketahui pengangkutan sampah dari rumah yang dilakukan oleh petugas sampah tidak dilaksanakan setiap hari, hal ini terlihat pada grafik berikut.
23
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.8 Pengangkutan Sampah Rumah Tangga
Grafik 3.8 menunjukkan bahwa pengangkutan sampah dari rumah yang dilakukan oleh petugas pengangkut sampah 40% sekali dalam seminggu, 26,7% setiap hari, 20,0% tidak pernah, 6,7 % beberapa kali dalam seminggu dan 6,7% sekali dalam sebulan.
Layanan pengangkutan sampah yang biasa dilakukan oleh responden adalah dengan menggunakan jasa petugas pengangkut sampah dengan kontribusi yang berbeda-beda. Dari grafik 3.9 dapat di lihat persentase responden yang menggunakan layanan pengangkutan sampah berdasarkan ketepatan waktu. Umumnya 66% responden menjawab tepat waktu, 7% sering terlambat, dan tidak tahu 27%.
24
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.10 Layanan Pengangkutan Sampah oleh Petugas
Grafik 3.10 menunjukkan 73% responden menggunakan layanan petugas pengangkut sampah dan 27% yang tidak menggunakannya.
Pemilahan sampah merupakan langkah sederhana yang dapat dilakukan setiap rumah tangga sebagai kunci awal kegiatan 3R. Secara umum, pemilahan dapat dilakukan berdasarkan jenis sampahnya, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik di antaranya adalah sampah sisa makanan, sayur mayur serta sampah yang mudah membusuk lainnya. Sedangkan sampah anorganik pada umumnya terdiri atas plastik, botol kaca, kaleng dan semacamnya. Untuk dapat memulai kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, pemilahan sampah plastik dapat menjadi pilihan. Salah satu keuntungan dari pemilahan sampah plastik adalah tidak timbulnya permasalahan dengan bau serta relatif rendahnya potensi penyebaran penyakit apabila penyimpanan dilakukan di dalam rumah.
25
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Dari grafik 3.12 diketahui pemilahan sampah oleh rumah tangga sebelum dibuang hanya 10,3% dan paling banyak 89,7% tidak sama sekali melakukan pemilahan sampah.
Grafik 3.12 Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga
Grafik 3.13 menunjukkan bahwa 70,5% rumah tangga telah memisahkan sampah plastik, 69,2% rumah tangga telah memisahkan sampah organik, 53,8% memisahkan gelas/kaca, 52,6 memisahkan sampah kertas/kerdus, memisahkan besi/logam 43,6% dan lainnya 2,6%.
Tabel 3.2 Area Berisiko Persampahan Berdasarkan Hasil Studi EHRA
Variabel Kategori Persentase Masing-Masing Kluster Desa/Kelurahan 0 1 2 3 4 Kabupaten Pengelolaan
sampah Tidak memadai 97,6 99,3 86,5 45,8 100,0 86,8 Ya, memadai 2,4 0,7 13,5 54,2 0,0 13,2 Frekuensi Pengangkutan Sampah Tidak Memadai 100,0 100,0 54,5 100,0 0,0 66,7 Ya, Memadai 0,0 0,0 45,5 0,0 0,0 33,3 Ketepatan Waktu Pengangkutan Sampah Tidak tepat waktu 100,0 100,0 9,1 100,0 0,0 33,3 Ya, tepat waktu 0,0 0,0 90,1 0,0 0,0 66,7 Pengolahan sampah setempat Tidak diolah 44,6 90,0 98,7 97,5 100,0 89,5 Ya, diolah 55,4 10,0 1,3 2,5 0,0 10,5
26
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Tabel 3.2 menunjukan bahwa area berisiko persampahan berada pada pengolahan sampah setempat yang tidak diolah terlebih dahulu (89,5%), diikuti pengolahan sampah yang tidak memadai (86,8%) terutama dengan cara dibakar, dan Frekuensi pengangkutan sampah yang tidak memadai 66,7%, yaitu pengangkutan yang tidak tiap hari dilakukan.
3.3 Pembuangan air kotor/limbah tinja manusia dan lumpur tinja
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water).
a. Kepemilikan Jamban
Praktik buang air besar dapat menjadi salah satu faktor risiko bagi tecemarnya lingkungan termasuk sumber air, khususnya bila praktik BAB itu dilakukan di tempat yang tidak memadai. Tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka saja seperti di sungai/ kali/ got/ kebun, tetapi termasuk sarana jamban yang nyaman di rumah. Berikut grafik persentase keluarga yang memiliki jamban.
27
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.13 menunjukkan bahwa responden BAB ke jamban pribadi 64,1%, namun masih banyak yang BAB di sungai/pantai/laut sebanyak 26,6%, ke MCK/WC umum dan kebun/pekarangan sebanyak 6,6%, WC helikopter 6,1%, ke selokan/parit/got sebanyak 4,9%, lainnya 2,4%.
Grafik 3.14 Jenis Jamban Pribadi
Grafik 3.14 menunjukkan bahwa jenis kloset terbanyak adalah kloset jongkok leher angsa 52,5%, diikuti tidak punya kloset 35%, cemplung 7,5%, plengsengan 2,9%, dan kloset duduk leher angsa1,3 %.
b. Saluran Akhir Pembuangan Tinja
Tinja merupakan bahan buangan yang timbul karena adanya kehidupan manusia sebagai mahluk individu maupun mahluk sosial. Tinja juga merupakan bahan buangan yang sangat dihindari oleh manusia karena dapat mengakibatkan bau yang sangat menyengat dan sangat menarik perhatian serangga, khususnya lalat, dan berbagai hewan lain seperti anjing, ayam, dan tikus. Apabila pembuangan tinja tidak ditangani sebagaimana mestinya, maka dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran permukaan tanah serta air tanah, yang berpotensi menjadi penyebab timbulnya penularan berbagai macam penyakit saluran pencemaan. Tangki Septik adalah bak kedap air yang terbuat dari beton, fibreglass, PVC atau plastik, untuk penampungan dan pengolahan black water dan grey water. Merupakan tangki pengendapan dan proses anaerobik untuk mengurangi padatan dan material organik. Pada grafik dibawah menunjukkan saluran akhir pembuangan tinja pada pengamatan studi EHRA Kabupaten Kotawaringin Timur
28
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.15 Saluran Akhir Pembuangan Tinja
Grafik 3.15 menunjukkan tempat penyaluran akhir tinja terbanyak ke cubluk/lubang tanah 37% dan tidak tahu 34,3%.
Dari 64,1% responden yang memiliki jamban pribadi ternyata jenis saluran akhir tinja terbanyak jenis cubluk 31,7%, dikuti tersalurkan ke sungai, kanal, kolam sebesar 31,4%, tangki septik 22%, saluran tertutup 5,8%, tidak tahu 3%, pipa IPAL sanimas 2,6%, pipa saluran pembuangan kotoran 1,8%, saluran terbuka 1,2% dan ke jalan, kanal,kolam 0,4%. Untuk jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut.
29
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.17 Lama Tangki Septik Dibangun
Grafik 3.17 menunjukkan bahwa lama tangki septik dibangun terbanyak baru di bangun 1-5 tahun yang lalu 35%, lebih dari 5-10 tahun yang lalu 30%, lebih dari 10 tahun 17%, 0-12 bulan yang lalu 11% dan tidak diketahui sebesar 7%.
c. Pengosongan Tangki Septik
Grafik 3.18 Pengosongan Tangki Septik
Tabel 3.18 menunjukkan bahwa pengosongan tangki septik yang dilakukan responden terbanyak tidak pernah di kosongkan/dikuras 69,1 %, melakukan pengurasan 1-5 tahun yang lalu 9,3%, 0-12 bulan yang lalu 4,3%, 5-10 tahun yang lalu 1,9%, lebih dari 10 tahun 0,6% dan tidak tahu 14,8%.
30
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.19 Praktik Pengosongan Tangki Septik
Tabel 3.19 menunjukkan bahwa praktik pengosongan tangki septik terbanyak menggunakan layanan sedot tinja 46%, tidak tahu 36%, membayar tukang 10%, dan mengosongkan sendiri 8%. d. Praktek pembuangan kotoran anak balita
1. Kebiasaan BAB anak balita dilantai, kebun
Grafik 3.20 Kebiasaan BAB anak balita dilantai, kebun
Grafik 3.20 menunjukkan bahwa dari 47% responden yang memiliki balita kebiasaan anak balita yang BAB biasa dilantai, kebun responden menjawab tidak tahu 43%, tidak biasa 37%, sangat sering 11,3 %, kadang-kadang 8,7%.
31
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
2. Kebiasaan Membuang Tinja Anak
Grafik 3.21 Kebiasaan Membuang Tinja Anak
Grafik 3.21 menunjukkan bahwa kebiasaannya membuang tinja anak, ibu tidak tahu 52,6%, diikuti ke WC/jamban 24,5%, ke sungai/selokan/got 16,1%, ke tempat sampah 2,9%, ke kebun/pekarangan/jalan 2,5% dan lainnya 1,4%.
Grafik 3.22 Persentase Tangki Septik Aman dan Tidak Aman
Grafik 3.22 menunjukkan bahwa persentase tangki suspek aman sebesar 90% dan yang tidak aman hanya 10%.
32
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.23 Pengetahuan Responden Tentang Lumpur Tinja Di Kosongkan
Grafik 3.23 menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang lumpur tinja yang dikosongkan dibuang terbanyak tidak mengetahuinya 50%, lainnya 28%, dibuang ke sungai, sungai kecil 18% dan dikubur ditanah orang lain 4%.
Tabel 3.3 Area Berisiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Studi EHRA
Variabel Kategori Persentase Masing-Masing Kluster Desa/Kelurahan 0 1 2 3 4 Kabupaten
Tangki septik
suspek aman Tidak aman 6,0 6,8 15,2 11,8 0,0 9,7 Suspek aman 96,0 93,2 84,8 88,2 100,0 90,3 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik Tidak aman 0,0 100,0 56,5 31,6 0,0 54,0 Ya, aman 0,0 0,0 43,5 68,4 0,0 46,0 Pencemaran
karena SPAL Tidak aman 28,9 73,0 73,0 57,1 67,5 65,4
Ya, aman 71,1 27,0 27,0 42,9 32,5 34,6
Tabel 3.3 menunjukan bahwa area berisiko air limbah domestik pada variabel pencemaran karena SPAL pada kategori tidak aman sebesar 65,4%, diikuti variabel pencemaran karena pembuangan isi tangki septik yang tidak aman sebesar 54%.
3.4 Drainase Lingkungan/selokan Sekitar Rumah dan Banjir
Dalam rangka mengendalikan genangan air di waktu musim hujan dan banjir musiman, di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur telah dibangun saluran drainase. Fungsi saluran drainase akan berkurang dengan berjalannya waktu. Hal ini disebabkan pendangkalan saluran dan tumbuhnya gulma
33
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
di saluran akan mempercepat pendangkalan. drainase yang direncanakan merupakan saluran terbuka yang berfungsi untuk menampung aliran permukaan. Jaringan drainase terbagi atas jaringan primer, jaringan sekunder dan jaringan tersier.
a. Jaringan Primer
Jaringan primer berfungsi untuk menampung aliran permukaan dengan daerah tangkapan yang luas. Jaringan primer merupakan drainase alam yaitu aliran sungai dan anak sungai. Kabupaten Kotawaringin Timur ditinjau dari Daerah Aliran Sungai (DAS) termasuk DAS Mentaya, sub DAS Cempaga dan sub-sub DAS Tualan dan semua anak sungainya.
b. Jaringan Sekunder dan Tersier
Saluran sekunder adalah saluran drainase buatan yang berfungsi untuk menampung aliran air permukaan yang berasal dari jaringan tersier dan mengalirkannya ke jaringan primer. Saluran tersier adalah saluran drainase buatan yang berfungsi menampung aliran air permukaan dari suatu kawasan seperti kawasan permukiman, kawasan pertokoan, kawasan industri kemudian mengalirkannya ke jaringan sekunder.
c. Sistem drainase lokal
Saluran dan bangunan pelengkap yang melayani sebagian wilayah perkotaan d. Sistem drainase utama
Saluran dan bangunan pelengkap yang melayani seluruh wilayah perkotaan a. Lingkungan Rumah Terkena Banjir
Grafik 3.24 Persentase Rumah Tangga Yang Pernah Mengalami Banjir
Grafik 3.24 menunjukkan bahwa persentase rumah tangga yang mengalami banjir terbanyak tidak pernah 80%, sekali dalam setahun 15%, beberapa kali dalam setahun 4%, dan tidak tahu 1%.
34
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
b. Rutinitas Banjir
Grafik 3.25 Persentase Rumah Tangga Yang Pernah Mengalami Banjir Secara Rutin
Grafik 3.25 menunjukkan bahwa persentase rumah tangga yang mengalami banjir rutin terbanyak tidak pernah 57% sedangkan yang mengalami banjir rutin 43%.
c. Banjir Memasuki Rumah
Grafik 3.24 Persentase Rumah Tangga Yang Pernah Mengalami Banjir Air Memasuki Rumah
Grafik 3.24 menunjukkan bahwa banjir terbanyak tidak memasuki rumah 68%, dan ya memasuki rumah 32%.
35
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
d. Tinggi Air Saat Banjir
Grafik 3.25 Tinggi Genangan Air Saat Banjir
Grafik 3.25 menunjukkan bahwa, tinggi genangan air saat banjir terbanyak tinggi genangan air setumit orang dewasa 40,8%, diikuti sepinggang orang dewasa 22,4%, setengah lutut orang dewasa 20,4% dan selutut orang dewasa 16,3%.
Grafik 3.26 Saat Banjir WC/Jamban Terendam
Grafik 3.26 menunjukkan bahwa wc/jamban terendam saat banjir terbanyak tidak pernah 71,4%, selalu 18,4%, kadang-kadang dan sebagian 4,1% dan paling sedikit tidak tahu 2%.
36
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.27 Lama Air Tergenang
Grafik 3.27 menunjukkan bahwa lama air tergenang jika terjadi banjir lebih dari 1 hari 71,4%, antara 1-3 jam 10,2%, setengah hari 10,2%, 1 hari dan kurang dari 1 jam sebesar 4,1%.
Grafik 3.28 Lokasi Genangan
Grafik 3.28 menunjukkan bahwa, lokasi genangan saat banjir terjadi di halaman rumah sebesar 64,1%, dan paling sedikit di dekat bak penampungan 3,3%.
37
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.29 Persentase Kepemilikan SPAL
Grafik 3.29 menunjukkan bahwa, persentase kepemilikan SPAL terbanyak tidak ada sebesar 57% dan ada memiliki 43%.
Grafik 3.30 Genangan Air Di Halaman/Bagian Depan Rumah
Grafik 3.30 menunjukkan bahwa sebagian kluster di Kabupaten Kotawaringin Timur akibat warga tidak memiliki SPAL terbanyak tidak ada genangan sebesar 79,9% dan ada genangan 20,1%. Hal ini menunjukkan bahwa adanya genangan bukan semata-mata karena tidak memilik SPAL.
38
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.30 Persentase SPAL yang Berfungsi
Grafik 3.30 menunjukkan bahwa SPAL yang berfungsi 53,8%, tidak ada saluran SPAl 36,2% dan tidak berfungsi 7,1%. Dari masing-masing kluster umumnya SPAL berfungsi kecuali kluster 4, hal ini kemungkinan karena sebagian responden bertempat tinggal dipinggir sungai, sehingga banyak yang tidak memiliki SPAL.
Grafik 3.31 Genangan Air Limbah
Grafik 3.31 menunjukkan bahwa, genangan air limbah berasal umumnya dari air hujan. Untuk skala Kabupaten genangan air limbah berasal dari hujan 54,9% diikuti air limbah dapur 39,2%, air limbah kamar mandi 30,1%, air limbah lainnya 15,7% dan tidak tahu 7,8%.
39
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.32 Pengamatan Genangan Air
Grafik 3.32 menunjukkan bahwa, hasil pengamatan genangan air tergenang terbanyak dihalaman rumah 64,1%, diikuti di dekat dapur 48,4%, dekat kamar mandi 30,7% dan lainnya 7,2%.
Grafik 3.33 Grafik Kondisi Saluran Air
Grafik 3.33 menunjukkan bahwa, kondisi rumah responden tidak ada saluran 36,8 %, diikuti saluran tidak bersih dari sampah tapi masih dapat mengalir 31,7%, saluran bersih atau hampir selalu bersih 24,3%, saluran tidak bersih dari sampah, saluran tersumbat 4,5%, dan saluran tidak bersih dari sampah, tapi saluran kering 2,6%.
40
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Tabel 3.4 Area Berisiko Genangan Air Berdasarkan Studi EHRA
Variabel Kategori Persentase Masing-Masing Kluster Desa/Kelurahan 0 1 2 3 4 Kabupaten Adanya
Genangan Ada Genangan 24,1 35,9 39,7 47,1 22,5 36,8 Tidak ada
genangan 75,9 64,1 60,3 52,9 77,5 63,2
Tabel 3.4 menunjukan bahwa area berisiko adanya genangan air terbanyak tidak ada genangan 63,2%, sedangkan adanya genangan 36,8%.
3.5 Pengelolaan Air Minum RumahTangga
Sejumlah studi menginformasikan bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki risiko terkena diare yang lebih rendah, karena sumber air yang memadai cenderung memudahkan kegiatan higinitas secara lebih teratur. Dengan demikian, kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan-kesakitan seperti gejala diare.
Grafik 3.34 Grafik Akses Air Bersih
Grafik 3.34 menunjukkan bahwa, akses air bersih responden di kabupaten Kotawaringin Timur berasal dari air ledeng/PDAM 19,6%, air sumur tidak terlindungi 14,5%, berasal dari sumur gali terlindungi 11,7%, air isi ulang 8,7%, air sumur pompa tangan 8,2%, dari hidran umum 1,2%, dari air kemasan 1%, mata air terlindungi 0,1%
41
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.35 Sumber Air untuk Minum, Masak dan Mencuci Peralatan
Grafik 3.35 menunjukkan bahwa, sumber air keperluan minum, masak dan mencuci peralatan dari hasil pengamatan tertinggi 34,1% bersumber dari lainnya seperti PAH dan Sungai, 23,7% bersumber dari ledeng yang berfungsi mengalir setiap hari, 16,7% bersumber dari sumur gali yang terlindungi, 12,4% bersumber dari sumur gali yang terlindungi, 9,2% dari sumur bor mesin, 4,9% dari penjual air keliling, 3,4% tidak ada sumber air, 1,7% dari sumur pompa tangan, 0,7% dari ledeng yang tidak mengalir tiap hari, 0,5% dari hidran umum dan 0,1% dari kran umum.
Grafik 3.36 Grafik Sumber Air Untuk Keperluan Masak, Cuci Piring & Gelas, Cuci Pakaian, Gosok Gigi
42
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.36 menunjukkan bahwa, untuk keperluan minum terbanyak menggunakan air isi ulang (36,7%), untuk keperluan masak terbanyak menggunakan air ledeng/PDAM (23%), untuk keperluan cuci piring dan gelas menggunakan air sungai (30,1%), untuk keperluan cuci pakaian terbanyak menggunakan menggunakan air sungai (32,1%) dan gosok gigi terbanyak menggunakan air sungai (28,8%).
Grafik 3.37 Grafik Kesulitan Air Berdasarkan Kluster
Grafik 3.37 menunjukkan bahwa skala kabupaten 65,3% responden tidak pernah mengalami kesulitan air, 13,9% hanya beberapa jam saja, 11,2% lebih dari seminggu, 6,3% satu sampai beberapa hari dan 1,8% responden tidak tahu. Sedangkan Berdasarkan kluster umumnya tidak pernah mengalami kesulitan air, dan yang mengalami kesulitan beberapa jam saja terbanyak terjadi di kluster 4 (45%).
43
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.38 Grafik Menyimpan Air Minum Diolah
Grafik 3.38 menunjukkan bahwa, 48% responden disimpan dalam teko/ketel/ceret, 18% dalam galon isi ulang, 13% lainnya, 11% dalam botol/termos, 8% dalam panci tertutup, 1% panci terbuka dan tidak disimpan, sedangkan 0% tidak tahu.
Tabel 3.5 Area Berisiko Sumber Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA 2013
Variabel Kategori Persentase Masing-Masing Kluster Desa/Kelurahan Kabupaten
0 1 2 3 4
Sumber air
terlindungi Tidak, sumber air berisiko tercemar 42,9 41,8 52,5 15,0 15,0 39,7 Ya, sumber air
terlindungi 57,1 58,2 47,5 85,0 85,0 60,3
Penggunaan sumber air tidak terlindungi
Tidak aman 16,1 84,6 78,8 47,5 47,5 72,7
Ya, aman 83,9 15,4 21,2 52,5 52,5 27,3
Kelangkaan air Mengalami
kelangkaan air 8,9 28,6 23,2 5,0 5,0 20,5
Tidak pernah
mengalami 91,1 71,4 76,8 95,0 95,0 79,5
Berdasarkan tabel 3.5 diketahui area berisiko untuk sumber air pada penggunaan sumber air yang tidak terlindungi dengan kategori yang tidak aman (72,7%). Hal ini karena masih banyak responden yang memakai sumber air berasal dari sumber lainnya terutama air sungai, danau, air hujan untuk keperluan sehari-hari.
3.6 Perilaku Higiene
Sekitar 40.000 anak Indonesia meninggal setiap tahun akibat diare (Unicef, 2002; dikutip dari facts sheet ISSDP, 2006). Bukan hanya itu, diare juga ikut menyumbang pada angka kematian balita
44
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
yang disebabkan faktor gizi buruk. Dalam studi global disimpulkan bahwa dari 3,6 juta kematian akibat gizi buruk, sekitar 23% ternyata disebabkan oleh diare (Fishman, dkk., 2004). Diare sebetulnya dapat dicegah dengan cara yang mudah. Sekitar 42-47% risiko terkena diare dapat dicegah bila orang dewasa, khususnya pengasuh anak mencuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu yang tepat. Bila dikonversikan, sekitar 1 juta anak dapat diselamatkan hanya dengan mencuci tangan pakai sabun (Curtis & Cairncross, 2003).
Mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat dapat memblok transmisi patogen penyebab diare. Pencemaran tinja/ kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan pathogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia, termasuk balita, adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan). Cuci tangan pakai sabun adalah prevensi cemaran yang sangat efektif dan efisien khususnya untuk memblok transmisi melalui jalur fingers.
Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-harinya, EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan apakah si Ibu menggunakan sabun hari ini atau kemarin.
Grafik 3.39 menggunakan Sabun
45
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.40 menggunakan Sabun
Grafik 3.40 menunjukkan bahwa umumnya sabun digunakan untuk mandi 99,1%, mencuci peralatan 95,4%, mencuci pakaian 93%, mencuci tangan sendiri 72,6%, memandikan anak 49,9%, mencuci tangan anak 42,6%, menceboki anak 35,6%, lainnya 3,4% dan tidak tahu 2,6%.
Grafik 3.41 Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Grafik 3.41 menunjukkan bahwa 88% responden tidak melakukan praktik cuci tangan pakai sabun (CTPS).
46
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.42 Kebiasaan Cuci Tangan
Grafik 3.42 menunjukkan bahwa kebiasaan responden cuci tangan terbanyak dilakukan di dapur 49,5%, ditempat cuci piring 48,3%, di kamar mandi 32,5%, di jamban 10%, di dekat kamar mandi 8%, lainnya 6,7%, di sekitar penampungan 4,5%, di sumur 3,8%, tidak tahu 2,9% dan di dekat jamban 2,1 %.
Grafik 3.43 Waktu Melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun
Grafik 3.43 menunjukkan bahwa, waktu melakukan CTPS terbanyak setelah makan 72,9%, setelah dari buang air besar 70,7%, sebelum makan 70,0%, sebelum menyiapkan masakan 33,2%, setelah memegang hewan 29,7%, setelah menceboki bayi/anak 29,2%, sebelum memberi menyuapi anak 21,1%, lainnya 7,5% dan sebelum ke toilet 4,7%.
47
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.44 Persentase Praktik BABS
Grafik 3.44 menunjukkan bahwa persentase praktik BABS skala Kabupaten yang melakukan BABS 53,6 % sedangkan yang tidak 46,4%. Kemudian berdasarkan kluster BABS diketahui yang terbanyak melakukan BABS pada kluster 1 (69,8%), sedangkan yang tidak BABS terbanyak di kluster 3 (68,1%). Tabel 3.6 Area Berisiko Perilaku Higiene dan Sanitasi Berdasarkan Studi EHRA
Variabel Kategori Persentase Masing-Masing Kluster Desa/Kelurahan Kabupaten
0 1 2 3 4
CTPS di lima waktu penting Tidak 67,5 94,3 84,4 92,4 100,0 88,3
Ya 32,5 5,7 15,6 7,6 0,0 11,7
Apakah lantai dan dinding
jamban bebas dari tinja? Tidak Ya 34,9 65,1 45,6 54,4 12,7 87,3 25,2 74,8 37,5 62,5 30,5 69,5 Apakah jamban bebas dari
kecoa dan lalat? Tidak Ya 36,1 63,9 55,2 44,8 14,3 85,7 27,7 72,3 20,0 80,0 34,2 65,8 Keberfungsian
penggelontor Tidak Ya, 48,2 66,5 46,8 37,0 25,0 51,6
berfungsi 51,8 33,5 53,2 63,0 75,0 48,4
Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban?
Tidak 44,6 59,4 36,7 39,5 22,5 45,7
Ya 55,4 40,6 63,3 60,5 77,5 54,3
Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air Ya, tercemar 25,3 12,5 14,3 26,1 7,5 16,3 Tidak tercemar 74,7 87,5 85,7 73,9 92,5 83,7
Perilaku BABS Ya,
BABS 43,3 69,8 52,3 31,9 32,5 53,6
48
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Tabel 3.6 menunjukkan bahwa, area berisiko perilaku Hygiene dan Sanitasi yaitu variabel CTPS di lima waktu penting 88,3 %, tidak keberfungsian penggelontor 51,6%, dan perilaku BABS 53,6%.
3.7 Kejadian Penyakit diare
Penyakit Diare di Kabupaten Kotawaringin Timur masuk dalam golongan penyakit terbesar yang angka kejadiannya relatif cukup tinggi. Keadaan ini didukung oleh faktor lingkungan, yaitu penggunaan air untuk keperluan sehari hari yang tidak memenuhi syarat, sarana jamban keluarga yang kurang memenuhi syarat, serta kondisi sanitasi perumahan kuang tidak higienis.
Grafik 3.45 Kejadian Diare Skala Kabupaten
Tabel 3.45 menunjukkan bahwa, kejadian diare pada penduduk terbanyak 72% responden mengaku tidak pernah, 10% responden menyatakan lebih dari 6 bulan yang lau, 5% responden 3 bulan terakhir dan 1 bulan terakhir, 4% responden menyatakan 6 bulan yang lalu, 3% responden menyatakan 1 minggu terkahir, dan saat ini hanya 1 %.
49
Laporan Studi
Environment Health Risk Assesment
[EHRA] | Tahun 2013
Grafik 3.46 Kejadian Diare Berdasarkan Kluster
Grafik 3.46 menunjukkan bahwa umumnya rata-rata responden tiap kluster menyatakan tidak pernah mengalami diare namun dari 38% penduduk yang pernah mengalami diare terbanyak terjadi lebih dari 6 bulan yang lalu yaitu di kluster 1 (17,1%), kejadian diare 3 bulan terakhir juga terjadi di kluster 1 (7,5%), 1 bulan terakhir dan 1 minggu terkahir terjadi di kluster 4 (10%).